Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

PENGARUH KETEBALAN MULSA JERAMI DAN
FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

LENA ISNAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketebalan
Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kacang Hijau (Vigna radiata L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Lena Isnawati
NIM A24090071

ABSTRAK
LENA ISNAWATI. Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.).
Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.
Ketersediaan air merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman.
Pemulsaan dapat meningkatkan efisiensi kebutuhan air tanaman. Tujuan
penelitian ini adalah menentukan ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
yang memberikan pertumbuhan dan produksi optimum pada tanaman kacang
hijau. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
yang terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor I yaitu ketebalan mulsa
jerami, terdiri dari 5 taraf: M1 (tanpa mulsa), M2 (ketebalan 3 cm), M3 (ketebalan
6 cm), M4 (ketebalan 9 cm) dan M5 (ketebalan 12 cm). Faktor II yaitu frekuensi
irigasi, terdiri dari: I1 (2 hari sekali), I2 (4 hari sekali), I3 (6 hari sekali), dan I4 (8
hari sekali). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mulsa dan frekuensi irigasi

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang dan polong, bobot
basah dan kering biji, serta nilai evapotranspirasi dan efisiensi penggunaan air
pada kacang hijau. Ketebalan mulsa 9 cm dan frekuensi irigasi 6 hari sekali
memberikan hasil maksimal dibandingkan perlakuan lain.
Kata kunci: cekaman, kekeringan, manajemen air

ABSTRACT
LENA ISNAWATI. Effects of Straw Mulch Thickness and Irrigation Frequency
on Growth and Yield of Green Beans (Vigna radiata L.). Supervised by EKO
SULISTYONO.
Water availability is a limiting factor of the plant growth. Mulching may
help to improve water use efficiency. The objective of the research was to
determine the thickness of straw mulch and irrigation frequency that giving
optimum growth and yield of green beans. The experiment was arranged in a
randomized completed block design with factorial pattern, consisting of two
factors with three replications. The first factor was straw mulch thickness,
consisted of five levels: M1 (without mulch), M2 (mulch thickness 3 cm), M3
(mulch thickness 6 cm), M4 (mulch thickness 9 cm) and M5 (mulch thickness 12
cm). The second factor was irrigation frequency, consisted of four levels: I1 (2
days interval), I2 (4 days interval), I3 (6 days interval), and I4 (8 days interval).

The results show that the thickness of straw mulches and frequency of irrigation
showed the different effect on plant height, branches and pods, seed wet weight
and dry weight, evapotranspiration value, and water use efficiency of green beans.
Straw mulching with thickness 9 cm and frequency irrigation 6 days interval gave
the best yield than the other treatments.

Keywords: drought, stress, water management

PENGARUH KETEBALAN MULSA JERAMI DAN
FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

LENA ISNAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna
radiata L.)
Nama
: Lena Isnawati
NIM
: A24090071

Disetujui oleh

Dr Ir Eko Sulistyono, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 4 Juni 2013

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai
Februari 2013 ini ialah cekaman kekeringan, dengan judul Pengaruh Ketebalan
Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kacang Hijau (Vigna radiata L.).
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr Ir Eko
Sulistyono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan
dan saran selama ini. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Dr Sandra Aziz selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi
masukan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

Lena Isnawati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1

Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Prosedur Penelitian
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5

Keadaan Umum
5
Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Vegetatif
Tanaman Kacang Hijau
5
Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Komponen
Produksi Kacang Hijau
8
Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman Kacang
Hijau
9
Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Vegetatif Tanaman Kacang Hijau
10
Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Komponen Produksi Kacang Hijau
12
Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman

Kacang Hijau
16
KESIMPULAN DAN SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
29

DAFTAR TABEL
1 Tinggi tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami dan
frekuensi irigasi
2 Jumlah cabang tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa
jerami dan frekuensi irigasi
3 Jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan
mulsa jerami dan frekuensi irigasi
4 Komponen produksi kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami
dan frekuensi irigasi

5 Pengaruh ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap
evapotranspirasi (Et) dan efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang
hijau

6
6
7
8

10

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 2 MST (a) dan pertumbuhan
tanaman kacang hijau pada umur 7 MST (b)
2 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap tinggi tanaman kacang hijau
3 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau
4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering panen biji kacang hijau

5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering oven biji kacang hijau
6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau
7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau
8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 2-4 MST
9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 4-6 MST
10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 6-8 MST
11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur >8 MST
12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang hijau

5
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi analisis ragam parameter vegetatif tanaman
2 Rekapitulasi analisis ragam parameter komponen produksi

24
24

3 Rekapitulasi analisis ragam nilai evapotranspirasi (Et) dan efisiensi
penggunaan air (EPA)
4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap tinggi tanaman kacang hijau
5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau
6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering panen biji kacang hijau
7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering oven biji kacang hijau
8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau
9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau
10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 2-4 MST
11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 4-6 MST
12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 6-8 MST
13 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau >8 MST
14 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
terhadap efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang hijau

25
25
25
26
26
26
27
27
27
28
28
28

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peningkatan kebutuhan kacang hijau di Indonesia tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi sehingga tidak ada cara lain untuk pemerintah selain
mengimpor kacang hijau. Menurut Direktor Jenderal Tanaman Pangan (2012),
kebutuhan kacang hijau terus meningkat rata-rata setiap tahun sekitar 330,000 ton,
produksi rata-rata setiap tahun 308,414 ton (93.46%) dengan volume impor ratarata setiap tahun sekitar 29,443 ton. Berdasarkan catatan BPS (2012), terjadi
penurunan produksi kacang hijau dari tahun 2011 hingga 2012 yaitu dari 341,342
ton menjadi 287,867 ton.
Ketersediaan air merupakan faktor pembatas dalam pengembangan sistem
pertanian di lahan kering serta berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kacang
hijau. Oleh karena itu, diperlukan interval waktu irigasi tertentu agar kelembaban
tetap terjaga. Menurut Van Loon (1981), kekurangan air pada tanaman kentang
menyebabkan hasil kentang rendah, karena luas daun dan fotosintesis per unit area
berkurang. Cekaman kekeringan pada tahapan reproduktif awal kacang kedelai
dapat meningkatkan gugur bunga dan polong (Sionit dan Kramer 1977). Jika
cekaman kekeringan terjadi pada tahapan reproduktif akhir maka polong dan biji
yang terbentuk ukurannya akan lebih kecil dan sedikit jumlahnya bila
dibandingkan dengan yang tumbuh dalam kondisi cukup air. Kebutuhan air
tanaman kacang hijau relatif rendah jika dibandingkan dengan tanaman legum
lainnya. Tanaman kacang hijau lebih toleran terhadap kekeringan dengan
kebutuhan air sekitar 700-900 mm per tahun. Akan tetapi, frekuensi irigasi tetap
menjadi hal yang sangat penting untuk pertumbuhan kacang hijau yang optimal.
Frekuensi irigasi erat kaitannya dengan konsumsi air, sehingga aplikasi
mulsa diharapkan dapat menjadi alternatif dalam penghematan air. Arsyad (2006)
menyatakan bahwa mulsa dapat mengurangi penguapan air tanah sehingga
meningkatkan kandungan air tanah. Penggunaan mulsa jerami ternyata juga
efektif menurunkan suhu tanah maksimum pada siang hari sebesar 6°C,
sedangkan mulsa plastik hitam perak dapat menurunkan suhu 3°C dibandingkan
perlakuan tanpa mulsa (Hamdani 2009).
Perumusan Masalah
1. Adakah pengaruh nyata pemberian mulsa jerami terhadap pertumbuhan dan
produksi kacang hijau?
2. Adakah pengaruh nyata perlakuan frekuensi irigasi terhadap pertumbuhan dan
produksi kacang hijau?
3. Adakah interaksi antara ketebalan mulsa jerami dengan frekuensi irigasi pada
pertumbuhan dan produksi kacang hijau?

2
Tujuan Penelitian
Untuk menentukan ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi yang
memberikan pertumbuhan dan produksi optimum pada tanaman kacang hijau.

Hipotesis Penelitian
1. Pemberian mulsa jerami dengan ketebalan yang berbeda berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.
2. Frekuensi irigasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi kacang hijau.
3. Interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.
4. Diperoleh ketebalan mulsa jerami tertentu dan frekuensi irigasi yang
menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang optimum untuk kacang hijau.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dapat menjadi suatu solusi untuk peningkatan
produksi kacang hijau di Indonesia dan menciptakan inovasi untuk meningkatkan
efisiensi dalam penggunaan air pada budidaya tanaman.

METODE

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang
hijau, mulsa jerami, pupuk urea, SP-36, KCl, nematisida (Furadan 3G). Media
yang digunakan berupa tanah top soil.

Alat
Peralatan yang digunakan antara lain sekop, ember, polybag, meteran,
baskom, gelas ukur, ajir, timbangan analitik, oven, tensiometer, kamera digital
dan alat tulis.

3

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan,
University Farm, Fakultas Pertanian IPB dan Laboratorium Pasca Panen IPB.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga Februari
2013.

Prosedur Penelitian
Penyiapan media tanam dilakukan dengan memasukkan top soil yang sudah
dibersihkan dari sisa-sisa gulma ke dalam polybag. Jenis tanah yang digunakan
adalah Latosol. Sebelum melakukan penanaman, tanah ditimbang per polybag
kemudian diambil tiga contoh tanah, lalu ditimbang bobot basah (BB) tanah dan
dimasukkan kedalam oven untuk mengetahui bobot kering (BK) tanah tersebut
sehingga didapatkan data awal berat tanah per polybag adalah 11.37 kg dengan
kadar air (KA) 55.34%, bobot kering (BK) 7.32 kg, kapasitas lapang (KL) sebesar
51.61 %BK, dan titik layu permanen (TLP) sebesar 17.12 %BK. Air tersedia (AT)
sebesar 2.52 l.
Benih kacang hijau yang digunakan yaitu varietas Kutilang. Benih ditanam
dengan 3 biji per polybag dengan kedalaman lubang tanam 3-5 cm. Furadan
diberikan sebanyak 2 g per lubang tanam. Aplikasi pemupukan seluruh dosis
diberikan pada saat tanam dengan jarak 5 cm dari lubang tanam. Dosis pupuk
yang digunakan yaitu urea 45 kg ha-1, SP-36 75 kg ha-1, dan KCl 50 kg ha-1. Jarak
tanam kacang hijau yaitu 20 cm x 40 cm, populasi sekitar 125,000 tanaman per
hektar, sehingga dosis pupuk per polybag adalah urea 0.36 g, SP-36 0.6 g, dan
KCl 0.4 g. Penjarangan dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam (HST) dengan
menyisakan 2 tanaman per polybag yang memiliki pertumbuhan sehat dan kuat.
Penyiangan dilakukan bila terdapat gulma di sekitar areal polybag. Penyiraman
dilakukan setiap hari saat awal tanam dan menjelang umur 2 minggu setelah
tanam (MST). Perlakuan mulsa jerami diberikan saat tanaman berumur 2 MST.
Mulsa dipotong-potong dan diberikan sesuai perlakuan ketebalan yang diuji.
Perlakuan frekuensi irigasi dilakukan mulai 2 MST dengan irigasi curah, yaitu
penyiraman dengan gelas ukur. Volume awal (sebelum irigasi) diukur dan dicatat
kemudian irigasi dilakukan hingga perkolasi. Jumlah air yang tersisa dalam gelas
ukur dicatat sehingga didapatkan jumlah air hilang karena evapotranspirasi. Panen
dilakukan sebanyak tiga kali mulai umur 8 MST.
Peubah yang diamati yaitu vegetatif tanaman, komponen produksi,
pengukuran evapotranspirasi (Et), efisiensi penggunaan air (EPA), penentuan
kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP). Peubah vegetatif tanaman
yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah daun trifoliat yang
diamati dari masing-masing polybag mulai umur 2 MST hingga 7 MST. Peubah
komponen produksi yang diamati yaitu jumlah polong, bobot kering panen biji,
bobot kering oven biji, bobot kering panen 10 butir, serta bobot kering oven 10
butir yang semuanya diamati pada masing-masing polybag.

4
Evapotranspirasi diukur berdasarkan neraca air I=Et+∆m+Pk, dimana I, Et,
∆m, dan Pk masing-masing adalah irigasi, evapotranspirasi, perubahan
kelembaban tanah, dan perkolasi. Kelembaban tanah dipertahankan hingga
kapasitas lapang sehingga ∆m=0, sehingga Et=I-Pk. Semua komponen neraca air
dinyatakan dalam satuan mm dengan cara membagi satuan volume dengan satuan
luas permukaan polybag, dengan diameter polybag adalah 21.5 cm. Efisiensi
penggunaan air dinyatakan sebagai nisbah antara bobot kering oven biji per
polybag dengan total Et, sehingga satuannya g l-1.
Kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP) diukur dengan
membuat hubungan antara potensial air tanah dengan kadar air tanah, yaitu
dengan melakukan pengukuran potensial air tanah dengan tensiometer pada lima
nilai kelembaban tanah yang berbeda. Kapasitas lapang diperoleh dengan
memasukkan nilai potensial air sebesar 0.3 –kPa. Titik layu permanen diperoleh
dengan memasukkan nilai potensial air sebesar 15 –kPa pada persamaan antara
potensial air tanah sebagai y dan kadar air tanah sebagai x.
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah ketebalan mulsa
jerami yang terdiri dari 5 taraf: tanpa mulsa (M1), ketebalan 3 cm (M2), ketebalan
6 cm (M3), ketebalan 9 cm (M4), dan ketebalan 12 cm (M5). Faktor kedua yaitu
frekuensi irigasi, terdiri dari: 2 hari sekali (I1), 4 hari sekali (I2), 6 hari sekali (I3),
dan 8 hari sekali (I4). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga
terdapat 60 satuan percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan
analisis ragam (Uji F) dan jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata dilakukan
uji Tukey pada taraf 5%.
Penelitian dianalisis menggunakan model linier:
dimana:
Yijk
: data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke i dan ketebalan
mulsa ke j dan irigasi ke k
: Rataan / nilai tengah
: Efek blok ke i
: Efek ketebalan mulsa ke j
Mj
Ik
: Efek irigasi ke k
(MI)jk : Efek interaksi ketebalan mulsa ke j dan irigasi ke k
Eijk
: Efek error dari ulangan pada taraf ke i dan ketebalan mulsa ke j dan
irigasi ke k

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum
Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa kondisi pertanaman
pada semua perlakuan hingga tanaman berumur 7 MST cukup baik, dicirikan
dengan intensitas serangan hama dan penyakit yang tergolong rendah (Gambar 1).

a

b

Gambar 1 Pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 2 MST (a) dan
pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 7 MST (b)

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Vegetatif Tanaman Kacang Hijau
Perlakuan mulsa berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kacang hijau
dibandingkan perlakuan tanpa mulsa. Pada umur tanaman 6 MST, tinggi tanaman
pada perlakuan mulsa ketebalan 9 cm nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa mulsa, ketebalan mulsa 3 cm dan 12 cm, namun tidak berbeda
nyata dengan tinggi tanaman pada perlakuan mulsa ketebalan 6 cm. Pada umur
tanaman 7 MST, tinggi tanaman pada mulsa ketebalan 9 cm juga nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan yang lain (Tabel 1). Pemberian
mulsa mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam hal menyimpan air, mencegah
penguapan serta menjaga kelembaban tanah. Sirajuddin dan Lasmini (2010)
melaporkan bahwa mulsa jerami dengan ketebalan 7 cm memperlihatkan hasil
tertinggi terhadap tinggi tanaman jagung yaitu 166.94 cm dan berat 10 tongkol
jagung sebesar 2.49 kg dibandingkan ketebalan mulsa 3 cm dan 5 cm.
Frekuensi irigasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman
kacang hijau dari umur 2 MST hingga 7 MST. Perlakuan frekuensi irigasi 4 hari
sekali menghasilkan tinggi tanaman paling tinggi pada umur 6 MST dan 7 MST.
Frekuensi irigasi 2 hari sekali nyata lebih rendah mulai umur 4 MST (Tabel 1).
Pemberian air yang berlebihan dapat mengakibatkan tanaman kacang hijau mati.
Pada tanaman kentang, penyakit busuk daun disebabkan oleh kelembaban tanah di
sekitar pertanaman kentang meningkat akibat kelebihan air berkisar antara 7.51-

6
18.04 mm per periode pemberian air atau 2.50-3.01 mm per hari, serta mengalami
kekeringan disebabkan oleh volume air yang diberikan pada periode pembentukan
umbi hanya 393.75 ml dan interval 9 hari tidak cukup untuk memenuhi laju
evapotranspirasi (Sutrisna dan Surdianto 2007).
Tabel 1 Tinggi tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami dan
frekuensi irigasi
Tinggi tanaman (cm)a
Perlakuan
Mulsa:
0 cm (M1)
3 cm (M2)
6 cm (M3)
9 cm (M4)
12 cm (M5)
Frekuensi irigasi:
2 hari (I1)
4 hari (I2)
6 hari (I3)
8 hari (I4)
Interaksi

2 MST

3 MST

4 MST

5 MST

6 MST 7 MST

25.25c
28.35ab
28.17ab
27.70b
29.71a

33.35d
39.74a
36.18c
37.39bc
38.53ab

47.94b
50.82a
48.62b
49.24ab
48.34b

59.76c
60.62bc
60.04c
66.42a
63.07b

72.90c
74.36c
81.75a
83.78a
78.40b

81.84d
85.47c
89.44b
92.78a
88.24b

28.35a
25.29b
29.04a
28.66a
**

36.61b
34.98c
37.64b
38.94a
**

45.72b
49.88a
50.12a
50.25a
**

56.23c
63.32b
61.90b
66.48a
**

68.66d
84.33a
77.93c
82.04b
**

75.86d
94.18a
88.30c
91.87b
**

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Ketebalan mulsa tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah cabang
tanaman kacang hijau dari umur 2 hingga 5 MST. Pada umur 6 dan 7 MST,
jumlah cabang pada perlakuan ketebalan mulsa 9 cm nyata lebih banyak
dibandingkan dengan tanpa mulsa tetapi tidak berbeda nyata dengan jumlah
cabang pada perlakuan mulsa 3 cm, 6 cm dan 12 cm. Pada umur tanaman 6 dan 7
MST, jumlah cabang pada perlakuan frekuensi irigasi 4 hari sekali nyata lebih
banyak dibandingkan dengan frekuensi irigasi 2 hari sekali namun tidak berbeda
nyata dengan frekuensi irigasi 6 dan 8 hari sekali (Tabel 2). Frekuensi irigasi
paling rendah adalah frekuensi irigasi paling baik karena dapat menghemat air.
Tabel 2 Jumlah cabang tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa
jerami dan frekuensi irigasi
Perlakuan
Mulsa:
0 cm (M1)
3 cm (M2)
6 cm (M3)
9 cm (M4)
12 cm (M5)

Jumlah cabanga
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
0.7a
0.7a
0.7a
0.8a
0.7a

1.3a
1.3a
1.2a
1.2a
1.2a

1.6a
1.7a
1.6a
1.6a
1.7a

1.8a
1.8a
1.8a
1.9a
1.8a

3.7b
4.2ab
4.4ab
4.7a
4.5a

4.1b
4.6ab
4.7a
5.0a
4.9a

7
Perlakuan
Frekuensi irigasi:
2 hari (I1)
4 hari (I2)
6 hari (I3)
8 hari (I4)
Interaksi

Jumlah cabanga
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
0.7a
0.7a
0.7a
0.8a
tn

1.3a
1.3a
1.2a
1.3a
*

1.6a
1.6a
1.7a
1.6a
tn

1.6b
1.9a
1.8ab
1.9a
tn

3.4b
4.9a
4.4a
4.6a
**

4.1b
5.1a
4.6a
4.9a
**

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Pemberian mulsa organik secara nyata juga mempengaruhi peningkatan
jumlah daun, luas daun, bobot segar dan bobot kering tajuk, bobot segar dan bobot
kering akar. Peningkatan komponen pertumbuhan akan diikuti oleh peningkatan
indeks luas daun dan laju pertumbuhan tanaman (Sunghening 2012). Perlakuan
ketebalan mulsa jerami tidak mempengaruhi jumlah daun trifoliat. Pada awal
periode tumbuh hingga umur 3 MST, semua perlakuan frekuensi irigasi tidak
berbeda nyata karena kebutuhan air tanaman masih rendah pada awal
pertumbuhan. Jumlah daun trifoliat kacang hijau pada frekuensi irigasi 2 hari
sekali nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan irigasi yang lainnya pada umur
5 MST, tetapi saat umur 6 dan 7 MST tidak berbeda nyata dengan irigasi 6 hari
sekali (Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan
mulsa jerami dan frekuensi irigasi
Perlakuan
Mulsa:
0 cm (M1)
3 cm (M2)
6 cm (M3)
9 cm (M4)
12 cm (M5)
Frekuensi irigasi:
2 hari (I1)
4 hari (I2)
6 hari (I3)
8 hari (I4)
Interaksi
a

Jumlah daun trifoliet (helai)a
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
0.9a
0.9a
0.9a
0.9a
0.9a

1.4a
1.5a
1.5a
1.4a
1.4a

3.2a
3.5a
3.3a
3.2a
3.2a

4.6a
4.6a
4.6a
4.6a
4.6a

5.2a
5.8a
5.6a
6.0a
6.0a

5.9a
6.0a
6.1a
6.3a
6.6a

0.9a
0.9a
1.0a
0.9a
tn

1.4a
1.5a
1.4a
1.5a
tn

2.9b
3.5a
3.3ab
3.4a
tn

3.8b
4.9a
4.5a
4.8a
tn

4.9c
6.5a
5.6bc
6.0ab
tn

5.7b
6.6a
6.1ab
6.4a
tn

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

8
Irigasi berlebihan pada tanaman kacang hijau akan menyebabkan kelayuan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian mulsa tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun pada tanaman lidah buaya (Santosa 2003). Pada
kondisi tingkat ketersediaan air dan suhu tanah yang memadai, maka tanaman
dapat menyerap air dan unsur hara yang cukup serta mampu melangsungkan
proses-proses fisiologisnya dengan baik. Dengan berlangsungnya berbagai proses
fisiologis dengan baik maka akan menunjang terjadinya peningkatan pertumbuhan
tanaman (Yakup 2008).

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Komponen Produksi Kacang Hijau
Jumlah polong dan bobot kering panen biji pada perlakuan ketebalan mulsa
9 cm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ketebalan mulsa 0 cm, 3
cm dan 6 cm, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah polong dan bobot kering
panen biji pada perlakuan ketebalan mulsa 12 cm. Bobot kering oven biji pada
perlakuan ketebalan mulsa 9 cm nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Bobot kering panen 10 butir kacang hijau pada perlakuan 12
cm nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan mulsa ketebalan 0 cm,
3 cm dan 9 cm, namun tidak berbeda nyata dengan bobot kering panen 10 butir
pada perlakuan mulsa 6 cm. Pada bobot kering oven 10 butir, perlakuan mulsa
ketebalan 9 cm nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Pada
perlakuan frekuensi irigasi, jumlah polong dan bobot kering panen biji pada
frekuensi irigasi 4 hari sekali nyata lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
polong pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, namun tidak berbeda nyata dengan
frekuensi irigasi 2 hari dan 6 hari sekali. Bobot kering oven biji pada frekuensi
irigasi 4 hari sekali nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan frekuensi irigasi 2
dan 8 hari, namun tidak berbeda nyata dengan irigasi 6 hari sekali. Semua
perlakuan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap bobot kering panen 10
butir, sedangkan pada bobot kering oven 10 butir perlakuan frekuensi irigasi 2
hari sekali nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 4).
Tabel 4 Komponen produksi kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami
dan frekuensi irigasi

Perlakuan
Mulsa:
0 cm (M1)
3 cm (M2)
6 cm (M3)
9 cm (M4)
12cm (M5)

Jumlah
polong/polybag
10.1c
12.8b
11.1bc
16.7a
15.6a

Komponen produksia
BK panen
BK oven
BK panen10
biji/polybag biji/polybag butir/polybag
(g)
(g)
(g)
5.935c
8.013b
7.655b
9.919a
9.409a

4.686e
6.272c
5.601d
8.409a
7.680b

0.892b
0.912b
0.951ab
0.859b
1.033a

BK oven 10
butir/polybag
(g)
0.765a
0.802a
0.812a
0.696b
0.773a

9

Perlakuan
Frekuensi
irigasi:
2 hari (I1)
4 hari (I2)
6 hari (I3)
8 hari (I4)
Interaksi

Jumlah
polong/polybag

13.8a
14.8a
12.9ab
11.4b
tn

Komponen produksia
BK panen
BK oven
BK panen10
biji/polybag biji/polybag butir/polybag
(g)
(g)
(g)

8.162ab
8.821a
8.490a
7.272b
*

6.497b
7.096a
6.703ab
5.822c
**

0.945a
0.907a
0.891a
0.976a
**

BK oven 10
butir/polybag
(g)

0.701b
0.791a
0.804a
0.783a
**

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Sinukaban (2007) mengemukakan bahwa dalam jangka waktu satu musim
tanam, mulsa belum nyata meningkatkan produksi. Pada musim tanam pertama,
pemberian mulsa jerami padi atau jerami jagung sebanyak 6 ton ha-1 belum nyata
meningkatkan produksi polong atau biji kering kacang tanah, tetapi dapat dilihat
bahwa pertumbuhan tanaman pada perlakuan mulsa lebih baik daripada tanpa
mulsa.
Interval waktu penyiraman dan waktu tanam kacang hijau berpengaruh
nyata terhadap umur berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah polong per
rumpun, persentase polong hampa, bobot 1000 butir dan hasil tanaman kacang
hijau. Pada sistem tumpang sari jagung-kacang hijau, interval penyiraman setiap 4
hari sekali nyata meningkatkan hasil jagung dan kacang hijau serta komponen
hasil kedua tanaman dibandingkan dengan frekuensi pemberian air setiap 6 hari
sekali, namun tidak berbeda dengan penyiraman setiap 2 hari sekali (Sabaruddin
et al. 2011).

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman Kacang
Hijau
Pemberian mulsa berpengaruh nyata terhadap nilai evapotranspirasi pada
tanaman kacang hijau. Nilai evapotranspirasi saat tanaman berumur 2 hingga 6
MST pada perlakuan tanpa mulsa nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan
ketebalan mulsa 9 cm dan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan mulsa
ketebalan 3 dan 6 cm. Nilai evapotranspirasi saat tanaman berumur 6 hingga 8
MST pada perlakuan mulsa ketebalan 3 cm nyata lebih rendah dibandingkan
mulsa ketebalan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada saat tanaman berumur lebih dari 8 MST, nilai evapotranspirasi pada mulsa 3
cm nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa, mulsa ketebalan 9
cm dan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan mulsa ketebalan 6 cm. Nilai
evapotranspirasi pada perlakuan frekuensi irigasi 8 hari sekali umumnya nyata
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata
pada frekuensi irigasi 6 hari sekali saat tanaman berumur 4 hingga 6 MST. Nilai

10
efisiensi penggunaan air pada mulsa ketebalan 9 cm nyata lebih tinggi
dibandingkan perlakuan tanpa mulsa dan mulsa ketebalan 6 cm, namun tidak
berbeda nyata dengan mulsa ketebalan 3 cm dan 12 cm. Nilai efisiensi
penggunaan air pada perlakuan frekuensi irigasi 8 hari sekali nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan semua perlakuan yang diuji (Tabel 5). Pada penelitian ini
dapat dilihat bahwa pengaruh mulsa dapat menurunkan laju evaporasi, namun
belum tentu menurunkan laju transpirasi tanaman, sehingga perlakuan mulsa lebih
tebal belum tentu dapat menurunkan laju evapotranspirasi. Laju evapotranspirasi
juga dipengaruhi oleh fase pertumbuhan dan umur tanaman.
Tabel 5 Pengaruh ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap
evapotranspirasi (Et) dan efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman
kacang hijau
Perlakuan
Mulsa:
0 cm (M1)
3 cm (M2)
6 cm (M3)
9 cm (M4)
12 cm (M5)
Frekuensi irigasi:
2 hari (I1)
4 hari (I2)
6 hari (I3)
8 hari (I4)
Interaksi

Nilai Et tanaman (mm/hari)a
Nilai EPA (g/L)a
2-4 MST 4-6 MST 6-8 MST >8 MST
3.85b
4.96ab
4.87ab
5.46a
6.06a
10.32a
4.41b
3.31c
2.11d
**

4.63b
5.14b
5.08b
6.68a
7.48a

5.46b
5.05b
5.10b
5.89b
7.19a

5.65a
4.50b
5.13ab
5.78a
6.00a

0.392c
0.602ab
0.515bc
0.687a
0.558ab

10.62a
5.83b
3.92c
2.84c
**

9.68a
5.93b
4.70c
2.64d
**

9.25a
5.57b
4.14c
2.68d
**

0.242d
0.482c
0.619b
0.860a
*

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi sebesar 4 mm per hari yang
berarti total kebutuhan air tanaman jagung dan kacang hijau yang ditanam secara
tumpangsari adalah 680 mm. Oleh karena itu, maka penyiraman setiap 4 hari
setara 2.5 mm per hari atau 250 mm selama periode pertumbuhan tanaman sudah
dapat mengisi kandungan air tanah yang hilang melalui evapotranspirasi
(Sabaruddin et al, 2008).
Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Vegetatif Tanaman Kacang Hijau
Tinggi Tanaman
Perlakuan mulsa ketebalan 12 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi pada umur 7 MST, namun tidak berbeda

11
nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 3 cm, 6 cm dan 9 cm yang masingmasing diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 4).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.059x2 +
0.607x + 75.42 (R2=0.012), sehingga ketebalan mulsa optimum yaitu mulsa
ketebalan 5.14 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y
= -0.584x2 + 7.483x + 80.85 (R2=0.977), sehingga ketebalan mulsa optimum
adalah mulsa ketebalan 6.41 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva
responnya adalah y = 0.195x2 - 1.827x + 88.73 (R2=0.896), sehingga penambahan
mulsa di atas 12 cm masih dapat meningkatkan tinggi tanaman. Pada frekuensi
irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.09x2 + 2.886x + 79.40
(R2=0.885), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa dengan
ketebalan 16.03 cm (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa pada lahan tadah
hujan, mulsa yang lebih tebal diperlukan jika hari hujan semakin berkurang.

Gambar 2 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap tinggi tanaman kacang hijau
Jumlah Cabang
Pertumbuhan kacang hijau tidak akan normal bila tidak cukup air selama
perkecambahan berlangsung. Pada umumnya biji akan menjerap air sekitar 50%
dari beratnya. Air yang dijerap tersebut harus tersedia di dalam tanah (Irwan
2005).
Perlakuan mulsa ketebalan 12 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali
menghasilkan jumlah cabang tertinggi pada umur 7 MST, namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 6 cm dengan frekuensi irigasi setiap 4
dan 6 hari sekali, mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi setiap 4, 6, dan 8
hari sekali, serta mulsa setebal 12 cm yang diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel
lampiran 5).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.003x2 +
0.004x + 4.202 (R2=0.335), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah mulsa

12
ketebalan 0.67 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y
= -0.021x2 + 0.393x + 3.854 (R2=0.977), sehingga ketebalan mulsa optimum
adalah mulsa ketebalan 9.36 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva
responnya adalah y = -0.024x2 + 0.311x + 4.077 (R2=0.838), sehingga ketebalan
mulsa optimum adalah 6.48 cm. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva
responnya adalah y = 0.019x2 - 0.094x + 4.397 (R2=0.862), sehingga penambahan
mulsa di atas 12 cm masih dapat meningkatkan jumlah cabang tanaman kacang
hijau (Gambar 3).

Gambar 3 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan
frekuensi irigasi terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau

Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Komponen Produksi Kacang Hijau
Bobot Kering Panen Biji
Perlakuan mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 4 hari sekali
menghasilkan bobot kering panen biji kacang hijau tertinggi, namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 3 cm dengan semua perlakuan frekuensi
irigasi, mulsa ketebalan 6 cm yang diirigasi setiap 2 dan 4 hari sekali, mulsa
ketebalan 9 cm yang diirigasi setiap 2, 4 dan 6 hari sekali, serta mulsa dengan
ketebalan 12 cm dengan semua perlakuan irigasi (Tabel lampiran 6).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.047x2 +
0.746x + 6.227 (R2=0.657), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa
ketebalan 7.94 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y
= 0.014x2 + 0.128x + 7.270 (R2=0.800), sehingga ketebalan mulsa lebih dari 12
cm masih dapat meningkatkan bobot kering panen biji kacang hijau. Pada
frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva responnya adalah y = 6.496e0.041x (R2=0.824),
sehingga penambahan mulsa lebih dari 12 cm masih dapat meningkatkan bobot

13
kering panen biji kacang hijau. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva
responnya adalah y = -0.045x2 + 0.895x + 4.347 (R2=0.876), sehingga ketebalan
mulsa optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 9.94 cm (Gambar 4).

Gambar 4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap bobot kering panen biji kacang hijau
Bobot Kering Oven Biji
Perlakuan mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 4 hari sekali
menghasilkan bobot kering oven biji kacang hijau tertinggi, namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 9 cm yang diirigasi 2 hari sekali dan 6
hari sekali, serta mulsa ketebalan 12 cm yang diirigasi 4 hari sekali dan 6 hari
sekali (Tabel lampiran 7). Jadi, ketebalan mulsa 9 cm dengan frekuensi irigasi 6
hari sekali dapat dipilih sebagai perlakuan yang menghasilkan produksi tertinggi
yaitu sebesar 8.913 g (bobot kering oven biji), atau 10.250 g (bobot kering simpan
dengan kadar air 15%).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.021x2 +
0.471x + 4.841 (R2=0.546), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah pada
mulsa ketebalan 11.21 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya
adalah y = 5.484e0.039x (R2=0.695), sehingga penambahan mulsa lebih dari 12 cm
masih dapat meningkatkan bobot kering oven biji kacang hijau. Pada frekuensi
irigasi 6 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.011x2 + 0.146x + 5.198
(R2=0.633), sehingga ketebalan mulsa lebih dari 12 cm masih dapat meningkatkan
bobot kering oven biji kacang hijau. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva
responnya adalah y = -0.027x2 + 0.638x + 3.491 (R2=0.829), sehingga ketebalan
mulsa optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 11.81 cm (Gambar 5).

14

Gambar 5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap bobot kering oven biji kacang hijau

Bobot Kering Panen 10 Butir
Suganda et al. (1997) mengemukakan bahwa apabila terjadi kelebihan atau
kekurangan air, maka keadaan lingkungan fisik akar tanaman tidak dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Kartasapoetra
(2004), manfaat pemulsaan diantaranya mempertahankan kelembaban tanah dan
suhu tanah sehingga mendorong pemberian unsur hara oleh akar tanaman.
Perlakuan mulsa ketebalan 6 cm dengan frekuensi irigasi 6 hari sekali
menghasilkan bobot kering panen 10 butir tertinggi, namun tidak berbeda nyata
bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan mulsa dengan ketebalan 3 cm
yang diirigasi 8 hari sekali (Tabel lampiran 8).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.012x2 0.121x + 1.000 (R2=0.986), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa
ketebalan 5.04 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y
= 0.001x2 - 0.019x + 0.942 (R2=0.061), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah
mulsa ketebalan 9.5 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva responnya
adalah y = -0.005x2 + 0.072x + 0.752 (R2=0.827), sehingga ketebalan mulsa
optimum adalah 7.2 cm. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya
adalah y = -0.002x2 + 0.031x + 0.941 (R2=0.272), sehingga ketebalan mulsa
optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 7.75 cm (Gambar 6).

15

Gambar 6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau

Bobot Kering Oven 10 Butir
Perlakuan mulsa dengan ketebalan 3 cm yang diirigasi setiap 8 hari sekali
serta mulsa dengan ketebalan 6 cm yang diirigasi setiap 6 hari sekali
menghasilkan bobot kering oven 10 butir tertinggi, namun tidak berbeda nyata
pada perlakuan tanpa mulsa yang diirigasi setiap 2 dan 4 hari sekali, perlakuan
mulsa dengan ketebalan 3 cm, 6 cm, dan 12 cm dengan frekuensi irigasi 4, 6, dan
8 hari sekali, serta mulsa dengan ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 6 hari
sekali (Tabel lampiran 9).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.003x2 0.048x + 0.801 (R2=0.850), sehingga penambahan mulsa di atas 12 cm masih
dapat meningkatkan bobot kering oven 10 butir kacang hijau. Pada frekuensi
irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.001x2 - 0.025x + 0.841
(R2=0.140), sehingga penambahan mulsa lebih dari 12 cm masih dapat
meningkatkan bobot kering oven 10 butir kacang hijau. Pada perlakuan frekuensi
irigasi 6 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.003x2 + 0.043x + 0.746
(R2=0.600), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah mulsa dengan ketebalan
7.17 cm. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.003x2
+ 0.035x + 0.736 (R2=0.349), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah mulsa
dengan ketebalan 5.83 cm (Gambar 7).

16

Gambar 7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau
Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap
Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman Kacang
Hijau
Nilai Evapotranspirasi (Et) 2-4 MST
Perlakuan mulsa dengan ketebalan 9 cm yang diirigasi setiap 8 hari sekali
memiliki nilai evapotranspirasi terendah saat tanaman berumur 2-4 MST.
Interaksi perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan mulsa 3 cm, 6 cm, 9
cm dan 12 cm dengan frekuensi irigasi 2 hari sekali, serta mulsa 12 cm yang
diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 10).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.099x2 +
1.924x + 3.411 (R2=0.858), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah 9.72 cm.
Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.002x2 + 0.075x
+ 3.811 (R2=0.376), sehingga penambahan mulsa lebih dari 12 cm dapat
meningkatkan nilai evapotranspirasi. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva
responnya adalah y = 0.009x2 - 0.110x + 3.479 (R2=0.856), sehingga penambahan
mulsa lebih dari 12 cm dapat meningkatkan nilai evapotranspirasi. Pada frekuensi
irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.019x2 - 0.187x + 2.172
(R2=0.697), sehingga penambahan mulsa lebih dari 12 cm dapat meningkatkan
nilai evapotranspirasi (Gambar 8).

17

Gambar 8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau
umur 2-4 MST
Nilai Evapotranspirasi (Et) 4-6 MST
Ketersediaan air di dalam tanah merupakan salah satu faktor lingkungan
abiotik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pada tanaman nilam, setelah 120 hari ditanam pada tanah jenuh air tanpa
penyiraman di dalam rumah kaca fiber, semua varietas atau nomor yang diuji
terlihat mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan gugurnya sebagian daun tua
dimana besarnya tingkat hambatan terlihat beragam antar varietas atau nomor
nilam yang diuji (Djazuli 2010).
Perlakuan tanpa mulsa yang diirigasi 8 hari sekali memiliki nilai
evapotranspirasi terendah pada umur tanaman 4 hingga 6 MST. Interaksi tersebut
berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa, mulsa ketebalan 3 cm hingga 12 cm
yang masing-masing diirigasi 2 hari sekali serta perlakuan mulsa 9 cm dan 12 cm
yang masing-masing diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 10).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.033x2 +
0.285x + 7.085 (R2=0.896), sehingga penambahan mulsa lebih dari 12 cm dapat
meningkatkan nilai evapotranspirasi tanaman. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali,
kurva responnya adalah y = 0.011x2 + 0.069x + 4.798 (R2=0.989), sehingga
penambahan mulsa lebih dari 12 cm dapat meningkatkan nilai evapotranspirasi.
Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.027x2 - 0.315x
+ 4.355 (R2=0.943), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah 5.83 cm. Pada
frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.010x2 - 0.061x +
2.519 (R2=0.831), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah mulsa ketebalan
3.05 cm (Gambar 9).

18

Gambar 9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau
umur 4-6 MST
Nilai Evapotranspirasi (Et) 6-8 MST
Perlakuan mulsa ketebalan 6 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali
memiliki nilai evapotranspirasi terendah saat tanaman berumur 6-8 MST, namun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa 3 cm dengan frekuensi irigasi 4 hari
sekali, kombinasi perlakuan tanpa mulsa, mulsa 3 cm hingga ketebalan 9 cm yang
masing-masing diirigasi setiap 6 hari sekali, serta perlakuan tanpa mulsa, mulsa 3
cm, 9 cm dan 12 cm yang masing-masing dikombinasikan dengan frekuensi
irigasi setiap 8 hari sekali (Tabel lampiran 10). Pemakaian mulsa sangat menekan
evapotranspirasi karena mulsa dapat menurunkan tahanan permukaan tanah.
Pola evapotranspirasi harian sangat bermanfaat sebagai peringatan dini akan
turunnya produksi akibat kekurangan konsumsi air. Dengan mengetahui tanda
seawal mungkin akan kekurangan konsumsi air, maka dapat segera dilakukan
perbaikan suplai air atau faktor-faktor lain yang menghambat evapotranspirasi
(Sulistyono et al. 2005). Evapotranspirasi yang tidak berbeda menyebabkan
produksi yang tidak berbeda karena besarnya produksi adalah hasil kali antara
efisiensi pemakaian air dengan evapotranspirasi (Sulistyono et al. 2006).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.072x2 0.468x + 8.586 (R2=0.995), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa
ketebalan 3.25 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y
= 0.028x2 - 0.268x + 6.024 (R2=0.795), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah
mulsa ketebalan 4.79 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva responnya
adalah y = 0.018x2 - 0.186x + 4.828 (R2=0.731), sehingga ketebalan mulsa
optimum adalah 5.17 cm. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya
adalah y = 0.013x2 - 0.091x + 2.464 (R2=0.958), sehingga ketebalan mulsa
optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 3.50 cm (Gambar 10).

19

Gambar 10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau
umur 6-8 MST

Nilai Evapotranspirasi (Et) >8 MST
Mulsa ketebalan 3 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali memiliki nilai
evapotranspirasi paling rendah saat tanaman berumur lebih dari 8 MST, namun
interaksi tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa dan semua
perlakuan mulsa yang sama-sama diirigasi 6 hari sekali, serta perlakuan tanpa
mulsa, mulsa 6 cm, 9 cm, dan 12 cm yang sama-sama diirigasi 8 hari sekali (Tabel
lampiran 10).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.036x2 0.193x + 8.435 (R2=0.634), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah pada
mulsa ketebalan 2.68 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya
adalah y = 0.018x2 - 0.223x + 5.939 (R2=0.433), sehingga ketebalan mulsa
optimum adalah mulsa ketebalan 6.19 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali,
kurva responnya adalah y = 0.015x2 - 0.197x + 4.513 (R2=0.872), sehingga
ketebalan mulsa optimum adalah 6.57 cm. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali,
kurva responnya adalah y = 0.017x2 - 0.171x + 2.748 (R2=0.881), sehingga
ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 5.03 cm (Gambar
11).

20

Gambar 11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau
umur >8 MST
Nilai Efisiensi Penggunaan Air (EPA)
Perlakuan mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali
memiliki nilai EPA tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa
ketebalan 6 cm, 9 cm, dan 12 cm yang diirigasi 8 hari sekali, serta mulsa 9 cm dan
12 cm yang diirigasi 6 hari sekali (Tabel lampiran 11). Perubahan efisiensi
pemakaian air untuk jagung 1.52 menjadi 1.94 kg m–3 akibat penggunaan mulsa
dan irigasi dibandingkan kontrol (Fan et al. 2005). Efisiensi irigasi meningkat
karena mulsa dapat menurunkan aliran permukaan, meningkatkan pergerakan air
ke samping dan meningkatkan kelembaban tanah (Shock et al. 1999).
Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.001x2 +
0.012x + 0.235 (R2=0.661), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah pada
mulsa ketebalan 6 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah
y = -0.001x2 + 0.027x + 0.389 (R2=0.372), sehingga ketebalan mulsa optimum
adalah mulsa ketebalan 13.5 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva
responnya adalah y = 0.472e0.040x (R2=0.554), sehingga penambahan mulsa lebih
dari 12 cm masih dapat meningkatkan nilai EPA. Pada frekuensi irigasi 8 hari
sekali, kurva responnya adalah y = -0.009x2 + 0.131x + 0.562 (R2=0.692),
sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 7.28 cm
(Gambar 12).

21

Gambar 12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi
irigasi terhadap efisensi penggunaan air (EPA) tanaman
kacang hijau

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Perlakuan ketebalan mulsa dan frekuensi irigasi pada tanaman kacang hijau
masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komponen
vegetatif, komponen produksi, nilai evapotranspirasi setiap umur tanaman dan
nilai efisiensi penggunaan air pada tanaman kacang hijau. Interaksi yang nyata
terdapat pada komponen vegetatif dan komponen produksi tanaman kacang hijau,
kecuali jumlah daun trifoliat dan jumlah polong. Ketebalan mulsa tidak
mempengaruhi jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau. Perlakuan tanpa mulsa
berbeda nyata lebih rendah terhadap jumlah polong. Produksi maksimal diperoleh
dengan perlakuan frekuensi irigasi 6 hari sekali atau keadaan air tanah sebelum
irigasi sebesar 72.63 %AT saat umur tanaman 2-4 MST, 68.95 %AT saat umur
tanaman 4-6 MST, 62.14 %AT saat umur tanaman 6-8 MST, 66.99 %AT saat
tanaman umur >8 MST, dengan ketebalan mulsa 9 cm.
Saran
Perlu dilakukan implementasi hasil penelitian ini di lahan dengan berbagai
nilai hari hujan.

22

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi tanaman pangan di Indonesia [Internet].
[diunduh 2013 Jan 8]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Road map peningkatan produksi
kacang tanah dan kacang hijau tahun 2010-2014 [Internet]. [diunduh 2013
Jan 8]. Tersedia pada: tanamanpangan.deptan.go.id.
Djazuli M. 2010. Pe