Variasi spasio-temporal memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap jejaring trofik yang terbentuk dari spesies ikan dominan. Pada banyak studi, ikan
menunujukkan variasi spasial dan temporal jenis makanannya Zahid et al. 2009; Zahid Rahardjo 2009; Zahid et al. 2011
b
. Beberapa spesies tertentu mengalami perubahan makanan sekunder terkait lokasi dan waktu, dan hanya H. sagor yang
memperlihatkan perbedaan makanan utama terkait perubahan waktu di pantai. Variasi ini diduga disebabkan oleh kondisi perairan dan distribusi organisme
makanan yang terjadi secara musiman serta fase dari siklus kehidupan ikan yang menyebabkan perbedaan dalam mengonsumsi jenis makanan Beukers-Stewart
Jones 2004; Gning et al. 2008; Hajisamae 2009. Peristiwa yang terjadi pada H. sagor
merupakan strategi pola makanan yang diterapkan oleh ikan ini. Pada daerah pantai berpasir, moluska banyak ditemui. Hal ini menyebabkan H. sagor
memanfaatkan jenis ini sebagai makanannya dan dukungan kecerahan tinggi pada musim kemarau menyebabkan ikan ini dapat memaksimalkan kemampuan visualnya
dalam mengambil makanan. Berbeda saat musim penghujan, substrat pasir berlumpur dengan kecerahan rendah. Pada kondisi ini polikaeta banyak dijumpai dan
ikan H. sagor lebih banyak memanfaatkan jenis ini sebagai makanan utamanya. Fase siklus hidup ikan memengaruhi jenis makanan yang dimakan. Kondisi ini
berlaku pada mayoritas ikan karnivora yang melakukan perubahan jenis makanan terkait kesempurnaan organ pencernaan ontogenentik Adite Winemiller 1997;
Bishop Wear 2005. Gejala seperti ini ditunjukkan oleh ikan T. jarbua dan S. jello. Pada ukuran kecil, kedua ikan ini mengonsumsi zooplankton sebagai makanan
utamanya. Seiring dengan kesempurnaan organ pencernaan maka terjadi pergeseran makanan utama. Ikan T. jarbua memanfaatkan kelompok udang-udangan
Metapenaeus, sedangkan S. jello memakan ikan seriding Ambassis. Variasi ontogenetik ikan telah banyak dilaporkan, seperti ikan Grammoplites scaber dan
Saurida tumbil di Mayangan Simanjuntak Zahid 2009; Rahardjo et al. 2009; ikan
Mugil cephalus di Florida Eggold Motta 1992.
4.5. Simpulan
Ikan-ikan di Segara Menyan memiliki tingkat pemanfaatan sumber daya makanan yang rendah dengan dominasi kelompok zooplankton dalam saluran
pencernaannya. Serikat trofik terdiri atas tujuh kategori dan dominan adalah zooplanktivora dengan tingkat trofik 2,54-3,86 2,05-4,73. Krustasivora dan pisivora
ikut mendominasi perairan ini. Variasi spasio-temporal memberikan pengaruh signifikan pada jejaring trofik yang terbentuk. Faktor perubahan ontogenetik,
persediaan makanan, karakteristik habitat, dan ruaya beberapa spesies ikan memengaruhi variasi spasio-temporal jejaring makanaan di Segara Menyan. Faktor-
faktor ini menjadi pertimbangan dalam mengelola perairan Segara Menyan dan perairan sejenis.
5. PENGELOLAAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN DI SEGARA MENYAN
5.1. Pendahuluan
Perairan Segara Menyan sebagai daerah estuari memiliki keanekaragaman fauna ikan yang tinggi. Hal ini tergambar dari besaran jumlah spesies yang
ditemukan di perairan tersebut. Ikan-ikan estuari yang datang dari laut dan ikan fase juwana mendominasi hasil tangkapan di perairan Segara Menyan, khususnya di zona
segara. Zona segara memiliki kekayaan spesies dan diversitas ikan terbesar dibandingkan dengan dua zona lainnya. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa zona
segara ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang memungkinkan ikan-ikan dari laut dan ikan stadia tersebut mencari makanan dan berlindung serta melangsungkan
pemijahan. Meskipun demikian, terdapat permasalahan pada sumber daya ikan yaitu ukuran dan biomassa ikan mengecil akibat penangkapan intensif dan degradasi
habitat. Penangkapan intensif dengan menggunakan alat tangkap tidak selektif seperti
jaring arad mini trawl di zona pantai dan pemasangan jaring insang dan rampus di sepanjang badan air zona segara menyebabkan ikan-ikan juwana dan dewasa
berukuran kecil ikut tertangkap. Kejadian ini menyebabkan sumber daya ikan tidak memiliki kesempatan untuk berkembang secara produktif. Sementara degradasi
habitat berupa abrasi pantai dan kerusakan mangrove menyebabkan ikan kehilangan lumbung makanan, ruang untuk bernaung, bereproduksi, dan berlindung.
Penggunaan jaring arad di wilayah perairan Mayangan dan sekitarnya oleh nelayan telah dihentikan sejak tahun 2004 dan digantikan oleh jaring rampus dikenal
dengan jenis milenium. Walaupun demikian, sampai saat ini jaring arad masih tetap dipergunakan karena nelayan-nelayan dari luar Mayangan masih menggunakan
jaring tersebut untuk menangkap ikan di wilayah perairan Mayangan dan sekitarnya. Sementara abrasi pantai telah ditanggulangi dengan memasang pilar beton dan
rehabilitasi mangrove. Namun, kondisi tidak menjadi lebih baik karena pilar beton hancur dan vegetasi mangrove yang ditanam gagal tumbuh.
Berbagai permasalahan yang terjadi di ekosistem ini menyebabkan pengelolaan sangat dibutuhkan agar sumber daya ikan dapat berkelanjutan. Pendekatan ekosistem
merupakan konsep yang dapat diterima masyarakat perikanan sampai saat ini FAO
2003. Berbagai interpretasi mengenai pendekatan ekosistem, namun secara umum pendekatan ini menitikberatkan pada upaya konservasi perairan, pengelolaan
perikanan, dan perlindungan sumber daya perikanan FAO 2003; Morishita 2008. Selanjutnya Morishita 2008 menyatakan bahwa pendekatan ekosistem memiliki
berbagai bentuk yang berbeda, yaitu mitigasi bycatch, pengelolaan multispesies berkaitan dengan mangsa-pemangsa, perlindungan ekosistem yang rentan, dan
pendekatan ekosistem terpadu. Salah satu bagian penting di dalam pengelolaan perikanan berbasis pada
pendekatan ekosistem adalah pemahaman perihal ekologi trofik dari komunitas ikan yang mendiami suatu perairan Link 2002. Berkaitan dengan hal tersebut,
pengelolaan multispesies perlu dipahami dengan jelas. Pada pengelolaan multispesies, diasumsikan bahwa faktor biologis, lingkungan, dan hubungan mangsa-pemangsa
antar spesies merupakan bagian dari ekosistem yang menentukan tingkat pemangsaan dari spesies buruan Link 2002; Díaz-Uribe et al. 2007. Eksploitasi
terhadap spesies tertentu akan memengaruhi spesies lain yang menggantungkan hidup sumber makanan dari spesies tersebut melalui pengurangan persediaan
makanan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai struktur trofik sangat penting dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan.
Ketika struktur trofik telah dipahami, maka dapat dilakukan prediksi terhadap eksploitasi sumber daya ikan di perairan estuari Segara Menyan; dalam hal ini gejala
penurunan tingkat trofik pada hasil tangkapan fishing down the food web. Penurunan tingkat trofik hasil tangkapan terjadi ketika biomassa hasil tangkapan
pada tingkat trofik atas yang menjadi target penangkapan mulai mengalami penurunan dan digantikan oleh peningkatan biomassa ikan tangkapan pada trofik
rendah. Fenomena ini merupakan kejadian global di ekosistem perairan laut dan tawar Pauly et al. 1998 dan merupakan dampak dari kegiatan penangkapan
Gascuel 2005; Coll et al. 2006.
5.2. Strategi pengelolaan dan konsevasi sumber daya ikan
Berdasarkan penjelasan di atas, sumber sebab permasalahan yang mendera sumber daya ikan dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu penyebab langsung
degradasi habitat dan laju penangkapan dan penyebab tidak langsung ketiadaan
aturan terkait alat tangkap dan menjaga kondisi perairan. Permasalahan yang dihadapi oleh sumber daya ikan di perairan Segara Menyan memerlukan suatu
strategi dalam pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan. Berpijak pada hasil penelitian ini, strategi pengelolaan dan konservasi sumber
daya ikan diajukan untuk diterapkan di ekosistem estuari Segara Menyan yaitu pengembangan perikanan rekreasi, regulasi perikanan tangkap, dan pengelolaan
habitat ikan di perairan Segara Menyan.
Pengembangan perikanan rekreasi Perikanan rekreasi adalah segala aktivitas penangkapan khususnya
pemancingan yang dilakukan untuk kesenangan. Berdasarkan tujuannya, perikanan rekreasi dibedakan menjadi pemancingan amatir, pemancingan untuk olahraga, dan
pemancingan untuk wisata Gaudin de Young 2007; Pawson et al. 2008. Pemancingan amatir diarahkan pada sekadar penyaluran kegemaran, tidak
teroganisasi, dan hasil tangkapan dapat dilepaskan kembali atau dikumpulkan untuk dikonsumsi. Olahraga memancing merupakan kegiatan kompetitif yang terorganisasi
dengan memburu jenis tangkapan dan bobot tertentu; pelaksanaannya di perairan yang dengan sumber daya ikan karnivora yang berukuran besar. Wisata memancing
merupakan kegiatan yang terorganisasi oleh pihak ketiga dalam menyediakan fasilitas ke suatu wilayah penangkapan tertentu.
Berlandaskan batasan yang telah diuraikan di atas, pengembangan perikanan rekreasi yang dapat diterapkan di perairan estuari Segara Menyan diarahkan pada
pemancingan amatir. Kegiatan pemancingan sangat mungkin dilakukan dengan pertimbangan bahwa perairan ini memiliki kekayaan spesies dan diversitas ikan yang
besar dengan variasi spasio-temporal yang menentukan persebarannya. Keberadaan ikan-ikan karnivora krustasivora dan pisivora yang merupakan target pancingan
ditemukan dalam jumlah banyak di perairan ini. Selain itu, kegiatan pemancingan di wilayah segara sudah dilakukan oleh segelintir orang yang memanfaatkan hari libur
untuk menyalurkan kesenangannya. Disamping sebagai perangkat pengelolaan, pengembangan perikanan rekreasi
berperan dalam perlindungan spesies tertentu yang akan melangsungkan kegiatan reproduksinya. Penggunaan pancing sebagai alat tangkap menyebabkan hasil