Konstruksi Makna Perempuan Dalam Tari Topeng Puteri (Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Tari Topeng Puteri Bagi Penari di Sanggar Rengkak Katineung Kota Bandung)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh:

MELIANI YUNIARTI NIM. 41810187

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

181 Data Pribadi

Nama : Meliani Yuniarti

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 22 Juni 1992 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Nama Ayah : Drs. Adang Romli (alm) Nama Ibu : Corina Dachlan

Alamat : Komp Bumi Panyileukan Blok C4/9 RT 07/RW 02 Bandung 40614

No. Telepon : 081220529802


(5)

Pengalaman Organisasi

2011 - 2012 Sekretaris Divisi Humas Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKOM

Pengalaman Magang

Tahun 2013 Wartawan magang di Harian Umum Pikiran Rakyat.

Seminar/Workshop

Tahun 2010 Table Manner Course by the AMAROOSSA Hotel

Tahun 2011

Seminar dengan tema : One Day Workshop MC & Radio Announcer by Number One Broadcasting School

Peserta seminar tema Islam dan Moralitas Pembangunan

Tahun 2012

Study Tour Media Massa ke Lembaga Sensor Film (LSF) Basic Announcing “Encourage Your Speaking Taste” @Student Center Unisba

Panitia Open House dan Kampoeng Boedaya Ilmu Komunikasi & Public Relation Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Workshop Sinematografi Communication HIMA Ilmu Komunikasi dan Public Relation

2010 – Sekarang Universitas Komputer Indonesian Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik.

2007 - 2010 Sekolah Menengah Atas PGII 1 Bandung 2004 - 2007 Sekolah Menangah Pertama Negeri 16 Bandung 1997 - 2004 Sekolah Dasar Negeri Tikukur 3 Bandung


(6)

Peserta Leadership is Foundation of Organization

Tahun 2014

Peserta Bedah Buku Dan Foto “Menolak Tumbang” Peserta EPT

Peserta Cepat Mudah Membuat Website Online Dalam 30 Menit


(7)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Rumusan Pertanyaan Makro ... 9

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11


(8)

xi

2.1 Tinjauan Pustaka ... 13

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Yang Sejenis ... 13

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Interpersonal ... 17

2.1.2.1 Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 22

2.1.2.2 Proses Komunikasi Interpersonal ... 25

2.1.2.3 Hambatan Komunikasi Interpersonal ... 27

2.1.3 Tinjauan Tentang Realitas Sosial ... 29

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 31

2.1.4.1. Pengertian Komunikasi ... 32

2.1.4.2. Komponen-komponen Komunikasi ... 34

2.1.4.3. Komunikasi Verbal ... 36

2.1.4.4. Komunikasi Nonverbal ... 38

2.1.5 Tinjauan Tentang Perempuan ... 42

2.1.7. Tinjauan Tentang Tari ... 43

2.2 Kerangka Pemikiran ... 48

2.2.1 Kerangka Teoritis ... 48

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 57

3.1.1 Tari Topeng Puteri ... 57

3.1.2 Sanggar Rengkak Katineung Bandung ... 58


(9)

xii

3.2.2.1 Studi Lapangan ... 71

3.2.2.2 Studi Pustaka ... 73

3.2.2.3 Internet Searching ... 73

3.2.3 Teknik Penentuan Informan Penelitian ... 74

3.2.4 Teknik Analisis Data ... 77

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 80

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 81

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 81

3.3.2 Waktu Penelitian ... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Identitas Informan ... 85

4.1.1 Informan Kunci ... 85

4.1.2 Informan Pendukung ... 87

4.2 Hasil Penelitian ... 89

4.2.1 Nilai sosial yang dipergunakan dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng di Sanggar Rengkak Katineung Bandung .... 89

2.1.4 Motif dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung ... 110

2.1.3 Pengalaman menjadi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung ... 114


(10)

xiii

Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung ... 134

2.3.3 Pengalaman menjadi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung ... 138

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 142

5.2 Saran... 143

5.2.1 Saran bagi Sanggar Rengkak Katineung ... 143

5.2.2 Saran bagi Peneliti selanjutnya ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 145

LAMPIRAN ... 147


(11)

xiv

Tabel 3.2 Informan Pendukung Penelitian ... 77 Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 82


(12)

xv

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 56

Gambar 3.1 Konstruksi Makna dalam Fenomenologi ... 70

Gambar 3.2 Model Analisi Data ... 78

Gambar 3.3 Uji Kredibilitas Dalam Penelitian Kualitatif ... 80

Gambar 4.1 Model Nilai Sosial ... 133

Gambar 4.2 Model Motif ... 137


(13)

xvi

Lampiran 2 : Rekomendasi Pembimbing Untuk Mengikuti

Seminar Usulan Penelitian ... 148

Lampiran 3 : Berita Acara Bimbingan ... 149

Lampiran 4 : Pengajuan Pendaftaran Seminar Usulan Penelitian ... 150

Lampiran 5 : Lembar Revisi Usulan Penelitian ... 151

Lampiran 6 : Pedoman Observasi ... 152

Lampiran 7 : Pedoman Wawancara ... 154

Lampiran 8 : Hasil Observasi ... 155

Lampiran 9 : Transkrip Wawancara Informan Penelitian Wiwin Sulistiani ... 161

Lampiran 10 : Transkrip Wawancara Informan Penelitian Betty Wahyuni ... 165

Lampiran 11 : Transkrip Wawancara Informan Penelitian Gessy Garcenia ... 168

Lampiran 12 : Transkrip Wawancara Informan Penelitian Ibu Yulia ... 172

Lampiran 13 : Transkrip Wawancara Informan Penelitian Bpk. Sandi ... 174

Lampiran 14 : Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk Mengikuti Sidang Sarjana ... 176

Lampiran 15 : Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 177

Lampiran 16 : Lembar Revisi Skripsi ... 178


(14)

145

Caturwati, Endang, 2009, Pesona Perempuan Dalam Sastra Dan Seni Pertunjukan, Penerbit Sunan Ambu STSI Press Bandung.

Jaeni, 2012, Komunikasi Estetik Menggagas Kajian Seni dari Peristiwa Komunikasi Pertunjukan, PT. Penerbit IPB Press, Bogor.

Kuswarno, Engkus M.S, 2013, Fenomenologi Kosepsi, Pedoman, Dan Contoh Penelitian, Widya Padjadjaran, Bandung.

Laksmi, 2012, Interaksi, Interpretasi, dan Makna, Karya Putra Darwati, Bandung.

Liliweri, Alo, 2007, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, PT Lkis Pelangi Aksara, Yogyakarta.

Mulyana, Deddy, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rakhmat, Jalaludin, 2011, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rusliana, Iyus, 2008, Penciptaan Tari Sunda Gagasan Global Bersumber Nilai-Nilai Lokal, Etnoteater Publisher Bandung.


(15)

Sobur, Alex, 2013, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Alfabeta, Bandung.

Syamsuddin, H.M.Ali, 2011, Bahan Ajar Matakuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Karya Baru Press, Bandung.

Widjaya, A. Sumiarto, “Benjang, Dari Seni Terebangan Ke Bentuk Seni Bela diri Dan Pertunjukan”, CV Wahana Iptek, Bandung.

Wiryanto, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Grasindo, Jakarta.

Zamroni, Mohammad, 2009, Filsafat Komunikasi, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sumber lain

https://Anwarabdi.Wordpress.Com/Tag/Manusia-Sebagai-Makhluk-Sosial/

http://Eituzed.Blogspot.Com/2012/11/Manusia-Makhluk-Sosial.Html

http://Shofisme.Wordpress.Com/2013/04/21/Perempuan-Dan-Wanita/

http://dhianshopfashion.blogspot.com/2012/09/karya-tulis-ilmiah-pengaruh-modernisasi.html


(16)

vi

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini, dengan judul “KONSTRUKSI MAKNA PEREMPUAN DALAM TARI TOPENG PUTERI (Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Tari Topeng Puteri Bagi Penari Di Sanggar Rengkak Katineung Kota Bandung)”. Penelitian ini merupakan syarat kelulusan Sidang Skripsi Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.

Melalui proses bimbingan, dukungan, serta bantuan dari semua pihak, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua Bapak Drs. Adang Romli (Alm) dan Ibu Corina Dachlan, yang tidak pernah berhenti mendoakan, memberi perhatian, kasih sayang, dan dorongan baik moril maupun materil, terutama kepada Bapak yang selalu mejadi penyemangat dalam hidup walaupun kita terpisah oleh raga.

Pada kesempatan ini juga dengan segala ketulusan dan kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah mengeluarkan surat pengantar untuk penelitian skripsi dan menandatangani lembar pengesahan.


(17)

vii

wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan serta memberikan pengesahan pada laporan tugas akhir (skripsi).

3. Yth. Ibu Melly Maulin. P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom atas ilmu, informasi, motivasi serta saran dan nasehat kepada peneliti. Juga sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan.

4. Yth. Bapak Adiyana Slamet, M.Si., selaku dosen wali peneliti yang telah memberikan arahan serta saran dan kritik yang membangun kepada peneliti selama berada di kampus Unikom.

5. Yth. Bapak Sangra Juliano P, M.I.Kom, selaku dosen pembimbing yang telah sabar menghadapi peneliti dan banyak memberikan masukan, arahan, saran, waktunya, dalam bimbingan Skripsi sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan PR UNIKOM, yang telah mengajarkan peneliti selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung.

7. Yth. Sekretariat Ibu Astri Ikawati, A.Md yang telah membantu peneliti dalam memberikan informasi dan membantu dalam hal administrasi.


(18)

viii

9. Teman-teman di Program Studi Ilmu Komunikasi IK5, dan IK Jurnalistik 1, teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi semangat, arahan, keceriaan dan kebersamaan untuk selalu berbagi dalam suka maupun duka.

10.Teman-teman di masa SMA, yang hingga saat ini selalu menjadi bagian dalam hidup, Nae, Unio, Shella, Amal, Azi, Ahonk, Anto, Eki, Nino terima kasih atas semua perhatian dan kebersamaannya.

11.Teman-teman terbaik, yang selalu menjadi curahan hati peneliti selama penulisan karya ini, Suciadi “ucay” Ramdani, Taufik Oktama, Dessy Wulansari, dan Fajar Nugraha. Terima kasih kepada Rifan Rudiana, yang telah berjuang bersama dari mulai awal hingga akhir penulisan ini, atas dukungan, motivasi untuk selalu kuat, dan ketulusannya untuk selalu bersama-sama di saat peneliti membutuhkan.

12.Keluarga Adang Romli (Alm), terima kasih atas semuanya yang telah diberikan untuk peneliti Didit Adityan, Iman Budiman, Chyntia Novianti, Indra Prasetya. Terima kasih untuk segala ketulusan dan kesabarannya. 13.Serta semua pihak yang telah membantu skripsi ini yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian laporan skripsi ini masih diperlukan banyak penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang


(19)

ix

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca lain pada umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, amin.

Wassalam‟mualaikum wr.wb.

Bandung, Agustus 2014 Peneliti

Meliani Yuniarti NIM. 41810187


(20)

1

Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins, 1990 : 2). 1

Tari topeng puteri dalam pertunjukan benjang merupakan tari yang masuk ke dalam jenis tari tradisi. Topeng menurut ensiklopedia tari Indonesia, pengertian “topeng” ada beberapa macam antara lain,

(1) Topeng artinya tapel, kedok (dalam bahasa sunda), tutup muka, dan make up. (2) Topeng berasal dari urat kata, pang, ping, pung yang artinya merapatkan

kepada sesuatu (melekat atau menempel).2

Tari topeng puteri adalah salah satu tahapan dari tari topeng benjang yang didalamnya terdiri dari empat tahapan, yaitu tari topeng puteri/lenyepan, tari topeng satria/patih/adipati, tari topeng rahwana/kelana, tari topeng emban/si menyon. Tari topeng puteri merupakan bentuk kesenian tari yang memakai topeng/kedok/tapel yang diingiri oleh waditra benjang. Pada awal kemunculannya gerak tari ini tidak berpola tidak seperti kebanyakan tari topeng lainnya, namun dengan perkembangnya gerak tari saat ini gerakan dalam tari topeng puteri pun berpola.

1

http://dhianshopfashion.blogspot.com/2012/09/karya-tulis-ilmiah-pengaruh-modernisasi.html 2A. Sumiarto Widjaya.”Benjang, dari Seni Terebangan ke Bentuk Seni Beladiri dan


(21)

Kesenian benjang itu sendiri merupakan salah satu rangkaian kesenian rakyat yang bercampur dengan olahraga gulat yang dinamakan seni gulat yang latar belakangnya didasari pada perlawanan masyarakat Ujung Berung terhadap kolonilalisme Belanda. Pada saat perkembangannya kesenian benjang berubah jadi seni yang bernapaskan agama islam dimana kesenian ini biasa digunakan pada arak-arakan. Selanjutnya, kesenian benjang berkembang menjadi kesenian tari topeng benjang yang disebut dengan Benjang Helaran.

Tari yang terdapat pada gelaran benjang pun selalu dikaitkan dengan sesuatu yang berbau mistis padahal hakikatnya seni benjang ini merupakan akulturasi dua budaya yang berbeda yaitu budaya yang bernafaskan islam dan budaya yang mengisyaratkan ada suatu hal mistis yang tertanam dalam kesenian benjang tersebut. Akulturasi kedua kebudayaan ini pun menyatu dan menjadi sebuah kesenian benjang yang jadi bervariasi didalamnya dimana seni benjang ini terdapat beberapa tarian yang menggambarkan beberapa karakter didalamnya yang diantaranya puteri, satria/patih/adipati, rahwana/kelana, emban/si menyon. memainkan tarian ini. Perbedaan karakter tersebut disesuaikan dengan topeng yang digunakan para penari, yang iringan alat musik diantaranya menggunakan alat musik berupa terebang, gendang, terompet, bedug, kecrek, kemprung, kempring dan kemprang.

Dari empat karakter topeng dalam seni benjang ialah salah satunya tari topeng puteri. Pada tari topeng puteri karakter yang diungkapan penari ialah karakter seorang perempuan. Hal ini tercermin dalam setiap gerak tubuh penari.


(22)

Bagaimana sang pelaku seni mengungkapkan ide, gagasannya mengenai perempuan di dalam setiap gerakannya.

Unsur terpenting dalam perwujudan melalui gerak di dalam sebuah tarian ialah adanya nilai-nilai kehidupan sosial dan spiritual masyarakat, karena peran dan fungsi tarian hingga saat ini begitu penting hingga kini tarian menjadi simbol budaya di daerah yang bersangkutan. Tentu saja pada wujud pemaknaan perempuan dalam tari topeng puteri, pelaku seni menciptakan sebuah tari dengan unsur-unsur perempuan dalam setiap gerakan di saat itu. Namun di era modern seperti saat ini ruh dan penjiwaan dalam seni tari cenderung terasa kurang karena motivasi sebagian besar pelaku seni ataupun penari adalah menonjolkan eksistensi. Hal ini terlihat dalam proses berkesenian, mereka cenderung ingin cepat menguasai sebuah tarian, yang terkadang membuat pelaku seni di dalam hal ini penari tampil seadanya tanpa penjiwaan dalam setiap pertunjukan tari.

Tentu saja dengan seiring berkembangnya kehidupan masyarakat dengan perubahan sosial yang terjadi, makna perempuan dalam satu tarian pun akan mengalami perluasan makna. Perluasan disini maksudnya adalah terjadinya pergeseran makna yang ada pada saat ini dengan ketika pemahaman tentang makna perempuan dalam tari topeng yang ada saat ini tidak sesuai dengan makna dulu, hal tersebut membuktikan bahwa ada sebuah problema yang membuat makna tentang perempuan dalam tari topeng saat ini berbeda. Jika kita bandingkan makna perempuan dulu dengan makna perempuan saat ini terdapat perbedaan. Makna dulu yang mengatakan bahwa perempuan itu lebih di identik dengan sikap kelembutannya, tetapi saat ini perempuan cenderung dilihat sebagai


(23)

sosok yang tangguh, dan memiliki keberanian yang besar dibandingkan dulu. Ketika pemahaman tentang makna yang ada saat ini tidak sesuai dengan makna dulu, hal tersebut membuktikan bahwa ada sebuah problema yang membuat makna tentang perempuan dalam tari topeng puteri saat ini berbeda. Problema atau masalah itu bisa dilihat dari proses komunikasi yang terjadi. Dalam buku Komunikasi Politik (M Hikmat, 2010), May Rudi ( 2005:2) mendefenisikan bahwa proses komunikasi adalah rangkaian kejadian atau kegiatan melakukan hubungan kontak dan interaksi berupa penyampaian lambang-lambang yang memiliki arti atau makna. Dalam proses komunikasi, paling sedikit terdapat tiga unsur yaitu penyebar pesan (komunikator), pesan dan penerima pesan (komunikan). Jika kita tarik dalam permasalahan penelitian ini, fakta awal mengatakan bahwa makna perempuan itu diartikan secara berbeda oleh penari tari topeng puteri. Hal ini karena cara pandang yang digunakan oleh masyarakat tentu berbeda tiap individu dalam memaknai arti dari perempuan.

Pada penelitian ini peneliti melakukan pemilihan tempat di Sanggar Rengkak Katineung Bandung. Sanggar ini dipilih oleh peneliti, untuk melakukan penelitian mengenai tari topeng puteri, hal ini dikarenakan sanggar yang berdiri pada tahun 2006 ini merupakan salah satu padepokan sanggar seni tradisi yang masih tetap berdiri dan terus konsisten berkembang untuk memelihara seni tari tradisi. Pengaruh seni modern yang semakin berkembang tidak mempengaruhi keberadaan sanggar seni tradisi yang telah ada sejak dahulu. Kalangan pelaku seni yang berada dalam Sanggar Rengkak Katineung bukan merupakan orang-orang yang memiliki latar belakang seni terutama dalam bidang pendidikan seni.


(24)

Kalangan penari tari topeng puteri memiliki keragaman sosial, peneliti akan memilih berbagai macam kriteria penari berdasarkan, usia dan latar belakang yang dimiliki oleh subjek penelitian ini.

Terjadinya perbedaan makna perempuan saat ini erat kaitannya dengan konstruksi makna yang di bentuk oleh masyarakat. Konstruksi makna adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensor mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Pembentukan makna adalah berfikir, dan setiap individu memiliki kemampuan berfikir sesuai dengan kemampuan serta kapasitas kognitif atau muatan informasi yang dimilikinya. Oleh karena itu, makna tidak akan sama atas setiap individu walaupun objek yang dihadapinya adalah sama.3

Pemaknaan terjadi karena cara dan proses berfikir yang unik pada setiap individu yang akan menghasilkan keragaman dalam pembentukan makna. Keunikan berfikir sebagai proses pembentukan makna dalam diri individu ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu tersebut, yang dipengaruhi oleh kontek sosial yang ada di diri individu tersebut. Dalam arti yang sangat nyata, komunikasi adalah tentang berpikir.

Makna tentang perempuan saat ini yang dipahami oleh penari tari topeng puteri, hal ini bisa kita lihat sebagai kontruksi sosial yang dilakoni oleh penari tersebut. Makna yang dipahami oleh penari tari topeng puteri yang ada di Kota Sanggar Rengkak Katineung Bandung adalah sebuah hasil interpretasi dari pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing individu.

3


(25)

Konstruksi makna adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensors mereka untuk memberikan arti bagi lingkungan mereka.

Pemaknaan perempuan yang dimiliki oleh penari tari topeng puteri yang ada saat ini, tidaklah sama. Banyak pemahaman yang ada dalam pemikiran seseorang. Pemahaman yang salah akan memberikan dampak yang tidak baik bagi diri dia sendiri. Dalam memaknai suatu hal, individu diperlukan memiliki suatu dasar yang dijadikan sebagai sebuah nilai dalam mendorong individu untuk mengkonstruksi sebuah makna.

Dalam buku Filsafat Komunikasi yang disusun oleh Mohammad Zamroni, nilai sebagai sesuatu yang baik atau sebagai sesuatu yang buruk tergantung apakah dilihat sebagai esensinya atau sebagai alat. Sesuatu dipandang sebagai kebaikan, bisa terjadi apabila ia memang secara esensi baik, tetapi bisa juga terjadi karena ia dijadikan alat untuk suatu kebaukan. Rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal, apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, penting atau tidak penting, mulia ataukah hina. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan seterusnya. Nilai dijadikan sebagai panduan untuk individu dalam mengkonstruksi makna. Nilai yang dihargai tersebut akan mendorong individu untuk melakukan sebuah sikap perilaku kedepannya. Dalam hal ini nilai yang peneliti jadikan sebagai dasar untuk mengetahui bagaimana konstruksi makna tentang perempuan adalah nilai sosial.

Menurut Hendropuspito, nilai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan


(26)

kehidupan manusia. Sedangkan Robert MZ Lawang mengatakan bahwa nilai sosial adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.

Nilai sosial dipilih karena pada kenyataannya individu penari tari topeng puteri dalam memaknani makna perempuan itu tentu memerlukan lingkungan sosialnya. Artinya lingkungan sosial yang ada di kehidupan individu dari penari tari topeng puteri akan memberikan banyak pengetahuan tentang perempuan. Disinilah peran aktif dari individu untuk berpikir dalam menentukan sesuatu yang berharga untuk dijadikan sebagai patokan atau pedoman dalam memaknai tentang perempuan.

Dengan adanya nilai yang dijadikan sebagai pedoman untuk memaknai makna perempuan, nilai tersebut akan mempengaruhi individu penari tari topeng puteri dalam bertindak kedepannya. Dengan hal tersebut dan interpretasi yang dilakukan oleh individu penari, memunculkan sebuah motif dalam diri individu penari tersebut. Menurut Giddens (1991) motif adalah impuls/ dorongan yang memberi energi pada tindakan menusia sepanjang lintasan kognitif ke arah pemuasan kebutuhan. Sedangkan motif tidak harus dipersepsikan secara sadar, karena lebih kepada “keadaan perasaan”. Menurut Nasutin, motif adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam beberapa defenisi tersebut motif bisa dikatakan sebagai sebuah tujuan atau keinginan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan sesuatu.


(27)

Motif seseorang untuk memaknai perempuan tidaklah sama. Artinya tentu ada sebuah tujuan yang mereka dalam memaknai perempuan dan kenapa mereka perempuan seperti itu.

Pemaknaan yang mereka pahami tentang perempuan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki bisa dikatakan sebagai suatu dasar untuk memaknai secara utuh tentang perempuan bagi diri mereka sendiri. Dengan banyaknya input dan pengalaman yang memberikan mereka pengetahuan, tentu individu akan menentukan pengetahuan seperti apa yang akan dijadikan sebagai seseuatu yang berharga, yang nantinya akan dijadikan sebagai nilai yang akan mempengaruhi perilaku kedepannya.

Seorang penari tentu mereka melakukan sebuah perwujudan dengan kegiatan atau pengalaman yang sudah mereka lakukan selama mereka menjadi penari tari topeng puteri. Namun apakah pengalaman yang mereka lakukan tersebut sudah mengartikan makna perempuan sesungguhnya? Bahkan dengan banyaknya pengalaman yang mereka lakukan serta kegiatan yang mereka lakukan akan memberikan mereka pengetahuan lain baik itu tentang makna perempuan yang dipahami, ataupun makna perempuan yang di pahami oleh orang lain. Karena pada saat tersebut, mereka akan berhubungan dengan orang lain, mugkin ada yang lebih tahu tentang perempuan atau mungkin orang yang salah dalam memaknai arti perempuan.

Dengan penjabaran di atas, peneliti ingin membahas dan mendalami secara mendalam bagaimana konstruksi makna perempuan dalam tari topeng puteri bagi penari di Sanggar Rengkak Katineung Bandung.


(28)

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjabaran yang telah dijelaskan oleh peneliti pada bagian latar belakang masalah, peneliti dapat membuat suatu rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1.2.1 Rumusan Pertanyaan Makro

Peneliti merumuskan pertanyaan makro yaitu, “Bagaimana Konstruksi Makna Perempuan Dalam Tari Topeng Puteri Bagi Penari di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung?”.

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Mengacu pada judul penelitian dan rumusan masalah yang telah diangkat oleh peneliti berdasarkan pada latar belakang masalah penelitian, maka peneliti kemudian dapat merumuskan permasalah mikro yaitu : 1. Bagaimana nilai sosial yang dipergunakan dalam memaknai

perempuan bagi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung?

2. Bagaimana motif dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung ?

3. Bagaimana pengalaman menjadi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung?


(29)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari Penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan, dan menjelaskan secara mendalam bagaimana konstruksi tentang makna perempuan bagi penari di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan yang sudah dijelaskan dalam rumusan masalah mengenai identifikasi masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai sosial yang dipergunakan dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung.

2. Untuk mengetahui motif dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung.

3. Untuk mengetahui pengalaman menjadi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis sebagai berikut :

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan tentang ilmu komunikasi secara umum dan secara khusus terkait konstruksi makna.


(30)

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan secara praktis pada penelitian ini sebagai berikut: 1.4.2.1 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan pengetahuan dan pengalaman serta penerapan ilmu yang diperoleh peneliti selama studi secara teoritis. Dalam hal ini khususnya mengenai kajian komunikasi.

1.4.2.2 Bagi Akademik

Secara praktis penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa UNIKOM secara umum, dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara khusus yang dapat dijadikan sebagai literatatur dan referensi tambahan terutaman bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.

1.4.2.3 Bagi Sanggar Rengkak Katineung

Diharapkan dapat berguna sebagai informasi tentang kajian tari bagi anggota di sanggar Rengkak Katineung dalam memaknai makna yang terdapat di setiap tari tradisional, sehingga pelaku seni bukan saja hanya mempelajari setiap gerakan namun, memahami betul bagaimana pesan yang terdapat dalam sebuah tarian. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai bagaimana penari tari topeng memahami makna perempuan secara utuh pada tari topeng puteri, yang pada akhirnya dalam sebuah tarian sebagai pelaku seni penari yang bukan hanya menampilkan


(31)

keindahan dan hiburan semata namun, dapat menyampaikan pesan dari tari itu sendiri.


(32)

13

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Yang Sejenis

1. Deva Inggriani. 2010111060575. Judul Skripsi Konstruksi Makna Gerak Dalam Tari Jaipong (Studi Fenomenologi Tentang Makna Gerak Dalam Tari Jaipong Karya Gumgum Gumbira.

Tujuan penelitian untuk mengetahui kesadaran penari dalam pesan kinesik fasial, pesan kinesik postural, dan pesan artifaktual tari jaipong. Dalam penelitian ini penulis, sebagai instrument penelitian melakukan observasi secara penuh dan melakukan wawancara mendalam dengan menggunakan kamera video serta catatan lapangan untuk merekam apa yang dialami informan. Studi kepustakaan menjadi dasar utama penulis untuk memperoleh pengetahuan dasar mengetahui masalah yang diteliti.

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pesan kinesik fasial dalam tari jaipong mengkonstruksikan berupa mimic wajah, senyuman, kontak mata, lirikan mata. Senyuman dalam tari jaipongan mempunyai peran yang penting karena dalam beberapa gerakan harus disertai dengan senyuman. Isyarat lain, yaitu kontak mata, kontak antara penari dengan penari, atau penari dengan penonton dapat menunjukkan minat, perhatian, dan kehangatan diantara mereka.

Gerak tari jaipongan tergolong kepada gerakan postural, yaitu mengkonstruksikan gerakan yang menjalar melalui tubuh, mempengaruhi


(33)

semua bagian dengan jelas, dan biasanya dengan berpindahan gerakan badan. Gerakan postural itu merupakan koordinasi dari empat segmen tubuh itu membentuk pola gerak yang tampak mirip dengan pola-pola ketuk tilu. Iringan tari jaipong menggunakan gamelan. Pesan artifaktual dalam tari jaipongan mengkonstruksikan busana penari jaipongan yakni kebaya yang pada dasarnya tidak mengikat, namun pada umumnya penggunakan warna terang. Kain sinjang yang biasa dipergunakan warna terang dan cerah. Bagian bawahnya didesain gombrang sedang bagian atasnya dibuat pas dengan bentuk tubuh. Assesoris yang dipakai yaitu pola sanggul chioyada, nyungcung, atau cepol. Sanggul-sanggull itu dibubuhi hiasan berbagai replica bunga gunungan, jabing, patien, atau tusukan konde lainnya.

2. Yudha Maulana. 41808852. Judul Skripsi Makna Hijab Di Kalangan Mahasiswi Muslim Di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Mengenai Makna Hijab Di Kalangan Mahasiswi Muslim Di Kota Bandung). Tujuan untuk mengetahui bagaimana makna hijab yang dimiliki oleh kalangan mahasiswi muslim di kota Bandung. Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menganalisis dengan menguraikan subfokus internalisasi, eksternalisasi dan realitas subyektif. Dengan pendekatan kualitatif, dan studi fenomenologi, informan dalam penelitian ini adalah 5 (lima) orang mahasiswi muslim di kota Bandung dan 3 (tiga) orang informan pendukung yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam (in


(34)

depth), observasi, studi pustaka dan penelusuran data online, adapun teknik analisa data dengan reduksi data, menyajikan data, penarikan kesimpulan dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa internalisasi pembentukan makna hijab tidak hanya dibentuk di dalam lingkungan rumah tetapi juga oleh ustad, guru pembimbing maupun kakak senior dalam organisasi, pada eksternalisasi mahasiswi muslim melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dan terciptanya konsensus sosial, pada realitas subyektif mahasiswi muslim meyakini nilai manfaat dari penggunaan hijab dan menyatakan bahwa kehormatan perempuan tergantung pada pakaian yang mereka kenakan. Kesimpulan dari penelitian ini makna hijab yang dikonstruksi oleh mahasiswi di kota Bandung memiliki intepretasi yang berbeda-beda terhadap hijab, tergantung pada faktor historis dan situasional dimana mahasiswi tersebut berada. Saran yang diberikan kepada mahasiswi muslim untuk konsisten atau istiqomah di dalam menggunakan hijab jangan sampai menggunakan hijab (pakaian) pada saat tertentu saja.

3. Citra Abadi. 41809152. Konstruksi Makna Sosialita Bagi Kalangan Sosialita Di Kota Bandung (Studi Fenonemologi Tentang Konstruksi Makna Sosialita Bagi Kalangan Sosialita Di Kota Bandung)

Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi makna sosialita bagi kalangan sosialita di Kota Bandung sebagai suatu studi fenomenologi tentang konstruksi makna sosialita bagi kalangan sosialita di Kota. Subfokus penelitian mencakup nilai sosial yang digunakan, motif


(35)

menjadi sosialita, pesan artifaktual yang digunakan serta pengalaman selama menjadi sosialita. Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan metode fenomenologi, teknik pengumpulan data adalah dokumentasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan, observasi, dan penelusuran data online. Informan penelitian sebanyak enam orang, empat informan utama, dan dua informan pendukung, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisa data mencakup reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi. Uji keabsahan data diantaranya triangulasi data, menggunakan bahan referensi, dan member check. Hasil dari penelitian adalah Nilai sosial yang dijadikan sebagai pedoman untuk memaknai tentang makna sosialita adalah informasi dari hasil interaksi yang dilakukan dengan lingkungan sosial dan pengalaman yang dimiliki, karena hal itu dinilai memberikan pengetahuan tentang makna sosialita bagi sosialita. Motif menjadi sosialita adalah ingin dikenal oleh banyak orang dengan status sosial yang tinggi, ingin eksis untuk kepentingan individual berupa bisnis, relasi dsb, serta ingin menjadi orang yang berpengaruh positif bagi orang lain. Pesan artifaktual yang digunakan adalah, penampilan dengan pakaian yang elegant dan diamond sebagai ciri khas sosialita. Pengalaman menjadi sosialita adalah bekerjasama dengan pihak tertentu dalam sebuah event party, launching sebuah brand dan geust star di acara event party. Selain itu membentuk organisasi yang bertujuan untuk kontribusi positif bagi lingkungan sosial. Kesimpulan penelitian adalah Konstruksi makna bagi kalangan sosialita saat ini di dasari oleh


(36)

nilai yang mereka tentukan secara subjektiv. Jadi, makna sosialita di artikan secara berbeda oleh setiap individul. Secara garis besar makna sosialita saat ini mengalami pergeseran, Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang terbatas.Saran peneliti adalah dengan segala keterbatasan pengetahuan yang kita miliki, kita harus bisa lebih cermat, kritis dengan semua apa yang kita terima dari luar diri kita. Walaupun semua pihak memberikan suatu yang sama belum tentu hal tersebut memiliki kebenaran yang utuh. Jadi kita harus lebih bijak dalam memahami suatu hal yang baru bagi kehidupan kita terutama tentang fenomena sosialita.

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Interpersonal

Meskipun komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi interpersonal juga mempunyai banyak definisi sesuai persepsi ahli-ahli komunikasi.

Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah (a) Spontan dan informal; (b) Saling menerima feedback secara maksimal; (c) Partisipan berperan fleksibel.

Littlejhon (1999) memberikan definisi komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi secara individu-individu. Agus M Hardjana mengatakan (2003:85), komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang,


(37)

dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung.

Pendapat senada dikemukakan oleh Deddy Mulyana (2008:81), bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.

Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Onong U. Effendy, 2003:30)

Dari pemahaman prinsip-prinsip pokok pikiran yang terkandung dalam berbagai pengertian tersebut, dapatlah dikemukakan pengertian yang sederhana, bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengen penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dikatakan terjadi langsung (primer) apabila pihak pihak yang terlibat komunikasi dapat saling berbagi informasi tanpa media. sedangkan komunikasi tidak langsung (sekunder) dicirikan oleh adanya penggunaan media tertentu (Suranto Aw, 2011:5)

Efektivitas komunikasi interpersonal dimulai mengemukakan lima yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi


(38)

interpersonal keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. (Devito, 1997:259-264)

1. Keterbukaan (openness)

Keterbukaan ialah dapat menerima masukan dari orang serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Hal ini tidak lah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, tetapi rela membuka diri ketika orang lain menginginkan informasi yang diketahuinya. Dengan kata lain, keterbukaan ialah kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri informasi yang biasanya disembunyikan, asalakan pengungkapan diri informasi tidak bertentangan dengan asas kepatutan, sikap keterbukaan ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi. Tidak berbohong dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenenarnya. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan, dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan dan arah, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.

2. Empati (empaty)

Empati ialah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandanya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain dapat merasakan apa yang disarakan orang lain, dan dapat memahami


(39)

sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain.

Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta mampu dan keinginan mereka. Dengan demikian empati akan menjadi filter agar kita memahami esensi setiap keadaan tidak semata mata berdasarkan cara pandang kita sendiri, melainkan juga menggunakan sudut pandang orang lain. Hakikat empati adalah :

a. Usaha masing masing untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain.

b. Dapat memahami pendapat, sukap dan perilaku orang lain. 3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu respon yang relevan adalah respon yang bersifat spontan dan lugas, buka respon bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptifnaratif, bukan bersifat evaluative. Sedangkan pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan.

4. Sikap positif (positiveness)

Sikap posiitif (positiveness) dintunjukan dalam bentuk sikap dan perilaku dalam bentuk sikap, maksudnya adalah bahwa pihak pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif,


(40)

bukan prasangkan curiga. Dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komnunikasi interpersonal, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. Sikap positif dapat ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku dan sikap antara lain :

 Menghargai orang lain

 Berpikiran positif terhadp orang lain

 Tidak menaruh curiga secara berlebihan

 Meyakini pentingnya orang lain

 Memberikan pujian dan pengharagaan

 Komitmen menjalin kerjasama 5. Kesetaraan (equality)

Kesetaraan (equality) ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak sama sama bernilai dan berharga dan saling memerlukan. Memang secara alamiah ketika dua orang berkomunikasi secara interpersonal, tidak pernah tercapai suatu situasi yang menunjukan kesetaraan atau kesamaan secara utuh diantara keduanya. Pastilah yang satu lebih kaya, lebih pintar, lebih muda, lebih berpengalaman, dan sebagainya. Namun kesetraraan yang dimaksud adalah berupa pengakuan atau kesadaran, serta kerelaan untuk menempatkan diri setara. Dengan demikian dapat dikemukakan indikator kesetraraan, meliputi :

 Menempatkan diri setara dengan orang lain


(41)

 Mengaku pentingya kehadirian orang lain

 Tidak memaksakan kehendak

 Komunikasi dua arah

 Saling memerlukan

 Suasana komunikasi akrab dan nyaman

Apa yang dikemukakan oleh Devito (1997: 259-264), komunikasi interpersonal dapat dikatakan mengemukakan lima yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi interpersonal. Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikan ini paling efektif mengubah sikap, pendapat atau prilaku seseorang komunikasi interpersonal bersifat dialogis artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif negatif berhasil atau tidak.

2.1.2.1Tujuan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan suatu action oriented, ialah suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal mempunyai 8 tujuan, antara lain (Suranto Aw, 2011:19) :

a. Mengungkapan perhatian kepada orang lain

Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk mengungkapkan perhatian kepada orang lain, dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum,


(42)

melambaikan tangan, membungkukan badan, menanyakan kabar kesehatan partner komunikasinya dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi interpersonal hanya dimaksudkan untuk menunjukan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin dan cuek.

b. Menemukan diri sendiri

Artinya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin mengetahui dan mengenali diri pribadi berdasasarkan informasi dari orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk berbicara tentang apa yang disukai dan apa yang dibenci. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, harapan maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenai jati diri atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.

c. Menemukan dunia luar

Dengan interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual. Dengan komunikasi interpersonal diperoleh informasi dan dengan informasi itu dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang sebelumnya tidak diketahui.


(43)

Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain oleh karena itu setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi interpersonal yang diabdikan untuk membangun dan memelihara sosial dengan orang lain.

e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan menggunakan media) dalam prinsip komunikasi ketika pihak komunikan menerima pesan atau informasi, berarti komunikan telah mendapat pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada dasarnya komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap pengalaman akan memberi makna tertentu terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sikap.

f. Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu

Ada kalanya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar mencari kesenangan atau hiburan, berbicara dengan teman mengenai acara perayaan hari ulang tahun, berdiskusi olahraga, bertukar cerita lucu adalah merupakan pembicaraan untuk mengisi dan menghabiskan waktu, disamping itu juga dapat


(44)

mendatangkan kesenangan, karena komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan. Yang penting dalam pikiran yang memerukan suasana rileks, ringan, dan menghibur dari semua keseriusan berbagai kegiatan sehari hari. g. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi

Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (miss communication) dan salah interpretasi (miss interprtation) yang terjadi antara sumber dan penerima pesan.

h. Memberikan bantuan (konseling)

Ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional, mereka untuk mengarahkan klien. Dalam kehidupan sehari-hari, di kalangan masyarakat pun juga mudah diperoleh.

2.1.2.2Proses Komunikasi Interpersonal

Proses komunikasi ialah langkah langkah yang menggambarkan terjadi kegiatan komunikasi. Proses komunikasi interpersonal, Menurut (Suranto Aw, 2011:19):

1. Keinginan berkomunikasi seorang komunikator mempunyai keinginan untuk berbagi gagasan dengan orang lain.

2. Encoding oleh komunikator, encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke dalam symbol-simbol, kata-kata dan sebagainnya sehingga komunikator


(45)

merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampainnya.

3. Pengirim pesan, untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki, komunikator memilih saluran komunikasi telephone, sms, e-mail, surat ataupun secara tatap muka. Pilihan atas saluran yang akan digunakan terebut bergantung pada karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang tersedia, kebutuhan tentang kecepatran penyampaian pesan dan karakteristik komunikan.

4. Penerima pesan. Pesan yang dikirim oleh komunikator telah diterima oleh komunikan.

5. Decoding oleh komunikan, merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata kata dan sbimbol symbol yang harus diubah ke dalam pengalaman– pengalaman yang mengandung makna, dengan demikian decoding adalah proses memahami pesan. Apabila semua berjalan lancar, komunikan tersebut menterjemahkan pesan yang diteima dari komunikator dengan benar, memberi arti yang sama pada simbol-simbol sebagaimana yang di harapkan oleh komunikator.

6. Umpan Balik, setelah penerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan respon atau umpan balik. Dengan


(46)

umpan balik ini seorang komunikator dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi, umpan balik kini biasanya juga merupakan awal dimulainya suatu siklsu proses komunikasi baru. Sehingga proses komunikasi berlangsung secara berkelanjutan.

Gambar 2.1 Proses Komunikasi

Sumber : Peneliti, 2014

Proses komunikasi interpersonal menujukan bawah berlangsung sebuah siklus artinya umpan balik yang diberikan oleh komunikan, menjadi bahan bagi komunikator untuk merancang pesan berikutnya. Proses komunikasi terus berlangsung secara interaktif timbal balik, sehingga komunikator dan komunikan dapat saling berbagi pesan.

2.1.2.3 Hambatan Komunikasi Interpersonal

Usaha kita untuk berkomunikasi secara memadai kadang kadang diganggu oleh hambatan tertentu, faktor-faktor yang menghambat efektivitas komunikasi interpersonal (Suranto Aw, 2011:86) :

Encoding oleh komunikator

Pengirim pesan

Penerima pesan

Decoding oleh komunikan Keinginan

Berkomunikasi

Umpan Balik


(47)

1. Kredibilitas komunikator rendah

Komunikator yang tidak berwibawa dihadapan komunikan, menyebabkan berkurangnya perhatian komunikan terhadap komunikator.

2. Kurang memahami latar belakang sosial dan budaya

Nilai-nila sosial budaya yang berlaku disuatu komunitas atau di masyarakat harus di perhatikan, sehingga komunikator dapat menyampaikan pesan dengan baik, tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan budaya yang berlaku. Sebaliknya, antara pihak pihak yang berkomunikasi perlu penyesuaian diri dengan kebiasaan yang berlaku.

3. Kurang memahami karakteristik komunikan

Karakteristik komunikan meliputi tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, kurang memahami, cara komunikasi yang dipilih mungkin tidak sesuai dengan karakteristik komunikan dan hal ini dapat menghambat komunikasi karena menimbulkan kesalah pahaman. 4. Prasangka buruk

Prasangka negatif antara pihak pihak yang terlibat komunikan harus di hindari karena dapat mendorong sikap yang apatis dan penolakan. 5. Verbalitas

Komunikasi yang hanya berupa penjelasan verbal berupa kata-kata saja akan membosankan dan menghamburkan komunikan dalam memahami makna pesan.


(48)

2.1.3. Tinjauan Tentang Konstruksi Realitas Sosial

Konstruksi sosial (social construction) merupakan teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Menurut kedua ahli tersebut, teori ini dimaksudkan sebagai satu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis), dan bukan sebagai suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu, teori ini tidak memfokuskan pada hal-hal semacam tinjauan tokoh, pengaruh dan sejenisnya, tetapi lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dari realitas sosialnya.

Menurut Berger realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subjeknya. Dengan demikian bahwa, realitas sosial secara objektif memang ada (seperti pada perspektif fungsional), tetapi maknanya berasal dari dan oleh hubungan subjek (individu) dengan dunia objektif (suatu perspektif interaksionis simbolik). Pandangan diatas sejalan dengan gagasan fenomenologi intersubyektif Schutz, karena mengisyaratkan adanya peran subyektif individu yang strategis dalam mengkonstruksi realitas. Posisi strategis individu seperti ini dipertegas kembali oleh Berger dan Luckmann dengan mengatakan bahwa individu merupakan produk dan sekaligus sebagai pencipta pranata social.

Bersama dengan Thomas Luckmann, Berger menuangkan pikiran tentang konstruksi sosial dalam buku berjudul The Social Construction of


(49)

Reality. Berger dan Luckmann dalam bukunya menyebutkan bahwa seseorang hidup dalam kehidupannya mengembangkan suatu perilaku yang repetitif, yang mereka sebut sebagai kebiasaan (habits). Kebiasaan ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Kebiasaan seseorang ini berguna juga untuk orang lain.

Masyarakat diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. (Paloma, 2000:308). Realitas sosial itu ada dilihat dari subjektivitas ada itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas social itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai kediriannya, namun juga dilihat dari mana kedirian itu berada, bagaimana dia menerima dan mengaktualisasikan dirinya, serta bagaimana pula lingkungan menerimanya (Bungin, 2008:82).

Dalam studinya, Bungin memaparkan :

“Ketika Berger dan Luckmann menjekaskan mengenai konstruksi sosial maka konstruksi sosial yang dimaksud adalah sebuah proses eksternalisasi, objektivitasi, dan internalisasi yang terjadi antara individu di dalam masyarakat. Ketiga proses diatas terjadi secara stimultan membentuk dialektika, serta menghasilkan realitas sosial berupa pengetahuan umum, konsep, kesadaran umum, dan wacana public. Dalam pandangan Berger dan Luckmann, konstruksi sosial itu dibangun oleh individu dan masyarakat secara dialektika. Konstruksi sosial itu ialah realitas sosial yang berupa realitas objektif, subjektif, maupun simbolis. Sedangkan materi realitas sosial itu adalah konsep-konsep kesadaran umum, dan wacana public”(Bungin, 2008:212).

Berger dan Luckmann, realitas sosial tidak berdiri sendiri melainkan dengan kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial tersebut memiliki makna ketika realitas


(50)

sosial tersebut dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger & Luckmann terdiri atas tiga bagian dasar yaitu :

1. Realitas Sosial Objektif

Realitas sosial objektif adalah gejala-gejala sosial yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan sering dihadapi oleh individu sebagai fakta. 2. Realitas Sosial Subjektif

Realitas sosial subjektif adalah realitas sosial yang terbentuk pada diri khalayak yang berasal dari realitas sosial objektif dan realitas sosial simbolik.

3. Realitas Sosial Simbolik

Realitas sosial simbolik adalah bentuk – bentuk simbolik dari realitas sosial objektif, yang biasanya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta isi media (Bungin, 2011 : 24)

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi

Dengan komunikasi, manusia mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi sosial dan mengembangkan kepribadiannya. Ilmu komunikasi merupakan ilmu sosial terapan dan bukan termasuk ilmu sosial murni karena ilmu sosial tidak bersifat absolut melainkan dapat


(51)

berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman. Hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak dan perilaku manusia, sedangkan perilaku dan tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan maupun perkembangan jaman.

2.1.4.1 Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi banyak dijelaskan oleh beberapa ahli komunikasi, diantaranya menurut Harorld Laswell (1972) dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society, dengan model komunikasinya, memberikan pengertian komunikasi dalam pernyataan : “who says to whom in what channel with what effect”. Komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan dari komunikator yang ditujukan kepada komunikan melalui media atau saluran yang menimbulkan efek tertentu. (Mohammad Zamroni, 2009:5)

Pengertian komunikasi lainnya bila ditinjau dari tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menyampaikan maksud hingga dapat mengubah perilaku orang yang dituju, menurut Dedy Mulyana sebagai berikut, komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain). (Mulyana, 2003:62)

Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang


(52)

berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi. Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito dalam Effendy adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi, unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intrapersonal, antarpersonal, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya. (Effendy, 2005 : 5)

Komunikasi merupakan aktivitas yang amat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan makhluk di dunia, terutama manusia. Karenanya, tidak salah apabila dikatakan bahwa sejarah komunikasi sama tuanya dengan sejarah umat manusia dan akan terus ada sampai akhir masa. Begitu pentingnya komunikasi bagi manusia, sehingga ada yang menyatakan bahwa tanpa komunikasi


(53)

kehidupan manusia tidak akan punya arti atau bahkan manusia tidak akan dapat bertahan lama.

2.1.4.2 Komponen-komponen Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yang di dalamnya terdapat unsur atau komponen. Menurut Onong Uchjana Effendy,

Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari :

(1)Komunikator (communicator)

Komunikator dan komunikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator sering juga disebut sebagai sumber atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder. Hafied Cangara dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi mengatakan bahwa: “Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga”. (Cangara, 2004:23).

(2)Pesan (message)

Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message, content, atau information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan


(54)

atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri. Cangara menjelaskan bahwa pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. (Cangara, 2004:23).

(3)Media (media)

Media dalam proses komunikasi yaitu, .Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. (Cangara, 2004:23). Media yang digunakan dalam proses komunikasi bermacam-macam, tergantung dari konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi antarpribadi misalnya, dalam hal ini media yang digunakan yaitu panca indera.

(4)Komunikan (communicant)

Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara. Selain itu, dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber. Cangara pun menekankan: “Kenalilah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu


(55)

peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi”. (Cangara, 2004:25).

(5)Efek (effect) (Effendy, 2005: 6)

Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan. Seperti dikemukakan oleh De Fleur yang mana selanjutnya dikutip oleh Cangara, masih dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi, pengaruh atau efek adalah perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. (De Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004:25). Oleh sebab itu, Cangara mengatakan bahwa pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. (Cangara, 2004: 25).

2.1.4.3 Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal. (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.


(56)

Jalaluddin Rakhmat mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.

Tata bahasa meliputi tiga unsur, yaitu :

 Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa.

 Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat.

 Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.

Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana, 2005), bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagi


(57)

gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

2.1.4.4 Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry dalam ruang A.Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencangkup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencangkup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain. (Deddy Mulyana, 2013:343)

Cara kita bergerak ketika berkomunikasi dengan orang lain didasarkan terutama pada respons fisik dan emosional terhadap rangsangan lingkungan. Karena itulah Edward T. Hall menamai bahasa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” (silent language) dan


(58)

“dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi. (Deddy Mulyana, 2013:344)

Menurut Mark L.Knapp :

“Istilah nonverbal biasanya digunakan melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertukis. Pada saat yang sma kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa nonverbal ini ditafsirkan melalui symbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidaj sungguh-sungguh bersifat nonverbal.” Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:

(1) Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

(2) Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers


(59)

(1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut:

a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tidak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objeknya baik atau buruk.

b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau lingkungan.

c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi.

d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.

(3) Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna. (4) Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan,

makna yang dapat disampaikan adalah:

a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif.

b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang


(60)

yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah.

c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur seseorang tidak berubah, maka mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

(5) Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak mengungkapkan keakraban dengan orang lain.

(6) Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.

(7) Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.

(8) Pesan sentuhan dan bau-bauan, alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi


(61)

tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

2.1.5 Tinjauan Tentang Perempuan

Menurut definisi perempuan berasal dari kata per-empu-an. Per itu berarti makhluk, Empu berasal dari kata Sansekerta yang berarti mulia, berilmu tinggi, pembuat suatu karya agung. Leluhur bangsa ini pun sudah memberikan makna dalam kata perempuan sebagai bentuk penghormatan tinggi kepada kaum wanita. Selain kecantikan namun dibalik semua itu perempuan di identikan sebagai manusia yang memiliki ketekunan, kerajinan, dan keuletan.

Kehadiran kaum perempuan dikehidupan ini sangatlah penting peranannya. Perempuan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, perempuan juga wajib bisa menjaga serta menjalankan kodratnya yang sebenarnya, perempuan merupakan sosok yang bermanfaat seperti dalam kehidupan yang positif. Akan tetapi perempuan juga tidak bisa sewenang-wenang lepas dari tanggung jawabnya sebagai kodrat perempuan yang cikal dan bakal sebagai seorang ibu untuk anak keturunannya, sebagai istri atas tanggung jawabnya terhadap suaminya,


(62)

dan sebagai wakil pemimpin di dalam rumah tangga, pengganti sementara peran suami saat suami dalam bertugas mencari nafkah.

Berkaca dari sejarah nasional, sejatinya peran seorang perempuan sangat penting dalam kehidupan ini. Khusus mengenai RA Kartini (1879-1904) di Jepara, Jawa Tengah dan Raden Dewi Sartika (1884-1947) di Bandung, Jawa Barat, keduanya mempunyai keinginan, ide, gagasan, dan usaha yang kuat untuk mewujudkan adanya pendidikan bagi kaum perempuan yang waktu itu dimarjinalkan oleh adat dan pemerintah (Hindia Belanda). Kedua tokoh pahlawan nasional tersebut memberikan inspirasi dan motivasi terhadap kemajuan perempuan Indonesia. Perempuan yang mempunyai andil dalam memajukan berbagai bidang yang positif.

Pada saat ini, perempuan telah mengalami kemajuan yang signifikan bila dibanding beberapa tahun ke belakang. Perempuan di zaman sekarang lebih maju dalam pola pikirnya, dan perempuan di zaman sekarang sudah banyak mengikuti trend dalam dunia modern. Dari segi teknologi sampai dengan fashion perempuan selalu bisa menjadi simbol yang indah dan sedap di pandang.

2.1.6 Tinjauan Tentang Tari

Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.

Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga


(63)

menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins: 1990, 2). Di sisi lain ditambahkan oleh La Mery bahwa ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.Untuk menjadi bentuk yang nyata maka Suryo mengedepankan tentang tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif (Meri, 1987:12). Dalam upaya merefleksikan tari kedua tokoh sejalan.

Media tari adalah gerak tubuh manusia. Melalui gerak tubuh manusia dipakai untuk mengungkapkan ide-ide, perasaan, dan pengalaman sang seniman kepada orang lain. Ciri khas gerak tari adalah gerak yang sudah diolah dari aspek tenaga, ruang, dan waktu.

Ada dua jenis tari, yakni tari tradisional dan tari non-tradisional. Hal yang termasuk tari tradisional Indonesia adalah tari primitif, tari rakyat, dan tari klasik. Ketiga jenis tari ini tujuan upacara, hiburan, dan tontonan Sedangkan yang termasuk dalam jenis tari non-tradisional adalah tari kreasi baru, tari modern, dan tari kontemporer. Ciri khas tari kreasi baru adalah tari tradisional yang diperbaharui. Ciri khas tari modern dan tari kontemporer adalah penemuan baru dalam hal tema, bentuk, dan penyajian tari.

Wujud tari modern dan tari kontemporer Indonesia biasanya merupakan gabungan dari unsur-unsur budaya setempat dengan unsur budaya dunia. Ada pula yang sepenuhnya menampilkan unsur budaya dunia. Ciri khas tari kontemporer Indonesia adalah menyajikan tema,


(64)

bentuk yang sedang terkenal, sedang menjadi sorotan saat ini. Jika tari kontemporer cirinya menyajikan tema dan bentuk yang sedang terkenal, sedang menjadi sorotan saat ini, namun tari modern belum tentu menyajikan tema dan bentuk yang sedang terkenal saat ini.

Peranan seni tari untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia adalah dengan melalui stimulan individu, social dan komunikasi. Oleh karena itu tari dapat berperan sebagai pemujaan, sarana komunikasi, dan pernyataan batin manusia dalam kaitannya dengan ekspresi kehendak. Secara garis besar fungsi tari ada empat antara lain :

(1) Tari sebagai upacara

Fungsi tari sebagai sarana upacara merupakan bagian dari tradisi yang ada dalam suatu kehidupan masyarakat yang sifatnya turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sampai masa kini yang berfungsi sebagai ritual. Tari sebagai sarana upacara pada umumnya bersifat sakral dan magis. Sedangkan upacara dalam kehidupan kita di Indonesia debedakan menjadi dua yaitu :

a) Upacara Keagamaan b) Upacara Adat / Tradisi

Tari yang digunakan sebagai sarana upacara keagamaan biasanya bersifat sakral, sedangkan tari yang digunakan untuk upacara adat / tradisi bersifat magis, dimana pada saat menari ada kekuatan bawah sadar sehingga penari mengalami trance (tidak sadar diri) hingga muncullah kekuatan lain yang diluar kemampuan manusia, misalnya


(65)

penari menjadi kebal atau tahan senjata, beling, api dan melakukan tingkah laku yang sebelumnya tidak biasa dilakukan oleh penari itu, misalnya bisa mengusir roh jahat, mengobati penyakit dan kemampuan penari tersebut dari aliran putih melindungi serta keselamatan masyarakat pendukungnya.

(2) Tari sebagai sarana hiburan

Salah satu bentuk penciptaan tari ditujukan hanya untuk di tonton. Tari ini memiliki tujuan hiburan pribadi lebih mementingkan kenikmatan dalam menarikan.

(3) Tari sebagai sarana pertunjukkan

Tari pertunjukkan adalah bentuk momunikasi sehingga ada penyampai pesan dan penerima pesan. Tari ini lebih mementingkan bentuk estetika dari pada tujuannya. Tarian ini lebih digarap sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.1

Secara selintas bahwa tari atau karya tari merupakan jalinan yang menyatu luluh antara isi (inner dance) dengan bentuk (obsevede dance). Dengan kata lain, bahwa menjelmanya sebuah karya tari adalah adanya dua kekuatan yang saling mengusung keutuhannya, yaitu bentuk tarian sebagai eksternal tari atau kekuatan yang bisa ditangkap dengan pikiran dan rasa. Oleh karena itu, Sal Murgitanto mengatakan, bahwa karya seni yang sesungguhnya baru lahir bilamana pengalaman “inner” dan “outer” ini terpadukan secara organis (1982:9). Apabila hal ini dikaitkan dengan

1


(1)

tahun lamanya dan dianut oleh lingkungan sosial dimana mereka berasal dijadikan sebagai aturan atau kebiasaan di dalam setiap tindakan keseharian penari.

4.3.2 Motif dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung

Motif yang dipergunakan dalam memaknai perempuan bagi penari tari topeng puteri, motif yang dipergunakan ini berorientasi motif “agar” dan motif “karena”. Motif seseorang dapat menggambarkan bagaimana ia akan berperilaku selama menjadi penari. Motif juga menentukan apa yang akan dicari dan apa yang akan didapat selama menjadi penari. Motif membuat seorang penari tari topeng puteri ingat tujuannya untuk menari. Dengan adanya motif, setiap penari tari topeng puteri dapat mencapai tujuan menarinya dengan jelas.

Berbagai alasan yang mendorong informan menjadi seorang penari, seperti yang telah disebutkan diatas motif dikategorikan menjadi motif “agar” yang berorientasikan pada masa kini, dan motif “karena” yang berorientasikan pada masa lalu. Dalam kajian fenomenologi Schutz mengatakan bahwa sulit untuk menemukan motif dari seseorang secara pasti. (Engkus Kuswarno, 2013:149)

Di sisi lain terdapat motif masa kini, penari masa kini tentu akan mengorientasikan sosok perempuan di masa kini yang kekinian. Ciri-ciri penari yang mengorientasikan pada masa kini dapat terlihat dari kehidupannya sehari-hari, alasan yang diberikan informan mengenai


(2)

makna perempuan pun sangat sederhana karena berpandangan pada jangka pendek yang terjadi atau yang dialami pada saat itu saja.

Motif masa kini menunjukan bahwa penari memaknai perempuan dalam tari topeng puteri atas dasar kepentingan kekinian, kepentingan jangka pendek, dan keseharian. Alasan mereka dalam memaknai perempuan saat ini lebih karena mengikuti perkembangan jaman yang ada saat ini, pernyataan mereka mengenai sosok perempuan berorientasi pada hal-hal yang terjadi pada kehidupan mereka saat ini.

Pada sisi lain motif masa lalu yang dimiliki oleh penari dalam memaknai perempuan terdorong dari tradisi atau kebiasaan yang memang sudah berlangsung sebelumnya dalam kehidupan penari tersebut. Tradisi tersebut berkembang di dalam keluarganya, mereka terbisa untuk mengajak dan mengajarkan bagaimana kehidupan seorang perempuan sebagai mana seharusnya.

Alasan suatu motif untuk menetapkan bagaimana penari itu memaknai perempuan dalam tari topeng puteri, dapat terbagi menjadi motif dari masa lalu dan masa kini. Ketika penari memilih dan menentukan bahwa kejadian di masa lalu yang menyebabkan bagaimana ia memahami seorang perempuan dalam kehidupan kehariannya, maka motif tersebut disbut motif karena. Akan tetapi ketika penari memilih untuk memaknai seorang perempuan dengan alasan untuk kebutuhan segala sesuatu keperluan hari ini dalam waktu yang relative pendek disebut motif agar.


(3)

Pada sisi yang sama motif ini mendorong merekan untuk melakukan tindakan dalam keseharian penari yang beragam. Diantaranya ada yang menyebutkan bahwa perempuan itu penuh kelembutan, keibuan, dllnya. Berdasarkan sebutan yang penari berikan dalam memaknai perempuan bagi dirinya sendiri, penari melakukan tindakan.

4.3.3 Pengalaman menjadi penari tari topeng puteri di Sanggar Seni Rengkak Katineung Bandung

Pengalaman menjadi penari khususnya menjadi tari topeng puteri akan memberikan pengetahuan bagi kehidupan sehari-hari penarinya sendiri. Pengalaman penari menarikan tari topeng puteri dapat terbagi menjadi pengalaman positif dan pengalaman negatif. Setiap pegalaman (baik positif maupun negatif) yang di dapatkan oleh penari, hendaknya dapat membawa dampak bagi kehidupan seorang penari.

Pengalaman yang di dapatkan oleh penari tari topeng puteri pada saat tertentu atau berbagai pengalaman yang dialaminya selama menjadi penari tari topeng puteri, yang juga pengalaman yang berasal dari orang lain. Ketika penari melakukan interaksi dalam kehidupan sehari-harinya dengan orang lain, penari bukan hanya menginterpretasikan pengalaman pribadi yang dialaminya sendiri, namun penari menginterpretasikan pengalaman orang lain yang dilihat atau diceritakan kepadanya.

Pengalaman tersebut dilihat dari cerita informan dan juga dilihat dari interaksi penari sebagai informan dengan orang lain dilingkungan kehidupan penari.


(4)

Pengalaman positif yang lebih banyak didapatkan oleh penari setelah bergabung dengan sanggar dan menjadi seorang penari tari topeng puteri, bagaimana pengetahuannya mengenai satu tarian atas pesan yang terdapat pada tarian tersebut memberikan pemahaman bagi penari mengenai perempuan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Jadi, secara keseluruhan menurut pengakuan para informan mengenai konstruksi makna perempuan dalam tari topeng puteri bagi penari sanggar Rengkak Katineung ini ditentukan oleh nilai sosial yang ada pada kehidupan penari tari topeng puteri, motif dalam memaknai perempuan pada tari topeng puteri yang berdasal dari moif masa lalu, dan masa kini, selain itu juga berdasarkan pengalaman sebagai penaru tari topeng puteri karena dengan ini akan memberikan pengetahuan mengenai makna perempuan yang diperoleh dari apa yang dialami penari selama menarikan tari topeng puteri. Makna perempuan yang dikonstruksikan oleh penari di sanggar Rengkak Katineung memiliki perbedaan, hal itu tergantung kepada faktor pengalaman yang dimiliki mereka dan situasi lingkungan dari penari itu sendiri. Makna perempuan yang dimiliki oleh penari cenderung mengalami menyempitan hal ini karena penari hanya mengetahui makna perempuan dalam tari topeng menggambarkan sosok perempuan dahulu, tanpa mengetahui secara terperinci dengan jelas mengenai makna perempuan pada tarian yang mereka kuasai.

2. Dalam tari topeng puteri memiliki pandangan yang meletakan nilai-nilai sosial sebagai acuan utama dalam hal melakukan aktivitas, namun pada penari tari


(5)

topeng puteri itu sendiri nilai-nilai sosial yang ada pada tari topeng tidak dijadikan acuan di dalam kesehariannya.

3. Motif anggota Sanggar Rengkak Katineung bergabung dengan sanggar rengkak katineung dapat dikategorikan menjadi motif “agar” dan motif “karena”. Motif seseorang dapat menggambarkan bagaimana ia akan berperilaku selama menjadi anggota, motif juga menentukan apa yang akan dicari dan apa yang akan didapat selama menjadi anggota. Motif membuat seseorang anggota selalu ingat tujuannya untuk menjadi seorang penari. Dengan adanya motif, setiap penari di sanggar Rengkak Katineung dapat mencapai tujuan dengan jelas, motif seseorang bergabung dengan suatu sanggar seni tradisional adalah karena didorong oleh keinginan untuk mengenal dan melestarikan budaya tradisi yang telah ada karena di dorong oleh keinginan untuk ikut terlibat dalam melestarikan seni tradisional, keinginan ini bisa dibuktikan dengan terlibatnya mereka dalam suatu sanggar seni, dan ikut mempelajari kesenian yang ada khususnya pada seni tari.

4. Pengalaman menjadi penari tari topeng juga dapat dibedakan menjadi pengalaman positif dan pengalaman negativ. Setiap pengalaman (baik positif maupun negativ) yang di dapatkan oleh penari tari topeng selama bergabung dengan sanggar Rengkak Katineung yang pada akhirnya dapat membawa dampak positif bagi kehidupan penari di sanggar Rengkak Katineung.


(6)

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Jaeni, 2012, Komunikasi Estetik Menggagas Kajian Seni dari Peristiwa Komunikasi Pertunjukan, PT. Penerbit IPB Press, Bogor.

Kuswarno, Engkus M.S, 2013, Fenomenologi Kosepsi, Pedoman, Dan Contoh Penelitian, Widya Padjadjaran, Bandung.

Mulyana, Deddy, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rusliana, Iyus, 2008, Penciptaan Tari Sunda Gagasan Global Bersumber Nilai-Nilai Lokal, Etnoteater Publisher Bandung.

Widjaya, A. Sumiarto, “Benjang, Dari Seni Terebangan Ke Bentuk Seni Bela diri Dan Pertunjukan”, CV Wahana Iptek, Bandung.

INTERNET

https://Anwarabdi.Wordpress.Com/Tag/Manusia-Sebagai-Makhluk-Sosial/

http://Eituzed.Blogspot.Com/2012/11/Manusia-Makhluk-Sosial.Html

http://Shofisme.Wordpress.Com/2013/04/21/Perempuan-Dan-Wanita/

http://dhianshopfashion.blogspot.com/2012/09/karya-tulis-ilmiah-pengaruh-modernisasi.html


Dokumen yang terkait

Konstruksi Makna Peringatan Konferensi Asia Afrika Bagi Korps Relawan Bandung Spirit Di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Peringatan Konferensi Asia Afrika Ke 60 Bagi Korps Eralawan Bandung Spirit Di KOta Bandung)

0 10 11

Konstruksi Makna ngopi (Studi Fenomenologi Tentang KOnstruksi Makna Ngopi Di Kalangan Mahasiswa Kota Bandung)

0 4 1

Konstruksi Makna Uang Jemputan Dalam Adat Pernikahan di Pariaman Bagi Mahasiswi Asal Pariaman di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Uang Jemputan Dalam Adat Pernikahan di Pariaman Bagi Mahasiswi Asal Pariaman di Kota Bandung)

0 4 1

Konstruksi Makna Nebeng (Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Makna Nebeng Bagi Komunitas Nebengers di Kota Bandung)

0 2 1

Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat (Studi Deskriptif Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian tari Topeng Cirebon di Jawa Barat)

18 436 107

Konstruksi Makna Sosialita bagi Kalangan Sosialita di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Makna Sosialita Bagi Kalangan Sosialita Di Kota Bandung)

2 41 117

Makna Pesan Dalam Tari Saman (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Makna Pesan Dalam Tari Saman

0 59 148

KONSTRUKSI MAKNA PUTERI INDONESIA.

0 0 2

TARI TOPENG KLANA PRAWIROSEKTI (Tinjauan Koreografis dan Makna Simbolis).

1 37 423

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA SENI TARI TOPENG BENJANG DI SANGGAR SENI RENGKAK KATINEUNG KECAMATAN UJUNGBERUNG - repository UPI S SDT 1105197 Title

0 0 3