BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga

(1)

2.1 Anatomi Telinga

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.1 Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ -3 cm. Telinga tengah terdiri atas membran timpani, kavum timpani, antrum mastoideus, dan tuba eustachius. Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotremia, menghubungkan perilimfe skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli dibagian atasnya, skala media di bagian bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa.1

Gambar 2.1 Anatomi Telinga 19


(2)

2.1.1 Membran Timpani

Bentuk hampir lonjong, terletak oblique di liang telinga, membatasi liang teliga dan kavum timpani. Diameter membran timpani rata-rata sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior-posterior. Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian pars flaksida merupakan bagian atas dan pars tensa merupakan bagian bawah. Membran timpani terdiri atas tiga lapis : lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga, lapisan tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas 2 lapisan, yaitu lapisan radier yang serabut-serabutnya berpusat di manubrium malleus, dan lapisan sirkuler yang serat-seratnya lebih padat di lingkaran luar dan makin jarang kearah sentral. Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran timpani merupakan struktur yang terus tumbuh, yang memungkinkannya menutup bila ada perforasi dan menyebabkan benda asing, misalnya grommet yang melekat padanya terusir ke luar.20 Arteri yang mensuplai membran timpani terutama berasal dari cabang aurikuler arteri maksilaris interna, yang bercabang -cabang dibawah lapisan kulit, dan dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpanik arteri maksilaris interna yang mendarahi bagian mukosa. Vena yang letaknya superfisial bermuara ke vena jugularis eksterna sedangkan vena-vena yang dalam bermuara sebagian ke sinus transverses, sebagian ke vena-vena durameter dan sebagian ke pleksus di tuba eustachius. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang arteri maksilaris yang mengarah ke atas di belakang sendi temporomandibular masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpani. Arteri itu mendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani. Arteri timpani anterior membentuk sirkulus vaskuler di sekeliling membrane timpani dan beranastomosis dengan cabang karotikotimpanik dari karotis interna, jadi ikut berperan menghubungkan karotis eksterna dengan interna. Arteri aurikularis profunda sering muncul dari arteri maksilaris bersama dengan arteri aurikularis anterior, kemudian mengarah ke atas didalam jaringan parotis dibelakang sendi temporomandibular


(3)

sambil memberi cabang dan mendarahinya, menembus tulang rawan atau tulang dinding liang telinga untuk mendarahi bagian kutikula permukaan luar membran timpani.20 Persarafan sensoris bagian luar membran timpani, meupakan terusan dari persarafan sensoris kulit liang telinga. Nervus aurikulotemporalis mengurus bagian posterior dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan superior diurus oleh cabang aurikularis nervus vagus (nervus Arnold). Persarafan sensoris permukaan dalam membran timpani (mukosa) diurus nervus Jacobson yaitu cabang timpani nervus glosofaringeus.20

2.1.2 Kavum timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang dibatasi oleh :1,20 1. Dinding medial kavum timpani

Terdapat promontorium, tingkap lonjong (oval window, fenestra vestibule,), tingkap bulat (round window, fenestra cochleae,), prominentia kanalis fasialis, pontikulus, subikulus, nervus Yacobson dan pleksus timpanikus. Juga terdapat celah-celah yang dapat merupakan tempat tersembunyi yang harus dibersihkan waktu melakukan eradikasi penyakit.

2. Dinding lateral kavum timpani

Dibagian mesotimpanum, membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani, sedangkan dibagian epitimpanum, dinding lateralnya adalah skutum, yaitu lempeng tulang yang merupakan bagian pars skuamosa tulang temporal. 3. Dinding superior kavum timpani

Atap kavum timpani dibatasi oleh lempeng tulang tipis yang disebut tegmen timpani (sering juga disebut dural plate) yang memisahkannya dengan fossa media. Di bagian ini terdapat sutura petroskuamosa yang dilewati oleh serabut-serabut saraf dan pembuluh darah.


(4)

4. Dinding inferior kavum timpani

Lantai kavum timpani ditempati oleh bulbus jugularis yang dinding superiornya dibatasi oleh lempeng tulang yang mempunyai ketebalan yang bervariasi, bahkan kadang-kadang hanya dibatasi oleh mukosa dengan kavum timpani.

5. Dinding anterior kavum timpani

Dinding anterior sebagian besar berhadapan dengan arteri karotis dibatasi oleh lempeng tulang tipis. Di bagian atas dinding anterior terdapat semikanal nervus tensor timpani yang terletak persis diatas muara tuba eustachius.

6. Dinding posterior kavum timpani :

Pada bagian epitimpani, kavum timpani tidak berdinding, mempunyai hubungan dengan rongga mastoid melalui aditus ad antrum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia pirimidalis yang terletak dibagian superior medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani. Terdapat juga fossa inkudis yang terletak persis diatas sinus lateralis.

Isi dari kavum timpani adalah tiga buah tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes yang menghubungkan membran timpani ke tingkap lonjong. Maleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. Inkus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. 21


(5)

Gambar 2.2 Perbedaan tuba eustachius pada anak dan dewasa22

Tuba eustachius menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berjalan dari muaranya pada bagian atas dinding depan atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring persis dibelakang ujung belakang konka inferior. Pada orang dewasa perbedaan tinggi muaranya di kedua tempat itu adalah sekitar 25 mm, sedangkan panjangnya sekitar 30-40 mm. Pada anak ukurannnya lebih pendek dan lebih datar. 20 Fungsi tuba adalah untuk ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsalva dan Toynbee. Tuba eustachius terdiri dari tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring dan sepertiganya terdiri dari tulang.1

Pada anak tuba eustachius lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak < 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.1


(6)

Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani didalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus, diameter aditus lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum. Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang yaitu tegmen timpani yang berhubungan dengan meninges pada fossa cranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang menghubungkan antrum dan cellulae mastoidea. 21 2.2 Fisiologi Pendengaran

Gambar 2.3 Fisiologi Pendengaran23

Telinga manusia dapat mendengar suara dengan frekuensi 20-20.000 Hz. Ambang pendengaran terhadap masing-masing frekuensi berbeda , paling sensitif terhadap frekuensi 500-8000 Hz. Berdasarkan ambang pendengaran menurut American National Standard Institute (ANSI), ambang pendengaran yang terukur pada audiometri nada murni pada setiap frekuensi diplotkan sehingga tergambar sebagai grafik ambang pendengaran pada audiogram. Pada audiogram, bila tertulis bahwa ambang pendengaran sebuah telinga tertera 10 Db untuk frekuensi tertentu, itu berarti bahwa ambang pendengaran telinga tersebut adalah terhadap suara 10 db lebih nyaring dibandingkan ambang pendengaran menurut standar ANSI.1


(7)

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamflikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong . Energi getar yang telah diamflikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfa , sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 1

2.3 Otitis media akut (OMA)

Hipocrates mengatakan “ nyeri akut pada telinga tengah dengan demam tinggi yang berlangsung terus menerus perlu ditakuti karena terdapat bahaya orang tersebut akan menjadi delirium atau meninggal’’. Otitis media dan mastoiditis merupakan masalah utama sebelum antibiotik ditemukan pada pertengahan 1930-an.24 Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi.1


(8)

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan di telinga dengan gejala dan tanda-tanda yang terjadi secara mendadak/akut. Onset mendadak/akut dari gejala peradangan yang secara klinis terjadi dalam waktu 24 jam-3 minggu dengan gejala seperti otalgia, otore, anak menangis, demam, dan iritabilitas serta adanya tanda-tanda infeksi telinga seperti membran timpani menonjol, hiperemis, perforasi dengan otore dan efusi telinga tengah.2

2.3.2 Epidemiologi

Hampir 85 % anak mengalami minimal satu episode OMA pada umur 3 tahun dan 50% anak dapat mengalami OMA berulang. Bayi dan anak-anak mempunyai resiko tinggi untuk mengalami OMA, dengan insiden 15-20% pada umur 6-36 bulan dan 4-6 tahun. Insiden cenderung menurun pada anak >6 tahun. Insiden tertinggi terdapat pada musim dingin, kelompok sosioekonomi rendah, suku asli Alaska, suku asli Amerika dan insiden OMA pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam. Anak yang mengalami OMA pada umur <1 tahun mempunyai risiko untuk mengalami OMA berulang. Di Amerika dilaporkan kasus otitis media sering terjadi pada anak-anak antara periode neonatal sampai sekitar umur 7 tahun, hampir 70 % dari anak-anak tersebut mengalami satu atau lebih episode OMA sampai usia 3 tahun. Komplikasi dari otitis media telah menurun sejak dilakukan pengobatan efektif dengan antibiotik. Pada tahun 1995, Kangsaranak melakukan penelitian terhadap 24.321 dengan otitis media dan hasil penelitiannya menunjukkan kejadian komplikasi intrakranial rata-rata 0,36 %. Pada saat era preantibiotik, angka mortalitas dari komplikasi intrakranial otitis media dilaporkan >76,4% dan sekarang angka mortalitas menunjukkan sekitar 18,4%.2


(9)

Bakteri penyebab OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptococcus hemoliticus, Stafilococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang-kadang juga ditemukan Haemofilus influenza, Escheria colli, Streptococcus anhemoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia <5 tahun.1

2.3.4 Patofisiologi

Patogenesis OMA berhubungan erat dengan gangguan fungsi tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius antara lain adalah :25

1. Ventilasi atau pengatur keseimbangan tekanan udara didalam telinga tengah dengan tekanan udara luar.

2. Proteksi terhadap sekret nasofaring masuk ke telinga tengah. 3. Saluran keluar sekret telinga tengah ke nasofaring.

Dengan adanya fungsi pengaturan keseimbangan tekanan udara di dalam telinga tengah dan tekanan udara diluar maka bila terdapat gangguan misalnya adanya sumbatan tuba maka akan terjadi perbedaan tekanan udara di telinga tengah dan luar. Tekanan udara didalam telinga tengah akan menjadi negatif oleh karena udara akan diabsorbsi mukosa telinga tengah. Dengan terjadinya tekanan negatif yang lambat akan menyebabkan udara/cairan di nasofaring masuk ke telinga tengah. Bila tekanan negatif terjadi tiba-tiba justru akan menyebabkan tuba tertutup rapat. Faktor pengeluaran sekret dari telinga tengah juga tergantung dari berbagai faktor misalnya sistem mukosilier, kontraksi M. Tensor palatina, mekanisme aktif pembukaan tuba dan faktor tekanan permukaan telinga tengah.25

2.3.5 Diagnosis OMA

Diagnosis otitis media akut dibuat berdasarkan pada pemeriksaan membran timpani. Tetapi pada anak pemeriksaan ini mungkin sulit dilakukan karena saluran


(10)

telinga yang kecil, adanya serumen dan juga keadaan anak yang tidak kooperatif. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran timpani yang berkurang, cembung, kemerahan dan keruh, dapat juga disertai sekret purulen. Adanya penurunan gerak dari membran timpani merupakan dasar dari kecurigaan pada otitis media akut. Bila diagnosis masih meragukan, perlu dilakukan tindakan aspirasi dari telinga tengah. Para dokter seringkali misdiagnosis terhadap otitis media, untuk menghindari misdiagnosis perlu dilakukan pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan otoskopi dapat mengurangi >30% dari kesalahan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan karena secara klinisi, dokter mendiagnosa berdasarkan gejala klinis dan warna, sedangkan ahli THT lebih memperhatikan gerak dan posisi membran timpani.26

2.3.6 Faktor Resiko

Resiko tinggi OMA terdapat pada anak-anak yang sering mengalami ISPA, anak yang menggunakan dot, posisi terlentang saat minum susu, pemberian susu formula (tidak diberi ASI eksklusif), paparan asap rokok, dan rinitis alergi. 11,12

1. Penggunaan dot (kempeng)

Penggunaan dot sering dihubungkan dengan meningkatkan kejadian infeksi pada bayi karena transmisi mikroorganisme patogen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian OMA dihubungkan dengan penggunaan dot. Hal ini mungkin berhubungan dengan ketidakseimbangan tekanan antara kavum timpani dan nasofaring yang akan merusak fungsi tuba eustachius. Aktivitas menyedot yang terjadi ketika bayi mengempeng dapat menarik cairan dari nasofaring ke tuba eustachius. Hal ini menyebabkan telinga bayi lebih mudah terinfeksi bakteri. Teori lainnya adalah mungkin bayi bisa terpapar bakteri pada dotnya.27

Penggunaan dot dapat meningatkan kejadian OMA. Dua mekanisme penyebabnya ialah :28


(11)

 Menghisap dot meningkatkan refluks sekresi nasofaringeal ke dalam telinga tengah sehingga bila mengalami influenza, patogen bisa dengan mudah masuk ke telinga tengah.

 Penggunaan dot dapat menyebabkan perubahan struktur gigi dan terjadi disfungsi tuba eustachius

2. Posisi saat minum susu

Penelitian Yasmeen mengungkapkan hubungan otitis media dengan perbedaan posisi bayi selama menyusu. Anatomi tuba eustachius pada bayi memungkinkan masuknya air susu kedalam telinga tengah ketika bayi menyusu dalam posisi terlentang. Posisi terlentang selama bayi menyusu merupakan pencetus timpanografi abnormal setelah menyusu dibandingkan menyusu dengan posisi setengah tegak. Inilah alasan untuk merekomendasikan menyusu di pangkuan atau posisi semi tegak.29

3. Pemberian susu formula (tidak minum ASI eksklusif)

Penelitian Taran menunjukkan hubungan antara pemberian susu formula dengan meningkatnya resiko OMA pada bayi dan anak-anak. Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang diberi susu formula pada 6 bulan pertama meningkatkan resiko untuk OMA pada anak-anak dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI eksklusif. Penelitian prospektif di Hongkong menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak diberi ASI meningkatkan resiko rawat inap karena infeksi pernafasan pada 6 bulan pertama kehidupan.30 Menyusu eksklusif selama 6 bulan terbukti memberikan resiko lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi. Zat kekebalan yang berasal dari ibu dan terdapat dalam ASI akan ditransfer ke bayi untuk mengatur respon imun tubuh melawan infeksi.27


(12)

Banyak mekanisme yang telah diusulkan mengapa paparan asap rokok setelah lahir dapat menyebabkan OMA, termasuk ciliostasis, hiperplasia sel goblet, dan hipersekresi mukus dapat menyebabkan akumulasi mukus dan bakteri di telinga tengah. Di Norwegia meningkatnya kesadaran tentang efek buruk paparan asap rokok telah mengurangi jumlah orang tua yang merokok tanpa sadar mengurangi jumlah anak yang terpapar asap rokok. Meningkatnya kesadaran orang tua adanya larangan merokok ditempat umum telah berperan dalam mengurangi jumlah anak-anak yang terpapar rokok dari orang tua.31

5. Rinitis alergi

Rinitis alergi bersifat persisten dan kronik sehingga dapat menyebabkan perubahan berupa hipertropi dan hiperplasia epitel mukosa dan dapat menimbulkan komplikasi otitis media. Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada rhinitis alergi, edema mukosa selain terjadi di kavum nasi juga meluas ke nasofaring dan tuba eustachius sehingga dapat mengganggu pembukaan sinus dan tuba eustachius.32 Penelitian Faridah Muhammad terhadap murid sekolah dasar di Makassar menunjukkan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap prevalensi otitis media pada penelitiannya adalah lokasi sekolah dasar, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan kebersihan murid . sedangkan faktor umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap prevalensi otitis media pada murid sekolah dasar di Makassar. 33

2.3.7 Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi,


(13)

stadium perforasi, dan stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar.1

2.3.7.1 Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Gambar 2.4 Stadium oklusi tuba eustachius34

Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi , tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.12

2.3.7.2 Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)

Gambar 2.5 Stadium hiperemis.34

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. 1


(14)

2.3.7.3. Stadium Supurasi

Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu tubuh meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat.1 Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi ruptur.1 Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.1 Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur ( perforasi) tidak mudah menutup kembali.

2.3.7.4 Stadium Perforasi

Gambar 2.6 Stadium perforasi 34

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah


(15)

sekarang menjadi tenang. Suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.1

2.3.7.5 Stadium Resolusi

Gambar 2.7 Stadium resolusi 34

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah , maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA dapat berubah menjadi otitis media supuratif kronis (OMSK) bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) menetap berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.1

2.3.8. Gejala Klinik

Gejala klinik OMA tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri didalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, disamping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh ditelinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh yang tinggi dapat sampai 39,5 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba


(16)

– tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga sakit. bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga , suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.1

2.3.9 Terapi

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi tuba eustachius pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur diatas >12 tahun dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus ataupun alergi.1

Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.1 Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.1 Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.1

Sebelum tahun 1965, banyak antibiotika yang efektif digunakan untuk otitis media. Streptococcus pneumoni sensitif terhadap penisilin sedangkan Hemophilus influenza dan M. kataralis dapat diterapi dengan eritromisin, aminopenisilin atau sulfonamide. Sejalan dengan penggunaan antibiotika yang semakin luas, resistensi beberapa mikroorganisme terhadap antibiotika semakin berkembang. Mikroorganisme penghasil betalaktamase semakin sering dijumpai pada kultur telinga tengah suatu OMA. Resistensi terhadap eritromisin juga meningkat di antara


(17)

strain H. influenza sehingga pilihan terapi beralih ke sulfametoksazol-trimetoprim, amoksisilinklavulanat (co-amoxiclav), dan sefalosporin generasi kedua dan ketiga.26 Terapi standar permulaan suatu OMA adalah amoksisilin, 40 mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis, atau ampisilin 50-100 mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis, minimal selama 10 hari. Pada individu yang alergi terhadap penisilin, kombinasi eritromisin 40 mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol 120 mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama efektifnya dengan amoksisilin.35

Jika mikroorganisme penghasil betalaktamase diduga sebagai penyebab, pemberian jam dibagi dalam 3 dosis atau sulfametoksazoltrimetoprim, 8 mg/kgBB trimetoprim dan 40 mg/kgBB sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan dalam 2 dosis terbagi. Sefiksim, 8 mg/kgBB dalam satu dosis atau cefprozil 15 mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis terbagi juga dapat digunakan.35

Kebanyakan pasien yang menerima terapi antibiotika untuk OMA akan menunjukan perbaikan yang signifikan dalam waktu 48 jam. Timpanosintesis untuk kultur bakteri dan tindakan miringotomi dapat dilakukan pada penderita yang tidak mengalami perbaikan setelah 48 jam terapi antibiotika empiris. Penderita sebaiknya diperiksa ulang selama mendapatkan terapi untuk memastikan keefektifan pengobatan yang diberikan.35

Terapi tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan dekongestan oral dapat diberikan. Dekongestan topikal dan oral dapat menghilangkan sumbatan hidung dan memberikan aerasi tuba eustachius meskipun efikasinya belum dapat dibuktikan.35

Rekomendasi terapi antibiotik pada anak dengan OMA berdasarkan pedoman pengobatan OMA di Korea :12

1. Antibiotik lini pertama

o Amoksisilin dosis tinggi, 80-90 mg/kg/hari.

o Amoksisilin dosis standar, 40-50 mg/kg/hari (jika usia anak >24 bulan, belum pernah diberi antibiotik dan anak tidak di titipkan di tempat penitipan anak).


(18)

o Bila alergi penisilin :

 Hipersensitivitas tipe 1 : macrolides.  Bukan hipersensitivitas tipe 1 : cephalosporin.

2. Antibiotik lini ke-2 (langsung diresepkan antibiotik lini ke-2 pada OMA berat) o Amoksisilin/clavulanate (14:1) 80-90/6,4 mg/kg/hari.

o Amoksisilin/clavulanate (7:1) 40-50/6,4 mg/kg/hari + amoksisilin 40 mg/kg/hari.

o Amoksisilin/clavulanate (4:1) 23-26/6,4 mg/kg/hari + amoksisilin 57-64 mg/kg/hari.

o Bila alergi penisilin:

 Hipersensitifitas tipe 1 : clindamycin.

 Bukan hipersensitivitas tipe 1 : ceftriaxone parenteral, 50 mg/kg/hari, 3. Antibiotik lini ke-3

Ceftriaxone parenteral, 50 mg/kg/hari x 3 hari. 2.3.10 Prognosis

Pada OMA jarang terjadi kematian di era kedokteran modern. Dengan terapi antibiotik yang efektif, gejala sistemik demam dan letargi dapat menghilang, bersama dengan nyeri lokal, dalam waktu 24 jam. 36

2.3.11 Komplikasi

Komplikasi OMA dapat terjadi melalui penyebaran hematogen, melalui jalan yang sudah ada seperti fenestra rotundum, meatus akustikus eksternus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik serta dapat juga melalui erosi tulang.35

Komplikasi OMA dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari mastoiditis akut , petrositis, labirinitis serosa , labirinitis supuratif, paralisis fasialis, perforasi membran timpani yang dapat mengiritasi liang telinga sehingga menyebabkan infeksi telinga luar. Komplikasi intrakranial terdiri dari meningitis, enchepalitis, hidrosepalus atikus, abses otak, ekstradural abses, subdural empiema, dan trombosis sinus lateralis.35


(19)

Pendengaran konduktif dapat disebabkan oleh otitis media kronik. Jika membran timpani utuh , terdapat udara dalam telinga tengah dan bila rangkaian osikula terputus, maka akan timbul tuli konduktif maksimum 60 dB.24

Ketulian sensorineural dapat disebabkan otitis media akut maupun kronik. Setiap kali ada infeksi dalam telinga tengah akan menyebar, terutama bila dibawah tekanan, maka akan ada produk-produk infeksi menyebar melalui membran fenestrata rotundum ke telinga tengah.24

Paralisis saraf fasialis, saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen. Dengan adanya celah pada tulang-tulang alami yang menyebabkan hubungan antara saraf dengan telinga tengah, maka produk-produk infeksi toksik dapat menimbulkan paralisis wajah.24

Sebelum ada antibiotika OMA dapat menimbulkan berbagai komplikasi, tetapi pada era antibiotika semua jenis komplikasi itu biasanya didapat sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronis.

2.4 Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 2.4.1 Definisi

Infeksi saluran pernafasan atas akut adalah proses infeksi akut yang berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian atau lebih saluran pernafasan atas mulai dari hidung hingga faring beserta jaringan adneksanya yang terdiri atas rinitis akut, faringitis akut, tonsilitis akut, sinusitis akut.14

2.4.2 Klasifikasi

Infeksi saluran pernafasan atas akut terdiri atas rinitis akut, faringitis akut, tonsilitis akut dan rinosinusitis akut.

2.4.2.1. Rinitis akut  Definisi


(20)

Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan olehinfeksi bakteri atau virus. Dikenal juga sebagai common cold, coryza, atau salesma.1,30

 Etiologi

Penyebab tersering adalah Rhinovirus. Virus-virus lainnya Myxovirus, Coxsackie dan virus ECHO.1

 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang diperoleh dari anamnesis lengkap. Pada stadium prodormal yang berlangsung beberapa jam didapatkan rasa panas, kering dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer yang biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak memerah dan membengkak. Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga sekret menjadi kental dan sumbatan dihidung bertambah. 1

2.4.2.2 . Faringitis akut  Definisi

Faringitis akut adalah peradangan akut membran mukosa faring. 1  Etiologi

Penyebab terbanyak adalah golongan Streptococcus hemolitikus, S.viridans, dan S. Piogenes. Dapat juga disebabkan oleh virus seperti Virus influenza, Adenovirus dan ECHO.1,26

 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual dan kelenjar limfa leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, edema dan dinding posterior faring bergranular. Sulit membedakan antara faringitis streptokokus dan faringitis virus. Baku emas penegakan diagnosis bakteri atau virus adalah melalui kultur apusan tenggorok.1,26 2.4.2.3 Tonsilitis akut


(21)

 Etiologi

Dapat disebabkan oleh kuman Streptococcus hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridan, dan Streptokokus piogenes. 1

 Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, nyeri saat menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, lesu, rasa nyeri sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.1,26

2.4.2.4. Rinosinusitis akut  Definisi

Rinitis adalah radang pada mukosa hidung. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada sekurang-kurangnya satu sinus paranasal. Pada prakteknya penyakit tersebut sering muncul bersamaan dalam satu kesatuan sehingga para ahli menggunakan terminologi rinosinusitis.26

 Etiologi

Penyebabnya adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarhalis, dan Streptococcus piogenes.26

 Diagnosis

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Rinitis ditandai dengan rhinorea, bersin, hidung tersumbat dan gatal. Sebagian besar literatur atau konsensus ahli menyetujui bahwa penegakkan diagnosis sinusitis akut didasarkan atas gejala klinis. Gejala yang sering dikeluhkan berupa nyeri pada wajah, hidung tersumbat, ingus purulen, atau post nasal drip, hiposmia/anosmia, dan demam. Selain itu pasien juga dapat mengeluhkan sakit kepala, mulut berbau, kelelahan ,sakit pada gigi, batuk dan sakit pada telinga. 26


(22)

Perjalanan klinis infeksi saluran pernafasan atas dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri menyebabkan bakteri-bakteri patogen yang ada di saluran pernafasan atas seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut dan terjadilah peradangan.6 Infeksi virus juga menyebabkan disfungsi tuba eustachius yang menyebabkan tekanan telinga tengah menjadi negatif sehingga sekret dan bakteri di nasofaring masuk ke telinga tengah.5

2.5 Kerangka teori

Faktor resiko OMA  Umur < 6 tahun 

 Kelainan anatomi kraniofasial  Immunodefisiensi  Minum ASI < 6 bulan  Paparan asap rokok  immunodefisiensi

Infeksi saluran

pernafasan atas akut Infeksi meluas ke tuba eustachius, sehingga terjadi kongesti dan edema tuba eustachius

Sumbatan tuba eustachius sehingga tekanana telinga tengah menjadi negatif


(23)

Gambar 2.8. Kerangka Teori

2.6 Kerangka konsep

Variable dependen variable independen Bakteri , mukus, sekret nasofaring mudah masuk ke

telinga tengah melalui tuba eustachius ke telinga tengah

OMA

Infeksi saluran pernafasan atas akut:

 Rhinitis akut  Tonsillitis akut  Rhinosinusitis

akut

 faringitis akut

OMA

Karakteristik demografis:

 Umur

 Jenis kelamin Karakteristik

keluhan dan kelainan telinga:

 Nyeri telinga  Sisi telinga

yang terkena  Otore


(24)

Gambar 2.9. Kerangka Konsep 2.7 Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan antara otitis media akut dengan infeksi saluran pernafasan atas akut.

H1 : Ada hubungan antara otitis media akut dengan infeksi saluran pernafasan atas akut.


(1)

Pendengaran konduktif dapat disebabkan oleh otitis media kronik. Jika membran timpani utuh , terdapat udara dalam telinga tengah dan bila rangkaian osikula terputus, maka akan timbul tuli konduktif maksimum 60 dB.24

Ketulian sensorineural dapat disebabkan otitis media akut maupun kronik. Setiap kali ada infeksi dalam telinga tengah akan menyebar, terutama bila dibawah tekanan, maka akan ada produk-produk infeksi menyebar melalui membran fenestrata rotundum ke telinga tengah.24

Paralisis saraf fasialis, saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen. Dengan adanya celah pada tulang-tulang alami yang menyebabkan hubungan antara saraf dengan telinga tengah, maka produk-produk infeksi toksik dapat menimbulkan paralisis wajah.24

Sebelum ada antibiotika OMA dapat menimbulkan berbagai komplikasi, tetapi pada era antibiotika semua jenis komplikasi itu biasanya didapat sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronis.

2.4 Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 2.4.1 Definisi

Infeksi saluran pernafasan atas akut adalah proses infeksi akut yang berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian atau lebih saluran pernafasan atas mulai dari hidung hingga faring beserta jaringan adneksanya yang terdiri atas rinitis akut, faringitis akut, tonsilitis akut, sinusitis akut.14

2.4.2 Klasifikasi

Infeksi saluran pernafasan atas akut terdiri atas rinitis akut, faringitis akut, tonsilitis akut dan rinosinusitis akut.

2.4.2.1. Rinitis akut


(2)

Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan olehinfeksi bakteri atau virus. Dikenal juga sebagai common cold, coryza, atau salesma.1,30

 Etiologi

Penyebab tersering adalah Rhinovirus. Virus-virus lainnya Myxovirus, Coxsackie dan virus ECHO.1

 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang diperoleh dari anamnesis lengkap. Pada stadium prodormal yang berlangsung beberapa jam didapatkan rasa panas, kering dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer yang biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak memerah dan membengkak. Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga sekret menjadi kental dan sumbatan dihidung bertambah. 1

2.4.2.2 . Faringitis akut

 Definisi

Faringitis akut adalah peradangan akut membran mukosa faring. 1  Etiologi

Penyebab terbanyak adalah golongan Streptococcus hemolitikus, S.viridans, dan S. Piogenes. Dapat juga disebabkan oleh virus seperti Virus influenza, Adenovirus dan ECHO.1,26

 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual dan kelenjar limfa leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, edema dan dinding posterior faring bergranular. Sulit membedakan antara faringitis streptokokus dan faringitis virus. Baku emas penegakan diagnosis bakteri atau virus adalah melalui kultur apusan tenggorok.1,26


(3)

 Etiologi

Dapat disebabkan oleh kuman Streptococcus hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridan, dan Streptokokus piogenes. 1

 Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, nyeri saat menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, lesu, rasa nyeri sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.1,26

2.4.2.4. Rinosinusitis akut

 Definisi

Rinitis adalah radang pada mukosa hidung. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada sekurang-kurangnya satu sinus paranasal. Pada prakteknya penyakit tersebut sering muncul bersamaan dalam satu kesatuan sehingga para ahli menggunakan terminologi rinosinusitis.26

 Etiologi

Penyebabnya adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarhalis, dan Streptococcus piogenes.26

 Diagnosis

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Rinitis ditandai dengan rhinorea, bersin, hidung tersumbat dan gatal. Sebagian besar literatur atau konsensus ahli menyetujui bahwa penegakkan diagnosis sinusitis akut didasarkan atas gejala klinis. Gejala yang sering dikeluhkan berupa nyeri pada wajah, hidung tersumbat, ingus purulen, atau post nasal drip, hiposmia/anosmia, dan demam. Selain itu pasien juga dapat mengeluhkan sakit kepala, mulut berbau, kelelahan ,sakit pada gigi, batuk dan sakit pada telinga. 26


(4)

Perjalanan klinis infeksi saluran pernafasan atas dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri menyebabkan bakteri-bakteri patogen yang ada di saluran pernafasan atas seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut dan terjadilah peradangan.6 Infeksi virus juga menyebabkan disfungsi tuba eustachius yang menyebabkan tekanan telinga tengah menjadi negatif sehingga sekret dan bakteri di nasofaring masuk ke telinga tengah.5

2.5 Kerangka teori

Faktor resiko OMA  Umur < 6 tahun 

 Kelainan anatomi kraniofasial  Immunodefisiensi  Minum ASI < 6 bulan  Paparan asap rokok  immunodefisiensi

Infeksi saluran

pernafasan atas akut Infeksi meluas ke tuba eustachius, sehingga terjadi kongesti dan edema tuba eustachius

Sumbatan tuba eustachius sehingga tekanana telinga tengah menjadi negatif


(5)

Gambar 2.8. Kerangka Teori

2.6 Kerangka konsep

Variable dependen variable independen Bakteri , mukus, sekret nasofaring mudah masuk ke

telinga tengah melalui tuba eustachius ke telinga tengah

OMA

Infeksi saluran pernafasan atas akut:

 Rhinitis akut  Tonsillitis akut  Rhinosinusitis

akut

 faringitis akut

OMA

Karakteristik demografis:

 Umur

 Jenis kelamin Karakteristik

keluhan dan kelainan telinga:

 Nyeri telinga  Sisi telinga

yang terkena  Otore


(6)

Gambar 2.9. Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan antara otitis media akut dengan infeksi saluran pernafasan atas akut.

H1 : Ada hubungan antara otitis media akut dengan infeksi saluran pernafasan atas akut.