Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN
RUMAHTANGGA PETANI DAN BURUH SANDAL DI DESA
SUKAHARJA CIJERUK - BOGOR

BAHARI ILMAWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan
Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja
Cijeruk - Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Bahari Ilmawan
NIM I34090120

ABSTRAK
BAHARI ILMAWAN. Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan
Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor.
Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara karakteristikkarakteristik individu petani dan intervensi pihak-pihak luar dengan fenomena
perubahan mata pencaharian di Desa Sukaharja. Penelitian ini juga menganalisis
hubungan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan para
petani yang berpindah mata pencaharian. Subjek yang diteliti adalah rumahtangga
petani dan rumahtangga petani yang berpindah mata pencaharian menjadi buruh
sandal di Desa Sukaharja. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan
didukung oleh data kualitatif. Sampel penelitian adalah kepala rumahtangga yang
bermata pencaharian sebagai petani dan kepala rumahtangga petani yang
berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal di Desa Sukaharja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa karakteristik-karakteristik individu petani dan

intervensi pihak-pihak luar berhubungan nyata dengan perubahan mata
pencaharian. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perubahan mata
pencaharian berhubungan nyata dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga di
Desa Sukaharja.
Kata kunci: hubungan, mata pencaharian, kesejahteraan, petani, rumahtangga,
buruh sandal

ABSTRACT
BAHARI ILMAWAN. Welfare Comparison Analysis of Farmers and Shoe Labor
in Sukaharja Cijeruk - Bogor. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO.
This research aims to analyze the correlation between farmer’s individual
characteristics and interventions of third parties with the phenomenon of
livelihood changes in Sukaharja. This research also analyze the correlation
between livelihood changes and farmers’ welfare. Subjects to be researched is
farmer’s families and farmer’s families who changed their occupation into a labor
in shoes industry in Sukaharja. This research used quantitative and qualitative
data. This research’s sample is household head who is farmer and household head
who changed their occupation into an industrian shoe labor in Sukaharja. The
result shows that farmer’s individual characteristics and interventions of third
parties had a correlation with livelihood changes. The result also showed that

livelihood changes had a correlation with farmers’ welfare in Sukaharja.
Keywords: correlation, livelihood, welfare, farmer, household, labor

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN
RUMAHTANGGA PETANI DAN BURUH SANDAL DI DESA
SUKAHARJA CIJERUK - BOGOR

BAHARI ILMAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani
dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor
Nama
: Bahari Ilmawan
NIM
: I34090120

Disetujui oleh

Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang
berjudul “Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan
Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor” sebagai syarat kelulusan pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian
Bogor. Penulisan tugas akhir skripsi ini didahului dengan melakukan penelitian
lapang yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga April 2013. Skripsi ini
bertujuan menelaah hubungan-hubungan antara karakteristik-karakteristik
individu petani (meliputi usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan anggota
rumahtangga, dan tingkat ketergantungan terhadap lahan) dan intervensi pihakpihak luar (meliputi pengaruh tetangga dan calo-calo tanah) dengan fenomena
perubahan mata pencaharian petani yang terjadi di Desa Sukaharja. Skripsi ini
juga bertujuan untuk menganalisis perbandingan tingkat kesejahteraan
rumahtangga petani dan buruh sandal di Desa Sukaharja.
Peneliti mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada
Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberi
banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir skripsi. Peneliti juga mengucapkan terima kasih
kepada Ayahanda Suprapto, Ibunda Tri Aryani, Adinda Merina Ilmasari dan
Adinda Marlia Tri Aini yang telah memberikan dukungan beserta doanya untuk

peneliti. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat peneliti
(Ferry Syairendra, Dennis Wahyudianto, Dayan Rahmanto, David, Anandita
Faradila, dan Ida Farida), teman-teman peneliti selama menempuh pendidikan di
IPB (Hamdani Pramono, Indra Setiyadi, Arif Rachman, Elbie Yudha, Tiara
Triutami, Tiara Pridatika, Ratu Sarah Indah, Lulu Hanifah, Muhammad Septiadi,
Adisthya Artik, Fadil Afrianto, Irma Handasari, Rizki Budi Utami) dan temanteman SKPM 46 yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi dalam
penyusunan tugas akhir skripsi. Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih
kepada Yogi Ajeng Ningrum yang tidak lelah-lelahnya memotivasi peneliti
hingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi.
Peneliti menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu dengan kerendahan hati peneliti menerima kritikan dan
saran yang membangun untuk penulisan ilmiah lain yang lebih baik lagi di
kemudian hari. Peneliti berharap agar tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Juni 2013
Bahari Ilmawan

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN




Latar Belakang



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka




Kerangka Pemikiran

12 

Definisi Konseptual

14 

Definisi Operasional

14 

PENDEKATAN LAPANG

17 


Metode Penelitian

17 

Lokasi dan Waktu Penelitian

17 

Teknik Pengumpulan Data

17 

Teknik Pengolahan dan Analisa data

18 

STRUKTUR PENDUDUK DESA SUKAHARJA

21 


Letak Geografis

21 

Kependudukan, Sarana, dan Prasarana

21 

Potensi Desa

22 

Karakteristik Responden

24 

MAKNA LAHAN BAGI MASYARAKAT

27 


Lahan Sebagai Fungsi Ekonomi

27 

Lahan Sebagai Fungsi Sosial

27 

Keterkaitan Antara Fungsi Ekonomi dan Fungsi Sosial Lahan

28 

LEPASNYA KEPEMILIKAN LAHAN DAN PERUBAHAN MATA
PENCAHARIAN

31 

Perpindahan Kepemilikan Lahan dan Munculnya Bengkel Sandal di Desa
Sukaharja

31 

Hubungan Karakteristik Individu dengan Perubahan Mata Pencaharian

32 

Hubungan Intervensi Pihak Luar dengan Perubahan Mata Pencaharian

36 

PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN
Perubahan Mata Pencaharian dan Kesejahteraan Ekonomi

39 
39 

Perubahan Mata Pencaharian dan Implikasinya terhadap
Kesejahteraan Sosial
SIMPULAN DAN SARAN

41 
43 

Simpulan

43 

Saran

44 

DAFTAR PUSTAKA

45 

DAFTAR TABEL
1 Jumlah angkatan kerja penduduk Desa Sukaharja menurut tingkat
pendidikan tahun 2012
2 Potensi tenaga kerja di Desa Sukaharja tahun 2012
3 Status kepemilikan lahan pertanian di Desa Sukaharja tahun 2012
4 Mata pencaharian pokok penduduk Desa Sukaharja tahun 2012
5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia di Desa Sukaharja
tahun 2013
6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di
Desa Sukaharja tahun 2013
7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa
Sukaharja tahun 2013
8 Jumlah responden berdasarkan usia dan mata pencaharian
9 Jumlah responden menurut tingkat pendidikan dan mata pencaharian
di Desa Sukaharja
10 Jumlah responden menurut jumlah tanggungan anggota rumahtangga
dan mata pencaharian di Desa Sukaharja
11 Jumlah responden menurut tingkat ketergantungan terhadap lahan
dan mata pencaharian di Desa Sukaharja
12 Jumlah responden menurut pengaruh tetangga dan mata pencaharian
di Desa Sukaharja
13 Jumlah responden menurut pengaruh calo tanah dan mata
pencaharian di Desa Sukaharja
14 Jumlah responden menurut mata pencaharian dan tingkat
kesejahteraan ekonomi

22 
22 
23 
23 
24 
25 
25 
33 
34 
34 
35 
37 
38 
40 

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran analisis perbandingan kesejahteraan rumahtangga
petani dan buruh sandal

13 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Penelitian (Desa Sukaharja)
2
3
4
5
6
7

Pengolahan Data (Uji Statistik)
Kerangka Sampling
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013
Kuesioner Penelitian
Pertanyaan panduan wawancara
Dokumentasi

47 
48 
51 
53 
54 
57 
59 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa pada tahun
2010 (BPS 2010). Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi setiap tahunnya
dengan laju pertumbuhan penduduk 1.49 persen (BPS 2010). Jumlah penduduk
yang semakin tinggi ini akan diikuti pemenuhan kebutuhan untuk menunjang
kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan dapat berupa pemanfaatan
sumberdaya alam yang ada.
Tanah atau sumberdaya lainnya pada suatu masyarakat agraris sebagai
faktor produksi memiliki arti yang sangat penting. Menurut Wiradi (1984),
masalah penguasaan tanah di pedesaan merupakan masalah yang rumit, karena
menyangkut berbagai aspek seperti aspek ekonomi, demografi, hukum, politik,
dan sosial. Tanah yang menjadi aset utama bagi rakyat banyak adalah tanah untuk
bercocok tanam yang merupakan sumber kehidupan utamanya (Tjondronegoro
1999). Sumberdaya tanah bersifat multifungsi dalam aktifitas kehidupan manusia
di berbagai bidang, baik dalam bidang pertanian maupun non-pertanian. Dalam
bidang pertanian, tanah digunakan sebagai lahan untuk berusahatani sehingga
dapat menghasilkan produksi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan,
seperti sawah, kebun/ladang, dan lain sebagainya. Tanah di bidang non-pertanian
digunakan sebagai tempat pemukiman, perkantoran/jasa, maupun tempat lainnya.
Sifat tanah relatif tidak bertambah, sementara kebutuhan tanah untuk
bermatapencaharian semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, maka
kompetisi di masyarakat untuk menguasai tanah akan semakin meningkat.
Marx mengklasifikasikan konsep mendasar tentang kelas-kelas masyarakat
dan perjuangannya yang tediri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas
pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kaum borjuis melakukan eksploitasi
terhadap kaum proletar dalam proses produksi (Wulansari 2009). Teori Marx
didasarkan pada kepemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok
pemisahan kelas dalam masyarakat. Demikian juga halnya dalam kehidupan
bermasyarakat, konflik kepemilikan lahan yang terjadi biasanya antara
stakeholder-stakeholder tertentu yang biasanya adalah pihak yang dominan dan
dipengaruhi luas lahan yang semakin sempit. Semakin sempitnya luas lahan yang
dimiliki berpengaruh pada semakin berkurangnya produksi padi yang dihasilkan
per rumahtangga petani, dan berimplikasi pada menurunnya pendapatan petani
(Wulansari 2009). Bila dilihat dari perspektif penguasaan lahan, salah satu upaya
yang akan dilakukan oleh petani untuk mempertahankan kehidupannya pada
kondisi pendapatan petani yang semakin berkurang adalah dengan cara
meningkatkan penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh petani dapat dilakukan
dengan cara membeli, menyakap, menyewa, dan meminjam. Mengingat profil
petani Indonesia yang sebagian besar merupakan kelompok berpendapatan rendah,
maka upaya penguasaan lahan yang paling banyak dilakukan oleh petani adalah
dengan cara menyakap, menyewa, dan meminjam.
Desa Sukaharja merupakan bagian dari Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Sukaharja berbatasan dengan Kelurahan
Mulyaharja dan Kecamatan Bogor Selatan di sebelah utara; Kelurahan Gunung

2
Salak dan Kecamatan Cijeruk di sebelah selatan; Desa Tajur Halang dan
Kecamatan Cijeruk di sebelah timur; Desa Sukamantri dan Kecamatan Taman
Sari di sebelah barat. Desa Sukaharja memiliki 9 RW dan 49 RT. Luas lahan desa
ini adalah 531.56 Ha dengan sebagian besar terdiri atas pemukiman. Desa ini
memiliki jumlah penduduk sebanyak 12 108 orang dengan 6 246 orang laki-laki
dan 5 682 orang perempuan. Masyarakat Desa Sukaharja menghadapi
permasalahan kepemilikan lahan dengan salah satu perusahaan besar yakni Bogor
Nirwana Residence (BNR) melalui perantara calo-calo tanahnya. Penipuan serta
kecurangan terjadi dalam transaksi jual-beli sehingga masyarakat banyak yang
merasa dirugikan. Hal ini menyebabkan masyarakat kehilangan lahan mereka
tanpa ganti rugi yang setimpal sehingga mempengaruhi mata pencaharian mereka
yang semula bergantung pada pertanian.
Kondisi luas lahan pertanian yang terus berkurang memaksa masyarakat
Desa Sukaharja yang sebelumnya bertani untuk berpindah ke sektor non-pertanian,
yakni industri sepatu/sandal. Adanya sekelompok pemuda desa yang dari awal
sudah berkecimpung di bidang tersebut pun semakin memicu masyarakat untuk
berpindah mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian. Bahkan
kini masyarakat desa tersebut tak segan-segan untuk menjual lahan pertaniannya
kepada calo tanah dengan harga yang murah untuk mendapatkan modal guna
membuka bengkel sandal. Upah yang cepat pun menjadi alasan mereka untuk
meninggalkan lahan pertaniannya dan berganti pekerjaan menjadi buruh sandal.
Hal menarik yang dapat diteliti adalah faktor-faktor apa saja yang mendorong
terjadinya perpindahan mata pencaharian masyarakat dan apa pengaruhnya
terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga petani.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas terdapat hubungan
yang sangat erat antara perubahan mata pencaharian dengan perubahan tingkat
kesejahteraan pasca konversi lahan dan perpindahan kepemilikan lahan, maka
dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian
mengenai Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani
dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor, yaitu sebagai berikut :
1. Faktor apa saja yang berhubungan dengan perubahan mata pencaharian
yang dilakukan petani?
2. Bagaimana hubungan perubahan mata pencaharian terhadap tingkat
kesejahteraan rumahtangga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah
beberapa tujuan penelitian guna menjawab pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:
1. Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan
perubahan mata pencaharian petani.
2. Menganalisis dan menjelaskan hubungan perubahan mata pencaharian
terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga.

3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti untuk
memahami permasalahan yang menjadi topik kajian dan mencari penguatan teori
yang telah didapat di perkuliahan. Selain itu juga memberikan manfaat terhadap
perkembangan literatur tentang penelitian agraria bagi para akademisi, peneliti
lain, pihak penyelenggara proyek, dan institusi pemerintah yang berkaitan dengan
proyek pembangunan pertanian. Secara praktis dapat memberikan informasi pada
masyarakat, pihak swasta, maupun pemerintah sebagai pihak pengambil kebijakan
dalam membantu masyarakat untuk menyokong kebutuhan masyarakat khususnya
petani.

4

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Petani
Bahari (2002) menyatakan bahwa secara umum ada tiga ciri utama yang
melekat pada petani pedesaan, yaitu kepemilikan lahan secara de facto,
subordinasi legal, dan kekhususan kultural. Lahan bagi petani bukan hanya
memiliki arti materil-ekonomi melainkan memiliki arti sosial budaya. Luas lahan
yang dimiliki petani merupakan simbol derajat sosial-ekonomi seseorang di
komunitas desanya. Petani yang tidak memiliki lahan adalah lapisan masyarakat
yang status sosialnya paling rendah.
Petani didefinisikan oleh Wolf (1985) sebagai pencocok tanam pedesaan
yang surplus produksinya dipindahkan ke kelompok penguasa melalui mekanisme
sistematis seperti upeti, pajak, atau pasar bebas. Persoalan tidak hanya pada
pemilikian lahan secara de facto, tetapi lebih berfokus pada lepasnya penguasaan
produksi dan tenaga kerja kepada pihak lain. Wolf (1985) kemudian membedakan
antara petani pedesaan atau petani tradisional (peasant) dengan petani pengusaha
pertanian atau petani modern (farmer). Perbedaan utama antara petani peasant
dengan petani farmer terletak pada orientasi dan distribusi hasil, dimana pada
petani peasant sebagian besar dari hasil produksi digunakan untuk penghasilannya
sendiri atau untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kekerabatan, bukan untuk
dipertukarkan dengan tujuan memperoleh barang-barang lain yang tidak
dihasilkan sendiri. Sebaliknya perbedaan utama dengan farmer terletak pada
tujuan produksinya, dimana farmer berorientasi bisnis, pasar, dan mencari laba
dalam mengelola usahataninya.
Menurut Shanin (1971), terdapat empat karakteristik utama petani. Pertama,
petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga. Kedua,
mereka menggantungkan hidup mereka pada lahan. Bagi petani, lahan pertanian
adalah segalanya yakni sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan
bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting
bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan
pemeliharaan tradisi dan konformitas serta solidaritas sosial yang kuat. Keempat,
petani cenderung sebagai pihak yang kalah (tertindas) namun tidak mudah
ditaklukan oleh kekuatan ekonomi, budaya, dan politik eksternal yang
mendominasi mereka.
Bila melihat kondisi petani di Indonesia, maka pola hidup petani cenderung
bersifat subsisten. Subsisten dalam pengertian ini bukan berarti makan
secukupnya dari suatu usaha tertentu dan bekerja hanya untuk kebutuhan akan
pangan saja, melainkan juga dilihat pada pandangan petani terhadap orientasi
kerjanya. Suhendar dan Yohana (1998) merumuskan tiga indikator untuk
memahami pola subsistensi petani:
1. Sikap atau cara memperlakukan faktor-faktor produksi yakni lahan dan
sumber agraria, menganggap peningkatan produksi tidak perlu dan
hanya memproduksi sebatas kebutuhan keluarganya (sekalipun dengan
penguasaan lahan luas), petani tersebut termasuk petani subsisten.

6
Sebaliknya bila sikapnya didassari oleh orientasi surplus produksi dan
maksimalisasi produksi, mereka termasuk petani komersial.
2. Besar kecilnya skala usaha petani, sekalipun hanya menguasai lahan
dalam skala kecil, jika didasari pemikiran yang cenderung berorientasi
pasar (mengejar surplus) petani itu dapat disebut sebagai petani
komersial. Sebaliknya, pada umumnya petani yang berlahan sempit
dengan skala usaha yang terbatas tergolong petani subsisten karena
dalam usahanya itu tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk
memaksimalkan produksi karena keterbatasan tersebut.
3. Jenis komoditas yang dibudidayakan petani, walaupun mengusahakan
komoditas komersial, jika hasil produksi tersebut hanya digunakan
untuk kebutuhan sendiri, maka ia tetap disebut sebagai petani subsisten.
Sebaliknya jika usaha komoditas komersial tersebut walaupun
diusahakan di lahan sempit, namun orientasinya untuk memperoleh
surplus, tidak dapat dikatakan sebagai petani subsisten melainkan petani
komersial.
Hampir tidak ada petani yang melakukan usahataninya dengan pola
subsisten mutlak jika pola subsistensi tersebut diterapkan dengan kondisi petani di
Indonesia saat ini. Akan tetapi bila digunakan indikator besar kecilnya skala usaha,
jelas bahwa sebagian besar petani di Indonesia hidup dalam pola subsisten.
Kesimpulannya, ciri petani Indonesia saat ini berbeda dengan ciri-ciri petani
seperti yang dikemukakan Shanin ataupun Wolf. Perbedaan tersebut antara lain:
(i) mengusahakan lahan yang sempit, (ii) produk yang dihasilkan cenderung untuk
kebutuhan pasar, dengan tujuan dijual dan hasil penjualannya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya, (iii) penerapan teknologi modern sudah
dilakukan dalam usahataninya, (iv) berpenghasilan ganda (tidak selalu
menggantungkan sumber nafkahnya pada sektor pertanian saja), (v) fungsi lahan
pertanian lebih sebagai penenang ekonomi mereka dan bukan sebagai sumber
ekonomi.
Konsep Penguasaan Tanah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa
pengertian mengenai tanah yaitu permukaan bumi atau lapisan yang di atas sekali.
Pengertian tanah diatur dalam Pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut.
“atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendir maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum”
Menurut Firey dalam Johara (1992), penggunaan tanah menunjukkan
pengaruh budaya yang besar dalam adapatasi ruang, dan berkesimpulan bahwa
ruang merupakan lambang bagi nilai-nilai sosial. Misalnya, penduduk sering
memberikan nilai sejarah yang besar terhadap sebidang tanah. Berhubungan
dengan pendapat Firey tersebut, Chapin dalam Johara (1992) menggolongkan
tanah dalam tiga kelompok yaitu yang memiliki:

7
1. Nilai keuntungan: yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang
dapat dicapai dengan cara melakukan jual-beli tanah di pasaran bebas.
2. Nilai kepentingan umum: yang berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.
3. Nilai sosial: yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan (misalnya
sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya),
dan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan
dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.
Pertimbangan dalam kepentingan tanah di berbagai wilayah mungkin
berbeda-beda, tergantung pada struktur sosial penduduk tertentu yang akan
diberikan prioritas bagi fungsi tertentu pada tanah. Jika hal ini tidak dipenuhi,
maka kehidupan masyarakat tersebut akan dirugikan.
Lahan memiliki arti lebih luas dibandingkan tanah, bila mengingat bahwa
tanah merupakan salah satu aspek dari lahan. Pemanfaatan lahan cenderung
mendekati pola pendayagunaan dan pengaturan fungsi ketatalaksanaan lahan.
Menurut Bapenas-PSE-KP (2006) dalam Darwis (2009), pemanfaatan lahan
merupakan hasil dari interaksi berbagai macam faktor yang menentukan
keputusan baik perorangan dan kelompok maupun pemerintah. Sama halnya pada
yang tercantum dalam ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air,
ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Permukaan
bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut dengan tanah. Tanah yang merupakan
salah satu aspek dari lahan yang dimaksudkan bukan mengatur tanah dalam segala
aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspek yaitu tanah dalam
pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.
Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam artian fisik dan dalam arti
yuridis, beraspek privat maupun publik. Penguasaan secara yuridis merupakan
penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik
tanah yang menjadi haknya, misalnya pemilik tanah mempergunakan dan
mengambil manfaat dari tanah yang menjadi haknya, tidak diserahkan kepada
pihak lain. (Santoso 2007). Adanya penguasaan secara yuridis walaupun memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang hak secara fisik, namun kenyataannya
penguasaan fisik dilakukan oleh orang lain. Misalnya, seseorang yang memiliki
tanah tidak mempergunakannya sendiri melainkan tanah tersebut disewakan
kepada orang lain. Tetapi ada juga yang penguasaan secara yuridis tidak
memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik,
misalnya saja kreditor atau bank sebagai pemegang hak jaminan atas tanah
mempunyai hak penguasaan secara yuridis atas tanah yang telah dijadikan
jaminan oleh pemiliknya. Akan tetapi fisik penguasaannya tetap pada pemegang
hak atas tanah.
Menurut Sudiyat dalam Hamid (1992) bahwa demi hidup dan
penghidupannya untuk kepentingan setiap bagian fungsi hidupnya (pekerjaan,
sandang, pangan, papan, istirahat, dan rekreasi) setiap orang membutuhkan
penguasaan atas sebagian permukaan bumi walaupun hanya sementara dan tidak
menentu. Dari hal tersebut terlihat bahwa penguasaan atas tanah bagi setiap orang
merupakan hal yang mutlak adanya baik dalam nama, jenis, jumlah, maupun
intensitasnya. Berkaitan dengan intensitas, hak menguasai dapat bergerak mulai
dari kadar yang paling lemah hingga bobot yang paling kuat, seperti hak pakai,

8
memetik kemdian menikmati hasil, hak memelihara/mengelola/mengurus, hak
memiliki sampai kepada hak mengasingkan dalam segala bentuk.
Ketidakmerataan penguasaan atas tanah pertanian menyebabkan kemiskinan
di desa khususnya bagi para petani. Hak menguasai atas tanah yang menyebabkan
para petani kecil tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Para
petani yang menguasai sebagian tanah yang kecil berusaha untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya dengan cara menyewakan ataupun menjual tanah yang
mereka miliki. Hal ini mereka lakukan karena tanah yang mereka kuasai pun tidak
dapat memnuhi kebutuhan mereka dan terpaksa menjadi buruh di tanah sendiri.
Terjadinya ketidakmerataan akses penguasaan atas tanah ini menjadikan
bertambahnya petani tidak bertanah dan mengakibatkan posisi kaum petani ini
termarginalisasi dari kehidupan sosialnya.
Konsep Nafkah/Mata Pencaharian
Definisi nafkah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
cara hidup. Definisi tersebut biasanya disejajarkan dengan konsep livelihood
(mata pencaharian).
Definisi lain dinyatakan Ellis (2000) bahwa livelihood mencakup
pendapatan “cash” (berupa uang) dan “in kind” (pembayaran dengan barang atau
hasil bumi) maupun dalam bentuk lainnya seperti institusi (saudara, kerabat,
tetangga, desa), relasi gender, dan hak milik yang dibutuhkan untuk mendukung
dan untuk keberlangsungan standar hidup yang sudah ada. Lebih lanjut, livelihood
juga mencakup akses terhadap, dan keuntungan yang berasal dari pelayanan
publik dan sosial yang disediakan oleh negara.
Menurut Purnomo (2006), sumber nafkah merupakan aset, sumberdaya atau
modal yang dimiliki rumahtangga yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
nafkah rumah tangga. Sumberdaya mengacu pada semua hal yang dapat
dimanfaatkan oleh rumahtangga. Modal mengacu pada semua hal yang
dimilikinya atau dapat diakses oleh rumahtangga. Elis (2000) mendefinisikan aset
sebagai berbagai modal yang dimiliki dan digunakan untuk kehidupan individu
dan rumahtangga.
Dharmawan (2001) menyebutkan sumber nafkah rumahtangga sangat
beragam (multiple source of livelihood), karena rumahtangga tidak tergantung
hanya pada suatu unit pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan tidak
ada satu sumber nafkah yang dapat memenuhi semua kebutuhan rumahtangga.
Rumahtangga dapat menjadi pemilik dan menggarap lahan sendiri, penggarap
dengan menggarap lahan orang lain, penggembala, pencari kayu bakar, pencari
rumput, ataupun wiraswasta.
Konsep Industrialisasi
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,
dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur
(manufacturing). Pengertian industri sendiri sangatlah luas, yaitu menyangkut

9
semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan
komersial. Oleh karena kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam
industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah, maka semakin banyak
jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha
tersebut.
Adapun istilah industrialisasi dalam suatu masyarakat berarti adanya
pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern,
dalam segi ekonomi, industrialisasi berarti munculnya kompleks industri yang
besar dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana
produksi, diusahakan secara massal (Dharmawan dalam Soesilowati 1988).
Industrialisasi merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk
mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per
kapita yang tinggi (Riedel dalam Tambunan 2001).
Akibat-akibat yang disebabkan oleh industrialisasi dapat dibedakan ke
dalam tiga segi (Moore dalam Soesilowati 1988), yaitu organisasi produksi,
struktur ekonomi, dan struktur ekologi-demografi. Penjelasan singkat mengenai
ketiganya adalah sebagai berikut.
1. Organisasi produksi; dari sudut organisasi produksi, akibat
industrialisasi dapat dilihat dalam hubungan kerja dan organisasi unitunit produksi.
2. Struktur ekonomi; dari sudut struktur ekonomi, akibat industrialisasi
dapat dilihat dari jenis pekerjaan, tabungan, serta distribusi dan
konsumsi. Perubahan juga terjadi pada aktivitas pertanian ke nonpertanian.
3. Struktur ekologi-demografi; dari sudut ekologi-demografi, akibat
industrialisasi lebih ditekankan pada perubahan ukuran dan
pertumbuhan penduduk.
Konsep Industrialisasi Pedesaan
Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, industri pedesaan adalah
suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern.
Industri pedesaan dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dalam
kaitan ini, industrialisasi pedesaan melalui mekanisme pasar dapat
mengakumulasi dan mengalihkan modal dari sektor pertanian ke sektor industri.
Industrialisasi dapat pula meningkatkan penyerapan angkatan kerja yang
senantiasa bertambah di pedesaan. Industrialisasi pedesaan menampilkan peranan
penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial.
Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosialekonomi, dalam hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan
kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan
peningkatan pendapatan dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat
pedesaan.
Industrialisasi pedesaan adalah kata kunci dari ekonomi kerakyatan. Dengan
industrialisasi, kualitas dan produktivitas terjaga, sehingga desa mampu bersaing
di dalam sistem ekonomi yang modern. Konsep industrialisasi pedesaan
diperkenalkan sebagai pemikiran alternatif untuk menjawab kebutuhan

10
pengembangan ekonomi desa, khususnya sejak terjadi kegagalan transformasi
ekonomi di zaman revolusi hijau.
Landasan pengembangan industrialisasi pedesaan didasarkan pada model
transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan
sumberdaya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa.
Industrialisasi desa ditandai oleh kepekaan pada pengelolaan lingkungan, orientasi
padat karya, dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta
berorientasi pada kebutuhan jangka panjang (sustainable).
Tingkat Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk
menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada
suatu kurun waktu tertentu. Menurut Yosep (1996), kesejahteraan itu bersifat luas
yang dapat diterapkan pada skala sosial besar dan kecil misalnya rumahtangga dan
individu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif,
tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan
itu sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum
tentu dapat juga dikatakan sejahtera bagi orang lain.
Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang
diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun
tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif
karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil
mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakikatnya bukan
hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsi
pun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.
Menetapkan kesejahteraan rumahtangga serta cara pengukurannya
merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ini disebabkan
permasalahan keluarga sejahtera bukan hanya menyangkut permasalahan
perbidang saja, tetapi menyangkut berbagai bidang kehidupan yang sangat
kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di berbagai bidang disiplin ilmu di
samping melakukan penelitian atau melalui pengamatan empirik berbagai kasus
untuk dapat menemukan indikator keluarga sejahtera yang berlaku secara umum
dan spesifik (BPS 1995).
Mengingat data yang akurat sulit diperoleh, maka pendekatan yang sering
digunakan adalah melalui pendekatan pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran
rata-rata per kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga
selama setahun untuk konsumsi semua anggota rumahtangga dibagi dengan
banyaknya anggota rumahtangga. Determinan utama dari kesejahteraan penduduk
adalah daya beli. Apabila daya beli menurun maka kemampuan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidup menurun sehingga tingkat kesejahteraan juga akan
menurun (BPS 1995).
Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga
suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek
tertentu. Berbagai aspek mengenai indikator kesejahteraan yang dibahas oleh BPS
(1995), antara lain:

11
1) Kependudukan
Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan
distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam
proses pembangunan. oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan
pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan,
pemerintah tidak hanya mengarahkan upaya pengendalian jumlah
penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas
sumberdaya manusia. Di samping itu, program perencanaan
pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama
yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.
2) Kesehatan dan Gizi
Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik
penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan
menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan
hidup. Selain itu, aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi
kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur
melalui angka kesakitan dan status gizi.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai
subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik.
Faktor kemiskinan merupakan faktor yang menyebabkan belum semua
anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Karena
itu dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang
dicapai suatu masyarakat, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan
sejahtera.
4) Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting tidak hanya
untuk mencapai kepuasan individu, tetapi juga untuk memenuhi
perekonomian rumahtangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
5) Taraf dan Pola Konsumsi
Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik
untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu
dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut
adalah bagaimana pendapatan tersebut direstribusi di antara kelompok
penduduk. Indikator distribusi pendapatan akan memberi petunjuk aspek
pemerataan yang telah dicapai walaupun didekati dengan pengeluaran.
6) Perumahan dan Lingkungan
Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan
bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka dapat
diasumsikan semakin sejahtera rumahtangga yang mendiami rumah
tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat
kesejahteraan antara lain luas lantai tanah, sumber air minum, fasilitas
buang air besar rumahtangga dan tempat penampungan kotoran akhir
(jamban).
7) Sosial dan Budaya
Pada umumnya semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu
luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan
seseorang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin

12
meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada
kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti
melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang
mencakup menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca surat
kabar.
Ruang Lingkup Kesejahteraan
Kesejahteraan rumahtangga juga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan
ekonomi (family well-being) yang diukur dari pemenuhan in out rumahtangga
(misalnya diukur dari pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran rumahtangga) dan
kesejahteraan material (family material well-being) yang diukur dari berbagai
bentuk barang dan jasa yang diakses oleh rumahtangga. Pengukuran kesejahteraan
material relatif lebih mudah dan akan menyangkut pemenuhan kebutuhan
rumahtangga yang berkaitan dengan materi, baik sandang, pangan, dan papan,
serta kebutuhan rumahtangga yang dapat diukur dengan materi. Secara umum,
pengukuran kesejahteraan material ini dapat dilakukan dengan mengukur tingkat
pendapatan (Sunarti 2006).
Kesejahteraan ekonomi. Kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat
terpenuhinya input secara finansial oleh rumahtangga. Input yang dimaksud baik
berupa pendapatan, nilai aset rumahtangga, maupun pengeluaran, sementara
indikator outputmemberikan gambaran manfaat langsung dari investasi tersebut
pada tingkat individu, rumahtangga, dan penduduk (Ferguson, Horwood, dan
Beutrais 1981 dalam Sunarti 2006). Kesejahteraan ekonomi dari suatu
rumahtangga biasanya didefinisikan sebagai tingkat kepuasan atau tingkat
pemenuhan kebutuhan yang diperoleh oleh rumah tangga (Park 2000 dalam
Sunarti 2006). Sementara itu Lerman (2002) dalam Sunarti (2006) menyoroti
keterkaitan status perkawinan dengan kesejahteraan ekonomi (economic wellbeing).
Kesejahteraan sosial. Beberapa komponen dari kesejahteraan sosial
diantaranya adalah penghargaan (self esteem) dan dukungan sosial. Menurut
Chess dan Thomas (1987) dalam Sunarti (2006), penghargaan merupakan pusat
pengembangan manusia agar berfungsi secara optimal, kreatif, produktif, terampil,
dan optimis.
Kesejahteraan psikologi. Kesejahteraan psikologi merupakan fenomena
multidimensi yang terdiri dari fungsi emosi dan fungsi kepuasan hidup (Gauvin
dan Spence 1989 dalam Sunarti 2006). Terdapat tiga dimensi kesejahteraan
psikologi dalam kaitannya dengan peran orangtua, yaitu; 1) suasana hati, 2)
tingkat kepuasan, dan 3) arti hidup (Umberson dan Gove 1989 dalam Sunarti
2006).
Kerangka Pemikiran
Merujuk pada penelitian-penelitian terdahuu, dalam penelitian ini perubahan
mata pencaharian diduga dapat terjadi karena dua faktor yang berhubungan
langsung dengan pengambilan keputusan petani untuk menjual lahannya, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat disebut juga sebagai
karakteristik individu yang mencakup umur petani, tingkat pendidikan, jumlah

13
tanggungan anggota rumahtangga, serta tingkat ketergantungan kepada lahan.
Faktor eksternal dapat disebut dengan intervensi pihak luar dan mencakup
pengaruh tetangga yang menjual lahan dan pengaruh calo tanah.
Diduga juga perubahan mata pencaharian akan berhubungan pada tingkat
kesejahteraan rumahtangga. Penjelasan ini dapat disederhanakan dalam kerangka
pemikiran pada Gambar 1.
Faktor Internal/Karakteristik
Petani:
1. Usia
2. Tingkat pendidikan
3. Jumlah
tanggungan
anggota rumahtangga
4. Tingkat
ketergantungan
terhadap lahan

Faktor Eksternal/Intervensi Pihak
Luar:
1. Pengaruh
tetangga
yang
berpindah mata pencaharian
2. Pengaruh calo tanah

Perubahan mata pencaharian
Perubahan mata pencaharian dari sektor
pertanian ke sektor non-pertanian. Dalam hal
ini dari petani menjadi buruh sandal
Tingkat kesejahteraan rumahtangga
Indikator kesejahteraan rumahtangga

Keterangan:
: Hubungan
Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis perbandingan kesejahteraan rumahtangga
petani dan buruh sandal
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat ditarik beberapa
hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara faktor internal/karakteristik petani dengan
perubahan mata pencaharian
2. Terdapat hubungan antara faktor eksternal/intervensi pihak luar dengan
perubahan mata pencaharian
3. Terdapat hubungan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat
kesejahteraan rumahtangga

14
Definisi Konseptual
1. Tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah kemampuan sebuah
rumahtangga untuk menyekolahkan anak, memiliki rasa aman
(kepastian mempunyai pekerjaan yang dapat memenuhi
kebutuhan pokok), memiliki rasa guyub (hubungan emosional)
terhadap rumahtangga dan memiliki hubungan yang erat terhadap
tetangga (timbal balik dan tolong-menolong).
Definisi Operasional
Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini
dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara
operasional. Penggolongan variabel-variabel tersebut didasarkan pada pengukuran
secara emik. Variabel-variabel tersebut adalah:
1. Usia adalah lama hidup responden yang diukur sejak responden lahir
sampai dengan saat ini.
a) Dewasa Lanjut (skor 2) apabila 45-55 tahun
b) Dewasa (skor 1) apabila 34-44 tahun
2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang
pernah dilakukan oleh responden.
a) Tinggi (skor 2) apabila tamat SMP
b) Rendah (skor 1) apabila tidak sekolah dan tamat SD
3. Jumlah tanggungan anggota rumahtangga adalah banyaknya anggota
rumahtangga yang tinggal bersama responden dan belum bekerja dalam
satu rumahtangga.
a) Tinggi (skor 2) apabila 4 orang
b) Rendah (skor 1) apabila 3 orang
4. Tingkat ketergantungan terhadap lahan adalah sejauh mana lahan
dianggap penting oleh responden sebagai sumber pendapatan.
Penggolongan tingkat ketergantungan terhadap lahan dapat diukur dari:
a) Luas lahan adalah ukuran seberapa besar lahan yang dimiliki oleh
responden.
1) Tinggi (skor 2) apabila 4 651-9 000 m2
2) Rendah (skor 1) apabila 300-4650 m2
b) Sumber penghasilan adalah seberapa banyak mata pencaharian
responden yang menjadi pemasukan responden.
1) Tinggi (skor 2) apabila hanya bergantung pada lahan
2) Rendah (skor 1 ) apabila tdak hanya bergantung pada lahan
Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh,
penggolongan tingkat ketergantungan lahan responden sebagai berikut:
a) Sangat bergantung, apabila akumulasi skor 4
b) Tergantung, apabila akumulasi skor 2-3
5. Pengaruh tetangga adalah banyaknya tetangga responden yang
berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal yang dapat
mendorong responden untuk berpindah mata pencaharian.
a) Tinggi (skor 2) apabila > 5 orang
b) Rendah (skor 1) apabila ≤ 5 orang

15
6. Pengaruh calo tanah adalah jumlah calo tanah yang berperan sebagai
sebagai perantara antara responden dengan pihak swasta dalam proses
penjualan lahan.
a) Tinggi (skor 2) apabila calo tanah menemui responden untuk
negosiasi
b) Rendah (skor 1) apabila tidak ada calo tanah yang menemui
responden
7. Perubahan mata pencaharian adalah perpindahan mata pencaharian
responden dari petani ke buruh sandal yang disebabkan karena adanya
pergantian kepemilikan lahan.
a) Petani
b) Buruh sandal yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani
8. Tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah kemampuan sebuah
rumahtangga dalam mencukupi kebutuhan pokok rumahtangganya
(sandang, pangan, papan) yang dapat diukur dari:
a) Tingkat kesejahteraan ekonomi adalah kondisi ekonomi sebuah
rumahtangga dalam mencukupi kebutuhan pokok rumahtangganya
yang dapat diukur dari:
1) Jumlah penghasilan adalah sejumlah uang yang diperoleh
responden dari mata pencahariannya dalam kurun waktu
tertentu.
i) Tinggi (skor 2) apabila > Rp1 850 000
ii) Rendah (skor 1) apabila Rp500 000-Rp1 850 000
2) Jumlah anggota rumahtangga responden yang sudah bekerja.
i) Tinggi (skor 2) apabila 1-2 orang
ii) Rendah (skor 1) apabila tidak ada
3) Tingkat kecukupan rumahtangga dalam hal memenuhi
kebutuhan konsumsi.
i) Tinggi (skor 2) apabila tercukupi
ii) Rendah (skor 1) apabila tidak tercukupi
Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh,
penggolongan tingkat kesejahteraan ekonomi responden sebagai
berikut:
a. Tinggi, apabila akumulasi skor 5-6
b. Rendah, apabila akumulasi skor 3-4

16

17

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung
dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan
penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian menggunakan metode survai
dapat menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa
yang sudah dirancang peneliti. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa
meliputi hubungan antara faktor internal/karakteristik responden dengan
perubahan mata pencaharian, hubungan antara faktor eksternal (pengaruh tetangga
yang berpindah mata pencaharian, pengaruh calo tanah, dan bantuan pemerintah
daerah), dan hubungan antara perubahan mata pencaharian mata pencaharian
dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Setiap pengujian hipotesa di atas
diharapkan mampu menjawab keterkaitan antara perubahan mata pencaharian
dengan tingkat kesejahteraan pada rumahtangga. Alasan lain dari pemilihan
metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian survai dikarenakan
metode ini dapat menjelaskan tujuan dari penelitian melalui generalisasi objek
penelitian untuk populasi masyarakat yang tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Singarimbun dan Effendi (1989) yang menyebutkan bahwa
keuntungan utama dari penggunaan metode penelitian survai yaitu memungkinkan
pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian yang mengangkat judul Analisis Perbandingan Tingkat
Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk
- Bogor ini dilaksanakan di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive). Wilayah yang
dipilih merupakan salah satu desa yang sebagian besar dari masyarakat petani
melakukan perubahan mata pencaharian ke sektor non-pertanian. Pemilihan lokasi
ini dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan dari penelitian karena di lokasi ini
sebagian besar masyarakat petani telah kehilangan lahannya akibat campur tangan
dari calo-calo tanah yang merupakan perpanjangan tangan dari pihak pengembang
(swasta). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai pada bulan April
2013. Lampiran 4 menyajikan jadwal pelaksanaan penelitian.
Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium,
pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft
skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan peneiltian.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan metode penelitian yang digunakan.
Pendekatan kuantitatif akan memperoleh data dari kuesioner yang ditanyakan
langsung oleh peneliti kepada responden. Teknik pengumpulan data terkait
hubungan antara karakteristik petani dengan perubahan mata pencaharian, faktor

18
eksternal (pengaruh tetangga dan calo tanah) dengan perubahan mata pencaharian,
dan hubungan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan.
Teknik kuesioner juga dikombinasi dengan teknik wawancara, selain dapat
memberikan informasi-informasi tak terduga terkait penelitian yang berada di luar
kuesioner juga dapat membantu responden dalam proses pengisian kuesioner.
Pendekatan kualitatif menghasilkan data primer dari hasil wawancara
mendalam dengan beberapa informan yang dianggap memiliki peran penting
dalam masyarakat, seperti tokoh-tokoh masyarakat desa, petani pemilik lahan,
penggarap, calo tanah, serta petani yang telah berpindah mata pencaharian
menjadi buruh sandal. Data ini juga diperoleh melalui pengamatan langsung serta
bahan tertulis. Data-data tersebut meliputi data luas tanah pertanian, jumlah
penduduk desa berdasarkan mata pencaharian, serta komoditi pertanian di wilayah
desa. Sementara data sekunder diperoleh dari data profil desa serta data-data
penunjang dari berbagai instansi yang dibutuhkan dalam proses penelitian.
Berbagai kombinasi metode penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
menghasilkan dua jenis data yang akan digunakan dalam proses pengolahan data,
kedua jenis data tersebut yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh
melalui pengamatan langsung, kuesioner, dan wawancara mendalam, sedangkan
data sekunder diperoleh melalui literatur pustaka dan data-data dari berbagai
instansi yang terkait.
Populasi sampling dalam penelitian ini yaitu seluruh masyarakat atau
penduduk Desa Sukaharja baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan kerangka
sampling dari populasi tersebut yaitu kepala rumahtangga di Desa Sukaharja yang
bermatapencaharian sebagai petani dan kepala rumahtangga di Desa Sukaharja
yang bermatapencaharian sebagai buruh sandal. Kriteria pemilihan kerangka
sampling untuk kepala rumahtangga yang bermatapencaharian sebagai buruh
sandal yaitu adalah kepala rumahtangga yang sebelumnya bermatapencaharian
sebagai petani. Unit analisis dalam penelitian ini yaitu rumahtangga. Pemilihan
responden ini dilakukan dengan metode sampel acak terstratifikasi (stratified
random