Evaluasi Penggunaan Lahan Dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
DI KOTA BAUBAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FIKRIL FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Evaluasi Penggunaan
Lahan dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau, Provinsi
Sulawesi Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Fikril Fahmi
NIM A156130041

RINGKASAN
FIKRIL FAHMI. Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh
SANTUN R.P. SITORUS dan AKHMAD FAUZI.
Kota Baubau merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara
yang berkembang cukup pesat. Selain letaknya yang strategis yang
menghubungkan wilayah Indonesia Barat dengan wilayah Indonesia Timur melalui
perhubungan laut, Kota Baubau direncanakan sebagai Ibukota dari Provinsi
Sulawesi Tenggara Kepulauan. Permasalahan yang dihadapi dalam proses
pembangunan di Kota Baubau sebagaimana yang terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia adalah keterbatasan lahan. Keterbatasan lahan dan pertumbuhan yang
cukup cepat telah memacu perubahan penggunaan lahan yang tidak jarang terjadi
ketidaksesuaian / inkonsistensi terhadap Rencana Pola Ruang dalam RTRW.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola perubahan penggunaan
lahan, mengetahui sejauhmana kesesuaian penggunaan lahan terhadap Rencana

Pola Ruang, dan mengetahui faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian
penggunaan lahan tersebut atas Rencana Pola Ruang yang disusun serta
memberikan arahan dalam proses pemanfaatan penggunaan lahan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan pendekatan spasial,
penyusunan Neraca Sumber Daya Lahan, kemudian dilakukan evaluasi
pemanfaatan ruang wilayah kota untuk menilai seberapa besar tingkat kesesuaian
pemanfaatan penggunaan lahan berdasarkan Rencana Pola Ruang yang telah
disusun. Kemudian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian
penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang dilakukan analisis faktor dengan
metode analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dan regresi
berganda.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tutupan / penggunaan lahan
didominasi oleh lahan berhutan yang luasannya mencapai 53,98%, namun sejak
tahun 2010 hingga tahun 2015 kawasan hutan telah berkurang18,20% dari luasan
mula. Berkurangnya luasan hutan disertai dengan peningkatan penggunaan lahan
untuk pertanian lahan kering dengan peningkatan luasan mencapai 56,63%. Terkait
dengan kesesuaian pemanfaatan penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang,
ditemukan bentuk-bentuk penyimpangan / inkonsistensi yaitu, penyimpangan
dalam Rencana Pola Ruang dan penyimpangan dalam pemanfaatan penggunaan
lahan terhadap Rencana Pola Ruang. Berdasarkan hasil evaluasi tingkat

penyimpangan pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau berada pada
kategori rendah. Adapun faktor yang mempengaruhi inkonsistensi / ketidaksesuaian
/ penyimpangan penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang adalah
aksesibilitas, ketersediaan lahan pangan, penambahan sarana dan prasarana dasar
wilayah. Arahan dalam pemanfataan penggunaan lahan adalah melakukan
peninjauan kembali dan revisi Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau serta
melakukan peningkatan pengawasan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di Kota
Baubau.
Kata kunci: inkonsistensi, penggunaan lahan, rencana pola ruang

SUMMARY
FIKRIL FAHMI. Evaluation of Land Use and Control Direction of Spatial
Usage in Baubau City, Southeast Sulawesi Province. Supervised by
SANTUN R.P. SITORUS and AKHMAD FAUZI.
Baubau city is one of the area in Southeast Sulawesi Province which is
growing quite rapidly. In addition to its strategis location that connecting the
western of Indonesia with the eastern of Indonesia via sea transportation, and
Baubau City planned as the capital of the Province of Southeast Sulawesi Islands.
Problems encountered in the process of development in the Baubau city as occurred
in almost all part of Indonesia is the limited of land. Limited land and quite rapidly

growth has spurred changes in land use which not infrequently discrepancy or
inconsistency of the land use spatial pattern plan. The objective of this study were
to determine the pattern of land use change, to identify the suitability of land use
pattern spatial plan, to know the factor that cause the mismatch between land use
and spatial pattern plan, and to provide guidance on the use of land process.
To achieve the purpose, this study used several methods of analysis such as
spatial analysis, land resources balance analysis, factor analysis with principal
component analysis method and regression analysis.
The results show that land use in Baubau City is dominated by forest
reaching up to 53,98%, but since 2010 until now the forest has been decrease by
18,20%. The forest loss is accompanied by increasing dry land agriculture
amounted to 56,63%. Related to the suitability of the land use spatial pattern plan
found forms of deviation, which is the deviation of spatial patern plan and the
irregularities in land use. The evaluation result show that the level of irregularities
in the utilization of the land use plan pattern space is at low category. The factors
that affecting deviation to the planned land use spatial patern are (1) accessibility,
(2) availability of agricultural land, (3) the addition of basic facilities and
infrastructure of territory. The directives in the utilization of land use are to review
and revise the spatial plan and increased its oversight of land use.
Keywords: inconsistency, land use, spatial pattern plan


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
DI KOTA BAUBAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FIKRIL FAHMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

:

Dr Ir Setia Hadi, MS

Judul Tesis : Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara
Nama
: Fikril Fahmi
NIM
: A156130041


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Ketua

Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 24 November 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat
dan karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta
Salam tak henti-hentinya dicurahkan kepada Nabi Muhammad Rasulallah SAW.
Judul penelitian ini yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah
“Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di
Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara”
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
dan Prof Dr Ir Ahmad Fauzi, MSc selaku pembimbing, yang telah menyediakan
waktu, pikiran dan tenaga untuk mengarahkan dan membimbing penulis sejak
proses penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penyusunan Tesis ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Rahiba SE yang telah banyak
membantu peneliti di lapangan, serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PWL
2013 atas segala bentuk semangat, dorongan dan solidaritas yang telah dibangun
selama ini.
Akhirnya dengan segala rasa syukur dan hormat penulis persembahkan

kepada orang tua tercinta Bapak Dr Ir H Mudjur Muif, MSi dan Ibu Hj Sri Mulyani
serta kakak dan adik terkasih Mawaddaturahmah SIKom, Nur Sakinah SP, MSi dan
Marwah Hidayani yang telah memberikan doa dan movitasi untuk dapat
menyelesaikan pendidikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Fikril Fahmi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
5
5
5
6


2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan
Penataan Ruang
Evaluasi Penggunaan Lahan Dalam Penataan Ruang
Neraca Sumber Daya Lahan
Sistem Informasi Geografis

8
8
8
9
10
12
14

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Data dan Alat Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Pengolahan Dan Analisis Data
Analisis Spasial
Analisis Neraca Sumber Daya Lahan
Evaluasi Penggunaan Lahan
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)
Analisis Regresi
Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

15
15
16
16
16
17
17
17
18
20
21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Wilayah Kota Baubau
Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kondisi Fisik Wilayah
Topografi dan Kelerengan
Morfologi
Geomorfologi
Kondisi Demografi
Kondisi Ekonomi

22
22
22
22
22
24
24
24
26

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2015
Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2010
Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2010-2015
Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2015
Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031
Evaluasi Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2015
Kesesuaian Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2015 Terhadap
Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031
Evaluasi Kesesuian Penggunaan Lahan Kota Baubau
Tahun 2015 Terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau
Tahun 2011-2031
Faktor yang Mempengaruhi Kesesuaian Penggunaan Lahan Terhadap
Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau 2011-2031
Arahan Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau

27
27
32
35
36
38
38

42
45
50

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

52
52
54

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1 Kajian-Kajian terkait Evaluasi Penggunaan Lahan dalam Penataan
Ruang
2 Neraca Sumber Daya Lahan Wilayah Kota
3 Perubahan Penggunaan Lahan Wilayah Kota
4 Variabel Penduga Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Guna Lahan
dan Konsistensinya Terhadap Rencana Pola Ruang
5 Wilayah Administratif Kota Baubau
6 Jumlah Penduduk Kota Baubau Tahun 2004-2013
7 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Baubau Tahun 2004-2013
8 Kepadatan Penduduk Kota Baubau Tahun 2013
9 PDRB Kota Baubau Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2012 Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000
10 Distribusi PDRB Kota Baubau Menurut Lapangan Usaha Tahun
2009-2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
11 Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004
12 Tutupan Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2010
13 Matriks Neraca Sumberdaya Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2010
14 Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2010
15 Matriks Neraca Sumber Daya Lahan Kota Baubau Tahun 2010-2015
16 Perubahan
Tutupan/Penggunaan
Lahan
Kota
Baubau
Tahun 2010-2015
17 Pola
Perubahan
Penggunaan
Lahan
Kota
Baubau
Tahun 2004-2015
18 Rencana Pola Ruang Kota Baubau Tahun 2011-2031
19 Matriks Kesesuaian Penggunaan Lahan Tahun 2015 Terhadap Rencana
Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031
20 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2015 Terhadap Pola Ruang RTRW
Kota Baubau Tahun 2011-2031
21 Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2015 Terhadap
Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031
22 Variabel Terpilih yang Dapat Digunakan Untuk Analisis Faktor
23 Komponen Utama Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan di
Kota Baubau
24 Signifikansi Komponen Utama sebagai Faktor yang Mempengaruhi
Terhadap Kesesuaian Penggunaan Lahan di Kota Baubau

11
13
14
19
24
25
25
25
26
26
27
29
30
31
33
34
36
37
39
40
43
46
47
48

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kerangka Pemikiran
Bagan Alir Penelitian
Peta Wilayah Administratif Kota Baubau
Peta Kelerengan Kota Baubau
Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2004
Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2010
Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2015
Peta Rencana Pola Ruang Kota Baubau Tahun 2011-2031
Peta Sebaran Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Baubau
Tahun 2015

7
21
23
23
28
28
34
38
45

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Baubau
2 Hasil Penilaian Evaluasi Pemanfaatan Penggunaan
di Kota Baubau
3 Hasil Analisis Faktor
4 Hasil Analisis Regresi Berganda

58
Lahan
59
60
68

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertumbuhan ekonomi yang merupakan motor penggerak
pembangunan telah mendorong perkembangan di berbagai sektor kehidupan. Hal
ini berimplikasi pada peningkatan kebutuhan ruang atau lahan untuk memenuhi
kebutuhan sektor-sektor tersebut. Akan tetapi, ruang atau lahan yang tersedia
memiliki keterbatasan untuk dapat menampung seluruh sektor kehidupan. Untuk
menghindari terjadinya perebutan dan tumpang tindih penggunaan lahan, maka
Pemerintah memandang perlu adanya suatu regulasi yang mengatur keselarasan dan
keharmonisan pemanfaatan lahan / ruang seiring dengan laju perkembangan zaman.
Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 belum ada peraturan perundang-undangan
yang mengikat tentang Penataan Ruang dengan sanksi hukum yang tegas terhadap
pelaksanaannya. Baru pada Tahun 1960 lahirlah Undang-Undang Pokok Agraria
yang mengatur penggunaan lahan di luar kawasan hutan yang dikenal sebagai Areal
Penggunaan Lain (APL). Maraknya kegiatan eksploitasi hutan baik secara legal
maupun tidak dan seiring dengan dibentuknya Departemen Kehutanan yang
menjadi terpisah dari Departemen Pertanian pada Tahun 1980an, maka Direktorat
Jenderal Inventarisasi Tata Guna Hutan yang belakangan ini dikenal dengan Badan
Planologi Kehutanan melahirkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang
mendasari lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
Disisi lain Pemerintah juga telah melahirkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang mengatur Rencana
Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang. Peraturan perundang-undangan ini
dipandang belum efektif penerapannya karena belum diperkokoh dengan sanksi
yang tegas dalam hal penyimpangan atau penyalahgunaan Pola Pemanfaatan
Ruangnya, yang pada akhirnya diperbaharui dengan dikeluarkannya UndangUndang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 ini bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan;
a) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan,
b) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, dan c) Terwujudnya
perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang.
Sebagaimana diketahui bahwa penyusunan rencana pola ruang dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) itu berasal dari tutupan lahan yang
dituangkan dalam tata guna lahan aktual (land use existing) yang kemudian dari
sinilah disusun Rencana Pola Ruang yang terdiri atas Kawasan Lindung dan
Kawasan Budidaya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor
17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
maka telah ditetapkan Kawasan Lindung terdiri atas; Hutan Lindung, Kawasan
yang memberikan perlindungan terhadap Kawasan dibawahnya, Kawasan
perlidungan setempat, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota, Kawasan Suaka Alam

2
dan Cagar Budaya, Kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung lainnya.
Kawasan budidaya terdiri atas; Kawasan perumahan (kepadatan tinggi, sedang, dan
rendah), Kawasan Perdagangan dan Jasa (pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan
toko modern), Kawasan perkantoran (pemerintah dan swasta), Kawasan Industri
(rumah tangga/kecil dan industri ringan), Kawasan Pariwisata (budaya, alam dan
buatan), Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau, Kawasan Ruang Evakuasi Bencana,
Kawasan Peruntukan ruang bagi sektor informal, dan kawasan peruntukan lainnya
(pertanian, pertambangan, pelayanan umum / pendidikan / kesehatan / peribadatan
/ keamanan dan militer).
Dasar pertimbangan diperlukan adanya penataan ruang yang komprehensif
dalam proses pembangunan yang dilakukan di Indonesia sebagaimana dijelaskan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 adalah bahwa
ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan Negara
kepulauan berciri Nusantara baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi maupun sebagai
sumberdaya perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya
guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga
kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya
kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Untuk mewujudkan
penataan ruang yang berdaya dan berhasil guna, terjaga keberlanjutannya dan
tercipta keserasian, keselarasan dan keseimbangan ekosistem maka proses penataan
ruang haruslah didasarkan pada karakteristik, kesesuaian, kelayakan, kemampuan
daya dukung dan daya tampung lingkungan serta didukung oleh teknologi yang
sesuai sehingga fungsi dari pemanfaatan penggunaan lahan akan berjalan secara
optimal.
Pada implementasinya masih terjadi penyimpangan pola penggunaan lahan
karena tidak konsisten atau terjadinya inkonsistensi terhadap Rencana Struktur
Ruang dan Rencana Pola Ruang yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangundangan baik melalui Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota). Adapun terjadinya inkonsistensi tersebut dapat disebabkan
oleh: 1). Kekeliruan dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang tidak mempertimbangkan faktor daya dukung dan daya tampung
lahan menyangkut kesesuaian dan kelayakan lahannya, 2). Meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi yang diikuti peningkatan migrasi kependudukan sehingga
memacu intensitas pemanfaatan ruang/lahan, 3). Adanya investasi / penanaman
modal sehingga Pemerintah Daerah dengan kekuasaan otonominya memberikan
izin penggunaan lahan diluar koridor kawasan yang telah ditetapkan dalam Rencana
Pola Ruang yang telah disepakati.
Bermacam permasalahan inkonsistensi / penyimpangan dalam penggunaan
ruang terjadi di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan salah
satunya terjadi di wilayah Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara faktual
terdapat beberapa masalah inkonsistensi dalam penataan Ruang yang terindikasi
telah melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Baubau, yaitu:
(1) Peruntukan Kawasan Pertambangan yang tumpang tindih dengan Kawasan
Peruntukan Hutan. Keberadaan kawasan pertambangan yang tumpang tindih
dengan kawasan hutan dituding telah melanggar Peraturan Daerah Kota Baubau
Nomor 1 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Baubau yang mana keberadaannya ini

3
tidak terdapat dalam Rencana Pemanfaatan Ruang. Permasalahan ini berakibat
konflik di masyarakat sejak bermulanya aktivitas pertambangan di Tahun 2007
hingga tahun tahun 2014 (2) Permasalahan reklamasi pantai yang terjadi di Pantai
Kamali (dekat dengan pelabuhan dermaga Murhum) dan reklamasi pantai
Kotamara. Kedua reklamasi pantai tersebut berada di bagian Utara Kota Baubau
yang merupakan pantai perairan Selat Buton dan keduanya dipisahkan oleh Kali
Baubau yang mengalir ke Utara. Kedua kawasan reklamasi tersebut merupakan
tambahan perluasan lahan yang tidak ada sebelumnya dalam rencana tata ruang.
(3) Alih fungsi kawasan Hutan Mangrove yang ada di Kelurahan Liabuku
Kecamatan Bungi yang berubah menjadi stadion olahraga dan terminal. Perubahan
fungsi dari Kawasan Hutan Mangrove ini tidak saja bentuk inkonsistensi terhadap
penataan ruang tetapi juga telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1990 tetang Perlindungan Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (4) Alih fungsi kawasan
perkantoran dimana didalamnya terdapat bangunan bekas Kantor Bupati Buton
dengan seluruh fasilitas penunjangnya digantikan dengan komplek perbelanjaan
Hypermart yang bekerjasama dengan pengembang properti LIPPO. Kawasan ini
sebelumnya direncanakan sebagai Kantor Gubernur Provinsi Buton Raya atau
Sulawesi Tenggara Kepulauan yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat dan
Pemerintah Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten
Buton Tengah, Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Wakatobi dengan Kota
Baubau sebagai ibukotanya. Keberadaan pusat perdagangan LIPPO Plaza ini sejak
semula telah ditentang oleh masyarakat dan seluruh jaringan yang ada di Kota
Baubau karena terindikasi melanggar RTRW Kota Baubau, selain itu
keberadaannya juga dapat mematikan aktivitas perekonomian lainnya seperti mal
Umna Wolio yang jaraknya hanya sekitar 3 Km serta pasar-pasar tradisional lainnya
yang keberadaannya dekat dekat Hypermart tersebut.
Melihat permasalahan yang ada serta mengingat bahwa pengelolaan
subsistem ruang yang satu akan mempengaruhi pada subsistem ruang lainnya yang
pada akhirnya mempengaruhi sistem keruangan secara kumulatif maka diperlukan
sistem pengaturan penataan ruang. Salah satu upaya dalam mewujudkan penataan
ruang yang tertib dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku maka perlu
dilakukan evaluasi terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau dalam
pemanfaatan penggunaan lahan. Untuk menuju kepada tertib tata ruang sesuai
dengan kesepakatan seluruh stakeholders yang telah ditetapkan melalui produk
hukum Peraturan Daerah maka diperlukan konsistensi kegiatan pembangunan
sesuai kawasan peruntukan lahan yang diatur dalam kawasan lindung dan kawasan
budidaya yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu diperlukan arahan dalam
pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Baubau. Demikian diharapkan dengan
penelitian ini dapat memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Daerah Kota Baubau dalam pemanfaatan ruang.

Perumusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi oleh Kota Baubau yang berada di wilayah
Pesisir Pulau Buton, sebagaimana umumnya yang dihadapi oleh kota-kota lainnya

4
di Indonesia adalah keterbatasan ruang. Keterbatasan ruang atau lahan
pembangunan menjadi masalah pembangunan, khususnya dalam pengembangan
wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang terus melaju setiap saat.
Kota Baubau merupakan salah satu kota tua di Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang telah berdiri sejak zaman keemasan Kesulthanan Buton pada 700
tahun yang lalu. Pada awal masa Orde Lama, Kota Baubau pernah menjadi Ibukota
Daerah Swatantra Tingkat II Sulawesi Tenggara yang pada saat itu masih
bergabung dengan Daerah Swatantra Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara. Pada
Tahun 1964, Daerah Swatantra Tingkat II Sulawesi Tenggara menjadi Provinsi
Sulawesi Tenggara yang ibukotanya dipindahkan di Kota Kendari. Sejak itulah kota
Baubau menjadi Ibukota dari Kabupaten Buton. Pada Tahun 2001, Kota Baubau
yang berstatus sebagai Ibukota Kabupaten Buton dan juga berfungsi sebagai Kota
Administratif berubah menjadi daerah otonom baru dan melepaskan diri dari
Kabupaten Buton yang disahkan keberadaannya melalui Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau.
Mengingat posisinya yang sangat strategis yaitu; (1) sebagai Kota Transit
dimana kapal-kapal PELNI yang menuju Indonesia Timur baik yang menuju
Ambon – Sorong – Manokwari – Jayapura maupun yang menuju Kolonadale –
Bitung / Menado – dan Ternate semuanya melalui dan singgah berlabuh di Kota
Baubau, (2) Dibangunnya Depot Suplai Logistik BBM Pertamina untuk Kawasan
Indonesia Timur (Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku) yang menggantikan posisi
Kota Makassar, (3) Keberadaan Kota Baubau yang direncanakan sebagai Ibukota
Provinsi Sulawesi Tenggara Kepulauan menjadikan Kota Baubau sebagai pusat
pelayanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan jasa
bagi Kabupaten disekitarnya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara,
Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Selatan, dan
Kabupaten Muna serta Kabupaten Bombana).
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang begitu cepat yang disertai
dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi berimplikasi terhadap meluasnya
kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan. Untuk memenuhi seluruh
kebutuhan akan ruang, kegiatan alih fungsi lahan menjadi salah satu upaya dalam
mengatasi permasalahan keterbatasan ruang yang dihadapi. Akan tetapi dengan
proses pertumbuhan yang cepat dan kebutuhan ruang yang semakin banyak,
kegiatan alih fungsi lahan acap kali tidak selaras dengan rencana pola ruang yang
telah ditetapkan dalam rencana tata ruang. Ketidakselarasan / inkonsistensi rencana
pola ruang tidak hanya merusak keharmonisan fungsi penggunaan lahan yang
direncanakan dalam rencana tata ruang tetapi juga berakibat pada lingkungan yang
terancam keberlanjutannya.

Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah seperti
diuraikan diatas, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut;
(1) Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan Kota Baubau pada tiga titik tahun
(2004, 2010, dan 2015) ?, (2) Sejauhmana konsistensi dari Rencana Pola Ruang
dalam pemanfaatan penggunaan lahan Kota Baubau? (3) Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dan inkonsistensi dari Rencana

5
Pola Ruang Kota Baubau? (4) Bagaimana upaya didalam pengendalian
pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau?

Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian diatas, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah;
1) Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan pada tiga titik tahun
(2004, 2010 dan 2015),
2) Mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan lahan terhadap
Rencana Pola Ruang Kota Baubau,
3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya inkonsistensi
Rencana Pola Ruang dalam RTRW Kota Baubau,
4) Merumuskan arahan dalam pengendalian pemanfaatan lahan di Kota Baubau

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut;
1) Sebagai informasi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu
dilakukan guna mengantisipasi dampak buruk dari inkonsistensi Rencana
Pola Ruang,
2) Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Baubau dalam penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Baubau selanjutnya,
3) Sebagai bahan pertimbangan untuk para pengambil kebijakan khususnya
terkait dengan pemanfaatan penggunaan lahan untuk saat ini dan masa depan,
sehingga terwujudnya tertib hukum dan terarahnya penggunaan lahan bagi
setiap orang, stakeholder, dan pemerintah.

Kerangka Pemikiran
Penataan Ruang adalah merupakan serangkaian kegiatan proses yang terdiri
atas proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang (UURI No. 26 Tahun 2007). Keseluruhan rencana, kegiatan
pemanfaatan dan pengandalian pemanfaatan tercantum dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Dengan demikian RTRW adalah merupakan instrumen yang
digunakan untuk mewujudkan pemanfaatan penggunaan lahan yang harmonis dan
tertib hukum maka pemanfaatan penggunaan lahan yang dilakukan haruslah
senantiasa dievaluasi dan RTRW adalah pedoman sekaligus merupakan simpul
yang menjadi penyelesaian permasalahan-permasalahan yang timbul dari
penyimpangan yang terjadi dalam pemanfaatan penggunaan lahan.
Kota Baubau sebagai daerah otonom dengan posisi strategis yang berada
pada lalu lintas perairan Indonesia yang menghubungkan Wilayah Barat dengan
Wilayah Timur Indonesia, menjadikan Kota Baubau sebagai tempat persinggahan
transportasi laut. Hal ini mengakibatkan perkembangan yang pesat dari Kota
Baubau. Perkembangan kota yang disertai dengan pertumbuhan penduduk dan

6
pertumbuhan ekonomi wilayah yang pesat, menuntut akan ketersediaan ruangruang pembangunan. Tetapi kebutuhan akan ruang yang tinggi dihadapkan kepada
kondisi ketersediaan ruang yang bersifat tetap dan terbatas. Kondisi tersebut
menimbulkan tumbukan antar kepentingan pembangunan. Proses alih fungsi lahan
dari satu jenis penggunaan ke penggunaan lainnya untuk dapat memenuhi seluruh
aktivitas pembangunan tidak dapat dihindari dan dalam prosesnya kerap terjadi
penyalahgunaan pemanfaatan ruang dan melanggar apa yang telah ditetapkan
melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Restina (2009) mengatakan bahwa terjadinya perubahan penggunaan lahan
dengan cepat, seringkali di lapangan terjadi berbagai penyimpangan dari Rencana
Tata Ruang, dimana salah satunya dipengaruhi oleh kepentingan antar sektor. Oleh
karena itu, evaluasi penggunaan lahan adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap
pemerintah daerah termasuk Kota Baubau untuk mewujudkan pemenuhan
kebutuhan ruang yang tertib hukum dan mengakomodir seluruh kebutuhan akan
ruang tanpa mengorbankan salah satu kepentingan saat ini dan untuk masa yang
akan datang.
Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan lahan dilakukan
dengan cara menyusun Neraca Sumber Daya Lahan yang dilakukan dengan
pendekatan geospasial dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG)
dengan menampalkan / menumpang tindihkan (overlay) kondisi pemanfaatan
penggunaan lahan terkini terhadap Rencana Pola Ruang RTRW. Penampalan peta
tersebut menghasilkan informasi penggunaan lahan dan temuan permasalahan serta
penyimpangan / inkonsistensi yang terjadi sebagai dasar informasi untuk kemudian
dilakukan pengecekan lapangan dan pencarian informasi tambahan untuk
mengungkap inkonsistensi yang terjadi terhadap Rencana Pola Ruang serta faktorfaktor yang mempengaruhinya.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan dan inkonsistensi dari Rencana Pola Ruang dilakukan dengan
melakukan analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Kemudian
hasil dari analisis tersebut digunakan dalam evaluasi pemanfaatan penggunaan
lahan. Data-data yang berhasil dikumpulkan dalam proses survei lapangan dan
penemuan dari proses analisis spasial dielaborasi untuk selanjutnya dilakukan
perumusan arahan kebijakan dalam pemanfaatan penggunaan lahan. Untuk lebih
jelasnya terkait dengan proses penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian meliputi; (1) Lingkup wilayah adalah seluruh wilayah
administratif Kota Baubau yang terdiri atas tujuh kecamatan yaitu: (a) Kecamatan
Wolio, (b) Kecamatan Sorawolio, (c) Kecamatan Betoambari, (d) Kecamatan
Bungi, (e) Kecamatan Kokalukuna, (f) Kecamatan Murhum, (g) Kecamatan Lealea.
(2) Lingkup kegiatan meliputi kegiatan (a) Mengkaji pola-pola penggunaan lahan
dan perubahannya yang terjadi pada tiga titik tahun yakni tahun 2004, 2010, dan
tahun 2015, (b) Mengevaluasi penggunaan lahan dan konsistensi dari pelaksanaan
Rencana Pola Ruang, (c) Mengkaji faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan
lahan dan inkonsistensi yang terjadi terhadap Rencana Pola Ruang, (d) Menyusun

7
arahan kebijakan dalam pengharmonisasian pemanfaatan penggunaan lahan
berdasarkan hasil temuan-temuan pada kegiatan sebelumnya.
Latar Belakang
 Laju Pertumbuhan ekonomi dan migrasi penduduk telah mendorong
perkembangan di berbagai sektor kehidupan. Hal ini berimplikasi terhadap
kepada peningkatan kebutuhan ruang/lahan untuk memenuhi kebutuhan
sektor-sektor tersebut. Akan tetapi ruang/lahan yang tersedia terbatas.
 Posisi Kota Baubau yang strategis yang menjadikan Kota Baubau sebagai kota
transit yang menghubungkan Wilayah Barat Indonesia dengan Wilayah Timur
Indonesia melalui perhubungan Laut.

Permasalahan
 Secara faktual di Kota Baubau terdapat penggunaan lahan yang terindikasi
sebagai penyimpangan didalam pemanfaatan penggunaan lahan, antara lain:
1. Kawasan peruntukan pertambangan yang tumpang tindih dengan
kawasan peruntukan hutan
2. Reklamasi Pantai Kamali dan Kotamara
3. Alih fungsi kawasan hutan mangrove menjadi stadion olah raga dan
terminal
4. Kawasan Perkantoran yang menjadi kawasan perbelanjaan Hypermart

Tujuan
 Evaluasi penggunaan lahan Kota Baubau Tahun 2004-2015
 Evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan kota Baubau terhadap Rencana Pola
Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya inkonsistensi
Rencana Pola Ruang

Rencana Pola Ruang RTRW Kota
Baubau Tahun 2011-2031

Penggunaan Lahan Eksisting Kota
Baubau Tahun 2015

Peta Rencana Pola Ruang RTRW
Kota Baubau Tahun 2011-2031

Peta Land Use Existing Kota
Baubau Tahun 2015

Evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan Kota
Baubau dan faktor-faktor yang mempengaruhi
inkonsistensi Rencana Pola Ruang

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kota Baubau

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya (Arsyad 2000; Sitorus 2004). Saefulhakim (1994) menerangkan
bahwa lahan terkait dengan karakteristik lahan seperti kemiringan, pola drainase,
resiko banjir, bencana erosi, lokasi dan tempat tumbuh tanaman. Lahan merupakan
sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (1) sediaan /
luas relative tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan
proses artifisial (reklamasi) sangat kecil, (2) memiliki sifat fisik (jenis batuan,
kandungan mineral, topografi, dan sebagainya) dengan kesesuaian dalam
menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik (Dardak 2005).
Penggunaan lahan adalah merupakan bentuk intervensi manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual
(Vink 1975; Arsyad 2000; Sitorus 2014). Penggunaan lahan adalah suatu proses
yang dinamis, dimana perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan
pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sehingga masalah yang
berkaitan dengan lahan adalah merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim
dan Nasoetion 1995). Perubahan ini akan tetap berlanjut dimasa mendatang bahkan
dalam kecepatan yang lebih tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang
dirasakan di kota-kota besar (Winarso 1995). Karena merupakan suatu proses yang
dinamis maka akan terjadi perubahan penggunaan lahan dari satu jenis penggunaan
lahan berganti menjadi jenis penggunaan lahan lainnya.
Faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan lahan adalah faktor fisik dan
biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (Barlowe 1986; Rosnila
2004). Faktor lainnya yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah perilaku
masyarakat, kehidupan ekonomi dan kepentingan umum (Jayadinata 1999;
Elfiansyah dan Ma’rif 2013).
Ketersediaan lahan yang relatif tetap yang dihadapkan kepada kebutuhan
lahan yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan dalam
penggunaan lahan. Permasalahan penggunaan lahan dapat dikelompokan dalam
beberapa kategori, yaitu (1) masalah akibat hasil buatan manusia, (2) masalah
karena keadaan alam, (3) masalah yang timbul karena sifat tanah asli (Kadir 1976;
Sitorus 2015). Permasalahan dalam pemanfaatan penggunaan lahan disebabkan
beberapa hal yaitu (Lounsbury 1981; Sitorus 2015); (1) perubahan dalam jumlah
dan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah terutama sebagai hasil dari
pertambahan penduduk yang cepat atau migrasi, (2) perbedaan dalam nilai, sikap
dan perseps setempat atau penduduk daerah yang berdekatan, (3) pengembangan
lahan yang tidak disesuaikan dengan sifat alami lahan, (4) ciri dan tipe pengawasan
dan perencanaan penggunaan lahan.

Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya yang diikuti dengan

9
berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda
(Wahyunto et al. 2001; Rosnila 2004). Marisan (2006) mengatakan bahwa
perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan
pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimal. Sumaryanto et al.
(1994) mendefinisikan perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan adalah
merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumberdaya antar sektor
penggunaan. Saefulhakim (1999) menjelaskan lebih lanjut bahwa secara umum
struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu; (1) struktur permintaan atau kebutuhan lahan, (2) struktur
penawaran atau ketersediaan lahan, (3) struktur penguasaan teknologi yang
berdampak pada produktivitas sumberdaya alam. Jenis perubahan pemanfaatan
penggunaan lahan mencakup perubahan fungsi, intensitas, dan ketentuan teknis
massa bangunan (Zulkaidi 1999; Pontoh et al. 2005; Elfiansyah dan Ma’rif 2013).
Faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik,
ekonomi, demografi dan budaya (McNeill et al. 1998; Rosnila 2004).
Perubahan penggunaan lahan baik berskala besar maupun skala kecil
memiliki permasalahan klasik berupa; (1) efisiensi alokasi dan distribusi
sumberdaya dari sudut pandang ekonomi, (2) keterkaitannya dengan masalah
pemerataan dan penguasaan sumberdaya, (3) keterkaitannya dengan proses
degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
(Rustiadi et al. 2005). Lebih lanjut Rustiadi et al. (2005) menjelaskan bahwa ketiga
masalah tersebut diatas memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan
yang lainnya, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat
indipenden dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan parsial
namun memerlukan pendekatan-pendekatan yang integratif.

Penataan Ruang
Penataan Ruang sebagaimana yang didefinisikan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 Ayat 5
(Ditjen Penataan Ruang Dept. PU 2007) adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
Nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan; (a) Terwujudnya keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan, (b) Terwujudnya keterpaduan dalam
penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan
sumberdaya manusia, dan (c) Terwujudnya fungsi ruang, hal ini sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Pasal
3 (Ditjen Penataan Ruang Dept. PU 2007).
Rustiadi et al. (2011) menjelaskan bahwa penataan ruang merupakan bentuk
intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungan guna meningkatkan
kesejahteraan yang berkelanjutan, secara spesifik penataan ruang dilakukan
sebagai; (1) Optimasi pemanfaatan sumberdaya (mobilisasi dan alokasi
pemanfaataan sumberdaya) guna terpenuhinya efisiensi dan produktivitas, (2) Alat
dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan,

10
keberimbangan, dan keadilan, (3) Menjaga keberlanjutan pembangunan,
(4) Menciptakan rasa aman dan (5) Kenyamanan ruang.
Dalam proses penataan terdapat landasan-landasan penting yang harus
diperhatikan sebagai falsafah yakni; (1) Penataan Ruang sebagai bagian dari upaya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya
untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (2) Penataan Ruang
menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa
yang akan dating, (3) Penataan Ruang disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan
masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) Penataan
Ruang merupakan upaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik secara
terencana, (5) Penataan Ruang sebagai suatu sistem yang meliputi kegiatan
perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan (6) Penataan
Ruang dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola pemanfaatan
ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak (Rustiadi et al. 2011).

Evaluasi Penggunaan Lahan Dalam Penataan Ruang
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemanfaatan penggunaan
lahan adalah merupakan tindakan intervensi manusia dalam mengelola dan
memanfaatkan lahan beserta sumberdaya alam yang terdapat didalamnya. Namun
harus disadari bahwa pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang begitu cepat
dihadapkan kepada ketersediaan lahan yang bersifat tetap dan terbatas yang
menyebabkan ketidakmampuan lahan untuk menampung seluruh aktivitas tersebut.
Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan
dari satu peruntukan menjadi peruntukan lainnya untuk memenuhi kebutuhan akan
ruang. Perubahan bentuk penggunaan lahan ini terjadi begitu cepat dengan adanya
desakan dan dorongan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia akibat dari
pesatnya laju pertumbuhan manusia yang cenderung tidak terbatas. Perubahan
penggunaan lahan yang cepat ini acap kali tidak selaras dengan RTRW yang telah
disusun yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kehidupan manusia dan
merusak tatanan keseimbangan lingkungan dan mengancam keberlanjutannya,
karena tidak jarang alih fungsi lahan tidak disertai dengan kegiatan penanganan
lingkungan yang baik untuk mengantisipasi dampak yang akan terjadi.
Oleh karena itu, kegiatan pemanfaatan penggunaan lahan haruslah
senantiasa dipantau dan dilakukan evaluasi secala berkala dan berkelanjutan.
Adapun tujuan dari pemantauan serta evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan
dalam penataan ruang adalah untuk menilai tentang pencapaian manfaat yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang, termasuk penemuan faktor-faktor yang
menyebabkan pencapaian lebih dan atau kurang dari manfaat yang telah ditetapkan
dalam rencana tata ruang (Lahamendu dan Kustiawan 2014). Evaluasi pemanfaatan
penggunaan lahan dalam penataan ruang telah menjadi topik kajian penelitian.
Beberapa kajian penelitian terkait dengan penggunaan lahan dalam proses penataan
ruang sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.
Evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan merupakan bagian dari rangkaian
proses penataan ruang dimana sebagaimana telah dijelaskan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 bahwa kegiatan penataan ruang

11
adalah serangkaian sistem yang terdiri dari proses perencanaan ruang, pemanfaatan
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Tabel 1 Kajian-Kajian Terkait Evaluasi Penggunaan Lahan dalam Penataan Ruang
Nama

Tahun

Judul Kajian
Analisis Inkonsistensi Tata Ruang Dilihat dari Aspek
Fisik Wilayah: Kasus Kabupaten dan Kota Bogor

Marthen Marisan

2006

Sanudin

2006

Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

Yusup Setiadi

2007

Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan
Umbulharjo, Kota Yogyakarta

Arif Junaedi

2008

Analisis Pola Perubahan Pemanfaatan Ruang dan
Implikasinya terhadap Pelaksanaan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang

Suci Rahmawaty

2008

Analisis Konsistensi Pola Pemanfaatan Ruang dengan
Rencana Tata Ruang

Nina Restina

2009

Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya
Provinsi Jawa Barat

Arif Martanto

2012

Kajian Efisiensi Penggunaan Lahan dan Pola
Persebaran Perumahan di Ibukota Kabupaten
Purwakarta

Rani Nuraeni

2014

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan
Penggunaan Lahan Wilayah di Kabupaten Bandung

Proses evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan dilakukan dengan
pendekatan spasial yang dilakukan secara berkelanjutan. Data-data dan informasi
dari kegiatan pemantauan digunakan sebagai data dan masukan dalam proses
kegiatan evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi, hasil pemantauan dianalisa dan diolah
sehingga menghasilkan informasi untuk dilakukan penilaian kesesuaian
pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayah. Hasil evaluasi
pemanfaatan ruang digunakan untuk pengambilan keputusan berupa kebijakan,
strategi, dan langkah-langkah dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran rencana
tata ruang.
Rekomendasi atau saran-saran dari rumusan evaluasi dibedakan
berdasarkan periode evaluasi mengingat masing-masing periode memiliki peran
penekanan yang berbeda. Periode evaluasi pemanfaatan dikelompokan dalam dua
kategori yakni periode evaluasi tahunan dan evaluasi pemanfaatan ruang lima
tahunan. Hasil perumusan dan analisis kegiatan pada evaluasi pemanfaatan
penggunaan lahan tahunan dijadikan sebagai umpan balik bagi peningkatan
keterwujudan rencana tata ruang setiap tahunnya, sedangkan hasil perumusan dan
evaluasi pemanfaatan penggunaan ruang periode lima tahunan adalah merupakan

12
umpan balik bagi peningkatan keterwujudan rencana tata ruang pada periode
indikasi program selanjutnya.

Neraca Sumber Daya Lahan
Neraca Sumber Daya Lahan (NSDL) adalah salah satu instrument dalam
evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan suatu wilayah. Analisis NSDL sebagai
salah satu bagian dari instrumen penataan ruang diatur penggunaanya didalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Pasal 33 Ayat 1 dan 2, bahwa pemanfaatan ruang mengacu fungsi ruang
yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumberdaya alam lain. Dalam rangka pengembangan penatagunaan
diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah,
neraca penatagunaan sumberdaya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca
penatagunaan sumberdaya alam lain. Adapun tata cara dan prosedur dalam proses
penyusunan NSDL telah diatur dan telah terstandarisasi oleh Badan Standardisasi
Nasional dengan nomor SNI 19-6728.2-2002 yakni tentang Penyusunan Neraca
Sumberdaya, Bagian 3: Sumberdaya Lahan Spasial.
NSDL diartikan sebagai ‘timbangan’ dari aktiva dan pasiva sumberdaya
lahan. NSDL disusun untuk mengetahui besarnya cadangan awal sumberdaya lahan
yang dinyatakan dalam aktiva, dan besarnya pemanfaatan yang dinyatakan dalam
pasiva, sehingga apabila terjadi perubahan cadangan dapat diketahui dengan
besarnya sisa cadangan yang dinyatakan dengan saldo dalam untuk suatu wilayah
dalam suatu kurun waktu. NSDL disajikan dalam bentuk model tabulasi statistic
berupa tabel skontro (sebelah menyebelah) seperti neraca keuangan. NSDL
memperhitungkan degradasi sumberdaya lahan akibat pemanfaatan lahan yang
diperhitungkan masuk dalam penggunaan lahan (pasiva). NSDL pada suatu daerah
total luasannya tidak berubah tetapi hanya perubahan luasan fungsi dan nilai lahan.
NSDL pun memperhitungkan pula nilai lahan dalam rupiah baik dalam aktiva
maupun pasiva. Adapun matriks tabulasi NSDL untuk wilayah kota sebagaimana
dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

13
Tabel 2 Neraca Sumber Daya Lahan Wilayah Kota

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2002)

14
Tabel 3 Perubaan Penggunaan Lahan Wilayah Kota
Jenis Penggunaan Lahan
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
3.1
3.2
4.1
4.2
4.3
4.4
5.1
5.2
6
7.1
7.2
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
9.1
9.2
9.3
10.1
10.2
10.3
11.1
11.2
11.3
12.1
12.2
12.3
12.4
12.5
12.6
13

Perubahan Penggunaan Lahan
Penambahan (Ha)
Pengurangan (Ha)

Permukiman Jarang
Permukiman Padat
Emplasemen (Sosial, Ekonomi, Budaya)
Kompleks Olah Raga
Taman Kota
Kuburan
Sawah Irigasi Teknis
Sawah Irigasi Setengah Teknis
Sawah Irigasi Sederhana
Sawah Tadah Hujan
Sawah Pasang Surut
Tegalan
Tanah Belum Dimanfaatkan
Kebun Campuran
Kebun sejenis (Sayuran)
Kebun Sejenis (Bunga-Bungaan)
Kebun Sejenis (Buah-Buahan)
Perkebunan Besar (Jenis Tanaman)
Perkebunan Rakyat (Jenis Tanaman)
Pertambangan Terbuka (Jenis Bahan Galian)
Industri (Jenis produksi termasuk pertanian
non pertanian)
Tempat Pariwisata
Pelabuhan / Bandar Udara
Pelabuhan Laut
Pelabuhan Sungai
Terminal
Stasiun Kereta Api
Lahan Berhutan Lebat
Lahan Berhutan Belukar
Lahan Berhutan Sejenis
Lahan Tandus
Lahan Kritis/Rusak
Lahan Bukaan Sementara
Padang Rumput (Jenis Penggunaan)
Alang-Alang
Semak
Danau/Situ/Telaga
Waduk / Bendungan / Embung
Rawa
Kolam Ikan Air Tawar
Tambak
Penggaraman
Lain-Lain (Sungai, Jalan KA, Jalan)
Jumlah

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2002)

Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sistem informasi yang berbasis
komputer yang digunakan secara digital untuk menggambarkan dan menganalisa
ciri-ciri geografi yang digambarkan pada permukaan bumi dan kejadiankejadiannya atau atribut-atribut non spasial untuk dihubungkan dengan studi

15
mengenai geografi (Handayani et al. 2005). SIG didefinisikan sebagai seperangkat
alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan,
mentransformasikan dan menyajikan data spasial objek atau aspek permukaan bumi
untuk tujuan tertentu (Burrough 1986).
Teknologi SIG digunakan untuk membantu pembuat keputusan
menyelesaikan masalah-masalah spasial dengan menunjuk bermacam alternatif
dalam pengembangan dan perencanaan dengan pemodelan yang menghasilkan
serangkaian skenario yang potensial (Keenan 1997; Handayani et al. 2005). Hal
serupa dinyatakan oleh Mitchell (2005) bahwa informasi yang dihasilkan oleh SIG
dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan.
Menurut Lioubimstesve dan Defourney (1999) peran SIG semakin besar
dalam kajian sumberdaya ekonomi termasuk perencanaan penggunaan lahan.
Adapun peran spesifik dari SIG sebagaimana dijabarkan oleh Junaedi (2008) adalah
sebagai berikut: (1) Menyediakan struktur data un