Dasar Hukum Khulu’ KHULU
16
سراي :تلاقف مَّس هيّع ها ىَّص يَّّلا تتأ سيق نب تبات ةأرما َّأ ساَّع نبا نع سيق نب تباث ،ها
لا هركأ يّ ل ،نيدا قّخ يف هيّع بتعأام نيَدرتأ :مَّس هيّع ه ىَّص ها سر اقف .ماسءاا يفرف
.ًةقيّطت ا قَّط ةقيدح هيّع Hadist yang menceritakan bahwa isteri Tsabit bin Qais datang menemui
Rasululah SAW, dan ia mengemukakan alasannya untuk bercerai, maka Rasulullah bertanya apakah engkau bersedia mengembalikkan apa yang telah ia
berikan, kemudian ia menjawab “ya”, dan Rasulullah memerintahkan Tsabit bin Qais untuk menerimanya dan menceraikannya.
34
Khulu‟ yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah diatas yaitu seorang wanita yang membenci suaminya dan meminta cerai. Lalu dia
mengembalikan mahar atau sebagainya sebagai tebusan atas dirinya, seperti uang tebusan atas tawanan.
35
Hadist diatas memberi petunjuk mengenai beberapa hal yang harus diperhaitikan jika ingin melakukan
khulu‟ oleh isteri. Hadist ini telah jelas meletakkan isteri sebagai subjek hukum yang mempunyai
kewenangan memberi ketentuan. Melalui hadist ini Rasulullah menghargai inisiatif dengan segala pertanggung jawaban dan pertimbangan yang jika
diperhatikan lebih lanjut ada persesuaian dengan ajaran yang diajarkan Tuhan kepada beliau melalui ayat 28 surat Al-Ahzab
36
34
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Hadis No. 1094, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Pustaka al-Hidayah.
35
Taimiyah, Ibnu, Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah. Penerjemah:Abu Fahmi Huaidi dan Syamsuri An-Naba, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, h. 245.
36
Kuzari, Ahmad, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT RajaGrafindo, 1995, h. 122-123.
17
28. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya
kuberikan kepadamu mutah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Adapun dasar pemberian iwadh adalah bahwa isteri waktu akad nikah telah rela menjadi isteri dari suaminya dengan kesediaan menerima mahar sesuai
dengan jumlah yang telah disepakati. Karena isteri minta di khulu ‟ maka isteri
harus mengembalikan sebagian atau seluruh apa yang telah diterima dari suaminya itu.
37
Seperti halnya maskawin merupakan pengekangan bagi pihak yang menghendaki perceraian jika yang menghendaki perceraian pihak suami
maka isteri berhak mengambil maskawin, tetapi jika yang menghendaki itu pihak isteri, maka suami berhak mengambil kembali maskawin itu.
38
Para ulama telah sepakat, kecuali Abu Bakar bin Abdullah Al-Muzanniy yang berpendapat bahwa tidak bolehnya
khulu‟, bahkan bila dilakukan maka yang berlangsung adalah talak bukan
khulu‟. Alasannya karena khulu‟ yang pada hakikatnya si suami mengambil kembali mahar yang telah dikembalikannya
kepada isterinya dalam bentuk iwadh pada ayat tersebut telah di nasakh oleh ayat 20 surat an-Nisa
39
, yaitu:
20. Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
37
Muchtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 182-183.
38
Rusdiana, Kama, dan Aripin, Jaenal, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press 2007, h. 29-30.
39
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009, h. 233.
18
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan
yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata ?.
40
Sedangkan Ibnu Sirin dan Abi Qalabah mengatakan bahwa tidak boleh khulu‟ kecuali bila jelas si isteri telah hamil dalam arti dia sudah membuat suatu
perbuatan keji
41
, sebagaimana dalam surat an-Nisa yat 19:
19. .janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
42