5
memperoleh bentuk tubuh ideal, pemeran utama dalam film ini rela melakukan apa saja untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal yang dia inginkan.
Dalam film ini juga digambarkan bagaimana menderitanya hidup pemeran utama dengan tubuh gemuk, ia sering mengalami penolakan dan ejekan dalam
masyarakat. Gambaran akan obsesi seorang perempuan yang digambarkan dalam film inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian dengan
judul Obsesi Perempuan pada Tubuh Ideal Analisis Isi Film 200 of Pounds
Beauty.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa banyak frekuensi kemunculan
adegan yang menunjukkan obsesi perempuan pada bentuk tubuh ideal dalam film 200 Pounds of Beauty?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan adegan yang
menunjukkan obsesi perempuan pada bentuk tubuh ideal dalam film 200 Pounds of Beauty.
6
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memotivasi
peneliti lain agar dapat mengembangkan dan memperluas berbagai penelitian tentang film di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan dan pendalaman studi ilmu komunikasi, khususnya untuk kosentrasi Audio Visual.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagaimana
sebuah film mampu membentuk stereotip tubuh ideal pada para perempuan.
E. Tinjauan Pustaka E.1. Tubuh Perempuan
Ukuran dan bentuk tubuh perempuan sering kali diidentikkan pada kecantikan perempuan. Beberapa patung dan lukisan kerap kali
menunjukkan kemolekan tubuh seorang perempuan yang merupakan representasi dari kecantikannya. Dahulu, sebagian besar masyarakat
menilai kecantikan seorang perempuan itu dari ukuran badannya, semakin gemuk seseorang, maka makin cantik dia di mata para lelaki.
Oleh karena itu, perempuan pada zaman dahulu berlomba-lomba memamerkan lemak di tubuhnya.
Dalam lukisan-lukisan klasik, perempuan juga dilukiskan dengan tubuh subur, dengan perut, wajah, dan lengan yang berdaging dan berisi.
7
Bentuk tubuh perempuan yang ideal pada masa itu adalah yang berlekuk-lekuk layaknya perempuan rumahan. Hal ini mengesankan
bahwa bentuk ideal perempuan pada masa itu adalah yang mewakili kesuburan dan tidak begitu mementingkan bentuk proporsional
tubuhnya. Perkembangan stereotipe tubuh perempuan dapat kita lihat
semenjak masa berakhirnya perang dunia ke-II di tahun 1950-an, perempuan cenderung kelebihan berat badan overweight, tapi mereka
tidak tersiksa dengan diet dan tidak malu untuk mempertontonkan lemak yang ada di tubuhnya. Pada era 1960-an, tubuh kurus menjadi simbol
kecantikan para perempuan seiring dengan munculnya industri media dan periklanan. Di era 1980-an tren tubuh langsing, tidak berlemak, dan
berpayudara kecil menjadi tren. Pada masa 1990-an seiring dengan munculnya penemuan-penemuan baru di bidang kecantikan seperti
injeksi kolagen, sedot lemak dan lain sebagainya, para perempuan dapat dengan mudah merubah bentuk tubuhnya sesuai dengan apa yang
mereka inginkan. Di era 2000-an, perempuan dengan percaya diri dan aktif, serta bugar menjadi gambaran ideal sosok perempuan di masa kini
Ibdajurnal.googlepages.com5-Genealogikecantikan.PDF. Keinginan untuk mendapatkan tubuh ideal pada perempuan
nampaknya sudah menjadi tren. Negara Brazil merupakan negara dimana para wanita sering mendapat pujian akan kecantikannya. Namun
ternyata wanita-wanita Brazil kurang percaya diri akan bentuk tubuh
8
yang mereka miliki. Hal ini menyebabkan banyak wanita di negara tersebut mengambil cara ekstrim untuk mendapatkan tubuh ideal seperti
yang mereka inginkan, saat ini Brazil merupakan negara konsumen pil diet terbesar di dunia http:andri-permana.blogspot.com200903kata-
cantik-definisi-beragam-untuk.html. Tidak semua negara di dunia ini menganut faham penilaian
kecantikan wanita dari segi fisiknya saja. Di negara Cina, kecantikan perempuan itu terletak pada kaki mereka. Kaki yang panjang merupakan
tanda status dan pemanjangan kaki adalah syarat mereka untuk sukses. Sehingga perempuan di Cina rela melakukan prosedur pemanjangan kaki
yang membentangkan tulang mereka untuk membuat mereka lebih cantik
http:www.ceritadanwarta.com201008perbedaan-definisi- cantik.html.
Bagi perempuan Indonesia, konsep cantik sendiri digambarkan dengan tubuh cantik, berkulit putih, berambut panjang, dan sebagainya
natatampubolon.blogspot.com. Gambaran seperti inilah yang memunculakan obsesi perempuan pada tubuh ideal secara berlebihan.
Perempuan rela melakukan apa saja demi memenuhi obsesi mereka terhadap tubuh ideal.
Fenomena slim is beautiful merupakan hasil dari konstruksi budaya dimana “budaya” dianggap sebagai tersangka yang telah
menyuburkan reinforcement terhadap kebertubuhan perempuan, dengan
9
segala anggapan mengenai apa itu cantik, dan wanita dengan ciri apa yang dikatakan cantik natatampubolon.blogspot.com.
E.2. Perempuan Dalam Media Massa
Media massa merupakan media komunikasi massa baik berupa cetak maupun elektronik. Film sebagai salah satu bentuk dari media
massa mampu membentuk stereotipe dalam masyarakat, hal ini dapat dilihat dari contoh bagaimana film merepresentasikan warga kulit hitam
Amerika yang identik dengan hal-hal negatif seperti kekerasan, gangster, dan kriminal. Sehinga muncul stereotipe di masyarakat
bahwa warga berkulit hitam selalu identik dengan hal-hal negatif. Perempuan dalam media massa khususnya media elektronik
seperti iklan atau film selalu direpresentasikan dengan seorang perempuan dengan postur tinggi semampai dan berbadan langsing. Hal
ini menimbulkan stereotipe di masyarakat bahwa perempuan yang ideal adalah perempuan yang memiliki tubuh langsing seperti yang
digambarkan dalam media massa. Kegemukan perempuan adalah subjek dari hasrat publik, dan
perempuan merasa bersalah atas fenomena kegemukan perempuan ini karena kita mengetahui, secara implisit, bahwa di bawah mitos tersebut,
tubuh perempuan bukanlah tubuh perempuan itu sendiri, melainkan tubuh masyarakat, dan kita juga mengetahui bahwa tubuh yang kurus
bukanlah estetika yang sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan
10
untuk mendapatkan pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat Wolf,2004:368.
Dalam iklan, selain digambarkan memiliki tubuh langsing, perempuan juga kerap kali digambarkan memiliki kulit putih. Kulit
putih, meski bukan benar-benar putih telah menjadi idealisme warna kulit Indonesia kontemporer yang berhasil menggeser idealisme warna
kulit yang pernah muncul sebelumnya, seperti kuning sawo, sawo matang, dan lainnya Yulianto,2007:5.
Tamrin Tamangola dalam kompas.com membagi citra perempuan dalam media massa ke dalam lima hal, antara lain :
1. Citra pigura : perempuan sebagai sosok yang sempurna dengan bentuk tubuh ideal
2. Citra pilar : perempuan sebagai penyangga keutuhan dan penata rumah tangga
3. Citra peraduan : perempuan sebagai objek seksual 4. Citra pinggan : perempuan sebagai sosok yang identik dengan dunia
dapur 5. Citra pergaulan : perempuan sebagai sosok yang kurang percaya diri
dalam bergaul.
E.3. Tubuh Ideal Perempuan
Pengertian tubuh ideal dari segi kesehatan memerlukan pemeriksaan medis yang meliputi pemeriksaan antropometri, fisiologi,
11
biokimia, dan patologi anatomi sumber: httpwww.gizi.netgaya- hidupTubuh-ideal-sehat.PDF.
Seiring perkembangan zaman, definisi tubuh ideal perempuan pun menjadi berubah. Jika dahulu, para perempuan dengan bangga
memamerkan lemak tubuhnya, maka para perempuan saat ini malu untuk menunjukkan lemak di tubuhnya. Hal ini dikarenakan oleh
bergesernya makna tubuh ideal perempuan, dahulu perempuan dianggap cantik jika bertubuh besar, namun sekarang kegemukan
bagaikan musuh bagi para perempuan. Masuknya media massa yang selalu menampilkan gambaran
perempuan cantik dengan tubuh langsing juga memperkuat stereotipe tubuh langsing sebagai syarat utama seorang perempuan dianggap
cantik. Stereotipe ini membuat banyak perempuan merasa tidak puas dengan kondisi tubuhnya, dan menganggap kegemukan adalah masalah
besar dalam hidupnya. Dalam bukunya yang berjudul Barbie Culture, Rogers 2009:162 menjelaskan bahwa kelangsingan tubuh ini tidak
hanya bersifat wajib bagi perempuan sebagai daya tarik seks, tapi juga mengekspresikan sebuah kebutuhan akan pengakuan dan hasrat untuk
diperhatikan secara serius. Barbie juga merepresentasikan bahwa para perempuan harus melawan tanda-tanda kegemukan sekecil apapun.
E.4. Obsesi Pada Tubuh Ideal
Obsesi atau keinginan perempuan untuk memiliki tubuh ideal ini didasarkan pada kebutuhan dasar manusia untuk dikenal, dihargai, dan
12
diterima. Dalam hal ini, penampilan fisik menjadi hal pertama yang dinilai seseorang, karena ketika seseorang menarik secara fisik, maka
orang lain akan tertarik untuk mengenalnya lebih lanjut. Perempuan terobsesi memiliki tubuh menawan karena beberapa
faktor. Faktor pertama berkaitan dengan body image atau konsep diri seseorang, faktor kedua adalah tuntutan sosial, dan pengaruh media
massa http:www.indomedia.com.auinnerpage.php?page=lifestyleArticleI
D=1596. Nilai-nilai yang diperoleh sejak kecil juga mempengaruhi obsesi
perempuan pada tubuh ideal, misalnya saja ketika kecil seorang anak perempuan sering diejek temannya karena memiliki tubuh gemuk, atau
trauma seorang perempuan ketika diputuskan pacar hanya karena ia berbadan gemuk. Trauma seperti ini bisa mendorong perempuan
berupaya melangsingkan tubuhnya agar dinilai positif dan dicintai pasangannya. Setelah ia berhasil menguruskan badannya, ia memiliki
ketakutan luar biasa ketika tubuhnya menjadi melar kembali. Masalah ini
timbul karena
dilatarbelakangi oleh
konsep diri
tadi http:nostalgia.tabloidnova.comarticles.asp?id=14926.
Faktor yang kedua adalah tuntutan sosial. Ada kalanya seorang perempuan tidak terobsesi memiliki tubuh langsing, tetapi lingkungan
sosial perempuan tersebut menuntutnya untuk memiliki tubuh langsing. Faktor kedua ini bisa dilihat dalam dunia kerja, untuk beberapa
13
pekerjaan tertentu seperti sekretaris, pramugari, model, atau pegawai bank, secara eksplisit menuntut perempuan untuk selalu tampil sesuai
gambaran ideal pekerjaan, yaitu cantik dan bertubuh langsing http:nostalgia.tabloidnova.comarticles.asp?id=14926.
Media massa juga dapat mempengaruhi seorang perempuan sehingga mereka terobsesi memiliki tubuh ideal seperti gambaran
perempuan yang disuguhkan oleh media massa. Pada tahun 1960-an, media massa banyak memunculkan figure perempuan bertubuh
langsing sebagai
simbol perempuan
ideal Ibdajurnal.googlepages.com5-Genealogikecantikan.PDF.
E.5. Fenomena Bedah Plastik pada Perempuan
Bedah plastik berasal dari bahasa Yunani “plastikos” yang berarti membentuk. Jadi bedah plastik adalah spesialis atau
kekhusussan dari prinsip-prinsip pembedahan yang membentuk, membuat, merekonstruksi, dan memanipulasi tulang, tlang rawan, dan
semua jaringan lunak untuk kebutuhan tiap individu yang unik atau khas dokter-bedah-plastik.com201002bedah-plastik.
Dalam perkembangannya, terdapat dua ketegori utama dalam operasi plastik, yaitu operasi rekonstruksi dan estetika atau yang lebih
dikenal dengan bedah kosmetik. Operasi rekonstruksi berkaitan dengan menutupi atau memperbaiki kelainan atau kerusakan yang dilakukan
pada wajah atau bagian lain dari tubuh. Sedangkan bedak kosmetik merupakan operasi plastik yang bertujuan untuk meningkatkan tampilan
14
alami seseorang dengan mengurangi atau menambah bagian tubuh seseorang yang dianggap kurang memuaskan
Bedah kosmetik merupakan operasi plastik yang sangat digemari oleh perempuan. Saat ini bedah kosmetik tidak hanya bisa
dilakukan oleh perempuan dengan status ekonomi menengah ke atas, bahkan perempuan dengan status ekonomi menengah ke bawah
sekarang mampu melakukan bedah kosmetik dengan cara mendatangi salon-salon kecantikan yang ada di sekitar mereka.
Bedah kosmetik ini berbeda dengan bedah rekonstruktif, jika bedah rekonstruktif membuat seseorang yang memiliki kekurangan
dalam tubuhnya merasa normal dengan kondisinya, maka bedah kosmetik membuat seseorang menjadi lebih percaya diri. Marcene
Goodman dalam Rogers 2009:164 menjelaskan bahwa perkembangan praktek bedah plastik merefleksikan terjadinya idealisasi perempuan
oleh media, yang menanamkan rasa benci terhadap tubuh dan takut terhadap ketuaan.
Kenyataan lain dari adanya bedah kosmetik ini adalah kecanduan, para pelaku bedah kosmetik tidak akan merasa puas akan
hasil yang mereka peroleh dan ingin terus menerus merubah bentuk tubuh mereka sesempurna mungkin. Banyak kasus kecanduan akan
bedah plastik yang dapat kita lihat, contohnya saja bedah kosmetik yang marak dilakukan oleh para selebritis. Para barbie media massa ini
berlomba-lomba merubah bentuk hidung, dagu, mata, bibir, dan lain
15
sebagainya menjadi lebih sempurna. Fenomena seperti ini sebenarnya menunjukkan pada kita bagaimana perempuan masa kini tidak pernah
merasa bersyukur dan percaya diri akan bentuk tubuh mereka. Susan Bordo dalam Rogers 2009:168 menyatakan bahwa
tubuh masa kini telah menjadi “plastik kultural” yang tidaklah berarti bahwa tubuh manusia tiba-tiba mencerminkan satu eklektisme yang
lebih liar daripada apa yang alam tawarkan, namun bahwa norma- norma dominan tentang penampilan akan menentukan lebih banyak
tubuh, khususnya ketika teknologi pengubah tubuh menjadi lebih berhasil.
E.6. Film
Menurut Undang-Undang Perfilman tahun 2009 film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa
yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
E.6.1. Jenis-jenis film
Dalam bukunya berjudul Memahami Film, Pratista 2008:4 secara umum membagi film menjadi tiga jenis, yaitu dokumenter,
fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini berdasarkan atas cara bertuturnya yakni, naratif dan non-naratif. Film fiksi memiliki
struktur naratif cerita yang jelas, sedangkan film dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Film
16
dokumenter memiliki konsep nyata, film eksperimental memiliki konsep abstrak, sedangkan film fiksi berada di tengah-tengahnya.
a. Film dokumenter Film dokumenter merupakan film yang menyajikan fakta
yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau
kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
Film dokumenter tidak memiliki plot, namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari
sineasnya. Film dokumenter tidak memiliki tokoh protagonis dan antagonis, konflik, serta penyelesaian seperti pada film fiksi.
b. Film fiksi Film fiksi terikat oleh plot, dari sisi ceritanya, film fiksi
sering menggunakan cerita rekan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal.
Cerita biasanya memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, seta pola pengembangan cerita
yang jelas. Produksi film fiksi memakan waktu relatif lama.
Persiapan teknis seperti lokasi syuting serta setting dipersiapkan secara matang baik di studio maupun non studio. Film fiksi
17
biasanya menggunakan perlengkapan serta peralatan dalam jumlah relatif banyak, bervariasi, serta mahal.
c. Film ekperimental Film eksperimental sangat berbeda dengan dua film
sebelumnya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri film utama dan bekerja pada studio independen atau
perorangan. Film eksperimental tidak memiliki plot, namun tetap
memiliki struktur yang sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas. Film jenis ini umumnya tidak bercerita tentang apapun
bahkan kadang menentang kausalitas.
E.6.2. Pesan dalam Film
Salah satu definisi komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.
Dari definisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa pesan merupakan salah satu aspek penting dalam komunikasi massa.
Aubrey Fisher dalam buku Teori-teori Komunikasi menguraikan pesan dalam beberapa pengertian sebagai berikut :
a. Pesan sebagai isyarat yang disampaikan
Suatu pesan dalam model menakistis ditransformasikan pada titik-titik saat-saat penyandian dan pengalihan sandi
sehingga pesan itu sendiri merupakan pikiran atau ide pada suatu tempat dalam sistem jaringan sayaraf neurophsiological
18
dari sumberpenerima dan setelah penyandian terjadi dalam suatu situasi tatap muka, ditransformasikan ke dalam rangkaian
getaran udara gelombang suara dan sinar-sinar cahaya yang dipantulkan secara visual.
Clevenger dan
Matthews dalam
Aubrey Fisher
1990:365 membedakan antara pesan dan isyarat atas dasar bentuk fisik dan lokasinya pada saluran, kemudian mereka
mengemukakan bahwa dalam setiap peristiwa komunikatif, tedapat tiga buah pesan yang potensial. Pesan yang dikirimkan
itu membentuk satu pesan; pesan yang diterima merupakan pesan yang kedua. Mereka secara jelas menyatakan bahwa
kedua pesan itu tidak harus dipahami sebagai versi yang berbeda dari pesan yang sama, tapi merupakan peristiwa yang
secara keseluruhan berbeda. Kedua pesan tersebut merupakan peristiwa yang berbeda
karena terjadi pada dua lokasi ruang yang berbeda dan pada dua tempat waktu yang berlaianan. Oleh karena itu pesan
dipandang sebagai bentuk dan lokasi pikiran, verbalisasi, dan seterusnya dalam diri individu. Perbedaan pesan dan isyarat
adalah perbedaan mekanistis murni yang didasarkan pada bentuk fisik yang diperoleh dari transformasi menakistis dan
pada lokasi ruang dimana pesanisyarat itu berada. b.
Pesan sebagai bentuk struktural
19
Miller dalam Aubrey Fisher 1990:366 menggunakan bentuk struktural pesan untuk membedakan komposisinya ke
dalam “tiga buah faktor yang prinsipal: stimuli verbal yang mencakup kata-kata atau lambang-lambang linguistik, stimuli
fisik mencakup isyarat atau gerakan, ekpresi muka, dan sebagainya dalam suatu interaksi tatap muka, dan stimuli
vokal mencakup petunjuk paralinguistik berupa kecepatan berbicara, kerasnya suara, infleksi, penekanan, aksen berbicara,
dan sejenisnya dalam interaksi tatap muka. c.
Pesan sebagai pengaruh sosial Pesan komunikasi secara inheren mempengaruhi atau
menimbulkan efek pada para peserta dengan cara tertentu dan sampai taraf tertentu pula. Pesan sebagai pengaruh sosial, baik
secara langsung ataupun tidak langsung merupakan suatu fenomena yang telah diterima secara luas di masyarakat.
d. Pesan sebagai penafsiran
Borden dalam Aubrey Fisher 1990:370 mengaitkan pesan secara eksplisit dengan pelaku simbolis yaitu perilaku
yang hanya dapat bersifat simbolis jika penafsiran pada perilaku itu terjadi dalam pikiran sumber atau penerima.
Konsep pesan sebagai sutau proses penafsiran benar- benar
tergantung pada
penjelasan psikologis
tentang
20
komunikasi manusia. Konsep pesan seperti ini sangat berorientasi pada penerima.
e. Pesan sebagai refleksi diri
Pesan mencerminkan keadaan internal individu, yaitu perilaku, dalam bentuk tertentu, suatu manifestasi yang
mencuat keluar dari konsep kotak hitam tentang sikap, keyakinan, persepsi, nilai, citra, emosi, dan sebagainya. Berlo
menyatakan bahwa pesan merupakan peristiwa perilaku yang berhubungan dengan keadaan internal seseorang.
f. Pesan sebagai kebersamaan commoniality
Orang dapat memandang kebersamaan pesan sebagai tingkat keterpercayaan, mekanistis secara relatif bebas dari
gangguan, sebagai isomorfisme makan kebersamaan dalam pengalaman di masa silam yang memungkinkan adanya
penafsiran makna bersama pada makna, sebagai pengambilan peran mungkin generalized Others, atau sebagai pola
interaksi bersama. Kebersamaan merupakan suatu prinsip komunikasi manusia yang terlalu tersebar luas untuk tidak
diakomodasikan dalam setiap atau semua perpektif komunikasi
massa. E.7. Film sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Film sebagai salah satu media komunikasi
21
massa merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna,
dan suara Susanto, 1982:60. Film berfungsi sebagai sarana penyampaian suatu pesan kepada
khalayak. Pesan-pesan komunikasi terwujud dalam cetia dan misi yang dibawa film tersebut serta terangkum dalma bentuk drama, action,
komedi, dan horor. Tujuan pesan komunikasi tersebut bermacam-macam, ada yang bertujuan hanya untuk menghibur, member keterangan, atau
keduanya, ada juga yang ingin memasukkan dogma tertentu Baksin, 2003:82.
Sobur 2006:127 menjelaskan bahwa film dan masyarakat memiliki hubungan secara lineier dimana film selalu mempengaruhi dan
membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesannya.
F. Definisi Konseptual F.1. Obsesi Perempuan