OBSESI PEREMPUAN PADA BENTUK TUBUH IDEAL Analisis Isi padafilm 200 Pounds of Beauty

(1)

ii

Obsesi Perempuan Pada Bentuk Tubuh Ideal

(Analisis Isi pada Film 200 Pounds of Beauty)

S K R I P S I

Oleh :

Novienda Kusumaning Ayu

NIM : 07220041

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang


(2)

iii

Obsesi Perempuan Pada Bentuk Tubuh Ideal

(Analisis Isi Pada Film 200 Pounds of Beauty)

S K R I P S I

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana (S1)

Oleh:

Novienda Kusumaning Ayu

NIM : 07220041

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(3)

iv

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama

: Novienda Kusumaning Ayu

NIM

: 07220041

Konsentrasi

: AV (Audio Visual )

Jurusan

: Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi

: Obsesi Perempuan pada Bentuk Tubuh Ideal

(Analisis Isi Pada Film 200 Pound of Beauty)

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Nurudin. S.Sos, M.Si

Sugeng Winarno. S.Sos, MA

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi


(4)

v

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Novienda Kusumaning Ayu

NIM

: 07220041

Kosentrasi

: AV (Audio Visual)

Judul Skripsi

: Obsesi Perempuan pada Bentuk Tubuh Ideal

(Analisis Isi Pada Film 200 Pounds of Beauty)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS

Pada hari : Jumat

Tanggal : 29 April 2011

Tempat : Ruang 609

Mengesahkan,

Dekan FISIP UMM

(Dr. Wahyudi, M.Si)

Dewan Penguji:

1. Drs. Abdullah Masmuh, M.Si Penguji I ( ) 2. Roziana Febrianita, S.Sos Penguji II ( ) 3. Nurudin, S.Sos, M.Si Penguji III ( ) 4. Sugeng Winarno, S.Sos, MA Penguji IV ( )


(5)

vi

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

: Novienda Kusumaning Ayu

Tempat, tanggal lahir

: Malang, 22 November 1988

Nomor Induk Mahasiswa

: 07220041

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan

: Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

Obsesi Perempuan Pada Bentuk Tubuh Ideal

(Analisis Isi pada Film 200 Pounds of Beauty)

adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun

seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya

dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Malang, 20 April 2011

Yang Menyatakan,


(6)

vii

LEMBAR PERNYATAAN KODER I

Menyatakan telah bersedia menjadi pengkoding. Pengkodingan ini dilakukan untuk

keperluan peneliti/skripsi yang berjudul :

“OBSESI PEREMPUAN PADA

BENTUK TUBUH IDEAL”

(Analisis Isi Pada Film 200 Pounds of Beauty).

Nama

: Dwi Kraftiana Putri

Tempat,Tanggal Lahir

: Pasuruan, 24 November 1988

Alamat

: Jalan ram utan no.51, Jetak, Pandaan-Pasuruan

Pendidikan

: Universitas Muhammadiyah Malang

Fak./Jur./Kosentrasi

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Ilmu Komunikasi/ Audio

Visual

Pekerjaan

: Mahasiswa.

Malang, 18 Maret 2011

Koder 1


(7)

viii

LEMBAR PERNYATAAN KODER 2

Menyatakan telah bersedia menjadi pengkoding. Pengkodingan ini dilakukan untuk

keperluan peneliti/skripsi yang berjudul :

“OBSESI PEREMPUAN PADA

BENTUK TUBUH IDEAL”

(Analisis Isi Pada Film 200 Pounds of Beauty).

Nama

: Devi Siti Chajah

Tempat,Tanggal Lahir

: Malang, 13 Juli 1989

Alamat

: Jalan Gajahmada 3, nomer 135, Malang

Pendidikan

: Universitas Muhammadiyah Malang

Fak./Jur./Kosentrasi

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Ilmu Komunikasi/ Audio

Visual

Pekerjaan

: Mahasiswa.

Malang, 19 Maret 2011

Koder 1


(8)

ix

HALAMAN PERSEMBAHAN

Assalamualaikum wr, wb.

Dengan senantiasa mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat,

kekuatan, kemudahan, dan kelancaran kepada saya

hingga terselesaikannya skripsi ini.

Dengan bangga, skripsi ini saya persembahkan kepada :

Mama tersayang, Dra. Idha Umi Asih Mpd, satu-satunya orang tua saya yang

berjuang sendirian untuk membesarkan saya. Doa mama lah yang selama ini selalu

mengiringi tiap langkah dalam kehidupan saya. Terima kasih untuk semua

pengorbanan mama selama ini, terima kasih untuk kasih sayang, terima kasih untuk

nasehat yang selalu engkau berikan ketika saya salah melangkah, terima kasih untuk

semua jerih payah mama selama 11 tahun ini membesarkan saya seorang diri tanpa

kehadiran ayah. Terima kasih mama, perjuanganmu selama ini untuk membesarkan

saya adalah semangat saya untuk hidup membahagiakan mama dan menjadi

kebanggaan mama. Skripsi ini aku persembahkan untukmu. I love you so much than

I can say mom…

Alm.Budi Utomo, Ayahku tercinta…. Terima kasih atas semua kasih sayangmu

selama ini, walaupun saya hanya diberi kesempatan selama 13 tahun oleh Allah untuk

menikmati kasih sayangmu, namun itu sudah cukup bagiku. Semoga ayah bahagia di

surga Allah, ayu selalu mendoakan ayah dan akan selalu menjaga mama. Walaupun

ayah tidak ada bersamaku di rumah, tapi saya tahu ayah selalu melihatku, saya akan

selalu berusaha agar engkau hanya melihat hal yang membanggakan dariku ayah. I

miss you so much…

Pembimbing skripsi saya, Bapak Nurudin dan Bapak Sugeng Winarno. Terima kasih

atas segala bimbingan dan saran yang telah bapak berikan kepada saya. Terima kasih

atas ilmu yang telah bapak beri sebagai bekal saya menghadapi dunia kerja nantinya.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan lancar tanpa bantuan bapak.

Muhammad Herdy Kurniawan, tunangan saya, yang selalu memberikan saya support

untuk menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, skripsi ini selesai juga di tengah-tengah

kesulitan kita abi, terima kasih untuk semua kesabaran, pengertian, teguran,

semangat, dan masukan yang abi berikan buat ade. Terima kasih untuk kasih sayang


(9)

x

abi selama ini, semoga Allah memberi kelancaran untuk niat baik kita berdua, I love

you…

Bapak Lukman Baya’sud, aba saya yang selalu support saya untuk lebih tegar.

Terima kasih aba untuk semua nasehat dan support aba, skripsi ini selesai karena aba

selalu memberi saya semangat untuk fokus menyelesaikan skripsi. Apapun yang

terjadi nantinya, semoga aba selalu menganggap ayu sebagai ‘anak jauh’ nya aba…

I love you.

Myrandha Agustiarani, sahabat saya, adek saya, saudara saya. Terima kasih untuk

semua bantuan yang selama ini ade berikan buatku, maafkan jika selama ini saya

selalu merepotkanmu. Terima kasih selama ini telah menemaniku di saat-saat

terindah dan tersedih dalam hidupku. Terima kasih untuk semangat yang kamu

berikan sampai skripsi ini selesai. Sangat berat untuk menerima kenyataan bahwa

akhirnya nanti kita akan terpisah pulau, semoga jalinan persaudaraan ini selalu

terjalin sampai kita tua nanti.

Fajariah Ratna Sari, sahabat saya dari kecil. Terima kasih selama ini kamu selalu ada

buatku di saat bahagiaku terutama di saat sedihku selama hampir 18 tahun ini.

Terima kasih untuk kesabaranmu selama ini selalu ada untuk mendengar keluh

kesahku. Terima kasih untuk semangat yang selalu kau berikan.

Rangga Prasetya, sahabatku yang merangkap jadi pacar kami ber 4 selama ini.

Terima kasih buat telpon pagi yang akhrinya membuat saya sangat bersemangat

untuk mengerjakan skripsi ini. Terima kasih mau direpotkan sampai malam. Terima

kasih sudah menjadi salah satu sahabat baik saya selama ini.

Ziyad bazed, sahabat saya yang selalu siap mendengar keluh kesah saya walaupun di

tengah malam. Terima kasih untuk supportnya zi, akhirnya skripsi ini selesai juga.

My “Ladies”, Ranindya Shahrastri, Dwi Kraftiana Putri, Dessy Ika Lestari, Dwi

Nurhiyas. Terima kasih selama ini selalu mewarnai hari-hariku dengan tawa.

Semoga kita akan selalu menjadi sahabat sampai kita tua nanti walaupun tidak hidup

di kota yang sama.

Keluarga besar The Woles, sahabat-sahabat seperjuangan saya dalam menyelesaikan

segala tugas kuliah di kampus. Masih lekat di ingatan bagaimana perjuangan kita

dalam mengerjakan tugas kuliah kita bersama-sama. Terima kasih untuk

persahabatan yang kalian berikan.

Keluarga besar IKOM A 2007 dan dosen wali saya tercinta, rasanya baru saja kita

berkenalan dan makan bersama dengan Pak Nurudin, sepertinya baru saja kita main

ke Jatim Park bersama. Tidak terasa ini adalah tahun terakhirn kita bersama dalam

almamater kita, semoga hubungan baik selalu terjalin diantara kita semua.


(10)

xi

Para koder saya untuk penelitian ini, Visi dan Kraft, terima kasih kalian mau

menluangkan waktu kalian untuk membantu saya menyelesaikan skripsi saya ini.

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua teman, sahabat, dan pihak-pihak

yang membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya ini, yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu. Terima kasih tak terkira saya ucapakan untuk kalian semua.

Terima kasih telah mengisi hidup saya selama ini, sekali lagi terima kasih.

Thank you so much, I do love you…


(11)

xii

KATA PENGANTAR

Syukur yang tak terkira selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang Maha

Sempurna dengan segala kebesaranNya, yang telah memberikan kemudahan dan

kelancaran kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul Obsesi

Perempuan Pada Bentuk Tubuh Ideal (Analisis Isi pada Film 200 Pounds of Beauty)

sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi,

Konsentrasi Audio Visual Universitas Muhammadiyah Malang.

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai obsesi perempuan pada bentuk

tubuh ideal. Gambaran perempuan di media massa yang selalu menampilkan sosok

perempuan dengan kondisi fisik kurus, tinggi, berambut panjang, dan berkulit putih

memunculkan stereotipe perempuan ideal merupakan perempuan yang memiliki

cirri-ciri fisik seperti itu. Hal seperti ini membuat para wanita sangat

concern

pada

penampilan luar (

outer beauty

) saja, dan menyampingkan kecantikan di dalam (

inner

beauty

). Banyak perempuan berbakat menjadi minder tampil ke depan karena dia

tidak memiliki tubuh ideal menurut persepsi mereka. Hal ini menarik peneliti untuk

mengetahui seberapa besar obsesi perempuan pada tubuh ideal ditunjukkan dalam

film 200 Pounds of Beauty ini.

Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti berharap

pembaca dapat memberikan masukan, kritik, maupun saran demi kesempurnaan

penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat di kemudian hari.

Malang, 20 April 2011

Peneliti,


(12)

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN KODER 1 ... vi

LEMBAR PERNYATAAN KODER 2 ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

ABSTRAK ... xi

KATA PENGANTAR ... xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 5

C.

Tujuan Penelitian ... 5

D.

Manfaat Penelitian ... 6

D.1. Manfaat Akademis ... 6

D.2. Manfaat Praktis... 6

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1. Tubuh Perempuan ... 6

E.2. Perempuan dalam Media Massa ... 9

E.3. Tubuh Ideal Perempuan... 10

E.4. Obsesi Pada Tubuh Ideal ... 11

E.5. Fenomena Bedah Plastik pada Perempuan ... 13


(13)

xiv

E.6.1. Jenis-jenis Film ... 15

E.6.2. Pesan dalam Film ... 17

E.7. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 20

F. Definisi Konsepetual ... 21

F.1. Obsesi Perempuan ... 21

F.2. Tubuh Ideal ... 22

G. Struktur Kategori ... 22

H. Metode Penelitian ... 25

H.1. Tipe dan Dasar Penelitian ... 25

H.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 26

H.3. Unit Analisis ... 26

H.4. Satuan Ukur ... 26

H.5. Teknik Pengumpulan Data ... 26

H.6. Teknik Analisis Data ... 28

H.7. Uji Reliabilitas dan Validitas ... 29

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 33

A.

Deskripsi Film ... 33

B.

Sinopsis Film ... 34

C.

Penyajian Data Film ... 37

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 61

A.

Penyajian dan Analisis Data ... 61

A.1. Analisis kategori Berat Badan ... 65

A.1.1. Indikator Olahraga pada Unit Analisis Visual ... 67

A.1.2. Indikator Olahraga pada Unit Analisis Dialog ... 70

A.1.3. Indikator Sauna pada Unit Analisis Visual ... 72

A.1.4. Indikator Sauna pada Unit Analisis Dialog ... 73

A.1.5. Indikator Diet pada Unit Analisis Visual ... 74

A.1.6. Indikator Diet pada Unit Analisis Dialog ... 74


(14)

xv

A.1.8. Indikator Sedot Lemak pada Unit Analisis Dialog .... 80

A.2. Analisis Kategori Warna Kulit ... 84

A.2.1. Indikator Suntik Vitamin C pada Unit Analisis Visual

... 85

A.2.2. Indikator Suntik Vitamin C pada Unit Analisis Dialog

... 85

A.3. Analisis Kategori Bentuk Hidung ... 86

A.3.1 Indikator Suntik Silikon pada Unit Analisis Visual ... 87

A.3.2. Indikator Suntik Silikon pada Unti Analisis Dialog .... 88

A.3.3. Indikator

Face Off

pada Unit Analisis Visual ... 90

A.3.4. Indikator

Face Off

pada Unit Analisis Dialog ... 91

A.4. Analisis Kategori Bentuk Payudara ... 92

A.4.1. Indikator Operasi Plastik pada Unit Analisis Visual ... 93

A.4.2. Indikator Operasi Plastik pada Unit Analisis Dialog .. 93

A.5. Analisis Kategori Rambut ... 94

A.5.1. Indikator Mencuci Rambut pada Unit Analisis Visual

... 95

A.5.2. Indikator Mencuci Rambut pada Unit Analisis Dialog

... 95

B.

Analisis Obsesi Perempuan pada Bentuk Tubuh Ideal ... 96

C.

Uji Reliabilitas ... 98

C.1. Uji Reliabilitas Peneliti Dengan Koder 1 ... 99

C.1.1. Uji Reliabilitas Unit Analisis Visual ... 99

C.1.2. Uji Reliabilitas Unit Analisis Dialog ... 100

C.2. Uji Reliabilitas Peneliti Dengan Koder 2 ... 102

C.2.1. Uji Reliabilitas Unit Analisis Visual ... 102


(15)

xvi

BAB IV PENUTUP ... 107

A.

Kesimpulan ... 107

B.

Saran ... 107

B.1. Saran Akademis ... 107

B.2. Saran Praktis ... 108

DAFTAR PUSTAKA


(16)

xvii

DAFTAR TABEL

1.

Tabel Contoh Lembar Kerja Koder / 31

2.

Tabel Contoh Distribusi Frekuensi Unit Analisis Visual / 32

3.

Tabel Contoh Distribusi Frekuensi Unit Analisis Dialog / 33

4.

Tabel Visualisasi per

Scene

Film 200 Pounds of Beauty / 42

5.

Tabel Distribusi

Scene

per Kategori / 67

6.

Tabel Distribusi Kategori Berat Badan / 70

7.

Tabel Distribusi Kategori Warna Kulit / 88

8.

Tabel Distribusi Kategori Bentuk Hidung / 91

9.

Tabel Distribusi Kategori Bentuk Payudara / 97

10. Tabel Distribusi Kategori Rambut / 100

11. Tabel Hasil Koding Unit Analisis Visual Peneliti dengan Koder 1 / 104

12. Tabel Hasil Koding Unit Analisis Dialog Peneliti dengan Koder 1 / 106

13. Tabel Hasil Koding Unit Analisis Visual Peneliti dengan Koder 2 / 108

14. Tabel Hasil Koding Unit Analisis Dialog Peneliti dengan Koder 2 / 110


(17)

xviii

DAFTAR GAMBAR

1.

Gambar cover film 200 Pounds of Beauty / 37

2.

Indikator olahraga –

scene

27 / 72

3.

Indikator olahraga -

scene

47 / 73

4.

Indikator olahraga -

scene

62 / 73

5.

Indikator sauna -

scene

73 / 76

6.

Indikator sedot lemak –

scene

26 / 82

7.

Indikator sedot lemak –

scene

94 / 84

8.

Indikator suntik silikon –

scene

78 / 92

9.

Indikator face off -

scene

24 / 95


(18)

xix

DAFTAR PUSTAKA

A.

Sumber Buku

Asmajasari, Magdalena. 1997.

Studi Periklanan dalam Perspektif Komunikasi

Pemasaran.

UMM Press. Malang

Baksin, Askurifai. 2003.

Membuat Film Indie Itu Gampang.

Katarsis. Bandung

Dominick, Joseph & Wimmer, Rogers. 2000.

Mass Media Research an Introduction.

Wadsworth Publishing Company. United States of America.

Fisher, B Aubrey. 1990.

Teori-Teori Komunikasi

.

Bandung. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung

Heinen, Renata. 1997.

Panduan Model.

Jakarta. PT. Pustaka Delapratasa

Krippendorf, Klaus. 1991.

Analisis Isi : Pengantar Teori dan Metodologi.

CV.

Rajawali. Jakarta

Kriyanto, Rahmat. 2009.

Teknik Praktis Riset Komunikasi

.

Jakarta. Prenanda Media

Group.

Lee, Monle dan Johnson, Carla. 2007.

Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan dalam

Perspektif Global.

Prenada Media Group. Jakarta.

Mondry. 2008.

Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik.

Ghalia Indonesia. Bogor.

Nurudin. 2007.

Pengantar Komunikasi Massa

.

Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Pratista, Himawan. 2008.

Memahami Film.

Yogyakarta

.

Homerian Pustaka.

Soejono. Abdurrahman.

Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan

.

Jakarta: PT. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara.

Rahmat, Jalaludin. 2005.

Psikologi Komunikasi.

PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rogers, F. Mary. 2009.

Barbie Culture, Ikon Budaya Konsumerisme

.

Yogyakarta.

Relief.

Sobur, Alex. 2006.

Semiotika Komunikasi.

PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

________. 2009.

Analisis Teks Media.

PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.


(19)

xx

Susanto, Phil Astrid. 1982.

Komunikasi Massa.

Angkasa Offset. Bandung.

Winarni. 2003.

Komunikasi Massa-Suatu Pengantar.

UMM Press. Malang

Wolf, Naomi. 2004.

Mitos Kecantikan-Kala Kecantikan Menindas Perempuan

.

Niagara. Yogyakarta.

Yulianto, Vissia Ita. 2007. Pesona

“Barat” Analisa Kritis-Historis Tentang

Kesadaran Warna Kulit di Indonesia.

Jalasutra. Yogyakarta.

B. Sumber Lain :

arrumchyntia.wordpress.com/2008/08/08/menambah-tinggi-secara-paksa// (diakses tanggal 20 Maret jam 06.34)

dokter-bedah-plastik.com/2010/02/bedah-plastik/. (Diakses tanggal 24 Desember jam

17.10).

http://andri-permana.blogspot.com/2009/03/kata-cantik-definisi-beragam-untuk.html

.

(Diakses tanggal 21 Desember, jam 7.56).

http://dramalovers-dramakorea.blogspot.com/2008/03/200-pounds-beauty.html . (diakses tanggal 3 Februari jam 14.31).

http://lifestyle.okezone.com/read/2010/12/04/196/400120/melawan-obsesi-remaja-pada-tubuh-kurus. (Diakses tanggal 27 Desember, jam 14.05).

http://najmahnadiyah.wordpress.com/2008/09/17/cantik-antara-mitos-dan-realita/. (Diakses

tanggal 24 Desember , jam 17.49).

http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=14926. (diakses tgl 3 februari jam 14.36). http://teblong.blogspot.com/2009/09/definisi-perempuan-dan-perempuan.html. (Diakses

tanggal 23 Desember, jam 16.43).

http://www.ceritadanwarta.com/2010/08/perbedaan-definisi-cantik.html . (Diakses tanggal

14 Desember, jam 8.11).

http://www.findtoyou.com/ebook/download-mitos+kecantikan-2881134. (Diakses tanggal

26 Desember, jam 15.46).

http://www.gizi.net/gaya-hidup/Tubuh-ideal-sehat.PDF. (Diakses tanggal24 Desember,

jam 17.08).


(20)

xxi http://www.indomedia.com.au/innerpage.php?page=lifestyle&ArticleID=1596. (diakses

tanggal 13 februari jam 14.46).

http://zenigetchu.multiply.com/reviews/item/9. (Diakses tangal 3 februari jam 14.20)

Ibdajurnal.googlepages.com/5-Genealogikecantikan.PDF. (Diakses tanggal 14

Desember, jam 08.00).

Kompas.com. (diakses tanggal 3 Maret jam 08.25).

members.fortunecity.com/alkes.liposuc.htm. (diakses tanggal 10 Maret jam 05.49)

natatampubolon.blogspot.com. (diakses tanggal 2 Februari jam 14.30).

www.blogcatalog.com/blogs/aesthetik. (diakses tanggal 10 Maret jam 06.19)


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecantikan adalah anugerah terindah bagi perempuan. Pria rela melakukan apa saja demi sang pujaan hati yang diidamkan karena terpesona dengan kecantikannya, hal ini dicontohkan dalam ilustrasi kisah Rama dan Shinta serta kisah percintaan Julius Caesar dengan Cleopatra. Dalam ilustrasi kisah tersebut, para kaum adam rela melakukan apa saja demi merebut hati perempuan pujaan mereka. Perempuan pastilah ingin memiliki kecantikan, dan laki-laki pastilah ingin memiliki perempuan yang cantik. Tekanan yang muncul akibat perasaan ingin memiliki ini dirasakan oleh perempuan, bukan laki-laki (Wolf,2004:29).

Begitu berharganya kecantikan inilah, maka para perempuan sangat terobsesi untuk mendapatkannya. Perempuan rela melakukan apa saja demi mendapatkan kecantikan, mereka rela mengorbankan raga dan materi. Tidak sedikit uang yang mereka keluarkan untuk membayar biaya tagihan salon kecantikan, tempat kebugaran, spa, dan berbagai tempat kecantikan yang mereka yakini dapat merubah mereka menjadi lebih menarik. Bagi para perempuan yang status ekonominya termasuk golongan menengah ke atas mungkin hal ini bisa mereka penuhi, namun kebutuhan akan kecantikan ini menjadi berat bagi para perempuan yang memiliki status ekonomi menengah


(22)

2 ke bawah. Padahal setiap perempuan dari status ekonomi manapun menginginkan kecantikan.

Dampak psikologis juga dirasakan para perempuan akibat mitos kecantikan yang ada, mereka merasa malu terhadap bentuk tubuh mereka, penghargaan diri yang rendah, depresi, sampai disfungsi seksual, banyak diderita oleh kaum perempuan yang terobsesi dengan kecantikan, di Inggris kini terdapat 3,5 juta penderita anorexia dan bulimia dimana 95% diantaranya adalah perempuan dengan 6000 kasus baru setiap tahunnya (Wolf,2004:360).

Obsesi akan kecantikan tubuh ini ternyata tidak dianut oleh seluruh negara. Di Iran, hidung mancung adalah cantik, sehingga perempuan di Iran rela mengoperasi hidung mereka untuk mendapatkan hidung mancung layaknya aktris Beverly Hills. Perempuan Afrika masih menganut nilai-nilai kecantikan tradisional, yaitu perempuan dianggap paling menarik ketika mereka kelebihan berat badan dan memiliki banyak stretch mark akibat kegemukan di tubuhnya. Di Burma, para perempuan Kayan rela bahu mereka dibebani oleh per kuningan yang membungkus di sekitar leher untuk menunjukkan kesan bahwa leher mereka “tumbuh”, karena semakin tinggi menjulang lehernya, maka perempuan itu dianggap semakin cantik (http://www.ceritadanwarta.com/2010/08/perbedaan-definisi-cantik.html).

Definisi perempuan ideal menjadi sedikit bergeser saat ini, perkembangan media massa yang sangat pesat mengambil peran penting dalam pencitraan sosok perempuan ideal yang ada di masyarakat. Baik media cetak maupun elektronik selalu memunculkan sosok perempuan dengan


(23)

3 bentuk tubuh langsing untuk merepresentasikan sosok perempuan ideal. Produk-produk kecantikan yang dimunculkan di televisi pasti menampilkan sosok perempuan cantik seperti boneka sebagai model iklannya.

Sebagai salah satu media massa, film memiliki peran penting dalam penyampaian pesan pada khalayak. Hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier, artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya (Sobur,2006:127). Film merupakan sarana untuk memproyeksikan realitas yang ada di masyarakat, sehingga sebuah film dapat membangun suatu stereotipe tertentu di masyarakat. Misalnya saja warga Amerika kulit hitam, di dalam film digambarkan bagaimana warga kulit hitam selalu identik dengan kekerasan, premanisme, narkoba, dan hal buruk lainnya, maka muncullah pandangan bahwa warga kulit hitam selalu berhubungan dengan hal-hal seperti itu.

Begitu juga gambaran perempuan ideal dalam media massa termasuk di dalamnya adalah film sangat mempengaruhi streotipe yang berkembang di masyarakat akan bentuk tubuh ideal perempuan. Film-film saat ini banyak merepresentasikan sosok perempuan dengan tubuh langsing selalu identik dengan hal-hal yang positif sedangkan perempuan dengan tubuh gemuk selalu identik dengan hal-hal negatif seperti penolakan atau dikucilkan. Salah satu contoh film yang dapat kita lihat adalah film Bridget Jones Diary, dalam film itu digambarkan bagaimana pemeran utamanya yang memiliki tubuh gemuk kesulitan dalam memperoleh pasangan, dan minder dalam bergaul.


(24)

4 Gambaran seperti ini memunculkan streotipe bahwa perempuan ideal adalah perempuan yang memiliki bentuk tubuh sama seperti apa yang disuguhkan di dalam media massa.

Efek dari pencitraan perempuan ideal di media massa dapat kita lihat dengan banyaknya bermunculan kontes-kontes kecantikan mulai dari tingkat paling rendah yaitu di tingkat Kota atau Kabupaten hingga ke tingkat Internasional. Kontes kecantikan ini dikemas dengan berbagai nama seperti Cak dan Ning, Kakang Mbakyu, Miss Indonesia, Putri Indonesia, hingga Miss Universe sebagai kontes kecantikan paling bergengsi yang ada. Dan dapat dipastikan, banyak sekali perempuan berlomba-lomba untuk memenangkan ajang kecantikan ini, menurut sumber dari salah satu panitia penyelenggara Kakang Mbakyu di Kota Malang, peserta yang ikut tahun 2010 ada sekitar 176 orang dan kurang lebih setengah di antaranya adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bagaimana tubuh perempuan digambarkan dari para pemenang kontes kecantikan tersebut.

Film Korea berjudul 200 Pounds of Beauty merupakan salah satu film yang menunjukkan bagaimana stereotipe perempuan ideal sangat mempengaruhi hidup seorang perempuan. Film ini menceritakan kehidupan seorang perempuan yang dinomer duakan dalam pergaualan hanya karena dia bertubuh gemuk, padahal dia memiliki kelebihan di bidang tarik suara. Pemeran utama dalam film ini hanya mampu menjadi penyanyi “belakang panggung” seorang artis bertubuh sempurna hanya karena dia tidak memiliki tubuh seindah barbie. Film ini menggambarkan obsesi perempuan dalam


(25)

5 memperoleh bentuk tubuh ideal, pemeran utama dalam film ini rela melakukan apa saja untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal yang dia inginkan. Dalam film ini juga digambarkan bagaimana menderitanya hidup pemeran utama dengan tubuh gemuk, ia sering mengalami penolakan dan ejekan dalam masyarakat. Gambaran akan obsesi seorang perempuan yang digambarkan dalam film inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Obsesi Perempuan pada Tubuh Ideal (Analisis Isi Film 200 of Pounds Beauty).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa banyak frekuensi kemunculan adegan yang menunjukkan obsesi perempuan pada bentuk tubuh ideal dalam film 200 Pounds of Beauty?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan adegan yang menunjukkan obsesi perempuan pada bentuk tubuh ideal dalam film 200 Pounds of Beauty.


(26)

6 D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memotivasi peneliti lain agar dapat mengembangkan dan memperluas berbagai penelitian tentang film di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan dan pendalaman studi ilmu komunikasi, khususnya untuk kosentrasi Audio Visual.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagaimana sebuah film mampu membentuk stereotip tubuh ideal pada para perempuan.

E. Tinjauan Pustaka E.1. Tubuh Perempuan

Ukuran dan bentuk tubuh perempuan sering kali diidentikkan pada kecantikan perempuan. Beberapa patung dan lukisan kerap kali menunjukkan kemolekan tubuh seorang perempuan yang merupakan representasi dari kecantikannya. Dahulu, sebagian besar masyarakat menilai kecantikan seorang perempuan itu dari ukuran badannya, semakin gemuk seseorang, maka makin cantik dia di mata para lelaki. Oleh karena itu, perempuan pada zaman dahulu berlomba-lomba memamerkan lemak di tubuhnya.

Dalam lukisan-lukisan klasik, perempuan juga dilukiskan dengan tubuh subur, dengan perut, wajah, dan lengan yang berdaging dan berisi.


(27)

7 Bentuk tubuh perempuan yang ideal pada masa itu adalah yang berlekuk-lekuk layaknya perempuan rumahan. Hal ini mengesankan bahwa bentuk ideal perempuan pada masa itu adalah yang mewakili kesuburan dan tidak begitu mementingkan bentuk proporsional tubuhnya.

Perkembangan stereotipe tubuh perempuan dapat kita lihat semenjak masa berakhirnya perang dunia ke-II di tahun 1950-an, perempuan cenderung kelebihan berat badan (overweight), tapi mereka tidak tersiksa dengan diet dan tidak malu untuk mempertontonkan lemak yang ada di tubuhnya. Pada era 1960-an, tubuh kurus menjadi simbol kecantikan para perempuan seiring dengan munculnya industri media dan periklanan. Di era 1980-an tren tubuh langsing, tidak berlemak, dan berpayudara kecil menjadi tren. Pada masa 1990-an seiring dengan munculnya penemuan-penemuan baru di bidang kecantikan seperti injeksi kolagen, sedot lemak dan lain sebagainya, para perempuan dapat dengan mudah merubah bentuk tubuhnya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Di era 2000-an, perempuan dengan percaya diri dan aktif, serta bugar menjadi gambaran ideal sosok perempuan di masa kini (Ibdajurnal.googlepages.com/5-Genealogikecantikan.PDF).

Keinginan untuk mendapatkan tubuh ideal pada perempuan nampaknya sudah menjadi tren. Negara Brazil merupakan negara dimana para wanita sering mendapat pujian akan kecantikannya. Namun ternyata wanita-wanita Brazil kurang percaya diri akan bentuk tubuh


(28)

8 yang mereka miliki. Hal ini menyebabkan banyak wanita di negara tersebut mengambil cara ekstrim untuk mendapatkan tubuh ideal seperti yang mereka inginkan, saat ini Brazil merupakan negara konsumen pil diet terbesar di dunia (http://andri-permana.blogspot.com/2009/03/kata-cantik-definisi-beragam-untuk.html).

Tidak semua negara di dunia ini menganut faham penilaian kecantikan wanita dari segi fisiknya saja. Di negara Cina, kecantikan perempuan itu terletak pada kaki mereka. Kaki yang panjang merupakan tanda status dan pemanjangan kaki adalah syarat mereka untuk sukses. Sehingga perempuan di Cina rela melakukan prosedur pemanjangan kaki yang membentangkan tulang mereka untuk membuat mereka lebih cantik (http://www.ceritadanwarta.com/2010/08/perbedaan-definisi-cantik.html).

Bagi perempuan Indonesia, konsep cantik sendiri digambarkan dengan tubuh cantik, berkulit putih, berambut panjang, dan sebagainya (natatampubolon.blogspot.com). Gambaran seperti inilah yang memunculakan obsesi perempuan pada tubuh ideal secara berlebihan. Perempuan rela melakukan apa saja demi memenuhi obsesi mereka terhadap tubuh ideal.

Fenomena slim is beautiful merupakan hasil dari konstruksi budaya dimana “budaya” dianggap sebagai tersangka yang telah menyuburkan reinforcement terhadap kebertubuhan perempuan, dengan


(29)

9 segala anggapan mengenai apa itu cantik, dan wanita dengan ciri apa yang dikatakan cantik (natatampubolon.blogspot.com).

E.2. Perempuan Dalam Media Massa

Media massa merupakan media komunikasi massa baik berupa cetak maupun elektronik. Film sebagai salah satu bentuk dari media massa mampu membentuk stereotipe dalam masyarakat, hal ini dapat dilihat dari contoh bagaimana film merepresentasikan warga kulit hitam Amerika yang identik dengan hal-hal negatif seperti kekerasan, gangster, dan kriminal. Sehinga muncul stereotipe di masyarakat bahwa warga berkulit hitam selalu identik dengan hal-hal negatif.

Perempuan dalam media massa khususnya media elektronik seperti iklan atau film selalu direpresentasikan dengan seorang perempuan dengan postur tinggi semampai dan berbadan langsing. Hal ini menimbulkan stereotipe di masyarakat bahwa perempuan yang ideal adalah perempuan yang memiliki tubuh langsing seperti yang digambarkan dalam media massa.

Kegemukan perempuan adalah subjek dari hasrat publik, dan perempuan merasa bersalah atas fenomena kegemukan perempuan ini karena kita mengetahui, secara implisit, bahwa di bawah mitos tersebut, tubuh perempuan bukanlah tubuh perempuan itu sendiri, melainkan tubuh masyarakat, dan kita juga mengetahui bahwa tubuh yang kurus bukanlah estetika yang sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan


(30)

10 untuk mendapatkan pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat (Wolf,2004:368).

Dalam iklan, selain digambarkan memiliki tubuh langsing, perempuan juga kerap kali digambarkan memiliki kulit putih. Kulit putih, meski bukan benar-benar putih telah menjadi idealisme warna kulit Indonesia kontemporer yang berhasil menggeser idealisme warna kulit yang pernah muncul sebelumnya, seperti kuning sawo, sawo matang, dan lainnya (Yulianto,2007:5).

Tamrin Tamangola dalam kompas.com membagi citra perempuan dalam media massa ke dalam lima hal, antara lain :

1. Citra pigura : perempuan sebagai sosok yang sempurna dengan bentuk tubuh ideal

2. Citra pilar : perempuan sebagai penyangga keutuhan dan penata rumah tangga

3. Citra peraduan : perempuan sebagai objek seksual

4. Citra pinggan : perempuan sebagai sosok yang identik dengan dunia dapur

5. Citra pergaulan : perempuan sebagai sosok yang kurang percaya diri dalam bergaul.

E.3. Tubuh Ideal Perempuan

Pengertian tubuh ideal dari segi kesehatan memerlukan pemeriksaan medis yang meliputi pemeriksaan antropometri, fisiologi,


(31)

11 biokimia, dan patologi anatomi (sumber: http//www.gizi.net/gaya-hidup/Tubuh-ideal-sehat.PDF).

Seiring perkembangan zaman, definisi tubuh ideal perempuan pun menjadi berubah. Jika dahulu, para perempuan dengan bangga memamerkan lemak tubuhnya, maka para perempuan saat ini malu untuk menunjukkan lemak di tubuhnya. Hal ini dikarenakan oleh bergesernya makna tubuh ideal perempuan, dahulu perempuan dianggap cantik jika bertubuh besar, namun sekarang kegemukan bagaikan musuh bagi para perempuan.

Masuknya media massa yang selalu menampilkan gambaran perempuan cantik dengan tubuh langsing juga memperkuat stereotipe tubuh langsing sebagai syarat utama seorang perempuan dianggap cantik. Stereotipe ini membuat banyak perempuan merasa tidak puas dengan kondisi tubuhnya, dan menganggap kegemukan adalah masalah besar dalam hidupnya. Dalam bukunya yang berjudul Barbie Culture, Rogers (2009:162) menjelaskan bahwa kelangsingan tubuh ini tidak hanya bersifat wajib bagi perempuan sebagai daya tarik seks, tapi juga mengekspresikan sebuah kebutuhan akan pengakuan dan hasrat untuk diperhatikan secara serius. Barbie juga merepresentasikan bahwa para perempuan harus melawan tanda-tanda kegemukan sekecil apapun. E.4. Obsesi Pada Tubuh Ideal

Obsesi atau keinginan perempuan untuk memiliki tubuh ideal ini didasarkan pada kebutuhan dasar manusia untuk dikenal, dihargai, dan


(32)

12 diterima. Dalam hal ini, penampilan fisik menjadi hal pertama yang dinilai seseorang, karena ketika seseorang menarik secara fisik, maka orang lain akan tertarik untuk mengenalnya lebih lanjut.

Perempuan terobsesi memiliki tubuh menawan karena beberapa faktor. Faktor pertama berkaitan dengan body image atau konsep diri seseorang, faktor kedua adalah tuntutan sosial, dan pengaruh media massa

(http://www.indomedia.com.au/innerpage.php?page=lifestyle&ArticleI D=1596).

Nilai-nilai yang diperoleh sejak kecil juga mempengaruhi obsesi perempuan pada tubuh ideal, misalnya saja ketika kecil seorang anak perempuan sering diejek temannya karena memiliki tubuh gemuk, atau trauma seorang perempuan ketika diputuskan pacar hanya karena ia berbadan gemuk. Trauma seperti ini bisa mendorong perempuan berupaya melangsingkan tubuhnya agar dinilai positif dan dicintai pasangannya. Setelah ia berhasil menguruskan badannya, ia memiliki ketakutan luar biasa ketika tubuhnya menjadi melar kembali. Masalah ini timbul karena dilatarbelakangi oleh konsep diri tadi (http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=14926).

Faktor yang kedua adalah tuntutan sosial. Ada kalanya seorang perempuan tidak terobsesi memiliki tubuh langsing, tetapi lingkungan sosial perempuan tersebut menuntutnya untuk memiliki tubuh langsing. Faktor kedua ini bisa dilihat dalam dunia kerja, untuk beberapa


(33)

13 pekerjaan tertentu seperti sekretaris, pramugari, model, atau pegawai bank, secara eksplisit menuntut perempuan untuk selalu tampil sesuai gambaran ideal pekerjaan, yaitu cantik dan bertubuh langsing (http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=14926).

Media massa juga dapat mempengaruhi seorang perempuan sehingga mereka terobsesi memiliki tubuh ideal seperti gambaran perempuan yang disuguhkan oleh media massa. Pada tahun 1960-an, media massa banyak memunculkan figure perempuan bertubuh langsing sebagai simbol perempuan ideal (Ibdajurnal.googlepages.com/5-Genealogikecantikan.PDF).

E.5. Fenomena Bedah Plastik pada Perempuan

Bedah plastik berasal dari bahasa Yunani “plastikos” yang berarti membentuk. Jadi bedah plastik adalah spesialis atau kekhusussan dari prinsip-prinsip pembedahan yang membentuk, membuat, merekonstruksi, dan memanipulasi tulang, tlang rawan, dan semua jaringan lunak untuk kebutuhan tiap individu yang unik atau khas (dokter-bedah-plastik.com/2010/02/bedah-plastik).

Dalam perkembangannya, terdapat dua ketegori utama dalam operasi plastik, yaitu operasi rekonstruksi dan estetika atau yang lebih dikenal dengan bedah kosmetik. Operasi rekonstruksi berkaitan dengan menutupi atau memperbaiki kelainan atau kerusakan yang dilakukan pada wajah atau bagian lain dari tubuh. Sedangkan bedak kosmetik merupakan operasi plastik yang bertujuan untuk meningkatkan tampilan


(34)

14 alami seseorang dengan mengurangi atau menambah bagian tubuh seseorang yang dianggap kurang memuaskan

Bedah kosmetik merupakan operasi plastik yang sangat digemari oleh perempuan. Saat ini bedah kosmetik tidak hanya bisa dilakukan oleh perempuan dengan status ekonomi menengah ke atas, bahkan perempuan dengan status ekonomi menengah ke bawah sekarang mampu melakukan bedah kosmetik dengan cara mendatangi salon-salon kecantikan yang ada di sekitar mereka.

Bedah kosmetik ini berbeda dengan bedah rekonstruktif, jika bedah rekonstruktif membuat seseorang yang memiliki kekurangan dalam tubuhnya merasa normal dengan kondisinya, maka bedah kosmetik membuat seseorang menjadi lebih percaya diri. Marcene Goodman dalam Rogers (2009:164) menjelaskan bahwa perkembangan praktek bedah plastik merefleksikan terjadinya idealisasi perempuan oleh media, yang menanamkan rasa benci terhadap tubuh dan takut terhadap ketuaan.

Kenyataan lain dari adanya bedah kosmetik ini adalah kecanduan, para pelaku bedah kosmetik tidak akan merasa puas akan hasil yang mereka peroleh dan ingin terus menerus merubah bentuk tubuh mereka sesempurna mungkin. Banyak kasus kecanduan akan bedah plastik yang dapat kita lihat, contohnya saja bedah kosmetik yang marak dilakukan oleh para selebritis. Para barbie media massa ini berlomba-lomba merubah bentuk hidung, dagu, mata, bibir, dan lain


(35)

15 sebagainya menjadi lebih sempurna. Fenomena seperti ini sebenarnya menunjukkan pada kita bagaimana perempuan masa kini tidak pernah merasa bersyukur dan percaya diri akan bentuk tubuh mereka.

Susan Bordo dalam Rogers (2009:168) menyatakan bahwa tubuh masa kini telah menjadi “plastik kultural” yang tidaklah berarti bahwa tubuh manusia tiba-tiba mencerminkan satu eklektisme yang lebih liar daripada apa yang alam tawarkan, namun bahwa norma-norma dominan tentang penampilan akan menentukan lebih banyak tubuh, khususnya ketika teknologi pengubah tubuh menjadi lebih berhasil.

E.6. Film

Menurut Undang-Undang Perfilman tahun 2009 film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.

E.6.1. Jenis-jenis film

Dalam bukunya berjudul Memahami Film, Pratista (2008:4) secara umum membagi film menjadi tiga jenis, yaitu dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini berdasarkan atas cara bertuturnya yakni, naratif dan non-naratif. Film fiksi memiliki struktur naratif (cerita) yang jelas, sedangkan film dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Film


(36)

16 dokumenter memiliki konsep nyata, film eksperimental memiliki konsep abstrak, sedangkan film fiksi berada di tengah-tengahnya. a. Film dokumenter

Film dokumenter merupakan film yang menyajikan fakta yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.

Film dokumenter tidak memiliki plot, namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya. Film dokumenter tidak memiliki tokoh protagonis dan antagonis, konflik, serta penyelesaian seperti pada film fiksi. b. Film fiksi

Film fiksi terikat oleh plot, dari sisi ceritanya, film fiksi sering menggunakan cerita rekan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Cerita biasanya memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, seta pola pengembangan cerita yang jelas.

Produksi film fiksi memakan waktu relatif lama. Persiapan teknis seperti lokasi syuting serta setting dipersiapkan secara matang baik di studio maupun non studio. Film fiksi


(37)

17 biasanya menggunakan perlengkapan serta peralatan dalam jumlah relatif banyak, bervariasi, serta mahal.

c. Film ekperimental

Film eksperimental sangat berbeda dengan dua film sebelumnya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri film utama dan bekerja pada studio independen atau perorangan.

Film eksperimental tidak memiliki plot, namun tetap memiliki struktur yang sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas. Film jenis ini umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang kausalitas.

E.6.2. Pesan dalam Film

Salah satu definisi komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa pesan merupakan salah satu aspek penting dalam komunikasi massa. Aubrey Fisher dalam buku Teori-teori Komunikasi menguraikan pesan dalam beberapa pengertian sebagai berikut :

a. Pesan sebagai isyarat yang disampaikan

Suatu pesan dalam model menakistis ditransformasikan pada titik-titik (saat-saat) penyandian dan pengalihan sandi sehingga pesan itu sendiri merupakan pikiran atau ide pada suatu tempat dalam sistem jaringan sayaraf (neurophsiological)


(38)

18 dari sumber/penerima dan setelah penyandian terjadi dalam suatu situasi tatap muka, ditransformasikan ke dalam rangkaian getaran udara (gelombang suara) dan sinar-sinar cahaya yang dipantulkan (secara visual).

Clevenger dan Matthews dalam Aubrey Fisher (1990:365) membedakan antara pesan dan isyarat atas dasar bentuk fisik dan lokasinya pada saluran, kemudian mereka mengemukakan bahwa dalam setiap peristiwa komunikatif, tedapat tiga buah pesan yang potensial. Pesan yang dikirimkan itu membentuk satu pesan; pesan yang diterima merupakan pesan yang kedua. Mereka secara jelas menyatakan bahwa kedua pesan itu tidak harus dipahami sebagai versi yang berbeda dari pesan yang sama, tapi merupakan peristiwa yang secara keseluruhan berbeda.

Kedua pesan tersebut merupakan peristiwa yang berbeda karena terjadi pada dua lokasi ruang yang berbeda dan pada dua tempat waktu yang berlaianan. Oleh karena itu pesan dipandang sebagai bentuk dan lokasi pikiran, verbalisasi, dan seterusnya dalam diri individu. Perbedaan pesan dan isyarat adalah perbedaan mekanistis murni yang didasarkan pada bentuk fisik yang diperoleh dari transformasi menakistis dan pada lokasi ruang dimana pesan/isyarat itu berada.


(39)

19 Miller dalam Aubrey Fisher (1990:366) menggunakan bentuk struktural pesan untuk membedakan komposisinya ke dalam “tiga buah faktor yang prinsipal: stimuli verbal (yang mencakup kata-kata atau lambang-lambang linguistik), stimuli fisik (mencakup isyarat atau gerakan, ekpresi muka, dan sebagainya dalam suatu interaksi tatap muka), dan stimuli vokal (mencakup petunjuk paralinguistik berupa kecepatan berbicara, kerasnya suara, infleksi, penekanan, aksen berbicara, dan sejenisnya dalam interaksi tatap muka).

c. Pesan sebagai pengaruh sosial

Pesan komunikasi secara inheren mempengaruhi atau menimbulkan efek pada para peserta dengan cara tertentu dan sampai taraf tertentu pula. Pesan sebagai pengaruh sosial, baik secara langsung ataupun tidak langsung merupakan suatu fenomena yang telah diterima secara luas di masyarakat.

d. Pesan sebagai penafsiran

Borden dalam Aubrey Fisher (1990:370) mengaitkan pesan secara eksplisit dengan pelaku simbolis yaitu perilaku yang hanya dapat bersifat simbolis jika penafsiran pada perilaku itu terjadi dalam pikiran sumber atau penerima.

Konsep pesan sebagai sutau proses penafsiran benar-benar tergantung pada penjelasan psikologis tentang


(40)

20 komunikasi manusia. Konsep pesan seperti ini sangat berorientasi pada penerima.

e. Pesan sebagai refleksi diri

Pesan mencerminkan keadaan internal individu, yaitu perilaku, dalam bentuk tertentu, suatu manifestasi yang mencuat keluar dari konsep kotak hitam tentang sikap, keyakinan, persepsi, nilai, citra, emosi, dan sebagainya. Berlo menyatakan bahwa pesan merupakan peristiwa perilaku yang berhubungan dengan keadaan internal seseorang.

f. Pesan sebagai kebersamaan (commoniality)

Orang dapat memandang kebersamaan pesan sebagai tingkat keterpercayaan, mekanistis (secara relatif bebas dari gangguan), sebagai isomorfisme makan (kebersamaan dalam pengalaman di masa silam yang memungkinkan adanya penafsiran makna bersama pada makna), sebagai pengambilan peran (mungkin generalized Others), atau sebagai pola interaksi bersama. Kebersamaan merupakan suatu prinsip komunikasi manusia yang terlalu tersebar luas untuk tidak diakomodasikan dalam setiap atau semua perpektif komunikasi massa.

E.7. Film sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Film sebagai salah satu media komunikasi


(41)

21 massa merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna, dan suara (Susanto, 1982:60).

Film berfungsi sebagai sarana penyampaian suatu pesan kepada khalayak. Pesan-pesan komunikasi terwujud dalam cetia dan misi yang dibawa film tersebut serta terangkum dalma bentuk drama, action, komedi, dan horor. Tujuan pesan komunikasi tersebut bermacam-macam, ada yang bertujuan hanya untuk menghibur, member keterangan, atau keduanya, ada juga yang ingin memasukkan dogma tertentu (Baksin, 2003:82).

Sobur (2006:127) menjelaskan bahwa film dan masyarakat memiliki hubungan secara lineier dimana film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesannya.

F. Definisi Konseptual F.1. Obsesi Perempuan

Obsesi perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keinginan perempuan untuk memiliki tubuh ideal, dimana mereka rela melakukan apa saja demi mendapatkan bentuk tubuh ideal yang diinginkan. Obsesi dalam penelitian ini dapat berupa tindakan ataupun perkataan.


(42)

22 F.2. Tubuh Ideal

Tubuh sehat ideal secara fisik dapat dilihat dan dinilai dari penampilan luar, secara umum orang biasanya menilai tubuh ideal dilihat dari postur tubuh. Pengertian tubuh sehat ideal dari segi kesehatan mencakup hal yang lebih luas, yang tidak cukup hanya penilaian secara lahiriah, tetapi memerlukan pemeriksaan medis meliputi pemeriksaan antopometri, fisiologi, biokimia, dan patologi anatomi (sumber: http//:www.gizi.net/gaya hidup/tubuh-ideal-sehat.PDF).

G. Struktur Kategori

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi sehingga hasil dari penelitian ini sangat bergantung pada kategori yang ditetapkan oleh peneliti itu sendiri. Untuk memperjelas kategori pada penelitian ini, maka diberikan pula indikator – indikator yang menunjukkan obsesi akan tubuh ideal dalam penelitian ini. Berikut ini adalah kategori dan indikator yang telah ditentukan oleh peneliti :

1. Berat badan, berat badan ideal secara umum dapat dihitung menggunakan rumus Brocca sebagai berikut : BB ideal = (TB-100) – (TB-100). Batas ambang yang diperbolehkan adalah 10%, jika melebihi 10% maka kegemukan, dan apabila di atas 20% merupakan obesitas. Adapun indikator-indikator dalam kategori berat badan ini adalah :


(43)

23 a. Olahraga

Berat badan yang ideal dapat dicapai dengan melakukan olahraga secara teratur. Olahraga yang dimaksud dalam indikator ini meliputi lari, menari, dansa, yoga, pilates, dan lain sebagainya. Dengan melakukan latihan yang teratur dan terarah di tempat fitnes, maka sangat mungkin berat badan ideal yang diinginkan dapat tercapai

b. Sauna

Sauna merupakan suatu kegiatan yang dilakukan selesai melakukan olahraga di tempat fitnes, yang bertujuan untuk mengeluarkan lemak-lemak di dalam tubuh melalui keringat.

c. Diet

Selain berolahraga, untuk memperoleh berat badan ideal juga dapat dilakukan dengan diet. Selain mengatur pola makan, diet juga dilakukan dengan cara-cara instan seperti meminum pil diet untuk mempercepat turunnya berat badan.

d. Sedot lemak

Sedot lemak biasa disebut juga dengan liposuction yang berarti membuang tumpukan lemak yang berlebihan yang terdapat pada salah satu bagian tubuh, wajah, atau leher.

2. Warna kulit, kulit tubuh yang ideal saat ini adalah kulit yang putih bersih. Indikator dalam kategori ini adalah suntik vitamin C. Suntik vitamin C+ kolagen sering digunakan untuk lightening treatment (pencerahan kulit).


(44)

24 Selain berfungsi untuk mencerahkan kulit, suntik vitamin C juga berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

3. Hidung, bentuk hidung yang ideal adalah hidung mancung. Indikator dalam kategori ini adalah :

a. Suntik silikon

Silikon adalah polimer nonorganik yang bervariasi, dari cairan, gel, karet, hingga sejenis plastik keras. Di dunia kedokteran, silikon merupakan bahan terbaik untuk melakukan perbaikan tubuh karena penolakan jaringan tubuh terhadap silikon tergolong rendah.

c. Face off

Face off adalah operasi pencangkokan wajah total yang diganti dengan organ tubuh lain. Metode yang dipakai adalah free flap atau penyambungan pembuluh darah antara wajah dan organ tubuh lainnya.

4. Bentuk Payudara, bentuk payudara yang ideal adalah payudara yang tidak

‘turun’, sebagian masyarakat menganggap payudara yang ideal adalah yang berukuran besar. Indikator dalam kategori ini operasi plastik, operasi plastik

digunakan untuk memperbaiki beberapa bagian tubuh tertentu, salah satunya adalah untuk membentuk payudara.

5. Rambut, rambut impian para perempuan adalah rambut yang berwarna hitam, halus, panjang tergerai. Indikator dalam kategori ini adalah mencuci rambut,


(45)

25 karena mencuci rambut merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan rambut.

H. Metode Penelitian

H.1. Tipe dan dasar penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi. Analisis isi menurut Krippendorff adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Menurut Berelson dalam Krippendorff (1991:15-16) analisis isi adalah teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematik, dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak (manifest).

Metode ini digunakan untuk memperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa secara objektif dan sistematis. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan adegan yang menunjukkan obsesi perempuan pada bentuk tubuh ideal yang terdapat dalam film 200 Pounds of Beauty.

Tipe penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah metode yang menggambarkan gejala atau fenomena dari satu variable yang diteliti tanpa berupaya menjelaskan hubungan-hubungan yang ada (Kriyantono, 2009 : 167).


(46)

26 H.2. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mengambil ruang lingkup penelitian dengan menganalisis 95 Scene yang terdapat dalam film 200 Pounds of Beauty.

H.3. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah setiap scene dalam film 200 Pounds of Beauty lewat visual dan dialog tokoh atau karakter dalam film yang mengandung unsur obsesi pada tubuh ideal.

Yang dimaksud dengan dialog adalah segala sesuatu yang diucapkan oleh pemain dalam menokohkan karakter dalam cerita tersebut. Baik itu oleh pemeran utama maupun tokoh lainnya yang mengindikasikan adanya gambaran tentang obsesi perempuan pada tubuh ideal.

Sedangkan yang dimaksud visual dalam penelitian ini adalah semua tindakan yang dilakukan oleh pemeran utama maupun tokoh pendukung lainnya yang menunjukkan adanya gambaran tentang obsesi perempuan pada tubuh ideal.

H.4. Satuan Ukur

Satuan ukur dari penelitian ini adalah frekuensi kemunculan adegan yang menunjukkan obsesi perempuan terhadap tubuh ideal yang terdapat dalam scene di film 200 Pounds of Beauty.

H.5. Teknik Pengumpulan Data


(47)

27 a. Data Primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara mengamati dan menganalisis data yang ada, yaitu 1 keping DVD film 200 Pounds of Beauty. Dalam pengumpulan datanya, peneliti bersama coder melakukan pengamatan dengan melihat secara langsung film 200 Pounds of Beauty. Kemudian setelah itu bersama coder, peneliti mengamati dan mencatat setiap visualisasi maupun dialog peran yang dianggap menggambarkan obsesi perempuan pada tubuh ideal sesuai dengan kategorisasi yang telah ditentukan.

b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, artikel-artikel, serta bahan dari internet yang berkaitan dengan obsesi perempuan yang dapat mendukung data primer.

Setelah melihat dan mengamati film 200 Pounds of Beauty kemudian data dimasukkan ke dalam kategorisasi obsesi perempuan. Selanjutnya untuk mempermudah pengkategorisasian, maka dibuat lembar koding seperti contoh berikut :

Tabel 1.1 Lembar Kerja Koder

Sc Berat Badan Warn a Kulit Bentuk Hidung Bentu k Payu dara Ram but

A1 A2 A3 A4 B1 C1 C2 D1 E1

V D V D V D V D V D V D V D V D V D


(48)

28 Keterangan :

Sc : Nomer urut scene C2 : Indikator face off V : Unit analisis visual D1 : Operasi plastik D : Unit analisis dialog E1 : Mencuci rambut A1 : Indikator olahraga

A2 : Indikator sauna A3 : Indikator diet

B1 : Indikator suntik vitamin C C1 : Indikator suntik silikon H.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis distribusi frekuensi. Teknik analisis ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing-masing kategori. Adapun tabel distribusi frekuensinya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Visual

Kategori Frekuensi Prosentase %2

Olahraga Sauna Diet

Sedot lemak Suntik vitamin C Suntik silikon Face off Operasi plastik Mencuci rambut


(49)

29 Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Dialog

Kategori Frekuensi Prosentase %2

Olahraga Sauna Diet

Sedot lemak Suntik vitamin C Suntik silikon Face off Operasi plastik Mencuci rambut

H.7. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dalam uji reliabilitas kategori, peneliti menggunakan sistem koding, dimana peneliti dibantu oleh koder guna mengukur ketepatan penilaian peneliti terhadap representasi obsesi perempuan terhadap tubuh ideal dalam scene film 200 Pounds of Beauty. Sistem ini dirasa perlu digunakan oleh peneliti karena untuk melakukan sebuah analisis dalam scene film diperlukan pemikiran subyektif, dan untuk menyamakan perspektif subyektifitas tersebut, diperlukan suatu pembanding.

Untuk menguji reliabilitas, peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau


(50)

30 indikator yang digunakan sudah reliabel atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan definisi struktur kategori, unit analisis, bahan yang akan dikoding (scene dalam film 200 Pounds of Beauty dan tabel kerja koding).

Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator dan unit analisis yang telah ditetapkan, koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda pada tabel koding. Hasil pengkodingan dari dua orang koder dalam tabel kerja koding dikumpulkan dan dihitung secara statistik.

Dua orang koder tersebut harus memiliki pengetahuan dalam audio visual yang akan diberikan oleh peneliti kepada koder tersebut. Koder tersebut harus mengerti tentang audio visual dan dapat memahami isi film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini adalah yang bersangkutan bisa menilai tentang unsur-unsur audio visual yang ada, baik verbal maupun non verbal yang ada di film tersebut.

Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka perlu dilakukan pendefinisian batas kategori sedetail mungkin, memberikan pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reabilitas antar koder dapat dihitung dengan formula holsty, yang digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal.

Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty (Dominick, 1997:152-153) sebagai berikut :


(51)

31

. = 2

1 + 2

Keterangan :

C.R = Coefisien Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan periset

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset

Kemudian kesepakatan dan hasil penelitian para koder diuji lagi menggunakan rumus Scott Pi sebagai berikut :

= ( % −%

( 1−% )

Keterangan :

i = nilai keterandalan

Observed agreement = presentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antarpengkode (yaitu nilai C.R)

Expected agreement = presentase persetujuan yang diharapkan, yaitu jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan. Uji reabilitas ini dilakukan dengan dua koder lain. Masing-masing koder diberikan kategorisasi yang sama dengan yang dilakukan peneliti. Kemudian dari hasil tersebut dihitung dengan rumus di atas.

Dengan merujuk formula yang dikemukakan oleh Holtsi, untuk menguji reabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara


(52)

32 peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapa 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi.


(1)

27 a. Data Primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara mengamati dan menganalisis data yang ada, yaitu 1 keping DVD film 200 Pounds of Beauty. Dalam pengumpulan datanya, peneliti bersama coder melakukan pengamatan dengan melihat secara langsung film 200 Pounds of Beauty. Kemudian setelah itu bersama coder, peneliti mengamati dan mencatat setiap visualisasi maupun dialog peran yang dianggap menggambarkan obsesi perempuan pada tubuh ideal sesuai dengan kategorisasi yang telah ditentukan.

b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, artikel-artikel, serta bahan dari internet yang berkaitan dengan obsesi perempuan yang dapat mendukung data primer.

Setelah melihat dan mengamati film 200 Pounds of Beauty kemudian data dimasukkan ke dalam kategorisasi obsesi perempuan. Selanjutnya untuk mempermudah pengkategorisasian, maka dibuat lembar koding seperti contoh berikut :

Tabel 1.1 Lembar Kerja Koder

Sc

Berat Badan

Warn a Kulit

Bentuk Hidung

Bentu k Payu dara

Ram but

A1 A2 A3 A4 B1 C1 C2 D1 E1

V D V D V D V D V D V D V D V D V D


(2)

28 Keterangan :

Sc : Nomer urut scene C2 : Indikator face off V : Unit analisis visual D1 : Operasi plastik D : Unit analisis dialog E1 : Mencuci rambut A1 : Indikator olahraga

A2 : Indikator sauna A3 : Indikator diet

B1 : Indikator suntik vitamin C C1 : Indikator suntik silikon

H.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis distribusi frekuensi. Teknik analisis ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing-masing kategori. Adapun tabel distribusi frekuensinya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Visual

Kategori Frekuensi Prosentase %2

Olahraga Sauna Diet

Sedot lemak Suntik vitamin C Suntik silikon Face off Operasi plastik Mencuci rambut


(3)

29

Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Dialog

Kategori Frekuensi Prosentase %2

Olahraga Sauna Diet

Sedot lemak Suntik vitamin C Suntik silikon Face off Operasi plastik Mencuci rambut

H.7. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dalam uji reliabilitas kategori, peneliti menggunakan sistem koding, dimana peneliti dibantu oleh koder guna mengukur ketepatan penilaian peneliti terhadap representasi obsesi perempuan terhadap tubuh ideal dalam scene film 200 Pounds of Beauty. Sistem ini dirasa perlu digunakan oleh peneliti karena untuk melakukan sebuah analisis dalam scene film diperlukan pemikiran subyektif, dan untuk menyamakan perspektif subyektifitas tersebut, diperlukan suatu pembanding.

Untuk menguji reliabilitas, peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau


(4)

30 indikator yang digunakan sudah reliabel atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan definisi struktur kategori, unit analisis, bahan yang akan dikoding (scene dalam film 200 Pounds of Beauty dan tabel kerja koding).

Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator dan unit analisis yang telah ditetapkan, koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda pada tabel koding. Hasil pengkodingan dari dua orang koder dalam tabel kerja koding dikumpulkan dan dihitung secara statistik.

Dua orang koder tersebut harus memiliki pengetahuan dalam audio visual yang akan diberikan oleh peneliti kepada koder tersebut. Koder tersebut harus mengerti tentang audio visual dan dapat memahami isi film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini adalah yang bersangkutan bisa menilai tentang unsur-unsur audio visual yang ada, baik verbal maupun non verbal yang ada di film tersebut.

Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka perlu dilakukan pendefinisian batas kategori sedetail mungkin, memberikan pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reabilitas antar koder dapat dihitung dengan formula holsty, yang digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal.

Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty (Dominick, 1997:152-153) sebagai berikut :


(5)

31 . = 2

1 + 2 Keterangan :

C.R = Coefisien Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan periset

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset

Kemudian kesepakatan dan hasil penelitian para koder diuji lagi menggunakan rumus Scott Pi sebagai berikut :

= ( % −%

( 1−% )

Keterangan :

i = nilai keterandalan

Observed agreement = presentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antarpengkode (yaitu nilai C.R)

Expected agreement = presentase persetujuan yang diharapkan, yaitu jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan. Uji reabilitas ini dilakukan dengan dua koder lain. Masing-masing koder diberikan kategorisasi yang sama dengan yang dilakukan peneliti. Kemudian dari hasil tersebut dihitung dengan rumus di atas.

Dengan merujuk formula yang dikemukakan oleh Holtsi, untuk menguji reabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara


(6)

32 peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapa 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi.