Identifikasi Hidrokuinon Dalam Sediaan Kosmetik Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

(1)

1

IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN

KOSMETIK SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

TUGAS AKHIR

Oleh:

SHERINA ELVIRA NASUTION NIM 122410026

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

3

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta sholawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Tugas akhir ini berjudul ”IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN KOSMETIK SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Kordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4

4. Bapak Dr. Wiryanto, M.S.,Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

5. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.

7. Bapak Drs. Ali Bata Harahap, M.Kes., Apt., selaku Kepala Balai Besar POM Medan.

8. Ibu Lambok Oktavia SR, S.Si., M.Kes., Apt., selaku Manager Mutu di Balai Besar POM Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

9. Muhammad Amin Nasution, Vanesia Atelya Octory Manurung, Try Iga Septiawandari, Hilvina Anugrahwati, Anggi Nulvi Siregar, Gracye Bernadheta Sirait, dan Desy Triana Sari teman-teman yang selalu mendukung dan menyemangati.

Dan untuk kedua orang tua penulis yaitu Iwan Ruhdi Nasution dan Ratna Dewidan saudara kandung penulis Dion dan Tilaterima kasih yang sebesar-besarnya untuk perhatian, dukungan dan nasehat yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(5)

5

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan, serta masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan mutu Tugas Akhir ini.

Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, April 2015 Penulis,


(6)

6

IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN KOSMETIK SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

ABSTRAK

Pengawasan terhadap sediaan kosmetik yang diduga mengandung hidrokuinon perlu dilakukan karena penggunaan hidrokuinon telah dilarang karena berakibat fatal jika digunakan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan hidrokuinon pada kosmetik sebelum dipasarkan kepada masyarakat.

Dipilih satu sampel lotion yang akan diidentifikasi dan berat sampel yang ditimbang adalah ± 1,5 gram.

Metode yang digunakan dalam identifikasi hidrokuinonadalah metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Metode ini menggunakan fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2)dan fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2). Sebagai penampak bercak digunakan cahaya UV 254 nm dengan asam fosfomolibdat 5% dalam etanol sebagai penyemprot.

Dari hasil identifikasi didapatkan nilai Rf0,45 yang sesuai dengan Rfbaku

pembanding hidrokuinon yaitu 0,46 yang menggunakan fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2), dan didapatkan nilai Rf0,26 yang sesuai dengan Rfbaku pembanding

hidrokuinon yaitu 0,26 yang menggunakan fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2).

Dengan demikian, kosmetik yang telah diidentifikasi tersebut mengandung hidrokuinon dan kosmetik tersebut tidak memenuhi persyaratan.


(7)

7

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kosmetik ... 3

2.2 Losion (Lotion) ... 4

2.3 Hidrokuinon ... 5

2.3.1 Bahaya Hidrokuinon dan Dampaknya Bagi Tubuh ... 7

2.4 KLT ... 8

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ... 11

3.1 Tempat Pelaksanaan Identifikasi ... 11

3.2 Alat-Alat ... 11


(8)

8

3.4 Pembuatan Larutan ... 12

3.4.1 Larutan Uji . ... 12

3.4.2 Larutan Baku ... 12

3.5Cara Kerja Identifikasi ... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

4.1 Hasil ... 14

4.2 Pembahasan ... 14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 16

5.1 Kesimpulan ... 16

5.2 Saran ... 16


(9)

9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Kromatogram ... 19 Lampiran 2. Perhitungan Harga Rf ... 20


(10)

10

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Harga Rf yang Diperoleh . ... 14


(11)

6

IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN KOSMETIK SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

ABSTRAK

Pengawasan terhadap sediaan kosmetik yang diduga mengandung hidrokuinon perlu dilakukan karena penggunaan hidrokuinon telah dilarang karena berakibat fatal jika digunakan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan hidrokuinon pada kosmetik sebelum dipasarkan kepada masyarakat.

Dipilih satu sampel lotion yang akan diidentifikasi dan berat sampel yang ditimbang adalah ± 1,5 gram.

Metode yang digunakan dalam identifikasi hidrokuinonadalah metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Metode ini menggunakan fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2)dan fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2). Sebagai penampak bercak digunakan cahaya UV 254 nm dengan asam fosfomolibdat 5% dalam etanol sebagai penyemprot.

Dari hasil identifikasi didapatkan nilai Rf0,45 yang sesuai dengan Rfbaku

pembanding hidrokuinon yaitu 0,46 yang menggunakan fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2), dan didapatkan nilai Rf0,26 yang sesuai dengan Rfbaku pembanding

hidrokuinon yaitu 0,26 yang menggunakan fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2).

Dengan demikian, kosmetik yang telah diidentifikasi tersebut mengandung hidrokuinon dan kosmetik tersebut tidak memenuhi persyaratan.


(12)

11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi tergantung iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Aryani, dkk., 2010).

Bagi kebanyakan wanita Indonesia, kulit yang bersih, halus, berwarna terang, dan bebas dari noda kecoklatan merupakan kulit yang cantik, sehingga adanya gangguan pigmentasi dianggap mengganggu kecantikan kulitnya. Untuk mencegah efek buruk paparan sinar matahari dapat dilakukan dengan cara menghindari paparan berlebihan sinar matahari (Aryani, dkk., 2010).

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan (Tranggono dan Latifah, 2007).

Tidak dapat disangkal lagi bahwa produk kosmetik sangat diperlukan oleh manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir hingga saat meninggalkan dunia ini. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh tubuh, mulai dari rambut smpai ujung kaki, sehingga diperlukan persyaratan aman untuk dipakai (Tranggono dan Latifah, 2007).

Pemakaian kosmetik yang tidak hati-hati dan kandungan yang berbahaya seperti hidrokuinon dalam suatu produk kosmetika dapat menyebabkan wajah bukannya bertambah cantik tetapi malah menjadi tambah buruk(Sarah, 2014).


(13)

12

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah kosmetik yang diuji memenuhi persyaratan atau tidak sesuai dengan peraturan Badan POM tahun 2008 dalam Surat Edaran Nomor PO.02.05.43.4496.

1.2.2 Manfaat

Dapat mengetahui kosmetik yang diuji memenuhi persyaratan atau tidak, serta menambah wawasan tentang kosmetik yang layak digunakan dan tidak layak digunakan.


(14)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik

Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia seperti hidrokuinon, merkuri dan logam berat lainnya yang dicairkan dalam beberapa campuran bahan yang mengandung minyak seperti minyak cocoa. Pemakaian kosmetik yang tidak hati-hati dan kandungan yang berbahaya seperti hidrokuinon dalam suatu produk kosmetika dapat menyebabkan wajah bukannya bertambah cantik tetapi malah menjadi tambah buruk. Sebab, kosmetik yang berbahaya dapat merusak kulit wajah. Untuk mengetahui apakah kosmetika itu baik, kita perlu mengetahui bahan-bahan yang terkandung didalamnya dan cara pengolahannya (Sarah, 2014).

Kosmetik yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Prinsip dasar manfaat kosmetik adalah untuk menghilangkan kotoran kulit, mempercantik dengan pewarnaan kulit sesuai dengan yang diinginkan, mempertahankan komposisi cairan kulit, melindungi dari paparan sinar ultraviolet, dan memperlambat timbulnya kerutan. Setiap komponen (Jaelani, 2009).

Selain dilakukannya tindakan pencegahan terhadap efek buruk sinar matahari, juga perlu dilakukan tindakan penanggulangan gangguan pigmentasi pada kulit antara lain dengan menggunakan produk pencerah kulit(Aryani dkk, 2010).


(15)

14

Dengan semakin meluasnya pemakaian kosmetik, khususnya pada kaum wanita, efek samping pemakaian kosmetik harus diperhitungkan. Pemakaian kosmetik yang tidak hati-hati dan kandungan yang berbahaya seperti hidrokuinon dalam suatu produk kosmetik dapat menyebabkan efek samping seperti iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar, bercak-bercak hitam (Sarah, 2014).

2.2Losion (Lotion)

Losio adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk serbuk halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang cocok. Pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan. Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet dan zat pewangi yang cocok. Penandaan harus juga tertera: a. “Obat luar”

b. “Kocok dahulu” (Dirjen POM, 1979).

Lotio merupakan preparat cair yang dimakudkan untuk pemkaian luar pada kulit. Kebanyakan lotio mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media dispersi dan disuspensikan dengan menggunakan zat pensuspensi dan zat pendispersi. Lotio lain sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak bercampur dengan bahan pembawa dan biasanya menyebar dengan bantuan zat pengemulsi atau bahan penstabil lain yang sesuai. Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. Tergantung pada sifat bahan-bahannya, lotio mugkin diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan suspensi, emulsi dan larutan. Lotio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat


(16)

15

karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. Lotio dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Ansel, 2005).

2.3Hidrokuinon

Hydroquinonum (Hidrokuinon) mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H6O2dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian berbentuk jarum halus, putih; mudah menjadi gelap jika terpapar cahaya dan udara. Kelarutan mudah larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter. Baku pembanding Hidrokuinon BPFI; tidak boleh dikeringkan;lakukan penetapan kadar air dengan cara titrimetri sebelum digunakan untuk analisis kuantitatif.

Hidrokuinon [ 123-31-9] C6H6O2 BM 110,11

Identifikasi

A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Hidrokuinon BPFI.


(17)

16

B. Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada

Kromatografi<931>. Totolkan secara terpisah masing-masing 5 µl larutan dalam metanol P yang mengandung (1) zat uji 0, 1% dan (2)

Hidrokuinon BPFI 0, 1%, pada lempeng kromatografi silika gel P setebal 0,25 mm, masukkan lempeng kedalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase gerak metanol P-kloroform P (50:50) dan biarkan fase gerak merambat hingga tiga per empat panjang lempeng. Angkat lempeng, biarkan fase gerak menguap dan panaskan diatas lempeng pemanas atau diamkan dibawah lampu hingga timbul bercak: harga Rf bercak utama yang diperoleh dari

larutan (1) sesuai dengan yang diperoleh dari larutan (2).

C. Spektrum serapan larutan (1 dalam 40.000) dalam metanol P

menunjukkan maksimum pada panjang gelombang lebih kurang 293 ± 2 nm.

Jarak lebur <1021> Antara 172° dan 174° Air <1031> Metode/tidak lebih dari 0,5% Sisa pemijaran <301> Tidak lebih dari 0,5%

Penetapan kadar Timbang seksama lebih kurang 250 mg, larutkan dalam campuran 100 mL air dan 10 mL asam sulfat 0,1 N, tambahkan 3 tetes

difenilamina LP dan titrasi dengan serium (IV) sulfat 0,1 N LV hingga warna merah lembayung. Lakukan penetapan blangko.


(18)

17

Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Dirjen POM, 1995).

Hidrokuinontermasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakanberdasarkan resep dokter. Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar, bercak-bercak hitam (BPOM, 2009).

2.3.1 Bahaya Hidrokuinon dan Dampaknya Bagi Tubuh

Hidrokuinon berpotensi karsinogenik dan dikenal sebagai pengiritasi kulit. Ini selalu dianggap sebagai bahan sediaan topikal utama untuk menghambat pembentukan melanin. Karena hidrokinon bersifat karsinogenik,penggunaannya dilarang di beberapa negara karena takut menimbulkan resiko kanker. Beberapa kekhawatiran tentang pemakaian hidrokinon yang aman pada kulit telah dinyatakan, tetapi penelitian telah menunjukkan ketika hidrokuinon di aplikasikan pada sediaan topikal, memiliki reaksi negatif ketika dalam konsentrasi kecil, namun besar dampaknya ketika digunakan pada konsentrasi yang tinggi (Amponsah, 2010).

Efek samping hidrokuinon dapat menimbulkan dermatitis kontak dalam bentuk bercak warna putih pada wajah atau sebaliknya. Menimbulkan reaksi hiperpigmentasi. Gejala awal dapat berupa iritasi kulit ringan, panas, menyebabkan luka bakar,


(19)

18

merah, menyengat, eritmia, gatal, atau hitam pada wajah akibat kerusakan sel melanosit (Gianti, 2013).

2.4KLT

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas didalam kolom, maka pada KLT, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman dan Gandjar, 2007).

Prinsip KLT tradisional sangat sederhana, yakni campuran solut yang akan dipisahkan ditotolkan pada permukaan lempeng tipis lalu dikembangkan didalam

chambermenggunakan fase gerak yang sesuai. Kekuatan interaksi yang berbeda antara molekul solut dengan fase diam atau fase gerak akan menghasilkan mobilitas dan pemisahan yang berbeda (Rohman dan Gandjar, 2007).

Retensi solut pada kromatografi lapis tipis (KLT) dicirikan dengan faktor retardasi solut (Rf) yang didefinisikan sebagai jarak migrasi solut terhadap jarak

ujung fase geraknya.

Rf =

Jarak yang ditempuh solut Jarak yang ditempuh fase gerak

Nilai maksimum Rf adalah 1. Nilai minimum Rf adalah 0, dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi tidak awal di permukaan fase diam (Rohman dan Gandjar, 2007).


(20)

19

Kromatografi lapis tipis Pemisahan senyawa yang hendak dianalisis menjadi fraksi tertentu dapat dilakukan dengan kromatografi diferensiasi mikro. Yang sesuai dalam hal ini adalah kromatografi lapis tipis yag baru sedikit digunakan. Penggunaan yang utama adalah untuk analisis kualitatif campuran kompleks senyawa, yang dalam penggunaannya yang lazim sebagai kromatografi adsorpsi, dan perbedaan polaritas senyawa yang menentukan terjadinya pemisahan sehingga diperoleh komponen tunggal. Pemilihan pelarut pengembang diarahkan kepada fraksi tunggal golongan zat yang diinginkan (Schunack dkk, 1990).

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahandapat didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jeni zat penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap. Lampu ultraviolet yang cocok untuk pengamatan dengan panjang gelombang pendek (254 nm) dan dengan panjang gelombang panjang (336 nm) (Dirjen POM, 1979).

Pemisahan KLT dikembangkan oleh Ismailoff dannSchraiber pada tahun 1938. Tekniknya menggunakan penyokong fase diam berupa lapisan tipis seperti lempeng kaca, aluminium atau pelat inert (Yazid, 2005).

Adsorben yang digunakan biasanya terdiri dari silika gel atau alumina dapat langsung atau dicampur dengan bahan perekat misalnya kalsium sulfat


(21)

20

untuk disalutkan (dilapiskan) pada pelat. Sekarang telah tersedia di pasaran berbagai lapis tipis pada pelat kaca, lembara aluminium atau lembaran sintetik yang langsung dapat dipakai. Pada pemisahannya, fase bergerak akan membawa komponen campuran sepanjang fase diam pada pelat sehingga terbentuk kromatogram. Pemisahan yang terjadi berdasarkan adsorpsi dan partisi (Yazid, 2005).

Teknik kerja KLT prinsipnya hampir sama dengan kromatografi kertas. Pengembangan umumnya dilakukan dengan cara menaik dalam mana pelat dicelupkan ke dalam pelarut pengembang. Dibandingkan dengan kromatografi kertas, KLT mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

1. Waktu pemisahan lebih cepat

2. Sensitif, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi 3. Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna

Penentuan harga Rf pada KLT sama dengan pada kromatografi kertas. Harga Rf dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif. Untuk tujuan penentuan kadar, bercak komponen dapat dikerok lalu dilarutkan dalam pelarut yang sesuai untuk dianalisa dengan metode lain yang tepat (Yazid, 2005).

Aplikasi KLT yang sangat luas, termasuk dalam bidang organik dan anorganik. Kebanyakan senyawa yang dapat dipisahkan bersifat hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon dimana sukar bila dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga penting untuk pemeriksaan identitas dan kemurnian senyawa obat, kosmetika, tinta, formulasi, pewarna dan bahan makanan (Yazid, 2005).


(22)

21

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat Pelaksanaan Identifikasi

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan Jl. Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2, Medan-Estate.

3.2Alat-Alat

Alat–alat yang digunakan adalah alat–alat gelas, aluminium foil, kertas saring, lempeng KLT Silika Gel 60 F 254 20cm x 20cm, lampu UV 254 nm,Pharmacytical Refrigerator with Freezer Merk SANYO, Semi automated TLC sampler MLS EQ OAS 2010, timbangan analitik Merk PRECISA XB 220A, timbangan mikro balance Merk METTLER TOLEDO MX-5, Ultrasonic Cleaner

Merk Soltec / Sonica 5200 EP, dan vortex.

3.3 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah ammonium hidroksida 25%, asam asetat glasial, asam fosfomolibdat, aseton, Etanol, n–Heksan, Toluen, HidrokuinonBaku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI)No. Kontrol 205167, dan lotion yang akan digunakan sebagai sampel.


(23)

22

3.4 Pembuatan Larutan 3.4.1 Larutan Uji

Ditimbang 1,5 gram sampel dalam gelas piala 25 ml, ditambahkan 15 ml etanol dan dikocok, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dihomogenkan dengan Ultrasonic selama 10 menit, didinginkan pada temperatur ruang. Kemudian ditambahkan etanol sampai tanda, kocok. Didinginkan dalam lemari es sampai terbentuk lapisan lemak ( selama 10 menit ), lalu disaring dengan kertas saring ( Larutan A ).

3.4.2 Larutan Baku

Ditimbang sejumlah 10 mg Hidrokuinon Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan 5 ml etanol, kocok. Kemudian ditambahkan etanol sampai garis tanda, kocok ( Larutan B ).

3.4.3 Fase Gerak

A. n-Heksan:Aseton (3:2) dalam 100 ml

Diambil n-Heksan sebanyak 60 ml dan aseton 40 ml, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam chamber. Tunggu hingga fase gerak jenuh.

B. Toluen:Asam Asetat Glasial (8:2) dalam 100 ml

Diambil Toluen sebanyak 80 ml dan asam asetat glasial20 ml, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam chamber. Tunggu hingga fase gerak jenuh.


(24)

23

3.5Cara Kerja Identifikasi

1.Diletakkan plat Silika Gel 60 F254pada mesin penotol Semi automated TLC

sampler MLS EQ OAS 2010

2. Diambil larutan uji dan larutan baku hidrokuinon menggunakan

syringepenotol masing-masing 20 µl.

3. Diletakkansyringepenotol pada tempat yang disediakan, lalu dioperasikan mesin penotol dengan menekan tombol ON.

4. Diambil plat yang telah ditotol, lalu dimasukkan kedalam fase gerak yaitu:

Fase Gerak A : n-Heksan : Aseton (3:2)

Fase Gerak B : Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2) Jarak Rambat : 15 cm

Penampak Bercak : Cahaya UV 254 nm disemprot dengan 5% asam Fosfomolibdat dalam etanol menghasilkanbercak

biru tua


(25)

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Tabel 4.1.Harga Rf yang Diperoleh

NAMA ZAT BOBOT FAKTOR PENGEN CERAN VOLU ME PENOT OLAN (µl) TINGGI BERCAK (cm) Rf wadah+ zat (mg) wadah+s isa (mg) Baku Pembandi ng Hidrokui non

20,049 10,188

25 20 A = 7

B = 4

0,46 0,26

Zat Uji

a 62,3908 60,8803

25 20

A1=6,8 A2=6,8

0,45 0,45

b 63,2801 61,5622 B1=3,9

B2=3,8

0,26 0,25

Keterangan:

A = dalam fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2)

B = dalam fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada sampel Lotion secara KLT, didapat hasil yang menunjukkan Lotion tersebut mengandung hidrokuinon. Ditandai dengan harga Rfzat uji yang sama dengan harga Rfbaku pembanding

Hidrokuinon. Maka Lotion tersebut tidak memenuhi persyaratan.

Produk kosmetik yang mengandung hidrokinon hanya boleh beredar selambat-lambatnya sampai tanggal 31Agustus 2008 (kecuali untuk sediaan


(26)

25

rambut yang diperbolehkan mengandung hidrokinon maksimal 0,3 %).Setelah tanggal tersebut apabila masih ditemukan kosmetik mengandung hidrokinon sebagaimana dimaksud di atas maka dikategorikan sebagai pelanggaran dan akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Badan POM, 2008).


(27)

26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kosmetik (Lotion) tidak memenuhi syarat. Karena Lotion tidak boleh mengandung Hidrokuinon. Sesuai dengan peraturan Badan POM tahun 2008 dalam Surat EdaranNomor PO.02.05.43.4496:Produk kosmetik yang mengandung hidrokinon hanya boleh beredar selambat-lambatnya sampai tanggal 31Agustus 2008 (kecuali untuk sediaan rambut yang diperbolehkan mengandung hidrokinon maksimal 0,3 %). Setelah tanggal tersebut apabila masih ditemukan kosmetik mengandung hidrokinon sebagaimana dimaksud di atas maka dikategorikan sebagai pelanggaran dan akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5.2 Saran

Idenifikasi pada kosmetik saat ini, hanya berasal dari satu merk lotion saja. Diharapkan kepada penulis selanjutnya agar menggunakan lotion dengan merk yang berbeda agar pengetahuan kita tentang kosmetik berbahaya semakin luas.


(28)

27

DAFTAR PUSTAKA

Amponsah. D. 2010. Levels of Mercury and Hydroquinone in Some Skin-Lightening Creams and Their Potential Risk to The Health of Consumers in Ghana. Hal: 11. Diakses Pada Tanggal 12 Maret 2015.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI-Press. Hal: 519.

Aryani, N.L.D.,D. Kesuma., dan W.P.Kosasih. (2010). Pemeriksaan Hidrokuinon dengan Metode Spektrofotometri dalam Sediaan Krim Pencerah Kulit N, DL, dan NNN. Hal: 1. Diakses pada tanggal 24 Februari 2015.

Badan POM RI. (2009). PUBLIC WARNING/PERINGATAN No. KH. 00. 01. 43. 2503. Diakses pada tanggal 7 Maret 2015.

Badan POM RI. (2008). Surat Edaran Nomor PO.02.05.43.4496. Diakses pada tanggal 18 Maret 2015.

Dirjen, POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal:19, 782-783.

Dirjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.Hal: 440.

Gianti. (2013). Analisis Kandungan Merkuri dan Hidrokuinon dalam Kosmetik Krim Racikan Dokter. Hal: 11. Diakses Pada Tanggal 26 Februari 2015. Jaelani. (2009). Ensiklopedia Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Hal: 18.

Rohman, A., dan I.G. Gandjar. (2007). Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 11-12.


(29)

28

Sarah, K.W. (2014). Analisis Hidrokuinon dalam Sediaan Krim Malam “CW1” dan “CW2” dari Klinik Kecantikan “N” dan “E” di Kabupaten Sidoarjo. Hal: 2- 4. Diakses pada tanggal 7 Maret 2015.

Schunack, W., K. Mayer., dan M. Haake. (1990). Senyawa Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Hal: 73.

Tranggono, R. I., dan F. Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia. Hal: 3.

Yazid, E. (2005). Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Hal: 209-210.


(30)

29


(31)

(32)

31

Lampiran 2

Perhitungan Harga Rf

A = dalam fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2) - Baku pembanding hidrokuinon 7

15

=

0. 46 - Zat uji A16,8

15

=

0. 45 A16,8

15

=

0. 45

B = dalam fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2) - Baku pembanding hidrokuinon 4

15

=

0. 26 - Zat uji B1 3,9

15

=

0. 26 B1 3,8


(33)

32

Lampiran 3

Gambar

Gambar 1. Kosmetik yang di uji (lotion)

Gambar 2. Semi automated TLC sampler MLS EQ OAS 2010 (Mesin penotol semi otomatis)


(1)

27

DAFTAR PUSTAKA

Amponsah. D. 2010. Levels of Mercury and Hydroquinone in Some Skin-Lightening Creams and Their Potential Risk to The Health of Consumers in Ghana. Hal: 11. Diakses Pada Tanggal 12 Maret 2015.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI-Press. Hal: 519.

Aryani, N.L.D.,D. Kesuma., dan W.P.Kosasih. (2010). Pemeriksaan Hidrokuinon dengan Metode Spektrofotometri dalam Sediaan Krim Pencerah Kulit N, DL, dan NNN. Hal: 1. Diakses pada tanggal 24 Februari 2015.

Badan POM RI. (2009). PUBLIC WARNING/PERINGATAN No. KH. 00. 01. 43. 2503. Diakses pada tanggal 7 Maret 2015.

Badan POM RI. (2008). Surat Edaran Nomor PO.02.05.43.4496. Diakses pada tanggal 18 Maret 2015.

Dirjen, POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal:19, 782-783.

Dirjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.Hal: 440.

Gianti. (2013). Analisis Kandungan Merkuri dan Hidrokuinon dalam Kosmetik Krim Racikan Dokter. Hal: 11. Diakses Pada Tanggal 26 Februari 2015. Jaelani. (2009). Ensiklopedia Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Hal: 18.

Rohman, A., dan I.G. Gandjar. (2007). Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 11-12.


(2)

28

Sarah, K.W. (2014). Analisis Hidrokuinon dalam Sediaan Krim Malam “CW1” dan “CW2” dari Klinik Kecantikan “N” dan “E” di Kabupaten Sidoarjo. Hal: 2- 4. Diakses pada tanggal 7 Maret 2015.

Schunack, W., K. Mayer., dan M. Haake. (1990). Senyawa Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Hal: 73.

Tranggono, R. I., dan F. Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia. Hal: 3.

Yazid, E. (2005). Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Hal: 209-210.


(3)

29 LAMPIRAN 1


(4)

(5)

31 Lampiran 2

Perhitungan Harga Rf

A = dalam fase gerak n-Heksan : Aseton (3:2) - Baku pembanding hidrokuinon 7

15

= 0. 46

- Zat uji A1 6,8

15

= 0. 45

A1 6,8

15

= 0. 45

B = dalam fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (8:2) - Baku pembanding hidrokuinon 4

15

= 0. 26

- Zat uji B1

3,9

15

= 0. 26

B1

3,8


(6)

32 Lampiran 3

Gambar

Gambar 1. Kosmetik yang di uji (lotion)

Gambar 2. Semi automated TLC sampler MLS EQ OAS 2010 (Mesin penotol semi otomatis)