Optimasi formula brownies berbasis tepung talas banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai pangan sumber serat

(1)

Wulandari

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(Xanthosoma undipes K. Koch) as A Source of Dietary Fiber. Under direction of BUDI SETIAWAN and WINDA HALIZA.

The aim of the study was formula optimation of brownies made of banten taro (Xanthosoma undipes K. Koch) and commercial corn starch using simplex lattice mixture design of Response Surface Methodology (RSM). This formulation used Design Expert 8.0.4 Trial. The range of the components are 70-100% banten taro flour and 0-30% commercial corn starch. Results showed that the optimum formula was obtained from 86% banten taro flour and 14% commercial corn starch. The chemical composition of this brownies have high value of dietary fiber (16.04% of ALG for each serving size). The overall sensory properties were good acceptance from the panelists, scored 6.7 out of 9.0.


(3)

Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Pangan Sumber Serat. Dibimbing oleh : BUDI SETIAWAN dan WINDA HALIZA

Berbagai penelitian epidemiologis telah membuktikan peranan fisiologis serat makanan terhadap sistem pencernaan manusia. Namun konsumsi serat masyarakat Indonesia masih tergolong kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk pelabelan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan konsumsi serat, salah satunya dengan memperkaya kandungan serat pada makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat.

Talas merupakan bahan pangan lokal yang cukup populer di Indonesia. Namun, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengolahan talas menyebabkan pemanfaatan talas masih kurang. Talas banten merupakan jenis talas yang memiliki kandungan serat tertinggi (Nurapriani 2010). Tepung talas berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai produk makanan, salah satunya brownies panggang. Brownies panggang merupakan makanan yang populer dan bayak digemari masyarakat pada berbagai golongan usia. Selain itu, brownies merupakan produk bakery yang bertekstur agak bantat, tidak memerlukan tepung bergluten tinggi, sehingga berpeluang untuk dimodifikasi.

Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh formula brownies berbasis tepung talas asal Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) yang optimal dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Tujuan khususnya adalah: (1) mempelajari proses pembuatan tepung talas banten, (2) mempelajari sifat kimia tepung talas banten, (3) memformulasikan tepung talas asal banten untuk pembuatan brownies, (4) mengetahui profil tekstur, kandungan serat pangan, dan tingkat kesukaan panelis dari setiap formula brownies (5) menentukan formula brownies berbasis tepung talas asal banten yang optimal dengan RSM (6) mengetahui sifat fisikokimia formula brownies terpilih, dan (7) menentukan takaran saji brownies tepung talas banten terpilih.

Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pembuatan tepung talas banten, formulasi tepung talas banten dan maizena, analisis sifat fisik dan kimia, serta organoleptik brownies berbagai formula tepung talas banten, optimasi brownies tepung talas banten, validasi, dan penentuan takaran saji brownies tepung talas banten terpilih. Kisaran setiap komponen yaitu 70-100% tepung talas banten dan 0-30% maizena. Hasil formulasi dengan simplex lattice mixture design pada Design Expert 8.0.4 Trial diperoleh delapan formula tepung talas banten-maizena, yakni secara berturut-turut 70%-30% (F1), 70%-30% (F2), 77,5%-22,5% (F3), 85%-15% (F4), 85%-15% (F5), 92,5%-7,5% (F6), 100%-0% (F7), dan 100%-0% (F8). Seluruh formula tersebut digunakan dalam pembuatan brownies. Selanjutnya seluruh brownies tersebut dianalisis profil tekstur, total serat pangan, dan sifat organoleptiknya. Seluruh hasil analisis tersebut digunakan untuk proses optimasi. Formula komposisi tepung talas dan maizena terpilih divalidasi dan dihitung takaran sajinya.

Tepung talas mengandung 7,07%bb air, 1,69%bb abu, 0,41%bb lemak, 6,74%bb protein, 84,09%bb karbohidrat, 17,81%bb total serat pangan, dan 367 kkal/100 gram bahan energi. Kandungan air tepung talas banten tersebut sudah memenuhi syarat kadar air yang aman untuk tepung yaitu <14%, sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang (Winarno dan Jenie 1974 di dalam Honestin 2007).


(4)

(hardness), elastisitas (springiness), kelekatan (adhesiveness), kekompakan (cohesiveness), kerapuhan (fractubility), dan kekenyalan (chewiness). Uji ragam menunjukkan adanya perbedaan nilai hardness cycle 1 dan 2, springiness, fractubility, dan chewiness yang nyata (p<0,05) antar formula.

Kisaran kandungan total serat pangan brownies formulasi adalah antara 9,64-12,29%. Seluruh brownies yang dibuat dengan tepung talas banten memiliki kandungan serat pangan yang lebih tinggi dibandingkan brownies kontrol. Brownies yang memiliki kandungan serat tertinggi adalah brownies F7 yakni, brownies dengan 100% tepung talas. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan total serat pangan yang nyata (p<0,05) antar formula.

Hasil uji organoleptik menunjukkan adanya perbedaan kesukaan terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan brownies yang nyata (p<0,05) antar formula. Hasil uji mutu hedonik brownies tepung talas banten menunjukkan bahwa brownies yang paling disukai memiliki karakteristik warna agak coklat gelap, rasa agak manis, aroma agak harum, dan tekstur agak lembut.

Seluruh parameter yang memiliki nilai yang berbeda nyata antar formula digunakan sebagai batasan dalam proses optimasi. Batas hasil analisis tekstur ditetapkan berdasarkan profil tekstur brownies kontrol. Batas total serat dan uji hedonik adalah maximize. Hal ini ditujukan agar produk hasil optimasi memiliki kadar serat setinggi mungkin dan paling disukai oleh panelis. Nilai desirability tertinggi menjadi dasar pemilihan formula terpilih, yaitu formula dengan komposisi tepung talas banten 86% dan tepung maizena 14%. Hasil validasi menunjukkan hasil analisis tekstur, total serat, dan uji hedonik tidak berbeda jauh dengan nilai prediksi yang dihasilkan program DX trial 8.0.4 pada optimasi. Hal ini menunjukkan bahwa optimasi formula brownies tepung talas banten dengan menggunakan metode RSM sesuai dengan hasil analisis sebenarnya.

Takaran saji brownies tepung talas banten terpilih adalah 42 gram. Setiap takaran saji brownies tersebut mengandung 200 kkal energi, 1,96 g protein, 12,03 g lemak, 21,01 g karbohidrat, dan 4,01 g serat pangan. Brownies tepung talas banten terpilih memenuhi 16,04% Angka Label Gizi (ALG) Indonesia, sehingga brownies tersebut dapat diklaim sebagai pangan sumber serat.


(5)

WULANDARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

NIM : I14060727

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Winda Haliza, STP. M.Si

NIP.19621218 198703 1 001 NIP.19780706 200501 2 001

Mengetahui : Ketua Departemen

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP.19621218 198703 1 001


(7)

pertama dari pasangan Bapak Bambang Riadi dan Ibu Sudiarti. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN Pulogebang 04 Pagi tahun 2000, pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMPN 172 Jakarta pada tahun 2003, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMAN 12 Jakarta tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006. Setelah mengikuti masa perkuliahan tingkat persiapan bersama (TPB), penulis masuk mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dengan minor Perkembangan Anak. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di Organisasi HIMAGIZI (Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi) IPB pada tahun 2007-2009. Selama perkuliahan penulis juga memperoleh beasiswa yakni beasiswa SPP++ dan beasiswa BKM. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan

Kuliah Kerja Profesi di daerah Sukawening, Bogor dengan judul “Penerapan 3S

(Sehat Perilaku, Sehat Lingkungan, dan Sehat Konsumsi) sebagai Upaya

Percepatan Perwujudan Desa Siaga” didanai oleh LPPM IPB. Penulis juga

melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta pada tahun 2010.

Penulis aktif dalam penulisan karya ilmiah. Tahun 2008 dan 2009 penulis berhasil mendapatkan dana dari DIKTI dalam program kreativitas mahasiswa kewirausahaan dengan judul secara berturut-turut “Cookies dan Cake Bekatul sebagai Upaya Menciptakan Peluang Usaha Baru dan Mengatasi

Hiperkolesterolemia” dan “Cassava Vruitpao, Cemilan Sehat Berbasis Pangan

Lokal sebagai Upaya Kampanye Konsumsi Sayur dan Buah”. Sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema “Optimasi Formula Brownies Berbasis Tepung Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai

Pangan Sumber Serat” bekerjasama dengan Balai Besar Penelitian dan


(8)

dan karunia-Nya penulisan skripsi berjudul “Optimasi Formula Brownies Berbasis Tepung Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Pangan Sumber

Serat” dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan buah hasil usaha dan doa dari

suatu proses yang penuh dengan tantangan. Selama proses penyusunan skripsi ini, banyak hal yang bisa penulis dapatkan dan pelajari untuk bekal di kemudian hari. Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari banyak pihak.

Penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Winda Haliza, STP. M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi

2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan berharga dalam perbaikan skripsi ini 3. Mama, papa, dan adik tercinta atas kasih sayang dan dukungan tiada

henti yang diberikan selama ini

4. Tim peneliti talas banten di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor tahun 2010

5. Teman-teman peneliti talas banten (Dian Novita dan Eka Marliana), tak berani membayangkan jika harus melalui proses ini tanpa kalian

6. Para Teknisi dan Laboran Balai Besar Pasca Panen dan Laboratorium Gizi Masyarakat atas bantuan yang diberikan selama penelitian

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari skripsi ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Talas dan Produk Turunannya ... 4

Maizena (Pati Jagung) ... 7

Serat Pangan ... 7

Brownies... .. 9

Response Surface Methodology (RSM)………. 10

METODE Waktu dan Tempat ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Tahapan Penelitian ... 13

Pembuatan Tepung Talas Banten... 13

Formulasi Tepung………... 15

Pembuatan Brownies ………... 15

Analisis Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Brownies... 16

Penentuan Takaran Saji ………... 16

Pengolahan dan Analisis Data... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tepung Talas Banten... ... 17

Profil Tekstur Brownies Tepung Talas Banten... ... 19

Total Serat Brownies Tepung Talas Banten... ... 24

Sifat Organoleptik Brownies Tepung Talas Banten... ... 25

Warna …... 25

Rasa……... 27

Aroma………... 28

Tekstur………... 29

Keseluruhan……... 30

Formula Tepung Talas dan Maizena Optimal dalam Pembuatan Brownies………... 31

Validasi Formula Brownies Optimal ….………... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35

Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(10)

1 Komposisi kimia talas banten (Xanthosoma undipes). ... . 5

2 Adequate Intakes (AI) serat per hari menurut jenis kelamin dan usia ... . 8

3 Formula tepung talas dan maizena ... . 15

4 Komposisi kimia tepung talas banten ... . 18

5 Profil tekstur brownies tepung talas banten………... 19

6 Kandungan total serat brownies tepung talas banten... 24

7 Solusi optimasi brownies tepung talas banten ... 32

8 Validasi nilai uji hedonik keseluruhan dan serat pangan formula terpilih... 33

9 Komposisi kimia brownies formula terpilih... 33


(11)

1 Diagram alir pembuatan tepung talas... ... 6

2 Proses pembuatan tepung talas banten... 14

3 Proses pembuatan brownies tepung talas banten ... 15

4 Talas banten dengan dengan umur panen 10 bulan ... 17

5 Tepung talas banten... ... 17

6 Model hardness cycle 1 (a) dan hardness cycle 2 (b) brownies tepung talas banten ……… 20

7 Model springiness brownies tepung talas banten... 21

8 Model adhesiveness brownies tepung talas banten... ... 21

9 Model cohesiveness brownies tepung talas banten ... 22

10 Model fractubility brownies tepung talas banten………. 23

11 Model chewiness brownies tepung talas banten... ... 23

12 Model total serat brownies tepung talas banten... 25

13 Nilai rataan kesukaan warna brownies tepung talas banten... ... 26

14 Model kesukaan warna brownies tepung talas banten... ... 26

15 Nilai rataan kesukaan rasa brownies tepung talas banten ... 27

16 Model kesukaan rasa brownies tepung talas banten ... 27

17 Nilai rataan aroma brownies tepung talas banten... ... 28

18 Model kesukaan aroma brownies tepung talas banten... ... 28

19 Nilai rataan tekstur brownies tepung talas banten ... 29

20 Model kesukaan tekstur brownies tepung talas banten ... 29

21 Nilai rataan kesukan terhadap keseluruhan brownies tepung talas banten………... 30

22 Model kesukaan terhadap keseluruhan brownies tepung talas banten... 31


(12)

1 Anaisis kimia tepung dan talas banten ... . 40

2 Perhitungan jumlah energi ... . 45

3 Formulir uji hedonik ... . 46

4 Formulir uji mutu hedonik ... . 47

5 Hasil uji ragam (ANOVA) profil tekstur brownies tepung talas banten dengan Design Expert Trial 8.0.4 ... . 48

6 Hasil uji ragam (ANOVA) total serat brownies tepung talas banten dengan Design Expert Trial 8.0.4 ... . 51

7 Hasil uji ragam (ANOVA) hedonik brownies tepung talas banten dengan Design Expert Trial 8.0.4 ... . 52

8 Hasil ANOVA mutu hedonik brownies………... ... . 54


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serat pangan sempat diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi manusia. Namun belakangan ini, berbagai penelitian epidemiologis telah membuktikan peranan fisiologis serat pangan terhadap sistem pencernaan manusia. Kurangnya konsumsi serat pangan menjadi salah satu faktor penyebab beberapa penyakit seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dan hiperlipidemia (Astawan 1998; Sulastri et al. 2005).

Serat pangan diidentifikasi oleh Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang sebagai salah satu zat yang dianggap dapat meningkatkan kesehatan. Namun, berbagai penelitian menunjukkan konsumsi serat masyarakat Indonesia masih tergolong kurang dari Angka Kecukupan Gizi untuk pelabelan di Indonesia, yakni 25 gram per 2000 kkal (Sulastri et al. 2005; Mahyar 2010). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan konsumsi serat, salah satunya dengan memperkaya kandungan serat pada makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat.

Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia, salah satunya umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan bahan pangan yang memiliki rasa yang unik dan kandungan gizi yang baik, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif. Talas merupakan jenis umbi-umbian yang memiiki potensi besar sebagai sumber bahan pangan.

Talas merupakan bahan pangan yang cukup populer di Indonesia. Pengolahan umbi talas sebagai bahan pangan di Indonesia masih tergolong sederhana. Umumnya talas hanya dimanfaatkan sebatas umbi segarnya saja yang diolah dengan cara direbus, disayur, digoreng, dan dibuat keripik. Menurut Ridal (2003), talas memiliki kandungan pati yang tinggi yakni 68,25%bk sehingga berpotensi dijadikan sebagai bahan baku tepung-tepungan.

Talas terbagi ke dalam berbagai varietas. Nurapriani (2010) menjelaskan bahwa talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) merupakan jenis talas yang tepungnya memiliki kandungan serat pangan yang lebih tinggi dibandingkan jenis talas lainnya seperti talas mentega. Selain itu, talas yang dikenal juga sebagai beneng (besar dan koneng/kuning) ini memiliki bagian yang dapat dimakan dalam jumlah besar yang berupa batang umbi. Panjangnya dapat mencapai 120


(14)

cm dengan berat 42 kg dan ukuran lingkar luar 50 cm. Talas jenis tersebut banyak tumbuh di daerah Banten dan sedang digalakkan budidayanya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendukung ketahanan pangan dengan mengangkat potensi tanaman lokal.

Tepung talas berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai produk makanan, salah satunya brownies panggang. Brownies panggang merupakan makanan yang populer dan banyak digemari masyarakat pada berbagai golongan usia, termasuk anak usia sekolah. Brownies merupakan produk rerotian (bakery) yang termasuk ke dalam kategori cake. Produk bakery meliputi roti, cookies, dan cake merupakan produk yang banyak dikonsumsi (Bakke dan Vickers 2007). Brownies banyak disajikan dalam acara-acara pertemuan karena proses pengolahannya yang praktis. Selain itu, brownies merupakan produk bakery yang bertekstur agak bantat, tidak memerlukan tepung bergluten tinggi, sehingga berpeluang untuk dimodifikasi.

Muntikah (2010) menjelaskan bahwa substitusi tepung terigu dengan tepung nonterigu pada makanan semi basah akan menghasilkan testur yang keras dan bantat. Maizena merupakan salah satu bahan yang dapat meningkatkan elastisitas dan melembutkan cake (Martinus 2008)

Saat ini penelitian mengenai penggunaan tepung talas banten dalam pembuatan produk makanan masih jarang dilakukan. Dengan demikian diperlukan upaya pengembangan tepung talas banten untuk bahan baku produk makanan seperti brownies pada penelitian ini, sehingga dapat diketahui sifat kimia, dan tingkat kesukaan panelis terhadap produk brownies ini.

Tujuan Penelitian Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh formula brownies berbasis tepung talas banten (Xanthosoma undipes K. Koch) yang optimal dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM).

Tujuan khusus

1. Mempelajari proses pembuatan tepung talas banten 2. Mempelajari sifat kimia tepung talas banten

3. Memformulasikan tepung talas banten untuk pembuatan brownies

4. Mengetahui profil tekstur, kandungan serat pangan, dan tingkat kesukaan panelis dari setiap formula brownies


(15)

5. Menentukan formula brownies berbasis tepung talas banten yang optimal dengan RSM

6. Mengetahui sifat fisikokimia brownies berbasis tepung talas banten terpilih

7. Menentukan takaran saji brownies berbasis tepung talas banten terpilih Kegunaan

Bagi masyarakat penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan daya guna tepung talas banten sebagai upaya diversifikasi pangan dan peningkatan konsumsi serat. Bagi pihak industri penelitian ini memberikan informasi untuk mengembangkan pemanfaatan tepung talas banten pada berbagai macam produk pangan yang saat ini belum banyak beredar di masyarakat. Bagi akademisi penelitian ini memberikan informasi karakteristik tepung talas banten yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Talas dan Produk Turunannya

Talas merupakan tumbuhan berumbi yang tersebar dalam tiga genus, yaitu Colocasia, Xanthosoma, dan Alocasia, dari family Araceae. Di Indonesia, talas tersebar dalam berbagai varietas yang dibedakan berdasarkan morfologinya. Perbedaan varietas berpengaruh pada besar umbi, warna umbi, daun, dan pelepah daun. Perbedaan varietas juga dapat dilihat pada umur panen, rasa gatal dan komposisi kimianya (Ali 1996).

Talas merupakan tanaman yang umbinya banyak mengandung air (Rukmana 1998). Tanaman tersebut merupakan tanaman umbi-umbian yang dapat mengeluarkan getah berwarna putih seperti susu. Bentuk umbi talas lonjong sampai agak membulat.

Kay (1973) menyatakan bahwa talas tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Talas dapat tumbuh dengan baik pada daerah kering dan basah sebab talas tidak memerlukan pengairan dalam pertumbuhannya. Menurut Soesarsono (1976), umbi talas dapat dipanen setelah berumur 6-18 bulan, tergantung pada varietasnya.

Talas telah lama dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat Indonesia. Hampir seluruh bagian tanaman talas dapat dikonsumsi. Umbi, helaian daun, dan tangkai daun talas dapat dimakan bila dimasak terlebih dahulu. Di Jawa, umbi talas biasa dikukus atau direbus untuk dihaluskan atau diiris tipis dan digoreng. Akar dan daun mudanya diolah menjadi sayur.

Talas banten (Xanthosoma undipes) dikenal dengan nama "beneng", merupakan singkatan dari besar dan koneng yang artinya berukuran besar dan berwarna kuning. Talas yang berasal dari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten ini sedang diupayakan untuk dijadikan salah satu komoditi bahan pangan pokok di Provinsi Banten selain komoditi beras dan umbi-umbian yang lain. Penanaman dan pengelolaan talas tersebut telah dikembangkan oleh warga kelompok tani setempat. Talas tersebut diolah menjadi berbagai bentuk seperti keripik, kue dan bahan dasar pangan lainnya (Anonim 2010).

Talas beneng memiliki karakteristik yang berbeda dengan talas dari daerah lainnya. Talas ini tumbuh liar di lereng gunung, memiliki batang yang besar dan panjang serta pada bagian akarnya terdapat umbi-umbi kecil (kimpul) yang bergerombol. Selain kimpul, bagian utama yang dapat dimakan adalah batang.


(17)

Talas beneng memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber pangan lokal. Umbi beneng muncul diatas permukaan tanah, talas lain, terpendam. Panjangnya bisa mencapai 1,2-1,5 m dengan bobot 35-40 kg pada umur 2 tahun. Lingkar umbi mencapai 45-55 cm. Begitu kulit dikupas, tampak warna umbi kuning menyala. Umbi itu dihasilkan dari pohon setinggi 2-2,5 m dengan daun raksasa sebesar 1 meter (Yajri 2010). Komposisi kimia talas banten dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia talas banten (Xanthosoma undipes K. Koch) Komposisi

Kimia

Umbi Talas Banten (%bb)

Tepung Talas Banten (%bb)*

Air 84,65 4,29

Abu 2,10 3,43

Pati 1,05 75,62

Lemak 0,33 1,12

Protein 1,10 6,29

Karbohidrat 84,88

Serat Kasar 2,99

Serat Pangan 7,19

Sumber: Mayasari (2010) * Nurapriani (2010)

Tepung merupakan bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Menurut Winarno (1997) tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar air yang rendah berperan penting terhadap keawetan bahan pangan. Jumlah kandungan air bahan pangan dipengaruhi oleh sifat dan jenis atau asal bahan, perlakuan yang telah dialami bahan pangan, kelembaban udara tempat penyimpanan, dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa.

Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis umbi-umbian yang digunakan (Lingga 1986). Menurut Onwueme (1978) talas dapat dikupas, dikeringkan, dan kemudian dihaluskan menjadi tepung. Dalam skala komersil, tepung dibuat dengan mengupas, mengiris, dan mencuci umbi dengan air untuk menghilangkan getah. Irisan-irisan tersebut kemudian direndam dengan air selama satu malam, dicuci kembali, kemudian direndam dalam 0,25% asam sulfat selama tiga jam. Setelah diblansir dalam rebusan air selama 4-5 menit, irisan-irisan tersebut dikeringkan pada suhu 57-60o C. Setelah kering, irisan-irisan tersebut dihaluskan menjadi tepung.


(18)

Lingga (1986) menjelaskan proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar. Setelah itu umbi diiris tipis dan direndam dengan air. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan, sedangkan perendaman dimaksudkan untuk memberikan efek membersihkan. Selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 50-60o C, yaitu pada saat kadar air mencapai 12%. Proses ini dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan dibolak-balik agar umbi kering merata. Hasil pengeringan kemudian digiling dan diayak agar ukuran tepung yang dihasilkan seragam. Bagan alir pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir pembuatan tepung talas (Mayasari 2010).

Tepung talas dapat diolah menjadi aneka produk yang meliputi produk kering, produk semi basah, dan basah. Tepung talas juga dapat dikompositkan dengan tepung lain untuk memperbaiki sifat-sifatnya atau memperkaya kandungan gizinya. Sebagai contoh, tepung talas yang dikompositkan dengan

Umbi talas

Pengupasan

Pencucian dengan air

Penyawutan dengan ketebalan 0,1 mm

Pencucian dengan air

Perendaman 3 jam dengan air hangat

Pengeringan 50-60oC dengan cabinet drier, 6-12 jam

Penggilingan 100 mesh

Tepung


(19)

tepung pisang dan kacang hijau (perbandingan 50:30:20) lalu diolah menjadi breakfast meal memiliki nilai gizi yang cukup lengkap untuk sarapan (Tegar 2010). Tepung talas dapat menghasilkan produk yang lebih awet karena daya mengikat airnya tinggi (Winarno 1997).

Maizena (Pati Jagung)

Maizena (pati jagung) merupakan salah satu produk yang dikembangkan dari tanaman jagung. Proses pembuatan pati jagung terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama jagung pipil dibersihkan dari kotoran dan benda asing. Selanjutnya jagung direndam dalam air hangat selama 50 jam hingga biji jagung membesar dua kali lipat dan kadar air naik menjadi 15-45%. Biji jagung tersebut kemudian digiling untuk meghilangkan kulit dan memecah ikatan antara lembaga (germ), dan inti jagung. Selanjutnya dilakukan pemisahan pati dan gluten. Kemudian pati tersebut dicuci untuk memurnikan pati (mengurangi serat dan protein). Langkah terahir adalah pati dikeringkan dan dikemas (Sianipar 2007).

Maizena mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga akan meningkatkan viskositas atau kekentalan. Maizena banyak dimanfaatkan dalam pembuatan kue dan makanan kering. Penggunaan maizena akan meningkatkan sifat tekstural bahan makanan, disamping meningkatkan nilai gizinya. Maizena jarang digunakan sebagai bahan utama pada pembuatan cake tetapi selalu menjadi bahan pembantu untuk mendapatkan tekstur sempurna. Pada pembuatan cake, maizena adalah bahan pembantu untuk melembutkan. Penggunaanya berkisar 10% sampai dengan 20% dari bahan tepung terigunya, sebab bila terlalu banyak cake akan mudah berjamur atau tidak awet (Bahlawan 2005). Maizena juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengental, misalnya pada saus dan puding.

Serat Pangan

Secara umum serat pangan didefinisikan sebagai bagian dari sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga tidak dapat diserap melalui usus halus (Astawan 1991). Serat pangan total terdiri dari komponen serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut air merupakan serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas. Contoh serat pangan larut antara lain gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman. Serat pangan tidak larut air merupakan serat pangan yang tidak larut dalam air panas maupun


(20)

dingin. Contoh serat pangan tidak larut antara lain selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, dan lilin tanaman (Muchtadi 2000).

Sebagian besar serat pangan yang terdapat di dalam makanan bersumber dari pangan nabati. Serat tersebut berasal dari dinding sel berbagai jenis buah-buahan, sayuran, serealia, umbi-umbian, dan lain-lain. Proporsi dari berbagai komponen serat pangan di setiap bahan pangan bervariasi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperi spesies, bagian tanaman yang dikonsumsi, dan kematangan (Muchtadi 2000).

Sizer dan Whitney (2000) menjelaskan bahwa Adequate Intakes (AI) serat per hari berbeda menurut jenis kelamin dan usia. Namun, angka kecukupan konsumsi serat yang terdapat pada Acuan Label Gizi (ALG) di Indonesia adalah 25 gram/2000 kkal (Karmini dan Briawan 2004).

Tabel 2 Adequate Intakes (AI) serat per hari menurut jenis kelamin dan usia Jenis

Kelamin

Usia (tahun)

Total Serat (g/hari)

Pria

1-3 19

4-8 25

9-13 31

14-18 38

19-30 38

31-50 38

>50 30

Wanita

1-3 19

4-8 25

9-13 26

14-18 26

19-30 25

31-50 25

>50 21

Sumber : Sizer dan Whitney (2000)

Astawan (1991) menjelaskan bahwa makanan kaya serat memiliki beberapa keuntungan bagi kesehatan. Diet tinggi serat dapat menurunkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes dan menurunkan konsentrasi kolesterol serum dari penderita giperkolesterolemik. Diet yang disuplementasi serat dapat menurunkan risiko atherosklerosis dan beberapa kanker tertentu. Selain itu, serat juga dapat meningkatkan perasaan kenyang.

Konsumsi serat yang berlebih dapat berdampak negatif bagi kesehatan, yaitu menurunkan absorpsi beberapa zat gizi, seperti mineral dan protein. Selain


(21)

itu, penggunaan serat yang berlebih ke dalam bahan pangan dapat menyebabkan diare dan flatulensi.

Brownies

Brownies merupakan salah satu jenis cake yang berwarna coklat kehitaman. Ada dua macam brownies, yakni brownies oven dan brownies kukus. Sama seperti cake, struktur brownies ketika dipotong terlihat keseragaman pori remah, berwarna menarik, dan jika dimakan terasa lembut, lembab, dan menghasilkan citarasa yang baik (Sunaryo 1985 di dalam Sulistiyo 2006). Brownies bertekstur padat (agak bantat) dibandingkan dengan cake sehingga tidak membutuhkan pengembangan gluten sebagaimana cake. Bahan penyusun utamanya yaitu telur, lemak, gula, dan terigu. Bahan tambahannya antara lain emulsifier dan pengembang (Sulistiyo 2006).

Telur sebagai bahan utama penyusun brownies berfungsi sebagai pengganti air, pembentuk struktur, pelembut, pengikat udara (aerasi), dan pendistribusi adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa. Kuning telur mengandung lesitin yang memiliki daya pengemulsi, sedangkan putih telur membentuk tekstur yang lebih ringan (Berenbaum 2003 dalam Febrial 2009).

Lemak dalam pembuatan brownies berfungsi melembutkan tekstur membentuk citarasa, memacu pengembangan, membantu aerasi, emulsifikasi adonan, dan meningkatkan nilai gizi. Lemak yang biasa digunakan adalah mentega dan margarin. Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses hidrogenasi parsial minyak nabati (Hariyadi et al. 2000 dalam Febrial 2009).

Gula sebagai bahan penyusun brownies berfungsi memberikan rasa manis, membentuk struktur, tekstur, dan keempukan, mengikat air, dan menjaga kelembaban. (Berenbaum 2003 dalam Febrial 2009). Selain itu, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena dapat mengurangi aw bahan pangan yang

menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1981).

Tepung yang umum digunakan dalam pembuatan brownies adalah tepung terigu lunak (Subarna 1996). Alasan penggunaan tepung tersebut adalah untuk membentuk adonan yang lebih lembut (Matz 1992). Di dalam adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk struktur dan tekstur brownies, pengikat bahan-bahan lain dan pendistribusi bahan-bahan lain secara merata, serta pembentuk citarasa (Matz 1992).


(22)

Seperti cake pada umumnya, pembuatan brownies terdiri atas beberapa tahap, yakni mixing, depositing, baking, cooling, dan packaging. Ada beberapa metode mixing, seperti sugar batter method, flour batter method, single stage mixing method, dan lainnya. Pada sugar batter method, shortening, gula, dan beberapa bahan kering dikocok dengan kecepatan rendah atau sedang hingga tercampur merata dan mengembang. Kememudian ditambahkan telur, susu, dan tepung. Pada flour batter method, tepung dan shortening dikocok dalam satu wadah. Di saat yang bersamaan, telur dan gula dikocok dengan kecepatan sedang di wadah terpisah. Selanjutnya kedua adonan dicampur menjadi satu. Pada single stage mixing, semua bahan dicampur dalam satu wadah, dan dikocok secara bersamaan hingga homogen (Tireki 2007) .

Selain metode-metode mixing di atas, ada beberapa metode mixing lainnya. Ada metode dimana gula dan air dikocok dengan kecepatan sedang kemudian ditambahkan pegemulsi, tepung, susu, shortening, telur, dan baking powder. Metode lainnya adalah telur dikocok dengan kecepatan sedang hingga mengembang. Kemudian ditambahkan gula dan tepung, dikocok dengan kecepatan rendah. Selanjutnya lemak ditambahkan di tahap akhir pengocokan (Tireki 2007).

Tahap selanjutnya adalah penuangan adonan ke dalam loyang. Adonan yang sudah tertata di loyang harus segera dimasukan ke dalam oven. Hal ini ditujukan untuk mencegah gelembung udara naik ke permukaan.

Pemanggangan merupakan faktor penentu kualitas cake yang paling penting. Proses pemanggangan yang tidak tepat dapat merusak efek dari faktor lainnya, seperti formulasi yang tepat, bahan baku yang baik, dan pengocokan yang baik. Suhu pemanggangan yang tidak tepat dapat merusak warna permukaan, keseragaman remah, dan volume cake (Tireki 2007).

Response Surface Methodoloy (RSM)

Response Surface Methodology (RSM) merupakan sebuah metode statisik yang digunakan oleh peneliti sebagai alat untuk mencari solusi optimal dari beberapa tipe masalah tertentu yang berkaitan dengan proses ilmiah. Aplikasi tersebut digunakan dalam penelitian industri khususnya pada situasi dimana sejumlah besar variabel di suatu sistem mempengaruhi beberapa feature di sistem tersebut. Feature tersebut sering disebut dengan istilah respon.

Teknik optimasi pada RSM memiliki beberapa kegunaan, yaitu dapat menentukan kombinasi optimal faktor (peubah bebas) yang akan menghasilkan


(23)

respon (peubah tak bebas) yang diinginkan dan dapat menggambarkan bahwa respon mendekati kondisi optimal. Selain itu, teknik tersebut dapat menentukan bagaimana suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor pada tingkat tertentu. Kegunaan lainnya adalah dapat menentukan tingkat faktor yang akan menghasilkan sekumpulan spesifikasi yang diinginkan (Giovani 1983 dalam Hadiningsih 2004).

Pada metode RSM, terdapat beberapa tipe rancangan statistik, salah satunya adalah mixture design techniques.Mixture design techniques digunakan untuk menemukan formulasi yang optimal untuk suatu produk (Anonim 2005). Ada dua kriteria dalam memilih mixture design, antara lain total komponen-komponen yang ditambahkan tetap, sehingga bila persentase salah satu komponen naik, maka persentase komponen lainnya turun. Kriteria lainnya adalah respon yang dihasilkan merupakan suatu fungsi dari proporsi komponen-komponen yang ditambahkan.

Ada dua pilihan dalam mixture design yaitu simplex design dan non simplex design. Simplex design digunakan jika selang komponen-komponen yang digunakan sama. Jika selang komponen-komponen yang digunakan berbeda digunakan non simplex design, yaitu D-optimal (Anonim 2005).

Ada beberapa program yang dapat digunakan dalam mengaplikasikan RSM, salah satunya adalah Design Expert (DX). Program Design Expert menyediakan rancangan percobaan dengan lebih dari 99 blok (ulangan), 21 faktor dan 512 run. Faktor adalah variabel yang mempengaruhi proses optimasi, sedangkan run adalah formula yang dapat dihasilkan. Dalam menentukan model matematika yang cocok untuk optimasi, program ini memberikan rekomendasi berdasarkan nilai F2 dan R2 terbaik dari data respon yang telah diukur dan dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Ada lima model matematika dalam program ini, yakni mean, linier (persamaan garis lurus), kuadratik (persamaan kuadrat), kubik dan spesial kubik (persamaan pangkat tiga).

Pada proses optimasi menggunakan program DX terdapat 4 tahap, yakni merancang percobaan, mengukur respon (parameter yang akan dioptimasi) dan memasukkan datanya ke dalam rancangan percobaan, analisa data dan rekomendasi formula optimal. Pada tahap merancang percobaan, ditentukan faktor yang mempengaruhi produk beserta rentang nilai setiap komponen sehingga dihasilkan beberapa formula yang direkomendasikan untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang telah diukur kemudian dimasukkan ke


(24)

dalam program DX. Selanjutnya ditentukan respon yang akan dioptimasi beserta tujuannya. Ada empat pilihan tujuan untuk setiap respon, yakni dimaksimalkan, diminimalkan, berada dalam rentang nilai tertentu, dan tepat pada nilai tertentu. Kemudian program secara otomatis akan melakukan optimasi berdasarkan data dan tujuan yang dimasukkan, sehingga diperoleh rekomendasi solusi yang paling optimal (Anonim 2005).

Pada program DX, terdapat nilai solution desirability, yakni nilai desirability untuk solusi optimal yang direkomendasikan. Nilai tersebut berkisar dari 0,0 hingga 1,0. Kegiatan optimasi bila dilihat dari aspek numerik merupakan bagian untuk mencari titik yang dapat memaksimumkan nilai desirability (Anonim 2005).


(25)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2010. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, yakni Bangsal Penepungan dan Bangsal Roti Balai Besar Pasca Panen serta Laboratorium Analisis Kimia dan Laboratorium Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah talas banten/beneng yang berasal dari Banten dengan umur panen 10 bulan dan pati jagung (maizena) komersial dengan merek dagang Maizenaku produksi PT Honig. Bahan pembantu pembuatan brownies antara lain telur ayam negeri, margarin, gula pasir, dan dark cooking chocolate. Bahan kimia yang digunakan untuk proses perendaman umbi talas banten adalah NaCl 10%. Bahan yag digunakan untuk analisis sifat kimia antara lain NaOH, HCl, selenium mix, H2SO4

pekat, aseton, etanol, enzim termamyl, pepsin, pankreatin, n-heksan, aquades. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan brownies antara lain timbangan digital, mixer, oven, panci, loyang, dan baskom. Peralatan untuk pembuatan tepung talas adalah pisau, ember, alat pengaduk, dan cabinet drier. Alat untuk analisis kimia antara lain oven, desikator, tanur, labu lemak, labu kjedahl, erlenmeyer, pH meter, dan kertas saring whatman 41. Alat untuk analisis profil tekstur brownies adalah texture analyzer Brookfield Texture CT3 LFRA.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yakni pembuatan tepung talas banten, formulasi tepung talas banten dan maizena, pembuatan brownies panggang, analisis sifat fisik, sifat kimia, dan sifat organoleptik brownies berbagai formula tepung talas banten, optimasi brownies tepung talas banten, validasi, dan penentuan takaran saji brownies tepung talas banten terpilih.

Pembuatan Tepung Talas Banten

Umbi talas yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah umbi talas banten yang berusia 10 bulan. Tepung talas dibuat dalam beberapa langkah. Langkah pertama talas dikupas untuk menghilangkan bagian yang tidak dapat dimakan. Kemudian talas dipotong dan dicuci untuk menghilangkan getah. Selanjutnya talas disawut tipis dengan mesin penyawut.


(26)

Talas kemudian direndam pada larutan garam 10% selama satu jam. Langkah selanjutnya adalah perendaman talas di dalam air selama tiga jam. Setelah itu, talas ditiriskan dan ditata pada loyang untuk selanjutnya dikeringkan di dalam cabinet drier hingga menjadi keripik. Keripik talas kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh tapung talas dengan ukuran 100 mesh. Proses pembuatan tepung talas banten dijelaskan pada Gambar 2. Tepung talas banten yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi untuk mengetahui sifat kimianya. Sifat kimia tepung talas banten yang dianalisis antara lain kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, pati, amilosa, amilopektin, dan total serat pangan. Metode analisis kimia tepung talas banten terlampir (Lampiran 1).

Gambar 2 Proses pembuatan tepung talas banten (Mayasari 2010, dengan modifikasi).

Umbi talas

Pengupasan

Pencucian dengan air

Penyawutan dengan ketebalan 0,1 mm

Pencucian dengan air

Perendaman 3 jam dengan air

Pengeringan 50-60oC dengan cabinet drier, 6-12 jam

Penggilingan 100 mesh

Tepung


(27)

Formulasi Tepung

Formulasi tepung dilakukan berdasarkan metode RSM (Response Surface Methodology). Formulasi tepung menggunakan campuran tepung talas banten (x1) dengan kisaran 70-100% dan tepung maizena (x2) dengan kisaran 0-30%. Total komponen pada setiap formula adalah 100%. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixture simplex lattice design. Setelah diproses, diperoleh delapan kombinasi formula (Tabel 3).

Tabel 3 Formula tepung talas dan maizena Formula Tepung Talas

Banten (%)

Tepung Maizena (%)

F1 70 30

F2 70 30

F3 77,5 22.5

F4 85 15

F5 85 15

F6 92,5 7,5

F7 100 0

F8 100 0

Pembuatan Brownies Panggang

Seluruh formula tepung talas banten dan maizena digunakan dalam pembuatan brownies. Brownies yang dibuat dalam penelitian ini adalah brownies panggang. Proses pembuatan brownies panggang dimodifikasi dari metode yang dilakukan oleh Sutomo (2007), dimana tepung terigu diganti dengan tepung talas dan maizena. Pembuatan brownies tersebut ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Proses pembuatan brownies tepung talas banten (Sutomo 2007). 3 butir telur dikocok selama 5 menit dengan mixer

Dimasukkan 120 g tepung +150 g tepung gula, diaduk

Dimasukkan 200 g margarin + 200 g coklat yang sudah dilelehkan, diaduk

Dimasukkan ke dalam loyang


(28)

Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Brownies

Analisis fisik yang dilakukan adalah analisis profil tekstur brownies dengan Brokfield Texture Analyzer. Uji yang digunakan adalah TPA (Texture Profile Analysis), dengan probe TA 25/1000, kecepatan uji 1 mm/s dan trigger load 5,0 g. Parameter yang diukur antara lain kekerasan (hardness), elatisitas (springiness), kelekatan (adhesiveness), kekompakan (cohesiveness), kerapuhan (fractubility), dan kekenyalan (chewiness). Analisis kimia yang dilakukan adalah total serat pangan.

Penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik dan mutu hedonik. Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan produk. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang. Penilaian uji hedonik menggunakan skala garis dengan nilai terendah 1 (amat sangat tidak suka) dan nilai tertinggi 9 (amat sangat suka).

Skala yang digunakan untuk uji mutu hedonik terdiri atas penilaian untuk rasa, aroma, warna dan tekstur. Skala penilaian rasa mulai dari amat sangat pahit (1) sampai amat sangat manis (9). Skala penilaian aroma mulai dari amat sangat bau (1) sampai amat sangat harum (9). Skala penilaian warna mulai dari amat sangat coklat pucat (1) sampai amat sangat coklat gelap (9). Sementara penilaian skala tekstur memiliki skala amat sagat kasar (1) hingga amat sangat lembut (9).

Penentuan Takaran Saji

Dilakukan analisis sifat kimia brownies dengan formula tepung talas optimal, meliputi kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, dan total serat pangan. Setelah itu, dilakukan perhitungan jumlah energi brownies tersebut. Data tersebut selanjutnya digunakan untuk penentuan takaran saji brownies untuk golongan umum.

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil analisis fisik, kimia, dan organoleptik ditabulasi menggunakan Microsoft Excel 2010 for Windows. Selanjutnya data analisis fisik, kimia, dan uji hedonik diolah menggunakan Design Expert 8.0.4 trial (DX 8 trial). Dilakukan proses optimasi dengan tahap pemilihan ordo, pemilihan model, dan uji ragam. Parameter yang signifikan selanjutnya digunakan sebagai batasan dalam proses optimasi. Optimasi yang dilakukan adalah numerical optimization berdasarkan nilai desirability terbesar (mendekati 1,0). Data uji mutu hedonik diolah dengan SPSS versi 17.0. Uji yang digunakan adalah uji ragam.


(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tepung Talas Banten

Talas yang digunakan dalam penelitian ini adalah talas banten (Xanthosoma undipes K. Koch) berusia 10 bulan (Gambar 4). Mayasari (2010) menjelaskan bahwa kandungan oksalat talas banten mencapai 61.783,73 ppm. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan kandungan oksalat talas bogor, yakni 8.578,28 ppm. Oleh karena itu, dalam pembuatan tepung talas banten dilakukan proses perendaman dengan larutan garam 10% selama satu jam. Hal ini ditujukan untuk mengurangi rasa gatal yang disebabkan oleh kristal kalsium oksalat yang terdapat pada talas. Di dalam air, NaCl akan terionisasi dan berikatan dengan kalsium oksalat membentuk natrium oksalat yang larut dalam air dan endapan kalsium diklorida. Proses tersebut menurut Mayasari (2010) dapat mereduksi 96,83% oksalat. Tepung talas banten yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 4 Talas banten dengan dengan umur panen 10 bulan (bertanda panah).

Gambar 5 Tepung talas banten.

Air merupakan komponen penting dalam berbagai makanan. Pada umumnya keawetan bahan pangan berhubungan dengan kandungan airnya (Winarno, Fardiaz, Fardiaz 1980). Penghilangan air dari suatu bahan pangan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga meningkatkan umur simpan bahan pangan tersebut (Belitz 1999). Kadar air tepung talas banten sebesar 7,07% (Tabel 4). Kandungan air tepung talas tersebut sudah memenuhi syarat kadar air yang aman untuk tepung yaitu kurang dari 14%, sehingga dapat


(30)

mencegah pertumbuhan kapang (Winarno dan Jenie 1974, diacu dalam Honestin 2007).

Tabel 4 Komposisi kimia tepung talas banten Komposisi Kimia

(%bb)

Talas Banten*

Tepung Talas Banten

Air 84,65 7.07

Abu 2,10 1,69

Lemak 0,41

Protein 1,10 6,74

Amilosa 14,66

Amilopektin 66,40

Pati 1,05 81,06

Serat pangan 17,81

Karbohidrat 84,09

Energi (kkal/100 g) 367

*Sumber : Mayasari 2010

Kandungan abu merupakan komponen yang berisi mineral yang tertinggal setelah bahan dibakar hingga bebas dari karbon. Kandungan abu tepung talas banten lebih rendah dibandingkan dengan kandungan abu talas banten (Tabel 4). Hal ini diduga akibat terlarutnya mineral selama proses perendaman. Selain itu, diduga hal tersebut juga dikarenakan terurainya ikatan antara mineral dengan oksalat pada saat proses perendaman dengan NaCl.

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun (bahan pembangun jaringan-jaringan baru), dan pengatur (Winarno 1992). Kadar protein tepung talas lebih tinggi dibandingkan kadar protein talas segar. Hal ini diduga karena adanya berkurangnya kadar air tepung talas selama proses pengeringan. Winarno, Fardiaz, dan Fardiaz (1980) menjelaskan bahwa berkurangnya kadar air akibat proses pengeringan dapat meningkatkan konsentrasi senyawa-senyawa tertentu yang terdapat dalam bahan pangan. Tepung talas banten memiliki kadar protein 6,74% (Tabel 4), sehingga tepung tersebut termasuk ke dalam tepung berprotein rendah. Tepung berprotein rendah baik digunakan untuk pembuatan kue nonfermentasi (Martinus 2008).

Kandungan pati tepung talas banten cukup tinggi, yakni 81,06% (Tabel 4). Kandungan pati tepung talas banten lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan pati talas banten. Hal ini diduga karena adanya penurunan kadar air tepung talas banten selama proses pengeringan.


(31)

Profil Tekstur Brownies Tepung Talas Banten

Tekstur brownies dianalisis dengan menggunakan alat Brokfield Texture Analyzer. Uji yang digunakan adalah TPA (Texture Profile Analysis). TPA merupakan uji yang didesain untuk mensimulasikan proses menggigit dan mengunyah di dalam mulut (Cauvain 2004). Parameter yang digunakan dalam uji ini antara lain kekerasan (hardness), elastisitas (springiness), kelekatan (adhesiveness), kekompakan (cohesiveness), kerapuhan (fractubility), dan kekenyalan (chewiness). Profil tekstur brownies formulasi dan kontrol ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Profil tekstur brownies tepung talas banten Formula Hardness

cycle 1

Hardness cycle 2

Springi-ness

Adhesive-ness

Cohesive-ness

Fractu-bility

Chewi-ness

(gf) (gf) (mm) (mJ) (g) (mJ)

Kontrol 756,0 700,0 7,87 0,00 0,60 756,0 35,13

F1 1966 1670,5 6,53 0,14 0,5 1966 62,59

F2 1705,5 1489,0 6,65 0,02 0,44 1705,5 49,11 F3 1728,0 1477,0 6,98 0,04 0,43 1728,0 50,69 F4 2075,0 1828,0 6,49 0,01 0,48 2075,0 63,93 F5 2116,5 1839,0 6,36 0,08 0,50 2116,5 65,78 F6 2196,5 1921,5 7,29 0,07 0,49 2196,5 77,65 F7 3829,0 3453,0 4,79 0,00 0,51 3829,0 91,30 F8 3147,5 2832,0 5,04 0,00 0,50 3147,5 77,73 Keterangan : Komposisi F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, dan F8 dapat dilihat pada Tabel 3.

Kekerasan (hardness) umumnya digunakan untuk mendeskripsikan ketidakhalusan remah kue (Cauvain 2004). Nilai hardness merupakan jumlah gaya yang dibutuhkan untuk mencapai puncak pada saat kompresi. Nilai hardness cycle 1 didapat pada kompresi pertama, sedangkan nilai hardness cycle 2 didapat pada kompresi kedua. Model hardness cycle 1 dan hardness cycle 2 adalah quadratic, dengan nilai R2 masing-masing sebesar 0,8933 dan 0,8997 (Gambar 6a dan b).


(32)

(a)

(b)

Gambar 6 Model hardness cycle 1 (a) dan hardness cycle 2 (b) brownies tepung talas banten.

Nilai hardness brownies formulasi lebih tinggi dibandingkan dengan brownies kontrol (Tabel 5). Hal ini berarti brownies tepung talas banten lebih keras dibandingkan dengan brownies kontrol. Gambar 6a dan b menunjukkan bahwa semakin banyak tepung talas banten dan semakin sedikit tepung maizena yang ditambahkan, brownies yang dihasilkan cenderung semakin keras. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa nilai hardness cycle 1 dan hardness cycle 2 berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Elastisitas (springiness) merupakan tinggi yang dapat dicapai oleh suatu makanan di antara gigitan pertama dan kedua. Springiness brownies tepung formulasi lebih rendah dibandingkan dengan brownies kontrol (Tabel 5). Hal

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

h a rd n e s s c y c le 1 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

h a rd n e s s c y c le 2 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 2 2

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(33)

tersebut berarti brownies tepung talas banten lebih tidak elastis dibandingkan dengan brownies kontrol.

Gambar 7 Model springiness brownies tepung talas banten.

Nilai model springiness yang diperoleh adalah quadratic dengan nilai R2 sebesar 0,7100 (Gambar 7). Nilai springiness menggambarkan kemampuan produk untuk dapat kembali ke posisi awal setelah kompresi pertama hingga saat kompresi kedua akan dimulai. Hasil uji ragam menunjukkan ada perbedaan nilai springiness yang nyata (p<0,05) antar formula.

Kelekatan (adhesiveness) merupakan daya yang dibutuhkan untuk menarik makanan dari permukaannya. Nilai adhesiveness brownies dengan 100% tepung talas banten sama dengan brownies kontrol, sedangkan formula lainnya memiliki nilai adhesiveness yang lebih tinggi (Tabel 5).

Gambar 8 Model adhesiveness brownies tepung talas banten.

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

s p ri n g in e s s 4 5 6 7 8

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

a d h e s iv e n e s s -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 2

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(34)

Model adhesiveness brownies tepung talas banten adalah linear (Gambar 8). Semakin banyak tepung talas banten dan semakin sedikit tepung maizena yang digunakan, adhesiveness brownies semakin rendah. Hasil uji ragam menunjukkan tidak ada perbedaan nilai adhesiveness yang nyata pada selang kepercayaan 95%.

Kekompakan (cohesiveness) merupakan indikasi dari kekuatan ikatan internal yang membentuk makanan. Nilai cohesiveness brownies formulasi lebih rendah dibandingkan dengan brownies kontrol (Tabel 5).

Gambar 9 Model cohesiveness brownies tepung talas banten.

Model cohesiveness brownies tepung talas banten adalah linear (Gambar 9). Semakin banyak tepung talas banten dan semakin sedikit tepung maizena yang digunakan, semakin tinggi cohesiveness brownies. Hasil uji ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 95%.

Kerapuhan (fractubility) mengindikasikan kerapuhan suatu makanan. Nilai fractubility brownies formula lebih tinggi dibandingkan dengan brownies kontrol. Model fractubility brownies tepung talas banten adalah quadratic dengan nilai R2 0,8933 (Gambar 10). Model fractubility di atas menunjukkan bahwa semakin banyak tepung talas banten dan semakin sedikit tepung maizena yang diberikan, brownies yang dihasilkan cenderung lebih tidak rapuh. Hasil uji ragam menunjukkan adanya perbedaan nilai fractubility yang nyata (p<0,05) antar formula. 70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

c o h e s iv e n e s s 0.42 0.44 0.46 0.48 0.5 0.52 0.54 0.56

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(35)

Gambar 10 Model fractubility brownies tepung talas banten.

Kekenyalan (chewiness) mengindikasikan energi yang dibutuhkan untuk mengunyah suatu makanan padat menjadi suatu bentuk yang siap untuk ditelan. Nilai chewiness brownies formula lebih tinggi dibandingkan dengan brownies kontrol (Tabel 5). Model chewiness brownies tepung talas banten adalah linear dengan nilai R2 sebesar 0,7767 (Gambar 11). Model chewiness brownies tepung talas banten menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tepung talas banten yang digunakan dalam brownies, semakin tinggi nilai chewiness brownies tersebut. Hasil uji ragam menunjukkan adanya perbedaan nilai chewiness yang nyata (p<0,05) antar formula.

Gambar 11 Model chewiness brownies tepung talas banten. 70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

fr a c tu b ili ty 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

c h e w in e s s 40 50 60 70 80 90 100

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(36)

Pada produk bakery, penggantian tepung terigu dengan tepung yang memiliki kandungan serat lebih tinggi dapat menghasilkan tekstur yang lebih padat (Haavisto 2008). Kandungan serat talas banten cukup tinggi. Kapasitas mengikat air serat pada produk bakery dapat meningkatkan nilai chewiness produk tersebut (Hazen 2010).

Total Serat Brownies Tepung Talas Banten

Serat pangan merupakan komponen dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan manusia, namun masih dapat dihidrolisis dengan asam atau basa (Muchtadi 2001). Kadar serat pangan dihitung secara enzimatis. Pada metode enzimatis kadar serat dianalisis dengan menggunakan enzim-enzim yang secara fisiologis terdapat dalam sistem pencernaan manusia, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih diaplikasikan. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk analisis serat pangan dengan metode tersebut lebih sedikit, sebab dapat menganalisis kandungan serat larut dan tidak larut dalam satu prosedur (Muhtadi 2000).

Seluruh brownies yang dibuat dengan tepung hasil formulasi memiliki kandungan serat pangan yang lebih tinggi dibandingkan brownies kontrol. Semakin tinggi tepung talas banten yang digunakan dalam pembuatan brownies, semakin tinggi pula kandungan total serat pangan brownies tersebut. Brownies yang memiliki kandungan serat tertinggi adalah brownies F7 yakni, brownies dengan 100% tepung talas. Hasil analisis kandungan serat pangan seluruh brownies formulasi ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kandungan total serat pangan brownies tepung talas banten Formula Total Serat

Pangan (%bk)

Kontrol 8,44

F1 9,64

F2 10,71

F3 10,92

F4 11,23

F5 11,30

F6 11,73

F7 12,29

F8 11,84

Model total serat pangan brownies tepung talas banten adalah linear dengan nilai R2 sebesar 0,8366 (Gambar 12). Semakin banyak tepung talas banten dan semakin sedikit tepung maizena yang digunakan dalam brownies,


(37)

semakin tinggi total serat pangan brownies tersebut. Hal ini dikarenakan kandungan serat tepung talas banten lebih tinggi dibandingkan dengan tepung maizena. Hasil uji ragam menunjukkan adanya perbedaan total serat pangan yang nyata (p<0,05) antar formula.

Gambar 12 Model total serat brownies tepung talas banten. Sifat Organoleptik Brownies Tepung Talas Banten

Uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik dilakukan pada seluruh formula. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis, sedangkan uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui karakteristik produk (Elias et al. 1989). Panelis yang dilibatkan dalam uji tersebut adaah 30 orang panelis semi terlatih.

Warna

Kesan pertama yang didapat dari suatu produk adalah warna. Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan terhadap suatu produk oleh konsumen. Hasil uji organoleptik terhadap warna brownies ditampilkan pada Gambar 13.

70.000 30.000

77.500 22.500

85.000 15.000

92.500 7.500

100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

s

e

ra

t

9 10 11 12 13

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(38)

Gambar 13 Nilai rataan kesukaan warna brownies tepung talas banten. Rataan nilai kesukaan terhadap warna produk adalah 6,1-6,6. Secara deskriptif nilai tersebut berada pada kisaran agak suka. Warna produk yang paling disukai adalah produk F4, yaitu produk dengan komposisi tepung talas-maizena sebesar 85%-15%.

Gambar 14 Model kesukaan warna brownies tepung talas banten.

Model kesukaan terhadap warna brownies tepung talas banten adalah quartic dengan nilai R2 sebesar 0,9673 (Gambar 14). Uji ragam menunjukkan adanya perbedaan warna yang nyata (p<0,05) di antara formula.

Hasil rataan nilai mutu hedonik terhadap warna produk adalah antara 6,5-7,2. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak coklat gelap sampai coklat gelap. Rataan nilai mutu hedonik terhadap warna untuk produk F4 adalah 7,1. Hal tersebut berarti produk F4 berwarna agak coklat gelap. Hasil uji ragam menunjukkan warna F1, F2, F4, F5, dan F6 berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol (Lampiran 9).

Warna, Kontrol, 6.1 Warna, F1, 6.3 Warna, F2, 6.4 Warna, F3, 6.1 Warna, F4, 6.6 Warna, F5, 6.5 Warna, F6, 6.3 Warna, F7, 6.2 Warna, F8, 6.2 N il ai R ataan Formula

Nilai Rataan Kesukaan terhadap Warna

Produk

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

k e s u k a a n t e rh a d a p w a rn a 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(39)

Rasa

Rasa dapat dideteksi oleh indera pengecap. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan mikrovillus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui saraf ke pusat syaraf (Winarno 1997). Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan.

Rataan nilai kesukaan terhadap rasa produk berkisar antara 6,1-6,8 (Gambar 15). Secara deskriptif nilai ini berarti agak suka. Produk yang paling disukai adalah produk F5, yakni produk dengan komposisi tepung talas-maizena sebesar 85%-15%.

Gambar 15 Nilai rataan kesukaan rasa brownies tepung talas banten.`

Gambar 16 Model kesukaan rasa brownies tepung talas banten.

Model kesukaan terhadap rasa brownies tepung talas banten adalah quartic dengan nilai R2 sebesar 0,9646 (Gambar 16). Uji ragam menunjukkan

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

k e s u k a a n t e rh a d a p r a s a 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(40)

adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) pada nilai kesukaan panelis terhadap produk.

Rataan nilai uji mutu hedonik untuk rasa brownies adalah 6,1-6,6. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak manis. Produk F5 memiliki nilai rataan mutu organoleptik terhadap rasa sebesar 6,6.

Aroma

Suatu senyawa dapat diketahui aromanya jika senyawa tersebut volatil. (Trout, Tobias, dan Bodyfelt 1988). Rataan nilai kesukaan terhadap aroma produk berada di antara 5,5-6,9, yakni pada kisaran kesukaan yang secara deskriptif berarti biasa sampai agak suka (Gambar 17). Aroma yang paling disukai adalah aroma produk F6, yaitu produk dengan komposisi tepung talas-maizena sebesar 92,5%-7,5%.

Gambar 17 Nilai rataan kesukaan aroma brownies tepung talas banten.

Gambar 18 Model kesukaan aroma brownies tepung talas banten.

70.000 30.000

77.500 22.500

85.000 15.000

92.500 7.500

100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

k

e

s

u

k

a

a

n

t

e

rh

a

d

a

p

a

ro

m

a

5 5.5 6 6.5 7 7.5

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(41)

Model kesukaan terhadap aroma brownies tepung talas banten adalah quartic dengan nilai R2 sebesar 0,9605 (Gambar 18). Uji ragam menunjukkan adanya perbedaan aroma yang nyata (p<0,05) antar formula.

Rataan nilai uji mutu hedonik terhadap aroma brownies adalah 5,7-6,3. Secara deskriptif nilai tersebut berada pada kisaran biasa (bau tidak, harum pun tidak) sampai agak harum. Aroma produk yang paling disukai (F6) adalah agak harum.

Tekstur

Rataan nilai kesukaan terhadap tekstur brownies tepung talas banten adalah 6,07-6,5 (Gambar 19). Secara deskriptif nilai tersebut berada pada kisaran agak suka. Tekstur seluruh brownies formulasi lebih disukai dari pada tekstur brownies kontrol. Tekstur produk yang paling disukai adalah tekstur produk F5, yakni produk dengan komposisi tepung talas-maizena 85%.

Gambar 19 Nilai rataan tekstur brownies tepung talas banten.

Gambar 20 Model kesukaan tekstur brownies tepung talas banten.

70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

k e s u k a a n t e rh a d a p t e k s tu r 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(42)

Model kesukaan terhadap tekstur brownies tepung talas banten adalah quartic dengan nilai R2 sebesar 0,9641 (Gambar 20). Uji ragam menunjukkan adanya perbedaan kesukaan terhadap tekstur yang nyata (p<0,05) antar formula. Rataan nilai uji mutu hedonik untuk tekstur brownies bernilai 5,7-6,6. Nilai tersebut secara deskriptif berarti biasa (kasar tidak, lembut pun tidak) sampai dengan agak lembut. Tekstur produk yang paling disukai bernilai 6,6, hal ini berarti produk tersebut bertekstur agak lembut.

Keseluruhan

Rataan nilai kesukaan keseluruhan brownies formulasi adalah 6,0-6,8 (Gambar 21). Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak suka. Secara keseluruhan brownies F3 lebih kurang disukai dari pada brownies kontrol. Produk yang paling disukai secara keseluruhan adalah produk F5 dan F6, yakni produk dengan komposisi tepung talas-maizena 85%-15% dan 92,5%-7,5%.

Gambar 21 Nilai rataan kesukan keseluruhan brownies tepung talas banten. Model kesukaan terhadap keseluruhan brownies tepung talas banten adalah quartic dengan nilai R2 sebesar 0,9382 (Gambar 22). Uji ragam menunjukkan adanya perbedaan tampilan keseluruhan yang nyata (p<0,05) antar formula.


(43)

Gambar 22 Model kesukaan keseluruhan brownies tepung talas banten. Rataan nilai uji mutu hedonik terhadap keseluruhan brownies adalah 5,9-6,7. Secara deskriptif nilai tersebut berada pada kisaran biasa (enak tidak, tidak enak pun tidak) sampai agak enak. Kedua produk yang paling disukai pada aspek keseluruhan bernilai agak enak.

Formula Tepung Talas dan Maizena Optimal dalam Pembuatan Brownies Tahap akhir dari RSM adalah optimasi dengan batasan-batasan sebagai syarat guna menghasilkan solusi formua terpilih. Variabel respon yang digunakan adalah variabel respon yang memiliki nilai yang berbeda nyata antar formula. Ada beberapa variabel respon yang digunakan sebagai batasan optimasi, yakni hasil analisis tekstur (hardness, springiness, fractubility, dan chewiness), total serat pangan produk, dan hasil uji hedonik (warna, rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan).

Setiap variabel respon ditetapkan nilai tujuan yang ingin dicapai dalam optimasi. Batas hasil analisis tekstur ditetapkan berdasarkan profil tekstur kontrol. Hal tersebut ditujukan agar produk hasil optimasi memiliki profil tekstur yang tidak jauh berbeda dengan kontrol (brownies dengan 100% tepung terigu). Nilai hardness cycle 1, hardness cycle 2, fractubility, dan chewiness brownies kontrol lebih rendah dibandingkan dengan brownies hasil formulasi. Namun, nilai springiness brownies kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan brownies formulasi. Oleh karena itu, nilai tujuan untuk hardness cycle 1, hardness cycle 2, fractubility, dan chewiness adalah minimize, sedangkan untuk springiness adalah maximize. 70.000 30.000 77.500 22.500 85.000 15.000 92.500 7.500 100.000 0.000 Actual tepung ta...

Actual tepung ...

k e s u k a a n t e rh a d a p k e s e lu ru h a n 5.5 6 6.5 7 7.5

Two Component Mix

X1 = A: tepung talas X2 = B: tepung maizena


(44)

Batas total serat pangan dan uji hedonik adalah maximize. Hal ini ditujukan agar produk hasil optimasi memiliki kadar serat dan nilai kesukaan setinggi mungkin. Kriteria ini ditetapkan pada optimasi numerik yang ada pada RSM.

Nilai variabel respon analisis tekstur, total serat, dan uji hedonik yang didapat dari semua formula dimasukkan ke dalam program Design Expert trial. Selanjutnya variabel-variabel tersebut diolah hingga diperoleh beberapa solusi formula komposisi tepung talas-maizena terpilih dengan target optimasi yang diinginkan.

Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut sebagai desirability. Desirability memiliki nilai 0 sampai 1,0. Optimasi merupakan proses untuk memperoleh nilai desirability maksimum dengan mempertimbangkan semua fungsi tujuan.

Design Expert 8.0.4 Trial merekomendasikan tiga formula terpilih, yaitu F1, F2, F3 dengan nilai desirability masing-masing secara berturut-turut 0,812, 0,603, dan 0,276 (Tabel 7). Formula optimal merupakan formula yang memiliki nilai desirability tertinggi, yaitu formula dengan komposisi tepung talas 86% dan tepung maizena 14%.

Tabel 7 Solusi optimasi brownies tepung talas banten No. Tepung Talas

Banten (%)

Tepung

Maizena (%) Desirability

1 86,233 13,767 0,812

2 70,000 30,000 0,603

3 100,000 0,000 0,276

Validasi Formula Brownies Optimal

Setelah mendapatkan prediksi formula terpilih dan nilai setiap variabel respon, dilakukan validasi untuk mengetahui nilai analisis tekstur, total serat, dan uji hedonik yang aktual. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai prediksi solusi terpilih dalam optimasi. Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.


(45)

Tabel 8 Validasi nilai uji hedonik keseluruhan dan serat pangan formula terpilih

Respon Nilai Prediksi Nilai

Aktual

Min Max Mean

Hardness cycle 1 1110.38 2822.24 2035,5 1710,5

Hardness cycle 2 927.29 2489.21 1773,7 1517

Springiness 5.17 8.51 6,8 5,54

Fractubility 1110.38 2822.24 2035,5 1710,5

Chewiness 48.38 86.31 68,6 48,38

Total serat pangan (%) 10.29 12.12 11,28 11,25

Uji hedonik terhadap warna 6.38 6.74 6,6 6,7

Uji hedonik terhadap rasa 6.47 6.97 6,8 6,7

Uji hedonik terhadap aroma 6.00 6.66 6,5 6,4

Uji hedonik terhadap tekstur 6.32 6.72 6,6 6,6 Uji hedonik terhadap keseluruhan 6.38 7.14 6,8 6,7

Hasil validasi menunjukkan hasil analisis tekstur, total serat pangan, dan uji hedonik terdapat dalam range nilai minimum dan maksimum serta tidak berbeda jauh dengan nilai prediksi yang dihasilkan program DX trial pada optimasi. Hal ini menunjukkan bahwa optimasi brownies tepung talas banten dengan menggunakan metode RSM sesuai dengan hasil analisis sebenarnya.

Tabel 9 Komposisi kimia brownies formula terpilih Komposisi Kimia Jumlah

Protein (%bb) 4,67

Lemak (%bb) 28,64

Air (%bb) 15,21

Abu (%bb) 1,17

Karbohidrat (%bb) 50,31

Serat pangan (%bb) 9,54

Serat pangan larut air 2,14 Serat pangan tidak larut air 7,41

Energi (kkal/100 g) 476

Kandungan air brownies formula terpilih sebesar 15,20% (Tabel 9). Brownies tepung talas banten terpilih merupakan makanan semi basah. Winarno, Fardiaz, dan Fardiaz (1980) menjelaskan bahwa makanan semi basah merupakan suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi tetapi juga tidak terlalu rendah yaitu kira-kira 15-50 persen.

Kadar serat pangan total terdiri dari serat pangan larut air dan serat pangan tidak larut air. Brownies formula terpilih mengandung serat pangan tidak larut air yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat pangan larut airnya (Tabel 9). Sifat utama serat tidak larut air adalah dapat menyerap air dan meningkatkan


(46)

volume feses, sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan mudah. Fungsi serat pangan tidak larut air lainnya adalah mengatasi masalah pencernaan sehingga dapat mengurangi risiko wasir, divertikulosis, dan kanker kolon (Muchtadi 2001).

Gambar 23 Takaran saji brownies berbasis tepung talas yang optimal. Brownies merupakan produk bakeri yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan. Makanan selingan memberikan kontribusi 10% dari total kebutuhan energi sehari. Angka Label Gizi untuk energi bagi golongan umum adalah 2000 kkal. Setiap 100 gram brownies terpilih (100% tepung talas) mengandung 476 kkal, sehingga untuk memperoleh 200 kkal dibutuhkan 42 gram brownies terpilih (Gambar 23). Komposisi kandungan gizi brownies terpilih per takaran saji dapat diliihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kandungan gizi brownies terpilih per takaran saji Kandungan Gizi Jumlah

Energi 200 kkal

Protein 1,96 gram

Lemak 12,03 gram

Karbohidrat 21,01 gram Serat pangan 4,01 gram

Jumlah serat pangan total per takaran saji brownies terpilih sebesar 4.01 gram. Kebutuhan serat sehari untuk umum menurut Angka Label Gizi untuk pelabelan adalah sebanyak 25 gram/2000 kkal. Hal tersebut berarti brownies formula terpilih memberikan kontribusi serat pangan sebesar 16,04 persen dari total kebutuhan sehari golongan umum. produk yang mengandung 10-20 persen suatu zat gizi tertentu dari total kebutuhan sehari dikatakan sebagai produk sumber zat gizi tersebut (Karmini dan Briawan 2004). Hal ini berarti bahwa brownies formula terpilih merupakan pangan sumber serat yang baik.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Proses pembuatan tepung talas banten melalui beberapa tahap, yakni pengupasan, pencucian, penyawutan, perendaman dengan NaCl 10% selama 1 jam, pencucian, perendaman dengan air selama 3 jam, pengeringan, dan penggilingan.

2. Tepung talas banten mengandung 7,07% air, 1,69% abu, 0,41% lemak, 6,74% protein, 14,66% amilosa, 66,40% amilopektin, 81,06% pati, 17,81% serat pangan, 84,09% karbohidrat, dan 367 kkal energi per 100 gram bahan.

3. Diperoleh delapan formula tepung talas-maizena, yakni 30% (F1), 70-30% (F2), 77,5-22,5% (F3), 85-15% (F4), 85-15% (F5), 92,5-7,5% (F6), 100-0% (F7), dan 100-0% (F8).

4. Terdapat perbedaan nilai kekerasan (hardness), elastisitas (springiness), kerapuhan (fractubility), dan kekenyalan (chewiness) yang nyata (p<0,05) antar formula.

5. Kandungan total serat seluruh formula berkisar antara 8,44% sampai dengan 12,29%. Formula yang memiliki kandungan serat tertinggi adalah F7, yakni formula dengan 100% tepung talas. Terdapat perbedaan total serat pangan yang nyata (p<0,05) antar formula.

6. Rataan nilai kesukaan terhadap warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan seluruh formula secara berurutan adalah agak suka, sedangkan rataan nilai kesukaan terhadap aroma adalah biasa sampai agak suka. Terdapat perbedaan nilai kesukaan yang nyata (p<0,05) antar formula.

7. Solusi terpilih dari proses optimasi adalah brownies dengan formula tepung terigu-maizena sebesar 86% - 14%. Nilai desirability solusi tersebut adalah 0,812. Hasil validasi menunjukkan nilai hasil analisis sesuai dengan nilai prediksi.

8. Brownies tepung talas banten terpilih mengandung 4,67% protein, 28,64% lemak, 15,21% air, 1,17% abu, 50,31% karbohidrat, dan 9,54% serat pangan.

9. Brownies tepung talas banten terpilih merupakan pangan sumber serat karena setiap takaran saji (42 gram) mengandung 4,01 gram serat pangan (16,04% ALG).


(48)

Saran

Pengembangan produk tepung talas banten perlu memperhatikan pengaruh kandungan serat pangan yang tinggi terhadap karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Brownies tepung talas banten terpilih memiliki sifat organoleptik yang baik sehingga layak untuk dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai keawetan brownies tepung talas banten.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ali AA. 1996. Mempelajari pengaruh sulfurisasi dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik kimia tepung talas lampung [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Perteian. IPB.

Anonim 2005. Design ekspert. www.stat-ease.com [15 Desember 2010].

Anonim. 2010. Banten Kembangkan Talas Beneng sebagai Potensi Pangan Lokal. http://www.sinartani.com/potensi/banten-kembangkan-talas-beneng-sebagai-potensi-pangan-lokal-1275368012.htm [2 Nov 2010] AOAC. 1995. Official Methode of Analysis Association of Official Agricultural

Chemists. Washington DC.

Apriyantono A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati, S Budijanto. 1989. Analisis Pangan. Bogor: PSPG IPB.

Astawan Made, Nurheni SP. 1991. Bahan Pengajaran Serat Makanan. Bogor: PAUPG IPB.

Astawan Made. 1998. Penggunaan serat makanan [ulasan ilmiah]. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 3:41-51.

Bahlawan Fatmah. 2005. Maizena pada cookies. www.ncc.blogsome.com [15 Juli 2010]

Bakke A, Z Vickers. 2007. Consumer liking of refined and whole wheat breads. J. Food Sci., 72:S4. 2007. Consumer liking of refined and whole wheat breads. J. Food Sci., 72: S473:S480.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 1981. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah; Jakarta: UI Press, Terjemahan dari : Food Science. Belitz HD, W Grosch.1999. Food Chemistry. Berlin: Springer Verlag.

Cauvain SP. 2004. Improving the Texture of Bread. Kilcast D (ed.). Texture in Food. Cambridge: CRC Press.

Febrial Eka. 2008. Pengebangan produk pangan fungsional brownies kukus dari tepung kecambah dan tepung tempe kacang komak [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor.

Haavisto Maija. 2008. Healthier baking. http://www.suite101.com/content/ healthier-baking-a66401 [27 Des 2010]

Hadiningsih. 2004. Optimasi formula makanan pendamping ASI dengan menggunakan response surface methodology (RSM) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hartati NS, Prana TK. 2003. Analisis kadar pati dan serat kasar tepung beberapa kultivar talas (Colocasia esculenta L. Schott). Jurnal Natur Indonesia 6(1): 29-33.

Hazen Cindy. 2010. New fiber option for baked goods. http://www.foodproduct design.com [27 Des 2010].

Honestin Trifena. 2007. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar (Ipomoea batatas) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.


(1)

Lampiran 7 Hasil uji ragam (ANOVA) hedonik brownies tepung talas banten

dengan Design Expert Trial 8.0.4

hedonik warna

ANOVA for Quartic Mixture Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]

Source Sum of Squares Df

Mean Square F Value p-value Prob > F

Model 0.18 4 0.045 22.22 0.0145 significant

Linear Mixture 0.012 1 0.012 5.83 0.0946

AB 0.099 1 0.099 49.1 0.006

AB(A-B) 0.035 1 0.035 17.59 0.0247

AB(A-B)2 0.086 1 0.086 42.67 0.0073

Pure Error 6.05E-03 3 2.02E-03

Cor Total 0.19 7

hedonik aroma

ANOVA for Cubic Mixture Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]

Source Sum of Squares Df

Mean Square F Value p-value Prob > F

Model 1.03 3 0.34 32.4 0.0029 significant

Linear Mixture 0.3 1 0.3 28.48 0.0059

AB 0.033 1 0.033 3.15 0.1505

AB(A-B) 0.69 1 0.69 65.57 0.0013

Residual 0.042 4 0.011

Lack of Fit 0.01 1 0.01 0.95 0.4023

not significant

Pure Error 0.032 3 0.011

Cor Total 1.07 7

hedonik rasa

ANOVA for Quartic Mixture Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Source Sum of

Squares Df

Mean Square

F Value

p-value Prob > F

Model 0.33 4 0.083 20.46 0.0163 significant

Linear Mixture 2.00E-04 1 2.00E-04 0.049 0.8387

AB 0.15 1 0.15 36.8 0.009

AB(A-B) 0.084 1 0.084 20.68 0.0199

AB(A-B)2 0.2 1 0.2 48.45 0.0061

Pure Error 0.012 3 4.07E-03


(2)

Lampiran 7 (lanjutan)

hedonik tekstur

ANOVA for Quartic Mixture Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Source Sum of

Squares Df

Mean Square

F Value

p-value Prob > F

Model 0.22 4 0.055 20.13 0.0167 significant

Linear Mixture 3.47E-03 1 3.47E-03 1.27 0.3417

AB 0.094 1 0.094 34.26 0.0099

AB(A-B) 0.12 1 0.12 43.13 0.0072

AB(A-B)2 0.036 1 0.036 13.07 0.0364

Pure Error 8.20E-03 3 2.73E-03

Cor Total 0.23 7

hedonik keseluruhan

ANOVA for Quartic Mixture Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Source Sum of

Squares Df

Mean Square

F Value

p-value Prob > F

Model 0.44 4 0.11 11.39 0.037 significant

Linear Mixture 0.065 1 0.065 6.68 0.0815

AB 0.12 1 0.12 11.96 0.0407

AB(A-B) 0.23 1 0.23 23.75 0.0165

AB(A-B)2 0.089 1 0.089 9.17 0.0564

Pure Error 0.029 3 9.70E-03


(3)

Lampiran 8 Hasil ANOVA mutu hedonik brownies

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Warna Between Groups 13.734 8 1.717 1.811 .075

Within Groups 247.475 261 .948

Total 261.208 269

Aroma Between Groups 10.474 8 1.309 .801 .602

Within Groups 426.442 261 1.634

Total 436.916 269

Rasa Between Groups 7.980 8 .997 .633 .750

Within Groups 411.158 261 1.575

Total 419.138 269

Tekstur Between Groups 19.133 8 2.392 1.490 .161

Within Groups 419.042 261 1.606

Total 438.175 269

Keseluruhan Between Groups 11.713 8 1.464 1.242 .275

Within Groups 307.758 261 1.179


(4)

Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik brownies

Mutu hedonik warna

Duncana

formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2

9.00 30 6.4833

8.00 30 6.7667 6.7667

3.00 30 6.9000 6.9000

7.00 30 6.9167 6.9167

4.00 30 7.0533

2.00 30 7.0833

5.00 30 7.1667

1.00 30 7.2000

6.00 30 7.2167

Sig. .118 .132

Mutu hedonik aroma

Duncana

formula N

Subset for alpha = 0.05

1

2.00 30 5.6833

3.00 30 5.6833

8.00 30 5.6833

4.00 30 5.7333

7.00 30 5.7833

1.00 30 5.8000

5.00 30 5.8500

9.00 30 5.9667

6.00 30 6.3333


(5)

Lampiran 9 (lanjutan)

Mutu hedonik rasa

Duncana

formula N

Subset for alpha = 0.05

1

9.00 30 6.0667

2.00 30 6.4000

4.00 30 6.4000

3.00 30 6.4667

7.00 30 6.5167

6.00 30 6.5833

1.00 30 6.6000

5.00 30 6.6000

8.00 30 6.6833

Sig. .112

Mutu hedonik tekstur

Duncana

formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2

9.00 30 5.7333

3.00 30 6.0333 6.0333

6.00 30 6.2333 6.2333

4.00 30 6.3000 6.3000

8.00 30 6.4333 6.4333

2.00 30 6.4667

7.00 30 6.5000

5.00 30 6.5167

1.00 30 6.6333


(6)

Mutu hedonik keseluruhan

Duncana

formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2

3.00 30 5.9500

9.00 30 6.3333 6.3333

1.00 30 6.3667 6.3667

6.00 30 6.4667 6.4667

8.00 30 6.4833 6.4833

5.00 30 6.5333 6.5333

2.00 30 6.5667 6.5667

7.00 30 6.5833 6.5833

4.00 30 6.7333