Persepsi, Konsumsi dan Kontribusi Lauk Hewani pada Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong

PERSEPSI, KONSUMSI DAN KONTRIBUSI LAUK HEWANI
PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD CIBINONG

AL YASIR NENE AMA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

1

ABSTRACT
AL YASIR NENE AMA. Perception, Consumption and Contribution of Chicken,
Eggs, Fish and Beef Dishes towards Patients in Cibinong Hospital. Under the
guidance of SITI MADANIJAH and VERA URIPI.
The purpose of this study is to assess the perception, consumption and
contribution of chicken, eggs, fish and beef dishes towards hospitalized patients
in Cibinong Hospital. A total of 40 qualified respondents gave their perception on
the characteristics (color, aroma, flavor, texture and portion) of the four types of
dishes (chicken, eggs, fish and beef) that were served at the hospital.

Consumption by the respondents were used to obtain the level consumption and
its contribution towards whole menu and the respondent requirements. The
results showed that most of the respondents satisfied by the four types of dishes
but the level of consumption was still low. The contribution of the dishes towards
the whole menu and the respondent requirements were fair. The results of
correlation test showed no significant relationship (P> 0.05) between the
characteristics of the sample with the perception of chicken, eggs, fish and beef
dishes. There was a significant relationship (P < 0.05) between the respondents
perception of chicken and fish dishes with the consumption levels while there was
no significant relationship (P > 0.05) between the respondents perception of eggs
and beef dishes with the level of consumption.
Key words: chicken, eggs, fish and beef dishes; perception; consumption;
contribution

2

RINGKASAN
AL YASIR NENE AMA. Persepsi, Konsumsi dan Kontribusi Lauk Hewani pada
Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH
dan VERA URIPI.

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mempelajari persepsi,
konsumsi dan kontribusi lauk hewani pada pasien rawat inap di RSUD Cibinong.
Tujuan khususnya yaitu (1) mempelajari karakteristik contoh (umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jenis penyakit); (2) mempelajari
persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani yang disajikan; (3)
mempelajari ketersediaan, konsumsi dan kontribusi energi dan protein lauk
hewani; (4) menganalisis hubungan karakteristik contoh dengan persepsi contoh,
serta; (5) menganalisis hubungan persepsi contoh dengan tingkat konsumsi
energi dan protein lauk hewani.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang
dilaksanakan di RSUD Cibinong, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data
dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2011. Contoh dalam penelitian ini
adalah pasien rawat inap di RSUD Cibinong. Sampel diambil dengan teknik
purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah contoh yang telah
memenuhi syarat inklusi dan digunakan dalam penelitian ini adalah 40 orang.
Pengamatan persepsi contoh terhadap lauk hewani dilakukan pada siklus menu
ke-1 dan ke-2 karena pada kedua siklus menu ini terdapat empat jenis lauk
hewani yang berbeda (ayam, telur, ikan dan daging)
Persepsi contoh terhadap lauk hewani dikelompokkan menjadi kategori
tidak suka, kurang suka, suka dan sangat suka pada setiap karakteristik lauk

hewani (rasa, aroma, tekstur, warna dan kesesuaian porsi). Persepsi terhadap
setiap karakteristik dinilai dan hasil penjumlahannya dikategorikan lagi menjadi
tidak suka, kurang suka, suka dan sangat suka. Penjumlahan dari persepsi
setiap karakteristik tersebut merupakan persepsi akumulatif terhadap setiap jenis
lauk hewani.
Kebutuhan energi dihitung dengan cara memperkirakan kebutuhan energi
contoh sesuai Angka Metabolisme Basal (AMB), faktor aktifitas dan faktor stres.
Ketersediaan lauk hewani dihitung berdasarkan standar porsi yang digunakan di
rumah sakit. Perkiraan kebutuhan protein sehari dihitung dari 15.0% total
kebutuhan energi sehari. Konsumsi lauk hewani contoh dihitung menggunakan
metode pengamatan langsung dengan melihat sisa makanan. Analisis data
dilakukan secara statistik deskriptif menggunakan MS. Excel 2007 dan analisis
statistik inferensia dengan program SPSS 16.0 for window yang menggunakan
uji korelasi spearman untuk melihat hubungan antar variabel dan uji beda
friedman test untuk melihat perbedaan persepsi contoh terhadap karakteristik
lauk hewani.
Hasil analisis menunjukkan jumlah pasien contoh laki-laki yaitu 29 orang
lebih banyak dibanding perempuan yaitu11 orang. Contoh dengan jenis penyakit
dalam lebih banyak dibandingkan dengan jenis penyakit bedah. Sebagian besar
contoh memilki tingkat pendidikan yang rendah; sekitar 41.7% contoh

berpendidikan SD. Contoh laki-laki memiliki jenis pekerjaan terbanyak yaitu
buruh (31.0%) sedangkan perempuan lebih dari 50.0% bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Sebagian besar contoh memiliki status ekonomi menengah ke
bawah karena berada di bawah garis kemiskinan Kabupaten Bogor; rata-rata
pendapatan contoh yaitu < Rp.200.000/kap/bln.

3

Kegiatan penyelenggaraan makanan di RSUD Cibinong sudah baik,
ditunjukkan dengan sudah dilaksanakannya semua tahapan penyelenggaraan
makanan dengan baik. Pada proses perencanaan menu, pemilihan jenis dan
jumlah bahan pangan hewani sangat diperhatikan. Jenis bahan pangan hewani
yang digunakan yaitu daging sapi, ayam, ikan, telur ayam, nugget dan sosis.
Analisis persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani menunjukkan
terdapat contoh yang menyatakan tidak suka terhadap warna, aroma, tekstur,
dan rasa dari ayam. Demikian juga pada telur dan ikan, terdapat contoh yang
menyatakan tidak suka terhadap aroma telur, tekstur ikan serta rasa dari telur
dan ikan. Berbeda dengan ketiga lauk hewani lainnya, sebanyak 32.5% dan
7.5% contoh menyatakan sangat suka pada rasa dan tekstur daging. Uji
friedman menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik warna,

aroma, tekstur, rasa dan kesesuaian porsi pada keempat jenis lauk hewani.
Persepsi terhadap lauk hewani merupakan persepsi akumulatif contoh
terhadap karakteristik (warna, aroma, tekstur, rasa dan kesesuaian porsi) setiap
lauk hewani. Semua contoh dalam penelitian ini tidak memiliki tingkat persepsi
tidak suka dan sebagian besar menyatakan suka pada keempat jenis lauk
hewani yang disajikan. Hal ini menunjukkan bahwa lauk hewani yang disajikan
sudah cukup diterima dengan baik oleh contoh. Hasil uji korelasi spearman
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0.05) antara karakteristik
contoh (umur, jenis kelamin, jenis penyakit, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan
dan pendapatan) dengan persepsi contoh terhadap keempat jenis lauk hewani.
Ketersediaan lauk hewani yang disajikan sudah baik, namun konsumsi
lauk hewani (energi dan protein) secara keseluruhan masih tergolong rendah.
Tingkat konsumsi lauk hewani terhadap ketersediaan juga tergolong rendah
terutama pada telur ayam. Tingkat konsumsi ini diperoleh dengan
membandingkan jumlah lauk hewani (energi dan protein) yang dikonsumsi
dengan lauk hewani yang disajikan. Tingkat konsumsi yang rendah pada telur
ayam disebabkan oleh anggapan atau kepercayaan contoh bahwa dalam
keadaan setelah operasi atau luka operasi yang belum sembuh pantang untuk
mengonsumsi lauk hewani terutama telur ayam. Kontribusi yang diberikan oleh
lauk hewani sudah baik; sudah melebihi 25% total ketersediaan. Kontribusi ini

diperoleh dengan membandingkan jumlah lauk hewani (energi dan protein) yang
disajikan dengan satu kesatuan menu makanan (energi dan protein). Kontribusi
lauk hewani terhadap kebutuhan contoh diperoleh dengan membandingkan
konsumsi lauk hewani (energi dan protein) dengan total kebutuhan energi dan
protein contoh. Kontribusi lauk hewani terhadap kebutuhan contoh berkisar
antara 3.2% sampai 5.1% untuk energi dan 5.2% sampai 10.2% untuk protein.
Uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan nyata positif (p0.05) antara persepsi contoh pada
lauk hewani daging dan telur dengan tingkat konsumsinya; persepsi contoh yang
baik belum tentu diikuti dengan tingkat konsumsi yang baik pula dan sebaliknya.
Saran yang diberikan yaitu pihak instalasi gizi rumah sakit perlu
memberikan penyuluhan kepada para pasien yang masih memiliki anggapan
yang salah tentang konsumsi lauk hewani pada saat sakit.

4

PERSEPSI, KONSUMSI DAN KONTRIBUSI LAUK HEWANI
PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD CIBINONG

AL YASIR NENE AMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Sarjana Gizi pada
Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

5

Judul

: Persepsi, Konsumsi dan Kontribusi Lauk Hewani pada
Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong

Nama

: Al Yasir Nene Ama


NIM

: I14096015

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS

dr. Vera Uripi

NIP. 19491130 197603 2 001

NIP. 19511207 198803 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat


Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP: 19621218 198703 1 001

Tanggal lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Persepsi, Konsumsi dan Kontribusi Lauk Hewani pada Pasien Rawat Inap di
RSUD Cibinong”. Tak lupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW
yang selalu menjadi teladan bagi kita semua. Terselesaikannya penulisan skripsi
ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS dan dr. Vera Uripi selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan
arahan,


kritik,

dan

saran,

serta

dorongan

kepada

penulis

untuk

menyelesaikan skripsi.
2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji skripsi atas segala masukan yang telah diberikan.
3. Ibu Maria Tambunan, SKM, M.Kes selaku Kepala Instalasi Gizi RSUD

Cibinong dan seluruh staf Ahli Gizi di RSUD Cibinong yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di
rumah sakit ini.
4. Ayah dan ibunda tercinta serta seluruh keluarga besar penulis yang
senantiasa memberikan doa dan dukungan yang tiada terhingga selama
proses pembuatan skripsi.
5. Para enumerator yaitu Meilita Kusramadhanti, Harsy Melisanda, Wiwiet
Mutiah dan Mury Kuswari yang telah membantu dalam pengambilan data di
rumah sakit, serta saran dan bantuannya yang telah diberikan kepada
penulis.
6. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang
lebih besar dan semoga skrispsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Bogor, Maret 2012

Al Yasir Nene Ama

7

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1988 di Larantuka, Kabupaten
Flores Timur, NTT. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara
pasangan Khaidir K Notan dan Annisa. Pendidikan Sekolah Dasar hingga SLTP
ditempuh penulis di kota kelahirannya hingga tahun 2003,

kemudian

melanjutkan pendidikan SLTA di SMA BPS&K Jakarta Timur dan lulus pada
tahun 2006.. Penulis melanjutkan Diploma 3 pada jurusan Manajemen Industri
Jasa Makanan dan Gizi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2009. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan pernah
menjabat sebagai wakil ketua BEM Diploma IPB periode 2007-2008. Pada tahun
2009 Penulis juga pernah malaksanakan magang di Hotel Kartika Chandra
Jakarta selama tiga bulan dan praktek kerja lapang di RSUP Persahabatan
Jakarta selama empat bulan.
Setelah menjalani pendidikan D3, penulis melanjutkan pendidikan S1
pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
IPB. Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dietetik di
Diploma IPB dan di Departemen Gizi Masyarakat IPB. Selain itu penulis juga
pernah menjadi staf pengajar di salah satu bimbingan belajar di Kota Bogor dan
menjadi reporter di GreenTV IPB. Pada bulan Maret 2011 penulis melaksanakan
Intrenship Dietetik di RSUD Cibinong. Selanjutnya pada bulan Juli – Agustus
2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Bumijawa,
Kabupaten Tegal.

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xii
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
Pelayanan Gizi Rumah Sakit ....................................................................... 4
Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ................................................... 4
Persepsi ...................................................................................................... 5
Karakteristik Makanan yang Mempengaruhi Persepsi ................................. 7
Konsumsi Pangan ....................................................................................... 9
Pangan Hewani sebagai Sumber Protein .................................................. 11
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 14
METODE PENELITIAN...................................................................................... 15
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 16
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ..................................................... 16
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................... 16
Pengolahan dan Analisis Data .................................................................. 18
Definisi Operasional .................................................................................. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 23
Karakteristik Contoh .................................................................................. 23
Gambaran Umum Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit ................. 27
Persepsi Contoh terhadap Karakteristik Lauk Hewani ............................... 29
Hubungan Persepsi terhadap Lauk Hewani dengan Karakteristik ............ 34
Tingkat Konsumsi terhadap Ketersediaan Lauk Hewani ............................ 41
Kontribusi Lauk Hewani ............................................................................. 45
Hubungan Persepsi dengan Tingkat Konsumsi Lauk Hewani .................... 46
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 49
Kesimpulan ............................................................................................... 49
Saran ........................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 51
LAMPIRAN ........................................................................................................ 55

x

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2

Kandungan asam amino esensial beberapa sumber pangan hewani…...
Jenis data dan cara pengumpalan data …………………………………….

12
17

3

Faktor aktifitas dan faktor injuri/stress ………………………….………..…

19

4

Variabel penelitian dan kategorinya ……………………………..……….…

21

5

Sebaran contoh menurut umur dan jenis kelamin ……………………...…

24

6

Sebaran contoh menurut jenis penyakit dan jenis kelamin ……………….

24

7

Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin …………

25

8

Sebaran contoh menurut pekerjaan dan jenis kelamin …………………...

25

9

Sebaran contoh menurut pendapatan/kapita/bulan dan jenis kelamin …

26

10

Standar porsi lauk hewani di RSUD Cibinong ……………………………..

28

11

Sebaran contoh menurut persepsi terhadap warna lauk hewani ………..

29

12

Sebaran contoh menurut Persepsi terhadap aroma lauk hewani ………..

30

13

Sebaran contoh menurut persepsi terhadap tekstur lauk hewani ……….

31

14

Sebaran contoh menurut persepsi terhadap rasa lauk hewani …………

32

15

Sebaran contoh menurut persepsi terhadap kesesuaian porsi lauk
hewani ………………………………………………………………………….

33

16

Sebaran contoh menurut umur dan persepsi terhadap lauk hewani …….

35

17

Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan persepsi terhadap lauk
hewani…………………………………………………………………………..

35

18

Sebaran contoh menurut jenis penyakit dan persepsi terhadap lauk
hewani……................................................................................................

36

19

Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan dan persepsi terhadap
lauk hewani……………………………………………………………………..

38

20

Sebaran contoh menurut jenis pekerjaan dan persepsi terhadap lauk
hewani ………………………………………………………………………….

39

21

Sebaran contoh menurut besar pendapatan dan persepsi terhadap
lauk hewani……………………………………………………………………..

41

22

Ketersediaan dan konsumsi lauk hewani …………………..……………...

23

Sebaran contoh menurut tingkat konsumsi terhadap ketersediaan lauk
hewani ….………………………………………………………………………

43

24

Kontribusi lauk hewani terhadap satu kesatuan menu ……………………
Kontribusi lauk hewani terhadap kebutuhan ……………………………….

45

25
26

Sebaran contoh menurut tingkat konsumsi dan persepsi terhadap lauk
hewani ………………………………………………………………………….

43

46
47

xi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kerangka pemikiran persepsi, konsumsi dan kontribusi lauk hewani .......... 15

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Siklus Menu pasien kelas III di RUSD Cibinong ……………………….....

56

2 Kandungan energi dan protein setiap lauk hewani yang disajikan ……...…

58

3 Konsumsi lauk hewani contoh ………………………………………………....

59

4 Ketersediaan satu kesatuan menu dalam satu kali waktu makan ………....

60

5 Hasil uji korelasi spearman antara karakteristik contoh dengan persepsi
terhadap lauk hewani ………………………………………………………....

61

6 Hasil uji korelasi spearman antara persepsi contoh dengan tingkat
konsumsi energi dan protein lauk hewani………………………………...….

61

7 Hasil uji beda friedman persepsi contoh terhadap karakteristik keempat
jenis lauk hewani………………………………………………………………...

62

8 Dokumentasi penelitian……………………………………………………….…

64

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumah Sakit dapat diartikan sebagai salah satu tempat pelayanan
kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya kegiatan pemberian makanan
untuk kesehatan pasien. Sama halnya dengan perawatan dan pengobatan
penyakit,

pengaturan makanan juga merupakan satu kesatuan proses

penyembuhan penyakit. Pengaturan makanan di rumah sakit disebut dengan
pelayanan gizi. Pelayanan gizi rumah sakit adalah serangkaian kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan gizi pasien rumah sakit yang pelayanannya disesuaikan
dengan keadaan pasien yaitu keadaan klinik, status gizi, dan metabolisme tubuh
pasien. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit sehingga pelayanan gizi dapat menjadi salah satu faktor penunjang
utama proses penyembuhan (Depkes 2006). Pemenuhan kebutuhan zat gizi
tersebut dilaksanakan dalam kegiatan penyelenggaraan makanan.
Penyelenggaraan makanan bagi orang sakit merupakan hal yang tidak
bisa ditinggalkan dalam upaya penyembuhan penyakit. Penyelenggaraanya juga
harus seiring dan sejalan dengan perawatan dan pengobatan yang diberikan.
Upaya peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi pada pasien rawat inap
didukung adanya ketersediaan energi dan zat gizi dari rumah sakit melalui
kegiatan penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan makanan rumah sakit
adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan menu sampai
pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status
kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Tujuan akhir dari
kegiatan ini adalah tersedianya makanan yang baik dari segi kualitas dan
kuantitasnya untuk konsumen atau pasien. Salah satu komponen makanan
tersebut adalah lauk hewani.
Lauk hewani merupakan salah satu komponen kerangka menu yang
dapat divariasikan dan memberikan sumbangan zat gizi terutama protein dalam
satu satuan menu yang disajikan kepada pasien. Lauk hewani memiliki harga
lebih mahal dibandingkan dengan komponen menu yang lain. Berdasarkan data
harga bahan pangan periode September 2011, harga daging sapi, daging ayam,
telur ayam, beras dan tahu atau tempe masing-masing adalah Rp73.291/kg,
Rp26.878/kg, Rp18.359/kg, Rp7.449/kg, Rp9.875/kg (Kemendag 2011). Data

2

tersebut dapat menunjukkan bahwa harga bahan pangan hewani lebih mahal
dibandingkan dengan bahan pangan lainnya.
Protein lauk hewani pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
lauk nabati. Protein pada lauk hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan
bermutu tinggi, karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang
lengkap serta memiliki daya cerna yang tinggi sehingga jumlah yang diserap atau
yang digunakan oleh tubuh juga tinggi (Muchtadi 2010a).
Rasa lauk hewani yang enak membuat lauk hewani memegang peranan
penting dalam konsumsi makanan pasien. Walaupun demikian, konsumsi lauk
hewani pada pasein yang dirawat di rumah sakit tidak sepenuhnya baik. Hal ini
diduga karena kondisi pasien yang sakit sehingga menurunkan nafsu makan
mereka termasuk nafsu untuk mengonsumsi lauk hewani. Penelitian yang
dilakukan oleh Meriska dan Meriska (2004) menunjukkan bahwa tidak semua
pasien dapat mengonsumsi dengan baik lauk hewani yang disajikan.
Sebagian pasien yang dirawat di rumah sakit harus menjalani diet tertentu
yang mungkin berbeda dengan kebiasaan makan sehari-hari di rumah, seperti
jenis makanan, cara menghidangkan, tempat makan, waktu makan, suasana
makan serta rasa dari makanan. Perbedaan tersebut akan menimbulkan
persepsi yang berbeda terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit (Moehyi
1992). Hal ini dapat terjadi pula pada konsumsi lauk hewani yang disajikan di
rumah sakit. Persepsi pasien yang berbeda-beda pada lauk hewani yang
diberikan oleh rumah sakit dapat mempengaruhi pasien dalam mengonsumsi
lauk hewani tersebut. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Munajat
(2003) serta Marlina dan Meriska (2004) mengenai persepsi makanan
menunjukkan bahwa persepsi pasien berpengaruh nyata terhadap tingkat
konsumsi pasien pada makanan yang disajikan di rumah sakit.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi
pasien terhadap lauk hewani berpengaruh pada tingkat konsumsi pasien serta
bagaimana kontribusinya terhadap ketersediaan satu kesatuan menu dan
kontribusinya terhadap kebutuhan pasien dengan melakukan penelitian tentang
persepsi, konsumsi dan kontribusi lauk hewani pada pasien rawat inap di RSUD
Cibinong.

3

Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari persepsi, konsumsi dan
kontribusi lauk hewani pada pasien rawat inap di RSUD Cibinong Bogor.
Tujuan khusus
1. Mempelajari karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan dan jenis penyakit).
2. Mempelajari persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani yang
disajikan.
3. Mempelajari ketersediaan dan konsumsi lauk hewani serta kebutuhan
energi dan protein contoh.
4. Mempelajari kontribusi lauk hewani terhadap ketersediaan satu kesatuan
menu yang disajikan dan kontribusi lauk hewani terhadap kebutuhan
sehari contoh.
5. Menganalisis hubungan karakteristik contoh dengan persepsi contoh
6. Menganalisis hubungan persepsi contoh dengan tingkat konsumsi energi
dan protein lauk hewani.
Hipotesis
1. Terdapat hubungan positif antara karakteristik contoh (umur,

jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga) dengan
persepsi contoh terhadap lauk hewani (ayam, daging, ikan dan telur)
2. Terdapat hubungan positif antara persepsi contoh terhadap lauk hewani
dengan tingkat konsumsi energi dan protein lauk hewani.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan pada keadaan klinis, status gizi, serta status
metabolisme tubuhnya (Almatsier 2006). Tujuan umum pelayanan gizi rumah
sakit adalah terciptanya sistem pelayanan gizi dengan memperhatikan berbagai
aspek gizi dan penyakit. Hal tersebut dapat terlaksana melalui pemenuhan
kebutuhan zat gizi pasien melalui pemberian makanan. Pelayanan gizi yang
menjadi salah satu faktor utama penyembuhan, tentunya harus diperhatikan agar
pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan
fungsi metabolisme. pelayanan gizi harus selalu disesuaikan seiring dengan
perubahan fungsi organ selama masa penyembuhan (Depkes 2006).
Menurut Hartono (2006), tujuan pelaksanaan diet di rumah sakit yaitu: (1)
meningkatkan atau mempertahankan status gizi pasien; (2) mencegah intoleransi
terhadap jenis makanan tertentu serta meningkatkan atau mempertahankan daya
tahan tubuh dalam menghadapi penyakit atau cidera, khususnya infeksi; (3)
membantu kesembuhan pasien dari penyakit dan cidera dengan memperbaiki
jaringan

yang

rusak

serta

memulihkan keadaan

homeostatis.

Menurut

Subandriyo (1993), kegiatan pelayanan gizi merupakan kegiatan yang sangat
kompleks, yang melibatkan berbagai unit pelayanan kesehatan terkait, sehingga
memerlukan pengelolaan secara professional.
Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang dimulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang
optimal melalui pemberian diet yang tepat. Kegiatan ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya yang
sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak bagi pasien atau
konsumen yang membutuhkannya (Depkes 2006). Menurut Tarwotjo (1998),
penyelenggaraan makanan berkaitan dengan kemampuan menghidangkan
makanan yang siap untuk dikonsumsi oleh konsumen atau pasien. Kegiatan ini
saling berkaitan satu sama lain, mulai dari perencanaan sampai pendistribusian
makanan ke pasien.

5

Penyelenggaraan makanan merupakan suatu sistem yang terpadu, yang
dikoordinasikan secara penuh dengan memaksimalkan tenaga kerja dan
mengutamakan kepuasan konsumen (Marlina 2004). Sistem penyelenggaraan
makanan yang dilakukan sendiri oleh pihak rumah sakit secara penuh disebut
penyelenggaraan makanan sistem swakelola. Pihak instansi atau unit pelayanan
gizi

bertanggung

jawab

penuh

untuk

melaksanakan

semua

kegiatan

penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan sampai pendistribusian
kepada pasien atau konsumen pada penyelenggaraan makanan dengan sistem
ini (Depkes 2006).
Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang menjadi sadar akan
banyaknya stimulus yang mempengaruhi inderanya. Persepsi mempengaruhi
rangsangan atau pesan apa yang diserap dan apa makna yang diberikan ketika
orang mencapai kesadaran (Devito dalam Riyanto 2006). Definisi lain
dikemukakan oleh Yusuf (1991), persepsi secara sederhana dapat diartikan
sebagai pemaknaan hasil pengamatan individu mengenai suatu objek. Definisi
yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Rakhmat (2005) yang menyatakan
bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan.
Berbagai definisi tersebut mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses
dimana suatu individu berhubungan dengan berbagai hal di luar dirinya lalu
mencoba memberikan makna yang dikaitkan dengan kondisi dan keberadaan
dirinya. Seseorang mempersepsikan sesuatu karena dia mampu menangkap
sesuatu melalui inderanya dan memiliki berbagai kerangka rujukan yang
memungkinkannya untuk menginterpretasikan, memahami dan memberikan
makna terhadap sesuatu tersebut (Riyanto 2006). Menurut Rakhmat (2005),
persepsi bukan hanya ditentukan oleh jenis dan bentuk stimulus, tetapi
karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimulus. Karakteristik
tersebut dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dan pengalaman masa lalu.
Tahapan proses persepsi
Menurut Devito dalam Riyanto (2006), proses persepsi digambarkan
dalam tiga tahap yang saling berkaitan satu sama lainnya. Tahapan tersebut
meliputi stimulasi alat indera, pengaturan stimulasi indera dan penafsiran atau
evaluasi stimulasi indera. Stimulasi indera adalah tertangkapnya stimulus atau

6

rangsangan oleh panca indera manusia. Indera manusia dirangsang sehingga
dapat

merasakan

sesuatu.

Pengaturan

stimulasi

indera

merupakan

pengorganisasian stimulus yang ditangkap indera dengan menggunakan
kerangka rujukan yang sudah dimiliki.
Penafsiran atau evaluasi merupakan proses subyektif yang melibatkan
evaluasi dari penerima. Penafsiran terhadap stimulus yang sudah diatur tidak
hanya ditentukan oleh stimulus dari luar tetapi juga oleh berbagai kondisi dalam
diri dan kerangka rujukan yang dimiliki orang yang mempersepsi tersebut.
Pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan tentang
yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi merupakan beberapa faktor yang
akan menentukan proses penafsiran dan evaluasi tersebut (Riyanto 2006),
Faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi terhadap suatu objek bisa bervariasi antara satu orang dengan
orang yang lainnya atau antara waktu dengan waktu yang lainnya. Hal ini terjadi
karena banyak faktor yang menentukan proses persepsi. Menurut Riyanto
(2006), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor stimulus,
faktor perseptor dan faktor situasi. Faktor stimulus adalah faktor yang datang dari
obyek atau kejadian yang dipersepsi. Faktor stimulus ini dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu kekuatan stimulus dan faktor-faktor penarikan yaitu faktor yang
secara potensial akan ikut menentukan penerimaan stimulus oleh panca indera
manusia dalam proses persepsi.
Faktor yang kedua yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor perseptor
dalam persepsi. Faktor ini merupakan kumpulan faktor yang datang dari orang
yang melakukan proses persepsi. Menurut Sciffman dan Kanuk dalam Kholiq
(2009), setiap orang memiliki karakteristik fisik, latar belakang sosial budaya,
karakter psikologis dan karakter lainnya yang berbeda satu sama lain.
Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan di dalam kemampuan menangkap
realitas, menginterpretasikannya dan memberi makna di dalam proses persepsi.
Faktor terakhir yang mempengaruhi persepsi adalah faktor situasi. Persepsi juga
dipengaruhi oleh situasi atau konteks proses persepsi tersebut berlangsung.
Beberapa faktor yang termasuk faktor situasi ini antara lain faktor ekologis,
waktu, suasana, teknologi dan lingkungan sosial.

7

Karakteristik Makanan yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Subandriyo (1993), hal-hal yang terdapat dalam makanan yang
dapat digunakan sebagai bahan penilaian adalah warna, penampilan, aroma,
rasa, dan besar porsi. Persepsi contoh terhadap makanan yang disajikan oleh
rumah sakit meliputi persepsi terhadap karakteristik makanan yaitu rasa, aroma,
warna, tekstur dan besar porsi. Pengukuran terhadap persepsi dilakukan dengan
menggunakan

skala.

Contoh

atau

sampel

diberikan

pertanyaan

untuk

mengindikasi seberapa besar dia menyukai makanan berdasarkan kriteria. Skala
pengukuran dapat dibedakan menjadi tidak suka, kurang suka, suka, dan sangat
suka. Skala hedonik adalah salah satu cara untuk mengukur derajat suka atau
tidak suka seseorang. Drajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya
terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka
preferensinya (Suhardjo 1989).
Rasa makanan
Menurut Winarno (1997), rasa merupakan komponen flavor yang
terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan yang lebih banyak
melibatkan indera kecapan (lidah). Hal yang sama dikemukakan juga oleh Wijaya
(2009), rasa memegang peranan penting dalam cita rasa makanan. Rasa
ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor
pada lidah dan indera perasa. Pertimbangan yang paling penting ketika memilih
sesuatu untuk dimakan adalah rasa makanan. Rasa makanan dibagi menjadi
lima macam yaitu asin, asam, manis, pahit dan gurih (Drummond dan Brefere
2004).
Menurut Moehyi (1992) rasa merupakan faktor kedua yang menentukan
cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan
makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga
mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka tahap
berikutnya adalah cita rasa makanan yang ditentukan oleh rangsangan terhadap
indera pengecap. Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa makanan adalah
aroma makanan, bumbu masakan, keempukan makanan, kerenyahan makanan,
tingkat kematangan serta suhu dari makanan tersebut.
Warna makanan
Pemilihan makanan untuk dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh warna
makanan. Warna

makanan

yang

tidak

menarik

waktu

disajikan

akan

mengakibatkan selera orang yang akan mengonsumsinya menjadi hilang. Warna

8

makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan.

Warna

makanan tidak hanya membantu dalam menentukan kualitas, tetapi dapat pula
memberitahukan banyak hal. Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau
kerusakan suatu makanan (Munajat 2003).
Warna makanan yang tidak menarik akan mengakibatkan selera orang
yang akan memakannya menjadi hilang, walaupun makanan tersebut enak.
Warna daging yang sudah berubah menjadi coklat kehitaman dan warna sayuran
yang sudah berubah menjadi pucat waktu disajikan akan menjadi sangat tidak
menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya (Moehyi 1992).
Kombinasi warna merupakan faktor yang mempengaruhi indera penglihatan, oleh
karena itu tenaga pengolah makanan harus benar-benar mengerti adanya
perbedaan warna sebelum dan sesudah diolah. Prinsip pengolahan dasar
penyajian adalah sedapat mungkin mempertahankan warna alami yang ada
dalam makanan (Meriska 2004).
Aroma makanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), aroma atau bau adalah
apa yang dapat ditangkap oleh indera penciuman. Aroma yang disebarkan oleh
makanan memiliki daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera
penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan
disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang mudah menguap dan dapat
terjadi akibat reaksi enzim atau tanpa terjadi reaksi enzim (Moehyi 1992).
Aroma yang dikeluarkan makanan berbeda-beda. Perbedaan dalam cara
memasak juga akan memberikan aroma yang berbeda pula. Penggunaan panas
yang tinggi dalam proses pemasakan, akan menghasilkan aroma yang kuat,
seperti pada makanan yang digoreng, dibakar dan dipanggang. Lain halnya
dengan makanan yang direbus yang hampir tidak mengeluarkan aroma yang
merangsang. Hal ini mungkin karena senyawa yang memancarkan aroma terlarut
dalam air (David dan Annie 2009).
Tekstur makanan
Semua makanan memiliki tekstur yang berasal dari bahan makanan itu
sendiri baik sebelum diolah atau sesudah diolah (Drummond dan Brefere 2004).
Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu makanan akan
mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan tersebut. Tekstur
merupakan rasa garing, keempukan serta kekerasan makanan yang dirasakan
oleh indera pengecap. Tekstur dapat mengubah rasa dan bau yang timbul

9

karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel
reseptor dan kelenjar air liur. Tekstur dapat digunakan untuk menentukan
kualitas makanan dengan merasakan baik dengan jari, lidah, gigi atau langitlangit (Sukarni dalam Munajat 2003).
Kesesuaian porsi
Tujuan pelayanan makanan dalam suatu institusi antara lain agar
konsumen mendapatkan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi baik
secara

kualitas dan kuantitas. Untuk mencapai hal tersebut, setiap institusi

pelayanan makanan harus menentukan standar porsi dari setiap makanan yang
disajikan. Standar porsi adalah berat berbagai macam bahan makanan untuk
suatu menu yang dicantumkan dalam berat bersih dan sudah dibakukan untuk
dijadikan acuan (Subandriyo, Retnaningsih dan Sukandar 1997). Pentingnya
porsi makanan bukan saja berhubungan dengan penampilan makanan waktu
disajikan, tetapi berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian
bahan.
Potongan daging, ayam atau ikan yang terlalu kecil atau terlalu besar
akan merugikan penampilan makanan. Menurut Moehyi (1992), apabila
kebiasaan makan sesuai dengan makanan yang disajikan baik susunan menu
maupun besar porsi, pasien akan cenderung dapat menghabiskan makanannya,
sebaliknya bila tidak sesuai akan membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Porsi
yang terlalu besar atau terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan itu
sendiri sehingga berkemungkinan akan berpengaruh juga terhadap selera makan
(Muchatob 1991).
Konsumsi Pangan
Kegiatan konsumsi adalah salah satu bagian dari sistem pangan dan gizi
yang dilakukan oleh masyarakat. Konsumsi pangan yang mencukupi baik secara
kuantitas dan kualitas menjadi indikator apakah seseorang memiliki status gizi
baik atau buruk. Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan
jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada
waktu tertentu (Hardinsyah dan Briawan 1994). Definisi ini menunjukkan bahwa
konsumsi pangan dapat ditinjau dari segi aspek pangan yang dikonsumsi dan
jumlah pangan yang dikonsumsi. Hartono (2006) juga menambahkan, makanan
yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi yang diklasifikasikan
sebagai zat gizi makro (karbohidrat, lemak dan protein) dan zat gizi mikro
(vitamin dan mineral).

10

Penilaian konsumsi pangan
Menurut Riyadi (1995), penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan
jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Secara umum ada dua kriteria
untuk menentukan konsumsi pangan yaitu kalori dan konsumsi protein.
Kebutuhan kalori biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok sedangkan
protein dipenuhi dari konsumsi pangan hewani. Penilaian konsumsi pangan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Secara
kuantitatif dihitung dengan jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi,
sedangkan secara kualitatif dengan melihat kebiasaan makan, frekuensi
konsumsi pangan menurut jenis pangan dan frekuensi makan (Supariasa, Bakri
dan Fajar 2001).
Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah berapa kali seseorang makan dalam satuan
waktu tertentu. Frekuensi makan merupakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan kebiasaan makan (Sukandar 2010). Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan
makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang
berhubungan dengan makanan frekuensi makan seseorang, pola makanan,
distribusi makanan antara anggota keluarga serta keadaan sosial dan budaya.
Frekuensi makan dapat diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu
maupun kali perbulan.
Menurut Subandriyo (1993), pada umumnya frekuensi makan dalam
sehari yaitu tiga sampai lima kali. Frekuensi makan tersebut terdiri dari makanan
lengkap dan makanan ringan atau selingan. Makanan lengkap (full meal)
biasanya diberikan tiga kali sehari, yaitu makan pagi, siang dan malam. Selingan
biasanya diberikan dalam bentuk makanan ringan (snack) yang disajikan antara
waktu makan pagi dan makan siang serta makan siang dan makan malam.
Frekuensi makan pasien di rumah sakit pada umumnya berkisar antara tiga
sampai enam kali sehari tergantung pada kelas perawatan dan jenis penyakitnya.
Kelas perawatan VIP dan kelas I biasanya memiliki enam kali frekuensi makan.
Beberapa rumah sakit juga menyediakan menu pilihan untuk kelas perawatan ini.
Kelas perawatan II dan III biasanya memiliki empat sampai lima kali frekuensi
makan dalam sehari dengan tiga kali makanan lengkap dan satu atau dua kali
selingan (Yahya 1994).

11

Pangan Hewani sebagai Sumber Protein
Protein adalah molekul makro yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam
amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein terbentuk dari
unsur-unsur organik yang relatif sama dengan karbohidrat dan lemak. Susunan
unsur protein yaitu karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen
merupakan 16% dari berat protein (Almatsier 2004). Menurut Kartasapoetra dan
Marsetyo (2003), pada unsur pembentukan protein ditemukan pula unsur mineral
seperti fosfor, belerang dan besi. Molekul Protein lebih kompleks dari pada
karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit
asam amino yang membentuknya.
Menurut Muchtadi (2010a), asam amino penyusun protein dapat dibagi ke
dalam tiga kelompok berdasarkan dapat atau tidaknya disintesis oleh tubuh. Tiga
kelompok tersebut antara lain asam amino esensial (valin, leusin, isoleusin, lisin,
treonin, metionin, fenilalanin dan triptofan), semi esensial (glisin, arginin, serin,
sistein, tirosin, dan histidin) dan non esensial (alanin, as. glutamat, as. aspartat,
sistin, prolin hidroksiprolin). Fungsi protein menurut Drummond dan Brefere
(2004) antara lain: (1) komponen pembangun struktur tubuh; (2) membangun selsel yang telah rusak; (3) membentuk zat-zat pengatur seperti enzim, hormon dan
antibodi; (4) membantu transportasi besi, lemak, mineral dan oksigen; (5)
menjaga keseimbangan cairan dan asam basa; dan (5) sebagai cadangan
energi.
Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan yang berasal dari
hewan dan tumbuh-tumbuhan. Protein sebagai pembentuk energi tergantung
pada macam dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi. Menurut Muchtadi
(2010a), pada umumnya nilai gizi protein pangan nabati lebih rendah
dibandingkan dengan pangan hewani. Meskipun secara teoritis dapat disusun
campuran protein nabati sehingga nilai gizinya sama dengan protein hewani.
Konsumsi protein hewani memberikan beberapa keuntungan tambahan, antara
lain membantu penyerapan zat besi dan dapat mencukupi kebutuhan tubuh akan
vitamin dan mineral. Produk pangan hewani juga merupakan sumber vitamin dan
mineral yang baik.
Hasil-hasil pangan hewani yang sering dijadikan sebagai sumber protein
adalah daging (sapi dan ayam), telur ayam dan ikan. Protein yang terkandung
dalam pangan hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi,
karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan

12

susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh. Protein juga memiliki
daya cerna tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan oleh
tubuh) juga tinggi (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Drummond dan Brefere (2004) bahwa protein yang
terkandung di dalam pangan hewani lebih mudah diserap oleh tubuh dan
mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap. Kandungan
asam amino esensial beberapa sumber pangan hewanisecara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan asam amino esensial beberapa sumber pangan hewani
AAE (mg/g N)
Isoleusin
Leusin
Lisin
Fenilalanin
Metionin
Treonin
Triptofan
Valin

Ikan
317
472
518
232
182
272
62
333

Telur
415
580
400
361
196
311
103
464

daging
327
512
546
257
155
276
73
347

Sumber : Muchtadi 2010a

Daging sapi
Menurut Muchtadi (2010b), daging merupakan salah satu makanan yang
digemari kebanyakan orang karena memiliki rasa yang enak dibanding pangan
hewani lainnya. Komposisi daging terdiri dari air, protein, lemak dan mineral. Otot
daging mengandung 75.0 % air dan 25.0 % protein. Daging yang cukup tua dan
dipisahkan dari lemaknya mengandung kira-kira 18.0% sampai 20.0% protein.
Daging sapi mempunyai aroma yang lebih netral dibandingkan dengan kambing
dan daging babi, sehingga daging sapi lebih sering dikonsumi (Tarwotjo 1998).
Menurut yulianti (1996), Kualitas daging ditentukan oleh struktur daging
yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan spesies daging tersebut. Proses
pemasakan pada daging akan berpengaruh pada kualitas protein. daging
merupakan sumber protein, mineral (fe dan fosfor) dan vitamin (thiamin,
riboflavin, dan niasin). Daging

juga merupakan satu-satunya sumber protein

yang cukup memadai karena di dalamnya mengandung asam amino utama yang
dapat membangun jaringan tubuh dan otot.
Daging ayam
Daging ayam sangat digemari kebanyakan masyarakat karena memiliki
rasa yang enak, mudah dimasak dan cepat empuk jika dibandingkan dengan
unggas lainnya (Tarwotjo 1998). Daging ayam memberi sumbangan protein

13

hewani yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keistimewaan yang daging
ayam adalah kandungan lemak yang rendah dan mengadung asam lemak tidak
jenuh (Deptan 2010). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Khomsan (2004)
bahwa Kandungan kolesterol dan lemak jenuh pada daging ayam rendah,
sehingga baik dijadikan sebagai sumber protein untuk penderita penyakit
degeneratif. Menurut Priyanto (2003), beberapa keunggulan daging ayam
dibanding pangan hewani yang lain yaitu: (1) daging ayam relatif murah
dibanding daging lain, (2) lebih baik dari segi kesehatan karena mengandung
sedikit lemak dan kaya protein, dan (3) mudah diolah menjadi produk olahan
yang bernilai tinggi, mudah disimpan dan dikonsumsi.
Telur ayam
Telur merupakan produk pangan hewani yang berasal dari ayam. Selain
dagingnya, ayam juga menyumbangkan protein yang bernilai tinggi melalui telur.
Telur merupakan sumber pangan hewani yang dapat dijangkau oleh masyarakat
sehingga dapat dikatakan telur sebagai sumber protein hewani yang bernilai
ekonomis. Menurut Drummond dan Brefere (2004), kandungan gizi terutama
protein pada telur ayam jauh lebih tinggi dibandingkan produk pangan hewani
lainnya. Kuning telur terdiri atas 50 % padatan, dari jumlah ini sepertiganya
adalah protein dan dua pertinga lainnya adalah lipid, sedangkan pada putih telur
mengadung sekitar 12 % protein (Sediaoetama 2006).
Ikan
Ikan mengandung protein tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh,
atau biasa dikenal dengan kandungan omega-3 yang sangat bermanfaat bagi
tubuh manusia (Cullen 2001). Muchtadi (2010b) menambahkan bahwa kadar
protein daging ikan segar bervariasi dari 10.0% sampai 21.0% %. Kualitas
protein ikan tergolong sempurna (protein lengkap) karena mengandung semua
asam-asam amino esensial dalam jumlah masing-masing yang mencukupi
kebutuhan tubuh. Bagi yang memiliki alergi terhadap jenis ikan tertentu
dianjurkan untuk selalu mengingatnya dan menghindari untuk mengonsumsinya
(Sediaoetama 2006).

14

KERANGKA PEMIKIRAN
Keberhasilan penyelenggaraan makanan berupa tersedianya makanan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien baik secara kualitas maupun kuantitas.
Menu yang disajikan menurut jenis dietnya didasarkan pada kesesuaian dengan
jenis penyakit dan tingkat komplikasi yang diderita oleh pasien di berbagai kelas
perawatan dengan memperhitungkan kebutuhan energi dan protein pasien.
Adapun menu yang disajikan mengacu pada kerangka menu yang meliputi
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. yang disajikan pada
waktu makan siang dan makan malam. Makanan yang disediakan tentunya
memiliki nilai gizi yang diperlukan pasien.
Lauk hewani merupakan salah satu jenis hidangan yang disediakan dan
sebagai penyumbang protein terbesar dalam satu kesatuan menu. Energi dan
protein yang terkandung dalam lauk hewani merupakan ketersediaan dari rumah
sakit

yang menyumbang

energi dan protein yang

dibutuhkan pasien.

Ketersediaan energi dan protein lauk hewani yang disajikan akan berbeda tiap
menunya tergantung jenis dan jumlah bahan yang digunakan.
Lauk hewani yang disajikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan kesesuaian porsi. Perbedaan
karakteristik tersebut diduga dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap lauk
hewani yang disajikan. Faktor lain yang diduga mempengaruhi persepsi pasien
yaitu karakteristik individu (pasien) yang meliputi umur, jenis kelamin, jenis
penyakit, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
Persepsi pasien terhadap lauk hewani akan memberikan pengaruh
terhadap konsumsi energi dan protein lauk hewani pasien. Dari konsumsi lauk
hewani pasien dapat diketahui seberapa besar tingkat konsumsi energi dan
protein terhadap ketersediaan lauk hewani dan seberapa besar kontribusi energi
dan protein lauk hewani terhadap kebutuhan pasien dan ketersediaan menu
yang disajikan. Secara singkat, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

15

Penyelenggaraan makanan rumah sakit

makan siang

makan malam

makan pagi

Menu yang disajikan sesuai
kerangka menu

M. pokok

Lauk hewani
Jumlah
Jenis

Ketersediaan energi &
protein lauk hewani

Lauk nabati

Presepsi pasien pada
karakteristik makanan:
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseuaian porsi

sayuran

buah
Karakteristik pasien
umur
jenis kelamin
pendidikan
pekerjaan
penghasilan
jenis penyakit
Faktor pendukung
Kesukaan & frekuensi
makan pasien

Konsumsi lauk hewani

Tingkat konsumsi lauk hewani
(energi & protein) terhadap
ketersediaaan lauk hewani yang
disajikan rumah sakit

Kontribusi lauk h