UNSUR PREMANISME DALAM FILM (Analisis Isi pada Film Sang Martir Karya Helfi Kardit)

(1)

i

UNSUR PREMANISME DALAM FILM (Analisis Isi pada Film Sang Martir Karya Helfi Kardit)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh :

Mahdian Banjar Sari NIM: 09220054

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat serta salam dicurahkan atas junjungan Nabi Muhammad SAW atas terselesaikannya tugas akhir ini. Dengan kerja keras dan dukungan dari banyak pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan studi di Konsentrasi Audio Visual

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Dengan terselesaikannya skripsi ini yang berjudul “UNSUR PREMANISME DALAM FILM (Analisis Isi pada Film Sang Martir Karya Helfi Kardit)”. Maka selesai sudah masa studi Strata 1 peneliti. Walaupun masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penelitian ini. Maka peneliti berharap bisa di jadikan acuan untuk penelitian berikutnya yang berguna bagi perkembangan Ilmu Komunikasi.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bimbingan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada yang terhomat :

1. Bapak Dr. Muhajir Effendi, M.AP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bapak Dr. Asep Nurjaman, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.


(7)

vii

3. Bapak Sugeng Winarno, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi. 4. Bapak Nasrullah, S.Sos, M.Si selaku Dosen Wali yang telah

membimbing, mengingatkan, dan mengarahkan masalah perkuliahan selama ini.

5. Bapak Nurudin S.Sos, M.si dan Ibu Isnani Dzuhrina S.Sos, M.adv selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu memberikan masukan dan menyempurnakan skripsi ini dan pastinya memberikan dampak positif untuk memotivasi mahasiswa agar segera menyelesaikan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui akun twitter bapak @nurudinwriter grup bbm #kelarskripsi dan ibu @isnani_dzuhrina grup line Pedjoeang Skripsi.

6. Kepada Orang Tua saya, Bapak Drs. H Ansyaruddin, MM dan Ibu Hj Siti Mahmudah yang tiada henti mendoakan, rela berkorban dan selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya yang miskin ilmu dan haus akan belajar. Tak terhingga rasa terimakasih dan sayang ini untukmu.

7. Seluruh keluarga di Banjarmasin, kakak saya Mahyuddin, dan orang terdekat Eka Purnama Sari terima kasih atas kebahagian, nasihat dan dukungannya selama ini.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang yang telah banyak memberikan ilmu, karya, didikan, motivasi, dan inspirasi yang sangat berguna bagi penulis selama dibangku kuliah.


(8)

viii

9. Terima kasih kepada semua pihak dan teman-teman Ilmu Komunikasi angkatan 2009, serta konsentrasi Audio Visual yang telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada saya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis berusaha dengan segala upaya untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Namun, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak yang membaca. Pada akhirnya penulis berharap agar karya ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua.

Semoga Allah SWT memberikan berkah dan rahmat-Nya pada kita semua, Amien.

Malang, 03 Mei 2014


(9)

ix DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSi ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINILITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Peneltian ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 6

E.1. Film ... 6

E.2. Film Sebagai Medium Komunikasi Massa ... 7

E.3. Premanisme ... 9

E.3.1. Macam Premanisme ... 13

E.3.2. Konsep Premanisme ... 15

E.4. Analisis Isi ... 17


(10)

x

G. Kategorisasi ... 19

H. Metode Penelitian ... 21

1. Metode dan Tipe Penelitian ... 21

2. Ruang Lingkup Penelitian ... 22

3. Unit Analisis ... 22

4. Satuan Ukur ... 22

5. Teknik Pengumpulan Data ... 23

6. Teknik Analisa Data ... 24

7. Uji Reliabilitas ... 24

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Profil Film Sang Martir ... 27

B. Sinopsis Film Sang Martir... 28

C. Pemeran Film Sang Martir ... 30

D. Prestasi Film Sang Martir ... 45

BAB III SAJIAN DAN ANALISA DATA 1. Kategorisasi Ancaman ... 48

2. Kategorisasi Pemaksaan ... 60

3. Kategorisasi Pemukulan ... 70

1.1Uji Relibilitas Kategorisasi Ancaman ... 79

1.2Uji Relibilitas Kategorisasi Pemaksaan ... 82


(11)

xi BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA 90-92 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Poster Film “ Sang Martir “ 27

Gambar 2. Pemeran film Sang Martir Adipati Dolken 30

Gambar 3. Pemeran film Sang Martir Ray Sahetapy 33

Gambar 4. Pemeran film Sang Martir Tio Pakusedawo 35

Gambar 5. Pemeran film Sang Martir Edo Borne 39

Gambar 6. Pemeran film Sang Martir Jamal Mirdad 40

Gambar 7. Pemeran film Sang Martir Henidar Amroe 41

Gambar 8. Pemeran film Sang Martir Nadine Alexandra 42

Gambar 9. Pemeran film Sang Martir Ghina Salsabila 43

Gambar 10.Pemeran film Sang Martir Widy Soediro Nichlany 44

Gambar 1.1 Gambar Scene 26 ancaman 49

Gambar 1.2 Gambar Scene 27 ancaman 50

Gambar 1.3 Gambar Scene 39 ancaman 51

Gambar 1.4 Gambar Scene 47 ancaman 53

Gambar 1.5 Gambar Scene 76 ancaman 54

Gambar 1.6 Gambar Scene 89 ancaman 56


(12)

xii

Gambar 1.8 Gambar Scene 95 ancaman 58

Gambar 1.9 Gambar Scene 99 ancaman 59

Gambar 2.1 Gambar Scene 14 pemaksaan 61

Gambar 2.2 Gambar Scene 33 pemaksaan 62

Gambar 2.3 Gambar Scene 38 pemaksaan 63

Gambar 2.4 Gambar Scene 42 pemaksaan 64

Gambar 2.5 Gambar Scene 63 pemaksaan 65

Gambar 2.6 Gambar Scene 66 pemaksaan 65

Gambar 2.7 Gambar Scene 69 pemaksaan 66

Gambar 2.8 Gambar Scene 81 pemaksaan 67

Gambar 2.9 Gambar Scene 91 pemaksaan 67

Gambar 2.10 Gambar Scene 98 pemaksaan 68

Gambar 2.11 Gambar Scene 108 pemaksaan 69

Gambar 3.1 Gambar Scene 9 pemukulan 71

Gambar 3.2 Gambar Scene 21 pemukulan 72

Gambar 3.3 Gambar Scene 23 pemukulan 73

Gambar 3.4 Gambar Scene 29 pemukulan 73

Gambar 3.5 Gambar Scene 93 pemukulan 74

Gambar 3.6 Gambar Scene 96 pemukulan 74


(13)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Lembar koding untuk penelitian 23

Tabel 1.2 Tabel distribusi frekuensi 24

Tabel 3.1 Frekuensi kemunculan unsur premanisme 47

Tabel 3.2 Tabel distribusi frekuensi kategorisasi ancaman 48

Tabel 3.3 Tabel distribusi frekuensi kategorisasi pemaksaan 60

Tabel 3.4 Tabel distribusi frekuensi kategorisasi pemukulan 70

Tabel 3.5 Tabel hasil pengkodingan peneliti, koder I, dan koder II 76

Tabel 3.6 Tabel Expected Agreement 78

LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Lembar koding peneliti

Lampiran 1.2 Lembar koding koder 1

Lampiran 1.3 Lembar koding koder 2

Lampiran 1.4 Tabel kesepakatan antara peneliti dan koder 1 Lampiran 1.5.Tabel kesepakatan antara peneliti dan koder 2

Lampiran 1.6 Lembar pernyataan koder 1


(14)

xiv

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Ajidarma, Seno Gumira. 2000. Layar Kata - Menengok 20 Skenario Pemenang Citra FFI 1973- 1992. Yogyakarta: Yayasan Bintang Budaya.

Alex Sobur. 2004. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Baksin, Askurifai. 2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung: Katarsis. Irawanto, Budi. 2003. Film, Ideologi dan Militer dalam Sinema Indonesia.

Yogyakarta: Media Presindo.

Krippendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi - Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers.

McQuail, Dennis. 1994. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.

Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Metode Penelitian Komunikasi - Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

________________2002. Metode Penelitian Komunikasi - Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Wimmer, Roger D. And Joseph R. Dominick. 2000. Mass Media Research an Introduction, USA: Wadworth Publising company.

Winarni. 2003. Komunikasi Massa - Suatu Pengantar, Malang: UMM Press.

Internet:

Bagong Suyanto. (2008, November). Meberantas Preman sampai ke Akarnya Diakses pada 13 September 2013 pukul 23.30 Wib dari

http://www.hendra.ws/meberantas-premanisme-ke-akarnya/

Everd N P, RR. Sukma D dan Yulfi Z. (2012, 31 Agustus). Macam Premanisme di Indonesia.

Diakses pada 11 September 2013 pukul 21.00 Wib dari


(15)

xv

Indonesia proud. (2013, 02 April) Indonesia Boyong 5 Penghargaan FFA 2013 di Malaysia. Diakses pada 5 Maret 2014 pukul 21.30 Wib dari

http://indonesiaproud.wordpress.com/2013/04/02/indonesia-boyong-5-penghargaan-festival-film-asean-2013-di-malaysia/

Info bandung. Penghargaan FFB 2013. Diakses pada 5 Maret 2014 pukul 20.30 Wib dari

http://www.infobdg.com/v2/daftar-peraih-penghargaan-festival-film-bandung-2013/

Mushlihin. (2013, 04 Maret). Premanisme dan Cara Mengatasinya. Diakses pada 11 September 2013 pukul 19.00 Wib dari

http://mushlihin.com/2013/04/other/preman-premanisme-dan-cara-mengatasinya.php

Sambodo Purnomo. (2009, 04 Juni). Premanisme dan Problem Oriented Policing Diakses pada 13 September 2013 pukul 22.00 Wib dari

http://sambodopurnomo.wordpress.com/2009/06/04/premanisme-dan-problem-oriented-policing/

21Cineplex. Sang Martir. Diakses pada 5 Maret 2014 pukul 20.00 Wib dari

http://www.21cineplex.com/review/sang-martir-kisah-tentang-pengorbanan-dan-kerukunan,2761.htm

Profil Adipati Dolken http://merpatitempur.blogspot.com/2014/03/biodata-adipati-dolken-profil-dan-foto.html


(16)

xvi

Profil Tio Pakusadewo http://www.staripop.com/2013/03/biodata-lengkap-tio-pakusadewo-dan.html

Profil Edo Borne http://www.profil.web.id/2013/06/profil-biodata-edo-borne.html

Profil Jamal Mirdad http://www.wowkeren.com/seleb/jamal_mirdad/profil.html

Profil Henidar Amroe http://www.profil.web.id/2013/11/profil-biodata-henidar-amroe.html

ProfilNadineAlexandrahttp://www.wowkeren.com/seleb/nadine_alexandra/profil. html

Profil Ghina http://ghina-official.blogspot.com/p/bio.html


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Film merupakan sebuah alat untuk menyapaikan pesan yang efektif dalam mepengaruhi khalayak dengan pesan-pesan yang disampaikannya. Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat melalui muatan pesan-pesannya (message) (Sobur, 2004:127). Tema-tema yang diangkat di dalam film menghasilkan sebuah nilai-nilai yang biasanya didapatkan di dalam sebuah pencarian yang panjang tentang pengalaman hidup,realitas sosial,serta daya karya imajinatif dari sang penciptanya dengan tujuan dalam rangka memasuki ruang kosong khalayak tentang sesuatu yang belum diketahuinya sama sekali sehingga tujuan yang ingin dicapainya pun sangatlah bergantung pada seberapa antusias khalayak terhadap tema-tema yang diangkat di dalam film tersebut.

Film berperan sebagai sarana baru yang memuat sebuah pesan yang akan disebarluaskan kepada khalayak. Pesan film terkadang mutlak sebagai suatu hiburan bagi sebagian orang. Secara teknis, film menyampaikan pesannya melalui ide cerita, peristiwa, musik, drama dan sebagainya. Hal itu merupakan bentuk perkembangan lebih lanjut dari fungsi film yang dapat menciptakan kesejukan dalam hati kita, yang sering kita sebut sebagai hiburan. Dengan demikian jika ditinjau dari fenomenalnya, maka secara


(18)

2

umum film mempunyai peran penting dalam memenuhi kebutuhan manusia yang tersembunyi (McQuail, 1994: 13).

Film sendiri notabennya adalah sebuah sekenario yang dijalankan oleh para pelaku dan pembuat film tersebut, yang memang terkadang para penulis naskah atau skenario mengambil ide-ide tulisannya dari sebuah kehidupan yang benar-benar nyata yang dialaminya sendiri ataupun melihat dari kehidupan orang lain, atau kadang juga hanya sebuah hayalan yang mungkin akan bisa terwujud di suatu saat nanti, sehingga menimbulkan perasaan yang begitu mendalam bagi para penikmatnya, tentu sesuai dengan sudut pandang apa yang akan diangkat dalam sebuah produksi film tersebut.

Karena unsur-unsur yang sama dalam kehidupan sebenarnya itulah seakan-akan para penikmat film menganggap bahwa film yang mereka lihat adalah nyata dan dapat dirasakan sesuai dengan keadaan mereka saat itu. Artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (Message) dibaliknya tanpa pernah berlaku sebaliknya (Sobur, 2004:127). Maka dari inilah, sebuah film dapat berpengaruh terhadap prilaku sosial dalam masyarakat dari para penikmatnya, tentunya sesuai dengan pesan apa yang di dapat dari sebuah film yang mereka nikmati. Pesan disini adalah pesan yang disampaikan dari pembuat film (sineas) kepada masyarakat luas.

Tahun 2012 StarVision memproduksi film karya Helfi Kardit yang berjudul Sang Martir. Helfi Kardit bicara tentang idenya untuk membuat ilustrasi situasi dan wajah Jakarta, maupun Indonesia secara terbuka. Film ini mengajak remaja untuk melihat karut marut politik, sosial, premanisme dan kerukunan beragama serta bagaimana tindakannya dalam menghadapi


(19)

3

desintegrasi yang semakin hari semakin biasa padahal hal tersebut adalah esensial.

Film Sang Martir ini bercerita, Rangga (Adipati Dolken), mahasiswa usia 20 tahun tinggal sejak kecil di panti asuhan bersama adiknya Sarah (Ghina Salsabila). Panti asuhan yang Islami ini milik Haji Rachman (Jamal Mirdad) dan istrinya Hajjah Rosna (Henidar Amroe) yang tidak punya keturunan, dan menjadi orang tua bagi anak-anak Panti Suatu hari, Lili (Widy Vierra) gadis usia 17 tahun diperkosa oleh Jerink (Edo Borne) seorang preman wilayah Panti yang dikuasai oleh Rambo (Tio Pakusadewo), kakak Jerink.

Rangga meminta pertanggung jawaban Jerink yang mengakibatkan mereka terlibat duel, hingga Jerink terbunuh. Rangga dipenjara selama 3 tahun. Situasi panti setelah Rangga di penjara berubah tragis, Haji Rachman mati oleh Rambo untuk menguasai kepemilikan areal panti. Anak-anak panti diberhentikan sekolahnya, dan dijadikan pengemis jalanan Saat Rangga menghirup kebebasan, orang-orang suruhan Rambo siap menghabisinya, namun genk anak buahnya Jerry (Ray Sahetapy), kepala genk preman musuh bebuyutan Rambo menyelamatkannya. Rangga menempati rumah kontrakan milik Jerry berdekatan dengan gereja. Hampir setiap hari seorang gadis remaja, Cinta (Nadine Alexandra) berdiri di luar gereja. Rangga penasaran melihat gadis itu berdoa di luar. Rangga dan Cinta saling mengenal dan menjadi dekat, kedua remaja yang berbeda keyakinan ini saling mengagumi dan jatuh cinta.

Konflik genk Rambo dan Jerry semakin memanas karena perebutan wilayah, bahkan situasi jadi lebih parah saat Rambo mendapatkan order


(20)

4

seorang oknum untuk mengalihkan perhatian publik atas kasus korupsinya, dengan perang antar genk dan isu bom gereja. Rambo membidik gereja di wilayah Jerry. Sebagai penguasa wilayah panti, Rambo memaksa Rangga untuk jadi martir, sebagai ganti keselamatan semua anak-anak panti asuhan Rangga dan Cinta, sepasang remaja jadi saksi yang mewakili kondisi karut marut sosial bangsa ini. Bagi mereka perbedaan adalah takdir yang harus saling dihargai. Dilematis yang menyakitkan bagi Rangga, antara menyelamatkan anak-anak panti asuhan atau mengikuti perintah Rambo untuk mem-bom gereja.

Dalam film tersebut dinilai sarat akan tema kekerasan di dalamnya yang menyangkut adanya perang antar genk di Jakarta. Terbentuknya genk yang ada di Indonesia tentu saja tak terlepas dari banyaknya preman. Dari banyaknya preman tersebut akhirnya terkoordinir oleh seorang penguasa yang akhirnya membentuk sebuah genk. Kini premanisme menjadi lebih komplek. Perkembangannya hampir meliputi berbagai bidang. Dari birokrasi, agama, hukum, hingga dalam dunia maya banyak sekali tindakan-tindakan premanisme. Dalam birokrasi, kita sering sekali diperas oleh oknum-oknum birokrat yang tidak bertanggung jawab. Dari mulai tingkat desa hingga tingkat pusat selalu ada saja tindakan premanisme.

Disisi lain, faktor utama munculnya premanisme di Indonesia memang bermula pada perekonomian yang sulit dan banyaknya pengangguran di sekitar kita. Namun jika kita cermati untuk saat ini, faktor utama kemunculan premanisme adalah karena minimnya sebuah pendidikan dan kurangnya penanaman moral yang baik bagi rakyat. Sehingga hal itu


(21)

5

menyebabkan terjadinya kemerosotan moral yang begitu memprihatinkan bangsa ini. Faktor-faktor inilah yang menjadi kunci dari munculnya tindakan premanisme.

Dari pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui unsur premanisme yang terdapat dalam film Sang Martir karya Helfi Kardit. Karena dalam film tersebut, peneliti banyak menemukan praktek-praktek yang dianggap sebagai unsur dari premanisme. Oleh karena itu peneliti menarik judul “Unsur Premanisme dalam Film Indonesia” dengan menggunakan (Analisis Isi pada Film Sang Martir karya Helfi Kardit).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, seberapa besar persentase kemunculan unsur premanisme dalam film Sang Martir karya Helfi Kardit?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar persentase kemunculan unsur-unsur premanisme yang terdapat dalam film Sang Martir karya Helfi Kardit.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan tambahan referensi tentang unsur-unsur premanisme pada penelitian sejenis selanjutnya. Serta


(22)

6

mampu menambah wawasan penelitian khususnya pada ranah analisis isi.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi refleksi bagi para sineas khususnya mahasiswa yang ingin menjadi seorang sineas tentang arti penting sebuah pesan dalam film.

E. Tinjauan Pustaka E.1. Film

Film merupakan sebuah alat untuk menyapaikan pesan yang efektif dalam mepengaruhi khalayak dengan pesan-pesan yang disampaikannya. Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat melalui muatan pesan-pesannya (message) (Sobur, 2004:127). Tema-tema yang diangkat di dalam film menghasilkan sebuah nilai-nilai yang biasanya didapatkan di dalam sebuah pencarian yang panjang tentang pengalaman hidup,realitas sosial,serta daya karya imajinatif dari sang penciptanya dengan tujuan dalam rangka memasuki ruang kosong khalayak tentang sesuatu yang belum diketahuinya sama sekali sehingga tujuan yang ingin dicapainya pun sangatlah bergantung pada seberapa antusias khalayak terhadap tema-tema yang diangkat di dalam film tersebut.

Tema-tema di dalam film biasanya tidak lepas dari masalah yang memang selama ini telah menjadi sebuah realita di dalam kehidupan seperti tema cinta,keluarga,perjalanan hidup serta hal-hal yang memang selama ini menjadi daya karya imajinatif sang pembuat film, seperti film kartun, animasi,


(23)

7

dsb. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai system tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting di dalam film adalah gambar dan suara; kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain) yang serentak mengiringi gambar-gambar dan musik film.

Sesuai dengan Undang- undang perfileman No.6 tahun 1992, Bab1, Pasal 1 menyebutkan bahwa:yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, piringan video dan atau bahan hasil temuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat mempertunjukkan atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya (Baksin, 2003:6).

E.2. Film Sebagai Medium Komunikasi Massa

Menurut Jalaludin Rahmat dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Winarni, 2003:6), menjelaskan komunikasi massa merupakan jenis komunikasi yang ditunjukkan kepada sejumlah khalayak yang tersebar heterogen, dan anonim melalui media cetak/elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.

Sebagai suatu bentuk komunikasi massa, film memiliki muatan yang kompleks, dari produser, pemain hingga seperangkat kesenian yang lain yang sangat mendukung seperti musik, seni rupa, teater, dan seni suara. Semua


(24)

8

unsur tersebut terkumpul menjadi komunikator dan bertindak sebagai agen transformasi budaya (Baksin, 2003:2).

Sebagai medium atau suatu cara untuk berkomunikasi, dalam sebuah film ada sesuatu yang ingin disampaikan pada penonton. Dalam film, cara berkomunikasinya adalah cara bertutur ada tema, tokoh, cerita, secara audiovisual, yang pada akhirnya mengkomunikasikan suatu pesan, emplisit maupun implisit secara dramatik.

Menurut Seno Gumira Ajidarma dalam bukunya Layar Kata menyebutkan bahwa sebuah film dianggap berhasil berkomunikasi secara baik jika berhasil menyampaikan pesan secara mengesankan. Mengesankan disini dicontohkan Seno pada kasus penonton yang tidak hanya tahu bahwa peristiwa dalam film itu mengharukan, melainkan juga ikut terharu ketika menyaksikannya (Ajidarma, 2000:6-7).

Askurifai Baksin dalam bukunya “Membuat Film Indie Itu Gampang” menyebutkan bahwa salah satu unsur komunikasi yang perlu dibahas lebih mendalam melalui penelitian ini adalah unsur pesan, dimana gagasan dari apa yang ingin disampaikan kepada khalayak luas terangkum didalamnya. Dalam kajian film, pesan komunikasi terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut serta terangkum dalam bentuk drama, action, komedi atau horor. Jenis inilah yang dikemas oleh sutradara sesuai dengan tendensi masing-masing, dan tujuan yang berbeda-beda (Baksin, 2003 :2).

Demikian juga dengan pesan yang disampaikan dalam komunikasi melalui sebuah film, bisa mempengaruhi – menimbulkan efek dengan maksud


(25)

9

tertentu. Terlepas apakah maksud mempengaruhi itu bersifat jelas dan langsung, atau sebaliknya. Dampak isi pesan dari sebuah film pada masyarakat juga bisa dilihat dari sejumlah penelitian film yang mengambil berbagai topik seperti pengaruh film terhadap anak, film dan agresivitas, dan masih banyak lagi. Dalam sebuah media massa termasuk juga media film, semua pesan yang terkandung dapat ditangkap dan dipahami degan cara menganalisanya. Pada dasarnya studi media massa mencakup pencarian pesan dan pesan yang terdapat didalamnya (Irawanto, 2003 :27)

E.3. Premanisme

Premanisme berasal dari kata bahasa Belanda vrijman yang diartikan orang bebas, merdeka dan kata isme yang berarti aliran. Premanisme adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.

Rahmawati (2002) menerangkan preman adalah kelompok masyarakat kriminal, mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat karena rasa takut yang diciptakan dari penampilan secara fisik juga dari kebiasaan-kebiasaan mereka menggantungkan kesehariannya pada tindakan-tindakan negatif seperti ancaman, pemaksaan, pemerasan, pemukulan dan pencurian yang berlangsung secara cepat dan spontan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang diterbitkan Balai Pustaka (1993) memberi arti preman dalam level pertama. Kamus ini menaruh “preman” dalam dua entri: (1) preman dalam arti partikelir, bukan tentara atau


(26)

10

sipil, kepunyaan sendiri; dan (2) preman sebagai sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, dan lain-lain). Dalam level kedua, yakni sebagai cara kerja, preman sebetulnya bisa menjadi identitas siapapun. Seseorang atau sekelompok orang bisa diberi label preman ketika ia melakukan kejahatan (politik, ekonomi, sosial) tanpa beban. Di sini, preman merupakan sebuah tendensi tindakan amoral yang dijalani tanpa beban moral. Maka premanisme di sini merupakan tendensi untuk merebut hak orang lain bahkan hak publik sambil mempertontonkan kegagahan yang menakutkan. Istilah preman penekanannya adalah pada perilaku seseorang yang membuat resah, tidak aman dan merugikan lingkungan masyarakat ataupun orang lain .

I am a Free Man (baca : orang Indonesia menyebutnya dengan PREMAN), orang yang bebas dan bisa semaunya sendiri melakukan apapun dengan cara apapun dan tidak peduli apakah orang lain terganggu atau tidak. Seperti kita lihat di berbagai film Hollywood yang kerap kali mengangkat tema Mafia sebagai main plot nya (baca : simak Godfather I,II,III ; Scarface ; American Gangster ; dan film mafia yang lain) premanisme dianggap sebagai cara yang sangat efektif untuk dapat menapai tujuan akhir nya (baca : kekuasaan wilayah dan keuntungan materi financial yang super nyaman).

Indonesia patut untuk benar-benar mengambil langkah yang nyata apabila memang bertekad untuk memberantas habis praktik yang brutal ini. Pemerintah menganggap premanisme hanyalah praktik brutalisme semata, karena hukum memandang bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama. Entah dia pengangguran atau bahkan seorang konglomerat sekelas klan Cendana. Semua tindak kejahatan


(27)

11

harus dikenai sanksi yang tegas dan memaksa. Komitmen untuk mem-PHK kepada setiap public figure yang terbukti melakukan tindak premanisme. Peran POLRI, Kejaksaan dan Pengadilan kini dituntut semakin kuat dan nyata, karena saat ini pemerintah belum membentuk KPP (Komisi Pemberantasan Premanisme) seperti halnya pemerintah telah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi.

Para pelaku bisnis dan atau public figure yang selama ini masih mempercayai premanisme adalah sebuah praktik manajemen sekarang harus bertindak secara lebih hati-hati. Termasuk di dalamnya adalah beberapa perusahaan penerbit Kartu Kredit yang biasanya menggunakan jasa agensi penagihan harus lebih berhati-hati karena konsumen akan menjadi semakin kritis untuk menimbang apakah perusahaan telah melakukan tindakan kriminal atau tidak. Brutalisme tetaplah brutalisme, baik ancaman secara fisik atau melalui intimidasi melalui bahasa verbal.

Dalam perkembangan selanjutnya perilaku premanisme cenderung berkonotasi negatif karena, dianggap rentan terhadap tindakan kekerasan atau kriminal. Namun demikian, keberadaan preman tidak dapat disamakan dengan kelompok pelaku tindak kriminal lainnya seperti pencopet atau penjambret. Preman umumnya diketahui dengan jelas oleh masyarakat yang ada di sekitar wilayah operasinya, seperti pusat-pusat perdagangan (pasar), terminal, jalan raya, dan pusat hiburan.

Faktor utama munculnya premanisme di Indonesia memang bermula pada perekonomian yang sulit dan banyaknya pengangguran di sekitar kita. Namun jika kita cermati untuk saat ini, faktor utama kemunculan premanisme


(28)

12

adalah karena minimnya sebuah pendidikan dan kurangnya penanaman moral yang baik bagi rakyat. Sehingga hal itu menyebabkan terjadinya kemerosotan moral yang begitu memprihatinkan bangsa ini. Faktor-faktor inilah yang menjadi kunci dari munculnya tindakan premanisme.

Tidak jarang pula aksi premanisme justru berujung pada korban jiwa dengan kondisi kematian yang cukup mengerikan. Fakta ini tentu menjadi ancaman serius bagi ketenteraman masyarakat di tanah air. Kehadiran para preman jelas mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. Bahkan, cenderung menjadi ancaman dan penyebar rasa takut di tengah masyarakat. Keributan antar preman di ruang-ruang publik tak pelak menebar ketakutan. Premanisme merupakan istilah umum untuk menggambarkan tindakan sewenang-wenang dan umumnya disertai tindak pemaksaan, kekerasan, hingga pembunuhan. Penangkapan tokoh pemuda asal Maluku, John Kei, bersama mantan artis Alba Fuad, di sebuah hotel di Jakarta Timur, kembali membuka mata kita terhadap fenomena premanisme, khususnya di kota-kota besar. John diciduk karena diduga terlibat pembunuhan bos PT Sanex Steel, Tan Hari Tantono alias Ayung, pada 26 Januari 2012. Belum lagi dugaan itu dibuktikan, John dan Alba diketahui sebagai pengguna narkoba.

Evolusi premanisme yang sekarang mematahkan definisi asal premanisme sebelumnya. Jika premanisme sebelumnya masih berkutat di wilayah pasar, terminal dan tempat umum lainnya seperti yang dijelaskan dalam berbagai definisi yang lama. Namun untuk saat ini, premanisme menjangkau ke jajaran pemerintahan Negara ini. Kini premanisme menjadi lebih komplek. Perkembangannya hampir meliputi berbagai bidang. Dari


(29)

13

birokrasi, agama, hukum, hingga dalam dunia maya banyak sekali tindakan-tindakan premanisme. Dalam birokrasi, kita sering sekali diperas oleh oknum-oknum birokrat yang tidak bertanggung jawab. Dari mulai tingkat desa hingga tingkat pusat selalu ada saja tindakan premanisme.

Oleh karena itu, dengan adanya fenomena premanisme yang mengganggu kestabilan keamanan dan kenyamanan Negara Indonesia ini dan juga tentunya sangat meresahkan masyarakat akan berdampak besar bagi psikologis masayarakat sehingga juga menghambat perkembangan SDM dan kemajuan Negara ini. Maka, hendaknya aparat dan pemerintah bertindak tegas dan konsisten dalam melakukan pemberantasan fenomena premanisme ini dan perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai langkah yang harus diambil dalam mengatasi fenomena premanisme di Indonesia.

E.3.1 Macam Premanisme

Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane , setidaknya ada empat model preman yang ada di Indonesia, yaitu:

1. Preman yang tidak terorganisasi. Mereka bekerja secara sendiri-sendiri, atau berkelompok, namun hanya bersifat sementara tanpa memiliki ikatan tegas dan jelas.

2. Preman yang memiliki pimpinan dan mempunyai daerah kekuasaan. 3. Preman terorganisasi, namun anggotanya yang menyetorkan uang kepada

pimpinan.

4. Preman berkelompok, dengan menggunakan bendera organisasi. Biasanya preman seperti ini, dibayar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Berbeda


(30)

14

dengan preman jenis ketiga, karena preman jenis ini biasanya pimpinan lah yang membayar atau menggaji anak buahnya.

Preman jenis keempat ini, masuk kategori preman berdasi yang wilayah kerjanya menengah ke atas, meliputi area politik, birokrasi, dan bisnis gelap dalam skala kelas atas. Dalam operasinya, tidak sedikit di antara mereka di-backup aparat. Kerjanya rapih, dan sulit tersentuh hukum, karena hukum dapat mereka beli, dengan memperalat para aparatnya.

Pendapat lain berasal dari Azwar Hazan mengatakan, ada empat kategori Preman yang hidup dan berkembang di masyarakat:

1. Preman tingkat bawah.

Biasanya berpenampilan dekil, bertato dan berambut gondrong. Mereka biasanya melakukan tindakan kriminal ringan misalnya memalak, memeras dan melakukan ancaman kepada korban.

2. Preman tingkat menengah.

Berpenampilan lebih rapi mempunyai pendidikan yang cukup. Mereka biasanya bekerja dengan suatu organisasi yang rapi dan secara formal organisasi itu legal. Dalam melaksanakan pekerjaannya mereka menggunakan cara-cara preman bahkan lebih “kejam” dari preman tingkat bawah karena mereka merasa “legal”. Misalnya adalah Agency Debt Collector yang disewa oleh lembaga perbankan untuk menagih hutang nasabah yang menunggak pembayaran angsuran maupun hutang, dan perusahaan leasing yang menarik agunan berupa mobil atau motor dengan cara-cara yang tidak manusiawi.


(31)

15 3. Preman tingkat atas.

Adalah kelompok organisasi yang berlindung di balik parpol atau organisasi massa bahkan berlindung di balik agama tertentu. Mereka “disewa“ untuk membela kepentingan yang menyewa. Mereka sering melakukan tindak kekerasan yang “dilegalkan”.

4. Preman elit.

Adalah oknum aparat yang menjadi backing perilaku premanisme, mereka biasanya tidak nampak perilakunya karena mereka adalah aktor intelektual perilaku premanisme

(dikutip dari website : Everd N P, RR. Sukma D dan Yulfi Z dalam http://belanegarari.wordpress.com/2012/08/31/premanisme-di-indonesia/)

E.3.2 Konsep Premanisme

Jika melihat Kamus Bahasa Indonesia, beberapa definisi preman dan premanisme disinkronkan dengan kenyataan memang cukup dialektis. Istilah preman sendiri menurut kamus ini masih dalam ragam cakapan atau masih digunakan dalam ragam tak baku. Ujungnya, premanisme identik dengan gaya hidup seperti preman, biasanya mengedepankan kekerasan. Sementara, masih dari sumber yang sama, preman itu berarti sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras dan lain-lain).

Istilah “premanisme” berasal dari kata dasar “preman” yang dalam Kamus besar bahas Indonesia diartikan sebagi ”sebutan kepada orang jahat seperti peramapok, penodong dan lain-lain”. Kata Preman sendiri berasal dari


(32)

16

kata bahasa Belanda, vrijman = orang bebas. Premanisme sendiri berarti cara atau gaya hidup seperti preman yang mengedepankan kekerasan

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap budaya premanisme, antara lain oleh Wakter B Miller, yang menyatakan bahwa Preman merupakan produk ”Lower Class Culture” dimana didalam budaya premanisme itu terdapat 6 ”vocal concern” yaitu Trouble (selalu mencari keributan atau masalah), Toughness (keberanian atau ketangguhan), Smartness (kecerdikan), Excitement (Kegembiaraan), Outonomy (otonomi, menolak terhadap segala aturan), Fate (nasib, yaitu kepercayaan bahwa mereka memang ditakdirkan untuk menjadi penjahat). Dari uraian diatas tergambar bahwa preman merupakan suatu budaya sendiri (sub culture) yang terlepas dari budaya dominan, sehingga akan sangat sulit untuk memberangusnya secara tuntas dengan cara-cara represif sekalipun.

Sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang terkategori marginal, para preman yang banyak beroperasi di berbagai kota besar di Indonesia tidak lagi sekadar melakukan aksi kejahatan kelas teri seperti memaksa pemilik kendaraan bermotor membayar tiket parkir dua kali lipat dari tarif atau memalak para pemilik toko untuk menyediakan uang keamanan. Tetapi, lebih dari itu, yang mereka lakukan kini tak jarang adalah mengembangkan aksi dalam pola yang lebih terorganisasi ikut dalam kegiatan dan kepentingan politik praktis sehingga posisi tawar (bargaining position) mereka menjadi lebih kuat. Bahkan, terkadang mereka juga cukup dekat dengan pusat-pusat kekuasaan tertentu. Habitat yang menjadi area subur bagi perkembangan aksi premanisme kini tidak lagi hanya di dunia prostitusi, perjudian, dan dunia


(33)

17

kriminal lain. Sebagian yang lain bahkan diduga telah berhasil menanamkan uang hasil palakannya di berbagai usaha yang sifatnya legal.

Kelompok preman terbagi dalam beberapa bentuk. Pertama, preman yang terikat oleh rasa persaudaraan, kesukuan atau kedaerahan. Kelompok preman ini terbentuk berawal dari rasa solidaritas kelompok yang tinggi, tak heran ada preman Batak, Betawi, Madura, Ambon, Timor dll. Kedua, preman yang terikat oleh organisasi kepemudaan yang kebanyakan merupakan perpanjangan tangan atau sayap pertai politik maupun organisasi massa, bahkan tidak jarang terkait dengan agama tertentu, yang kemudian muncul istilah preman berjubah.

Ketiga, preman yang dipekerjakan biasanya tergabung bekerja sebagai tukang tagih utang (debt collector), bodi guard. Dan preman terakhir adalah kelompok elit yang masuk kedalam sistem, menjadi mafia penghubung para koruptor melalui bisnis percaloan meliputi percaloan dari kelas teri.

E.4. Analisis Isi

Analisis isi menurut Kerlinger dalam Dominick (2000,143) memahami analisis isi sebagai sebuah metode penelitian dan analisis komunikasi yang dilaksanakan secara sistematik, objektif dan bersifat kuantitatif, dengan tujuan untuk mengukur beberapa variabel.

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian.


(34)

18

Analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang dan dapat juga digunakan untuk menganalisa semua bentuk komunikasi seperti surat kabar, buku, puisi, lagu, cerita rakyat, tulisan, pidato, surat, musi teater, dan sebagainya (Rahmat, 1993:89).

Stone dalam Klaus Krippendorf (1991:19) mengemukakan analisis isi adalah sebuah teknik penelitian untuk membuat infrensi dengan mengidentifikasi secara sistematik dan obyektif. Karakteristik khusus dalam sebuah teks selanjutnya meyakini karakter inferensial pengkodean unit-unit teks.

F. Definisi Konseptual 1. Premanisme

Rahmawati (2002) menerangkan preman adalah kelompok masyarakat kriminal, mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat karena rasa takut yang diciptakan dari penampilan secara fisik juga dari kebiasaan-kebiasaan mereka menggantungkan kesehariannya pada tindakan-tindakan negatif seperti ancaman, pemaksaan, pemerasan, pemukulan dan pencurian yang berlangsung secara cepat dan spontan.

2. Film

Sesuai dengan Undang- undang perfileman No.6 tahun 1992, Bab1, Pasal 1 menyebutkan bahwa:yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita


(35)

19

selluloid, pita video, piringan video dan atau bahan hasil temuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat mempertunjukkan atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya (Baksin, 2003:6).

3. Analisis Isi

Analisis isi menurut Kerlinger dalam Dominick (2000,143) memahami analisis isi sebagai sebuah metode penelitian dan analisis komunikasi yang dilaksanakan secara sistematik, objektif dan bersifat kuantitatif, dengan tujuan untuk mengukur beberapa variabel.

G. Kategorisasi

Jantung dari analisis isi adalah sistem kategorisasi yang digunakan untuk mengklasifikasikan isi media. Ketepatan dalam melaksanakan kategorisasi ini akan memperjelas tentang topik penelitian (Dominick, 2000:149). Adapun yang menjadi kategorisasi unsur premanisme dalam film Sang Martir karya Helfi Kardi adalah sebagai berikutt:

1. Ancaman

Ancaman merupakan tindakan atau ucapan yang mengindikasikan bahaya, keselamatan dan kenyamanan, baik bahaya pada diri sendiri, orang lain maupun Negara. Adapun batasan yang menjadi indikator dari ancaman itu sendiri berupa ucapan atau teriakan yang berisi tekanan, ucapan yang mengintimidasi perpecahan, tindakan yang mengindikasikan


(36)

20

pengrusakan dan bahaya, dan tatapan mata yang mengindikasikan adanya ancaman.

2. Pemaksaan

Pemaksaan adalah suatu proses dimana seseorang menggiring secara paksa terhadap seseorang lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dengan maksud-maksud dan tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai si pemaksa. Adapun yang menjadi batasan dalam kategori pemaksaan ini adalah pemaksaan secara fisik, dan memaksa dengan ucapan.

3. Pemerasan

Tindak pidana pemerasan merupakan suatu tindakan oleh pelaku yang disertai kekerasan dan ancaman terhadap seseorang dengan maksud agar seseorang yang menguasai barang dengan mudah untuk menyerahkan sesuatu barang yang dikuasai dibawah kekerasan dan ancaman, seseorang menyerahkan barang tidak ada jalan lain kecuali untuk menyerahkan sesuatu barang kepada pelaku kekerasan dan dengan disertai ancaman. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diatur dalam Bab XXII,Pasal 368-371 KUHP)

4. Pencurian

Pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik.


(37)

21 5. Pemukulan

Pemukulan merupakan tindakan atau perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk melukai dan menyakiti seseorang. Indikator atau batasan dalam kategori pemukulan ini yaitu :

- Menampar suatu hempasan kasar yang dilakukan dengan telapak tangan terbuka.

- Meninju gerakan yang dilakukan dengan menggunakan genggaman tangan.

- Memukul mengenakan suatu benda yang keras atau berat dengan kekuatan.

H. Metode Penelitian

1. Metode dan Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi menurut Kerlinger dalam Dominick (2000,143) memahami analisis isi sebagai sebuah metode penelitian dan analisis komunikasi yang dilaksanakan secara sistematik, objektif dan bersifat kuantitatif, dengan tujuan untuk mengukur beberapa variabel. Stone dalam Klaus krippendorf (1991:19) mengemukakan analisis isi adalah sebuah teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasikan secara sistematik dan objektif, karakteristik khusus dalam sebuah teks selanjutnya meyakini karakter inferensial pengkodean unit-unit teks. Analisis isi bisa diartikan sebagai metode untuk menganalisis semua bentuk komunikasi : Surat kabar, buku puisi, lagu, cerita rakyat, lukisan,


(38)

22

pidato, surat, undang-undang, musik, teater, dan sebagainya. (Rakhmat,2002:89).

Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriftif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah film ” Sang Martir ” yang diproduksi oleh Kharisma StarVision Plus difokuskan pada scene yang akan dibuktikan mengandung unsur premanisme. Adapun yang menjadi kategori unsur premanisme dalam film ini adalah semua hal-hal yang menyangkut ancaman, pemaksaan, pemerasan, pencurian, dan, pemukulan.

3. Unit Analisis

Unit analisis dalam analisis isi ini adalah adegan maupun dialog yang ada pada film Sang Martir karya Helfi Kardit. Dimana setiap adegan dan dialog akan diambil dan kemudian dimasukkan kedalam kategori yang telah ditentukan. Hal ini berarti peneliti menggunakan unit analisis adegan maupun dialog untuk membatasi penelitian yang telah jelas dalam pengkategorian.

4. Satuan Ukur

Satuan ukur yang digunakan adalah scene yang ada dalam film Sang Martir karya Helfi Kardit yang berdurasi 99 menit


(39)

23 5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi yang merupakan teknik pengumpulan data dengan mengelompokan scene yang mewakili keseluruhan isi Film Sang Martir. Kemudian data dipilah-pilah dan dimasukan ke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan dengan melakukan pengamatan dengan cara menggunakan lembar koding yang dibuat berdasarkan kategori yang ada dalam adegan film tersebut. Berikut contoh lembar coding:

Tabel 1.1 Lembar Coding

Unsur Premanisme Dalam Film

SCENE

KATEGORISASI UNSUR PREM ANISM E

ANCAM AN PEM AKSAAN PEM ERASAN PENCURIAN PEM UKULAN

A V A V A V A V A V

Jumlah

Keterangan : A - Audio : V – Visual

Kemudian data dimasukkan kedalam tabel frekuensi untuk memudahkan perhitungan guna mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan dari masing-masing kategori. Berikut merupakan tabel distribusi frekuensi yang digunakan:


(40)

24 Tabel 1.2

Distribusi Frekuensi Unsur Premanisme Dalam Film

KATEGORISASI F PERSENTASE ( % )

Ancaman Pemaksaan Pemerasaan Pencurian Pemukulan

JUMLAH

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (AI) dimana menurut Kerlinger Dominic (2000) memahami analisis isi sebagai sebuah metode penelitian dan analisis komunikasi yang dilaksanakan secara sistematik, obyektif dan bersifat kuantitatif, dengan tujuan untuk mengukur variabel.

7. Uji Reliabilitas

Dalam penelitian untuk keakuratan data yang dihasilkan penelti menggunakan tehnik reliabilitas observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua orang pengamat untuk mencari tingkat persetujuannya. Adapun langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut:

Mula-mula Koder I dan Koder II bersama-sama melakukan koder dengan menggunakan sebuah format pengamatan dan diisi bersama-sama. Format isian yang dimaksud hanya terdiri dari dua kolom yang


(41)

25

memuat alternative jawaban “ “ dan “-”. Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka perlu dilakukan pendefisian batasan kategori sedetail mungkin, memberiakn pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reliabilitas antar koder dapat dihitung dengan formula yang dibuat Holsty, yang digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal.

Menurut Dominick (2000,155-152) untuk menghitung kesepakatan dari hasil penilaian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty

sebagai berikut:

C.R =

Keterangan :

C.R : Coofisien Reliability

M : Jumlah kesepakatan yang disetujui oleh peneliti dan koder

N1, N2 : Jumlah kesepakatan yang diberi oleh pengkoding dan peneliti dari hasil yang diperoleh, akan ditemukan observed agreement yang diperoleh dari penelitian.

Hasil selanjutnya kemudian menurut Scott dikembangkan dalam ‘Index of Reliability” yang bukan hanya mengoreksi dalam suatu

2 1

2

N N

M


(42)

26

kelompok kategori, tetapi juga kemungkinan frekuensi yang timbul. Rumus Scott adalah sebagai berikut:

Pi =

Keterangan :

Pi : Nilai keterhandalan.

Observed Agreement : Jumlah persetujuan nyata antar pengkode yaitu CR.

Expected Agreement : Jumlah persetujuan yang diharapkan karena peluang.

Sesuai dengan formula yang dikemukakan oleh Holtsi(1969) dalam Roger D. Wimmer, Joseph R. Domminick, Mass Media Research an Introduction, untuk menguji reliabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliabel. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi.

reement ExpectedAg

reement ExpectedAg

reement ObservedAg

% 1

% %


(1)

5. Pemukulan

Pemukulan merupakan tindakan atau perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk melukai dan menyakiti seseorang. Indikator atau batasan dalam kategori pemukulan ini yaitu :

- Menampar suatu hempasan kasar yang dilakukan dengan telapak tangan terbuka.

- Meninju gerakan yang dilakukan dengan menggunakan genggaman tangan.

- Memukul mengenakan suatu benda yang keras atau berat dengan kekuatan.

H. Metode Penelitian

1. Metode dan Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi menurut Kerlinger dalam Dominick (2000,143) memahami analisis isi sebagai sebuah metode penelitian dan analisis komunikasi yang dilaksanakan secara sistematik, objektif dan bersifat kuantitatif, dengan tujuan untuk mengukur beberapa variabel. Stone dalam Klaus krippendorf (1991:19) mengemukakan analisis isi adalah sebuah teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasikan secara sistematik dan objektif, karakteristik khusus dalam sebuah teks selanjutnya meyakini karakter inferensial pengkodean unit-unit teks. Analisis isi bisa diartikan sebagai metode untuk menganalisis semua bentuk komunikasi : Surat kabar, buku puisi, lagu, cerita rakyat, lukisan,


(2)

pidato, surat, undang-undang, musik, teater, dan sebagainya. (Rakhmat,2002:89).

Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriftif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah film ” Sang Martir ” yang diproduksi oleh Kharisma StarVision Plus difokuskan pada scene yang akan dibuktikan mengandung unsur premanisme. Adapun yang menjadi kategori unsur premanisme dalam film ini adalah semua hal-hal yang menyangkut ancaman, pemaksaan, pemerasan, pencurian, dan, pemukulan.

3. Unit Analisis

Unit analisis dalam analisis isi ini adalah adegan maupun dialog yang ada pada film Sang Martir karya Helfi Kardit. Dimana setiap adegan dan dialog akan diambil dan kemudian dimasukkan kedalam kategori yang telah ditentukan. Hal ini berarti peneliti menggunakan unit analisis adegan maupun dialog untuk membatasi penelitian yang telah jelas dalam pengkategorian.

4. Satuan Ukur

Satuan ukur yang digunakan adalah scene yang ada dalam film Sang Martir karya Helfi Kardit yang berdurasi 99 menit


(3)

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi yang merupakan teknik pengumpulan data dengan mengelompokan scene yang mewakili keseluruhan isi Film Sang Martir. Kemudian data dipilah-pilah dan dimasukan ke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan dengan melakukan pengamatan dengan cara menggunakan lembar koding yang dibuat berdasarkan kategori yang ada dalam adegan film tersebut. Berikut contoh lembar coding:

Tabel 1.1 Lembar Coding

Unsur Premanisme Dalam Film

SCENE

KATEGORISASI UNSUR PREM ANISM E

ANCAM AN PEM AKSAAN PEM ERASAN PENCURIAN PEM UKULAN

A V A V A V A V A V

Jumlah

Keterangan : A - Audio : V – Visual

Kemudian data dimasukkan kedalam tabel frekuensi untuk memudahkan perhitungan guna mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan dari masing-masing kategori. Berikut merupakan tabel distribusi frekuensi yang digunakan:


(4)

Tabel 1.2

Distribusi Frekuensi Unsur Premanisme Dalam Film

KATEGORISASI F PERSENTASE ( % )

Ancaman Pemaksaan Pemerasaan Pencurian Pemukulan

JUMLAH

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (AI) dimana menurut Kerlinger Dominic (2000) memahami analisis isi sebagai sebuah metode penelitian dan analisis komunikasi yang dilaksanakan secara sistematik, obyektif dan bersifat kuantitatif, dengan tujuan untuk mengukur variabel.

7. Uji Reliabilitas

Dalam penelitian untuk keakuratan data yang dihasilkan penelti menggunakan tehnik reliabilitas observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua orang pengamat untuk mencari tingkat persetujuannya. Adapun langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut:

Mula-mula Koder I dan Koder II bersama-sama melakukan koder dengan menggunakan sebuah format pengamatan dan diisi bersama-sama. Format isian yang dimaksud hanya terdiri dari dua kolom yang


(5)

memuat alternative jawaban “ “ dan “-”. Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka perlu dilakukan pendefisian batasan kategori sedetail mungkin, memberiakn pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reliabilitas antar koder dapat dihitung dengan formula yang dibuat Holsty, yang digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal.

Menurut Dominick (2000,155-152) untuk menghitung kesepakatan dari hasil penilaian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty sebagai berikut:

C.R =

Keterangan :

C.R : Coofisien Reliability

M : Jumlah kesepakatan yang disetujui oleh peneliti dan koder

N1, N2 : Jumlah kesepakatan yang diberi oleh pengkoding dan peneliti dari hasil yang diperoleh, akan ditemukan observed agreement yang diperoleh dari penelitian.

Hasil selanjutnya kemudian menurut Scott dikembangkan dalam ‘Index of Reliability” yang bukan hanya mengoreksi dalam suatu

2 1

2 N N

M


(6)

kelompok kategori, tetapi juga kemungkinan frekuensi yang timbul. Rumus Scott adalah sebagai berikut:

Pi =

Keterangan :

Pi : Nilai keterhandalan.

Observed Agreement : Jumlah persetujuan nyata antar pengkode yaitu CR.

Expected Agreement : Jumlah persetujuan yang diharapkan karena peluang.

Sesuai dengan formula yang dikemukakan oleh Holtsi(1969) dalam Roger D. Wimmer, Joseph R. Domminick, Mass Media Research an Introduction, untuk menguji reliabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliabel. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi.

reement ExpectedAg

reement ExpectedAg

reement ObservedAg

% 1

% %