Profil Keluarga Dampingan GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

Bapak I Gede Sukanada juga pernah menerima bantuan bedah rumah dari pemerintah. Tapi, bantuan bedah rumah tersebut digunakan untuk membangun rumah Ibunya yang sekarang ini ditinggali oleh keluarga Bapak I Gede Sukanada. Dilihat dari segi perekonomian keluarga Bapak I Gede Sukanada dapat dikatakan ke dalam keluarga pra-sejahtera dan pendapatannya hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap harinya, keluarga Bapak I Gede Sukanada tinggal di rumah dan tanah milik Ibunya. Rumah keluarga Bapak I Gede Sukanada terdiri dari 3 ruangan, yaitu 2 kamar tidur dan 1 ruang tamu. Sementara dapur dan kamar mandi berada di luar rumah, untuk kamar mandinya sendiri keluarga Bapak I Gede Sukanada menggunakan kamar mandi bersama dengan keluarga lainnya yang tinggal di dalam satu pekarangan. Jika dilihat dari segi fisik, bangunan tempat tinggal dari keluarga Bapak I Gede Sukanada sudah dapat dikategorikan layak untuk ditempati. Sumber listrik yang dipakai oleh keluarga I Gede Sukanada berasal dari listrik PLN yang meterannya menjadi satu dengan keluarga lainnya yang tinggal di satu pekarangan. Untuk memasak keluarga ini menggunakan gas sebagai bahan bakar utama. Sumber air yang digunakan berasal dari bak air yang mana setiap harinya keluarga ini harus mengambil sendiri air dari bak air tersebut. Penggunaan sember air yang diambil langsung dari bak air tersebut tidak dipungut biaya.

1.2 Ekonomi Keluarga Dampingan

Salah satu indikator dari standar tingkat kesejahteraan dari suatu keluarga adalah tingkat ekonomi yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Tujuan dari mengukur tingkat kesejahteraan adalah untuk melihat dan mengidentifikasi sumber penghasilan yang dimiliki oleh keluarga dampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam aspek ekonomi keluarga dampingan akan dibahas mengenai indikator-indikator utama penggunaan dana dari keluarga dampingan. Adapun indikator yang dibahas pada aspek ekonomi yaitu, pendapatan keluarga sebagai sumber pemasukan serta pengeluaran dari keluarga Bapak I Gede Sukanada.

1.2.1 Pendapatan Keluarga

Pekerjaan utama dari Bapak I Gede Sukanada adalah sebagai seorang buruh bangunan. Namun, karena pekerjaannya sebagai buruh bangunan sering tidak menentu, Bapak Sukanada juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu bekerja di kebun dan merawat sapi. Kebun tersebut merupakan milik dari orantua Bapak I Gede Sukanada dan ditanami beberapa tanaman seperti tembakau, kopi, dan markisa. Sapi yang dirawat oleh Bapak I Gede Sukanada adalah milik orang lain. Selama merawat sapi tersebut Bapak I Gede Sukanada akan mencari rumput yang selanjutnya akan diberikan sebagai makanan untuk sapi. Penghasilan Bapak I Gede Sukanada per bulannya bisa dikatakan tidak tetap atau tidak menentu. Setiap harinya rata-rata pendapatan dari Bapak I Gede Sukanada adalah sebesar Rp 80.000 per hari. Dari pekerjaannya sebagai seorang buruh bangunan, Bapak I Gede Sukanada dibayar sebesar Rp 80.000 per harinya. Tapi tidak setiap hari Bapak I Gede Sukanada dapat bekerja sebagai buruh bangunan karena beliau harus mengikuti kegiatan upacara adat. Bapak I Gede Sukanada juga tidak bisa bekerja sebagai buruh bangunan setiap bulannya, hanya pada saat ada proyek saja baru ia bisa bekerja sebagai buruh bangunan. Selain sebagai buruh bangunan, Bapak I Gede Sukanada juga bekerja di kebun dan merawat sapi. Kebun satu hekter tersebut ditanami oleh tanaman kopi, tembakau, dan juga markisa. Saat panen tembakau tiba, Bapak I Gede Sukanada dapat menjual tembakau sebesar Rp 400.000-500.000 per 50 bungkus tembakau yang dikeringkan. Harga tersebut dapat menurun apabila kualitas tembakaunya tidak terlalu bagus. Kualitas tembakau sangat dipengaruhi oleh cuaca, apabila cuacanya tidak terlalu bagus misalnya saat hujan kualitas tembakau akan menurun karena para petani tembakau kesulitan mengeringkan tembakaunya. Sementara untuk kopi, Bapak I Gede Sukanada menjual kopi tersebut kepada pengepul tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Jadi, kopi tersebut dijual masih dalam bentuk buah. Untuk buah kopi yang berwarna merah per kilonya dijual dengan harga Rp 7.000- 8.000 per kilonya, sementara untuk buah kopi yang masih berwarna hijau dijual seharga Rp 4.000 per kilonya. Dalam satu kali panen, buah kopi yang berhasil dipetik mencapai 200 kilogram dan panen dilakukan setiap 1 tahun sekali.