Epidemiologi Patologi Penyakit Hirschsprung

proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75 penderita, 10 sampai seluruh usus, dan sekitar 5 dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000.

2.3.1 Epidemiologi

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata- rata mencapai sekitar 6 Wyllie, 2000 ; Kartono, 2004. 2.3.2 Etiologi Sampai tahun 1930-an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas di ketahui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan Kernohan pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler, dan Faber pada tahun 1940 mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung primer disebabkan oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal. Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung ataukah defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat dilatasi dari stasis feses dalam kolon. Dari segi etiologi, Bodian dkk. Menyatakan bahwa aganglionosis pada penyakit Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer, sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi. Kenyataan ini mendorong Swenson untuk mengengembangkan prosedur bedah Universitas Sumatera Utara definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan segmen aganglion disertai dengan preservasi sfingter anal Kartono, 2004.

2.3.3 Patologi

Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang agangloinik terbatas pada rektosigmoid pada 75 penderita, 10 seluruh kolonnya tanpa sel- sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak di dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara lapisan- lapisan otot dan pada submukosa Wyllie, 2000. Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pada Morbus Hirschsprung segemen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak 80 ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih sering daripada anak perempuan. Bila daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang. Bila aganglionosis mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan hamper seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal Pieter, 2005.

2.3.4 Manifestasi Klinis