Genetic transformation of Jatropha curcas L. by Agrobacterium tumefaciens-mediated with type 2 metallothionein gene from Melastoma malabathricum

TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas
L.) DENGAN GEN METALLOTHIONEIN TIPE 2 DARI Melastoma
malabathricum MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

NOVITA R. ANDRIANY SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Transformasi Genetik Tanaman
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Gen Metallothionein Tipe 2 dari
Melastoma malabathricum Melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens adalah
benar karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Novita R. Andriany Siregar
NIM P051090101

RINGKASAN
NOVITA R. ANDRIANY SIREGAR. Transformasi Genetik Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Gen Metallothionein Tipe 2 dari Melastoma
malabathricum Melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh
SUHARSONO dan UTUT WIDYASTUTI.
Keterbatasan lahan potensial untuk membudidayakan tanaman selain
tanaman pangan utama menjadi alasan utama penggunaan lahan-lahan marjinal
untuk tanaman non pangan seperti jarak pagar. Kondisi lahan marjinal dengan
tingkat kesuburan yang rendah, reaksi tanah yang masam dan kandungan logam
berat yang tinggi merupakan permasalahan yang dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat dan produksi rendah. Kemampuan tanaman
untuk menghadapi toksisitas logam berat dapat diatasi dengan mengekspresikan

gen-gen penyandi toleransi logam. Salah satu gen tersebut adalah gen MaMt2,
yang menyandi metallothionein tipe 2. Protein metallothionein mengandung
banyak sistein sehingga mampu mengikat berbagai jenis logam. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan transformasi genetik jarak pagar dengan gen MaMt2
penyandi metallothionein tipe 2 dari Melastoma malabathricum.
Transformasi genetik dilakukan dengan perantara Agrobacterium
tumefaciens strain LBA4404 yang membawa plasmid pIG6-SMt2. Plasmid pIG6SMt2 telah mengandung gen MaMt2, gen penanda seleksi hptII (Hygromycin
phosphotransferase) dibawah promoter Ubiquitin dan terminator NOS (nopaline
synthase). Eksplan yang digunakan adalah kotiledon dari kecambah jarak pagar
kultivar IP-2P yang berumur 2 minggu. Regenerasi eksplan yang ditransformasi
dengan A. tumefaciens lebih lambat daripada eksplan yang tidak ditransformasi.
Eksplan yang tidak ditransformasi beregenerasi 14 hari setelah ditumbuhkan di
media regenerasi, sedangkan yang ditransformasi dengan A. tumefaciens
beregenerasi pada umur 18 hari. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk tiap
eksplan adalah 2.1 pada eksplan yang tidak ditransformasi dan 1.6 untuk
transgenik putatif. Seleksi tunas transgenik putatif dilakukan sebanyak 2 tahapan
dengan menggunakan media yang mengandung higromisin berturut-turut dengan
konsentrasi 1.5 mg l-1 dan 2.5 mg l-1. Penelitian ini menghasilkan 25 tunas
transgenik putatif.
Analisis molekular dilakukan untuk mengetahui integrasi gen MaMt2 di

dalam tunas transgenik dengan PCR. PCR dilakukan dengan menggunakan
kombinasi primer spesifik UbiQF-NosTR dan SMt2F-NosTR. PCR terhadap
tanaman transgenik menghasilkan fragmen DNA berukuran 1160 pb dan 526 pb.
Analisis molekular terhadap 15 tunas transgenik putatif berdasarkan PCR
menunjukkan bahwa 3 tunas merupakan transgenik yang mengandung gen MaMt2
dibawah kendali promoter Ubiquitin.
Kata kunci : Gen MaMt2, jarak pagar, metallothionein, transformasi.

SUMMARY

NOVITA R. ANDRIANY SIREGAR. Genetic transformation of Jatropha curcas
L. by Agrobacterium tumefaciens-mediated with type 2 metallothionein gene from
Melastoma malabathricum. Supervised by Suharsono and Utut Widyastuti.
The main reason why we use marginal land for non-food crops like jatropha
is the limited potential land to cultivate it. The condition of marginal land with
low fertility, low pH and high content of heavy-metal can caused inhibit the
growth and decreasing production of crop. The tolerance of plants to metal
toxicity can be genetically improved by introducing and expressing a gene
associated with the metal tolerance. One of these genes is MaMt2, a gene coding
type 2 metallothionein that isolated from Melastoma affine. Metallothionein is a

cystein-rich protein so it can binding various types of metal. The objective of this
research was to obtain increase resistance of jatropha to heavy-metal by integrated
MaMt2 gene to jatropha and molecular analysis from transgenic plant.
Genetic transformation was performed by using Agrobacterium tumefaciens
strain LBA4404 which containing pIG6-SMt2 plasmid. pIG6-SMt2 plasmid
contains of MaMt2 gene, hptII gene (hygromycin phosphotransferase) under
ubiquitin promoter and NOS (nopaline synthase) terminator. Cotyledon from 2
weeks-old of jatropha cultivar IP-2P was used. The non-transformed explants
regenerated 14 days in the non selective regeneration medium while the
transformed ones regenerated 18 days in the selective regeneration medium. The
average of regenerated shoot each explant was 2.1 for non-transformed explants
and 1.6 for transformed ones. Putative transgenic shoots were selected in two step
by using medium containing 1.5 mg l-1 and 2.5 mg l-1 of hygromycin successively.
This research resulted 25 putative transgenic shoots.
Molecular analysis was performed to determine the integration of MaMt2
gene under control for ubiquitin promoter in transgenic shoots by PCR. PCR was
carried out by using with UbiQF-NosTR and SMt2F-NosTR combination primers.
PCR of transgenic shoots resulted 1160 bp and 526 bp fragments respectively.
Molecular analysis showed that three of 15 putative transgenic shoots are
transgenic shoots containing MaMt2 gene under control of ubiquitin promoter.

Key words : MaMt2 gene, Jatropha curcas L., metallothionein, transformation.

©Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas
L.) DENGAN GEN METALLOTHIONEIN TIPE 2 DARI Melastoma
malabathricum MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

NOVITA R. ANDRIANY SIREGAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.Sc.For

1
Judul Tesis : Transformasi Genetik Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
dengan Gen Metallothionein Tipe 2 dari Melastoma malabathricum
melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens
Nama
: Novita R. Andriany Siregar
NIM
: P051090101


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
Anggota

Prof Dr Ir Suharsono, DEA.
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr


Tanggal Ujian :
11 Januari 2013

Tanggal Lulus:

2

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan rahmat
yang diberikan-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan tesis
yang berjudul Transformasi Genetik Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
dengan Gen Metallothionein Tipe 2 dari Melastoma malabathricum melalui
Perantara Agrobacterium tumefaciens.
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya dari hati yang paling dalam penulis
sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA dan Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi sebagai komisi
pembimbing, atas ilmu, perhatian, nasihat, kesabaran dan waktu yang diberikan
selama membimbing penulis.
2. Penelitian Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional yang berjudul
“Genetic Engineering of Jatropha curcas by genes responsible for aluminum

tolerance and flowering” atas nama Prof. Dr. Suharsono dengan surat
perjanjian No: 390.12/IT3.11/PL/2012, yang telah membiayai penelitian ini.
3. Penguji luar komisi Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.Sc.For atas saran dan
masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik.
4. Staf dan rekan-rekan di Lab. BIORIN atas segala bantuan, semangat, ilmu dan
persahabatan selama proses penelitian dan penulisan.
5. Staf pengajar dan administrasi SPs IPB dan Program Studi Bioteknologi atas
ilmu dan bantuan administrasi yang diberikan.
6. Bapak Kalimonang Siregar, Ibu Nursani Pohan dan A. Affandi Asyad Siregar
sebagai keluarga yang selalu memberikan dukungan doa, motivasi, kesabaran
dan kasih sayang. Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada kedua orang
tua dan adik tersayang.
7. Teman seperjuangan BTK „09 dan sahabat tersayang : Mba Wulan, Mba Nurul,
Kak Ida, Mba Ika, Mas Ashif, Bang Nazar, Ferdi, Susi, Diana, Sylvia dan
Limsasi atas segala semangat belajar, doa, persahabatan dan perhatian dalam
suka dan duka. Semoga persahabatan ini dapat tetap terjalin dan tak lekang
oleh waktu.

Bogor, April 2013
Novita R. Andriany Siregar


3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.)
Cekaman Logam
Struktur dan Fungsi Metallothionein
Ekspresi Gen Penyandi Metallothinein di Tanaman transgenik
Transformasi Genetik melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens
Transformasi Genetik pada Jarak pagar

3
3
4
6
7
9
11

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan Penelitian
Metode Penelitian
Sterilisasi dan Pengecambahan Biji
Transformasi Genetik
Induksi Kalus
Induksi Tunas
Pemanjangan Tunas
Pengakaran
Isolasi DNA Genom Jarak pagar
Analisis Integrasi Gen MaMt2

14
14
14
14
14
15
15
15
16
16
16
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Kalus
Regenerasi Tunas
Analisis Molekular

18
18
21
24

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

38

4

DAFTAR TABEL

1

Konsentrasi maksimum logam pada tanaman

5

2

Perkembangan kalus eksplan jarak pagar

20

3

Perkembangan regenerasi eksplan jarak pagar

23

4

Hasil isolasi DNA genom

25

5

DAFTAR GAMBAR

1

Morfologi tanaman jarak pagar dan organ reproduksi

4

2

Struktur domain α-β MT yang mengikat Zn (Bell and Valle 2009)

8

3

Penyakit tumor mahkota pada tanaman

10

4

Struktur dari Plasmid Ti pada Agrobacterium tumefaciens (Hooykas
and Beijersbergen 1994)

10

5

Skema transfer DNA-T dari A. tumefaciens ke dalam sel tanaman

12

6

Konstruksi plasmid pIG6-SMt2 yang mengandung gen MaMt2
(Anggraito et al. 2012)

14

7

Kotiledon dari kecambah jarak pagar

18

8

Pembentukan kalus dari eksplan yang diinokulasi dengan A.
tumefaciens pada media dengan berbagai konsentrasi cefotaxim

19

9

Perkembangan eksplan J. curcas pada media CI

20

10 Perkembangan kalus pada media induksi tunas (SIM)

21

11 Perkembangan tunas pada media pemanjangan tunas (SEM)

22

12 Hasil kualifikasi DNA genom jarak pagar

25

13 Hasil analisis PCR dengan primer spesifik UbiQF-NosTR

26

14 Hasil analisis PCR dengan primer spesifik SMt2F dan NosTR

26

6

DAFTAR LAMPIRAN

1

Komposisi media LB untuk kultur A. tumefaciens LBA4404-pIG6
untuk 1 l

35

2

Komposisi Media MS (Murashige and Skoog 1962)

36

3

Deskripsi Jarak pagar kultivar IP-2P (Hasnam 2007)

38

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jarak pagar atau physic nut merupakan salah satu tanaman sumber bahan
bakar nabati untuk mesin diesel. Tanaman ini termasuk dalam famili
Euphorbiaceae, yang telah lama dikenal di Indonesia sebagai tanaman obat
tradisional yang dapat hidup pada lahan yang subur maupun lahan marjinal. Lahan
subur di Indonesia digunakan untuk membudidayakan tanaman pangan, sehingga
pengembangan jarak pagar diarahkan ke lahan marjinal. Lahan marjinal di
Indonesia sangat luas dan belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu lahan
marjinal adalah lahan yang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, reaksi
tanah yang masam, cadangan hara rendah, kandungan logam berat tinggi serta
basa-basa yang dapat ditukar dan kejenuhan basa rendah. Pengembangan jarak
pagar di lahan marjinal memerlukan kultivar unggul yang dapat bertahan pada
lahan marjinal tersebut.
Jarak pagar pada umumnya dapat bertahan hidup hingga lebih dari 20 tahun
dan produksi yang relatif stabil akan diperoleh setelah berumur lebih dari 5 tahun.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan (Puslitbun) telah
meluncurkan berbagai kultivar unggul jarak pagar seperti IP-1P (Improved
Population-1 Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 Asem Bagus) dan IP-1M
(Improved Population-1 Muktiharjo) dengan produktivitas 4-5 ton/ha. Dari seleksi
massa pada ketiga kultivar tersebut, Puslitbun memperoleh kultivar unggul
lainnya, yaitu IP-2P, IP-2A dan IP-2M. Kultivar IP-2P memiliki produktivitas
yang lebih tinggi daripada IP-1P yaitu 7-8 ton/ha/tahun (Indrawanto 2008) pada
lahan subur. Apabila kultivar IP-2P tersebut ditanam pada lahan marjinal yang
memiliki kandungan logam berat tinggi, kemungkinan untuk memperoleh
produktivitas setinggi itu sangat kecil. Menurut Sudrajat (2006), produktivitas
jarak pagar pada lahan bersolum dangkal dan berbatu dengan iklim yang sangat
kering adalah 2-3 ton/ha/tahun, sedangkan pada tanah marjinal dengan iklim yang
kering hanya sekitar 1 ton/ha/tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
logam berat ini adalah dengan menghasilkan kultivar yang tahan terhadap logam
berat. Kultivar yang toleran logam berat dapat diperoleh melalui transformasi
genetik dengan menggunakan gen ketahanan terhadap logam berat, seperti gen
penyandi metallothionein.
Metallothionein (MT) merupakan protein dengan massa molekul yang kecil
(4-8 kDa), mengandung 26-33% asam amino sisteine (Cys) serta tidak
mempunyai asam amino aromatik atau histidin. MT pada tanaman pertama kali
ditemukan pada tahun 1987, yaitu EcMT (Early cysteine MT) pada embrio
gandum. Semenjak itu berbagai gen Mt telah berhasil diisolasi. Gen MaMt2 dari
Melastoma malabathricum (Suharsono et al. 2009a) dan GmMt2 dari kedelai
(Suharsono et al. 2009b) telah berhasil diisolasi. cDNA gen GmMt2 memiliki
kesamaan sekuen dengan gen AtMt2 dari Arabidopsis thaliana. Gen OsMt2
merupakan gen metallothionein tipe 2 yang berhasil dikloning dari padi indika
kultivar Jiayu948 yang ekspresinya dipengaruhi oleh stress lingkungan melalui
elemen promoter cis-acting (Ren and Zhao 2009). Ezaki et al. (1995) berhasil

2
mengisolasi berbagai gen yang diinduksi oleh Al pada Nicotiana tabacum L. cv.
Samsun diantaranya gen penyandi protein dengan domain kaya sistein.
Peran metallothionein pada tanaman telah diamati, antara lain terlibat dalam
homeostatis logam, proliferasi sel dan faktor transkripsi seperti MTF (Metal
Transcription Factor) (Usha et al. 2009). Menurut Otsuka et al. (2007), aktivasi
transkripsi gen Mt oleh logam berat akibat adanya faktor transkripsi MTF-1.
Gugus Cys pada C-terminal MTF-1 memberikan respon terhadap perubahan
konsentrasi logam berat pada nukleus. MTF-1 juga merupakan regulator pada
peningkatan konsentrasi seng pada serangga dan mamalia, dan memberikan
respon terhadap cekaman logam berat dan cekaman radikal bebas (Laity and
Andrews 2007).
Gen BrMT1 merupakan gen metallothionein tipe 1 yang berhasil diisolasi
dari tanaman Brassica rapa dan telah diintroduksikan ke dalam kloroplas maupun
sitosol Arabidopsis. Ekspresi gen tersebut secara efektif telah mengurangi
keracunan tanaman terhadap Cd dan cekaman H2 O2 (Kim et al. 2007). Analisis
terhadap M. malabathricum yang mendapat cekaman lebih dari 0.8 mM Al
menginduksi ekspresi gen MaMt2 (Trisnaningrum 2009). Penggunaan gen Mt
dalam merespon cekaman logam berat merupakan salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk memperoleh kultivar unggul yang tahan terhadap logam berat,
termasuk jarak pagar. Li et al. (2008) dan Kajikawa et al. (2012) telah
mengembangkan metode transformasi genetik pada jarak pagar melalui bakteri
Agrobacterium tumefaciens. Penggunaan metode ini untuk perakitan kultivar
unggul jarak pagar yang tahan terhadap cekaman logam berat, termasuk
aluminium diharapkan dapat diperoleh.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksikan gen MaMt2 pada tanaman
jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui perantara A. tumefaciens strain
LBA4404 untuk memperoleh tunas jarak pagar transgenik.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Tanaman jarak pagar (J. curcas L.) berasal dari Amerika Latin, termasuk
famili Euphorbiaceae, yang mencakup juga karet dan ubi kayu. Jatropha
merupakan sebuah genus besar yang terdiri dari lebih 170 spesies, diantaranya J.
curcas, J. glandulifera, J. gossypifolia, J. multifida, J. nana, J. panduraefolia, J.
villosa, dan J. podagrica (Misra and Misra 2010).
Tanaman jarak pagar termasuk tanaman perdu. Tinggi tanaman dapat
mencapai 5-10 m. Daun berwarna hijau dan tersusun berselang-seling pada batang
hingga membentuk spiral. Daun jarak pagar pada umumnya berlekuk 3-5, lekukan
ini bisa dangkal maupun sangat dalam. J. curcas termasuk tanaman berumah satu
(monoecious), berbunga uni seksual, namun terkadang ditemukan bunga
hermaprodit. Bunga jantan memiliki 8-10 tangkai sari sedangkan bunga betina
memiliki 3 tangkai putik berwarna hijau. Buah berbentuk bulat telur berwarna
hijau (ketika muda) dan coklat (ketika masak). Buah jarak memiliki tiga ruang,
masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna
coklat-hitam (Gambar 1).
Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis baik pada
dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl (diatas permukaan laut) dengan
tekstur dan jenis tanah yang beragam, tidak tergenang dan pH tanah 5.0 - 6.5.
Sistem perakaran tanaman jarak pagar mampu menahan air dan tanah sehingga
mampu bertahan terhadap kekeringan dan mampu menahan erosi. Kemampuan
untuk bertahan terhadap kekeringan ini juga dapat disebabkan oleh batang yang
bersifat sukulen (berair). Menurut Pitono et al. (2008), keadaan lingkungan dapat
mempengaruhi pertumbuhan vegetatif jarak pagar, seperti pH < 5.0
(menyebabkan tinggi tanaman, luas daun dan diameter batang hanya mencapai 3050% dari pertumbuhan jarak pagar pada pH 6.0) sedangkan kadar garam yang
tinggi dapat menghambat pertumbuhan.
Berbagai upaya untuk memperoleh bibit unggul jarak pagar pada saat ini
telah dilakukan. Antara lain melalui persilangan, hibridisasi, seleksi massa dan
yang lainnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan telah
menghasilkan kultivar jarak pagar pada tahun 2006 yaitu IP-1 (Improved
Population-1) dari tiga lokasi perkebunan yaitu Asembagus (IP-1A), Muktiharjo
(IP-1M) dan Pakuwon (IP-1P). Kultivar IP-1A (Improved Population1-Asem
Bagus) lebih toleran terhadap defisit air tanah daripada kultivar IP-1P (Improved
Population-1 Pakuwon). Ketiga kultivar tersebut kemudian diseleksi kembali dan
tiga kultivar baru yang telah diperoleh dan diluncurkan pada tahun 2007, yaitu
kultivar IP-2A. IP-2M dan IP-2P. Produktivitas kultivar IP-2 mampu mencapai
2.0 – 2.5 ton/ha per tahun pada tahun pertama dan diprediksi mampu mencapai
7.0 – 8.5 ton/ha per tahun mulai tahun ke-4 pada kondisi optimal. Kultivar IP-2M
dan IP-2A lebih sesuai untuk dibudidayakan pada daerah beriklim kering
sedangkan kultivar IP-2P lebih sesuai untuk daerah beriklim basah (Hasnam
2007).

4

Gambar 1 Morfologi tanaman jarak pagar dan organ reproduksi. a = tanaman
utuh; b = bunga jantan; c = bunga betina; d: buah; e = bagian
dalam buah dan biji; f = biji (Hasnam 2007).
Tanaman jarak pagar dapat bertahan hidup hingga berumur 20 tahun.
Produktivitas biji berkisar antara 2 - 4 kg biji / pohon / tahun dan akan stabil
setelah umur 5 tahun. Kadar minyak dalam biji berkisar 25 - 35% berat kering biji
(Prihandana et al. 2007), sehingga produksi minyak jarak mentah [Cruide
Jatropha Oil (CJO)] dapat diperoleh sebesar 1.875-2.5 ton minyak / ha / tahun.
Minyak jarak pagar mengandung asam linolenat dan asam oleat, sekitar 80% dari
komposisi minyak. Asam palmitik dan asam stearit merupakan asam lemak yang
terdapat pada minyak ini.

Cekaman Logam
Keberadaan logam (mineral) sangat dibutuhkan makhluk hidup untuk proses
fisiologis dan metabolisme tubuh. Logam yang terdapat dalam tanah dapat
dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu : (1) Larut air, berada dalam larutan
tanah; (2) Tertukarkan, yaitu yang terikat pada lapisan jerapan pada koloid tanah
dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion; (3) Terikat secara organik,
berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak terlarutkan; (4) Terjerat dalam
oksida besi dan mangan; (5) Senyawa tertentu seperti karbonat, fosfat dan sulfida
dan (6) Terikat secara struktural dalam mineral silikat atau mineral primer.
Setiap jenis logam memiliki fungsi dan peran yang berbeda-beda. Menurut
Liphadzi and Kirkham (2006) konsentrasi maksimum setiap logam berbeda-beda
pada tanaman (Tabel 1). Ketersediaan logam yang melebihi konsentrasi tersebut

5
menyebabkan logam bersifat racun. Ion logam memiliki kemampuan mobilitas
sehingga dapat dengan cepat berubah dari immobil menjadi mobil. Logam yang
diserap organisme cenderung diakumulatif di dalam organ.
Keracunan logam yang terjadi pada tanaman disebabkan oleh terikatnya
logam pada protein tanaman sehingga dapat menyebabkan perubahan struktur
maupun penghambatan aktifitas. Adanya pertukaran logam dengan salah satu
biomolekul dapat menyebabkan efek defisiensi unsur tertentu. Kelebihan logam
juga dapat menstimulasi terjadinya radikal bebas dan pembentukan reactive
oxygen species (ROS) sehingga menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif
(Schutzendubel and Polle 2002; Hall 2002).
Tanaman yang terkena cekaman logam akan memperlihatkan gejala yang
berbeda. Kandungan Co2+, Ni2+ dan Cd2+ yang tinggi pada tanaman kubis
menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadi klorosis, dan perubahan warna pada
daun (Pandey and Sharma 2002); sedangkan pada tanaman Arabidopsis thaliana
dan Phaseolus coccineus ketika terinduksi Cu dan Cd mengalami peningkatan
asam jasmonat (Maksymeic et al. 2005). Meskipun memiliki gejala cekaman
berbeda-beda, namun secara umum organ yang akan mengalami perubahan
pertama kali ketika mendapat cekaman logam adalah akar karena terkena secara
langsung didalam tanah. Akar akan memendek dan menebal sebagai akibat
perpanjangan sel yang terhambat, lalu diikuti dengan penurunan pertumbuhan
daun, proses senesen dan terjadi kerusakan jaringan fotosintesis (Maksymeic
2007).
Tabel 1 Konsentrasi maksimum logam pada tanaman
(Liphadzi and Kirkham 2006)
Jenis Logam

Konsentrasi (ppm / berat kering)

Fe

300

Zn

150

Mn

100

Cu

15

Pb

5.0

Mo

1.0

Ni

1.0

Cr

0.50

Co

0.30

Cd

0.20

Hg

0.01

Menurut Hall (2002) ketahanan tanaman terhadap cekaman logam
melibatkan membran plasma yaitu dengan mengurangi penyerapan logam maupun
menstimulasi tekanan logam yang telah memasuki sitosol. Untuk menghindari
cekaman logam yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan,
tanaman memiliki mekanisme pertahanan tersendiri yang melibatkan jaringan-

6
jaringan lain, seperti eksklusi, pembentukan kompleks-kompleks dan sintesis zat
pengkelat seperti metallothionein dan fitokelatin (Valls et al. 2000). Kedua jenis
ligan ini merupakan peptida yang mengandung banyak asam amino sistein.

Struktur dan Fungsi Metallothionein
Metallothionein merupakan sebuah protein dengan berat molekul yang
kecil (berkisar antara 4-8 kDa) dan mengandung banyak asam amino sistein
(Cys). Dari 45-48 asam amino pembentuk metallothionein, terdapat 12-17 asam
amino sistein (Kagi 1991). Pertama kali metallothionein ditemukan pada tahun
1957 di korteks ginjal kuda sebagai protein pengikat Cd oleh Vallee dan
Margoshe.
Pengelompokan metallothionein pertama kali diterapkan oleh Nordberg and
Kojima (1979) yaitu berdasarkan kelompok taksonomi dan terbagi menjadi 15
famili, dimana metallothionein tanaman termasuk dalam famili ke-15. Fowler et
al. (1987) mengelompokkan metallothionein berdasarkan struktur primer yaitu
kelas I merupakan seluruh protein metallothionein dengan lokasi asam amino Cys
mendekati bentuk pola mamalia dan homolog dengan metallothionein mammalia;
Kelas II merupakan kelompok protein metallothionein dengan kandungan asam
amino Cys yang sedikit. Kelas ini merupakan kelompok metallothionein yang
tidak homolog dengan metallothionein mammalia, ditemukan pada cyanobakteri,
kapang dan nematoda Caenorhabditis elegans (Kagi 1991); Sedangkan kelas III
merupakan kelompok protein metallothionein yang kaya akan asam amino Cys,
dengan ciri utama memiliki metalloisopolipeptida yang mengandung
gammaglutamyl-cysteinyl, sehingga secara enzimatis dapat mensistesis peptida.
Cobbett and Goldsbrough (2002) mengelompokkan protein metallothionein
tanaman dalam 4 kelas berdasarkan urutan asam amino Cys dan daerah tanpa Cys
(spacer), yaitu (1) metallothionein kelas I, dengan pola urutan Cys-X-Cys-X(3)Cys-X-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3)-spacer-Cys-X-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3)-CysX-Cys-X(3) yang terdistribusi seimbang pada dua terminal; (2) metallothionein
kelas II, dengan dua ujung N-terminal dan C-terminal kaya akan Cys, dengan pola
urutan Cys-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3)-spacerCys-X-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3)-Cys-X-Cys-X(3) pada asam amino ketiga dan
keempat dari sekuen asam aminonya; (3) metallothionein kelas III, hanya
memiliki empat asam amino Cys pada ujung N-terminal, dimana tiga Cys pertama
membentuk motif Cys-Gly-Asn-Cys-Asp-Cys, dan Cys keempat membentuk
motif Gln-Cys-X-Lys-Lys-Gly; (4) metallothionein kelas IV memiliki tiga
wilayah yang masing-masing memiliki 5-6 Cys dengan motif Cys-X-Cys.
Protein metallothionein tipe 4 tanaman pertama kali ditemukan pada embrio
gandum, disebut juga EC, yaitu sebuah protein yang mampu mengikat besi (Lane
et al. 1987). Gen Mt pada berbagai tanaman berhasil diisolasi, seperti ubi jalar
(Hsien-Jung et al. 2003), semangka (Akashi et al. 2004), Casuarina glauca
(Obertello et al. 2007), barley (Schiller 2009), Melastoma malabathricum
(Suharsono 2009a), kedelai (Suharsono 2009b), buncis (Wan and Freisinger),
karet (Zhu et al. 2010) dan lainnya.

7
Adanya beberapa tipe gen Mt pada tanaman memperlihatkan bahwa ekspresi
tiap tipe gen tersebut terjadi secara spesifik pada jaringan maupun organ tanaman.
Menurut Cobbet and Goldsbrough (2002), MT tipe 1 memiliki tingkat ekspresi
yang lebih tinggi di bagian akar daripada tajuk; sedangkan MT tipe 2
kebalikannya yaitu relatif lebih tinggi di bagian tajuk daripada akar. MT tipe 3
diekspresikan pada daun dan buah yang matang, sedangkan MT tipe 4
diekspresikan hanya pada biji yang sedang berkembang. Guo et al. (2003)
menunjukkan bahwa ekspresi Mt1a dan Mt2b banyak ditemukan pada floem
semua organ Arabidopsis dan diinduksi oleh Cu. Mt2a dan Mt3 diekspresikan
pada sel mesofil dan diinduksi oleh Cu pada daun muda dan ujung akar.
Sedangkan ekspresi Mt4 hanya terbatas pada biji.
Ekspresi gen Mt pada tanaman umumnya diregulasi oleh berbagai faktor
penginduksi, seperti ion logam dengan konsentrasi tinggi, kekeringan, kadar
garam, pelukaan dan cekaman oksidatif (Akashi et al. 2004; Lu et al. 2007; Zhu et
al. 2010). Ekspresi gen Mt pada Casuarina glauca (Obertello et al. 2007), kapas
(Xue et al. 2009) dan karet (Zhu et al. 2010) meningkatkan ketahanan terhadap
cekaman oksidatif. Guo et al. (2008) menemukan enam tipe MT pada tanaman
mutan Arabidopsis yang sensitif terhadap tembaga (Cu) dan seng (Zn). Gen
cicMT2 yang terdapat pada tanaman buncis mampu mengikat ion Zn, kadmium
(Cd) dan Cu (Wan and Freisinger 2009). Gaddipati et al. (2003) menemukan
bahwa ekspresi metallothionein, sebagai protein untuk detoksifikasi Cd, diinduksi
oleh pemaparan Cd pada dosis rendah. Ekspresi gen Mt tipe 2 dan 4 dari daun ubi
jalar meningkat ketika terjadi senesen pada daun (Hsien-Jung et al. 2003).
Metallothionein merupakan protein yang mampu mengikat logam berat
yang bersifat toksik bagi tanaman (metal-binding protein). Kemampuan untuk
mengikat logam ini diperoleh dari banyaknya asam amino Cys pada protein ini,
yang memiliki rantai samping thiol (sulfhydryl, -SH-) (Kagi 1991). Thiol
merupakan senyawa organosulfur yang mampu membentuk ikatan kompleks
dengan ion logam berat, dimana dibutuhkan 2-3 rantai thiol untuk mengikat 1 ion
logam (Manahan 1991). Metallothionein memiliki struktur domain untuk
mengikat Zn, dimana empat atom Zn terikat pada 11 Cys di daerah terminal C
domain α. Sedangkan pada terminal N domain β terdapat tiga atom Zn yang
terikat pada delapan Cys (Bell and Valle 200λ). Domain α (terminal C) pada
metallothionein berperan dalam mengikat logam toksik sedangkan domain β
(terminal N) pada metallothionein berperan dalam homeostatis ion logam esensial
(Kagi 1991).

Ekspresi Gen Penyandi Metallotothionein di Tanaman Transgenik
Berbagai tipe gen Mt telah berhasil diisolasi dari berbagai jenis tanaman saat
ini. Para peneliti melakukan transformasi maupun ekspresi berlebih gen Mt untuk
melihat ekspresi dan peran gen-gen tersebut pada berbagai kondisi cekaman
lingkungan, terutama cekaman logam berat.

8

Gambar 2 Struktur domain α-β MT yang mengikat Zn (Bell and Valle 2009)
Balestrazzi et al. (2009) mengintegrasikan gen PsMTA1, gen Mt tipe 1 dari
Pisum sativum, ke tanaman Populus alba L. cv. Villafranca, dan memperoleh
tanaman P. alba dengan akumulasi ROS yang sangat sedikit pada jaringan daun
ketika terpapar Cu dan Zn daripada tanaman kontrol. Cekaman lingkungan,
seperti cekaman akibat ABA, GA, suhu dingin, panas, pelukaan, PEG dan NaCl
dapat meregulasi ekspresi gen OsMT2b yang diintegrasikan ke Arabidopsis (Ren
and Zhao 2009). Introduksi gen Mt ke Arabidopsis juga dilakukan oleh Hassinen
et al. (2009). Penelitian ini memperlihatkan bila gen TcMT2a, TcMT2b dan
TcMT3 tidak terlibat secara langsung terhadap akumulasi Zn, namun berperan
melalui homeostatis Cu ketika terjadi konsentrasi Zn dan Cd yang tinggi.
Anggraito et al. (2012) telah berhasil mengintroduksikan gen MaMt2 ke dalam
Nicotiana benthamiana dan kedelai dengan perantara A. tumefaciens.
Ekspresi berlebih gen BrMT1 pada kloroplas maupun sitosol Arabidopsis
secara efektif telah mengurangi kadar racun Cd dan cekaman H2O2. Selain itu
ekspresi gen tersebut pada kloroplas berhubungan dengan penurunan konsentrasi
paraquat-penginduksi klorosis dan akumulasi H2O2 (Kim et al. 2007). Ekspresi
berlebih gen GhMT3a pada tanaman tembakau transgenik juga memperlihatkan
berkurangnya H2O2 bila dibandingkan dengan tipe liar. Ekspresi gen ini diinduksi
oleh cekaman salinitas, kondisi yang kering dan suhu rendah. Selain itu protein ini
juga memperlihatkan kemampuan untuk mengikat ion logam serta menurunkan
akumulasi ROS (Xue et al. 2009).
Peran gen β-glucuronidase (GUS) sebagai gen reporter banyak digunakan
para peneliti untuk melihat peran dan aktivitas gen Mt pada tanaman transgenik.
Fusi promoter MT3 dan GUS, MT3::GUS, yang diekspresikan pada Nicotiana
occidentalis menunjukkan bahwa aktivitas gen GUS meningkat seiring dengan
adanya perlakuan cekaman H2O2 dan pemaparan sinar UV. Peningkatan aktivitas
GUS ini memperlihatkan bila promoter MT yang digunakan berperan dalam
mendetoksifikasi H2O2 (Brkljacic et al. 2005). Introduksi fusi PsMTA::GUS pada
Arabidopsis juga telah meningkatkan aktivitas GUS pada daerah yang mengalami
senesen (Fordham-Skelton et al. 1997). Selain pada N. occidentalis dan
Arabidopsis, aktivitas GUS ditemukan pada padi dan tembakau transgenik.
Ekspresi hasil fusi ricMT::GUS ditemukan lebih tinggi pada daun dan batang

9
tembakau transgenik daripada akar, sedangkan pada padi aktivitas GUS banyak
ditemukan pada bagian tunas dan akar (Fukuzawa et al. 2004).
Grispen et al. (2011) melakukan transformasi yang berulang pada tanaman
tembakau, yaitu dengan menggunakan gen AtMt2b dan AtHMA4. Ekspresi kedua
gen tersebut pada tembakau transgenik dapat meningkatkan proses translokasi Cd
dan Zn dari akar menuju daun sehingga tidak terjadi akumulasi yang berlebihan
pada akar. Rodriguez-Llorentee et al. (2010) memaparkan bila ekspresi gen Mt4a
pada tanaman A. thaliana dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap Cu
dan Zn yang disimpulkan dari pengukuran panjang akar dan determinasi biomassa
daun. Ekspresi gen Mt yang diintroduksikan ke dalam tembakau berkaitan dengan
umur tembakau tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chattai et al.
(2004) memperlihatkan bahwa ekspresi gen PmMT pada kotiledon tembakau
transgenik umur 2 minggu mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa
gen Mt hanya berperan dalam perkembangan kecambah tembakau muda dengan
menyerap ion penting dan melindungi dari logam yang beracun.

Transformasi Genetik melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens
Transformasi genetik merupakan suatu proses pengenalan, pengintegrasian
serta mengekspresikan gen asing pada inang sehingga diperoleh tanaman
transgenik (Chahal and Gosal 2003). Tanaman transgenik merupakan suatu
tanaman yang membawa dan mengekspresikan suatu gen asing yang telah
terintegrasi secara stabil dan pada umumnya gen asing tersebut diperoleh dari
organisme yang berbeda. Untuk memperoleh suatu tanaman transgenik digunakan
kombinasi teknologi DNA rekombinan, metode transfer gen dan kultur jaringan.
Menurut Chawla (2002) teknik transfer gen dapat dibedakan menjadi dua
yaitu (1) transfer gen yang menggunakan vektor dan (2) transfer DNA langsung
atau tidak menggunakan vektor. Vektor yang digunakan merupakan vektor yang
berpotensi untuk melakukan transfer informasi genetik antara tanaman dan
organisme lainnya (bakteri, fungi dan hewan), seperti plasmid Agrobacterium dan
virus. Transfer DNA langsung terbukti lebih sederhana dan efektif sebagai teknik
yang memperkenalkan DNA asing pada genom tanaman. Teknik transfer DNA
langsung terbagi dalam dua kategori yaitu, secara fisik dan kimia. Metode transfer
DNA secara fisik tidak memerlukan vektor alam namun langsung mengantarkan
DNA pada sel tanaman. Metode ini antara lain menggunakan teknik elektroporasi,
biolistik, particle bombardment, mikroinjeksi, makroinjeksi, transfer DNA
melalui polen. Metode transfer DNA secara kimia dilakukan dengan
menginkubasi protoplas dan DNA dalam buffer yang mengandung polyethyleneglycol (PEG), polyvinyl alkohol maupun ion divalen.
Salah satu vektor yang paling banyak dan berhasil dalam melakukan transfer
genetik pada tanaman adalah bakteri Agrobacterium tumefaciens. A. tumefaciens
merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dan termasuk dalam famili
bakteri Rhizobaceae. Bakteri ini memiliki sifat patogen dan apabila menginfeksi
tanaman menyebabkan penyakit tumor mahkota (crown gall), yaitu suatu
gumpalan jaringan kalus yang muncul disekitar daerah infeksi (Gambar 3). Tumor
ini muncul akibat adanya plasmid penginduksi tumor (tumor inducing plasmid –

10
Ti Plasmid) yang dimiliki oleh A. tumefaciens. Plasmid Ti berperan dalam
mentransfer segmen DNA yang ada pada bakteri ke dalam tanaman.
Plasmid Ti yang terdapat pada A. tumefaciens memiliki beberapa bagian
yaitu daerah DNA-T, daerah vir (virulence), daerah replikasi plasmid (Origin of
Replication – ORI), dan daerah katabolisme opin (Gambar 4). Masing-masing
daerah ini memiliki fungsi yang berbeda dan yang paling berperan dalam proses
transformasi genetik adalah daerah DNA-T dan daerah vir.

Gambar 3 Penyakit tumor mahkota pada tanaman. a = Nicotiana benthamiana;
b = tomat (Anand et al. 2008).
Daerah vir berukuran 30 - 40 kpb dan berada dalam plasmid Ti. Daerah ini
memiliki gen-gen vir (virA, virB, virC, virD, virE, virG dan virH) yang berperan
secara langsung dalam transfer gen. Gen-gen vir ini akan aktif setelah menerima
sinyal dari tanaman, yaitu berupa senyawa fenolik yang dihasilkan oleh luka
tanaman seperti asetosiringone dan hydroxyacetosyringone.

Gambar 4 Struktur dari Plasmid Ti pada Agrobacterium tumefaciens (Hooykas
and Beijersbergen 1994)

11
Proses transformasi genetik dari A. tumefaciens ke dalam sel tanaman
didahului dengan adanya penginderaan Agrobacterium terhadap bagian tanaman
yang luka. Luka ini berfungsi sebagai (1) jalur masuk bakteri menuju tempat yang
dikenali pada permukaan sel tanaman; (2) sel tanaman menjadi kompeten untuk
ditransformasi; dan (3) merangsang pembentukan metabolit yang dilepaskan oleh
luka untuk menarik Agrobacterium dan menginduksi gen-gen vir yang diperlukan
dalam proses transfer DNA-T (Gelvin 2003). Senyawa fenolik yang dihasilkan
tanaman merupakan suatu pertanda bagi Agrobacterium untuk berinteraksi dengan
sel tanaman. Interaksi ini diperkuat dengan adanya senyawa β-1,2-glucan yang
disandikan oleh gen chvA, chvB dan exoC (Gelvin 2000). Senyawa fenolik ini
dideteksi oleh gen virA yang diikuti dengan autofosforilasi protein VirA dan
aktifasi gen virG. Protein VirG kemudian akan menginduksi ekspresi gen virD1
yang akan memotong daerah DNA-T pada Agrobacterium sehingga diperoleh utas
tunggal DNA-T. Protein virD2 yang terfosforilasi oleh protein VirD1 akan
mengarahkan daerah DNA-T menuju nukleus sel tanaman. Gen virB akan
memediasi proses introduksi daerah DNA-T ke dalam nukleus sedangkan gen
virC1 akan melindungi daerah DNA-T dan meningkatkan aktivitas protein VirD
(Gambar 5).
Transformasi genetik pada tanaman dapat dideteksi dan dikontrol dengan
adanya gen penanda (marker genes). Beberapa gen penanda dapat
memperlihatkan ekspresinya didalam sel maupun jaringan secara langsung dan
dapat diuji melalui uji fenotip secara terkuantifikasi. Gen penanda ini disebut juga
sebagai scoreable marker, seperti opine (octopine synthase dan nopaline
synthase); β-glucuronidase (Gus); green fluorescent protein (GFP); dan
sebagainya. Selain scoreable marker, terdapat juga selectable marker (penanda
seleksi). Gen penanda selektif ini dapat menyebabkan sel transforman mampu
bertahan pada media yang mengandung agen seleksi dengan konsentrasi tinggi,
sedangkan sel non-transforman mati. Beberapa selectable marker yang banyak
digunakan adalah hygromycin phosphotransferase; gentamycin acetyltransferase;
neomycin phosphotransferas II dan streptomycin resistance.

Transformasi Genetik pada Jarak Pagar
Penanaman jarak pagar di Indonesia telah dilakukan sejak penjajahan
Jepang. Masyarakat Indonesia dipaksa menanam jarak pagar sehingga dapat
diperoleh minyaknya yang digunakan sebagai bahan bakar kapal dan pelumas
senjata. Sejak saat itu jarak pagar banyak ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia namun umumnya hanya dimanfaatkan sebagai pembatas halaman
rumah maupun kebun. Selain sebagai pagar pembatas, jarak pagar juga banyak
dimanfaatkan sebagai obat tradisional yaitu untuk mengobati diare, penurun
panas, mengobati luka dan menghentikan pendarahan.

12

Gambar 5 Skema transfer DNA-T dari A. tumefaciens ke dalam sel tanaman.
1a: sel bakteri terikat pada dinding sel tanaman yang terluka; 1b:
sinyal tanaman, berupa metabolit fenolik dikenali oleh chvE/virA,
kemudian terjadi autofosforilasi dan mengaktifkan virG dan
mengikat fosfat menjadi virG-P; 2: virG-P akan mengaktifkan
gen vir lainnya; 3: gen vir lainnya yang aktif menghasilkan
substrat (daerah DNA-T terpotong) dan kompleks virB, daerah
DNA-T yang telah dipotong oleh virD2 diarahkan menuju
dinding sel tanaman; 4: daerah DNA-T dikenali oleh kompleks
virB dan ditranspor menuju sel tanaman; 5: daerah DNA-T masuk
ke dalam sitoplasma sel tanaman dan bergerak menuju nukleus
diarahkan oleh gen-gen vir; 6: daerah DNA-T berintegrasi menuju
kromosom inang (McCullen and Binns 2006).
Jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan biodiesel alternatif sehingga
penggunaan bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis dapat dikurangi.
Oleh sebab itu penanaman jarak pagar mulai ditingkatkan diseluruh dunia. Namun
yang menjadi kendala adalah minimnya luas lahan subur yang dapat digunakan
sementara lahan marjinal masih banyak tersebar dan belum digunakan secara
maksimal. Meskipun tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mampu
beradaptasi pada daerah tidak subur namun penanaman jarak pagar di lahan
marjinal tidak disarankan karena tidak akan diperoleh hasil panen yang
maksimum. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan adanya perbaikan genetik

13
tanaman jarak pagar untuk meningkatkan hasil panen pada lahan marjinal
(Johnson et al. 2011).
Salah satu perbaikan genetik yang saat ini banyak digunakan oleh para
peneliti adalah melalui perakitan tanaman transgenik termasuk pada tanaman jarak
pagar. Berbagai gen telah berhasil diintroduksikan ke dalam jarak pagar seperti
gen SaDREB1 (Li et al. 2008); gen S-DREB2A (Kumar et al. 2010), gen HD3A
(Sulistyaningsih 2012) dengan menggunakan perantara A. tumefaciens. Selain
dengan perantara bakteri, penembakan partikel gen secara langsung juga dapat
digunakan sebagai metode transformasi genetik ke jarak pagar (Joshi et al. 2011).
Tanaman jarak pagar termasuk dalam tanaman yang memiliki daya
regenerasi yang rendah secara in vitro. Berbagai penelitian untuk memperoleh
efisiensi regenerasi yang tinggi, telah dilakukan. Penggunaan berbagai zat
pengatur tumbuh, seperti auksin, giberelin dan sitokinin, dengan berbagai
konsentrasi telah meningkatkan efisiensi regenerasi jarak pagar yang diperbanyak
secara in vitro. Efisiensi regenerasi jarak pagar telah ditingkatkan melalui
organogenesis dari berbagai eksplan, yang meliputi hipokotil (Sharma et al.
2011); kotiledon (Li et al. 2008; Pan et al. 2010; Kumar et al. 2011;
Sulistyaningsih 2012;), potongan daun (Deore and Johnson 2008; Kumar et al.
2010; Misra et al. 2010) serta potongan batang (Singh et al. 2010).
Ditemukannya berbagai metode perbanyakan kultur in vitro dengan efisiensi
regenerasi yang tinggi menjadi dasar perakitan tanaman transgenik jarak pagar.
Penggunaan kotiledon sebagai eksplan dan A. tumefaciens sebagai perantara
transformasi genetik telah menghasilkan efisiensi transformasi sebesar 15% (Li et
al. 2008) dan 24% (Zong et al. 2010). Joshi et al. (2011) memperoleh efisiensi
transformasi yang lebih tinggi sebesar 44.7% dengan metode transformasi genetik
secara langsung yaitu melalui penembakan partikel gen. Menurut Mazumdar et al.
(2010) salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi transformasi genetik pada
jarak pagar adalah umur eksplan yang digunakan. Kotiledon dari bibit yang
berumur paling muda sekitar 1-2 minggu merupakan eksplan dengan ekspresi gen
gus yang paling baik.

14

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2011 hingga Juni 2012 di
Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia – the Netherland)
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.

Bahan Penelitian
Bahan yang ditransformasi adalah kotiledon jarak pagar dari kecambah biji
jarak pagar kultivar IP-2P yang berumur dua minggu. Bakteri A. tumefaciens
strain LBA4404 yang mengandung plasmid pIG6-SMt2 (Anggraito et al. 2012)
digunakan untuk melakukan transformasi pada tanaman jarak pagar. Plasmid
pIG6-SMt2 mengandung gen MaMt2 (Suharsono et al. 2009b) dan gen penanda
seleksi hptII (Hygromycin phosphotransferase) (Gambar 6) dibawah promoter
Ubiquitin dan terminator NOS (nopaline synthase). Primer JcACTF1 (5‟TGTAGAAGGTGTGATGCCAGA-3‟) dan primer JcACTR1 (5‟-TGCCTA
TGTCGGTGATGAAG-3‟) digunakan untuk mengetahui kualitas DNA genom
jarak pagar (Yuniati 2012). Primer spesifik UbiQF (5‟-TGATGATGTGGTC
TGGGTTGG-3‟) dan NosTR (5‟-CTCATAAATAACGTCATGCATTACA-3‟)
serta primer spesifik SMt2F (5‟-TCATGGATCCATGTCTTGCTGTGGAGG-3‟)
dan NosTR (5‟-CTCATAAATAACGTCATGCATTACA-3‟) digunakan untuk
mengetahui keberadaan gen MaMt2.

Gambar 6 Konstruksi plasmid pIG6-SMt2 yang mengandung gen MaMt2
(Anggraito et al. 2012)

Metode Penelitian
Sterilisasi dan Pengecambahan biji
Biji jarak pagar kultivar IP-2P yang telah dipisahkan dari kulit cangkang
disterilisasi dengan pencelupan ke dalam etanol 70% selama 30 detik dan
direndam pada larutan kloroks 30% selama 30 menit selanjutnya dibilas dengan

15
air steril sebanyak lima kali. Biji yang steril kemudian dikecambahkan di media ½
MS pada kondisi pencahayaan dengan suhu 25 0C secara terus-menerus selama
dua minggu. Kotiledon dipisahkan dari kecambah dan dipotong dengan ukuran
0.7 x 0.7 cm dan selanjutnya digunakan sebagai eksplan.
Transformasi Genetik
Satu koloni A. tumefaciens yang mengandung plasmid pIG6-SMt2
ditumbuhkan pada 20 ml media cair LB (lampiran 1) yang mengandung antibiotik
100 mg l-1 streptomisin dan 50 mg l-1 kanamisin pada kondisi gelap selama 24 jam
dengan penggoyangan. Selanjutnya kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan
5000 rpm (Jouan centrifuge BR4i) selama 10 menit untuk memperoleh endapan
sel bakteri yang terpisah dari media cair LB. Bakteri selanjutnya dilarutkan di 20
ml media inokulasi cair (media MS dengan kandungan 1.5 mg l-1 BA, 0.05 mg l-1
IBA dan 20 mg l-1 asetosiringone) hingga diperoleh kerapatan optik 0.4 – 0.5 pada
OD600.
Transformasi genetik dengan menggunakan kotiledon dari kecambah
sebagai eksplan dilakukan dengan mengikuti metode Kajikawa et al. (2012).
Potongan kotiledon dari kecambah jarak pagar selanjutnya direndam pada
suspensi bakteri A. tumefaciens yang telah disiapkan selama 10 menit pada suhu
ruang dengan penggoyangan. Kotiledon dikeringkan pada tisu steril kemudian
ditanam di media kokultivasi (media MS padat dengan kandungan 1.5 mg l-1 BA,
0.05 mg l-1 IBA dan 20 mg l-1 asetosyringone) selama 3 hari pada ruang gelap
dengan suhu 25 0C. Setelah tiga hari, eksplan dicuci dengan menggunakan air
steril yang mengandung 200 mg l-1 cefotaxime. Eksplan kemudian dipindahkan ke
media regenerasi.
Induksi Kalus
Regenerasi eksplan setelah ditransformasi dilakukan dengan mengikuti
metode Kajikawa et al. (2012) dengan beberapa modifikasi. Setelah tiga hari di
media kokultivasi, eksplan dipindahkan ke media penginduksi kalus, (callus
induction medium - CIM), yaitu media MS yang mengandung 1.5 mg l-1 BA, 0.05
mg l-1 IBA, 3 g l-1 PVP (polivinil pirolidon), 100 mg l-1 cefotaxime. Eksplan
diinkubasi di media CI selama tiga minggu dengan kondisi tanpa cahaya dengan
suhu 25 0C.
Induksi Tunas
Eksplan yang telah menghasilkan kalus lalu dipindahkan ke media
penginduksi tunas (shoot induction medium – SIM), yaitu media MS yang
mengandung 2 mg l-1 BA, 0.05 mg l-1 IBA, 0.5 mg l-1 GA3, 1.5 mg l-1 higromisin,
100 mg l-1 cefotaxime dan 3 g l-1 PVP. Kalus diinkubasi pada ruang kultur dengan
kondisi penyinaran penuh dan suhu 25 0C. Setelah dua minggu, eksplan disubkultur pada media yang sama dengan peningkatan konsentrasi higromisin menjadi
2.5 mg l-1. Tunas yang tumbuh baik pada media ini merupakan tunas transgenik
putatif.

16
Pemanjangan Tunas
Tunas transgenik putatif disub-kultur di media pemanjangan tunas (shoot
elongation medium – SEM). Media SE merupakan media MS dengan 0.3 mg l-1
BA, 100 mg l-1 cefotaxime dan 3 g l-1 PVP. Tunas diinkubasi pada ruang kultur
dengan kondisi penyinaran penuh dan suhu 25 0C. Tunas dipelihara pada media
ini hingga tingginya  2.5 cm.
Pengakaran
Tunas yang telah mencapai tinggi ± 2.5 cm selanjutnya dipindahkan ke
media pengakaran. Media pengakaran terdiri dari dua jenis media yaitu media
induksi akar (root induction medium– RIM), yaitu media ½ MS dengan 0.3 mg l-1
IBA; dan media pemanjangan akar (root elongation medium – REM) yaitu media
½ MS dengan 1 mg l-1 IBA dan 0.1% arang aktif.
Isolasi DNA Genom Jarak Pagar
Isolasi DNA genom dilakukan dengan menggunakan metode CTAB
(Cetyltrimethyl amonium bromida) (Doyle JJ and Doyle JL 1990) yang
dimodifikasi. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan 2% PVP pada larutan
pengekstraksi dan penggerusan dengan bantuan pasir kuarsa. Daun tanaman jarak
pagar sebanyak 0.1 g dipotong kecil lalu digerus dengan bantuan pasir kuarsa
selanjutnya dimasukkan pada larutan pengekstraksi yaitu 600 l buffer CTAB
yang mengandung 2% PVP ditambah 0.2 l β-merkaptoetanol sebagai antioksidan
kemudian di bolak balik agar tercampur dan diinkubasi pada suhu 65 0C selama
30 menit. Selanjutnya larutan ditambah dengan larutan kloroform-isoamilalkohol
(24μ1) sebanyak 600 l dan dibolak-balik. Tabung mikro disentrifugasi dengan
kecepatan 10000 rpm (Jouan centrifuge BR 4i), pada suhu 4 0C selama 20 menit.
Supernatan yang diperoleh kemudian dipindahkan ke tabung mikro baru dan
ditambah larutan fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1) sebanyak 1 x volume,
kemudian tabung mikro dibolak balik dan disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 10000 rpm (Jouan centrifuge BR 4i) dengan suhu 4 0C selama 20
menit. Supernatan yang diperoleh kemudian dipindahkan ke dalam tabung mikro
baru dan ditambah dengan NaOAc 0.5M pH 5.2 dan etanol absolut masingmasing sebanyak 0.1 dan 2 kali volume supernatan yang diperoleh. Setelah itu
tabung mikro dibolak-balik dan diinkubasi pada suhu -20 0C selama semalam.
Larutan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm (Jouan centrifuge
BR 4i) dengan suhu 4 0C selama 30 menit. Endapan (pelet) yang terbentuk
selanjutnya ditambah dengan etanol 70% kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 10000 rpm (Jouan centrifuge BR 4i) dengan suhu 4 0C selama 5 menit.
Endapan DNA selanjutnya dikeringanginkan dan dilarutkan dalam 20 l ddH 2O.
Kandungan RNA dihilangkan dengan pemberian RNAse (100 g ml-1) dan
diinkubasi pada suhu 37 0C selama satu malam.
Keberadaan DNA genom diperiksa dengan elektroforesis. Sebanyak 3 l
DNA genom dimigrasikan pada gel agarose 1% (b/v) dalam buffer 1 x TAE (Tris
base 4.84 g l-1 – Acetic acid 1.142 ml l-1 – EDTA 0.5 M pH 8 2 ml l-1) dengan
voltase 100 volt selama 30 menit. DNA lambda dimigrasikan pada gel yang sama

17
untuk menduga konsentrasi DNA genom. DNA selanjutnya diwarnai dengan EtBr
(ethidium bromide) dan divisualisasikan dengan paparan sinar ultra violet.
Kemurnian dan konsentrasi DNA genom dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer (Sambrook and Russell 2001). Sebanyak 5 l DNA genom
d