Analisis Gender terhadap Tingkat Perlindungan dan Kesejahteraan Buruh Industri Pabrik CV TKB di Bogor

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT
PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH
INDUSTRI PABRIK CV TKB DI BOGOR

AYU ANJARTIKA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Gender
terhadap Tingkat Perlindungan dan Kesejahteraan Buruh Industri Pabrik CV TKB
di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Ayu Anjartika
NIM I34090036

ABSTRAK
AYU ANJARTIKA. Analisis Gender terhadap Tingkat Perlindungan dan
Kesejahteraan Buruh Industri Pabrik CV TKB di Bogor. Dibimbing oleh TITIK
SUMARTI.
Tingkat perlindungan tenaga kerja dalam CV TKB dianalisis dengan
analisis gender. Alat analisis gender pada penelitian ini adalah akses buruh lakilaki dan perempuan terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja dan kontrol
buruh laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja.
Sedangkan kesejahteran buruh dianalisis pula dengan analisis gender. Alat analisis
gender yang digunakan adalah manfaat terhadap pemenuhan kebutuhan praktis
dan strategis buruh laki-laki dan perempuan CV TKB. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa buruh laki-laki memiliki akses dan kontrol terhadap sumber
daya perlindungan tenaga kerja yang lebih besar dari buruh perempuan. Tingkat
kesejahteraan buruh laki-laki dan perempuan sama-sama tergolong masih rendah.
Kata kunci: analisis gender, perlindungan, kesejahteraan, akses, kontrol


ABSTRACT
AYU ANJARTIKA. Gender Analysis of the Labour Welfare and Protection Level
Industry Factory CV TKB in Bogor. Supervised by TITIK SUMARTI.
The level of labor protection in CV TKB analyzed by gender analysis.
Gender analysis tools in the study were male workers access of women to
resources and the protection of labor and workers' control of men and women to
the labor protection of resources. While welfare workers also analyzed by gender
analysis. Gender analysis tools used are the benefits of the practical and strategic
needs male workers and female CV TKB. The results showed that male workers
have access to and control of resources of labor protections that are larger than
female workers. Level of welfare workers men and women alike still low.
Keywords: gender analysis, protection, welfare, access, control

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT
PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH
INDUSTRI PABRIK CV TKB DI BOGOR

AYU ANJARTIKA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Gender terhadap Tingkat Perlindungan dan
Kesejahteraan Buruh Industri Pabrik CV TKB di Bogor
Nama
: Ayu Anjartika
NIM
: I34090036

Disetujui oleh


Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Sang Maha Pengasih dan
Penyayang yang telah melimpahkan Rahmat dan HidayahNya yang tak ternilai
sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul “Analisis Gender terhadap
Tingkat Perlindungan dan Kesejahteraan Buruh Industri Pabrik CV TKB di
Bogor”. Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Titik
Sumarti sebagai dosen Pembimbing yang telah memberikan saran serta masukan
selama proses penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Winati Wigna selaku penguji utama dan Bapak Martua Sihaloho
selaku penguji wakil departemen yang memberikan kritik dan saran yang
membangun terhadap skripsi ini. Penulis menyampaikan pula rasa hormat serta
terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Baskoro
dan Ibunda Zuhartina yang telah memberi dukungan moril dan materil, dan juga
kepada kakak dan adik tersayang, Prita Puspasari dan Ryan Seftianto yang selalu
memberi semangat kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada para sahabat tercinta Zela, Femi, Bonita, Molin, teman-teman
seperjuangan akselerasi lainnya serta teman-teman SKPM 46 yang telah
menemani dan memberi semangat kepada penulis selama penulisan skripsi dan
menjalani perkuliahan di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula
kepada Kak Syakir, Bang Jabbar, dan Mas Ade yang telah membantu di dalam
penulisan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013
Ayu Anjartika


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Industri dan Industrialisasi Pedesaan
Ketenagakerjaan dan Kondisi Buruh Industri Pabrik
Perlindungan Tenaga Kerja
Kesejahteraan Buruh
Konsep Gender dan Jenis Kelamin
Gender dan Pembangunan
Pengarusutamaan Gender (PUG), Keadilan dan Kesetaraan Gender
Isu-isu Ketidakadilan Gender
Alat Analisis Gender

Gender dalam Perburuhan di Sektor Industri
Kerangka Penelitian
Hipotesis
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pendekatan Penelitian
Teknik Penentuan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM PROFIL PERUSAHAAN
Visi dan Misi Perusahaan
Struktur Organisasi CVTKB
Proses Rekrutmen
Proses Seleksi
Proses Produksi Pakaian
Hasil Produksi
KARAKTERISTIK BURUH INDUSTRI PABRIK CV TKB
Umur
Status Pernikahan

Tingkat Pendidikan
Status Kerja
Lama Bekerja
Ikhtisar

ix
x
x
1
1
3
3
4
5
5
6
7
8
8
9

10
11
11
12
14
14
15
17
17
17
17
17
18
19
20
20
21
22
22
23

24
24
25
25
26
27
27

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK
INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB
Akses Buruh terhadap Sumber Daya Perlindungan Tenaga Kerja
Kontrol Buruh terhadap Sumber Daya Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Umur dengan Akses terhadap Sumber Daya Perlindungan
Tenaga Kerja
Hubungan Status Pernikahan dengan Akses terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Status Kerja dengan Akses terhadap Sumber Daya

Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Lama Bekerja dengan Akses terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Umur dengan Kontrol terhadap Sumber Daya Perlindungan
Tenaga Kerja
Hubungan Status Pernikahan dengan Kontrol terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kontrol terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Status Kerja dengan Kontrol terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Hubungan Lama Bekerja dengan Kontrol terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga Kerja
Ikhtisar
TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA
DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA
Manfaat terhadap Pemenuhan Kebutuhan Praktis Buruh CV TKB
Manfaat terhadap Pemenuhan Kebutuhan Strategis Buruh CV TKB
Tingkat Kesejahteraan Buruh
Hubungan Akses terhadap Sumber Daya Perlindungan Tenaga Kerja
dengan Tingkat Kesejahteraan
Hubungan Kontrol terhadap Sumber Daya Perlindungan Tenaga Kerja
dengan Tingkat Kesejahteraan
Ikhtisar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

29
29
31
32
33
34
35
36
37
38
38
39
40
41

43
43
44
46
47
47
48
49
49
50
51
53
72

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

Data aliansi buruh Bekasi-Bogor (AB3) tahun 2007 tentang
kondisi kerja di Bogor-Bekasi
Definisi operasional penelitian analisis gender terhadap tingkat
perlindungan dan kesejahteraan buruh industri pabrik CV TKB
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut golongan
umur dan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status
pernikahandan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat
pendidikan, dan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status kerja
dan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut lama bekerja
dan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut akses
terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja dan jenis
kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut kontrol
terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja dan jenis
kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut umur dan
akses terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja di CV
TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status
pernikahan dan akses terhadap sumber daya perlindungan tenaga
kerja di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat
pendidikan dan akses terhadap sumber daya perlindungan tenaga
kerja di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status kerja
dan akses terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja di
CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut lama bekerja
dan akses terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja di
CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut umur dan
kontrol terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja di CV
TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status
pernikahan dan kontrol terhadap sumber daya perlindungan
tenaga kerja di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat
pendidikan dan kontrol terhadap sumber daya perlindungan
tenaga kerja di CV TKB, 2012

13
15
24
25
26
26
27

29

32

33

34

35

36

37

37

38

39

18

19

20
21

22
23

24

Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status kerja
dan kontrol terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja di
CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut lama bekerja
dan kontrol terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja di
CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut manfaat
praktis yang diterima buruh dan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut manfaat
strategis yang diterima buruh dan jenis kelamin di CV TKB,
2012
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat
kesejahteraan buruh dan jenis kelamin di CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan menurut akses
terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja responden di
CV TKB, 2012
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan menurut kontrol
terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja responden di
CV TKB, 2012

40

40
43

45
46

47

48

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap
Perlindungan dan Kesejahteraan Buruh Industri Pabrik
2 Struktur organisasi CV TKB

Tingkat
14
20

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4

Peta Lokasi
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian
Dokumentasi

55
56
64
68

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jumlah angkatan kerja di Indonesia setiap tahunnya cenderung mengalami
peningkatan. Begitu pula dengan jumlah penduduk yang bekerja pun mengalami
peningkatan. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 20042011 dalam BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2010
mencapai 116.5 juta orang dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar
67.72%, bertambah menjadi 119.3 juta orang pada Februari 2011 dengan tingkat
partisipasi angkatan kerja sebesar 69.96%. Tingkat partisipasi angkatan kerja
tahun 2010 terpilah jenis kelamin, yaitu laki-laki sebesar 83.8 dan perempuan
sebesar 51.8. Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan sesuai kegiatan
ekonomi pada tahun 2010, yaitu dalam pertanian sebesar 38.3%, perindustrian
sebesar 19.3%, dan jasa sebesar 42.3%. Pada data BPS (2011), selama enam bulan
terakhir (Februari 2011-Agustus 2011), jumlah penduduk yang bekerja mengalami
kenaikan terutama di Sektor Industri sebesar 840 ribu orang (6.13 persen).
Terdapat beberapa industri prioritas di Indonesia yang dijelaskan dalam
Kementerian Perindustrian (Kemenperin 2012), yaitu industri agro, industri alat
angkut, industri elektronika dan telematika, industri manufaktur, industri
penunjang industri kreatif dan kreatif tertentu, dan industri kecil dan menengah
tertentu. Industri manufaktur mencakup industri material dasar, yaitu industri besi
dan baja, industri semen, industri petrokimia, dan industri keramik, industri
permesinan, yaitu industri peralatan listrik dan mesin listrik, industri mesin dan
peralatan umum, serta industri manufaktur padat tenaga kerja, yaitu industri tekstil
dan produk tekstil dan industri alas kaki. Selain itu, dijelaskan pula dalam
Kemenperin (2012) bahwa jumlah tenaga kerja yang terserap di industri
manufaktur nasional yaitu pada tahun 2011 sebesar 7.74 juta orang. Salah satu
sektor yang sangat diandalkan terutama pada cabang-cabang industri yang bersifat
padat karya adalah industri pengolahan. Adapun enam sektor industri pengolahan
yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja adalah makanan, minuman dan
tembakau, tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, mebel, petromikia, serta
industri kecil dan menengah.
Berdasarkan status bekerjanya, maka jumlah buruh/karyawan di Indonesia
juga mengalami peningkatan. Pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja
sebagai buruh/karyawan sebesar 34.5 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak
tetap sebesar 21.3 juta orang dan berusaha sendiri sejumlah 21.1 juta orang. Pada
Agustus 2011, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebesar
37.7 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 19.6 juta orang dan
berusaha sendiri sejumlah 19.4 juta orang. Dari data-data tersebut, dapat dilihat
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia banyak yang
terserap oleh Sektor Industri. Sektor Industri mampu menyerap angkatan kerja
baik laki-laki maupun perempuan (BPS 2011).
Berdasarkan jenis kelaminnya, maka sektor industri manufaktur
(pengolahan) adalah sektor yang banyak menyerap pekerja perempuan. Jumlah
pekerja perempuan yang bekerja menurut lapangan pekerjaan pada tahun 2010

2
yaitu pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 36.9%,
pertambangan dan penggalian sebesar 11.9%, industri pengolahan sebesar 43.4%,
listrik, gas, dan air sebesar 9.5%, bangunan sebesar 2.5%, perdagangan besar,
eceran, rumah makan, dan hotel sebesar 49.3%, angkutan, pergudangan, dan
komunikasi sebesar 8.6%, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan sebesar
29.4%, dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan sebesar 44.41% (BPS
2011).
Pada zaman Orde Lama (1945-1965) partisipasi perempuan di sektor
pertanian cukup besar. Mereka berperan mulai dari menanam bibit padi,
menyiangi rumput, mengusir hama waktu padi menguning, menuai padi, dan
menumbuk padi menjadi beras. Akan tetapi, semenjak revolusi hijau pada masa
orde baru, telah membuat perempuan kehilangan pekerjaannya di bidang pertanian.
Pekerjaan yang awalnya dilakukan oleh perempuan telah digantikan dengan
teknologi dan alat pertanian yang lebih canggih. Alat-alat tersebut sulit digunakan
oleh perempuan, sehingga perempuan tersingkir dengan sendirinya. Oleh karena
itu, perempuan memasuki sektor publik terutama sektor industri yang
membutuhkan banyak tenaga kerja (Sunarijati A 2007).
Kondisi perlindungan pekerja perempuan lebih buruk dari pekerja laki-laki.
Hal tersebut dapat terlihat dari perbedaan upah, bahwa upah rata-rata perempuan
jauh lebih rendah dari laki-laki. Pada tahun 2010 rata-rata upah di Indonesia
adalah sebesar Rp575 000 untuk laki-laki dan hanya Rp455 000 bagi perempuan
(ILO 2012). Menurut Uwiyono (1995) dalam Harlina I (1999), perlindungan
buruh memiliki pengertian yang sangat luas, yaitu perlindungan sosial, ekonomis,
dan teknis. Perlindungan sosial mencakup ketentuan-ketentuan hukum di bidang
kesehatan. Perlindungan ekonomis mencakup ketentuan-ketentuan hukum di
bidang jaminan sosial dan pengupahan. Perlindungan teknis mencakup ketentuanketentuan hukum di bidang keselamatan kerja. Selain itu, menurut detikBandung
(2009) disebutkan bahwa kesejahteraan buruh perempuan lebih buruk
dibandingkan dengan buruh laki-laki. Terjadi diskriminasi upah yang diberikan
kepada buruh laki-laki dan perempuan. Jika pada buruh laki-laki, ada perbedaan
gaji antara buruh lajang dengan yang sudah berkeluarga. Namun tidak demikian
pada buruh perempuan, masih sendiri maupun sudah berkeluarga mendapatkan
gaji yang sama. Disebutkan pula dalam Tjandraningsih I, Herawati R, dan
Suhadmadi (2010) bahwa perusahaan mensyaratkan buruh yang bekerja berusia
18-24 tahun dan berstatus lajang untuk dipekerjakan, dengan alasan produktivitas.
Memilih buruh berstatus lajang membawa efek semakin sulitnya buruh yang
sudah berkeluarga untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan.
Dalam BPS Kota Bogor 2011 dijelaskan bahwa sektor industri pengolahan
menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2010 atas dasar harga
berlaku sebesar 19.72% dan pertumbuhannya sebesar 6.38%.Salah satu perusahan
yang bergerak di sektor industri di Kota Bogor adalah CV TKB. CV TKB
merupakan perusahaan industri manufaktur padat tenaga kerja yang memproduksi
produk tekstil atau disebut garmen. Produk garmen yang dihasilkannya berupa
pakaian jadi seperti celana, jeans, dan jaket. Perusahaan tersebut memiliki pabrik
yang mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan orang. Mayoritas buruh yang
bekerja adalah buruh perempuan, yaitu berjumlah 230 orang. Sedangkan buruh
laki-laki berjumlah 84 orang pada bulan September 2012.

3
Mengintegrasikan gender dalam pembangunan penting dilakukan pada
penyelenggaraan pembangunan. Hal ini disebut dengan pembangunan yang
responsif gender. Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 Tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional Tanggal 19
Desember 2000 dalam Syukrie (2003) menjelaskan konsep kesetaraan gender.
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Pelaksanaan PUG juga penting dilakukan dalam pembangunan di sektor
industri agar antara buruh laki-laki dan perempuan mendapatkan kesetaraan
gender. Oleh karena itu akan ditelaah lebih lanjut sejauhmana tingkat akses dan
kontrol terhadap perlindungan tenaga kerja yaitu kesempatan (peluang) yang sama
dalam hal akses dan kontrol di CV TKB antara buruh laki-laki dan buruh
perempuan, dan hubungannya dengan tingkat kesejahteraan buruh dengan melihat
dari sisi manfaat, yaitu pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis.
Pengintegrasian gender dalam pembangunan industri, termasuk dalam
pengembangan usaha industri garmen, penting dilakukan agar lebih tepat sasaran
dan memberi manfaat yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan. Oleh karena
itulah penting menganalisis gender antara buruh laki-laki dan perempuan dalam
perlindungan tenaga kerja, dan hubungannya dengan tingkat kesejahteraannya.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana karakteristik individu buruh laki-laki dan perempuan pada CV
TKB (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, status kerja, dan lama
bekerja)?
2.
Sejauhmana analisis gender terhadap sumber daya perlindungan tenaga
kerja dan hubungannya dengan karakteristik individu buruh laki-laki dan
perempuan?
3.
Sejauhmana tingkat kesejahteraan buruh laki-laki dan perempuan dan
hubungannya dengan analisis gender terhadap sumber daya perlindungan
tenaga kerja?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan adalah
menganalisis gender terhadap perlindungan tenaga kerja dan hubungannya dengan
kesejahteraan buruh laki-laki dan perempuan pada industri garmen. Tujuan utama
tersebut didukung dengan tujuan-tujuan khusus lainnya, yaitu :
1.
Mengkaji karakteristik individu buruh laki-laki dan perempuan pada CV
TKB sebagai faktor internal buruh yang meliputi umur, status pernikahan,
tingkat pendidikan, status kerja, dan lama bekerja.

4
2.

3.

Mengkaji tingkat akses dan kontrol buruh laki-laki dan perempuan terhadap
sumber daya perlindungan tenaga kerja dan hubungannya dengan
karakteristik individu buruh laki-laki dan perempuan.
Mengkaji tingkat kesejahteraan buruh laki-laki dan perempuan dan
hubungannya dengan tingkat akses dan kontrol buruh laki-laki dan
perempuan terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang
berminat maupun yang terkait dengan masalah industrialisasi di pedesaan
khususnya kepada:
1.
Civitas Akademika
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai analisis
gender terhadap perlindungan tenaga kerja dan kesejahteraan buruh industri
pabrik bagi penelitian sejenisnya.
2.
Pihak Perusahaan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi perusahaan untuk lebih
memperhatikan dan melaksanakan hak-hak pekerja dan tidak membedakan
hak pekerja antara laki-laki dan perempuan serta pihak perusahaan dapat
membuat peraturan yang sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan.
3.
Pemerintah Kota Bogor
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi yang bermanfaat
dalam menentukan arah kebijakan pembangunan industri yang responsif
gender, khususnya dalam upaya perlindungan tenaga kerja dan
kesejahteraan buruh industri pabrik.

TINJAUAN PUSTAKA
Industri dan Industrialisasi Pedesaan
Industri dalam konteks mikro dan organisasi, industri adalah sekelompok
perusahaan yang menghasilkan produk/jasa yang relatif sejenis, atau mempunyai
sifat saling mengganti yang erat (Kuncoro 1997). Sedangkan industri pedesaan
menurut Sajogyo dan Tambunan (1990) dalam Kuncoro (1997) adalah suatu
bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern.
Sayogyo dan Tambunan (1990) juga menyatakan bahwa industrialisasi pedesaan
berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi. Di Indonesia,
industri pedesaan cenderung dikonotasikan sebagai alat pembangunan pedesaan
(dengan ukuran industri kecil dan rumah tangga), dan bukan bagian dari industri
modern.

1.

2.

3.

4.

Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja:1
Industri rumah tangga
Adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 1-4
orang.
Industri kecil
Adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 5-19
orang.
Industri sedang atau industri menengah
Adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 20-99
orang.
Industri besar
Adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 100
orang atau lebih. Dalam hal ini yang mampu menyerap banyak buruh untuk
bekerja di pabrik adalah industri manufaktur padat tenaga kerja, yaitu
industri tekstil dan produk tekstil dan industri alas kaki.

Menurut Pangestu et.al (1996) dalam Gandi (2011), industrialisasi
merupakan proses interaksi antara pembangunan teknologi, spesialisasi, dan
perdagangan yang pada akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi.
Hadirnya industrialisasi menjadi suatu proses membuat desa menjadi kota.
Sulasmono (1994) dalam Gandi (2011) juga mengungkapkan dalam studi
penelitiannya bahwa pembangunan industri meliputi tujuh pokok, yaitu: (1)
perijinan aras desa, (2) penentuan lokasi pabrik, (3) pembebasan tanah, (4)
peluang kerja di pabrik, (5) peluang usaha, (6) imigrasi, dan (7) polusi.

1

Wartawarga, Gunadarma. 2009. Pengertian, definisi, macam, jenis dan penggolongan industri di
Indonesia- perekonomian bisnis.[Internet]. 6.50 [diunduh 2012 Mei 6]. Tersedia pada:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/pengertian-definisi-macam-jenis-danpenggolongan-industri-di-indonesia-perekonomian-bisnis/

6
Ketenagakerjaan dan Kondisi Buruh Industri Pabrik
Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
tenaga kerja adalah: “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat”. Sedangkan dalam pasal 1 angka 3 UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud pekerja/buruh adalah: “Setiap
orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Kondisi buruh pabrik di Indonesia yang ditemukan dalam penelitian
Tjandraningsih I, Herawati R, dan Suhadmadi (2010) yang dilakukan di sektor
industri metal adalah: (1) praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing
membawa efek fragmentatif, degradatif, diskriminatif dan eksploitatif terhadap
buruh, (2) praktek tersebut terjadi karena perbedaan penafsiran dan berbagai
pelanggaran terhadap Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan hubungan kerja
kontrak dan outsourcing di tengah semakin lemahnya kompetensi, peran dan
fungsi pengawasan oleh disnakertrans di dalam kerangka otonomi daerah, (3)
praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing memperlihatkan terjadinya
pelanggaran terhadap standar inti perburuhan dalam konvensi ILO no. 87, 98, 100,
102 dan 111.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa praktek hubungan kerja
tetap dan kontrak telah menciptakan fragmentasi atau pengelompokan buruh
berdasarkan status hubungan kerja di tingkat pabrik. Dalam praktek ini di satu
pabrik ada tiga kelompok buruh yakni buruh tetap, buruh kontrak dan buruh
outsourcing. Pengelompokan ini pada umumnya ditandai dengan perbedaan warna
seragam yang dikenakan oleh ketiga kelompok buruh tersebut dan di antara buruh
outsourcing yang berasal dari perusahaan penyalur tenaga kerja yang berbedabeda. Pengelompokan berdasarkan warna baju seragam membawa efek stratifikasi
dan jarak sosial di antara buruh tetap, kontrak dan outsourcing yang berimplikasi
terhadap solidaritas dan kesadaran bersama sebagai buruh.
Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing membawa setidaknya tiga
bentuk diskriminasi terhadap buruh: usia dan status perkawinan, upah dan hak
berorganisasi.
a.
Diskriminasi usia dan status perkawinan: kebijakan ikutan yang diterapkan
oleh perusahaan pengguna untuk mempekerjakan buruh outsourcing adalah
menerapkan batasan usia dan status perkawinan bagi buruh outsourcing
yang menimbulkan efek diskriminatif. Perusahaan mensyaratkan buruh yang
berusia 18-24 tahun dan berstatus lajang untuk direkrut, dengan alasan
produktivitas. Memilih buruh berstatus lajang membawa efek semakin
sulitnya buruh yang sudah berkeluarga untuk memperoleh pekerjaan dan
berpenghasilan.
b.
Diskriminasi upah: buruh kontrak dan outsourcing yang melakukan jenis
pekerjaan yang sama di tempat yang sama dengan jam kerja yang sama
dengan buruh tetap mendapatkan upah pokok dan upah total yang berbeda.
Rata-rata upah pokok buruh kontrak 14% lebih rendah dan rata-rata upah
pokok buruh outsourcing 17% lebih rendah dari buruh tetap. Rata-rata upah
total buruh kontrak lebih rendah 17% dari upah buruh tetap dan rata-rata
upah total buruh outsourcing 26% lebih rendah dari upah buruh tetap.

7
Diskriminasi hak berorganisasi: buruh kontrak dan outsourcing dilarang
secara langsung maupun tidak langsung untuk bergabung dengan serikat
tertentu atau dengan serikat apapun dengan kemungkinan tidak diperpanjang
kontrak atau tidak dipekerjakan kembali jika bergabung dengan serikat
buruh.
Kebijakan perburuhan Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan
yang mendasar. Beberapa peraturan perundang-undangan di bidang perburuhan,
misalnya UU Keselamatan di Tempat Kerja No. 33/1947 dan UU Kerja No.
12/1948, mengalami berbagai deviasi di tingkat pelaksanaan. Politik buruh yang
murah diterapkan rejim Orde Baru sebagai insentif yang ditawarkan bagi investor
asing mengeksklusi buruh dari pemenuhan hak-haknya, bahkan dari kemampuan
untuk menuntut hak asasinya (Sunarijati 2007).
Persoalan perburuhan di Indonesia mengalami banyak perkembangan sejak
era reformasi. Tidak seperti pekerja kelas menengah dan profesional, buruh
menghadapi banyak keterbatasan untuk melakukan mobilitas vertikal maupun
horisontal dalam perkembangan karir mereka. Karenanya, tidak mudah
menemukan buruh yang menyikapi perkembangan informalisasi hubungan
ketenagakerjaan dengan cara yang dilakukan para profesional. Bagi mereka,
informalisasi mungkin benar-benar menjadi the second best setelah pekerjaan di
sektor formal gagal mereka raih atau pertahankan. Informalisasi, dengan demikian,
adalah jaring penyelamat dari kemungkinan yang menurut mereka 'lebih buruk',
yakni tidak bekerja dan kehilangan sumber penghasilan. Buruh yang gagal masuk
ke atau bertahan di sektor formal, bisa saja menganggap informalisasi hubungan
ketenagakerjaan sebagai pilihan yang cukup baik meskipun berbagai hal justru
tidak menguntungkan (Basjir 2003).

c.

Perlindungan Tenaga Kerja
Salah satu hal yang penting dalam perburuhan adalah perlindungan terhadap
tenaga kerja. Menurut Uwiyono (1995) dalam Harlina I (1999), perlindungan
perburuhan ini memiliki pengertian yang sangat luas, yaitu:
a.
Perlindungan sosial, yang mencakup ketentuan-ketentuan hukum di bidang
kesehatan kerja;
b.
Perlindungan ekonomis, yang mencakup ketentuan-ketentuan hukum di
bidang jaminan sosial dan pengupahan;
c.
Perlindungan teknis, yang mencakup ketentuan-ketentuan hukum di bidang
keselamatan kerja.
Cakupan perlindungan yang luas ini tidak mudah untuk diwujudkan.
Masalah perlindungan tenaga kerja masih banyak dihadapi oleh pekerja
perempuan. Masalah perlindungan yang dihadapi pekerja perempuan pada
umumnya mencakup hal-hal berikut ini.2
1)
Jam kerja yang terlalu panjang dan melelahkan yang disertai dengan
kewajiban kerja lembur, menjadikan masalah yang cukup serius.
2)
Keharusan bekerja pada malam hari yang akhirnya mengganggu pekerja
perempuan dalam menjalankan peran domestiknya.
2

Indah Harlina. 1999. Perlindungan terhadap Pekerja Perempuan dan Hak Asasi Manusia dalam
Perspektif Gender. [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

8
3)

Lingkungan kerja yang buruk yang telah mengakibatkan gangguan
kesehatan baik fisik maupun psikologis.
4)
Terjadi pelanggaran terhadap hak-hak perempuan seperti hak untuk
memperoleh cuti melahirkan, menyusui, dan haid.
5)
Penyediaan fasilitas yang tidak memadai seperti sanitasi, air minum, kantin
ataupun tempat istirahat.
6)
Timbulnya gangguan kesehatan akibat polusi udara, debu, ataupun bahanbahan kimia yang ada di tempat kerja.
Menurut Sabdoadi (1999) dalam Noegroho (2009), kesehatan kerja adalah
usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman dan sehat bebas
dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan
dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
kondisi lingkungannya.

Kesejahteraan Buruh
Menurut pasal 1 angka 31 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
kesejahteraan pekerja/buruh adalah: “Suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau
keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi
produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.”
Menurut Hasibuan dalam Indrawati R (2011), kesejahteraan adalah balas
jasa lengkap (materi dan nonmateri) yang diberikan oleh pihak perusahaan
berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan dan
memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktifitasnya meningkat.
Kesejahteraan dapat dipandang sebagai uang bantuan lebih lanjut kepada
karyawan. Terutama pembayarannya kepada mereka yang sakit, uang bantuan
untuk tabungan karyawan, pembagian berupa saham, asuransi, perawatan dirumah
sakit, dan pensiun.
Pasal 99 angka 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa:
“Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja”. Pada pasal 100 angka 1 UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan
bahwa: “Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya,
pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan”. Sedangkan pada pasal 101
angka 1 menyebutkan bahwa: “Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh,
dibentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan”.
Konsep Gender dan Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis individu yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari perspektif gender maupun perspektif jenis kelamin
(seks). Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran,
fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,
budaya, dan adat istiadat dari kelompok masyarakat. Sedangkan jenis kelamin
adalah perbedaan organ biologis khususnya reproduksi antara laki-laki dan
perempuan (Supiandi 2008).

9
Dalam Woman’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah
suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat, sedangkan menurut Fakih, Gender
adalah ”suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural”. Sementara Oakley berpendapat
“gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang social
constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ciptaan Tuhan,
melainkan diciptakan oleh baik kaum laki-laki maupun perempuan melalui proses
sosial dan budaya yang panjang”3.
Trisakti Handayani dan Sugiarti menjelaskan konsep seks atau jenis kelamin
sebagai berikut:
Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan lakilaki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsifungsi organisme yang berbeda. Dalam arti perbedaan jenis kelamin, seks
mengandung pengertian laki-laki dan perempuan terpisah secara biologis
(Handayani dan Sugiarti 2008:4).

Gender dan Pembangunan
Sebagai salah satu program pembangunan, terdapat variasi interpretasi
Peningkatan Peranan Wanita (P2W) dan perkembangannya dari waktu ke waktu.
Seperti dipaparkan oleh Prof. DR. Moeljarto Tjokrowinoto salah satu pakar dan
staf ahli Menteri Negara UPW (Kantor Menteri Negara UPW, 1993) dalam
Indrizal E (1996) yang intinya sebagai berikut:
1.
P2W sebagai wanita dalam pembangunan (women in development)
Pandangan ini tidak menaruh perhatian pada upaya mempertanyakan
mengapa wanita kurang mendapat manfaat dari upaya dan strategi
pembangunan, melainkan pada bagaimana dapat mengintegrasikan wanita
dalam berbagai bidang pembangunan tanpa banyak mempersoalkan sumbersumber yang menyebabkan mengapa kedudukan wanita bersifat inferior,
sekunder dan subordinasi terhadap pria.
2.
P2W sebagai wanita dan pembangunan (woman and development)
Wawasan ini berpandangan bahwa posisi wanita akan lebih baik apabila
struktur internasional menjadi lebih adil, dan perubahan struktural menjadi
satu-satunya alternatif P2W.
3.
P2W sebagai gender dan pembangunan (gender and development)
Wawasan ini pada saat ini dijadikan acuan P2W dalam pembangunan
nasional Indonesia, lebih sebagai strategic interest dari practical needs,
yang ditujukan untuk mengubah hubungan yang eksploitatif atau merugikan
salah satunya yang menempatkan wanita pada posisi inferior dan sekunder
dibandingan pria menjadi hubungan yang seimbang, selaras dan serasi serta
mitra sejajar.

3

Yusuf Supiandi. 2008. Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender. Jakarta: UNFPA. Hal 6

10
Pengarusutamaan Gender (PUG), Keadilan dan Kesetaraan Gender
Pengarusutamaan gender diamanatkan melalui Instruksi Presiden/INPRES
Pengarusutamaan Gender No. 9/2000, yang mengharuskan semua instansi
pemerintah di tingkat nasional dan daerah, untuk mengarusutamakan gender ke
dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi seluruh kebijakan dan
program. Kementrian dan lembaga di tingkat nasional dan lokal harus mengatasi
persoalan ketidaksetaraan gender dan menghapuskan diskriminasi gender.
Peraturan Menteri Dalam Negeri/Kepmendagri No. 15/2008 berisi pedoman untuk
pelaksanaan pengarusutamaan gender di tingkat provinsi dan kabupaten
(Kemmeneg PP & PA 2011).
Syukrie (2003) Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 Tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Tanggal 19 Desember
2000 menjelaskan konsep kesetaraan gender sebagai berikut:
“Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.”

UU No. 7 Tahun 1984 tentang Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW) dijelaskan bahwa kesetaraan
dan keadilan antara Perempuan dan Laki-laki (gender equality and equity),
persamaan hak dan kesempatan serta perlakukan adil di segala bidang dalam
semua kegiatan meskipun diakui adanya perbedaan: 4
a.
Perbedaan biologi/kodrati antara perempuan dan laki-laki.
b.
Perbedaan perlakuan terhadap perempuan berdasarkan gender dengan akibat
dimana perempuan dirugikan:
1)
Perempuan sebagai subordinasi laki-Iaki baik dalam keluarga maupun
masyarakat.
2)
Pembatasan kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan
peluang yang ada untuk tumbuh berkembang secara optimal,
menyeluruh dan terpadu
3)
Peluang untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil
pembangunan.
c.
Perbedaan kondisi dan posisi perempuan terhadap laki-Iaki dimana
perempuan berada dalam kondisi dan posisi yang lemah karena sejak semula
sudah dipolakan adanya diskriminasi dalam budaya adat atau karena
lingkungan keluarga, masyarakat yang tidak mendukung adanya kesetaraan
dan kemandirian perempuan.
d.
Prinsip dasar dari Konvensi Wanita yang dibuat yaitu:
1)
Prinsip persamaan substantif
2)
Prinsip nondiskriminasi
3)
Prinsip kewajiban negara

4

Erna Sofyan Syukrie. 2003. Pemberdayaan perempuan dalam pembangunan berkelanjutan.
[Internet].
0.03
[diunduh
2012
Maret
8].
Tersedia
pada:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnhttp://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Pemberdayaan%20perempuan%20-%20erna%20sofyan%20syukrie.pdf

11
Isu-isu Ketidakadilan Gender
Isu-isu ketidakadilan gender yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender
menurut Fakih (1996) adalah sebagai berikut:
Pertama, terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan.
Marjinalisasi yang dipersoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang
disebabkan oleh perbedaan gender. Kedua, terjadinya subordinasi pada salah satu
jenis kelamin yang umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga,
masyarakat, maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa menganggap penting
kaum perempuan. Anggapan tersebut karena perempuan toh nantinya akan ke
dapur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi, adalah bentuk subordinasi yang
dimaksudkan. Ketiga adalah pelabelan negatif (stereotype) terhadap jenis kelamin
tertentu, terutama terhadap kaum perempuan. Akibat dari stereotype itu adalah
terjadinya diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Keempat, kekerasan
(violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan karena
perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti
pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus
seperti pelecehan dan penciptaan ketergantungan. Banyak sekali kekerasan terjadi
pada perempuan yang ditimbulkan oleh adanya stereotype gender. Kelima, karena
peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga maka banyak
perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama.

Alat Analisis Gender
Terdapat dua macam teknik analisis gender yang dijelaskan oleh Qoriah dan
Sumarti (2008) yaitu:
a.
Teknik Analisis Harvard
Teknik ini digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu
kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan yang
menyatakan perlunya tiga komponen interpelasi satu sama lain. Overholt
et.al (1986) menyatakan komponen tersebut adalah:
1) Profil Aktivitas, didasarkan pada pembagian kerja gender (siapa
mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat). Aktivitas
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif, dan sosial.
2) Profil Akses, didasarkan pada siapa yang mempunyai akses terhadap
sumber daya, hal-hal yang diperoleh laki-laki dan perempuan, serta apa
yang dinikmati laki-laki dan apa yang dinikmati perempuan.
3) Profil Kontrol, didasarkan pada pengambilan keputusan terhadap
sumber daya dan manfaat.
b.
Teknik Analisis Moser
Teknik ini digunakan untuk menilai, mengevaluasi, merumuskan
usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka
gender dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah suatu program telah
mempertimbangkan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis bagi laki-laki
dan perempuan.

12
Kebutuhan praktis merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan
keadaan hidup yang tidak memuaskan. Kebutuhan ini dapat segera
diidentifikasi karena langsung dirasakan. Kebutuhan praktis dapat dipenuhi
dalam waktu relatif pendek. Sedangkan kebutuhan strategis merupakan
kebutuhan yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan individu di
masyarakat. Hal ini juga menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber
daya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Berbeda
dengan kebutuhan praktis, kebutuhan strategis tidak dapat langsung
diidentifikasi dan untuk memenuhinya memerlukan waktu yang panjang.

Gender dalam Perburuhan di Sektor Industri
Kaum perempuan dalam masyarakat industri diupayakan untuk terlibat di
dalam kegiatan ekonomi, namun masih banyak warisan agraris dipertahankan di
dalamnya. Partisipasi perempuan masih dihargai lebih rendah daripada laki-laki
diakibatkan pola publik yang domestik masih dipertahankan. Laki-laki
mendominasi industri hulu yang produktivitasnya lebih tinggi, sementara
perempuan terlibat dalam industru hilir, yang menangani proses akhir dari sebuah
produk, yang upah produktivitasnya lebih rendah. Tegasnya, dalam masyarakat
industri, pembagian kerja secara seksual, cenderung dipertahankan. Pola relasi
masih berlangsung tidak seimbang, dan dengan demikian status dan kedudukan
perempuan masih lemah (Khotimah 2009).
Terdapat bentuk-bentuk pembedaan terhadap buruh perempuan yaitu: upah
yang diterima buruh perempuan biasanya relatif lebih kecil dari buruh laki-laki.
ITUC (International Trade Union of Confederation) mencatat bahwa buruh
perempuan biasanya memperoleh upah 12-60% lebih kecil dibanding yang
diterima rekan lelakinya. Kebanyakan pengusaha berkeras untuk menerapkan
status lajang pada buruh perempuan sehingga seringkali tunjangan sosial/keluarga
yang diperolehnya lebih kecil dari buruh laki-laki. Kebijakan penghitungan pajak
penghasilan bagi buruh perempuan juga didasarkan pada status lajang, sehingga
jumlah potongannya lebih besar dibanding buruh lelaki (Tambunan 2007).
Selain itu, dijelaskan pula dalam Tambunan (2007) bahwa diskriminasi juga
terjadi pada area maternitas. Kebanyakan buruh perempuan tidak memperoleh
perlindungan maternitas, meskipun UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 telah
menjamin perlindungan tersebut (di antaranya 2 hari cuti haid/bulan dan cuti
melahirkan), karena dalam prakteknya ada banyak pelanggaran. PHK menjadi
momok ketika mereka menuntut cuti melahirkan, atau pada tataran yang lebih
ringan, diberikan cuti tanpa upah. Pada sektor jasa dan pelayanan, para perempuan
muda dipaksa untuk menandatangani pernyataan tidak akan menikah dan
memiliki anak dalam jangka waktu tertentu. Tes kehamilan pada proses rekrutmen
juga kerap terjadi. Hal tersebut merugikan bagi buruh perempuan di industri.
Buruh perempuan banyak dipilih oleh pengusaha dengan alasan bahwa
budaya patriarkhi telah memposisikan perempuan sebagai warga negara kelas dua
yang hanya bekerja pada sektor domestik. Nilai patriarkhi disini termasuk
mengatur perilaku perempuan, bahwa perempuan yang baik adalah yang menurut
pada orang tua dan keluarga. Hasil kerja perempuan yang berkualitas serta tidak
terlalu menuntut haknya, membuat pengusaha tidak perlu memberikan upah yang

13
layak bagi perempuan, karena perempuan pada konsep patriarkhi bukan sebagai
pencari nafkah utama. Pengusaha lebih mempekerjakan perempuan daripada lakilaki karena lebih mudah untuk dieksploitasi. Buruh perempuan yang telah
menikah serikali diperlakukan oleh para pengusaha sebagai lajang meskipun
mereka telah berkeluarga dan memiliki anak. Ironisnya, dalam banyak kasus,
suami mereka seringkali tidak bekerja atau memiliki pekerjaan yang tidak tetap.
Status lajang membuat buruh perempuan yang sudah berkeluarga tidak mendapat
tunjangan melahirkan serta potongan pajak yang lebih besar dari buruh laki-laki,
yang diakui sebagai kepala keluarga (Sunarijati 2007).
Standing (1999) dalam Tambunan (2007) menyebutkan feminisasi kerja
yang dipelopori oleh kebijakan flexible labour market sesungguhnya dipicu oleh
konsep efisiensi modal. Perempuan biasanya target utama untuk dipekerjakan
pada sektor upah murah, untuk jenis pekerjaan survival yang dapat dikerjakan
secara fleksibel, sederhana, dan rutin-manual. Menurut Bouthillier (2003) dalam
Tambunan (2007) kebanyakan dari mereka bekerja secara terselubung, atau dalam
sistem kerja casual atau outsourcing. Mereka digolongkan sebagai buruh yang
bekerja pada sektor informal, mendapat bayaran lebih rendah, walau biasanya
memiliki beban lebih besar dari lelaki karena selain bertanggung jawab pada
urusan domestik rumah tangga juga diharapkan berkontribusi pada keuangan
keluarga.
Data resmi dari Depnakertrans RI tahun 2007 menyatakan dari 160 juta
angkatan kerja di Indonesia, hanya 98 juta orang yang bekerja, dan 36 juta
diantaranya bekerja di sektor formal, sisanya bekerja di sektor informal. Bekerja
di sektor informal dapat disebut juga sebagai setengah pengangguran (termasuk
dalam golongan ini adalah buruh casual-bekerja dan diupah jika ada pekerjaan,
outsourcing, dan kontrak). Data menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja
pada sektor formal hanya berjumlah 11.3 juta orang, sisanya mendominasi
wilayah setengah pengangguran (8.5 juta), yang 23% lebih banyak dari buruh
laki-laki. Pendataan sederhana dilakukan oleh Aliansi Buruh Bekasi-Bogor (AB3)
terhadap perusahaan yang berada di wilayah Bogor dan Bekasi (2007)
menunjukkan peningkatan signifikan: jumlah buruh perempuan yang bekerja
umumnya di sektor manufaktur (Tambunan 2007).
Tabel 1 Data aliansi buruh Bekasi-Bogor (AB3) tahun 2007 tentang kondisi kerja
di Bogor-Bekasi
Tahun

Tetap

Kontrak

Harian Lepas

Jumlah
Perusahaan*

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

2005

1.195

4.535

1.391

3.555

230

150

13

2006

2.563

9.562

3.276

7.934

649

382

21

2007

4.289

20.673

8.579

16.484

1.453

837

37

*Jumlah perusahaan merepresentasi perusahaan yang berhasil didata, bukan yang ada di wilayah
itu.
Sumber: Tambunan (2007)

14
Kerangka Penelitian
Analisis gender terhadap tingkat perlindungan dan kesejahteraan buruh
industri pabrik CV TKB di Bogor dilihat dari analisis gender terhadap sumber
daya perlindungan tenaga kerja dan tingkat kesejahteraan buruh laki-laki dan
perempuan. Analisis gender terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja
diukur dari akses dan kontrol terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja.
Analisis gender terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja ditentukan oleh
karakteristik sosial ekonomi dan demografi individu. Karakteristik sosial ekonomi
dan demografi mencakup: umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, status
kerja, dan lama bekerja. Analisis gender terhadap sumber daya perlindungan
tenaga kerja menentukan tingkat kesejahteraan buruh. Tingkat kesejahteraan
buruh laki-laki dan perempuan diukur dari sisi manfaat, yaitu pemenuhan
kebutuhan praktis dan strategis.
Adapun keterkaitan antara variabel – variabel tersebut, tersaji dalam
kerangka pemikiran di bawah ini:

Karakteristik Sosial
2.
Ekonomi
dan Demografi
3.
Individu
Terpilah Jenis
4.
5.Kelamin
1. Umur
2. Status Pernikahan
3. Tingkat Pendidikan
4. Status Kerja
5. Lama Bekerja

Keterangan:

Analisis Gender
terhadap Sumber Daya
Perlindungan Tenaga
Kerja
1. Akses
terhadap
Sumber
Daya
Perlindungan Tenaga
Kerja
2. Kontrol
terhadap
Sumber
Daya
Perlindungan Tenaga
Kerja

Tingkat
Kesejahteraan Buruh
Laki-laki dan
Perempuan
1. Manfaat
terhadap
Pemenuhan
Kebutuhan
Praktis
2. Manfaat
terhadap
Pemenuhan
Kebutuhan
Strategis

: berhubungan
: analisis gender

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis gender terhadap tingkat perlindungan dan
kesejahteraan buruh industri pabrik

Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara umur dengan akses terhadap sumber daya
perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.
2. Terdapat hubungan antara status pernikahan dengan akses terhadap sumber
daya perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.

15
3. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan akses terhadap sumber
daya perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.
4. Terdapat hubungan antara status kerja dengan akses terhadap sumber daya
perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.
5. Terdapat hubungan antara lama bekerja dengan akses terhadap sumber daya
perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.
6. Terdapat hubungan antara umur dengan kontrol terhadap sumber daya
perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.
7. Terdapat hubungan antara status pernikahan dengan kontrol terhadap sumber
daya perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki dan perempuan.
8. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kontrol terhadap sumber
daya perlindungan tenaga kerja buruh laki-laki da