Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

1i

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009 Nina Restina NRP A353060031


(3)

ABSTRACT

NINA RESTINA. An Evaluation of The Existing Land Use and Direction of Drafting Urban Spatial Plan of Tasikmalaya City , West Java Province. Under Direction of SANTUN R.P. SITORUS and ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Tasikmalaya city is located in the east priangan region of west java province, having acceleration in its development. The development of Tasikmalaya city has caused extensive need of space which affects improper use of the land. The objectives of this research are to evaluate the compability usage of the existing land use in Tasikmalaya city, to analyze the factors which influenced the deviation and to compile direction for arranging new RTRW. The research method is using the (GIS), principal component analysis (PCA), regression analysis and descriptive analysis. The existing land use which is appropriate to the RTRW is 15,571.16 hectares (90.76%) and the digressing is 1,585.04 hectares (9.24%). Most of the improver use appear at the agriculture areas. The factors which influence the deviation were as follows, population density, the buildings at the river bank, the area of agriculture farm, and the distance to the downtown. The inconsistence of the land use in Tasikmalaya is influenced by education status rates, occupations and people's income. Most of the society knowledge, couldn’t understand about urban and spatial plan due to the lack of the socialization from the city government about RTRW. Direction arranging of the new RTRW is based on the existing land use and deviation of existing land use, Tasikmalaya city as an urban functional region and to lessen the dense of activities in the city center with a purpose to reach development balance in every district.


(4)

RINGKASAN

NINA RESTINA. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS dan ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Kota Tasikmalaya telah mengalami percepatan perkembangan wilayah yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Perkembangan Kota Tasikmalaya menyebabkan kebutuhan akan ruang meningkat, sedangkan ruang itu terbatas. Hal tersebut dengan mudah mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW, menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan, serta merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya yang baru.

Penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi foto udara tahun 2007 serta ground check ke lapangan. Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan eksisting masih sesuai dengan RTRW, dilakukan tumpang tindih peta penggunaan lahan eksisting dengan peta peruntukkan penggunaan lahan RTRW tahun 2004-2014 Kota Tasikmalaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dianalisis berdasarkan peubah pend uga yang berasal dari data PODES Kota Tasikmalaya tahun 2006 yang diolah dengan metode Principal

Component Analysis (PCA). Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda

(multiple regression analysis) untuk mengetahui luas penyimpangan, dengan

Faktor skor hasil PCA sebagai variabel bebas dan luas penyimpanga n sebagai variabel tak bebas.

Berdasarkan hasil analisis, penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah 15.571,16 ha atau 90,76 % dari luas Kota Tasikmalaya dan penggunaan lahan yang tidak sesuai (menyimpang) dengan RTRW adalah 1.585,04 ha atau sekitar 9,24% dari luas Kota Tasikmalaya. Secara umum penggunaan lahan permukiman belum melebihi luas yang ditetapkan dalam RTRW. Begitu pula penggunaan lahan pertanian (lahan basah dan kering) penurunannya belum melampaui batas yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014. Jenis penyimpangan adalah permukiman berada pada lahan Sawah dan lahan kering, permukiman berada di bawah SUTET dan permukiman pada area Hutan serta permukiman berkembang di kawasan perdagangan dan industri. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,94% dan kecamatan Indihiang seluas 319,74 ha atau sekitar 1,86%. Sedangkan luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan Cihideung 7,15 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan tertinggi (kepadatan penduduk 13.775 orang/km2), sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan.

Hasil survei lapangan didapat penggunaan lahan ya ng tidak sesuai dengan RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan sebagai berikut: 1) terjadi penyimpangan dari RTRW, karena belum diperbaruinya batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak


(5)

sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014; 2) penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW, terjadi penyimpangan yang sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ada atau ditetapkan dalam RTRW, dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan, nilai lahan yang cukup tinggi (nilai ekonomis); dan 3) penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. Pada RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses tumpang tindih dengan peta land use dilakukan, ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) ke dalam poligon yang lebih besar.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan hasil PCA adalah: kepadatan penduduk, pemukiman di bantaran sunga i, luas lahan sawah dan jarak ke pusat kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh dan pendapatan masyarakat rendah dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Hal tersebut memperlihatkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai RTRW Kota Tasikmalaya.

Arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru adalah berdasarkan penyimpangan yang terjadi dilapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat Kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan dan pemerataan pembangunan di setiap kecamatan.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang- undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(7)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Judul Tesis : Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Nama : Nina Restina

NRP : A.353060031

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr. Ir. Alinda Fitriany M.Zain, M,Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr.Ir.Khairil A..Notodiputro, MS


(9)

Karya ini kupersembahkan untuk :

Seluruh keluarga besar atas segala dukungan dan bantuannya baik moril maupun materil serta doa dan restunga.

Tak terkecuali kedua anakku yang selama ini dengan setia mendampingiku dalam mewujudkan cita-cita


(10)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan dan persembahkan kepada yang Maha Besar Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya-Nya yang dianugerahkan kepada penulis dalam berfikir sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tesis ini merupakan karya akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing Tesis, Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Perencanaan Wilayah, yang sela lu memberikan saran dan masukan kepada penulis selama menyusun tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga yang selalu mendukung moril maupun materil serta doa. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan atas saran dan dukungannya dari awal hingga terselesaikannya tesis ini.

Akhirnya, penulis harapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Untuk itu penulis ucapkan banyak terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009


(11)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

1i

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009 Nina Restina NRP A353060031


(13)

ABSTRACT

NINA RESTINA. An Evaluation of The Existing Land Use and Direction of Drafting Urban Spatial Plan of Tasikmalaya City , West Java Province. Under Direction of SANTUN R.P. SITORUS and ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Tasikmalaya city is located in the east priangan region of west java province, having acceleration in its development. The development of Tasikmalaya city has caused extensive need of space which affects improper use of the land. The objectives of this research are to evaluate the compability usage of the existing land use in Tasikmalaya city, to analyze the factors which influenced the deviation and to compile direction for arranging new RTRW. The research method is using the (GIS), principal component analysis (PCA), regression analysis and descriptive analysis. The existing land use which is appropriate to the RTRW is 15,571.16 hectares (90.76%) and the digressing is 1,585.04 hectares (9.24%). Most of the improver use appear at the agriculture areas. The factors which influence the deviation were as follows, population density, the buildings at the river bank, the area of agriculture farm, and the distance to the downtown. The inconsistence of the land use in Tasikmalaya is influenced by education status rates, occupations and people's income. Most of the society knowledge, couldn’t understand about urban and spatial plan due to the lack of the socialization from the city government about RTRW. Direction arranging of the new RTRW is based on the existing land use and deviation of existing land use, Tasikmalaya city as an urban functional region and to lessen the dense of activities in the city center with a purpose to reach development balance in every district.


(14)

RINGKASAN

NINA RESTINA. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS dan ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Kota Tasikmalaya telah mengalami percepatan perkembangan wilayah yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Perkembangan Kota Tasikmalaya menyebabkan kebutuhan akan ruang meningkat, sedangkan ruang itu terbatas. Hal tersebut dengan mudah mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW, menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan, serta merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya yang baru.

Penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi foto udara tahun 2007 serta ground check ke lapangan. Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan eksisting masih sesuai dengan RTRW, dilakukan tumpang tindih peta penggunaan lahan eksisting dengan peta peruntukkan penggunaan lahan RTRW tahun 2004-2014 Kota Tasikmalaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dianalisis berdasarkan peubah pend uga yang berasal dari data PODES Kota Tasikmalaya tahun 2006 yang diolah dengan metode Principal

Component Analysis (PCA). Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda

(multiple regression analysis) untuk mengetahui luas penyimpangan, dengan

Faktor skor hasil PCA sebagai variabel bebas dan luas penyimpanga n sebagai variabel tak bebas.

Berdasarkan hasil analisis, penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah 15.571,16 ha atau 90,76 % dari luas Kota Tasikmalaya dan penggunaan lahan yang tidak sesuai (menyimpang) dengan RTRW adalah 1.585,04 ha atau sekitar 9,24% dari luas Kota Tasikmalaya. Secara umum penggunaan lahan permukiman belum melebihi luas yang ditetapkan dalam RTRW. Begitu pula penggunaan lahan pertanian (lahan basah dan kering) penurunannya belum melampaui batas yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014. Jenis penyimpangan adalah permukiman berada pada lahan Sawah dan lahan kering, permukiman berada di bawah SUTET dan permukiman pada area Hutan serta permukiman berkembang di kawasan perdagangan dan industri. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,94% dan kecamatan Indihiang seluas 319,74 ha atau sekitar 1,86%. Sedangkan luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan Cihideung 7,15 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan tertinggi (kepadatan penduduk 13.775 orang/km2), sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan.

Hasil survei lapangan didapat penggunaan lahan ya ng tidak sesuai dengan RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan sebagai berikut: 1) terjadi penyimpangan dari RTRW, karena belum diperbaruinya batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak


(15)

sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014; 2) penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW, terjadi penyimpangan yang sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ada atau ditetapkan dalam RTRW, dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan, nilai lahan yang cukup tinggi (nilai ekonomis); dan 3) penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. Pada RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses tumpang tindih dengan peta land use dilakukan, ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) ke dalam poligon yang lebih besar.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan hasil PCA adalah: kepadatan penduduk, pemukiman di bantaran sunga i, luas lahan sawah dan jarak ke pusat kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh dan pendapatan masyarakat rendah dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Hal tersebut memperlihatkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai RTRW Kota Tasikmalaya.

Arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru adalah berdasarkan penyimpangan yang terjadi dilapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat Kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan dan pemerataan pembangunan di setiap kecamatan.


(16)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang- undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(17)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(18)

Judul Tesis : Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Nama : Nina Restina

NRP : A.353060031

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr. Ir. Alinda Fitriany M.Zain, M,Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr.Ir.Khairil A..Notodiputro, MS


(19)

Karya ini kupersembahkan untuk :

Seluruh keluarga besar atas segala dukungan dan bantuannya baik moril maupun materil serta doa dan restunga.

Tak terkecuali kedua anakku yang selama ini dengan setia mendampingiku dalam mewujudkan cita-cita


(20)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan dan persembahkan kepada yang Maha Besar Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya-Nya yang dianugerahkan kepada penulis dalam berfikir sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tesis ini merupakan karya akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing Tesis, Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Perencanaan Wilayah, yang sela lu memberikan saran dan masukan kepada penulis selama menyusun tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga yang selalu mendukung moril maupun materil serta doa. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan atas saran dan dukungannya dari awal hingga terselesaikannya tesis ini.

Akhirnya, penulis harapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Untuk itu penulis ucapkan banyak terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Desember 1959 dari pasangan Abdul Kodir dan Siti Turyati. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tahun 1987 penulis lulus sebagai Sarjana dari Perguruan Tinggi Swasta Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Tahun 1989 penulis diangkat sebagai asisten dosen di jurusan Teknik Sipil Universitas Siliwangi Tasikmalaya, kemudian pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Perguruan Tinggi swasta di Jakarta (Universitas Bung Karno).

Kesempatan melanjutkan pendidikan diperoleh pada tahun 2006 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB dengan bantuan biaya DIKTI melaluiBPPS.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. xiv

DAFTAR GAMBAR………. xv

DAFAR LAMPIRAN……… xvi

I PENDAHULUAN……….. 1

I.I. Latar Belakang……….. 1 1.2. Perumusan Masalah……… 4 1.3. Tujuan Penelitian……….. 5 1.4. Manfaat penelitiaan……… 5 1.5. Lingkup penelitian……… 5

II TINJAUAN PUSTAKA……….. 6

2.1. Penggunaan Lahan……… 6 2.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan……….. 9 2.3. Penataan Ruang………. 9 2.4. Konsep Kota... 14 2.5. Sistem Informasi Geografis... 16 2.6. Analisis Spasial... 17 III METODE PENELITIAN... 19 3.1. Kerangka Pemikiran penelitian……….. 19 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 20 3.3. Alat dan Jenis data yang digunakan... 20 3.4. Pendekatan Metode Penelitian... 22 3.5. Teknik Pengumpulan Data... 22 3.6. Pengolahan dan Analisis Data... 23 3.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting... 23 3.8. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW... 24 3.9. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan... 25 3.10 Analisis Deskriptif... 27

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 30 4.1. Luas Wilayah... 30


(23)

4.3. Kondisi Geologis... 32 4.4. Kondisi Topografi... 33 4.5. Kependudukan... 34 4.6. Dinamika Perkembangan penduduk... 35 4.7. Kondisi Ekonomi... 36 4.8. Alokasi Penggunaan Lahan... 37 4.9. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang... 38 410. Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah... 39 4.11 Rencana Terminal... 40 4.12 Jasa Perhubungan dan Jasa Transportasi... 41 V HASIL DAN PEMBAHASAN... 40 5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya... 40 5.2. Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya... 47 5.3. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya... 54 5.4. Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan... 57 5.5. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan... 62 5.6. Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya... 67 VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 69 6.1. Kesimpulan... 69 6.2. Saran... 70 DAFTAR PUSTAKA... 75 LAMPIRAN... 76


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Variabel Penduga Penyimpangan………. 26 2 Matrik Tujuan dan Out Put Penelitian……….. 29 3 Pembagian Luas Wilayah Kecamatan………... 32 4 Jenis dan Bahan Tambang Galian………. 33 5 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk……… 34 6 Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2006…………. 35 7 Distribusi Setiap Sektor Terhadap PDRB……… 36 8 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2002………... 38 9 Distribusi Rencana BWK………. 40 10 Cakupan Struktur Ruang Kota Tasikmalaya……… 40 11 Jumlah Panjang Jalan Kecamatan………. 41 12 Pola Pemanfaatan Ruang RTRW……….. 45 13 Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang ………. 46 14 Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting 2007……….. 47 15 Padanan Penggunaan Lahan Eksisting Dengan RTRW……… 51 16 Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Dengan RTRW………….. 52 17 Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan ………. 54 18 Distribusi Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW………... 55 19 Distribusi Penyimpangan Berdasarkan hasil Koreksi……….. 61

20 Eigenvalues Hasil PCA……… 62

21 Nilai Faktor Loadings Variabel Penentu Penyimpangan………….. 63 22 Hasil Pengolahan Re gresi………. 65


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Alir Kerangka Penelitian Pemikiran ... 21 2. Bagan Alir Tahapan Panelitian... 28 3. Peta Wilayah Administrasi Kota Tasikmalaya………... 31 4. Peta RTRW 2004-2014……….. 48

5. Land Use Tahun 2006……… 49

6. Peta Penggunaan Lahan Eksisting 2007………. 50 7. Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya………... 56 8. Penyimpangan Lahan Basah Menjadi Permukiman………... 57 9. Penyimpangan Lahan Kering Menjadi Permukiman………. 58 10. Lahan Hutan Menjadi Sebagian Permukiman……… 60


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Ketinggian Wilayah Kota Tasikmalaya……… 75 2. Penggunaan Lahan Eksisting 2006 Kota Tasikmalaya………. 76 3. Ruang Terbuka Hijau per Kecamatan……….. 78 4. Peta Geologi dan Kemiringan………... 79 5. Peta Struktur Ruang Bagian Wilayah Kota……… 80 6. Peta Bagian Wilayah Kawasan (BWK) ……….. 81

7. Faktor Skor……….. 82

8. Faktor Loading Hasil PCA……….. 84 9 Grafik Scree Plot Eigenvalues………. 85 10 Faktor Penentu Penyimpangan………. 86 11 Kuesioner untuk Responden Pemerintah……….. 87 12 Kuesioner untuk Responden Masyarakat ………. 93 13 Hasil Kuesioner di Lokasi Penyimpangan……… 97 14 Indikator Makro Kota Tasikmalaya……….. 98 15 Profil dan Dinamika Perkembangan Penduduk……… 99 16 KomposisiPenduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………. 100 17 Posisi Titik Pengamatan Lokasi Penyimpangan………. 101 18 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2006……….. 102 19 Perkembangan Pendapatan……….. 103


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam mengelola pelaksanaan pembangunan di wilayahnya perlu ditingkatkan. Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya keseimbangan dalam tiga aspek utama, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan yang selama ini dianggap bertentangan.

Penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarah pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan penataan ruang harus merupakan aktifitas yang terus- menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto 2000).

Penyusunan rencana tata ruang perlu memperhatikan fungsi yang harus diemban oleh masing- masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan optimal jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari 2004).

Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan hidup dengan cepat.

Fenomena yang nampak dalam penggunaan lahan selama ini, adalah ketidak konsistenan rencana tata ruang dengan penggunaannya. Disisi lain pertumbuhan penduduk yang cepat akan meningkatkan kebutuhan sumberdaya alam dan akan memberikan tekanan pada lingkungan. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan kebutuhan ruang yang mewadahi berbagai aktifitas manusia dalam


(28)

melangsungkan kehidupannya. Dengan terbatasnya ketersediaan lahan maka akan terjadi berbagai permasalahan dalam pengalokasian ruang karena faktor kepentingan.

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan laha n juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Jumlah penduduk dan urbanisasi di kota Tasikmalaya pada tahun 2005 sebesar 593.044 orang. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,94 persen pertahun (BPS, 2006). Melihat kondisi diatas, terjadi peningkatan aktivitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang berimplikasi pada meluasnya kebutuhan ruang. Karena adanya kebutuhan ruang maka terjadi perkembangan sarana dan prasarana potensial sebagai akses perkembangan permukiman-permukiman baru, yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Hal tersebut dapat menimbulkan persoalan baru dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan, sehingga menyebabkan terdesaknya ruang terbuka, khususnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di walayah Kota.

Pada tahun 1976 luas wilayah Kota Tasikmalaya 1.912,5 ha. Pada saat itu pemerintahan sebagai Kota Administatif yang merupakan bagian dari kabupaten Tasikmalaya. Pada tahun 1988 luas wilayah Kota Tasikmalaya telah berkembang menjadi 5.553,0 ha, dan hasil evaluasi tata ruang pada tahun 1995, luas wilayah Kota Tasikmalaya menjadi 17.156,2 ha atau sekitar 171,56 km2 dan ditetapkan berdasarkan U U No. 10 Th. 2001.

Di sisi lain kedudukan Kota Tasikmalaya berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), RTRW Provinsi dan RTRW kabupaten/kota ditetapkan sebagai kawasan andalan bagi Wilayah Priangan Timur dan ditetapkan pula sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Selain itu berdasarkan visi Kota Tasikmalaya adalah sebagai pusat perdagangan dan industri termaju di kawasan Priangan Timur.


(29)

Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya.

Penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya perlu dievaluasi disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat mendorong terjadinya ketidak seimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup serta akan terjadi penurunan kualitas lahan, sehingga penggunaan lahan tidak optimal.

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) perlu ditetapkan, karena manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai akal dimana setiap individu manusianya mempunyai keinginan untuk berubah sehingga keinginan itu kadang-kadang tidak sama bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menimbulkan suatu pemikiran tentang perlunya suatu perencanaan dan pengaturan, khususnya dalam hal perencanaan tata ruang agar dalam pelaksanaannya kedepan dapat lebih optimal.

Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang perlu dievaluasi atau disempurnakan secara berkala, lima tahun sekali (UU 26/2007 tentang Penataan Ruang). Evaluasi atau review RTRW Perkotaan dilakukan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kawasan perkotaan dan dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.

Evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan termasuk ke dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, dan dibutuhkan manakala dirasakan bahwa secara internal ada perkembangan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali sehingga potensial terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang. Sedangkan secara eksternal muncul berbagai kebijakan yang tidak terakomodasikan dalam RTRW lama. Kegiatan evaluasi RTRW Kota, diselenggarakan tetap dengan menghormati hak perorangan atau lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan, hukum adat atau kebiasaan yang berlaku. Secara umum faktor- faktor yang menentukan perlu tidaknya kegiatan evaluasi dan peninjauan kembali


(30)

RTRW dilakukan, terbagi atas dua faktor utama, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1.2. Perumusan Masalah

Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 kecamatan, yaitu kecamatan Cihideung, Tawang, Cipedes, Indihiang, Mangkubumi, Kawalu, Taman Sari dan Cibeureum yang dikelilingi oleh hinterland kota yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan merupakan daerah yang potensial untuk kegiatan perdagangan dan industri, sesuai dengan visi dari Kota Tasikmalaya yang diuraikan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), bahwa kota Tasikmalaya diharapkan menjadi pusat perdagangan dan industri termaju di Wilayah Priangan Timur tahun 2012.

Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya. Hal tersebut berimplikasi pada meluasnya kebutuhan lahan dan menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan. Terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan cepat, seringkali di lapangan terjadi berbagai penyimpangan dari rencana tata ruang, dimana salah satunya dipengaruhi oleh kepentingan antar sektor.

Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW antara lain karena lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan aturan hukum ya ng berlaku tentang penataan ruang, kurangnya informasi bagi masyarakat dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penataan ruang.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan lahan eksisting sesuai dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya?

2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya?

3. Bagaimana arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya yang baru ?


(31)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

3. Merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya yang baru.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya yang akan datang. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan-kebijakan tata ruang terkait pemanfaatan lahan untuk saat ini dan masa depan, sehingga dapat terwujudnya tertib hukum dan terarahnya penggunaan lahan bagi setiap orang, badan hukum dan pemerintah. 1.5. Lingkup Kegiatan Penelitian

Lingkup dari penelitian ini adalah di wilayah Kota Tasikmalaya wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, dengan mengamati penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW Kota Tasikmalaya, sehingga rencana tata ruang ke depan diharapkan dapat mengacu pada hasil analisis dan output penelitian ini.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan bagi penggunaan lahan, karena lahan sifatnya terbatas. Sumberdaya lahan yang paling menguntungkan dari lahan yang terbatas perlu dipertimbangkan untuk penggunaan dan pemanfaatannya di masa mendatang. Beberapa permasalahan dalam penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang adalah lemahnya penegakan hukum, kurangnya informasi tentang potensi lahan dan rendahnya tingkat kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang penggunaan ruang tata ruang. Tindakan pengelolaan diperlukan bagi setiap areal lahan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pe manfaatan areal tersebut. (Sitorus, 1998).

Banyak definisi yang dikembangkan untuk mendifinisikan penatagunaan tanah, diantaranya Canadian Institute of Planners mendefinisikan bahwa: "Perencanaan (penatagunaan) tanah merupakan pendekatan keilmuan, estetika, dan pengaturan penggunaan lahan, sumber daya, fasilitas dan pelayanan untuk menjamin efisiensi fisik, ekonomi dan sosial serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat perkotaan dan pedesaan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan bahkan bisa sampai melihat dampak penggunaan lahan terhadap urbanisasi, Negara Canada menggunakan data Landsat (Zhang, 2005).

Analisis terhadap perubahan penggunaan lahan, baik pola/bentuk, proses, metode dan peralatan (tools), penyebab serta dampaknya, telah banyak dilakukan (Kartodiharjo, 2007). Akan tetapi perubahan penggunaan lahan terus terjadi dan dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan seolah sulit dikendalikan. Ketika dulu perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi hutan menjadi lahan pertanian, maka sekarang terdapat kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri.

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak


(33)

sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang sebelumnya telah berkembang (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Sitorus (1998) menyatakan bahwa pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi yang menyangkut tiga aspek utama, yaitu: lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Manfaat yang mendasar dan evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan.

Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik material maupun spiritualnya (Vink 1975 dalam Sitorus 2001). Menurut Barlowe (1986), faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh keuntungan, kondisi pasar dan transportasi. Faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum dan pertahanan, situasi politik, sosial ekonimi dan secara administrasi dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Bagi seorang perencana, pengetahuan mengenai penggunaan lahan dan penutupan lahan sangatlah penting dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan yang memperhatikan aspek lingkungan. Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) merupakan dua istilah yang sering diberi pengertian sama, padahal keduanya mempunyai pengertian berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1987), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia pada obyek-obyek tersebut.

Irawan (2005) mengemukakan bahwa, konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antar sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut


(34)

muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : (a) keterbatasan sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian pada tingkat yang lebih tinggi di bandingkan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. Ini disebabkan karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan (akibat pertumbuhan penduduk), yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian (akibat pertumbuhan Penduduk) mendorong terjadinya konversi lahan pertanian.

Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan berpengaruh terhadap berbagai macam aktivitas di dalam kota dan konsekwensinya akan berdampak pada pembangunan perkotaan itu sendiri (Masri, 2008).

Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Menurut Winoto et al. (1996), perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata- mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat.

Sementara Sumaryanto et al. (1994) menjelaskan alih fungsi lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar sektor penggunaan. Akibat struktur perekonomian yang mengarah pada semakin meningkatnya peranan sektor non pertanian, menyebabkan terjadinya perubahan komposisi besaran dan laju penggunaan sumberdaya (tenaga kerja, modal dan tanah) antar sektor. Lazimnya, sektor-sektor ekonomi dengan pertumbuhan yang tinggi akan diikuti dengan laju penggunaan sumberdaya yang lebih tinggi.

Lahan pertanian yang berpeluang untuk terkonversi lebih besar adalah lahan sawah dibandingkan lahan kering. Sawah secara spasial memiliki alasan yang kuat untuk dikonversi menjadi kegiatan non-pertanian karena (1) kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian lebih menguntungkan di lahan yang datar dimana sawah pada umumnya ada, (2) infrastruktur seperti jalan lebih tersedia di daerah


(35)

persawahan, (3) daerah persawahan pada umumnya lebih mendekati wilayah konsumen yang relatif padat penduduk dibandingkan lahan kering yang sebagian besar terdapat di daerah bergelombang, perbukitan dan pegunungan (Nofarianty, 2006).

Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, disamping merupakan berubahnya fenomena fisik luasan tanah pertanian, juga berkaitan erat dengan berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Sementara Sumaryanto et al. (1994) menjelaskan alih guna lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar sektor penggunaan.

2.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan

Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu: 1) ruang sebagai objek, dan 2) manusia sebagai pelaku. Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Dari aspek manusia sebagai pelaku, dalam penggunaan lahan dipengaruhi oleh: faktor pengetahuan, faktor pekerjaan dan faktor pendapatan.

Ruang memiliki keterbatasan sehingga dapat dilihat semakin langkanya lahan di pusat kota, sementara masih banyak lahan- lahan tidak produktif/belum optiomal dalam pemanfaatannya yang jauh dari pusat kota. Karena persaingan dan faktor kepentingan terjadilah penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran memperlihatkan cirri perilaku penghuninya. Tindakan manusia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan cara pandangnya (Budihardjo, 1993). Dari landasan ini manusia menumbuhkan rasa memiliki dan mempertahankannya.

2.3. Penataan ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang


(36)

meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26/2007 Pasal 1).

Menurut Yuwono (2008), penggunaan lahan sangat me nentukan wujud keruangannya serta caca-cara manusia beraktifitas. Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar ada dua, yaitu ruang sebagai objek dan manusia sebagai pelaku. Dari aspek ruang, pengambilalihan lahan dari masyarakat yang berpenghasilan rendah oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah atau tinggi menunnjukkan pembentukkan ruang dilatarbelakangi oleh nilai ekonomi. Semakin tinggi nilai ruang meningkatkan daya tarik masyarakat yang mampu untuk menguasainya. Dari aspek pelaku, kota merupakan hasil kreatifitas yang mencerminkan pandangan manusia yang membentuknya. Budiharjo (1999) mengemukakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam mengatur pemanfaatan ruang. Penyimpangan terjadi akibat ledakan penduduk yang tidak terkendali.

Perencanaan tata ruang merupakan metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa. Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari

European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos

Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang

bertanggung jawab atas Regional Planning, yang berbunyi: "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan


(37)

Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah (Sunardi, 2004). Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi lain dan kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat tidak terakomodasi di dalam rencana tata ruang kota.

Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007, ruang didefinisikan sebagai ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara. termasuk rua ng didalam bumi, sebagai tempat manusia dan mahluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Pada pasal 9 ayat 1, dikemukakan bahwa penyelenggarakan penataan ruang dianalisis oleh seorang menteri. Penataan ruang berazaskan: a) pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan, b) keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan.

Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan fungsi yang harus diemban oleh masing- masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan diperoleh jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari, 2004).

Mengapa perencanaan tata ruang itu perlu?, karena manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai pemikiran dan keinginan tidak sama. Setiap individu manusia bahkan bertentangan satu sama lainnya, sehingga pertentangan tersebut menimbulkan suatu pemikiran-pemikiran yang berbeda tentang suatu perencanaan dan pengaturan serta pengembangan kualitas lingkungan hidupnya.

Beberapa alasan tentang pentingnya arti dari suatu penataan ruang adalah: 1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat karena itu perencanaan tata ruang dianggap perlu.


(38)

2.Salah satu faktor dari ruang, yaitu atmosfir adalah merupakan suatu sumberdaya yang bersifat public goods.

3.Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi- fungsi ekologis dari ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem.

Pengaturan pemanfaatan ruang yang paling dikenal saat ini adalah pengaturan penggunaan lahan yang didahului oleh penyusunan perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Perencanaan penggunaan lahan merupakan perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang (Rustiadi, 2006).

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, penataan ruang diatur berdasarkan fungsi utama kawasan dan terdiri atas kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan sebagainya, serta kawasan budidaya seperti industri, permukiman, pertanian. Untuk aspek administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hierarki dari level yang paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara terpadu.

Menurut Rustiadi et al. ( 2004 ), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yaitu: 1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), 2) alat dan wujud distribusi sumberdaya ( prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan ), 3) keberlanjutan prinsip (sustainability).

Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna lahan, air dan udara serta tata guna sumberdaya alam yang menurut Undang-Undang pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, negara mengatur penggunaan tanah agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tata guna lahan adalah struktur dan pola pemanfaatan lahan, baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan yang meliputi persediaan peruntukan dan penggunaan lahan.


(39)

Pemanfaatan ruang mempunyai tiga tujuan, yaitu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (productivity), keberimbangan dan keadilan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al. 2004). Penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang dikhawatirkan akan menghambat tujuan tersebut diatas. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi penggunaan lahan sesuai dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan kebijakan rencana tata ruang yang baru.

Konsep secara teoritis alokasi penggunaan lahan melalui beberapa mekanisme, yaitu: 1) Penggunaan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundangan; 2) Mekanisme pasar dan 3) kombinasi keduanya. Alokasi berdasarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah: dilihat dari aspek pembangunan, aspek hukum, aspek organisasi dan aspek teknis.

Menurut Darwanto (2000) penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga tercipta pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan yang sangat penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarah kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhent i, melainkan penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus-menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya, (Darwanto, 2000).

Diatas kertas, penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah (land suitability dan land capability) dan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Di dalam pelaksanaannya perencanaan tata ruang juga seringkali dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berorie ntasi pada kepentingan publik/masyarakat luas ( Rustiadi dan Saefulhakim, 2006).

Sasaran utama dari Perencanaan Tata Ruang pada dasarnya adalah untuk menghasilkan penggunaan lahan terbaik, namun biasanya dapat dikelompokkan


(40)

atas tiga sasaran umum: (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainable).

Berdasarkan Pasal 12 UU No. 24 tahun 1992 tentang penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah, pihak masyarakat merupakan pihak yang akan menerima hasil- hasil dari produk RTRW, dengan demikian, sebaiknya dalam penyusunan RTRW pihak masyarakat diikutsertakan. Begitu pun dalam pembangunan, dimana penduduk diharapkan berperan serta dalam proses pembangunan daerahnya. Oleh karena itu, sebagai pihak yang akan merasakan dan sekaligus malaksanakan pembangunan daerahnya, diperlukan tinjauan mengenai kependudukan yang merupakan salah satu bentuk pengakomodasian kepentingan penduduk, misalnya dengan menemukenali karakteristik umum penduduk maka dapat diperkirakan kebutuhan- kebutuhan masyarakat di masa depan. Menurut istilah geografi regional rua ng sering diartikan sebagai suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara di atasnya (Jayadinata, 1999).

Menurut Wegener (2001), terdapat tiga kategori model spasial, yaitu model skala, model konseptual dan model matematik. Model skala adalah model yang merepresentasikan kondisi fisik yang sebenarnya, seperti data ketinggian. Model konseptual adalah model yang menggunakan pola-pola aliran dari komponen-komponen sistem yang diteliti dan menggambarkan hubungan antar kedua komponen tersebut. Model matematik digunakan dalam model konseptual yang merepresentasikan beberapa komponen dan interaksinya dengan hubungan matematik.


(41)

2.4. Konsep Kota

Kota adalah suatu bentukan manusia yang terjadi akibat kegiatan manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya, sehingga faktor- faktor sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi perubahan lanskap perkotaan juga akan berkontribusi terhadap lingkungan fisik kota (Simons, 1992). Setiap rencana yang dibuat haruslah efsien baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial sebagai akibat dari proses normal alam dan kehidupan manusia yang tercermin dari keterkaitan fungsi dan makna kota.

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerint ahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 26 Th 2007). Misalnya salah satu definisi menyatakan sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu- individu yang heterogen dari segi sosial, yang

dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk merumuskan kota, menurut Rapoport (1982) sebagai berikut :

1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat. 2. Bersifat permanen.

3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.

4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan ruang-ruang perkotaan yang nyata.

5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.

6. Fungsi perkotaan minimum meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual.

7. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat.

8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas. 9. Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.


(42)

Pengorganisasian sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri morfologis tertentu atau bahkan kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-rua ng efektif. Menurut Sujarto (1998) ada lima paradigma baru yang menyebabkan perubahan dan perkembangan pola pikir dalam perencanaan wilayah dan kota, adalah sebagai berikut : 1) Perekonomian global, 2) Orientasi pembangunan, 3) Kemitraan pemerintah dan masyarakat, 4) Perkembangan sistem dan teknologi informasi dan 5) Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunga n.

Kota yang berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal.

Pendekatan dalam penataan kota yang dilakukan dewasa ini banyak menyimpang dan meninggalkan aspek kesejahteraan dan pelestarian. Menurut Antariksa (2004), hal ini banyak terjadi dibeberapa kota dunia, dimana latar belakang dari sejarah besar. Pembangunan dan penataan kota menjadi bagian dari modernisasi perkotaan tanpa memperhitungkan lagi aspek kultur masyarakat sebagai penghuninya.

Menurut Yunus (2000) di dalam kota terdapat kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota, artinya di dalam pergerakkannya terdapat penambahan dan pengurangan bangunan, fungsi fisik, struktur penduduk, nilai kehidupan dan aspek-aspek kehidupan (politik, sosial, ekonomi, dan budaya). Ada 4 macam dimensi yang perlu diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada suatu kota, yaitu: 1) dimensi lokasi, 2) dimensi perumahan, 3) dimensi siklus kehidupan dan 4) dimensi penghasilan.

Barcelona berkembang menjadi kota metropolitan diawali pada tahun 1972 dengan mempertimbangkan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui spekulasi membuka lahan subur dan lembah sungai yang kemiringannya < 20% menjadi suatu kota pusat perbelanjaan dan tempat wisata dengan


(43)

dilengkapi berbagai fasilitas pendukung. Spekulasi tersebut menyebabkan nilai dari lahan menjadi tinggi dan kehidupan masyarakatnya secara ekonomi meningkat, dikut ip dari jurnal Papayanis (2000).

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat kerja komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan data, analisis data dan tampilan geografi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan manusia (personal) yang sengaja dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis ( ESRI, 1990 ). Analisis dengan SIG dapat memperoleh jawaban dari permasalahan-permasalahan keruangan. Hal ini tergantung dari bagaimana analisis melakukan klasifikasi atau simbolisasi suatu fitur. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan penganbilan keputusan (Mitchell, 2005).

SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi opersi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus & Wiradisastra, 2000). Burrough (1986) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, mentransformasikan dan menyajikan data spasial obyek atau aspek permukaan bumi untuk tujuan tertentu. SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi dan menganalisis data (Aronoff, 1989).

Analisis SIG dapat dipakai untuk mendukung berbagai aplikasi terhadap fenomena geografis yang penting dalam kegiatan pembangunan, misalnya dalam perencanaan tata ruang (spatial planning). Dalam perencanaan pembangunan tersebut perlu dilakukan analisis spasial dari berbagai kondisi fisik dan sosial ekonomi suatu daerah untuk dapat menentukan pemanfaatan sumberdaya yang


(44)

optimal. Untuk keperluan analisis keruangan, SIG mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel dan akurat.

Keunikan SIG lainnya jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan basis data adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama. Sebagai contoh, data SIG penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk batas-batas luasan yang masing- masing mempunyai atribut dalam bentuk tulisan maupun angka. Informasi dalam tema umumnya disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berbeda. Oleh karena SIG merupakan penyederhanaan dari fenomena alam/geografi yang nyata, maka SIG harus betul-betul mewakili kondisi, sifat-sifat (atribut yang penting) bagi suatu aplikasi/ pemanfaatan tertentu (Raharjo, 1996).

Tahap terakhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model- model untuk mendapatkan evaluasi secara real time yang kemudian hasilnya didapatkan dari pemodelan dibamdingkan dengan kondisi dilapangan (Robinson et al, 1995).

2.6. Analisis Spasial

Menurut Rustiadi et al. (2004), pengertian analisis spasial dipahami secara berbeda antara ilmuwan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar belakang sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang itu sendiri dan kedua fokus kajiannya. Dari pandangan geografi, pengertian spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat. Definisi suatu ”tempat” atau lokasi secara geografis sangat jelas, tegas, dan lebih terukur karena setiap lokasi diatas permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat diukur secara kuantitatif.


(45)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal itu sejalan dengan tujuan pembentukan Kota Tasikmalaya yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001, terpisah dari Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah ditetapkan 17.156,20 ha atau 17,15 km² . Pertumbuhan penduduk yang terjadi sangat pesat di Kota Tasikmalaya menyebabkan aktivitas ekonomi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan lahan (ruang) bertambah, terutama untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal (perumahan)

Penyusunan RTRW dan Peraturan-Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk memajukan daerahnya, berbagai aktivitas pembangunan di rencanakan dan dibuat sehingga dalam pelaksanaannya sekecil mungkin terjadi penyimpangan penggunaan lahan dan pemanfaatannya. Berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW diantaranya dapat diakibatkan dari: ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat mengenai RTRW, kurangnya koordinasi antar Satuan Kerja Pemerintahan, lemahnya pengawasan dan ketidak konsistenan pemberian ijin pembangunan. Hal ini mendorong terjadi perubahan fungsi lahan/konverasi lahan, yang dapat berakibat terjadi penurunan kualitas lingkungan.

Perubahan penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya untuk tujuan pemanfaatan ruang, menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan. Karena lemahnya pengawasan, ditambah kurangnya informasi dan sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang penggunaan laha n dan penataan ruang, sehingga kurangnya pemahaman masyarakat tentang itu.

Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan lahan dilakukan analisis spasial dengan sistem informasi geografis, yaitu proses tumpang tindih

land use eksisting dan peta RTRW. untuk mengetahui daerah penyimpangan dan


(46)

lapangan (ground check) ke lapangan untuk mengetahui penggunaan lahan secara langsung serta kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya di daerah terjadinya penyimpangan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dilakukan wawancara serta menyebar kuesioner. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk dapat merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya.

Adapun kerangka pemikiran dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, secara garis besar di jabarkan pada Gambar 1.

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Tasikmalaya Wilayah Prianga n Timur Propinsi Jawa Barat, terdiri dari 8 kecamatan dan berada diantara Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.

Penelitian dimulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan September 2008, yang meliputi tahap: pra-penelitian, pengumpulan data, analisis dan penyusunan laporan, seminar,ujian tesis dan perbanyakan tesis.

3.3. Alat dan jenis data yang digunakan

Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dan printer, software

Arc View Versi 3.3, GPS dan statistika versi 6. Jenis data yang digunakan adalah

data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa data spasial digital diantaranya berupa peta wilayah administrasi, peta Land Use 2006, Foto Udara Tahun 2007, Potensi Desa (Podes) tahun 2006, Kota Tasikmalaya Dalam Angka tahun 2003-2006 dan dokumen RTRW tahun 2004-2014. Data primer berupa hasil survei, kuesioner dan wawancara.


(47)

Bagan alir kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

.

Gambar 1. Ba gan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian. Latar Belakang:

- Jumlah penduduk dan urbanisasi terus meningkat di Kota Tasikmalaya - Undang-Undang No. 10 Th 2001 tentang Pemisahan wilayah Kota dan

Kabupaten Tasikmalaya

- Visi Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Perdagangan dan Industri Termaju di Priangan Timur

Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Rencana Tata Ruang /RTRW

Kota Tasikmalaya

Kebijakan Pemerintah

Kondisi Fisik Wilayah Kondisi Sosial

Ekonomi

Kriteria kesesuaian/ Penyimpangan RTRW

Peta Land Use

Eksisting Peta RTRW

Analisis Deskriptif

Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah/ RTRW Evaluasi Penggunaan Lahan eksisting Permasalahan:


(48)

3.4. Pendekatan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan dan pemasukan data, analisis serta penyajian hasil analisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis spasial. Hasil analisis yaitu berupa peta penggunaan lahan eksisting tahun 2007 dan peta penyinpangan penggunaan lahan dari RTRW 2004-2014 dengan referensi geografis yang selanjutnya dilakukan interpretasi dari informasi yang ditampilkan dalam peta, faktor–faktor penduga penyimpangan dengan analisis Principal

Component Analysis dan berupa arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Tasikmalaya yang baru. 3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer dilakukan survei lapangan, wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, melalui studi pustaka dan konsultasi dengan instansi terkait diantaranya: Bappeda, Dinas Kimpraswil, BPN dan Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya. Data tersebut berupa data peta dijital, Podes, data ekonomi serta dokumen RTRW Kota Tasikmalaya.

Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat mengenai rencana tata ruang dan penyimpangan penggunaan lahan (penggunaan yang tidak searah dengan RTRW). Dalam melakukan kuesioner pengambilan responden dipilih secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dipilih secara cermat dan selektif kepada orang yang dianggap dapat mewakili dalam memberikan informasi yang representatif mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama di lokasi penyimpangan. Informasi yang diperlukan antara lain mengenai pekerjaan, pendapatan, tingkat pend idikan, kepemilikan lahan, serta pengetahuan masyarakat terhadap mengenai rencana tata ruang dan penyimpangan penggunaan lahan. Selain itu dilakukan wawancara dengan instansi pemerintah yang terkait dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya, antara lain dari: Bappeda, Dinas Kimpraswil Kota Tasikmalaya, BPN dan Dinas Pertanian


(49)

Kota Tasikmalaya. Selanjutnya data hasil wawancara diolah untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan dan bagaimana persepsi masyarakat mengenai rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk mendapatkan penggunaan lahan eksisting yang dilakukan dengan cara interpretasi foto udara tahun 2007 dan

land use tahun 2006. Untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dan

luas penyimpangan dari RTRW dilakukan proses tumpang tindih antara land use

eksisting dengan peta RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2004-2014. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan melalui proses analisis PCA (Principal Component Analysis) dan wawancara dengan kuesioner pada masyarakat dan instansi pemerintah. Terakhir dilakukan analisis deskriptif untuk menyusun arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya yang baru.

3.7. Analisis Penggunaan Laha n Eksisting

Analisis untuk mendapatkan peta penggunaan lahan eksisting meliputi analisis spasial dan analisis atribut. Analisis peta penggunaan lahan eksisting berdasarkan peta land use Kota Tasikmalaya tahun 2006 dan interpretasi foto udara tahun 2007 yang menghasilkan poligon-poligon baru berupa kelas penggunaan lahan. Interpretasi secara visual dilakukan dengan melihat pola, warna, tekstur, bayangan, bentuk, rona dan lain sebagainya yang sejenis dan dikelompokan sehingga didapat poligon-poligon baru yang dapat memberikan informasi kelas penggunaan lahan. Hasil klasifikasi penggunaan lahan ini kemudian dilanjutkan ground check ke lapangan dengan bantuan alat GPS, untuk melihat lokasi- lokasi yang dianggap perlu pembuktian untuk melihat jenis penggunaannya dilapangan. Sebelum kelapangan terlebih dahulu menentukan titik koordinat tempat-tempat yang akan ditinjau di dalam peta, selanjutnya titik-titik tersebut di setting ke GPS untuk memudahkan pencarían lokasi yang dimaksud (yang dituju). Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta penggunaan lahan eksisting tahun 2007 Kota Tasikmalaya. Analisis data atribut dilakukan untuk mengetahui jenis penggunaan lahan dan luas penyimpangan. Basis data SIG yang


(50)

menyangkut data atribut dan penutupan lahan dieksport ke microsoft excel dan diolah. Pengolahan dilakukan dengan cara membuat kolom baru yang memberikan informasi mengenai jenis penutupan lahan yang berada pada kawasan-kawasan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Selanjutnya hasil pengolahan data tersebut dikembalikan ke dalam basis data SIG, agar dapat dimanipulasi untuk menampilkan data spasial berupa peta penggunaan lahan eksisting.

Proses selanjutnya adalah menganalisis penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan adalah kondisi akhir dari penutupan/penggunaan lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Peta penyimpangan diperoleh dengan melakukan tumpang tindih antara peta land use

eksisting tahun 2007 dengan peta RTRW tahun 2004-2014. Dari proses tersebut menghasilkan peta, luas dan jenis-jenis penyimpangan penggunaan lahan dari Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya. Kemudian dilakukan check lapangan.

Untuk mengetahui faktor- faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan penggunaan lahan dilakukan: 1) analisis Principal Component Analysis (PCA)

untuk menduga faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpanganyang kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi berganda untuk mengetahui keeratan hubungan antara peubah-peubah penduga dengan luas penyimpangan, 2) wawancara dan kuesioner dilokasi penyimpangan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan.

3.8. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW

Tujuan analisis ini adalah untuk melihat penggunaan lahan yang sejalan dengan RTRW dan yang tidak sejalan (menyimpang) dari RTRW. Analisis dilakukan dengan menumpangtindihkan peta Land Use Eksisting dengan RTRW tahun 2004-2014. Proses tumpang tindih menghasilkan sebuah peta penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW, atau penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya.


(51)

Kriteria penyimpangan adalah bentuk penggunaan lahan yang menyimpang atau merupakan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam (RTRW). Kategori/bentuk penyimpangan penggunaan lahan yang dianalisis adalah penyimpangan permukiman pada lahan pertanian (lahan basah dan lahan kering), pada kawasan hutan dan pada garis sempadan (SUTET, Sungai dan Danau). Bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang adalah pemukiman berada di kawasan peruntukkan Perdagangan dan Industri dan pemukiman pada lahan peruntukkan TPU.

3.9. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan

Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan. Dalam

penelitian ini análisis yang digunakan adalah PCA. PCA merupakan salah satu bentuk analisis variabel ganda (multivariate). Tujuan PCA adalah untuk menemukan suatu variabel- variabel baru, yang disebut komponen utama, yang dapat mewakili variabel- variabel indikator asal. Komponen utama tersebut mencerminkan sebagian atau semua variabel yang saling berkaitan (berkorelasi) diubah menjadi saling ortogonal, menyederhanakan variabel dan mentransformasi secara linier variabel asal menjadi variabel baru yang lebih sederhana. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data dari Podes tahun 2006 Kota Tasikmalaya. Data-data tersebut adalah variabel yang digunakan untuk menduga faktor- fakrtor yang mempengaruhi penyimpangan penggunaan lahan Kota Tasikmalaya yang meliputi data kependudukan, struktur penutupan lahan, struktur aktifitas perekonomian masyarakat, struktur pendidikan dan ketersediaan fasilitas umum. Variabel asal yang terkoleksi (81 variabel) disederhanakan menjadi 15 variabel. Analisis PCA merupakan salah satu teknik analisis untuk mereduksi suatu set data/peubah dengan jumlah yang banyak menjadi set data baru yang lebih sederhana dengan jumlah data/peubah lebih sedikit dan saling orthogonal (tidak saling berkorelasi) (Rustiadi, et. al 2004). Sebelum data tersebut diolah dengan metode PCA, terlebih dahulu dilakukan seleksi dan standarisasi data. Seleksi data dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif yang terkait dengan penggunaan lahan, sedangkan standarisasi dilakukan untuk memperoleh


(52)

keseragaman satuan data. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam menginterpretasikan hasil analisis data.

Program ststistika versi 6 digunakan dalam proses analisis PCA yang menghasilkan antara lain: Faktor Loading, Faktor skor dan akar ciri (eigenvalues) yang menunjukan bobot dan skor dari peubah komponen utama. Semakin besar total kumulatif Eigenvalue maka semakin besar pula keragaman data awal yang dapat diterangkan. Variabel penduga penyimpangan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel Penduga Penyimpangan Penggunaan Lahan dari data Podes. Var Variabel Penduga

1 Kepadatan Penduduk 2 jumlah petani

3 jumluh rumah permukiman kumuh 4 jumal keuarlga pemukiman kumuh 5 jumlah keluarga di sekitar bantaran

6 jumlah bangunan rumah di sekitar bantaran 7 luas lahan sawah

8 luas lahan sawah dengan pengairan yang diusahakan 9 luas lahan bukan sawah

10 luas lahan pertanian

11 Luas ladang yang diusahakan 12 luas lahan untuk non pertanian 13 jarrk desa. ke pusat Kota 14 Jumhah jenis Fasilitas pasilitas 15 Jumlah fasilitas pelayanan

Analisis Regresi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara faktor- faktor penduga penyimpangan dengan luas penyimpangan dari RTRW. Atribut Peta penyimpangan berupa data luas penyimpangan penggunaan lahan dalam unit analisis desa yang dijadikan variabel bebas di regresikan dengan variabel faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan dari RTRW, atau Faktor skor hasil analisis PCA dijadikan sebagai variabel bebas (x), sedangkan luas penyimpangan RTRW dijadikan sebagai variabel tak bebas (y).

Secara umum hubungan antara variabel- variabel tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Yi = A + B1X 1i + B2X2i + .... + BjXji + …. + BnXni

Dimana : Yi = Luas Area penyimpangan pada desa ke –i (%)


(53)

B = Koefisien variabel j (Xj)

Xji = faktor- faktor yang mempengaruhi ke – j di desa ke –i

Dengan analisis regresi berganda dapat diketahui model persamaan yang menjelaskan hubungan antara luas penyimpangan dan faktor-faktor yang menentukan penyimpangan.

Wawancara dan kuesioner bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan serta persepsi/tingkat pemahaman masyarakat terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya. Pengambilan sampel diambil secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dipilih secara cermat dan selektif yang dianggap dapat mewakili orang-orang sekitarnya dalam memberikan informasi yang representatif tentang masyarakat setempat dan kondisi lapangan. Pertanyaan diarahkan pada penghasilan, pekerjaan, pendidikan, luas lahan yang dikuasai, ijin kepemilikan. Dari hasil kuesioner dapat diketahui faktor–faktor yang mempengaruhi penyimpangan di daerah penyimpangan. Matrik tujuan dan 0ut put penelitian tertera pada Tabel 2.

3.10. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi lapangan dan membuat arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru. Gambaran kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi dilapangan serta faktor- faktor yang diduga penyebab terjadinya penyimpangan didapat dari hasil analisis spasial, analisis PCA dan survei lapangan. Analisis dilakukan terhadap peta-peta yang dihasilkan dari analisis spasial, yaitu mengenai luasan dan persentase penggunaan lahan (permukiman, pertanian/sawah, perkebunan, hutan, danau) serta distribusi penyebarannya. Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan pada hasil temuan eksisting dilapangan dan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam RTRW Th 2004-2014. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.


(1)

Lampiran 14. Indikator Makro Kota Tasikmalaya

N o.

INDIKATOR

MAKRO 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1.

Indeks

Pembangunan Manusia

68,52 69,92 71,34 72,80 74,28 75,80 77,35 2. Jumlah

Penduduk

538.5 86

545.5 88

552.6 80

559.8

65 567.1 43

574.5 16

581.9 85 3.

Laju

Pertumbuhan Penduduk (%)

1,305 1,307 1,302 1,306 1,308 1,303 1,307 4.

Jumlah Penduduk Miskin (%)

16 16 15 14 14 13 13

5. PDRB (Berlaku) (Rp. Trilyun)

2,228 2,429

2,647 2,885 3,173 3,426 3,666 6. Inflasi (%) 16,71

0 *)

15,73 0 **)

15,71 0

15,94

5 16,18 4

16,42 7

16,67 3 7.

Laju Pertumbuha ekonomi

(Konstan 1993) (%)

4,05

4,56

5,25 5,05 5,15 5,20 5,45 8. PDRB per kapita

(berlaku) (Rp.)

4.136 .695

4.452 .077

4.789 .389

5.153

.027 5.594 .708

5.963 .280

6.299 .131


(2)

(3)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

J

u

m

la

h

P

e

n

d

u

d

u

k

(

J

iw

a

)

Sebagian Kec. Cipedes Sebagian Kec Tawang Sebagian Kec Cihideung

PNS TNI/ POLRI BUMN Peg. Swast a P. Raj in Pedagang Tukang Bat u T ukang Kayu Penj ahit Sopir

Lampiran 16. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Lapangan Usaha

CIBEURE

UM

TAMANS

ARI

KAWALU MANGK U

-BUMI

INDIHIA

NG

CIPEDES CIHIDEU

NG

TAWANG

PETANI 17.612

10.10 5

10.32

4 8.294 6.624 4.404 2.512 2.673

NELAYAN - - - 7 - - - -

PENAMBANG - - - 67 66 - - 79

PETERNAK - - - 214 1.235 21 903 239

PEDAGANG - - 6.474 1.015 4.344 578 5.450 4.810

JASA HUNIAN - 10 - 524 108 1.778 450 726

PNS - 350 2.484 882 1.076 1.372 2.255 3.000

ABRI - 25 - 71 89 345 978 303

BURUH PABRIK - -

16.00

1 1.161 2.075 1.939 903 2.076 BURUH TANI 2.554 2.827 2.530 1.533 3.033 392 158 202

BURUH BGN - 63 - 2.799 1.157 200 68 690

PENGRAJIN - - 46 111 1.419 2.184 213 823

PENG. INDUSTRI - - - 210 2 3.594 150 37

PENJAHIT - 120 8.901 2.356 1.029 24 247 900

JUMLAH 20.166 13.50

0 46.76

0 19.244 22.257 16.831 14.28

7 16.55

8

Sumber : BPS Kota Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2006


(4)

Lampiran 17. Peta Titik- titik Lokasi Penyimpangan # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # KAWALU TAMANSARI INDIHIANG CIBEUREUM MANGKUBUMI CIPEDES TAWANG CIHIDEUNG KAB. CIAMIS KAB. TASIKMALAYA KOTA TASIKMALAYA 1 8 5 0 0 0

1 8 5 0 0 0

1 9 0 0 0 0

1 9 0 0 0 0

1 9 5 0 0 0

1 9 5 0 0 0

2 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 9 1 8 0 0 0

0 91

8 0 0 0 0 9 1 8 5 0 0

0 91

8 5 0 0 0 9 1 9 0 0 0 0 9 1 9 0 0 0 0 9 1 9 5 0 0 0 9 1 9 5 0 0 0

PETA TITIK PENGAMATAN PENELITIAN KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT

N

E W

S

1 0 1 2 Km

SUMBER :

1. Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmal aya 2. Peta administras i Kota Tasikmalaya

PS. ILMU PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TAHUN 2008 Indek Peta LEGENDA Batas Kecamatan Nama Kecamatan CIBEUREUM CIHIDEUNG CIPEDES INDIHIANG KAW ALU MANGKUBUMI TAMANSARI TAWAN G Batas Kabupaten Jalan


(5)

Lampiran 18. Perkembangan Pendapatan Tahun 2004 s/d Tahun Anggaran 2007 (DISPENDA)

Kecamatan

Permuki

man Sawah

Semak Belukar

Padang Rumput

Perkebu

nan Ladang Hutan

Dana u

Tanah

berbatu Banda

ra Jumlah Kawalu 586,79 269,08

964,97 918,23

803,00 103,23

154,26 - - - 4.202,70 Tamansari 400,63 120,54 572,09 516,19

1.173,25 514,70

-

20.00 -

- 3.679,05 Cibeureum 870,14 1.292,77

157,79 124,98

74,75 19,91

- - - 32,70 2.354,75 Tawang

338,68 188,37 0,71 -

12,20 2,69

- - - - 532,20 Cihideung 340,14 163,42

16,30 -

7,95 10,16

- - - - 509,95 Mangkubumi 588,76 1.137,59 590,61 60,61

140,00 16,79

-

48,00 -

- 2.341,00 Indihiang 734,07 1.524,76 582,94 151,20

221,45 5,88

-

- 1,90

- 2.497,45 Cipedes 406,48 326,79 51,47 18,86

7,00 13,08

- - - - 787,00 J m l a h

4.265,68 5.467,74 3.999,8 5 48,06

2.439,60 680,43

154,24 68,00 1,90

32,70

17.156,20 Persentase


(6)

Lampiran 19. Perkembangan Pendapatan Tahun Anggaran 2004 s/d 2007 (DISPENDA

URAIAN PENDAPATAN TAHUN 2004 TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007

PENDAPATAN ASLI DAERAH % % %

Pajak Daerah 2,822,762,000 3,493,347,000 23.76 4,049,563,000 15.92 4,408,194,000 8.86

Retribusi Daerah 16,502,031,000 20,961,609,000 27.02 23,717,199,000 13.15 28,441,318,000 19.92

Hasil Perusahaan Milik /

Kekayaan 856,056,000 1,517,379,000 77.25

Lain - lain PAD yang sah 1,091,151,000 1,480,715,000 45.29 1,314,593,000 (11.22) 1,623,700,000 23.51

JUMLAH I 20,343,944,000 25,935,671,000 27.49 29,937,411,000 15.43 35,990,591,000 20.22

DANA PERIMBANGAN

BAGI HASIL PAJAK / BUKAN

PAJAK 14,326,922,000 19,038,480,000 32.89 18,912,071,000 (0.66) 24,479,235,000 29.44

Bagi Hasil Pajak 7,152,068,000 10,095,030,000 41.15 10,196,048,000 1.00 15,707,921,000 54.06

DANA ALOKASI UMUM 7,174,854,000 8,943,450,000 24.65 8,716,023,000 (2.54) 8,771,314,000 0.63

DANA ALOKASI KHUSUS 129,090,000,000 189,170,000,000 46.54 203,950,000,000 7.81 205,408,000,000 0.71

BAGI HASIL PAJAK DAN

BANTUAN 3,715,000,000 9,500,000,000 155.72 7,500,000,000 (21.05)

KEUANGAN PROPINSI 16,469,544,000 17,790,719,000 8.02 23,178,304,000 30.28 28,002,798,000 20.81

Bagi Hasil Pajak Propinsi 8,994,756,000 12,840,719,000 42.76 12,518,344,000 (2.51) 16,679,303,000 33.24

Bantuan Keuangan dari Propinsi 7,474,788,000 4,950,000,000 (33.78) 9,159,960,000 85.05 11,274,000,000 23.08

Penerimaan Lainnya 1,500,000,000 49,495,000 (96.70)

JUMLAH II 159,886,466,000 229,714,199,000 43.67 255,540,375,000 11.24 265,390,033,000 3.85

Lain - lain Pendapatan Yang Sah

Bantuan Dana

Kontijensi/Penyeimbang

dari Pemerintah 1,090,858,000 18,126,560,000 1,561.68 3,742,488,000 (79.35) 13,261,867,000 254.36

Dana Darurat

JUMLAH III

JUMLAH TOTAL

PENDAPATAN 1,090,858,000 18,126,560 1,561.68 3,742,488,000 (79.35) 13,261,867,000 254.36

(I s/d III)


Dokumen yang terkait

Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Jawa Barat

0 38 118

Evaluasi Penggunaan Lahan Dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara

5 33 86

Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

2 23 118

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN Evaluasi Penggunaan Lahan Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2010-2030 Melalui Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geogra

0 3 12

EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2014 TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan Kota Salatifa Tahun 2010-2014 Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

0 2 15

EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2014 TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan Kota Salatifa Tahun 2010-2014 Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

4 9 17

PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan Untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Sub Daerah Aliran Sungai Opak Hulu.

0 2 12

PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan Untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Sub Daerah Aliran Sungai Opak Hulu.

0 1 16

ANALISIS KESELARASAN PENGGUNAAN LAHAN AKTUAL TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA TEGAL

0 3 53

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

0 0 59