Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi Pada PT BRI AGRO Semarang

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH REALISASI
DAN RAMALAN PERMINTAAN KREDIT KETAHANAN
PANGAN-ENERGI PADA PT BRI AGRO SEMARANG

EMILIA HUDA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan
Pangan-Energi pada PT BRI AGRO Semarang adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Emilia Huda
NIM H3409008

ABSTRAK
EMILIA HUDA. Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan
Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi pada PT BRI AGRO Tbk Semarang.
Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.
KKP-E adalah kredit modal kerja yang diberikan kepada Usaha Mikro, dan Kecil
agribisnis dalam rangka pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program
Tanaman Bahan Baku dan Bahan Bakar Nabati. PT BRI AGRO Tbk Semarang
merupakan perbankan yang aktif dalam menyalurkan KKP-E kepada UMK pertanian di
Jawa Tengah. Walaupun potensi UMK pertanian di Jawa Tengah sangat besar, PT BRI
AGRO Tbk Semarang belum mencapai target realisasi KKP-E. Tujuan penelitian ini
adalah mengidentifikasi dan menganalisis: 1. karakteristik debitur (prinsip 5C realisasi
kredit), 2. faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E (metode regresi
linear berganda), 3. peramalan permintaan KKP-E selama 12 bulan mendatang (metode
peramalan Single Exponential Smoothing). Faktor-faktor yang dianalisis adalah lama

pendidikan, tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman
meminjam, dan agunan. Hasil analisis menunjukkan: 1. Karakteristik debitur
berpendidikan SMA (Capacity), jumlah tanggungan 1-2 orang, lama usaha kurang dari 11
tahun (Capacity), pendapatan bersih Rp 1 983 333–Rp 3 866 666 per bulan (Capital),
pengalaman meminjam dua kali (Character), menyertakan agunan dengan nilai lebih
dari Rp 31 600 000 (Collateral), 2. Faktor lama usaha, pendapatan bersih usaha per
bulan, dan agunan yang berpengaruh secara nyata, 3. Peramalan frekuensi permintaan
realisasi KKP-E adalah 28 kelompok tani.
Kata kunci: KKP-E, faktor realisasi, peramalan permintaan

ABSTRACT
EMILIA HUDA. The Factors that Affect the Number of Realization and Demand
Forecasting of Energy-Food Security Credit at PT BRI AGRO Tbk Semarang. Supervised
by YANTI NURAENI MUFLIKH.
KKP-E is working capital loan that given to micro and small agricultural enterprise
based on the implementation of Food Security Program and Biofuel and Basic Matter
Plantations Program. PT BRI AGRO Tbk Semarang is banking institution that active in
distributing KKP-E for the agricultural MSE in Central Java. The potency of agricultural
MSE in Central Java is huge but PT BRI AGRO Tbk Semarang had not achieve the
realization target of KKP-E. The purposes of this study were to identify and analyze: 1.

characteristics of the debtor (5C principle), 2. factors that affect the realization of KKP-E
(linear regression method), 3. Demand forecasting of KKP-E for the next 12 months
(Single Exponential Smoothing forecasting method). The analyzed factors were long of
education, number of dependents, duration of business, net income per month, borrowing
experience, and collateral. The results showed: 1. Characteristics of the borrowers had
senior high school education (Capacity), 1-2 people of dependents, duration of business
less than 11 years (Capacity), net income Rp 1,983,333-Rp 3,866,666 per month
(Capital), borrowing experience two times (Character), give the guarantee more than Rp
31 600 000 (collateral), 2. Duration of business, net income per month, and the collateral
affected real, 3. Demand forecasting of KKP-E realization was 28 farm groups.
Keywords: KKP-E, realization factors, demand forecasting

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH REALISASI
DAN RAMALAN PERMINTAAN KREDIT KETAHANAN
PANGAN-ENERGI PADA PT BRI AGRO SEMARANG

EMILIA HUDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan
Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi Pada PT BRI AGRO
Semarang
Nama
: Emilia Huda
NIM
: H34090080

Disetujui oleh


Yanti N. Muflikh, SP. M.Agribuss
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, serta shalawat dan
salam kepada Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Februari 2013ialah
pembiayaan, dengan judul Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan
Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi Pada PT BRI AGRO
Semarang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh selaku
dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Bapak Suparwo Priyadi selaku Pemimpin Cabang PT BRI AGRO
Semarang, Bapak Armansyah Siregar selaku Manajer Pemasaran dan Pak Boyong
Windu serta Pak Djunaidi Irwansyah selaku Account Officer yang banyak
mendampingi dan memberikan ilmu khususnya tentang Kredit Ketahanan PanganEnergi serta curahan waktu kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Mas Aditia Soelaksono yang telah
membantu penyempurnaan proposal, Mbak Megawati yang telah membantu
penulis dalam pengolahan data skripsi, Cynthia Mawarnita, Novita Dewi
Ratnasari, Rina Fauzah, Nora Asfia, Anggi Lesmana, Puji Mustika dan temanteman sebimbingan terhebat dan seluruh teman-teman Agribisnis 46_squad serta
teman-teman kostan JAIKA 3 terkasih yang telah menemani penulis selama
proses pengerjaan skripsi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
papah, mamah, Mas Luqman, Mbak Hida, Nyunge dan seluruh keluarga besar
tercinta atas limpahan doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Emilia Huda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Pembiayaan Pertanian
Pertimbangan Pemberian Kredit
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit
Peramalan Permintaan
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Permintaan dan Penawaran Kredit Pertanian
Jenis-Jenis Kredit Pertanian
Manfaat Kredit
Prinsip-Prinsip Realisasi Kredit
Kredit Ketahanan Pangan-Energi

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis, Sumber Data, dan Metode Pengambilan Data
Metode Penentuan Responden
Metode Analisis Data
Analisis Kualitatif
Analisis Regresi Linear Berganda
Evaluasi Pendugaan Linear Berganda
Asumsi Analisis Regresi Linear Berganda
Hipotesis Regresi Linear Berganda
Analisis Peramalan
GAMBARAN UMUM PT BRI AGRO Tbk
Sejarah PT BRI AGRO Tbk
Visi, Misi, Tujuan dan Sasarann Jangka Panjang PT BRI AGRO Tbk
Organisasi dan Jaringan Kerja PT BRI AGRO Tbk
Bidang Usaha PT BRI AGRO Tbk
Produk-Produk PT BRI AGRO Tbk
Gambaran Umum PT BRI AGRO SEMARANG
MEKANISME PENYALURAN KKP-E PT BRI AGRO Tbk

Kegiatan usaha dilaksanakan secara mandiri/kelompok tani
Kegiatan usaha dilakukan melalui koperasi
Kegiatan usaha bekerjasama dengan mitra usaha

x
xi
xi



10 
10 
10 
11
11
12
13
14
16
17 

17
17
20
21
22
24
26 
31 
31 
31 
32 
32 
32
33
33
34
35
36
37 
37 

38 
39 
40 
40 
43 
44 
44 
45 
45 

Mekanisme Penyaluran KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Individu Responden
Karakteristik Usaha Responden
Karakteristik Kredit Responden
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi KKP-E
Peramalan Frekuensi Permintaan Realisasi KKP-E
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

46 
49
49
51 
54 
56 
62 
64 
65 
65 
66 
70 

DAFTAR TABEL
1 Jumlah usaha mikro dan kecil menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009
2 Jumlah penyerapan tenaga kerja dan PDB atas harga berlaku menurut usaha
mikro dan kecil di Indonesia tahun 2008 - 2009
3 Rata-rata penyaluran kredit modal kerja perbankan sektor ekonomi tahun 20092013 (milyar)
4 Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan subsidi bunga
5 Jumlah usaha mikro dan kecil Provinsi Jawa Tengah menurut sektor usaha tahun
2012
6 Komitmen bank, realisasi serapan, cakupan komoditas kredit program
tahun
2011
7 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden (debitur) PT BRI AGRO Tbk
Semarang menurut lama pendidikan
8 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang
menurut jumlah tanggungan keluarga
9 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang
menurut lama usaha
10 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang
menurut pendapatan bersih usaha per bulan
11 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang
menurut pengalaman meminjam
12 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang
menurut agunan
13 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang
14 Hasil peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E Bulan Juni 2013–Mei
2014 dengan metode Double Exponential Smoothing 0.4 0.3






25 
50 
51 
52 
53 
54 
55 
56 
63 

DAFTAR GAMBAR
1 Total alokasi KKP-E per provinsi tahun 2012
2 Grafik realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang pada bulan Juni –
Oktober 2012
3 Permintaan dan penawaran kredit
4 Fungsi penawaran dana pinjaman
5 Fungsi permintaan dana pinjaman (Puspopranoto 2004)
6 Kerangka pemikiran operasional faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi
dan ramalan permintaan KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang
7 Prosedur penyaluran KKP-E oleh petani / peternak / pekebun secara individu /
kelompok tani secara langsung ke BRI AGRO Tbk
8 Prosedur penyaluran KKP-E oleh petani / kelompok tani / koperasi yang
bekerjasama dengan mitra usaha kebutuhan indikatif kredit



18 
19 
20 
30 
44 
46 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Struktur organisasi PT BRI AGRO Tbk
2 Struktur organisasi PT BRI AGRO Tbk Semarang
3 Data hasil kuesioner responden debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang
4 Hasil analisis regresi berganda pada faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
KKP-E PT BRI AGRO Semarang
5 Uji Normalitas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang
6 Uji homogenitas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang
7 Uji autokorelasi faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang
8 Data (frekuensi) realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang Bulan JuniDesember 2012
9 Hasil peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E PT BRI AGRO
Semarang untuk Bulan Juni 2013-Mei 2014 dengan metode Double
Exponential Smoothing 0.4 0.3
10 Dokumentasi penelitian

70 
71 
72 
73 
74 
74 
75 
75 
76 
77

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak potensi
pertanian yang berfungsi sebagai mata pencaharian sebagian besar penduduk
Indonesia dan merupakan penyangga pasokan gizi Bangsa Indonesia. Sektor
pertanian juga memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian
Indonesia. Hal tersebut tercermin pada jumlah usaha yang dijalankan oleh
penduduk Indonesia. Pada Tabel 1. dapat diidentifikasi jumlah unit usaha terbesar
dari sektor usaha mikro adalah (1) sektor pertanian sebanyak 26.364.440 unit, (2)
sektor perdagangan sebanyak 15.112.028 unit, (3) sektor pengangkutan dan
komunikasi sebanyak 3.388.742 unit pada tahun 2009.

Tabel 1 Jumlah usaha mikro dan kecil menurut sektor ekonomi 2008-2009
Jumlah usaha (unit)
Sektor ekonomi
Tahun 2008
Tahun 2009
Pertanian, peternakan,
26.222.578
26.364.440
perikanan, dan kehutanan
Pertambangan dan penggalian
258.974
269.516
Industri pengolahan
3.176.471
3.205.046
Bangunan
485.530
538.603
Perdagangan, hotel, dan
14.387.690
15.112.028
restoran
Pengangkutan dan komunikasi
3.186.181
3.388.742
Keuangan, persewaan, dan jasa
970.163
1.031.609
perusahaan
Jasa-jasa
2.149.428
2.255.973
Total
50.847.771
52.176.795
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2010)

Berdasarkan Tabel 1. dapat diidentifikasi bahwa sektor pertanian
merupakan sektor usaha mikro dan kecil yang paling banyak dijalankan oleh
sebagian besar penduduk Indonesia, dengan demikian akan berpengaruh pada
kapasitas penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 2. dapat diidentifikasi jumlah
penyerapan tenaga kerja terbesar adalah (1) sektor pertanian sebanyak 42.041.978
orang yang mengalami peningkatan 0.38 persen dari tahun 2008, (2) sektor
perdagangan sebanyak 20.518.886 orang mengalami peningkatan 2.76 persen dari
tahun 2008, (3) sektor industri pengolahan sebanyak 8.833.784 orang dan
mengalami peningkatan 2.09 persen dari tahun 2008. Di samping itu, salah satu
indikator yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang
diberikan oleh sektor usaha ekonomi terhadap pendapatan nasional adalah tingkat
pertumbuhan PDB. Pada Tabel 2. dapat diidentifikasi jumlah PDB terbesar (atas

2

harga berlaku) oleh usaha mikro pada tahun 2009 adalah (1) sektor pertanian
sebesar Rp 258 787 50 milyar, menunjukkan peningkatan sebesar 2,13 persen dari
tahun sebelumnya, (2) sektor perdagangan sebesar Rp 199 497 30 milyar,
menunjukkan peningkatan sebesar 2.65 persen dari tahun 2008, (3) sektor jasajasa sebesar Rp 70 320 80 milyar, menunjukkan peningkatan sebesar 0.86 persen
dari tahun 2008.

Tabel 2 Jumlah penyerapan tenaga kerja dan PDB atas harga berlaku menurut
usaha mikro dan kecil di Indonesia tahun 2008-2009
Tenaga Kerja (orang)
PDB (Rp milyar)
Sektor ekonomi
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
2008
2009
2008
2009
Pertanian,peterna
kan, perikanan,
41.720.781 42.041.978 247.922,60 258.787,50
dan kehutanan
Pertambangan dan
913.150
985.077 16.888,90 18.099,90
penggalian
Industri pengolahan
8.471.573 8.833.784 61.302,70 64.822,40
Listrik, gas, dan air
82.463
74.576
33,90
34,40
bersih
Bangunan
3.515.263 3.449.378 13.628,80 14.696,10
Perdagangan, hotel,
19.417.114 20.518.886 196.077,70 199.497,30
dan restoran
Pengangkutan dan
5.745.591 5.670.008 32.199,70 34.414,70
komunikasi
Jasa-jasa
6.845.366 7.307.185 66.685,90 70.320,80
Total
87.810.366 90.012.694 655.703,80 682.462,40
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2010)

Pada tabel di atas, dapat diidentifikasi bahwa sektor usaha mikro dan kecil
pertanian merupakan salah satu sektor strategis dan terbukti mampu memberikan
kontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal tersebut
ditunjukkan oleh kontribusi sektor usaha mikro dan kecil pertanian terhadap
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan PDB nasional.
Sampai saat ini, perkembangan usaha mikro pertanian masih terkendala oleh
beberapa masalah. Permasalahan yang sering dihadapi adalah permodalan dan
akses permodalan petani yang lemah. Permodalan yang lemah disebabkan oleh
kecilnya skala usaha sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan
akumulasi modal sehingga setiap selesai panen raya, hasil penjualan digunakan
untuk membayar pinjaman sarana produksi dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Sementara itu, lemahnya akses petani kecil terhadap sumber-sumber permodalan
formal disebabkan oleh prosedur yang tidak sederhana dan persyaratan kolateral
yang harus dipenuhi oleh petani (Rivai 2011). Oleh karena itu, pelaku usaha
pertanian lebih mengandalkan permodalan secara internal, yakni dari dalam usaha
sendiri atau kemampuan sumberdaya pelaku usaha. Sektor UMK pertanian selama

3

ini kurang mendapatkan perhatian dari dunia perbankan karena dunia perbankan
dengan prinsip kehati-hatian menganggap sektor ini memiliki risiko dan
kelemahan yang besar (Thamrin 2008). Sama halnya dengan Rivai (2011) yang
menyatakan pihak perbankan tidak tertarik untuk membiayai sektor pertanian
karena seringnya gangguan alam seperti banjir dan kekeringan serta serangan
penyakit.
Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting untuk
membiayai kegiatan usaha. Usaha mikro, kecil, dan menengah, khususnya di
sektor pertanian sangat memerlukan pinjaman berupa kredit sebagai tambahan
permodalan dalam pengembangan skala usaha. Perbankan merupakan salah satu
lembaga keuangan yang dapat memberikan kredit modal kerja kepada UMKM
pertanian. Kredit sebagai produk pembiayaan yang diberikan oleh perbankan
kepada sektor pertanian masih relatif rendah. Seperti data pada Tabel 3. kredit
yang diberikan oleh perbankan kepada sektor pertanian di tahun 2013, menduduki
posisi keempat dengan prosentase sebesar 6.62 persen dari total alokasi kredit
perbankan setelah sektor perdagangan, perindustrian, dan jasa-jasa sebesar 43.29
persen, 33.00 persen, dan 10.80 persen.

Tabel 3 Rata-rata penyaluran kredit modal kerja perbankan sektor ekonomi tahun
2009-2013 (milyar)
Tahun

Pertanian Pertambangan

Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa

2009

37,639

26,175

188,101

257,505

188,996

2010

36,704

31,808

196,109

249,986

90,682

2011
2012
2013

42,299
61,817
67,806

44,261
54,548
64,419

234,375
300,806
338,064

301,169

122,388

387,000
443,398

112,130
110,672

Sumber : Bank Indonesia, 2013 (Diolah)

Sebagian besar UMK pertanian masih menggunakan modal sendiri dalam
menjalankan usahanya dan tidak jarang terlibat masalah dengan lembaga
keuangan non-bank. Keterbatasan akses UMK pertanian untuk memperoleh
permodalan disebabkan oleh rendahnya aksesibilitas terhadap lembaga perbankan,
lemahnya administrasi dan kurangnya jaminan yang dimiliki, meskipun usaha
mikro pertanian tersebut layak secara ekonomi (feasible). Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Rahmi (2012) dan Furqan (2012) yang menyatakan bahwa
UMK khususnya di sektor pertanian masih terkendala oleh akses pembiayaan
sehingga menyebabkan produktivitas UMK rendah.
Diperlukan produk pembiayaan alternatif berupa kredit lunak yang sesuai
dengan karakteristik pertanian dan mempunyai unsur kemudahan dalam
mekanisme penyaluran kredit kepada UMK pertanian. Kredit sebagai penghubung
antara lembaga keuangan perbankan dengan sektor usaha pertanian. Peran kredit
sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi karena
pertumbuhan ekonomi yang baik dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan

4

produksi (output). Peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat dicapai
dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi baru
yang membutuhkan modal. Dengan kata lain, bahwa untuk melaksanakan
pembangunan dibutuhkan peningkatan penggunaan modal pula (Hutagaol 2009).
Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KKP-E) merupakan salah satu alternatif
pembiayaan berupa kredit modal kerja dan investasi pertanian yang diberikan bagi
UMK pertanian dalam rangka pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan
Program Tanaman Bahan Baku dan Bahan Bakar Nabati. Hal tersebut sesuai
dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah meluncurkan
skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dengan sumber dana berasal dari
perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan
oleh Kementerian Keuangan. KKP-E merupakan program pemerintah untuk
memperkuat permodalan UMK pertanian. Dengan adanya KKP-E sebagai kredit
pertanian bagi usaha mikro dan kecil di bidang pertanian diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan modal kerja sehingga mengembangkan skala usaha
pertanian.
Besar tingkat bunga KKP-E dapat ditunjukkan oleh Tabel 4. dimana bunga
KKP-E (usahatani tebu) maksimal 10.5 persen dengan subsidi bunga 4.5 persen
dari total pinjaman dan KKP-E non-tebu sebesar 11.5 dengan subsidi bunga 7.5
persen dari total pinjaman. Subsidi bunga usahatani tebu jauh lebih rendah
daripada subsidi bunga usahatani non-tebu karena terdapat penjaminan hasil
produksi oleh avalis yang dapat memperkecil risiko kerugian petani tebu sehingga
dapat menekan risiko kegagalan kredit yang telah diberikan. Subsidi bunga
ditanggung oleh Departemen Keuangan Indonesia. Hal tersebut merupakan
keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan bersama Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional,
Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Direktur Jenderal
Anggaran.

Tabel 4 Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan subsidi bunga
Tingkat
Beban bunga
Subsidi
Kelompok kegiatan usaha
bunga
debitur
bunga
KKP-E tebu

10.50 %

6.00 %

4.50 %

KKP-E non-tebu

11.50 %

4.00 %

7.50 %

Sumber: Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (S-3959/MK 5/12)

Perbankan merupakan salah satu bagian dari sistem pendukung agribisnis.
Fungsi dasar bank adalah menghimpun dana dari masyarakat kemudian
menyalurkannya kepada sektor-sektor usaha yang produktif, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nasional Indonesia (Kasmir 2010). Departemen
Pertanian bersama Departemen Keuangan Republik Indonesia dalam Buku
Panduan KKP-E (2007) telah menunjuk 22 perbankan sebagai lembaga penyalur
kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E) yaitu sembilan bank umum, yaitu
BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Bukopin, CIMB Niaga, BRI AGRO, BCA, BII,

5

dan Artha Graha serta 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu BPD Sumatera
Utara, BPD Sumatera Barat, BPD Sumatera Selatan, BPD Jawa Barat, BPD Jawa
Tengah, BPD DI Yogyakarta, BPD Jawa Timur, BPD Bali, BPD Sulawesi
Selatan, BPD Kalimantan Selatan, BPD Papua, BPD Riau, dan BPD Nusa
Tenggara Barat. Plafon KKP-E nasional sebesar Rp 8 806 trilyun yang meliputi
sub sektor tanaman pangan sebesar Rp 2 730 trilyun, hortikultura sebesar Rp 725
330 milyar, perkebunan (tebu) sebesar 2 993 trilyun, peternakan sebesar Rp 2 046
trilyun dan pengadaan pangan sebesar Rp 310 830 milyar.
PT BRI AGRO Tbk merupakan perbankan yang sangat menyadari dan
mendukung besarnya potensi pertanian Indonesia sehingga menetapkan usaha
mikro dan kecil di sektor pertanian sebagai sektor pendorong perkembangan
ekonomi nasional melalui proses realisasi KKP-E. Komitmen PT BRI AGRO Tbk
sebagai perseroan pengembang sektor pertanian di Indonesia tidak akan berubah,
karena PT BRI AGRO Tbk percaya terhadap potensi usaha mikro dan kecil
pertanian yang dapat bersaing hingga tingkat nasional. PT BRI AGRO Tbk
merupakan bank umum yang telah menyalurkan KKP-E di tingkat nasional
(Desember 2010) sebesar Rp 1 576 837 triliun sehingga PT BRI AGRO Tbk
menduduki peringkat kedua setelah Bank BRI (Direktorat Pembiayaan 2011).
Menurut manager pemasaran PT BRI AGRO Tbk, konsep KKP-E yang
ditawarkan memiliki keunggulan dari sisi pendampingan yang dilakukan secara
langsung oleh Account Officer kepada debitur. Pendampingan yang dilakukan
berupa bantuan penyusunan administrasi keuangan dan kebutuhan kelompok,
pengontrolan terhadap usahatani atau ternak, pengontrolan terhadap waktu dan
aktivitas pembayaran angsuran kredit, dan bantuan koordinasi perolehan pakan
dengan perusahaan pakan yang bekerja sama dengan BRI AGRO. Pendampingan
dilakukan satu sampai dua kali setiap bulan.
Sumber dana KKP-E PT BRI AGRO Tbk sepenuhnya berasal dari dana
komersial PT BRI AGRO Tbk. Tujuan akhir program KKP-E adalah mendukung
peningkatan produksi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan
ketahanan energi lain melalui pengembangan tanaman bahan baku dan bahan
bakar nabati serta dalam rangka meningkatkan kekuatan sendi perekonomian,
pengentasan kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja.

Perumusan Masalah
PT BRI AGRO Tbk merupakan salah satu bank pelaksana realisasi KKP-E.
KKP-E PT BRI AGRO Tbk dirilis sejak tahun 2006. PT BRI AGRO Tbk merilis
KKP-E dengan konsep baru yang merupakan penyempurnaan konsep dari bank
pelaksana KKP-E sebelumnya (BRI dan BNI) yang sebagian besar menemui
kegagalan dalam pengembalian kredit sebab tidak ada fasilitas pendampingan
yang berkelanjutan kepada debitur. Oleh karena itu, PT BRI AGRO Tbk mencoba
mempelajari kekurangan dalam penerapan KKP-E sebelumnya dengan
memberikan fasilitas berupa program pembinaan, monitoring, dan evaluasi serta
laporan setelah proses realisasi KKP-E kepada debitur. Debitur KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang adalah individu-individu petani dan peternak yang
bergabung menjadi sebuah kelompok tani dan ternak. PT BRI AGRO Tbk
Semarang juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan

6

lain-lain untuk mengetahui daerah mana saja yang layak untuk mendapatkan
pinjaman KKP-E.
PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan salah satu kantor cabang PT BRI
AGRO Tbk yang terletak di Jalan Ahmad Yani No. 165 Semarang Selatan, untuk
melayani penyaluran program KKP-E kepada UMKM pertanian di Wilayah Jawa
Tengah sejak pertengahan tahun 2012. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah
satu wilayah yang memiliki potensi pertanian serta usaha mikro pertanian yang
besar sehingga mendukung perkembangan perekonomian di wilayah tersebut. Hal
tersebut ditunjukkan oleh Tabel 6. dimana Provinsi Jawa Tengah memiliki jumlah
UMK sebesar 7.8 juta unit usaha, sekitar 4.4 juta UMK bergerak di sektor
pertanian dan 3.6 juta di sektor non-pertanian (Suara Merdeka 2012).

Tabel 5 Jumlah usaha mikro dan kecil Provinsi Jawa Tengah menurut sektor
usaha tahun 2012
Sektor Usaha
Jumlah Usaha (juta)
Pertanian
4.4
Non-pertanian
3.6
Total
7.8
Sumber: Suara Merdeka (2012)

Jawa Tengah merupakan wilayah dengan penyaluran KKP-E terbesar kedua
setelah Provinsi Jawa Timur. Sebagai contoh, Kecamatan Sukorejo (Kabupaten
Kendal) dan Kabupaten Batang mengusahakan ayam petelur, Desa Batur
(Kabupaten Salatiga) mengusahakan sapi perah, Desa Gondang (Kabupaten
Pemalang) mengusahakan tebu rakyat, Kecamatan Bandungan yang
mengusahakan komoditi hortikultura, Kota Ungaran yang mengusahakan padi,
Kabupaten Kudus yang mengusahakan perkebunan tebu rakyat, dan lain-lain.
Grafik total alokasi KKP-E per provinsi dapat diidentifikasi di Gambar 1.

Gambar 1 Total alokasi KKP-E per provinsi tahun 2012
Sumber: Panduan KKP-E tahun 2007

7

Pada Gambar 1. dapat diidentifikasi bahwa PT BRI AGRO Tbk menyadari
potensi pertanian terutama usaha mikro dan kecil pertanian yang dimiliki Jawa
Tengah sehingga total alokasi KKP-E yang dapat direalisasikan adalah Rp 1 449
650 000. Calon kreditur PT BRI AGRO Tbk merupakan pelaku usaha pertanian
yang produktif dan layak (feasible), namun belum memenuhi syarat perbankan
dalam jumlah agunan (bankable). Fisibilitas usaha agribisnis diidentifikasi dari
laba yang diperoleh suatu usaha, riwayat usaha, dan rekam jejak calon debitur
sehingga diharapkan mampu mengelola pinjaman dengan baik dan
mengembalikan angsuran kredit beserta bunga tepat waktu. PT BRI AGRO Tbk
mensyaratkan besar agunan yang harus disertakan oleh kelompok tani atau ternak
adalah 125 persen dari total KKP-E yang diterima, meliputi usaha agribisnis yang
dibiayai dan sisanya adalah kekayaan legal yang dimiliki debitur. Pada umumnya,
agunan yang dimiliki oleh pelaku usaha mikro dan kecil pertanian tidak
memenuhi persyaratan bank, untuk itu program KKP-E didesain khusus oleh
pemerintah untuk kelompok usaha mikro dan kecil pertanian sehingga agunan
yang diminta oleh bank dapat terpenuhi.
Semakin besar potensi usaha mikro dan kecil pertanian yang dimiliki Jawa
Tengah, maka semakin besar peluang realisasi KKP-E. Hal tersebut berdampak
pada pencapaian target realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang sehingga
dapat membantu perkembangan pertanian nasional. Grafik realisasi KKP-E PT
BRI AGRO Tbk Semarang dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2 Grafik realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang pada bulan
Juni – Oktober 2012
Sumber :

PT BRI AGRO Tbk Semarang (2012)

Berdasarkan Gambar 2. dapat diidentifikasi bahwa penyaluran KKP-E telah
direalisasikan pada 13 kelompok UMKM pertanian. 13 kelompok tani dan ternak
tersebut adalah A (KPTR Sari Buwana Kudus dengan plafon Rp 5 milyar), B
(KPT Cinta Manis Klaten dengan plafon sebesar Rp 10 milyar), C (Kelompok

8

Peternak Sapi Potong Batur Maju I Salatiga dengan besar plafon Rp 499,2 juta), D
(Kelompok Peternak Sapi Perah Bumi Makmur dengan plafon Rp 499,55 juta), E
(Kelompok Peternak Sapi Perah Temen Tinemu Salatiga dengan besar plafon Rp
999 juta), F (Kelompok Peternak Sapi Potong Batur Maju II Salatiga dengan besar
plafon Rp 499,2 juta), G (KPTR Mulia Pemalang dengan plafon sebesar Rp 5
milyar), H (Kelompok Peternak Sapi Perah Tani Unggul dengan besar plafon Rp
998 juta), I (Kelompok Peternak Ayam Petelur Mekar Jaya Batang dengan plafon
sebesar Rp 992 juta), J (Kelompok Peternak Sapi Potong Pangudi Mulyo Salatiga
dengan besar plafon Rp 499,2 juta), K (Kelompok Peternak Sapi Potong Ngudi
Raharjo Salatiga dengan besar plafon Rp 499,2 juta), L (Peternak Ayam Petelur
Mekar Arum Boja dengan plafon sebesar Rp 860 juta), dan M (Kelompok
Kelompok Peternak Ayam Petelur Mekar wangi Boja dengan plafon sebesar Rp
790 juta).
Berdasarkan data di atas, dapat diidentifikasi bahwa Jawa Tengah memiliki
potensi UMK pertanian yang besar, namun PT BRI AGRO Tbk Semarang belum
dapat mencapai target realisasi KKP-E kepada UMK pertanian. Target minimal
realisasi KKP-E yang ditetapkan PT BRI AGRO Tbk Semarang dalam satu tahun
adalah Rp 35 milyar. Tetapi target minimal realisasi KKP-E adalah 80 persen dari
35 milyar yaitu Rp 28 milyar. Target realisasi tersebut merupakan target minimal
yang harus dicapai dalam periode satu tahun. Dari target tersebut, PT BRI AGRO
Tbk Semarang telah merealisasikan KKP-E sebesar Rp 27 134 milyar kepada 175
debitur (13 kelompok tani dan ternak). Namun, plafon realisasi kepada tiga KPTR
(usahatani tebu) senilai Rp 20 milyar bukan diambil dari plafon PT BRI AGRO
Tbk Semarang melainkan plafon PT BRI AGRO Tbk Jakarta (pusat) karena
plafon kredit debitur yang dijamin oleh avalis termasuk ke dalam plafon KKP-E
nasional. Oleh karena itu, total realisasi PT BRI AGRO Tbk Semarang hanya
sebesar Rp 7 134 milyar dengan persentase 20.38 persen dari target minimum
realisasi KKP-E. Adanya plafon KKP-E yang belum terealisasi, menunjukkan
masih terdapat peluang sebesar 59.62 persen terhadap realisasi KKP-E kepada
UMK pertanian di seluruh wilayah Jawa Tengah.
Plafon KKP-E maksimal untuk komoditas hortikultura per ha adalah sebagai
berikut: cabai Rp 62 082 juta, bawang merah Rp 54 224, kentang Rp 61 856 juta,
bawang putih Rp 44 690 juta, jahe Rp 38 950 juta, pisang Rp 18 juta, tomat Rp 50
330 juta, nenas Rp 38 juta, semangka Rp 30 324 juta, buah naga Rp 97 529,
melon Rp 52 739 juta, salak Rp 49 125 juta, durian Rp 35 168 juta, mangga Rp 22
595 juta, dll. Plafon maksimal untuk pengembangan budidaya tebu per ha Rp 18
juta, pemeliharaan teh Rp 7 663 juta, kopi robusta Rp 9 168 juta, kopi arabika Rp
12 885 juta dan lada Rp 32 250 juta. Plafon KKP-E maksimal untuk peternakan
adalah sebagai berikut: ayam buras Rp 100 juta, ayam ras petelur Rp 100 juta,
ayam ras pedaging Rp 100 juta, itik Rp 100 juta, burung puyuh Rp 100 juta,
kelinci Rp 100 juta, sapi perah Rp 100 juta, penggemukan sapi Rp 100 juta,
domba/kambing Rp 100 juta, kerbau Rp 100 juta, dan babi Rp 100 juta per satuan
unit usaha.
Jangka waktu peminjaman KKP-E untuk pertanian (hortikultura dan
perkebunan) adalah satu kali masa tanam atau sesuai dengan perjanjian antara
debitur dengan PT BRI AGRO Tbk Semarang, sedangkan jangka waktu
peminjaman KKP-E untuk peternakan adalah 60 bulan. KKP-E diharapkan dapat
membantu permodalan UMK pertanian sehingga dapat meningkatkan

9

kesejahteraan pelaku usaha pertanian dan dapat mengembangkan pertanian
nasional dalam jangka panjang.
Sumber dana berasal dari dana komersial PT BRI AGRO Tbk Semarang
maka proses penyaluran KKP-E perlu dilakukan secara hati-hati karena semua
risiko akan menjadi tanggung jawab PT BRI AGRO Tbk Semarang. Oleh karena
itu, kelompok petani atau peternak yang telah memperoleh pengesahan disarankan
bermitra dengan perusahaan atau bekerja sama dengan koperasi yang menjamin
pengadaan sarana produksi, penyuluhan, dan jaminan pemasaran hasil produksi.
Pada penelitian ini, tidak semua petani dapat secara langsung mengakses
kredit ke sumber pembiayaan untuk digunakan dalam usahatani. Akses Kabupaten
Salatiga terhadap KKP-E terkendala oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Kemampuan peternak berkelompok dan bekerja sama masih kurang. Pada
umumnya, pembentukan kelompok masih bersifat program yang belum
menunjukkan kemandirian sebagai kelompok tani yang mendapatkan
pengesahan dari Dinas Peternakan Ungaran. Sifat kemandirian kelompok
dalam kegiatan kerja sama belum menunjukkan kinerja pengurus yang
aktif serta masih bersifat sentralistik (bergantung pada ketua kelompok).
2. Persyaratan aplikasi tidak sesederhana yang diperkirakan sehingga
kelompok tani sulit untuk mengakses KKP-E karena belum ada sosialisasi
program KKP-E baik dari perbankan atau dinas terkait kepada kelompok
tani.
3. Proses pencairan kredit sering tidak tepat dengan perkiraan waktu peternak
sehingga peternak harus membuat periode ternak yang baru.
4. Penggemukan sapi yang diusahakan harus sesuai dengan permintaan pasar
dengan harga jual yang pasti supaya dalam uji kelayakan usaha
memungkinkan untuk dibiayai melalui KKP-E.
5. Instansi teknis terkait belum secara langsung terkoordinasi dengan PT BRI
AGRO Tbk Semarang dalam penyaluran KKP-E karena belum ada
sosialisasi secara bersama-sama tentang penyauran KKP-E kepada
peternak/kelompok, PPL hanya sebatas mengetahui pelaksanaan transaksi
kredit, belum ada instruksi dari pusat untuk koordinasi, sosialisasi
pelaksanaan penyaluran KKP-E.
Upaya untuk mengurangi kendala-kendala di atas sehingga akses UMK
pertanian di Salatiga terhadap realisasi KKP-E meningkat dapat dilakukan melalui
analisis karakteristik calon debitur yang menunjukkan riwayat usaha debitur dan
kemampuan pengelolaan usaha sehingga dapat mengakses pinjaman KKP-E PT
BRI AGRO Tbk Semarang. Selain itu, dilakukan analisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap realisasi KKP-E yang akan menguntungkan bagi UMK
pertanian di Jawa Tengah karena akan diketahui faktor apa saja yang
dipertimbangkan oleh PT BRI AGRO Semarang serta perlu juga dilakukan
penyusunan strategi perencanaan pemasaran KKP-E oleh PT BRI AGRO Tbk
Semarang dengan mengetahui terlebih dahulu frekuensi permintaan realisasi
KKP-E di masa mendatang melalui analisis peramalan. Proses pemasaran KKP-E
kepada calon debitur harus dilakukan secara aktif oleh Account Officer PT BRI
AGRO Tbk Semarang untuk mencapai target minimal realisasi KKP-E.

10

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang harus dijawab dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan
KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang?
3. Berapa jumlah perkiraan permintaan KKP-E PT BRI AGRO Tbk
Semarang untuk dua belas bulan mendatang (Juni 2013-Mei 2014)?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik debitur KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis perkiraan permintaan KKP-E PT BRI
AGRO Tbk Semarang untuk dua belas bulan mendatang (Juni 2013-Mei
2014).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat, informasi serta
masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
1. Bagi PT BRI AGRO Tbk Cabang Semarang diharapkan dapat
bermanfaat untuk meningkatkan jumlah realisasi KKP-E sehingga dapat
mencapai target realisasi KKP-E dan juga tepat sasaran dengan melihat
faktor-faktor atau karakteristik debitur yang mempengaruhi realisasi
KKP-E dan mempertimbangkan ramalan jumlah permintaan KKP-E.
Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi
kebijakan rencana penyaluran KKP-E.
2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan, serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian
yang terkait.
3. Bagi penulis, dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan, mampu
menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat kuliah, mengaplikasikan
teori dalam fenomena yang terjadi di lapangan dan pengalaman praktis
dalam dunia kerja perbankan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan hanya pada debitur UMK peternakan
penggemukan sapi di Salatiga, Jawa Tengah dengan menggunakan analisis
karakteristik (individu, usaha dan kredit) debitur, analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi (lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama
usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan) dan

11

analisis peramalan permintaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
menggunakan data frekuensi realisasi KKP-E Bulan Juni-Desember 2012.
Penelitian dilakukan pada 35 individu peternak yang tergabung dalam kelompok
ternak Batur Maju I (10 peternak), Batur Maju II (10 peternak), Pangudi Mulyo
(10 peternak), dan Ngudi Raharjo (5 peternak) yang terletak di desa berbeda.
Penelitian ini dilakukan dengan analisis yang lebih mengacu pada PT BRI AGRO
Tbk Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan

Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi
konsumsi manusia serta merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu
bangsa. Pemenuhan kebutuhan pangan menurut Suyastiri (2008) dapat disediakan
melalui hasil produksi dalam negeri dengan memberdayakan modal alam,
manusia, sosial dan ekonomi yang dimiliki bangsa Indonesia sehingga berdampak
pada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Ketahanan
pangan dapat didukung oleh diversifikasi pangan (proses pemilihan pangan yang
tidak tergantung pada satu jenis pangan) menggunakan potensi lokal (selain beras)
untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras
sebagai sumber karbohidrat.
Menurut Cahyanto, dkk (2012), peranan usaha harus sejalan dengan
kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang pada kehidupan masyarakat
pedesaan selama ini. Dengan begitu ketahanan pangan nasional akan terwujud
dengan adanya diversifikasi pangan berbasiskan kearifan lokal. Ketika ketahanan
pangan nasional tercapai maka pembangunan nasional dapat terlaksana sehingga
kesejahteraan masyarakat Indonesia terwujud.
Sejalan dengan penelitian Cahyanto, dkk (2012) tentang kearifan lokal
sebagai basis diversifikasi, menurut Atmanti (2010), setiap daerah perlu
memfokuskan pengembangan pada komoditas yang paling sesuai dengan
karakteristik sumber daya dan prospek ekonomi. Dengan demikian perdagangan
antar pulau maupun internasional dapat tumbuh dan berkembang. Spesialisasi
komoditas mendorong terjadinya diversifikasi regional dalam wilayah Indonesia.
Ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama menurut Hanani (2012),
yaitu ketersediaan (Food Availability), akses (Food Access), dan penyerapan
pangan (Food Utilization) sedangkan status gizi (Nutritional Statue) merupakan
outcome dari ketahanan pangan. Ketiga sub sistem mempunyai beberapa indikator
yang merefleskikan ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan (ketersediaan
energi per kapita, ketersediaan protein per kapita, dan cadangan pangan), akses
pangan (stabilitas harga pangan, akses terhadap sistem informasi dan
kewaspadaan pangan, pengeluaran untuk pangan, dan akses terhadap transportasi),
penyerapan pangan (kecukupan energi perkapita/hari, kecukupun protein per

12

kapita/hari, kecukupan gizi mikro, penganekaragaman pangan, dan penurunan
kasus keracunan pangan).
Suryana (2011) menegaskan secara umum tujuan ketahanan pangan adalah
membangun ketahanan dan kemandirian pangan, baik di tingkat nasional maupun
di tingkat individu. Arah pembangunan ketahanan pangan adalah peningkatan
produksi dan produktivitas, peningkatan nilai tambah dan daya saing, serta
meningkatkan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Sementara itu, menurut Mackfoedz (2011), problem utama ketahanan
pangan terletak pada orientasi impor dan romantisme pangan murah yang
mematikan segala stimuli dan insentif pembangunan berbasis pertanian dalam
negeri sebagai penyedia dan penopang utama ketahanan pangan nasional.
Memberikan proteksi dan stimuli berupa pembiayaan terhadap petani dan sektor
pertanian merupakan satu kebijakan ketahanan pangan yang penting, disamping
membatasi impor dan mengubah romantisme pangan murah melalui peningkatan
produksi.
Peran kredit sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi
karena pertumbuhan ekonomi yang baik dapat ditunjukkan dari adanya
peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi (output) tersebut hanya
dapat dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan
teknologi baru yang membutuhkan modal. Dengan kata lain, bahwa untuk
melaksanakan pembangunan dibutuhkan peningkatan penggunaan modal pula
(Hutagaol 2009).

Pembiayaan Pertanian

Pembiayaan merupakan studi makro tentang usaha untuk mendapatkan
modal, memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya di bidang pertanian.
Pembiayaan merupakan salah satu komponen strategis dalam revitalisasi
pertanian. Secara garis besar, kebijakan pembiayaan pertanian mencakup dua hal,
yaitu: (1) kebijakan pembiayaan pembangunan pertanian yang memprioritaskan
anggaran untuk sektor pertanian dan sektor pendukungnya; dan (2) kebijakan
pembiayaan pertanian yang mudah di akses masyarakat (Deptan 2005).
Pentingnya peran pembiayaan berupa kredit dalam pembangunan pertanian
menurut Syukur, dkk (2006) antara lain: (1) membantu petani kecil dalam
mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi
ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan
demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil
pertanian, (3) mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk
mendorong pemerataan, dan (4) insentif bagi petani untuk meningkatkan
produksi usahatani.
Gambaran pembiayaan pertanian yang disampaikan oleh Ibrahim (2009)
tentang aksesibilitas petani terhadap lembaga pembiayaan sangat rendah, petani
cenderung menggunakan dana yang berasal dari renternir dan modal sendiri. Hal
tersebut disebabkan oleh terbatasnya agunan yang dimiliki petani dan peternak,
adanya anggapan usaha agribisnis mempunyai risiko tinggi, rendahnya peranan

13

pemerintah daerah dalam pengawalan kredit, dan belum adanya bank khusus
pertanian di Indonesia.
Nurmanaf, dkk (2006), menjelaskan bahwa secara umum, pembiayaan
pertanian berasal dari dua sumber, yaitu dari modal sendiri dan pinjaman.
Pinjaman dibagi dalam tiga jenis kredit, yakni kredit program pemerintah, kredit
dari lembaga formal, dan kredit dari lembaga informal.
Menurut Hastuti dan Supandi (2009), kredit formal bersifat tidak fleksibel,
prosedur berbelit, kedua belah pihak tidak saling mengenal dengan baik,
memerlukan waktu yang lama, baik untuk mengambil maupun membayar kredit.
Sedangkan kredit non-formal lebih bersifat fleksibel, tanpa prosedur berbelit,
saling mengenal, pinjaman tidak diawasi dengan ketat, petani bebas menggunakan
kreditnya, kreditor mengetahui betul kelayakan usaha petani, dan waktu dan
tempat pencairan kredit disesuaikan permintaan petani sehingga petani cenderung
lebih memilih kredit non-formal.
Oleh karena itu, dibutuhkan kemudahan akses terhadap kredit formal untuk
petani. Hal tersebut dijelaskan dalam penelitian Supriatna (2009) tentang pola
ideal pelayanan ktredit mikro untuk petani tanaman pangan dan sayuran adalah (1)
menghindari persyaratan agunan sertifikat tanah, apabila terpaksa dapat diwakili
oleh sertifikat pengurus kelompok tani atau lembaga penjamin kredit (avalis), (2)
kredit bersifat jangka pendek (musiman) dan pembayaran dilakukan setelah
panen, (3) tingkat suku bunga komersial masih dapat diakses oleh petani, (4) besar
plafon kredit sesuai dengan biaya pengadaan benih, pupuk, dan obat-obatan, (5)
Penyaluran kredit dilakukan melalui kelompok tani sehingga ada kontrol tehadap
usaha petani, (7) sanksi berupa tanggung renteng atau penjadwalan ulang waktu
pembayaran kredit.
Menurut Alfendi (2011), pentingnya kelompok tani sebagai subjek
pembangunan pertanian. Petani harus berkelompok, mengingat usahatani pada
umumnya dihadapkan pada banyak intervensi dari lingkungan sehingga
melemahkan posisi tawar petani. Mayoritas pihak yang mengintervensi usahatani
adalah lembaga.
Menurut Swastika (2011), pembentukan kelompok tani merupakan proses
perwujudan pertanian yang terkonsolidasi sehingga dapat berproduksi secara
optimal dan efisien. Dengan demikian, volume sarana produksi yang dibeli dan
volume hasil yang dijual menjadi lebih besar, sehingga biaya pengadaan per
satuan sarana dan pemasaran per satuan hasil menjadi lebih rendah. Demikian
juga penerapan teknologi pertanian kepada petani akan lebih efisien jika
dilakukan pada kelompok tani karena dapat menjangkau petani lebih banyak
dalam satuan waktu tertentu.

Pertimbangan Pemberian Kredit

Menurut Kasmir (2010), kegiatan bank sebagai lembaga keuangan,
pemberian kredit merupakan kegiatan utama. Besar jumlah kredit yang disalurkan
akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit,
sementara dana yang terhimpun dari simpanan banyak, akan menyebabkan bank
tersebut rugi. Oleh karena itu, pengelolaan kredit harus dilakukan sebaik-baiknya

14

mulai dari perencanaan jumlah kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian
kredit, analisis pemberian kredit sampai pada pengendalian kredit yang macet.
Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat
membahayakan bank. Nasabah atau debitur dalam hal ini dengan mudah
memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk
diberikan. Akibatnya, jika salah dalam menganalisis, kredit yang disalurkan akan
sulit untuk ditagih atau macet. Namun, kesalahan dalam menganalisis bukan
faktor utama penyebab kredit macet. Penyebab lainnya disebabkan oleh musibah
seperti bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh nasabah atau
debitur.
Jika kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, langkah yang dilakukan
oleh bank adalah berupaya menyelamatkan kredit tersebut dengan berbagai cara
tergantung dari kondisi debitur atau penyebab dari kredit macet. Jika masih dapat
dibantu, bank akan melakukan tindakan, yaitu dengan menambah jumlah kredit
atau memperpanjang jangka waktu pengembalian kredit. Namun, jika memang
tidak dapat diselamatkan kembali maka tindakan terakhir yang dilakukan bank
adalah menyita jaminan yang telah dijaminkan oleh debitur.
Menurut Kasmir (2010), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian
kredit adalah kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, risiko, dan balas jasa.
Unsur kepercayaan adalah keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang
diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu, yang sebelumnya
dilakukan observasi terhadap usaha debitur. Unsur kesepakatan adalah prosedur
yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Kesepakatan dituangkan dalam suatu
perjanjian. Unsur jangka waktu mecakup masa pengambilan kredit yang telah
disepakati. Unsur risiko kerugian dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu risiko
kesengajaan dan tidak dari debitur. Unsur balas jasa akibat dari pemberian kredit
bank tentu mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

Menurut analisis regresi linear berganda yang dilakukan oleh Hidayanto
(2010) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR terhadap 81
debitur KUR yang bisnisnya di bidang agribisnis menunjukkan lima faktor yang
berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR, yaitu tingkat pendapatan, frekuensi
kredit, modal usaha, lama pendidikan, dan waktu pengembalian dengan variabel
dependent adalah jumlah realisasi kredit. Tingkat pendapatan merupakan faktor
yang sangat berpengaruh bagi bank karena pihak bank akan percaya memberikan
kredit kepada calon debitur yang memiliki pendapatan tinggi. Frekuensi kredit
juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena memperlihatkan
kemampuan dan bagus tidaknya seorang nasabah dalam membayar angsuran dan
mengembalikan kredit yang diterima. Modal usaha yang besar akan
menggambarkan skala usaha yang besar pula sehingga mempengaruhi perilaku
pemilik usaha karena apabila modal yang ditanamkan lebih besar maka pemilik
usaha akan melakukan usahanya dengan penuh kesungguhan. Lama pendidikan
akan memberikan pengaruh kepada calon debitur dalam memahami kewajiban
seorang debitur (membayar angsuran kredit). Waktu pengembalian ditentukan

15

melalui perhitungan pendapatan calon debitur sehingga mempengaruhi
kemampuan debitur dalam membayar angsuran kredit. Penelitian ini memberikan
rekomendasi saran yaitu lebih meningkatkan kegiatan promosi KUR agar
penyerapan KUR meningkat, lebih memperhatikan karakteristik debitur untuk
meningkatkan realisasi, dan BRI diharapkan lebih memperhatikan RPC (Repayment Capacity) nasabah yang akan berpengaruh pada realisasi dan
pengembalian kredit.
Hal yang sama dilakukan oleh Oktiviati (2012) dalam penelitiannya tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja pada PT BPR Mitra
Daya Mandiri terhadap 30 nasabah yang memiliki usaha di sektor pertanian.
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah lama usaha, pengalaman kredit, dan
jaminan. Faktor yang sangat berpengaruh nyata adalah pendapatan usaha dan
jaminan. Semakin besar pendapatan uaha akan berpengaruh positif terhadap
jumlah kredit yang direalisasikan karena nasabah dianggap mampu untuk
membayar pinjaman. Begitu pula semakin besar jaminan yang diberikan akan
meningkatkan kepercayaan bank terhadap pinjaman yang akan diberikan (jumlah
minimal jaminan adalah 80 persen dari total pinjaman). Lama usaha nasabah
berpengaruh pada tingkat kematangan pengelolaan usaha dan apabila semakin
la