Evaluasi mutu gizi dan pendugaan umur simpan cookies tepung komposit berbasis talas Banten (Xanthosoma undipes K.Koch) sebagai makanan tambahan ibu hamil
EVALUASI MUTU GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN
COOKIES TEPUNG KOMPOSIT BERBASIS TALAS BANTEN
(Xanthosoma undipes K. Koch) SEBAGAI MAKANAN
TAMBAHAN IBU HAMIL
DIAN NOVITA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
DIAN NOVITA. Evaluation of Nutrition Quality and Prediction of Shelf-life of
Cookies made of Banten Taro (Xanthosoma undipes K. Koch) Composite Flour
as Food Supplement for Pregnant Women . Under direction of BUDI SETIAWAN
and ABUBAKAR.
The objective of this study was to evaluate nutrition quality and to predict
shelf-life of cookies made of Banten taro (Xanthosoma undipes K. Koch)
composite flour as food supplement for pregnant women. This composite flour
formulation used Respon Surface Methodology (RSM). Result showed the best
cookies formulation of composite flour was 60% taro flour and 40% mung bean
flour. The best cookies formulation contained 3.85% water, 32.64% fat, 2.76%
ash, 2.5% crude fiber, 536 kcal energy and 9.44% protien. Shelf-life cookies was
predicted base on the moisture rate and the accepted of cookies’s crispiness.
The model that was selected for this study was Henderson equation. The shelflife of cookies was predicted for about 1 year in 75% relative humadity (RH).
Key word: formulation, composite flour, taro flour, shelf-life, pregnant women
RINGKASAN
DIAN NOVITA. Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies
Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai
Makanan Tambahan Ibu Hamil. Di bawah bimbingan BUDI SETIAWAN dan
ABUBAKAR.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui
bahwa terdapat sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi
kekurangan energi dan protein pada wanita usia subur (WUS), yaitu diatas angka
nasional (13.6%). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2005) juga menunjukan
bahwa terdapat 17.6% wanita usia subur yang hamil mengalami kekurangan
energi dan protein (KEP). Oleh karena itu ibu hamil sebaiknya diberikan
makanan tambahan agar dapat memenuhi kebutuhan energi protein. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu gizi serta menduga umur simpan dari
cookies tepung komposit berbasis talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch)
sebagai makanan tambahan ibu hamil. Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1)
mempelajari proses pembuatan serta menganalisis sifat fisik dan kimiawi tepung
talas Banten, (2) mengembangkan formulasi cookies tepung komposit berbasis
talas Banten, (3) mengevaluasi mutu gizi cookies serta menguji daya terima
(hedonik dan mutu hedonik) terhadap cookies tepung komposit berbasis talas
Banten yang dihasilkan, dan (4) menduga umur simpan cookies tepung komposit
berbasis talas Banten yang dihasilkan.
Talas Banten yang digunakan rata-rata berusia 10 bulan. Proses
pembuatan tepung talas meliputi penimbangan umbi, pengupasan dan
pencucian serta perendaman dengan larutan garam (1 jam, 10%), selanjutnya
umbi talas dikeringkan dan digiling sehingga dapat diperoleh tepung talas. Hasil
penelitian memperlihatkan rendemen tepung talas 15 %, kandungan energi 394
kkal, kadar air 7.07%, kadar abu 1.82%, kadar lemak 0.44%, kadar protein
6.74%, kadar karbohidrat 90.68%, dan kadar serat makanan 19.17%.
Formulasi tepung komposit menggunakan tepung talas Banten dan
tepung kacang hijau, dengan menggunakan Respon Surface Methodology
(RSM) dalam Design Expert triaI (DX trial) software. Adapun formulasi yang
dihasilkan sebanyak 8 formula. Tepung komposit tersebut selanjutnya digunakan
sebagai bahan dasar dalam pembuatan cookies. Seluruh formula cookies
dianalisis karakteristik kimianya (kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, dan
serat kasar), dan dilakukan juga uji daya terima (hedonik dan mutu hedonik).
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air dari seluruh formula
cookies berkisar antara 3.24% - 4.11% (α ≤ 0.05), kadar abu antara 2.21% 2.77% (α > 0.05), kadar protein antara 8.31% - 9.44% (α ≤ 0.05), kadar lemak
antara 31.81% - 32.90% (α ≤ 0.05), kadar karbohidrat antara 51.9% - 55.47% (α
≤ 0.05), dan kadar serat kasar antara 0.61% - 3% (α ≤ 0.05). Berdasarakan hasil
uji organoleptik diketahui bahwa rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap
warna antara 5.08 sampai 4.4387 sedangkan penilaian mutu hedonik antara 3
sampai 4.367. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa hingga
agak suka dengan mutu warna agak kuning hingga biasa. Rata-rata penilaian
hedonik (kesukaan) terhadap aroma antara 4.1 sampai 4.8 dengan penilaian
mutu hedonik antara 3.5667 sampai 4.5. Kisaran skala tersebut berarti panelis
menilai produk biasa dengan mutu aroma agak tidak beraroma hingga biasa.
Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap rasa antara 3.5853 sampai
4.72 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.4667 sampai 4.4667. Kisaran skala
tersebut berarti panelis menilai produk agak tidak suka hingga biasa dengan
mutu rasa agak hambar hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan)
terhadap tekstur antara 4.2533 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik
antara 3.5 sampai 4.4. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk
biasa dengan mutu tekstur agak keras hingga biasa.
Formula cookies terpilih didapatkan berdasarkan metode optimization
dalam Respon Surface Methodology, dengan mempertimbangkan kandungan zat
gizi dalam cookies serta tingkat kesukaan panelis terhadap cookies. Formulasi
cookies terpilih adalah cookies dengan perbandingan tepung talas : tepung
kacang hijau sebesar 60 : 40. Cookies dengan formulasi terpilih mengandung
energi 537 kkal, kadar air 3.85%, kadar abu 2.5%, kadar protein 9.44%, kadar
lemak 32.64%, kadar karbohidrat 52.22% serta kadar serat kasar 2.76%.
Berdasarkan SNI 01-2973-1992 mengenai standar cookies, cookies dengan
formula terpilih yang dihasilkan dari penelitian memenuhi syarat. Akantetapi
terdapat beberapa zat gizi yang belum memenuhi persyaratan yaitu kadar abu
dan kadar serat kasar. Kadar abu dan serat kasar cookies formula terpilih
melebihi nilai yang disyaratkan, yaitu 0.5% dan 1.5%.
Pendugaan umur simpan pada cookies dengan formula terpilih
menggunakan metode air kritis, dimana model persamaan yang digunakan
adalah model Henderson. Kadar air awal produk adalah 0.03 g H2O/g padatan,
sedangkan kadar air kritis produk adalah 0.58 g H2O/g padatan. Slope yang
didapatkan berdasarkan kurva sorpsi isotermis adalah sebesar 0.597. Beberapa
variabel lain yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk yaitu, luas
kemasan produk 0.045 m2, premeabilitas kemasan 0.02 g/m2hr.mmHg, tekanan
uap jenuh pada suhu 30oC adalah 31.82 mmHg, serta berat cookies per
kemasan sebesar 50 gram. Berdasarkan data-data tersebut didapatkan
pendugaan umur simpan cookies yaitu, 6 bulan pada kelembaban 93%, 8 bulan
pada kelembaban 85% serta 12 bulan pada kelembaban 75%.
EVALUASI MUTU GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN
COOKIES TEPUNG KOMPOSIT BERBASIS TALAS BANTEN
(Xanthosoma undipes K. Koch) SEBAGAI MAKANAN
TAMBAHAN IBU HAMIL
DIAN NOVITA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies
Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes
K. Koch) sebagai Makanan Tambahan Ibu Hamil
: Dian Novita
: I14062394
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP.19621218 198703 1001
Prof. Ir. Abubakar, MS
NIP. 19550728 198202 1001
Mengetahui:
Ketua Departemen
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP.19621218 198703 1001
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Mutu Gizi dan
Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit Berbasis Talas Banten
(Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan Ibu Hamil” dapat terselesaikan.
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Bapak Prof. Ir. Abubakar, MS selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis dalam penyelesaian skripsi.
2. Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku penguji sidang yang telah banyak
memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.
3. Tim
penelitian
Talas
Beneng
di
Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor tahun 2010.
4. Mama, ayah serta adik-adikku tersayang yang selalu memberikan
limpahan kasih sayang dan doa tiada hentinya.
5. Teman-teman penelitian Talas Beneng (Eka dan Wulan), serta temanteman GM 43 dan GM 44 yang telah banyak memberikan dukungan dan
kerjasamanya selama ini.
6. Sahabat-sahabatku (Movi, Echa, Irni, Lia, Anton, Acang, Joffa, Rakhma,
Warthe, Daniel, Chika, dan Rodiah) serta Kak Sammy Machbub yang
selalu ada disaat suka dan duka.
7. Para teknisi, baik teknisi di Lab BB Pasca Panen maupun teknisi di Lab
Departemen Gizi Masyarakat, atas bantuannya selama penelitian ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu
penulis minta maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari
berbagai pihak. Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Bogor, November 2010
Dian Novita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, Propinsi Banten pada tanggal 7
November 1987. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Edih Suryadi
dan Ade Rohimah. Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Akhir penulis
diselesaikan di SMAKBO (Sekolah Menegah Analis Kimia Bogor) tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2006.
Setelah mengikuti masa perkuliahan tingkat persiapan bersama (TPB) penulis
masuk mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
dengan minor Komunikasi.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Mata Kuliah Pengantar Biokimia Gizi pada Tahun Ajaran 2008/2009 serta Mata
Kuliah Analsis Zat Gizi Mikro pada Tahun Ajaran 2010/2011. Selain itu, penulis
juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah
diikutinya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia sebagai
staff Divisi Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni serta Himpunan Ilmu Gizi
sebagai
koordinator
Divisi
Peduli
Pangan
dan
Gizi.
Penulis
pernah
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di daerah Petir-Bogor, dan pernah
melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Syamsudin,
Sukabumi.
Selain itu penulis aktif dalam penulisan karya ilmiah, pada tahun 2008
penulis berhasil mendapatkan dana dari DIKTI dalam program kreativitas
mahasiswa dengan judul “Pembuatan Permen Jelly dari Klorofil Daun Katuk”.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema
“Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit
Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan
Tambahan Ibu Hamil” bekerjasama dan dibiayai Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Kegunaan Penelitian .............................................................................
1
2
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ..................................................................... 4
Karakteristik Talas Banten .................................................................... 6
Karakteristik Tepung Talas Banten ....................................................... 7
Karakteristik Kacang Hijau..................................................................... 8
Karakteristik Cookies ............................................................................ 9
Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan............................................ 12
Formulasi Metode Response Surface Methodology (RSM) .................. 14
METODOLOGI
Tempat dan Waktu ...............................................................................
Bahan dan Alat .....................................................................................
Pembuatan Tepung Talas ....................................................................
Pembuatan Tepung Kacang Hijau .........................................................
Formulasi Tepung Komposit ................................................................
Pengujian Sifat Kimiawi Cookies ...........................................................
Pengujian Sifat Organoleptik Cookies ...................................................
Pendugaan Umur Simpan ....................................................................
Rancangan Percobaan .........................................................................
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
15
15
16
17
17
18
18
18
23
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Tepung Talas ......................................................... ..........
Sifat Fisik Tepung Talas ................................................................. ......
Sifat Kimia Tepung Talas ......................................................................
Formulasi Cookies ........................................................... .....................
Sifat Organoleptik Cookies ................................................... ................
Sifat Kimia Cookies ...............................................................................
Penentuan Umur Simpan Pendekataan Air Kritis .................................
25
25
25
26
27
36
42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.............................................................................................. 55
Saran........................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57
LAMPIRAN.......................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Halaman
1
AKG rata-rata untuk wanita . ....................................................................... . 5
2
Komposisi kimia umbi talas ......................................................................... . 7
3
Komposisi kimia kacang hijau .................................................................... . 8
4
Komposisi asam amino essensial kacang hijau dalam 100 g...................... 9
5
Syarat mutu cookies ........................................ ..........................................
6
Formulasi tepung komposit ........................................ ............................... 18
7
Jenis dan RH garam jenuh yang dipergunakan ........................................ 21
8
Hasil analsis kimia tepung talas ........................................ ........................ 26
9
Formulasi cookies dengan RSM ........................................ ........................ 27
9
10 Hasil uji hedonik cookies ........................................ ................................... 27
11 Hasil uji mutu hedonik cookies ........................................ .......................... 27
12 Hasil analisis sifat kimia cookies ........................................ ........................ 36
13 Hasil kadar air, kerenyahan, dan skor kesukaan....................................... .. 44
14 Data kadar air kesetimbangan ........................................ ........................... 48
15 Persamaan kurva sorpsi isotermis ........................................ .................... 49
16 Kadar air kesetimbangan model persamaan ........................................ ..... 49
17 Nilai MRD model persamaan ........................................ ............................. 50
18 Perhitungan umur simpan ........................................ ................................. 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alir pembuatan tepung talas ............................................. ............ 16
2
Diagram alir pembuatan tepung kacang hijau ............................................. 17
3
Diagram alir pembuatan cookies ................................................................ 18
4
Diagram alir pendugaan umur simpan ........................................................ 20
5
Diagram alir penelitian cookies........................ ............................................ 24
6
Hasil uji hedonik terhadap warna cookies........................................... ........ 28
7
Hasil uji mutu hedonik terhadap warna cookies........................................... 29
8
Hasil uji hedonik terhadap aroma cookies........................................... ........ 30
9
Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma cookies.......................................... 31
10 Hasil uji hedonik terhadap rasa cookies........................................... ........... 32
11 Hasil uji mutu hedonik terhadap rasa cookies........................................... .. 32
12 Hasil uji hedonik terhadap tekstur cookies........................................... ....... 33
13 Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur cookies.......................................... 34
14 Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan cookies........................................ . 37
15 Hasil uji mutu hedonik terhadap keseluruhan cookies.................................. 36
16 Kadar air cookies........................................... .............................................. 37
17 Kadar abu cookies........................................... ............................................ 38
18 Kadar protein cookies........................................... ....................................... 38
19 Kadar lemak cookies........................................... ........................................ 39
20 Kadar karbohidrat cookies........................................... ................................ 40
21 Kadar serat kasar cookies........................................... ................................ 41
22 Data hasil survei parameter kerusakan cookies ......................................... 43
23 Grafik hubungan kadar air dengan skor kesukaan ................................... .. 45
24 Grafik hubungan nilai kerenyahan dengan skor kesukaan ......................... 45
25 Kurva sorpsi isotermis cookies ........................................... ........................ 48
26 Kurva sorpsi isotermis model Henderson ........................................... ........ 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Analisis karakterisasi mutu kimia ................................................................ . 63
2
Lembar kuisoner atribut utama kerusakan cookies ..................................... . 68
3
Lembar uji hedonik ..................................................................................... . 69
4
Lembar uji mutu hedonik ………………... .................................................... . 70
5
Lembar pengujian organoleptik kerusakan cookies……………………….. .. . 71
6
Hasil uji ANOVA organoleptik (hedonik) ………………………….. ............... . 72
7
Hasil uji lanjut Duncan organoleptik (hedonik) .......................................... . 73
8
Hasil uji ANOVA organoleptik (mutu hedonik) ………………... .................. . 74
9
Hasil uji lanjut Duncan organoleptik (mutu hedonik) …………………….. .... . 75
10 Hasil uji ANOVA sifat kimia ....................................................................... . 76
11 Hasil uji lanjut Duncan sifat kimia ………………... ..................................... . 77
12 Modifikasi model sorpsi isotermis ………………………….. ........................ . 79
13 Contoh perhitungan konstanta model persamaan ...................................... . 81
14 Kurva sorpsi isotermis model persamaan .................................................. . 83
15 Gambar talas Banten, tepung talas dan cookies talas ............................... . 85
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset suatu negara yang perlu
terus ditingkatkan kualitasnya. Kehidupan manusia dimulai semenjak dalam
rahim ibunya, maka upaya peningkatan kualitas SDM seharusnya dilakukan
sejak dini yaitu sejak periode kehamilan. Menurut Winarno (1993), jika kesehatan
dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya juga akan baik dan
keselamatan ibu sewaktu kehamilan akan terjamin. Sebaliknya, ketidakcukupan
asupan zat gizi selama masa kehamilan akan menurunkan kesehatan ibu hamil
dan cenderung akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Persentase nasional Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah 11,5%. Dampak
BBLR pada anak dapat menurunkan kecerdasan dan imunitas, mengganggu
pertumbuhan, meningkatkan ancaman penyakit degenertif, dan kematian,
sehingga dapat menghambat peningkatan kualitas SDM Indonesia (Depkes
2007).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui
bahwa terdapat sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi
kekurangan energi dan protein pada wanita usia subur (WUS) yaitu, diatas angka
nasional (13.6%). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2005) juga menunjukan
bahwa terdapat 17.6% wanita usia subur yang hamil mengalami kekurangan
energi dan protein (KEP). Hal ini karena adanya perkembangan fisiologis dimana
terjadi perubahan metabolisme tubuh. Seiring dengan perubahan metabolisme
tersebut terjadi peningkatan kebutuhan gizi, sehingga kecukupan asupan zat-zat
gizi perlu ditingkatkan. Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat
menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan
44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul 2005). Oleh karena itu
sebaiknya diberikan pangan tambahan untuk ibu hamil agar dapat memenuhi
kebutuhan energi tersebut. Bahan makanan tambahan untuk ibu hamil selain
dapat memenuhi kebutuhan energi juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
protein ibu hamil.
Pangan yang memiliki kandungan energi cukup tinggi salah satunya
adalah pangan sumber karbohidrat yaitu, umbi-umbian. Salah satu tanaman
umbi-umbian yang cukup populer adalah talas. Tanaman talas (Colocasia
esculenta) berasal dari daerah Asia Tenggara, kemudian menyebar di Cina,
Eropa, Afrika, dan Kepulauan Pasifik (Kocchar 1998). Tanaman talas merupakan
2
tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peran strategis, akantetapi hingga
saat ini pemanfaatan talas masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan
serangkaian penelitian untuk meningkatkan potensi talas sebagai alternatif
bahan pangan sumber karbohidrat umbi-umbian yang diminati oleh masyarakat.
Selain pemenuhan energi,makanan tambahan bagi ibu hamil juga
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein yang meningkat selama masa
kehamilan. Salah satu sumber protein yang banyak dikonsumsi adalah kacangkacangan. Kacang hijau merupakan sumber protein nabati yang telah lazim
dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat. Kacang hijau diketahui mengandung
protein yang tinggi, juga mengandung kalsium dan phospor, yang relatif tinggi
yang bermanfaat untuk memperkuat kerangka (Astawan dan Wresdiyati 2004).
Selain itu, kacang hijau juga memiliki efek flatulensi yang lebih rendah
dibandingkan
dengan
kacang-kacangan
lainnya
(Pednekar
2001)
dan
mempunyai daya cerna protein yang cukup tinggi.
Formulasi tepung komposit dengan menggunakan tepung talas dan
tepung kacang hijau diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein
bagi ibu hamil. Hasil formulasi tepung tersebut dapat dipergunakan sebagai
bahan dasar pembuatan makanan tambahan bagi ibu hamil. Salah satu produk
yang dapat dibuat sebagai makanan tambahan ibu hamil adalah cookies.
Cookies banyak disukai oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan
cenderung manis, teksturnya renyah namun lembut dimulut serta proses
pembuatanannya relatif mudah. Cookies juga dapat disimpan dalam jangka
waktu yang cukup lama sehingga lebih praktis dan dapat dikonsumsi kapan saja.
Akantetapi cookies adalah produk yang mudah rusak, terutama dengan sistem
pengemasan yang tidak tepat sehingga perlu dicantumkan tanggal kadaluwarsa
(Iskandar et al 1997). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang mutu gizi
serta penentuan umur simpan dari cookies tepung komposit berbasis talas
Banten.
3
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu gizi serta menduga
umur simpan dari cookies tepung komposit berbasis talas Banten.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitan ini adalah untuk:
1. Mempelajari proses pembuatan serta menganalisis sifat fisik dan
kimiawi tepung talas Banten.
2. Mengembangkan formulasi cookies tepung komposit berbasis talas
Banten.
3. Mengevaluasi mutu gizi cookies serta menguji daya terima (hedonik
dan mutu hedonik) terhadap cookies tepung komposit berbasis talas
Banten yang dihasilkan.
4. Menduga umur simpan cookies tepung komposit berbasis talas
Banten yang dihasilkan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai mutu gizi
dan umur simpan dari produk cookies hasil pengembangan talas Banten serta
dapat membantu mengatasi salah satu permasalahan gizi Indonesia dengan
melakukan pengembangan produk berbahan dasar talas.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Pada masa kehamilan rata-rata ibu hamil mengalami kenaikan berat
badan sebesar 12 hingga 14 kg (Pilliteri 1995). Hal ini menyebabkan kelompok
khusus seperti ibu hamil membutuhkan nutrisi tambahan lebih dari dua kali lipat
dibandingkan kebutuhan nutrisi wanita lainnya yang tidak hamil pada usia yang
sama, sekitar 20-50 tahun, per orang per hari.
Kehamilan menyebabkan daya metabolisme energi meningkat. Dua
proses anabolik fundamental yang saling bebas terjadi selama kehamilan.
Proses pertama adalah pertumbuhan serta pematangan janin dan plasenta.
Proses kedua adalah penyesuaian fisiologik dan metabolik tubuh ibu selama
kehamilan. Kedua proses tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat
(Duhring 1988).
Masa kehamilan dibagi dalam tiga tahapan atau trisemester. Trisemester
pertama (usia kehamilan 1-3 bulan) merupakan masa penyesuaian tubuh ibu
terhadap awal kehamilannya. Penambahan kebutuhan zat-zat gizi pada tahap ini
masih relatif kecil karena pertumbuhan janin masih lambat. Pada trisemester
kedua (usia kehamilan 4-6 bulan) pertumbuhan janin mulai pesat. Kecepatan
pertumbuhannya mencapai 10 gram per hari. Peningkatan kualitas gizi sangat
dibutuhkan karena tahap ini tubuh ibu mulai mengalami perubahan dan adaptasi,
serta mulai menyimpan cadangan zat-zat gizi untuk membentuk air susu. Pada
tahap terakhir atau trisemester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan), janin tumbuh
dengan pesat dan terjadi pembentukan otak sehingga dibutuhkan vitamin dan
mineral yang cukup (Haryanto 1999).
Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat menjadi sekitar
80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan 44.000 kkal untuk
pembuatan jaringan baru (Nadesul 2005). Protein juga merupakan zat gizi yang
penting selama masa kehamilan. Menurut Nadesul (2005), hampir 70 % protein
digunakan untuk kebutuhan janin. Kekurangan protein dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang,
serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentukan
otak (Haryanto 1999).
5
Tabel 1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk wanita
Komponen
Wanita tidak hamil
(per orang per hari)
Wanita hamil
Trisemester II dan III
(per orang per hari)
2200
67
Energi (kkal)
1900
Protein (g)
50
Vitamin larut lemak
Vitamin A (RE)
600
900
Vitamin D (µg)
5
5
Vitamin E (mg)
15
15
Vitamin K (µg)
55
55
Vitamin larut air
Thiamin (mg)
1
1.3
Riboflavin (mg)
1.1
1.4
Niacin (mg)
14
18
Asam folat (µg)
400
600
Piridoksin (mg)
1.3
1.7
Vitamin B12 (µg)
2.4
2.6
Vitamin C (mg)
75
85
Mineral
Kalsium (mg)
800
950
Fosfor (mg)
600
600
Magnesium (mg)
240
270
Besi (mg)
26
35 dan 39
Yodium (mg)
150
200
Seng (mg)
9.3
13.5 dan 18.3
Selenium (µg)
30
35
Mangan (mg)
1.8
2
Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004
Vitamin yang penting selama masa kehamilan, antara lain vitamin A,
asam folat, dan vitamin C. Vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin (Sizer dan Whitney 2000). Asam folat
berfungsi untuk membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan
sel-sel baru. Kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel
yang dapat membelah cepat, seperti servik rahim. Sedangakan vitamin C
berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap
infeksi, mencegah pembentukan nitorsamin yang bersifat karsinogenik, dan
meningkatkan adsorpsi besi dalam bentuk nonhaem sampai empat kali lipat.
Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung
yang diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney 2000).
Selain vitamin, terdapat beberapa mineral yang juga penting selama
masa kehamilan. Mineral yang penting selama masa kehamilan diantaranya
kalsium, besi, iodium, dan seng. Kalsium digunakan untuk menunjang
pembentukan tulang dan gigi, serta persendian janin. Zat besi dibutuhkan untuk
mengikat oksigen, pembentukan sel-sel baru, asam-asam amino, hormonhormon, dan neurotransmitter. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia
6
atau kekurangan sel darah merah. Anemia zat besi merupakan gangguan yang
sering terjadi selama masa kehamilan (Duhring 1988). Kekurangan iodium pada
ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang
permanen serta menghambat pertumbuhan bayi atau kretinisme. Seng
merupakan kofaktor enzim sehingga seng berperan dalam sintesis dan degradasi
karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng dapat
mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan
menghilangkan nafsu makan.
Karakteristik Talas Banten
Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) atau yang dikenal juga
sebagai beneng (besar dan koneng/kuning) atau giant taro atau big elephant’s
ear mempunyai ukuran besar dan bagian umbinya berwarna kuning. Umbi talas
yang sudah berumur 3 tahun bisa mencapai panjang 2 meter dengan diameter
15 cm, dimana sebagian umbi masuk ke dalam tanah dan sebagian lainnya
berada di atas permukaan tanah (Manner 2010). Selain potensi ukurannya, talas
ini memiliki kadar protein dan mineral yang relatif tinggi. Menurut Noviamayasari
(2010) talas Banten memiliki kandungna protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan talas Bogor, talas Pontianak dan talas Malang. Potensi ini didukung pula
oleh kemudahan budidayanya baik pada lahan basah maupun kering (Basyir
1999) sehingga pengembangan pertanamannya dapat dilakukan di lahan
marjinal.
Di Banten, talas ini ditemukan tumbuh liar di lereng bukit dan pekarangan.
Pada umumnya di Indonesia, talas lebih banyak digunakan sebagai bahan
pangan pelengkap seperti kudapan (keripik, kolak, ubi goreng dan ubi rebus)
atau tambahan sayur. Di negara-negara lain seperti di Jepang dan New Zealand,
talas telah dimanfaatkan sebagai bahan baku produk berbasis karbohidrat
seperti roti, kue-kue, makanan bayi atau produk-produk ekstrusi yang bernilai
ekonomi tinggi.
Tabel 2 Komposisi kimia umbi talas Banten per 100 gram bahan
Kandungan gizi
Energi (kkal)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Serat kasar (%)
Pati (%)
Sumber: Berkah 2010
Jumlah
83.7
2.01
0.27
18.3
0.73
15.21
7
Salah satu kendala dalam penggunaan talas sebagai bahan baku produk
olahan adalah kandungan oksalatnya yang tinggi (61.783 ppm). Konsumsi
makanan berkadar oksalat tinggi dapat mengganggu kesehatan karena dapat
menyebabkan pembentukan batu oksalat atau batu ginjal. Selain itu, adanya
oksalat dapat menurunkan penyerapan kalsium oleh tubuh (Njintang dan
Mbofung 2003).
Metode fisik yang paling umum digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa gatal akibat kandungan kalsium oksalat adalah dengan
pemanasan, dikarenakan kalsium oksalat labil terhadap panas. Pemanasan
dapat dilakukan melalui perebusan atau pengukusan. Secara biologis kandungan
kalsium oksalat dapat dikurangi dengan fermentasi anaerobic (Iwuoha dan Kalu
1995). Perendaman dengan larutan garam 1% selama 20 menit dilaporkan dapat
menurunkan kadar oksalat secara maksimal. Perendaman dengan larutan garam
dikombinasikan dengan blanching dapat menurunkan kadar oksalat (dalam
bentuk asam oksalat) hingga 37.2% (Dahal dan Swamylinappa 2006).
Perendaman dalam larutan garam (NaCl) juga banyak dilakukan untuk
mengurangi efek gatal pada talas.
Pembuatan Tepung Talas Banten
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan
atau penepungan. Kadar air yang dimiliki tepung rendah, hal ini berpengaruh
terhadap keawetan suatu bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam
bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis/asal
bahan, perlakuan yang telah dialami oleh bahan pangan, kelembaban udara,
tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan
untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan
penjemuran atau dengan alat pengering biasa. Proses pembuatan tepung umbiumbian sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbiumbian itu sendiri (Lingga 1986). Proses pembuatan tepung talas diawali dengan
pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan
dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan
perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena
secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian dilakukan
proses pengeringan pada suhu sekitar 50-60oC yaitu, pada saat kadar air
mencapai 12%. Pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang
dikeringkan tersebut dibolak-balik agar kering secara merata. Hasil dari
8
pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling untuk
menghasilkan tepung talas yang seragam dilakukan proses pengayakan.
Karakteristik Kacang Hijau
Phaseolus radiatus, Linn merupakan nama botani kacang hijau (Kay
1979). Kacang hijau termasuk ke dalam family Leguminoceae, sub family
Papillionideae, genus Phaseolus, dan spesies radiates (Marzuki 1977).
Buah kacang hijau berbentuk pedang-pedangan, kecil dan memanjang.
Warna buahnya hijau sewaktu masih muda dan nantinya akan menjadi ungu tua
setelah cukup tua. Setiap buah terdapat 5 sampai lebih dari 10 biji kacang hijau.
Biji tersebut ada yang mengkilap dan ada pula yang kusam (Kay 1979). Biji
kacang hijau terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit biji, endosperma dan lembaga. Kulit
biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan, kerusakan fisik mekanis, dan
serangan kapang atau serangga. Endosperma merupakan bagian biji yang
mengandung makanan untuk pertumbuhan lembaga. Lembaga akan membesar
selama pertumbuhan biji tersebut.
Tabel 3 Komposisi kimia kacang hijau per 100 gram bahan
Komponen
Jumlah
Energi (kkal)
345
Air (g)
10
Lemak (g)
1.26
Protein (g)
22.2
Karbohidrat (g)
62.9
Kalsium (mg)
125
Fosfor (mg)
320
Besi (mg)
6.7
Vitamin A (IU)
157
Vitamin B1 (mg)
0.64
Sumber: Suprapto dan Sutarman 1982
Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar dibandingkan
dengan
komponen-komponen
lain
yang
terdapat
dalam
kacang
hijau.
Karbohidrat tersusun atas pati, gula dan serat kasar (Sathe et al 1982). Menurut
Kay (1979), pati kacang hijau terdiri atas 28.8% amilosa dan 71.2 % amilopektin.
Gula kacang hijau didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa,
stakiosa, dan verbaskosa. Pati pada kacang hijau mempunyai daya cerna 99.8%,
sehingga dapat dikatakan bahwa daya cerna karbohidrat kacang hijau tinggi.
Protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat yang
terdiri dari berbagai asam amino diantaranya merupakan asam amino essensial.
Tabel 4 menunjukan kandungan asam amino essensial pada kacang hijau.
Seperti kacang-kacangan pada umumnya, protein kacang hijau hanya sedikit
9
mengandung asam amino belerang (metionin dan sistin) namun kaya akan lisin.
Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang cukup tinggi yaitu, sebesar
81%, namun daya cerna protein ini dipengaruhi adanya inhibitor tripsin. Aktivitas
tripsin tersebut dapat pula dipengaruhi oleh adanya tannin dan polifenol.
Tabel 4 Komposisi asam amino essensial kacang hijau
Asam amino
Triptofan
Threonin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Methionin dan Sistin
Fenilalanin dan Tirosin
Valin
Sumber: USDA 2008
Jumlah (mg/g)
10.88
32.72
42.10
77.28
69.62
20.75
90.25
51.76
Karakteristik Cookies
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipanaskan penampang
potongannya bertekstur kurang padat (BSN 1992). Cookies yang dihasilkan
harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi.
Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku
secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 012973-1992) adalah sebagai berikut.
Tabel 5 Syarat mutu cookies menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria uji
Kalori (Kal/100 gram)
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Logam berbahaya
Bau dan rasa
Warna
Sumber : BSN 1992
Klasifikasi
Min 400
Max 5
Min 9
Min 9.5
Max 70
Max 0.5
Max 1.5
Negative
Normal dan tidak tengik
Normal
Bahan-bahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan cookies
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahanbahan yang berfungsi sebagai bahan pengikat adalah sebagai berikut tepung,
susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut
adalah gula, lemak, dan kuning telur (Matz dan Matz 1978).
10
Fungsi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies
Tepung yang biasanya digunakan dalam pembuatan cookies adalah
tepung terigu. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk
adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk
struktur cookies, serta memberi cita rasa. Tepung terigu dapat dibagi
berdasarkan kadar proteinnya yaitu, soft flour, medium flour, dan strong flour.
Komponen penting yang membedakan tepung terigu dengan bahan
lainnya adalah kandungan protein, jenis gluten dan gliadin, yang pada kondisi
tertentu dengan air dapat membentuk massa yang elastis dan dapat
mengembang yang disebut gluten. Kandungan gluten dalam tepung terigu
sebanyak 80% dari protein total. Adanya gluten yang menghasilkan sifat
viskoelastis membuat adonan terigu mampu dibuat lembaran, digiling, maupun
dibuat mengembang. Dari karakter khas tersebut dihasilkan beratus-ratus produk
yang sulit ditiru oleh bahan non-terigu (Utami 1998).
Untuk menghasilkan cookies yang bermutu baik digunakan tepung terigu
dari gandum lunak yang mempunyai kadar protein 8-9% dan kadar abu kurang
dari 0.6%. Tepung jenis ini sifat glutennya kurang baik sehingga cocok untuk
jenis makanan yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Bila tepung
gandum yang digunakan semakin keras, maka semakin banyak gula dan lemak
yang harus ditambahkan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Tepung terigu
dengan kadar protein yang tinggi akan mempengaruhi kekerasan cookies dan
kekerasan remah bagian dalam, serta penampakan permukaan (Matz dan Matz
1978).
Fungsi Telur dalam Pembuatan Cookies
Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan
pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan untuk
menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata
pada adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, flavour, dan melembutkan
tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur.
Dalam pembuatan cookies penggunan kuning telur tanpa putih telur
akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas citarasa yang
sempurna, tetapi struktur cookies tidak sebaik pada penggunan telur secara
keseluruhan. Oleh karena itu agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan
putih telur secukupnya (Matz dan Matz 1978)
11
Fungsi Lemak dalam Pembuatan Cookies
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
cookies. Di dalam adonan lemak mempunyai fungsi sebagai shortening dan
pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung
terigu sehingga jaringan gluten didalamnya akan diputus dan karateristik
makanan setelah dipanggang menjadi tidak keras dan cepat meleleh di dalam
mulut (Manley 1983).
Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies biasa
disebut shortening. Jumlah dan jenis shortening dalam formula berpengaruh
terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal dari lemak
hewani (mentega) maupun lemak nabati (margarine). Shortening yang biasanya
digunakan dalam pembuatan cookies adalah mentega. Rendahnya titik cair pada
mentega menyebabkan produk menjadi berminyak. Untuk mengurangi efek
berminyak yang dihasilkan oleh mentega biasanya ditambahkan margarine (Matz
dan Matz 1978).
Fungsi Susu Skim dalam Pembuatan Cookies
Susu skim adalah bagian dari susu yang tertinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari
susu, kecuali lemak dan vitamin larut lemak. Susu skim ditambahkan untuk
memperbaiki penerimaan seperti warna, rasa, dan aroma, serta sebagai bahan
pengisi,
menyerap
air,
mengontrol
pengembangan
adonan,
dan
dapat
meningkatkan nilai gizi (Matz dan Matz 1978).
Fungsi Gula dalam Pembuatan Cookies
Dalam formulasi cookies, gula tidak hanya berfungsi sebagai pemanis
tetapi juga membentuk tekstur, pemberi warna, dan kontrol pengembang
adonan. Penambahan gula membuat susunan dan butiran remah menjadi halus
serta membuat kerak cookies berwarna coklat tua. Gula yang digunakan
biasanya dalam bentuk gula pasir, gula pasir halus, atau tepung gula.
Penggunaan gula halus akan memberikan hasil yang lebih baik karena tidak
menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar (Matz dan Matz 1978).
Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan
Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam
kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi
mutu tertentu (Arpah dan Syarief 2000). Penentuan umur simpan suatu produk
12
dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi
perubahan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Ellis 1994).
Secara alami produk pangan akan mengalami kerusakan. Kerusakan
tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan penyimpanan. Pada masa
simpan, satu atau beberapa atribut dari produk dapat mengalami perubahan ke
arah yang tidak diinginkan. Pada saat tersebut, produk tidak layak untuk
dikonsumsi dan telah mencapai akhir dari masa simpannya (Ellis 1994).
Ciri-ciri produk pangan yang telah kadaluarsa yang paling mudah untuk
diamati adalah perubahan warna, perubahan aroma, timbulnya kapang,
berlendir, dan lain sebagainya. Disamping ciri-ciri fisik yang mudah diamati,
ternyata ada pula kerusakan yang tidak menampakkan gejala-gejala apapun,
sehingga sulit diamati. Kerusakan-kerusakan yang tidak menampakan gejala fisik
tersebut umumnya disebabkan oleh mikroba (Arpah 2001).
Menurut Syarief dan Halid (1993), analisis penurunan mutu perlu beberapa
pengamatan, yaitu harus ada parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan
parameter tersebut mencerminkan keadaan mutu dari produk yang dikemas.
Parameter tersebut dapat berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, uji
kadar vitamin C, uji cita rasa, tekstur, warna, total mikroba dan sebagainya.
Parameter penurunan mutu didasarkan pada parameter yang paling sensitif
terhadap mutu suatu produk.
Hasil analisis menggunakan metode-metode pendugaan umur simpan
pangan dan diikuti dengan penentuan umur simpan pangan (Shelf Life Testing)
yang dilakukan secara laboratories dan mengikuti prosedur dan standar tertentu
menghasilkan tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa (Arpah 2001).
Floros (1993) menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga dan
kemudian ditetapkan waktu kadaluarsa dengan menggunakan dua konsep studi
penyimpanan produk pangan, yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS)
atau penentuan umur simpan dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau
pendugaan umur simpan. ESS yang sering juga disebut sebagai metode
konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan
suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan
terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode
ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang
panjang, analisa karakteristik mutu yang dilakukan relatif banyak dan biaya yang
dikeluarkan besar.
13
Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan suatu produk
digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode
akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal
sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat
lebih cepat dilakukan (Arpah dan Syarief 2000). Penggunaan metode akselerasi
harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan
produk yang bersangkutan (Ellis 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang
dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen serta
kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan
dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan
kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum
digunakan, serta kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya
air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang
terlipat (Labuza 1982).
Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan
kering adalah model air kritis. Pada metode ini, kondisi lingkungan memiliki
kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim sehingga kadar air kritis lebih
cepat tercapai daripada kondisi normal. Produk pangan kering yang disimpan
akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Pendugaan umur
simpan dengan metode pendekatan model air kritis pada umumnya digunakan
untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari
lingkungan.
Dalam metode air kritis, kerusakan produk didasarkan semata-mata pada
kerusakan produk akibat menyerap air dari luar hingga mencapai batasan yang
tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk
pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik disebut kadar air kritis.
Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang
akan spesifik untuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk
mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk. Produk pangan yang
umur simpannya dapat ditentukan dengan metode air kritis antara lain biskuit,
wafer, permen, makanan ringan (snack dan chips), dan produk insatan (powder)
Model kadar air kritis ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,
salah satunya yaitu menggunakan kurva sorpsi isotermis. Pendekatan kurva
14
sorpsi isotermis digunakan untuk produk yang mempunyai kurva isotermis yang
biasanya berbentuk sigmoid (bentuk S)(Buckle et al 1987). Pada kenyataannya,
grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan (kurva adsorpsi) dan
grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (desorpsi) tidak pernah
berhimpit. Keadaan demikian disebut fenomena histerisis. Fenomena ini
diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh
dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histerisis dan bentuk kurva sangat
beragam tergantung faktor-faktor seperti bahan pangan, perubahan fisik yang
terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi, dan
tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema 1996).
Formulasi Produk dengan Metode Response Surface Methodology (RSM)
RSM adalah metode yang mengeksplorasi hubungan dari masing-masing
unsur dalam penelitian, misalnya hubungan suatu hasil penelitian dengan
sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik
optimasi RSM bekerja berdasakan pada proses atau siklus pengetahuangagasan-analisis desain secara berulang.
Efektivitas teknik optimasi RSM tergantung pada lima asumsi sebagai
berikut: 1. faktor kritis dari suatu produk atau proses diketahui; 2. daerah atau
batasan dimana level faktor dapat mempengaruhi produk diketahui; 3. faktorfaktor bervariasi secara berkesinambungan sepanjang sebaran penelitian yang
diuji; 4. ada fungsi matematis yang menghubungkan faktor dengan respon
terukur; dan 5. respon yang ditetapkan oleh teknik optimasi ini merupakan suatu
permukaan halus. Kegunaan teknik optimasi antara lain adalah dapat
menentukan kombinasi optimum dari faktor (peubah bebas) yang akan
mendapatkan
respon
(peubah
tak
bebas)
yang
diinginkan
dan
dapat
mengambarkan bahwa respon mendekati optimum, dapat menetukan bagaimana
suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-fakor pada
level tertentu, dan dapat menentukan level faktor yang akan menghasilkan
sekumpulan spesifikasi yang diinginkan secara simultan (Rahmawati 2010).
15
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian
Laboratorium
ini
dilakukan
Organoleptik,
dan
di
Laboratorium
Laboratorium
Pengolahan
Analisis
Kimia
Pangan,
Pangan
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor,
serta
Laboratorium
Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembanga
COOKIES TEPUNG KOMPOSIT BERBASIS TALAS BANTEN
(Xanthosoma undipes K. Koch) SEBAGAI MAKANAN
TAMBAHAN IBU HAMIL
DIAN NOVITA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
DIAN NOVITA. Evaluation of Nutrition Quality and Prediction of Shelf-life of
Cookies made of Banten Taro (Xanthosoma undipes K. Koch) Composite Flour
as Food Supplement for Pregnant Women . Under direction of BUDI SETIAWAN
and ABUBAKAR.
The objective of this study was to evaluate nutrition quality and to predict
shelf-life of cookies made of Banten taro (Xanthosoma undipes K. Koch)
composite flour as food supplement for pregnant women. This composite flour
formulation used Respon Surface Methodology (RSM). Result showed the best
cookies formulation of composite flour was 60% taro flour and 40% mung bean
flour. The best cookies formulation contained 3.85% water, 32.64% fat, 2.76%
ash, 2.5% crude fiber, 536 kcal energy and 9.44% protien. Shelf-life cookies was
predicted base on the moisture rate and the accepted of cookies’s crispiness.
The model that was selected for this study was Henderson equation. The shelflife of cookies was predicted for about 1 year in 75% relative humadity (RH).
Key word: formulation, composite flour, taro flour, shelf-life, pregnant women
RINGKASAN
DIAN NOVITA. Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies
Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai
Makanan Tambahan Ibu Hamil. Di bawah bimbingan BUDI SETIAWAN dan
ABUBAKAR.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui
bahwa terdapat sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi
kekurangan energi dan protein pada wanita usia subur (WUS), yaitu diatas angka
nasional (13.6%). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2005) juga menunjukan
bahwa terdapat 17.6% wanita usia subur yang hamil mengalami kekurangan
energi dan protein (KEP). Oleh karena itu ibu hamil sebaiknya diberikan
makanan tambahan agar dapat memenuhi kebutuhan energi protein. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu gizi serta menduga umur simpan dari
cookies tepung komposit berbasis talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch)
sebagai makanan tambahan ibu hamil. Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1)
mempelajari proses pembuatan serta menganalisis sifat fisik dan kimiawi tepung
talas Banten, (2) mengembangkan formulasi cookies tepung komposit berbasis
talas Banten, (3) mengevaluasi mutu gizi cookies serta menguji daya terima
(hedonik dan mutu hedonik) terhadap cookies tepung komposit berbasis talas
Banten yang dihasilkan, dan (4) menduga umur simpan cookies tepung komposit
berbasis talas Banten yang dihasilkan.
Talas Banten yang digunakan rata-rata berusia 10 bulan. Proses
pembuatan tepung talas meliputi penimbangan umbi, pengupasan dan
pencucian serta perendaman dengan larutan garam (1 jam, 10%), selanjutnya
umbi talas dikeringkan dan digiling sehingga dapat diperoleh tepung talas. Hasil
penelitian memperlihatkan rendemen tepung talas 15 %, kandungan energi 394
kkal, kadar air 7.07%, kadar abu 1.82%, kadar lemak 0.44%, kadar protein
6.74%, kadar karbohidrat 90.68%, dan kadar serat makanan 19.17%.
Formulasi tepung komposit menggunakan tepung talas Banten dan
tepung kacang hijau, dengan menggunakan Respon Surface Methodology
(RSM) dalam Design Expert triaI (DX trial) software. Adapun formulasi yang
dihasilkan sebanyak 8 formula. Tepung komposit tersebut selanjutnya digunakan
sebagai bahan dasar dalam pembuatan cookies. Seluruh formula cookies
dianalisis karakteristik kimianya (kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, dan
serat kasar), dan dilakukan juga uji daya terima (hedonik dan mutu hedonik).
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air dari seluruh formula
cookies berkisar antara 3.24% - 4.11% (α ≤ 0.05), kadar abu antara 2.21% 2.77% (α > 0.05), kadar protein antara 8.31% - 9.44% (α ≤ 0.05), kadar lemak
antara 31.81% - 32.90% (α ≤ 0.05), kadar karbohidrat antara 51.9% - 55.47% (α
≤ 0.05), dan kadar serat kasar antara 0.61% - 3% (α ≤ 0.05). Berdasarakan hasil
uji organoleptik diketahui bahwa rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap
warna antara 5.08 sampai 4.4387 sedangkan penilaian mutu hedonik antara 3
sampai 4.367. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa hingga
agak suka dengan mutu warna agak kuning hingga biasa. Rata-rata penilaian
hedonik (kesukaan) terhadap aroma antara 4.1 sampai 4.8 dengan penilaian
mutu hedonik antara 3.5667 sampai 4.5. Kisaran skala tersebut berarti panelis
menilai produk biasa dengan mutu aroma agak tidak beraroma hingga biasa.
Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap rasa antara 3.5853 sampai
4.72 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.4667 sampai 4.4667. Kisaran skala
tersebut berarti panelis menilai produk agak tidak suka hingga biasa dengan
mutu rasa agak hambar hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan)
terhadap tekstur antara 4.2533 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik
antara 3.5 sampai 4.4. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk
biasa dengan mutu tekstur agak keras hingga biasa.
Formula cookies terpilih didapatkan berdasarkan metode optimization
dalam Respon Surface Methodology, dengan mempertimbangkan kandungan zat
gizi dalam cookies serta tingkat kesukaan panelis terhadap cookies. Formulasi
cookies terpilih adalah cookies dengan perbandingan tepung talas : tepung
kacang hijau sebesar 60 : 40. Cookies dengan formulasi terpilih mengandung
energi 537 kkal, kadar air 3.85%, kadar abu 2.5%, kadar protein 9.44%, kadar
lemak 32.64%, kadar karbohidrat 52.22% serta kadar serat kasar 2.76%.
Berdasarkan SNI 01-2973-1992 mengenai standar cookies, cookies dengan
formula terpilih yang dihasilkan dari penelitian memenuhi syarat. Akantetapi
terdapat beberapa zat gizi yang belum memenuhi persyaratan yaitu kadar abu
dan kadar serat kasar. Kadar abu dan serat kasar cookies formula terpilih
melebihi nilai yang disyaratkan, yaitu 0.5% dan 1.5%.
Pendugaan umur simpan pada cookies dengan formula terpilih
menggunakan metode air kritis, dimana model persamaan yang digunakan
adalah model Henderson. Kadar air awal produk adalah 0.03 g H2O/g padatan,
sedangkan kadar air kritis produk adalah 0.58 g H2O/g padatan. Slope yang
didapatkan berdasarkan kurva sorpsi isotermis adalah sebesar 0.597. Beberapa
variabel lain yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk yaitu, luas
kemasan produk 0.045 m2, premeabilitas kemasan 0.02 g/m2hr.mmHg, tekanan
uap jenuh pada suhu 30oC adalah 31.82 mmHg, serta berat cookies per
kemasan sebesar 50 gram. Berdasarkan data-data tersebut didapatkan
pendugaan umur simpan cookies yaitu, 6 bulan pada kelembaban 93%, 8 bulan
pada kelembaban 85% serta 12 bulan pada kelembaban 75%.
EVALUASI MUTU GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN
COOKIES TEPUNG KOMPOSIT BERBASIS TALAS BANTEN
(Xanthosoma undipes K. Koch) SEBAGAI MAKANAN
TAMBAHAN IBU HAMIL
DIAN NOVITA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies
Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes
K. Koch) sebagai Makanan Tambahan Ibu Hamil
: Dian Novita
: I14062394
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP.19621218 198703 1001
Prof. Ir. Abubakar, MS
NIP. 19550728 198202 1001
Mengetahui:
Ketua Departemen
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP.19621218 198703 1001
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Mutu Gizi dan
Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit Berbasis Talas Banten
(Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan Ibu Hamil” dapat terselesaikan.
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Bapak Prof. Ir. Abubakar, MS selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis dalam penyelesaian skripsi.
2. Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku penguji sidang yang telah banyak
memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.
3. Tim
penelitian
Talas
Beneng
di
Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor tahun 2010.
4. Mama, ayah serta adik-adikku tersayang yang selalu memberikan
limpahan kasih sayang dan doa tiada hentinya.
5. Teman-teman penelitian Talas Beneng (Eka dan Wulan), serta temanteman GM 43 dan GM 44 yang telah banyak memberikan dukungan dan
kerjasamanya selama ini.
6. Sahabat-sahabatku (Movi, Echa, Irni, Lia, Anton, Acang, Joffa, Rakhma,
Warthe, Daniel, Chika, dan Rodiah) serta Kak Sammy Machbub yang
selalu ada disaat suka dan duka.
7. Para teknisi, baik teknisi di Lab BB Pasca Panen maupun teknisi di Lab
Departemen Gizi Masyarakat, atas bantuannya selama penelitian ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu
penulis minta maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari
berbagai pihak. Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Bogor, November 2010
Dian Novita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, Propinsi Banten pada tanggal 7
November 1987. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Edih Suryadi
dan Ade Rohimah. Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Akhir penulis
diselesaikan di SMAKBO (Sekolah Menegah Analis Kimia Bogor) tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2006.
Setelah mengikuti masa perkuliahan tingkat persiapan bersama (TPB) penulis
masuk mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
dengan minor Komunikasi.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Mata Kuliah Pengantar Biokimia Gizi pada Tahun Ajaran 2008/2009 serta Mata
Kuliah Analsis Zat Gizi Mikro pada Tahun Ajaran 2010/2011. Selain itu, penulis
juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah
diikutinya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia sebagai
staff Divisi Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni serta Himpunan Ilmu Gizi
sebagai
koordinator
Divisi
Peduli
Pangan
dan
Gizi.
Penulis
pernah
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di daerah Petir-Bogor, dan pernah
melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Syamsudin,
Sukabumi.
Selain itu penulis aktif dalam penulisan karya ilmiah, pada tahun 2008
penulis berhasil mendapatkan dana dari DIKTI dalam program kreativitas
mahasiswa dengan judul “Pembuatan Permen Jelly dari Klorofil Daun Katuk”.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema
“Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit
Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan
Tambahan Ibu Hamil” bekerjasama dan dibiayai Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Kegunaan Penelitian .............................................................................
1
2
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ..................................................................... 4
Karakteristik Talas Banten .................................................................... 6
Karakteristik Tepung Talas Banten ....................................................... 7
Karakteristik Kacang Hijau..................................................................... 8
Karakteristik Cookies ............................................................................ 9
Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan............................................ 12
Formulasi Metode Response Surface Methodology (RSM) .................. 14
METODOLOGI
Tempat dan Waktu ...............................................................................
Bahan dan Alat .....................................................................................
Pembuatan Tepung Talas ....................................................................
Pembuatan Tepung Kacang Hijau .........................................................
Formulasi Tepung Komposit ................................................................
Pengujian Sifat Kimiawi Cookies ...........................................................
Pengujian Sifat Organoleptik Cookies ...................................................
Pendugaan Umur Simpan ....................................................................
Rancangan Percobaan .........................................................................
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
15
15
16
17
17
18
18
18
23
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Tepung Talas ......................................................... ..........
Sifat Fisik Tepung Talas ................................................................. ......
Sifat Kimia Tepung Talas ......................................................................
Formulasi Cookies ........................................................... .....................
Sifat Organoleptik Cookies ................................................... ................
Sifat Kimia Cookies ...............................................................................
Penentuan Umur Simpan Pendekataan Air Kritis .................................
25
25
25
26
27
36
42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.............................................................................................. 55
Saran........................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57
LAMPIRAN.......................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Halaman
1
AKG rata-rata untuk wanita . ....................................................................... . 5
2
Komposisi kimia umbi talas ......................................................................... . 7
3
Komposisi kimia kacang hijau .................................................................... . 8
4
Komposisi asam amino essensial kacang hijau dalam 100 g...................... 9
5
Syarat mutu cookies ........................................ ..........................................
6
Formulasi tepung komposit ........................................ ............................... 18
7
Jenis dan RH garam jenuh yang dipergunakan ........................................ 21
8
Hasil analsis kimia tepung talas ........................................ ........................ 26
9
Formulasi cookies dengan RSM ........................................ ........................ 27
9
10 Hasil uji hedonik cookies ........................................ ................................... 27
11 Hasil uji mutu hedonik cookies ........................................ .......................... 27
12 Hasil analisis sifat kimia cookies ........................................ ........................ 36
13 Hasil kadar air, kerenyahan, dan skor kesukaan....................................... .. 44
14 Data kadar air kesetimbangan ........................................ ........................... 48
15 Persamaan kurva sorpsi isotermis ........................................ .................... 49
16 Kadar air kesetimbangan model persamaan ........................................ ..... 49
17 Nilai MRD model persamaan ........................................ ............................. 50
18 Perhitungan umur simpan ........................................ ................................. 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alir pembuatan tepung talas ............................................. ............ 16
2
Diagram alir pembuatan tepung kacang hijau ............................................. 17
3
Diagram alir pembuatan cookies ................................................................ 18
4
Diagram alir pendugaan umur simpan ........................................................ 20
5
Diagram alir penelitian cookies........................ ............................................ 24
6
Hasil uji hedonik terhadap warna cookies........................................... ........ 28
7
Hasil uji mutu hedonik terhadap warna cookies........................................... 29
8
Hasil uji hedonik terhadap aroma cookies........................................... ........ 30
9
Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma cookies.......................................... 31
10 Hasil uji hedonik terhadap rasa cookies........................................... ........... 32
11 Hasil uji mutu hedonik terhadap rasa cookies........................................... .. 32
12 Hasil uji hedonik terhadap tekstur cookies........................................... ....... 33
13 Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur cookies.......................................... 34
14 Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan cookies........................................ . 37
15 Hasil uji mutu hedonik terhadap keseluruhan cookies.................................. 36
16 Kadar air cookies........................................... .............................................. 37
17 Kadar abu cookies........................................... ............................................ 38
18 Kadar protein cookies........................................... ....................................... 38
19 Kadar lemak cookies........................................... ........................................ 39
20 Kadar karbohidrat cookies........................................... ................................ 40
21 Kadar serat kasar cookies........................................... ................................ 41
22 Data hasil survei parameter kerusakan cookies ......................................... 43
23 Grafik hubungan kadar air dengan skor kesukaan ................................... .. 45
24 Grafik hubungan nilai kerenyahan dengan skor kesukaan ......................... 45
25 Kurva sorpsi isotermis cookies ........................................... ........................ 48
26 Kurva sorpsi isotermis model Henderson ........................................... ........ 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Analisis karakterisasi mutu kimia ................................................................ . 63
2
Lembar kuisoner atribut utama kerusakan cookies ..................................... . 68
3
Lembar uji hedonik ..................................................................................... . 69
4
Lembar uji mutu hedonik ………………... .................................................... . 70
5
Lembar pengujian organoleptik kerusakan cookies……………………….. .. . 71
6
Hasil uji ANOVA organoleptik (hedonik) ………………………….. ............... . 72
7
Hasil uji lanjut Duncan organoleptik (hedonik) .......................................... . 73
8
Hasil uji ANOVA organoleptik (mutu hedonik) ………………... .................. . 74
9
Hasil uji lanjut Duncan organoleptik (mutu hedonik) …………………….. .... . 75
10 Hasil uji ANOVA sifat kimia ....................................................................... . 76
11 Hasil uji lanjut Duncan sifat kimia ………………... ..................................... . 77
12 Modifikasi model sorpsi isotermis ………………………….. ........................ . 79
13 Contoh perhitungan konstanta model persamaan ...................................... . 81
14 Kurva sorpsi isotermis model persamaan .................................................. . 83
15 Gambar talas Banten, tepung talas dan cookies talas ............................... . 85
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset suatu negara yang perlu
terus ditingkatkan kualitasnya. Kehidupan manusia dimulai semenjak dalam
rahim ibunya, maka upaya peningkatan kualitas SDM seharusnya dilakukan
sejak dini yaitu sejak periode kehamilan. Menurut Winarno (1993), jika kesehatan
dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya juga akan baik dan
keselamatan ibu sewaktu kehamilan akan terjamin. Sebaliknya, ketidakcukupan
asupan zat gizi selama masa kehamilan akan menurunkan kesehatan ibu hamil
dan cenderung akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Persentase nasional Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah 11,5%. Dampak
BBLR pada anak dapat menurunkan kecerdasan dan imunitas, mengganggu
pertumbuhan, meningkatkan ancaman penyakit degenertif, dan kematian,
sehingga dapat menghambat peningkatan kualitas SDM Indonesia (Depkes
2007).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui
bahwa terdapat sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi
kekurangan energi dan protein pada wanita usia subur (WUS) yaitu, diatas angka
nasional (13.6%). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2005) juga menunjukan
bahwa terdapat 17.6% wanita usia subur yang hamil mengalami kekurangan
energi dan protein (KEP). Hal ini karena adanya perkembangan fisiologis dimana
terjadi perubahan metabolisme tubuh. Seiring dengan perubahan metabolisme
tersebut terjadi peningkatan kebutuhan gizi, sehingga kecukupan asupan zat-zat
gizi perlu ditingkatkan. Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat
menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan
44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul 2005). Oleh karena itu
sebaiknya diberikan pangan tambahan untuk ibu hamil agar dapat memenuhi
kebutuhan energi tersebut. Bahan makanan tambahan untuk ibu hamil selain
dapat memenuhi kebutuhan energi juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
protein ibu hamil.
Pangan yang memiliki kandungan energi cukup tinggi salah satunya
adalah pangan sumber karbohidrat yaitu, umbi-umbian. Salah satu tanaman
umbi-umbian yang cukup populer adalah talas. Tanaman talas (Colocasia
esculenta) berasal dari daerah Asia Tenggara, kemudian menyebar di Cina,
Eropa, Afrika, dan Kepulauan Pasifik (Kocchar 1998). Tanaman talas merupakan
2
tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peran strategis, akantetapi hingga
saat ini pemanfaatan talas masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan
serangkaian penelitian untuk meningkatkan potensi talas sebagai alternatif
bahan pangan sumber karbohidrat umbi-umbian yang diminati oleh masyarakat.
Selain pemenuhan energi,makanan tambahan bagi ibu hamil juga
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein yang meningkat selama masa
kehamilan. Salah satu sumber protein yang banyak dikonsumsi adalah kacangkacangan. Kacang hijau merupakan sumber protein nabati yang telah lazim
dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat. Kacang hijau diketahui mengandung
protein yang tinggi, juga mengandung kalsium dan phospor, yang relatif tinggi
yang bermanfaat untuk memperkuat kerangka (Astawan dan Wresdiyati 2004).
Selain itu, kacang hijau juga memiliki efek flatulensi yang lebih rendah
dibandingkan
dengan
kacang-kacangan
lainnya
(Pednekar
2001)
dan
mempunyai daya cerna protein yang cukup tinggi.
Formulasi tepung komposit dengan menggunakan tepung talas dan
tepung kacang hijau diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein
bagi ibu hamil. Hasil formulasi tepung tersebut dapat dipergunakan sebagai
bahan dasar pembuatan makanan tambahan bagi ibu hamil. Salah satu produk
yang dapat dibuat sebagai makanan tambahan ibu hamil adalah cookies.
Cookies banyak disukai oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan
cenderung manis, teksturnya renyah namun lembut dimulut serta proses
pembuatanannya relatif mudah. Cookies juga dapat disimpan dalam jangka
waktu yang cukup lama sehingga lebih praktis dan dapat dikonsumsi kapan saja.
Akantetapi cookies adalah produk yang mudah rusak, terutama dengan sistem
pengemasan yang tidak tepat sehingga perlu dicantumkan tanggal kadaluwarsa
(Iskandar et al 1997). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang mutu gizi
serta penentuan umur simpan dari cookies tepung komposit berbasis talas
Banten.
3
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu gizi serta menduga
umur simpan dari cookies tepung komposit berbasis talas Banten.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitan ini adalah untuk:
1. Mempelajari proses pembuatan serta menganalisis sifat fisik dan
kimiawi tepung talas Banten.
2. Mengembangkan formulasi cookies tepung komposit berbasis talas
Banten.
3. Mengevaluasi mutu gizi cookies serta menguji daya terima (hedonik
dan mutu hedonik) terhadap cookies tepung komposit berbasis talas
Banten yang dihasilkan.
4. Menduga umur simpan cookies tepung komposit berbasis talas
Banten yang dihasilkan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai mutu gizi
dan umur simpan dari produk cookies hasil pengembangan talas Banten serta
dapat membantu mengatasi salah satu permasalahan gizi Indonesia dengan
melakukan pengembangan produk berbahan dasar talas.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Pada masa kehamilan rata-rata ibu hamil mengalami kenaikan berat
badan sebesar 12 hingga 14 kg (Pilliteri 1995). Hal ini menyebabkan kelompok
khusus seperti ibu hamil membutuhkan nutrisi tambahan lebih dari dua kali lipat
dibandingkan kebutuhan nutrisi wanita lainnya yang tidak hamil pada usia yang
sama, sekitar 20-50 tahun, per orang per hari.
Kehamilan menyebabkan daya metabolisme energi meningkat. Dua
proses anabolik fundamental yang saling bebas terjadi selama kehamilan.
Proses pertama adalah pertumbuhan serta pematangan janin dan plasenta.
Proses kedua adalah penyesuaian fisiologik dan metabolik tubuh ibu selama
kehamilan. Kedua proses tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat
(Duhring 1988).
Masa kehamilan dibagi dalam tiga tahapan atau trisemester. Trisemester
pertama (usia kehamilan 1-3 bulan) merupakan masa penyesuaian tubuh ibu
terhadap awal kehamilannya. Penambahan kebutuhan zat-zat gizi pada tahap ini
masih relatif kecil karena pertumbuhan janin masih lambat. Pada trisemester
kedua (usia kehamilan 4-6 bulan) pertumbuhan janin mulai pesat. Kecepatan
pertumbuhannya mencapai 10 gram per hari. Peningkatan kualitas gizi sangat
dibutuhkan karena tahap ini tubuh ibu mulai mengalami perubahan dan adaptasi,
serta mulai menyimpan cadangan zat-zat gizi untuk membentuk air susu. Pada
tahap terakhir atau trisemester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan), janin tumbuh
dengan pesat dan terjadi pembentukan otak sehingga dibutuhkan vitamin dan
mineral yang cukup (Haryanto 1999).
Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat menjadi sekitar
80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan 44.000 kkal untuk
pembuatan jaringan baru (Nadesul 2005). Protein juga merupakan zat gizi yang
penting selama masa kehamilan. Menurut Nadesul (2005), hampir 70 % protein
digunakan untuk kebutuhan janin. Kekurangan protein dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang,
serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentukan
otak (Haryanto 1999).
5
Tabel 1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk wanita
Komponen
Wanita tidak hamil
(per orang per hari)
Wanita hamil
Trisemester II dan III
(per orang per hari)
2200
67
Energi (kkal)
1900
Protein (g)
50
Vitamin larut lemak
Vitamin A (RE)
600
900
Vitamin D (µg)
5
5
Vitamin E (mg)
15
15
Vitamin K (µg)
55
55
Vitamin larut air
Thiamin (mg)
1
1.3
Riboflavin (mg)
1.1
1.4
Niacin (mg)
14
18
Asam folat (µg)
400
600
Piridoksin (mg)
1.3
1.7
Vitamin B12 (µg)
2.4
2.6
Vitamin C (mg)
75
85
Mineral
Kalsium (mg)
800
950
Fosfor (mg)
600
600
Magnesium (mg)
240
270
Besi (mg)
26
35 dan 39
Yodium (mg)
150
200
Seng (mg)
9.3
13.5 dan 18.3
Selenium (µg)
30
35
Mangan (mg)
1.8
2
Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004
Vitamin yang penting selama masa kehamilan, antara lain vitamin A,
asam folat, dan vitamin C. Vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin (Sizer dan Whitney 2000). Asam folat
berfungsi untuk membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan
sel-sel baru. Kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel
yang dapat membelah cepat, seperti servik rahim. Sedangakan vitamin C
berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap
infeksi, mencegah pembentukan nitorsamin yang bersifat karsinogenik, dan
meningkatkan adsorpsi besi dalam bentuk nonhaem sampai empat kali lipat.
Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung
yang diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney 2000).
Selain vitamin, terdapat beberapa mineral yang juga penting selama
masa kehamilan. Mineral yang penting selama masa kehamilan diantaranya
kalsium, besi, iodium, dan seng. Kalsium digunakan untuk menunjang
pembentukan tulang dan gigi, serta persendian janin. Zat besi dibutuhkan untuk
mengikat oksigen, pembentukan sel-sel baru, asam-asam amino, hormonhormon, dan neurotransmitter. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia
6
atau kekurangan sel darah merah. Anemia zat besi merupakan gangguan yang
sering terjadi selama masa kehamilan (Duhring 1988). Kekurangan iodium pada
ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang
permanen serta menghambat pertumbuhan bayi atau kretinisme. Seng
merupakan kofaktor enzim sehingga seng berperan dalam sintesis dan degradasi
karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng dapat
mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan
menghilangkan nafsu makan.
Karakteristik Talas Banten
Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) atau yang dikenal juga
sebagai beneng (besar dan koneng/kuning) atau giant taro atau big elephant’s
ear mempunyai ukuran besar dan bagian umbinya berwarna kuning. Umbi talas
yang sudah berumur 3 tahun bisa mencapai panjang 2 meter dengan diameter
15 cm, dimana sebagian umbi masuk ke dalam tanah dan sebagian lainnya
berada di atas permukaan tanah (Manner 2010). Selain potensi ukurannya, talas
ini memiliki kadar protein dan mineral yang relatif tinggi. Menurut Noviamayasari
(2010) talas Banten memiliki kandungna protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan talas Bogor, talas Pontianak dan talas Malang. Potensi ini didukung pula
oleh kemudahan budidayanya baik pada lahan basah maupun kering (Basyir
1999) sehingga pengembangan pertanamannya dapat dilakukan di lahan
marjinal.
Di Banten, talas ini ditemukan tumbuh liar di lereng bukit dan pekarangan.
Pada umumnya di Indonesia, talas lebih banyak digunakan sebagai bahan
pangan pelengkap seperti kudapan (keripik, kolak, ubi goreng dan ubi rebus)
atau tambahan sayur. Di negara-negara lain seperti di Jepang dan New Zealand,
talas telah dimanfaatkan sebagai bahan baku produk berbasis karbohidrat
seperti roti, kue-kue, makanan bayi atau produk-produk ekstrusi yang bernilai
ekonomi tinggi.
Tabel 2 Komposisi kimia umbi talas Banten per 100 gram bahan
Kandungan gizi
Energi (kkal)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Serat kasar (%)
Pati (%)
Sumber: Berkah 2010
Jumlah
83.7
2.01
0.27
18.3
0.73
15.21
7
Salah satu kendala dalam penggunaan talas sebagai bahan baku produk
olahan adalah kandungan oksalatnya yang tinggi (61.783 ppm). Konsumsi
makanan berkadar oksalat tinggi dapat mengganggu kesehatan karena dapat
menyebabkan pembentukan batu oksalat atau batu ginjal. Selain itu, adanya
oksalat dapat menurunkan penyerapan kalsium oleh tubuh (Njintang dan
Mbofung 2003).
Metode fisik yang paling umum digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa gatal akibat kandungan kalsium oksalat adalah dengan
pemanasan, dikarenakan kalsium oksalat labil terhadap panas. Pemanasan
dapat dilakukan melalui perebusan atau pengukusan. Secara biologis kandungan
kalsium oksalat dapat dikurangi dengan fermentasi anaerobic (Iwuoha dan Kalu
1995). Perendaman dengan larutan garam 1% selama 20 menit dilaporkan dapat
menurunkan kadar oksalat secara maksimal. Perendaman dengan larutan garam
dikombinasikan dengan blanching dapat menurunkan kadar oksalat (dalam
bentuk asam oksalat) hingga 37.2% (Dahal dan Swamylinappa 2006).
Perendaman dalam larutan garam (NaCl) juga banyak dilakukan untuk
mengurangi efek gatal pada talas.
Pembuatan Tepung Talas Banten
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan
atau penepungan. Kadar air yang dimiliki tepung rendah, hal ini berpengaruh
terhadap keawetan suatu bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam
bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis/asal
bahan, perlakuan yang telah dialami oleh bahan pangan, kelembaban udara,
tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan
untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan
penjemuran atau dengan alat pengering biasa. Proses pembuatan tepung umbiumbian sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbiumbian itu sendiri (Lingga 1986). Proses pembuatan tepung talas diawali dengan
pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan
dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan
perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena
secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian dilakukan
proses pengeringan pada suhu sekitar 50-60oC yaitu, pada saat kadar air
mencapai 12%. Pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang
dikeringkan tersebut dibolak-balik agar kering secara merata. Hasil dari
8
pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling untuk
menghasilkan tepung talas yang seragam dilakukan proses pengayakan.
Karakteristik Kacang Hijau
Phaseolus radiatus, Linn merupakan nama botani kacang hijau (Kay
1979). Kacang hijau termasuk ke dalam family Leguminoceae, sub family
Papillionideae, genus Phaseolus, dan spesies radiates (Marzuki 1977).
Buah kacang hijau berbentuk pedang-pedangan, kecil dan memanjang.
Warna buahnya hijau sewaktu masih muda dan nantinya akan menjadi ungu tua
setelah cukup tua. Setiap buah terdapat 5 sampai lebih dari 10 biji kacang hijau.
Biji tersebut ada yang mengkilap dan ada pula yang kusam (Kay 1979). Biji
kacang hijau terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit biji, endosperma dan lembaga. Kulit
biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan, kerusakan fisik mekanis, dan
serangan kapang atau serangga. Endosperma merupakan bagian biji yang
mengandung makanan untuk pertumbuhan lembaga. Lembaga akan membesar
selama pertumbuhan biji tersebut.
Tabel 3 Komposisi kimia kacang hijau per 100 gram bahan
Komponen
Jumlah
Energi (kkal)
345
Air (g)
10
Lemak (g)
1.26
Protein (g)
22.2
Karbohidrat (g)
62.9
Kalsium (mg)
125
Fosfor (mg)
320
Besi (mg)
6.7
Vitamin A (IU)
157
Vitamin B1 (mg)
0.64
Sumber: Suprapto dan Sutarman 1982
Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar dibandingkan
dengan
komponen-komponen
lain
yang
terdapat
dalam
kacang
hijau.
Karbohidrat tersusun atas pati, gula dan serat kasar (Sathe et al 1982). Menurut
Kay (1979), pati kacang hijau terdiri atas 28.8% amilosa dan 71.2 % amilopektin.
Gula kacang hijau didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa,
stakiosa, dan verbaskosa. Pati pada kacang hijau mempunyai daya cerna 99.8%,
sehingga dapat dikatakan bahwa daya cerna karbohidrat kacang hijau tinggi.
Protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat yang
terdiri dari berbagai asam amino diantaranya merupakan asam amino essensial.
Tabel 4 menunjukan kandungan asam amino essensial pada kacang hijau.
Seperti kacang-kacangan pada umumnya, protein kacang hijau hanya sedikit
9
mengandung asam amino belerang (metionin dan sistin) namun kaya akan lisin.
Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang cukup tinggi yaitu, sebesar
81%, namun daya cerna protein ini dipengaruhi adanya inhibitor tripsin. Aktivitas
tripsin tersebut dapat pula dipengaruhi oleh adanya tannin dan polifenol.
Tabel 4 Komposisi asam amino essensial kacang hijau
Asam amino
Triptofan
Threonin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Methionin dan Sistin
Fenilalanin dan Tirosin
Valin
Sumber: USDA 2008
Jumlah (mg/g)
10.88
32.72
42.10
77.28
69.62
20.75
90.25
51.76
Karakteristik Cookies
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipanaskan penampang
potongannya bertekstur kurang padat (BSN 1992). Cookies yang dihasilkan
harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi.
Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku
secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 012973-1992) adalah sebagai berikut.
Tabel 5 Syarat mutu cookies menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria uji
Kalori (Kal/100 gram)
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Logam berbahaya
Bau dan rasa
Warna
Sumber : BSN 1992
Klasifikasi
Min 400
Max 5
Min 9
Min 9.5
Max 70
Max 0.5
Max 1.5
Negative
Normal dan tidak tengik
Normal
Bahan-bahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan cookies
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahanbahan yang berfungsi sebagai bahan pengikat adalah sebagai berikut tepung,
susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut
adalah gula, lemak, dan kuning telur (Matz dan Matz 1978).
10
Fungsi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies
Tepung yang biasanya digunakan dalam pembuatan cookies adalah
tepung terigu. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk
adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk
struktur cookies, serta memberi cita rasa. Tepung terigu dapat dibagi
berdasarkan kadar proteinnya yaitu, soft flour, medium flour, dan strong flour.
Komponen penting yang membedakan tepung terigu dengan bahan
lainnya adalah kandungan protein, jenis gluten dan gliadin, yang pada kondisi
tertentu dengan air dapat membentuk massa yang elastis dan dapat
mengembang yang disebut gluten. Kandungan gluten dalam tepung terigu
sebanyak 80% dari protein total. Adanya gluten yang menghasilkan sifat
viskoelastis membuat adonan terigu mampu dibuat lembaran, digiling, maupun
dibuat mengembang. Dari karakter khas tersebut dihasilkan beratus-ratus produk
yang sulit ditiru oleh bahan non-terigu (Utami 1998).
Untuk menghasilkan cookies yang bermutu baik digunakan tepung terigu
dari gandum lunak yang mempunyai kadar protein 8-9% dan kadar abu kurang
dari 0.6%. Tepung jenis ini sifat glutennya kurang baik sehingga cocok untuk
jenis makanan yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Bila tepung
gandum yang digunakan semakin keras, maka semakin banyak gula dan lemak
yang harus ditambahkan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Tepung terigu
dengan kadar protein yang tinggi akan mempengaruhi kekerasan cookies dan
kekerasan remah bagian dalam, serta penampakan permukaan (Matz dan Matz
1978).
Fungsi Telur dalam Pembuatan Cookies
Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan
pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan untuk
menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata
pada adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, flavour, dan melembutkan
tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur.
Dalam pembuatan cookies penggunan kuning telur tanpa putih telur
akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas citarasa yang
sempurna, tetapi struktur cookies tidak sebaik pada penggunan telur secara
keseluruhan. Oleh karena itu agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan
putih telur secukupnya (Matz dan Matz 1978)
11
Fungsi Lemak dalam Pembuatan Cookies
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
cookies. Di dalam adonan lemak mempunyai fungsi sebagai shortening dan
pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung
terigu sehingga jaringan gluten didalamnya akan diputus dan karateristik
makanan setelah dipanggang menjadi tidak keras dan cepat meleleh di dalam
mulut (Manley 1983).
Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies biasa
disebut shortening. Jumlah dan jenis shortening dalam formula berpengaruh
terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal dari lemak
hewani (mentega) maupun lemak nabati (margarine). Shortening yang biasanya
digunakan dalam pembuatan cookies adalah mentega. Rendahnya titik cair pada
mentega menyebabkan produk menjadi berminyak. Untuk mengurangi efek
berminyak yang dihasilkan oleh mentega biasanya ditambahkan margarine (Matz
dan Matz 1978).
Fungsi Susu Skim dalam Pembuatan Cookies
Susu skim adalah bagian dari susu yang tertinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari
susu, kecuali lemak dan vitamin larut lemak. Susu skim ditambahkan untuk
memperbaiki penerimaan seperti warna, rasa, dan aroma, serta sebagai bahan
pengisi,
menyerap
air,
mengontrol
pengembangan
adonan,
dan
dapat
meningkatkan nilai gizi (Matz dan Matz 1978).
Fungsi Gula dalam Pembuatan Cookies
Dalam formulasi cookies, gula tidak hanya berfungsi sebagai pemanis
tetapi juga membentuk tekstur, pemberi warna, dan kontrol pengembang
adonan. Penambahan gula membuat susunan dan butiran remah menjadi halus
serta membuat kerak cookies berwarna coklat tua. Gula yang digunakan
biasanya dalam bentuk gula pasir, gula pasir halus, atau tepung gula.
Penggunaan gula halus akan memberikan hasil yang lebih baik karena tidak
menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar (Matz dan Matz 1978).
Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan
Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam
kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi
mutu tertentu (Arpah dan Syarief 2000). Penentuan umur simpan suatu produk
12
dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi
perubahan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Ellis 1994).
Secara alami produk pangan akan mengalami kerusakan. Kerusakan
tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan penyimpanan. Pada masa
simpan, satu atau beberapa atribut dari produk dapat mengalami perubahan ke
arah yang tidak diinginkan. Pada saat tersebut, produk tidak layak untuk
dikonsumsi dan telah mencapai akhir dari masa simpannya (Ellis 1994).
Ciri-ciri produk pangan yang telah kadaluarsa yang paling mudah untuk
diamati adalah perubahan warna, perubahan aroma, timbulnya kapang,
berlendir, dan lain sebagainya. Disamping ciri-ciri fisik yang mudah diamati,
ternyata ada pula kerusakan yang tidak menampakkan gejala-gejala apapun,
sehingga sulit diamati. Kerusakan-kerusakan yang tidak menampakan gejala fisik
tersebut umumnya disebabkan oleh mikroba (Arpah 2001).
Menurut Syarief dan Halid (1993), analisis penurunan mutu perlu beberapa
pengamatan, yaitu harus ada parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan
parameter tersebut mencerminkan keadaan mutu dari produk yang dikemas.
Parameter tersebut dapat berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, uji
kadar vitamin C, uji cita rasa, tekstur, warna, total mikroba dan sebagainya.
Parameter penurunan mutu didasarkan pada parameter yang paling sensitif
terhadap mutu suatu produk.
Hasil analisis menggunakan metode-metode pendugaan umur simpan
pangan dan diikuti dengan penentuan umur simpan pangan (Shelf Life Testing)
yang dilakukan secara laboratories dan mengikuti prosedur dan standar tertentu
menghasilkan tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa (Arpah 2001).
Floros (1993) menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga dan
kemudian ditetapkan waktu kadaluarsa dengan menggunakan dua konsep studi
penyimpanan produk pangan, yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS)
atau penentuan umur simpan dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau
pendugaan umur simpan. ESS yang sering juga disebut sebagai metode
konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan
suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan
terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode
ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang
panjang, analisa karakteristik mutu yang dilakukan relatif banyak dan biaya yang
dikeluarkan besar.
13
Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan suatu produk
digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode
akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal
sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat
lebih cepat dilakukan (Arpah dan Syarief 2000). Penggunaan metode akselerasi
harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan
produk yang bersangkutan (Ellis 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang
dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen serta
kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan
dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan
kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum
digunakan, serta kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya
air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang
terlipat (Labuza 1982).
Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan
kering adalah model air kritis. Pada metode ini, kondisi lingkungan memiliki
kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim sehingga kadar air kritis lebih
cepat tercapai daripada kondisi normal. Produk pangan kering yang disimpan
akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Pendugaan umur
simpan dengan metode pendekatan model air kritis pada umumnya digunakan
untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari
lingkungan.
Dalam metode air kritis, kerusakan produk didasarkan semata-mata pada
kerusakan produk akibat menyerap air dari luar hingga mencapai batasan yang
tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk
pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik disebut kadar air kritis.
Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang
akan spesifik untuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk
mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk. Produk pangan yang
umur simpannya dapat ditentukan dengan metode air kritis antara lain biskuit,
wafer, permen, makanan ringan (snack dan chips), dan produk insatan (powder)
Model kadar air kritis ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,
salah satunya yaitu menggunakan kurva sorpsi isotermis. Pendekatan kurva
14
sorpsi isotermis digunakan untuk produk yang mempunyai kurva isotermis yang
biasanya berbentuk sigmoid (bentuk S)(Buckle et al 1987). Pada kenyataannya,
grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan (kurva adsorpsi) dan
grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (desorpsi) tidak pernah
berhimpit. Keadaan demikian disebut fenomena histerisis. Fenomena ini
diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh
dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histerisis dan bentuk kurva sangat
beragam tergantung faktor-faktor seperti bahan pangan, perubahan fisik yang
terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi, dan
tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema 1996).
Formulasi Produk dengan Metode Response Surface Methodology (RSM)
RSM adalah metode yang mengeksplorasi hubungan dari masing-masing
unsur dalam penelitian, misalnya hubungan suatu hasil penelitian dengan
sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik
optimasi RSM bekerja berdasakan pada proses atau siklus pengetahuangagasan-analisis desain secara berulang.
Efektivitas teknik optimasi RSM tergantung pada lima asumsi sebagai
berikut: 1. faktor kritis dari suatu produk atau proses diketahui; 2. daerah atau
batasan dimana level faktor dapat mempengaruhi produk diketahui; 3. faktorfaktor bervariasi secara berkesinambungan sepanjang sebaran penelitian yang
diuji; 4. ada fungsi matematis yang menghubungkan faktor dengan respon
terukur; dan 5. respon yang ditetapkan oleh teknik optimasi ini merupakan suatu
permukaan halus. Kegunaan teknik optimasi antara lain adalah dapat
menentukan kombinasi optimum dari faktor (peubah bebas) yang akan
mendapatkan
respon
(peubah
tak
bebas)
yang
diinginkan
dan
dapat
mengambarkan bahwa respon mendekati optimum, dapat menetukan bagaimana
suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-fakor pada
level tertentu, dan dapat menentukan level faktor yang akan menghasilkan
sekumpulan spesifikasi yang diinginkan secara simultan (Rahmawati 2010).
15
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian
Laboratorium
ini
dilakukan
Organoleptik,
dan
di
Laboratorium
Laboratorium
Pengolahan
Analisis
Kimia
Pangan,
Pangan
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor,
serta
Laboratorium
Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembanga