Identifikasi Spesies Polerovirus Penyebab Penyakit Klorosis pada Tanaman Cabai Melalui Sekuen Nukleotida

1

IDENTIFIKASI SPESIES POLEROVIRUS PENYEBAB
PENYAKIT KLOROSIS PADA TANAMAN CABAI MELALUI
SEKUEN NUKLEOTIDA

TITIN RAHAYUNINGSIH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

3

ABSTRAK

TITIN RAHAYUNINGSIH. Identifikasi spesies Polerovirus penyebab penyakit

klorosis pada tanaman cabai melalui sekuen nukleotida. Dibimbing oleh GEDE
SUASTIKA.
Pada saat survei di pertanaman cabai di Desa Kertha, Kecamatan Payangan,
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, ditemukan banyak tanaman cabai yang
menunjukkan gejala klorosis seperti diinduksi oleh virus. Daun dari tanaman yang
sakit menunjukkan gejala kekuningan dengan klorosis pada lamina daun namun
tulang daun masih menunjukkan warna hijau. Gejala penyakit ini berbeda dari
gejala penyakit yang diinduksi oleh virus yang sudah dilaporkan ada di Indonesia
sebelumnya. Namun penyakit ini mirip dengan gejala yang diinduksi oleh
Polerovirus yang dilaporkan di negara lain. Usaha identifikasi difokuskan pada
Polerovirus melalui reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)
dan sekuen nukleotida. Dengan menggunakan pasangan primer yang spesifik pada
Polerovirus yaitu CP-F (5’-AATTAAGGATCCAATACGGGAGGGGTTAGGA
GAAAT-3’) dan CP-R (5’-AATTAACTGCAGTTTCGGGTTGTGCAATTGCA
CAGTA-3’), RT-PCR berhasil mengamplifikasi sebuah pita DNA berukuran
sekitar 650 bp dari tanaman bergejala, namun tidak ditemukan dari tanaman yang
tidak bergejala. Produk RT-PCR kemudian langsung disekuen. Menggunakan
program BLAST, sekuen nukleotida isolat virus tersebut memiliki tingkat
kesamaan yang tinggi (lebih dari 90%) dengan Pepper vein yellows virus
(PeVYV) dari negara lain. Oleh karena itu virus yang berasosiasi dengan penyakit

klorosis pada tanaman cabai di Bali diidentifikasi sebagai PeVYV. Analisis pohon
filogenetika menyatakan bahwa PeVYV asal Bali memiliki hubungan kekerabatan
yang dekat dengan isolat-isolat virus dari Jepang, Taiwan, Thailand, Filipina,
India, dan Mali.
Kata kunci : Cabai, Pepper vein yellows virus (PeVYV), Bali

4

5

ABSTRACT

TITIN RAHAYUNINGSIH. Identification of Polerovirus species causing
chlorosis disease on chilli pepper by nucleotide sequencing. Supervised by GEDE
SUASTIKA.
During survey on chilli pepper in Kertha Vilage, Payangan Distric,
Gianyar Regency, Bali Province, there were found that many chilli pepper plants
showing virus like induced symptom of chlorosis. Leaves of diseased plant
exhibited yellowing appearance with interveinal chlorosis but the vein still with
normal green color. This disease symptom is different from that of induced by

viruses had been reported present in Indonesia. The disease was similar with that
of induced by Polerovirus reported from other countries. Thus, the attempt of
identification was focused on Polerovirus by reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR) and nucleotida sequence. By using primer pair specific
to Polerovirus that were CP-F (5’-AATTAAGGATCCAATACGGGAGGGGTT
AGGAGAAAT-3’) and CP-R (5’-AATTAACTGCAGTTTCGGGTTGTGCAAT
TGCACAGTA-3’). RT-PCR applications were successfully amplified a DNA
band of about 650 bp from the diseased sample plants, but not from the
asymptomatic one. The RT-PCR products were then directly sequenced. Using
BLAST program, the nucleotide sequence of the virus isolate has a high
homology (more than 90%) with those of Pepper vein yellows virus (PeVYV)
from other countries. Thus, the virus associated with chlorosis disease on chilli
pepper in Bali was identified as PeVYV. Phylogenetic tree analysis revealed that
PeVYV from Bali has closed relationship with the virus isolates from Japan,
Taiwan, Thailand, the Philippine, India and Mali.
Keyword: Chilli pepper, Pepper vein yellows virus (PeVYV), Bali.

6

7


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8

9

IDENTIFIKASI SPESIES POLEROVIRUS PENYEBAB
PENYAKIT KLOROSIS PADA TANAMAN CABAI MELALUI
SEKUEN NUKLEOTIDA

TITIN RAHAYUNINGSIH


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

10

11

: Identifikasi Spesies Polerovirus Penyebab Penyakit Klorosis
pada Tanaman Cabai Melalui Sekuen Nukleotida
Nama Mahasiswa : Titin Rahayuningsih

NIM
: A34080025

Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. Ir. Gede Suastika, MSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

12

13


PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas
akhir yang berjudul “Identifikasi Spesies Polerovirus Penyebab Penyakit Klorosis
pada Tanaman Cabai Melalui Sekuen Nuklotida”. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan April 2012 hingga Febuari 2013 di Laboratorium Virologi,
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Laporan tugas akhir ini
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.
Terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang
tua, ibu Suparni dan bapak Subandi yang telah memberikan dukungan moral
maupun materiil, kasih sayang dan doa restu, serta saudara-saudara yang telah
memberikan motivasi kepada penulis. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Dr. Ir. Gede Suastika, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran serta ilmu yang sangat bermanfaat
kepada penulis dari awal penelitian hingga penulis menyelesaikan laporan tugas
akhir ini. Taklupa penulisa ucapkan terimakasih kepada Ir. Bonjok Istiaji, MSi.
selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan nasehat kepada

penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Tuti Legiastuti,
Fitrianingrum Kurniawati, MSi., Bapak Edi Supardi, keluarga besar Laboratorium
Virologi Tumbuhan, dan sahabat-sahabat Proteksi Tanaman angkatan 45 yang
telah memberikan bantuan, dukungan, dan kenangan indah selama kebersamaan
di Departemen Proteksi Tanaman.
Penulis berharap apa yang telah dihasilkan ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan
pada penulisan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan agar
dapat memperbaiki kegiatan penelitian selanjutnya.

Bogor, April 2013
Titin Rahayuningsih

14

15

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2


BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Ekstraksi RNA Total
Sintesis Complementary (c) DNA
Amplifikasi DNA
Visualisasi Hasil RT-PCR
Sekuen Nukleotida dan Analisis Filogenetika

3
3
3
3
3
4
4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyakit Klorosis pada Tanaman Cabai

Indikasi Asosiasi Polerovirus dengan Penyakit Klorosis pada Tanaman
Cabai
Identifikasi Spesies Polerovirus
Hubungan Kekerabatan PeVYV

6
6
7
8
9

PENUTUP
Simpulan
Saran

11
11
11

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

16

vii

DAFTAR TABEL

1 Tingkat homologi sekuen nuklotida sebagian gen CP PeVYV asal Bali
dengan PeVYV asal negara lain.
8

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman cabai yang terinfeksi PeVYV (A); daun bergejala menunjukkan
adanya klorosis pada lamina daun namun tulang daun tetap berwarna hijau
(B); buah yang terserang tidak mengalami perubahan bentuk atau
malformasi (C).
6
2 Tanaman cabai yang memperlihatkan gejala penyakit kuning oleh
Geminivirus (A) dan mosaik oleh Potyvirus atau Cucumovirus (B).
7
3 Hasil amplifikasi DNA menggunakan RT-PCR terhadap sampel tanaman
cabai bergejala klorosis yang diambil dari daerah Bali. M= Marker 100 bp
DNA ladder (Promega, USA); (-)= Kontrol negatif (tanaman cabai tidak
bergejala/sehat); P1, P2, P3= sampel tanaman cabai sakit.
8
4 Pohon filogenetika isolat-isolat Pepper vein yellows virus yang dibangun
berdasarkan sekuen nukleotida sebagian gen CP menggunakan program
MEGA 5.05 dengan Potato leafroll virus (PLRV) sebagai outgroup.
10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil penjajaran sekuen nukleotida isolat virus asal Bali dengan isolat
Pepper vein yellows virus asal Jepang, Taiwan, Thailand, Filipina, India,
dan Mali, serta sekuen pembanding out grup Potato leafroll virus
menggunakan program ClustalW.
15

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu tanaman dari famili
Solanaceae yang banyak dimanfaatkan karena memiliki kandungan gizi yang
cukup lengkap diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, serta
vitamin yaitu A, B1, dan C. Tanaman ini berasal dari benua Amerika (Meksiko)
dan saat ini telah dibudidayakan di benua Amerika dan Asia termasuk Indonesia
(Duriat et al. 1996). Tanaman perdu ini merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Produksi cabai di
Indonesia pada tahun 2009 mencapai 5.89 ton/ha, sedangkan pada tahun 2010
mengalami penurunan menjadi 5.60 ton/ha dan mengalami kenaikan pada tahun
2011 mencapai 6.19 ton/ha (BPS 2012).
Budidaya tanaman cabai seringkali menghadapi hambatan berupa organisme
pengganggu tanaman (OPT). Beberapa hama telah dilaporkan menyerang
pertanaman cabai diantaranya lalat buah (Bactrocera dorsalis), ulat daun
(Spodoptera litura), kutu daun (Myzus persicae dan Aphis gossypii), thrips (Thrips
parvispinus), dan nematoda bintil akar (Meloidogyne spp.). Demikian juga,
beberapa penyakit telah dilaporkan menyerang tanaman cabai di lapangan
diantaranya layu fusarium (Fusarium oxysporum), layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum), busuk buah (Phytophthora spp.), rebah semai (Phytium spp.), dan
bercak daun (Cercospora capsici) (Duriat et al. 1996).
Beberapa virus yang menyerang tanaman cabai telah dilaporkan di
Indonesia yaitu Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) yang tergolong genus
Begomovirus (Sulandari et al. 2006; Tsai et al. 2006; Hidayat et al. 2008;
Mudmainah dan Purwanto 2010), Chili veinal mottle virus (ChiVMV) dari genus
Potyvirus, dan Cucumber mosaic virus (CMV) genus Cucumovirus (Subekti et al.
2006). Infeksi PYLCV pada tanaman cabai menimbulkan penyakit kuning
keriting dengan gejala khas berupa daun mengguning atau hijau muda, tulang
daun menebal, daun menggulung keatas dan tanaman kerdil jika terserang saat
masih muda (Sulandari et al. 2006; Duriat 2009; Mudmainah dan Purwanto
2010). Sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh ChiVMV dan CMV berupa
mosaik yaitu daun menguning terdapat penebalan pada daun dan terjadi
malformasi yaitu daun dan lamina mengecil sehingga terlihat seperti tali. Selain
gejala tersebut juga mengakibatkan tanaman menjadi kerdil ketika serangan
terjadi pada tanaman yang masih muda (Subekti et al. 2006).
Survei yang telah dilakukan di pertanaman cabai pada tahun 2011 di Desa
Kertha, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali ditemukan
banyak tanaman yang memperlihatkan gejala klorosis yang jelas berbeda dari
gejala kuning oleh infeksi Geminivirus maupun mosaik oleh Potyvirus dan
Cucumovirus seperti yang disebutkan di atas (Suastika 2013, komunikasi pribadi).
Tanaman-tanaman tersebut menunjukkan gejala berupa klorosis pada lamina
daun, bagian tulang daun dan jaringan di sekitarnya berwarna hijau sehingga daun
terlihat seperti menjari (Gambar 1). Oleh karena itu diduga bahwa tanaman cabai
yang memperlihatkan gejala klorosis tersebut terserang oleh virus lain.
Beberapa virus yang menyebabkan gejala klorosis pada tanaman cabai telah
dilaporkan di luar negeri yaitu beberapa virus dari famili Luteoviridae antara lain,

2
Beet western yellows virus (BWYV) salah satu spesies dari genus Luteovirus yang
memiliki kisaran inang tanaman hortikultura, termasuk paprika. Virus ini telah
dilaporkan di Italia, Amerika Serikat, dan Jepang. BWYV menginduksi gejala
klorosis pada daun paprika yang dimulai dari daun yang tua (Kyriakou 1984;
Green dan Kim 1991). Pepper vein yellows virus (PeVYV) merupakan salah satu
spesies dari genus Polerovirus yang pernah dilaporkan di Jepang menyerang
tanaman paprika. Menurut Yonaha et al.(1995) dan Murakami et al. (2011), gejala
yang ditimbulkan oleh PeVYV berupa penguningan pada tulang daun dan daun
menggulung. Infeksi PeVYV juga dapat menginduksi beberapa gejala lain yaitu
buah yang dihasilkan memiliki bentuk abnormal (malformasi) dan terdapat
perubahan warna yang berbeda seperti warna hijau dan merah dalam satu buah
(NIAS 2011).
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai virus
yang berasosiasi dengan penyakit klorosis pada tanaman cabai yang ada di daerah
Bali. Salah satu cara identifikasi virus dapat dilakukan dengan analisis sekuen
nukleotida (Ubaidilah dan Sutrisno 2009). Asam nukleat virus dapat berupa DNA
atau RNA (Bos 1990). Virus yang memiliki asam nukleat berupa DNA dapat
diidentifikasi dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR),
sedangkan virus yang asam nukleatnya berupa RNA memerlukan modifikasi
berupa reverse transcription (RT), yaitu proses transkripsi balik RNA virus
menjadi DNA. PCR merupakan cara cepat untuk mengamplifikasi DNA secara in
vitro. Hasil amplifikasi DNA kemudian disekuen untuk mengetahui runutan basa
nukleotida virus.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi virus yang berasosiasi
dengan penyakit klorosis pada tanaman cabai yang dikoleksi dari daerah
Payangan, Bali.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi status
keberadaan Polerovirus yang berasosiasi dengan penyakit klorosis pada tanaman
cabai di Indonesia.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan April 2012 sampai Februari 2013.
Metode Penelitian
Ekstraksi RNA Total
Total RNA diekstraksi dari jaringan daun tanaman cabai menggunakan
RNeasy Plant Mini Kits (Phile Korea Technology). Sebanyak 0.1 g sampel daun
digerus menggunakan pistil dan mortar, dibantu dengan penambahan nitrogen
cair. Serbuk hasil gerusan ditambahkan 450 µl bufer lisis (XPRB bufer) yang
mengandung mercaptoethanol 1%, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf (volume 1.5 ml). Hasil ekstraksi dituang ke dalam filter column warna
putih yang diletakkan di atas tabung koleksi (collection tube), kemudian
disentrifugasi selama 2 menit dengan menggunakan alat sentrifugasi pada
kecepatan 13000 rpm. Supernatan (cairan) dipindah dengan cara dipipet tanpa
menyentuh pelet (endapan) dari tabung koleksi ke dalam tabung eppendorf
(volume 2 ml) baru sambil diukur volumenya. Kemudian ditambahkan etanol
absolut 96% sebanyak ½ volume dari supernatan dan dicampur dengan rata.
Sampel dituangkan ke dalam XPPLR mini column warna merah yang telah
diletakkan dalam tabung koleksi (Volume 2 ml), kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Cairan hasil sentrifugasi dibuang karena
RNA sudah terjerap pada XPPLR mini column, kemudian ditambahkan wash
buffer 1 sebanyak 500 µl ke dalam XPPLR mini column dan disentrifugasi selama
1 menit dengan kecepatan 13000 rpm. Selanjutnya cairan dalam tabung koleksi
dibuang dan ditambahkan wash buffer 2 sebanyak 750 µl ke dalam XPPLR
minicolomn, sentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 1 menit kemudian
cairannya dibuang. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama
3 menit tanpa penambahan cairan untuk memastikan bahwa XPPLR mini column
benar-benar kering. XPPLR mini column dipindahkan pada tabung eppendorf
(volume 1.5 ml) baru. RNAse free water ditambahkan ke dalam XPPLR mini
column sebanyak 50 µl, penambahan RNAse free water tepat ditengah XPPLR
mini column diusahakan ujung tip tidak menyentuh dindingnya. Setelah dibiarkan
selama 1 menit, disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 13000 rpm untuk
mendapatkan RNA total. RNA total disimpan pada suhu -80 oC sampai
digunakan.
Sintesis Complementary (c) DNA
RNA total yang diperoleh selanjutnya ditranskripsikan menjadi DNA
komplemen (cDNA) dengan menggunakan teknik reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) pada mesin PCR. Komposisi reagen RT
dengan total volume 10 µ l terdiri atas 2 µ l templat RNA, 2 µl bufer RT 10x, 0.35
µl DTT (dithiothreitol) 10 mM, 0.5 µl dNTP (deoxyiribonukleotida triphosphate)
10 mM, 0.35 µl M-MuLV, 0.35 µl ribolok (RNAse inhibitor),
0.75 µl oligo
d(T), dan 3.7 µl H2O. Komposisi ini hanya berlaku untuk satu kali reaksi RT.

4
Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR
System 9700 thermocycler; perkin-Elmercrop, Norwalk, CT) diprogram untuk
satu siklus pada suhu 25 oC selama 5 menit, 42 oC selama 60 menit, dan 70 oC
selama 5 menit. Hasil reaksi berupa cDNA digunakan sebagai cetakan pada reaksi
PCR.
Amplifikasi DNA
Hasil dari proses RT berupa cDNA kemudian diperbanyak melalui proses
PCR. Beberapa komponen yang dibutuhkan untuk satu kali reaksi PCR antara lain
sebanyak 7.5 µl H2O, 12.5 µl GoTag Green Master Mix 2x (Fermentas USA), 1 µl
primer F (CP-F), 1 µl primer R-pst (CP-R), dan 3 µl cDNA. Primer yang
digunakan yaitu primer CP-F dengan susunan basa atau sekuen nukleotida 5’-AA
TTAAGGATCCAATACGGGAGGGGTTAGGAGAAAT-3’ dan primer CP-R
dengan sekuen nukleotida 5’-AATTAACTGCAGTTTCGGGTTGTGCAATTGC
ACAGTA-3’. Kedua primer tersebut merupakan primer yang dapat
mengamplifikasi bagian coat protein (CP) virus yang berukuran 650 bp (Suastika
2013, komunikasi pribadi). Program amplifikasi terdiri dari 35 siklus dengan
beberapa tahap sebagai berikut, predenaturasi pada suhu 94 oC berlangsung
selama 5 menit, kemudian denaturasi merupakan tahap dimana utas DNA berubah
dari untai ganda menjadi untai tunggal pada suhu 94 oC selama 30 detik,
selanjutnya tahap annealing dimana primer forward dan primer reverse menempel
pada untai tunggal DNA pada masing-masing komplemennya terjadi pada suhu 50
o
C selama 1 menit, sintesis DNA terjadi selanjutnya pada tahap elongastion/
ekstensi pada suhu 72 oC selama 1 menit, kemudian tahap pemanjangan akhir
terjadi pada suhu 72 oC selama 10 menit dan suhu 4 oC untuk suhu penyimpanan.
Visualisasi Hasil RT-PCR
Elektroforesis gel Agarosa dilakukan untuk mengetahui hasil PCR secara
visual. Gel Agarosa dibuat dengan 0.25 g Agaros dicampur dengan 25 ml bufer
TBE 0.5x dan dipanaskan selama 2 sampai 3 menit hingga larut. Setelah
tercampur larutan tersebut didiamkan hingga suhunya hangat dan ditambahkan
1.25 µl Ethidium bromide pada setiap 10 ml larutan Agarosa. Larutan dituang ke
dalam cetakan dan ditunggu hingga agar mengeras kurang lebih satu jam. Setelah
mengeras gel Agarosa kemudian dipindahkan pada alat elektroforesis. Produk
PCR dan DNA marker, masing-masing 10 µl dimasukkan ke dalam sumuran yang
telah disiapkan pada gel Agarosa. Elektroforesis dilakukan selama 60 menit
dengan tegangan 50 Volt. DNA yang telah dielektroforesis kemudian divisualisasi
dengan UV transiluminator.
Sekuen Nukleotida dan Analisis Filogenetika
Perunutan DNA. Sampel hasil PCR yang positif diperbanyak kembali
dengan PCR dalam jumlah 75 µl dan sampel dikirim ke CV BioSM Indonesia
(PT. Macrogen Inc, Seoul, Korea) untuk dilakukan sekuen nukleotida.
Analisis filogenetika. Hasil sekuen gen coat protein (CP) dianalisis untuk
mengetahui tingkat homologi atau kesejajaran dengan sekuen gen CP dari virus
yang sama yang telah didepositkan pada GenBank dengan Program BLAST
(Basic Local Alighment Tool) (NCBI 2013). Sebelum di-BLAST hasil sekuen
diedit dengan program Chromaspro. Data sekuen nukleotida kemudian dianalisis

5
melalui ClustalW multiple alignment dengan software Bioedit V7.0.5. kemudian
dilanjutkan dengan analisis filogenetika menggunakan software Mega 5.05.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit Klorosis pada Tanaman Cabai
Tanaman cabai yang dikoleksi dari Bali menunjukkan gejala klorosis,
lamina daun menguning, akan tetapi bagian tulang daun dan jaringan di sekitarnya
tetap berwarna hijau sehingga daun terlihat seperti menjari (Gambar 1). Klorosis
merupakan terjadinya perubahan warna daun akibat klorofil yang dihasilkan
berkurang (Bos 1990). Bila diamati lebih lanjut terhadap tanaman yang sakit,
tanaman terlihat berukuran normal, tidak mengalami penghambatan pertumbuhan,
demikian juga daun-daunnya berukuran normal, serta tidak mengalami
malformasi. Menurut Agrios (2005), penyakit klorosis mampu mengganggu
metabolisme tanaman terutama proses fotosintesis, sehingga dapat menurunkan
kualitas maupun kuantitas produksi cabai.

A

B

C

Gambar 1 Tanaman cabai yang terinfeksi PeVYV (A); daun bergejala
menunjukkan adanya klorosis pada lamina daun namun tulang daun
tetap berwarna hijau (B); buah yang terserang tidak mengalami
perubahan bentuk atau malformasi (C).
Penyakit klorosis pada tanaman cabai yang ditemukan di daerah Bali ini
sangat berbeda dengan gejala penyakit virus yang telah dilaporkan sebelumnya di
Indonesia. Misalnya, penyakit kuning oleh Geminivirus yang menyebabkan daundaun berwarna kuning terang termasuk tulang daunnya, daun mengalami
malformasi dengan ukuran jauh lebih kecil dari normal, tanaman menjadi kerdil
(Gambar 2A). Demikian pula penyakit mosaik akibat infeksi Potyvirus atau
Cucumovirus dengan mudah dibedakan dari gejala klorosis (Gambar 2B). Deteksi
melalui Enzyme linked immunoassay (ELISA) menggunakan antiserum terhadap
Potyvirus dan CMV, serta melalui PCR menggunakan primer spesifik
Geminivirus yang dilakukan terhadap sampel tanaman cabai yang bergejala
klorosis gagal mendeteksi virus-virus tersebut (data tidak diperlihatkan, Suastika
2013, komunikasi pribadi). Hal ini menandakan bahwa virus-virus tersebut tidak
berasosiasi dengan gejala klorosis pada tanaman cabai.

7

A

B

Gambar 2 Tanaman cabai yang memperlihatkan gejala penyakit kuning oleh
Geminivirus (A) dan mosaik oleh Potyvirus atau Cucumovirus (B).
Berdasarkan simptomatologi, penyakit klorosis pada tanaman cabai di
daerah Bali ini mirip dengan penyakit yang diinduksi oleh infeksi Polerovirus
yang telah dilaporkan di beberapa negara lain (Yonaha et al.1995; Murakami et
al. 2011). Oleh karena itu identifikasi difokuskan pada Polerovirus.
Indikasi Asosiasi Polerovirus dengan Penyakit Klorosis pada Tanaman Cabai
RNA total yang mengandung RNA virus dan RNA tanaman berhasil
diekstraksi dari tanaman cabai bergejala klorosis yang diperoleh dari Bali. Siapan
RNA total berhasil digunakan sebagai cetakan dalam mensintesis cDNA melalui
proses RT menggunakan oligo d(T). Hasil reaksi RT berupa cDNA berhasil
diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik yang mampu
mendeteksi spesies virus anggota genus Polerovirus yaitu CP-F (5’-AATTAAGG
ATCCAATACGGGAGGGGTTAGGAGAAAT-3’) dan CP-R (5’-AATTAACT
GCAGTTTCGGGTTGTGCAATTGCACAGTA-3’). Berdasarkan visualisasi
elektroforesis, ketiga sampel tanaman cabai sakit menunjukkan hasil positif
terinfeksi Polerovirus yang ditandai dengan terbentuknya pita DNA berukuran
650 bp. Ukuran pita DNA tersebut sesuai dengan target basa primer CP-F dan CPR yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa infeksi Polerovirus pada
tanaman cabai berasosiasi dengan munculnya gejala klorosis. Produk PCR yang
diketahui positif kemudian disekuen untuk mendapatkan identitas spesies virus
tersebut.

8

M

(-)

P1

700 bp
600 bp

P2

P3

650 bp

Gambar 3 Hasil amplifikasi DNA menggunakan RT-PCR terhadap sampel
tanaman cabai bergejala klorosis yang diambil dari daerah Bali. M=
Marker 100 bp DNA ladder (Promega, USA); (-)= Kontrol negatif
(tanaman cabai tidak bergejala/sehat); P1, P2, P3= sampel tanaman
cabai sakit.
Identifikasi Spesies Polerovirus
Produk RT-PCR dari salah satu sampel tanaman cabai (Gambar 3) berhasil
secara langsung disekuen nukleotidanya (Lampiran 1). Data sekuen nukleotida
kemudian dibandingkan dengan sekuen nukleotida virus-virus yang terdaftar di
GenBank. Hasil analisis menggunakan program BLAST menunjukkan adanya
kemiripan antara virus isolat cabai asal Bali dengan isolat virus yang termasuk
dalam spesies PeVYV dengan nilai homologi yang tinggi yaitu mencapai 98%.
Bila dibandingkan dengan spesies lain yaitu Potato leafroll virus (PLRV) yang
masih termasuk dalam genus Polerovirus, sekuen nukleotidanya sangat jauh
berbeda dengan nilai homologi hanya 62.6% (Tabel 1). PLRV merupakan virus
yang umum menyerang tanaman kentang dan menyebabkan gejala berupa daun
menguning, daun menggulung ke atas, dan pada serangan yang lebih parah
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil.
Tabel 1

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tingkat homologi sekuen nuklotida sebagian gen CP PeVYV asal Bali
dengan PeVYV asal negara lain.

Sekuen
No. aksesi
Bali
AB594828
Jepang
JX427542
Taiwan
Thailand1 JX427541
JX427537
Filipina
Thailand2 JX427539
JX427531
India
JX427536
Mali1
JX427535
Mali2
PLRV** NC_001747

1
ID

Homologi (%)*
2
3
4
5
6
7
99.1 99.0 98.6 98.6 98.5 98.1
ID 98.8 97.8 98.1 97.6 97.6
ID 98.0 98.6 97.8 97.8
ID 98.0 99.5 99.1
ID 97.8 97.5
ID 99.3
ID

* Tingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program Bioedit V7.0.5.
** Potato leafroll virus (PLRV) digunakan sebagai outgroup.

8
98.0
97.5
97.6
98.6
97.3
98.5
98.1
ID

9
98.0
97.5
97.6
98.6
97.3
98.5
98.1
100
ID

10
62.4
62.2
62.4
62.4
62.4
62.6
62.4
62.6
62.6
ID

9
Hasil analisis dengan menggunakan ClustalW program Bioedit
menunjukkan tingkat kesamaan sekuen nukleotida yang tinggi antara isolat
PeVYV asal Bali dengan isolat virus sejenis dari negara lain, namun tingkat
kesamaan sekuen nukleotidanya rendah dengan PLRV. Bila dilihat dari tingkat
homologi isolat PeVYV asal Bali dengan virus sejenis dari negara lain, isolat Bali
memiliki persentase homologi paling tinggi dengan isolat virus asal Jepang
(sebesar 99.1%), diikuti secara berturut-turut oleh Taiwan, Filipina, Thailand,
India, dan Mali (Tabel 1). Menurut Fauquet et al. (2005), virus-virus
dikelompokkan dalam spesies yang sama apabila menunjukkan kesamaan sekuen
nukleotida gen CP lebih dari 90%. Hasil ini semakin jelas karena PeVYV asal
Bali mempunyai tingkat homologi yang lebih kecil dari 90% yaitu hanya 62.6%
dengan spesies lain yaitu PLRV walaupun masih dalam satu genus Polerovirus.
PeVYV merupakan spesies virus anggota genus Polerovirus, famili
Luteoviridae. PeVYV memiliki genom berupa ssRNA (utas tunggal RNA), positif
sense, berbentuk ikosahedral. Virus ini memiliki enam open reading frame (ORF)
yang dimulai dari ORF0 hingga ORF5. ORF0 kemungkinan berperan sebagai
faktor replikasi yang berikatan dengan membran, ORF1 mengkode protease
sebagai enzim yang merubah protein menjadi asam amino dan VPg yang
berfungsi dalam replikasi, ORF2 menyandi RdRp (RNA-dependent RNA
polymerase) yang berperan dalam menstimulus tanaman agar membentuk enzim
polymerase, ORF3 menyandi gen coat protein (CP) yang berperan dalam ekspresi
gejala, ORF4 menyandi movement protein (MP) yang berperan dalam
perpindahan virus di dalam tanaman, dan ORF5 berperan dalam transmisi vektor
(kutu daun) atau sebagai faktor penstabil partikel virus (Faquet et al. 2005).
PeVYV memiliki ukuran genom lengkap sebesar 6244 nukleotida. PeVYV dapat
ditularkan ke tanaman melalui vektor serangga yaitu Aphis gossypii dan Myzus
persicae (Aphididae: Hemiptera) secara persisten dan dapat juga ditularkan
melalui penyambungan bahan tanaman.

Hubungan Kekerabatan PeVYV
Hubungan kekerabatan antara isolat virus dapat dilihat melalui analisis
filogenetika. Pohon filogenetika yang dibangun berdasarkan sekuen nukleotida
gen CP dari isolat-isolat PeVYV yang berasal dari berbagai negara, termasuk
isolat asal Bali mengindikasikan dua kelompok besar yang terpisah cukup jelas
(Gambar 4). Kelompok pertama terdiri atas isolat PeVYV asal Bali, Jepang,
Taiwan, dan Filipina, sedangkan kelompok kedua terdiri atas isolat PeVYV asal
Thailand, India, dan Mali. Terdapat kemungkinan bahwa isolat PeVYV asal Bali
berasal dari Jepang karena memiliki kekerabatan yang sangat dekat. Selain itu,
pohon filogenetika menunjukkan adanya hubungan kekerabatan yang sangat jauh
antara isolat PeVYV asal Bali dengan isolat PLRV.

10

Kelompok 1

Kelompok 2

Gambar 4 Pohon filogenetika isolat-isolat Pepper vein yellows virus yang
dibangun berdasarkan sekuen nukleotida sebagian gen CP
menggunakan program MEGA 5.05 dengan Potato leafroll virus
(PLRV) sebagai outgroup.

11

PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan analisis simptomatologi dan sekuen nukleotida gen CP,
disimpulkan bahwa virus yang berasosiasi dengan penyakit klorosis pada tanaman
cabai di daerah Bali adalah salah satu isolat PeVYV. Berdasarkan analisis
filogenetika, isolat PeVYV asal Bali memiliki kekerabatan yang dekat dengan
PeVYV asal Jepang, Taiwan, dan Filipina
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai kejadian penyakit di
lapangan dan pengaruhnya terhadap tingkat produktivitas tanaman cabai.

12

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5thed. New York (US): Academic Press.
Bos L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, penerjemah. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Press.Terjemahan dari: Introduction of Plant
Virology.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas panen, produksi dan produktivitas cabai
2009-2011 [Internet]. Jakarta (ID) BPS; [diunduh 2013 Jan 2]. Tersedia
pada:http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id
_subyek=55¬ab=26.
Duriat AS, Widjaja A, Hadisoeganda W, Soetiarso TA, Prabaningrum L. 1996.
Teknologi Produksi Cabai Merah. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman
Sayur.
Duriat AS. 2009. Pengendalian penyakit kuning keriting pada tanamancabai. Iptek
Hortikultura. 5: 43-46.
Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA. 2005. Virus
Taxonomy Eight Report of the International Committee on Taxonomy of
Viruses. San Diego (US): Virology Division International Union of
Microbiological Societies.
Green SK, Kim JS. 1991. Characteristics and control of viruses infecting pepper:
a literature review. Technical Bulletin. 18: 91-339.
Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Aidawati N. 2008. Molecular
indentification and sequence analysis of Tobacco leaf curl Begomovirus
from Jember, East Java, Indonesia. Hayati. 15(1): 13-17.
Knierim D, Tsai W, Kenyon L. 2012. Analysis of sequences from field samples
reveals the presence of the recently describedPepper vein yellows virus
(genus Polerovirus) in six additional countries. Virology. doi:
10.1007/s00705-012-1598-y.
Kyriakou AP. 1984. Luteoviruses Beet western yellows virus and Subterranean
clover red leaf virus[tesis]. Christchurch (NZ): University of Canterbury.
Manzila I. 2011. Chili veinal mottle Potyvirus (ChiVMV) penyebab penyakit
belang pada cabai (Capsicum annum L): keragaman isolat dan strategi
pengendaliannya melalui induksin variasi somaklonal [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Mudmainah S, Purwanto. 2010. Deteksi Begomovirus pada tanaman cabai merah
dengan I-ELISA test dan teknik PCR. Agrosains. 12(2): 44-49.
Murakami R, Nakashima N, Hinomoto N, Kawano S, Toyosato T. 2011. The
genome sequence of Pepper vein yellows virus (family Luteoviridae, genus
Polerovirus). Virology. 156: 921-923.
[NIAS] National Institute of Agrobiological Sciences. 2011. Annual Report 2011.
Tsukuba (JP): National Institute of Agrobiological Sciences.
Subekti D, Hidayat SH, Nurhayati E, Sujiprihati S. 2006. Infeksi Cucumber
mosaic virus dan Chili veinal mottle virus terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai. Hayati. 13(2): 53-57.
Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sasromarsono S. 2006.
Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting
kuning cabai. Hayati. 13(1): 1-6.

13
Tsai WS, Shih, Green SK, Rauf A, Hidayat SH, Jan FJ. 2006. Molecular
characterization of Pepper yellow leaf curl Indonesia virus in leaf curl and
yellowing diseased tomato and pepper in Indonesia. American
Phytopathological Society [Internet]. 90(2): 247. Tersedia pada:
http://apsjournals.apsnet.org/doi/abs/10.1094/PD-90-0247B.
doi:
10.1094/PD-90-0247B.
Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009. Pengantar Biosistematika: Teori dan Praktek.
Bogor (ID): LIPI.
Yonaha T, Tetsuya T, Shinji K, Takeshi O.1995. Pepper vein yellows virus, a
novel Luteovirus from bell pepper plant in Japan. Phytopathology. 61: 178184.
Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.

14

LAMPIRAN

15
Lampiran 1

16

Lampiran 1 Hasil penjajaran sekuen nukleotida isolat virus asal Bali dengan isolat
Pepper vein yellows virus asal Jepang, Taiwan, Thailand, Filipina,
India, dan Mali, serta sekuen pembanding out grup Potato leafroll
virus menggunakan program ClustalW.

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 5 November 1989, anak keenam
dari enam bersaudara putri dari pasanagan Bapak Subandi dan Ibu Suparni. Pada
tahun 2008 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1
Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen dan pada tahun yang sama
terdaftar sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI.
Selama penulis menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan
kepanitiaan dan kemahasiswaan di antaranya Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Pertanian (2010-2011) dan Klub Fotografi Capung Proteksi Tanaman
(2011-sekarang). Peneliti juga ikut terlibat dalam kegiatan magang di
Laboratorium Virologi departemen Proteksi Tanaman, IPB (2010). Penulis
mendapat dana penelitian dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dalam
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian dengan judul “Pengaruh
Perlakuan Kitosan Terhadap Viabilitas Benih Pepaya (Carica papaya L.) pada
Ruang Simpan AC dan Suhu Kamar” pada tahun 2010-2011.