a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
b. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari Negara. Tetapi
narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan.
c. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan. d.
Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk ke dalam lembaga.
e. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu luang atau hanya diperuntukkan kepentingan jabatan atau kepentingan negara sewaktu saja.
f. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya Lembaga
Pemasyarakatan yang kondusif Untuk Indonesia, program pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan
sebaiknya direncanakan sesuai dengan kebutuhan serta juga menampung minat dan aspirasi narapidana. Bagi pelaksanaannya, diperlukan bantuan para
pakar dari berbagai bidang ilmu seperti : psikologi, kerja sosial, psikiatri, kriminologi dan pendidikan.
Empat hal yang memperlambat terciptanya Lembaga Pemasyarakatan yang kondusif dan efektif sebagai institusi pembinaan. Faktor tersebut adalah :
a. Masih adanya ambivalensi criminal policy
b. Struktur sosial Lembaga Pemasyarakatan
c. Sumber daya manusia petugas Lembaga Pemasyarakatan
d. Program dan strategi pembinaan
e. Reaksi masyarakat
4. Klien Pemasyarakatan
Menurut Undang-undang momor 12 tahun 1995 pasal 1 angka 9 yang dimaksud dengan Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada di
bawah bimbingan Balai Pemasyarakatan BAPAS. a.
Terpidana Bersyarat b.
Narapidana, anak pidana, dan anak negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas.
- Narapidana
Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan LAPAS
- Anak Pidana
Anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan LAPAS
5. Efektifitas sanksi pidana sebagi sarana penanggulangan kejahatan
Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh penegak hukum dalam hal ini hakim, para pihak tidak ada yang menggunakan upaya hukum baik banding,
kasasi atau upaya hukum yang lain. Sanksi pidana sebagai alat untuk mencapai tujuan, maka harus digunakan dengan sebaik-baiknya tidak asal
memutus atau selektif.
Berkaitan dengan efektifitas terutama hukum. Soerjano Soekanto berpendapat yang intinya bahwa efektifitas hukum mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan usaha-usaha yang dilakukan, agar hukum yang diterapkan benar-benar hidup dalam masyarakat. Selanjutnya ditegaskan
pula, bahwa di samping benar-benar hidup dalam masyarakat, maka hukum harus mampu menunjang penyelesaian kkonflik yang terjadi dalam
masyarakat.
Untuk mengetahui suatu sanksi pidana dikatakan efektif perlu ditetapkan terlebih dahulu atau ditentukan kriteria untuk mengukur efektifitas
suatu sanksi pidana. Tujuan yang harus dijadikan tolok ukur adalah aspek- aspek tujuan pemidanan, maka suatu sanksi pidana dikatakan efektif apabila
bisa mencapai tujuan untuk perlindungan pada masyarakat dan memperbaiki pelaku tindak pidana. Untuk mewujudkan suatu sanksi pidana itu efektifitas
sanksi pidana perlu dirumuskan atau diformulasikan secara baik, cermat, dan tepat dalam Undang-undang dan didasarkan pada sanksi pidana dalam hukum
pidana induk KUHP. Baik cermat dan tepat mempunyai arti, bahwa sanksi pidana yang dirumuskan atau diformulasikan sesuai dengan situasi dan kondisi
dari negara dan masyarakat yang bersangkutan.
Dilihat sebagai suatu kesatuan proses, efektifitas sanksi pidana dalam tahap penetapan oleh pembuat Undang-undang sangat menentukan atau juga
disebut sebagai tahap kebijakan legislatif yang paling strategis. Pemilihan berbagai alternatif untuk memperoleh pidana mana yang dianggap paling baik,
tepat, berhasil atau efektif. Setidak-tidaknya perumusan sanksi pidana di dalam Undang-undang yang kurang tepat dapat menjadi faktor timbulnya dan
berkembangnya kriminalitas
Di samping itu dimaksudkan pula untuk membatasi para penegak hukum dalam menggunakan sarana berupa sanksi pidana yang telah
ditetapkan. Para penegak hukum tidak boleh menggunakan sanksi pidana yang tidak lebih dahulu ditetapkan oleh pembuat Undang-undang, sebab ini akan
bertentangan dengan asas yang sangat fundamental dalam hukum yaitu asas legalitas. Untuk menetapkan aktifitas sanksi pidana perlu dirumuskan dalam
ketentuan umum, sehingga para penegak hukum dpaat mengerahui secara jelas. Perumusan secara jelas dalam ketentuan umum berarti tidak harus
dirumuskan secara sendiri-sendiri di dalam setiap delik. Seperti contoh perumusan pedoman pemidanaan dalam konsep RUU KUHP Baru. Hal itu
dipandang suatu rumusan yang efektif namun juga merupakan perumusan yang jelas.
Penetapan sanksi pidana secara jelas dan baik dalam ketentuan umum atau dalam Buku I dikatakan efektif, apabila mampu memberikan pedoman
dan batasan kepada para penegak hukum. Hal itu dapat dilihat, misalnya
dalam konsep RUU KUHP Baru telah diberikan tujuan pemidanaan, dan pedoman pemidanaan yang terdapat pada Pasal 51 sampai dengan Pasal 57
dalam konsep tahun 19911992. a.
Efektifitas Sanksi Pidana Tahap Pemberian Pidana Oleh Pengadilan Bahwa secara konkret efektifitas sanksi pidana dapat dilihat setelah
adanya penerapan sanksi pidana atau pemberian pidana oleh pengadilan dalam hal ini adalah hakim. Pemberian pidana dalam arti konkret terletak
pada kebijakan hakim sesuai dengan penetapan sanksi pisana dalam Undang-undang. Mengkaitkan masalah pemberian pidana ini dengan
adanya perkembangan kriminalitas maka permasalahannya harus dikembalikan pada konsep rasionalitas dari mekanisme kebijakan
penanggulangan kejahatan
b. Efektifitas Pelaksanaan Sanksi Pidana
Efektifitas sanksi pidana dalam pelaksanaan lebih menyangkut orang atau pelaku tindak pidana yang telah diberikan atau dijatuhkan oleh
hakim betul-betul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Sanksi pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan, apabila telah
diberikan pada pelaku tindak pidana terdakwa, maka pelaksanaan sanksi pidana harus betul-betul dilaksanakan.
BAB III HASIL DAN PENELITIAN
A.
Efektivitas Hakim Pengawas dan Pengamat dalam Pembinaan Narapidana
Hakim Pengawas dan Pengamat Pengadilan Negeri Klaten ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri Klas IB Klaten berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Pengadilan Negeri Klas IB Klaten tentang Penunjukan Hakim Pengawas dan Pengamat.
Peran hakim pengawas dan pengamat terhadap pelaksanaan putusan pengadilan adalah untuk mengawasi putusan pengadilan yang dilakukan oleh
jaksa di Lembaga Pemasyarakatan, dalam hal ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klaten, dan juga mengadakan pengamatan demi kepentingan
pemidanaan yang akan datang. Hakim pengawas dan pengamat di Pengadilan Negeri 1B Klaten yang ditunjuk berjumlah satu orang, dengan ruang lingkup
tugas di dalam wilayah yuridiksi Pengadilan Negeri Klas IB Klaten yaitu di Lembaga Pemasyarakatan Klaten.
Hakim pengawas dan pengamat berkedudukan sebagai pembantu ketua pengadilan negeri dalam melaksanakan tugasnya untuk mengawasi dan
mengamati pelaksanaan putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana penjara atau kurungan di Lembaga Pemasyarakatan Klaten.
Tugas khusus yang dibebankan kepada hakim pengawas dan pengamat ini tidak hanya terhadap narapidana yang berada di dalam lembaga
pemasyarakatan, tetapi juga diperluas hingga meliputi narapidana yang telah selesai menjalankan pidananya.
Tugas hakim pengawas dan pengamat adalah terdiri dari tugas pengawasan dan pengamatan. Tugas pengawasan lebih ditujukan pada jaksa
dan petugas lembaga pemasyarakatan, sedangkan tugas pengamatan ditujukan pada masalah pengadilannya sendiri sebagai bahan penelitian bagi
pemidanaan yang akan datang.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan ini hendaknya hakim pengawas dan pengamat menitik beratkan pengawasan antara lain pada apakah
jaksa telah menyerahkan terpidana kepada lembaga pemasyarakatan tepat pada waktunya, apakah masa pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan benar-
benar dilaksanakan secara nyata dalam praktek oleh kepala lembaga pemasyarakatan dan apakah pembinaan terhadap narapidana benar-benar
manusiawi sesuai prinsip-prinsip pemasyarakatan, yaitu antara apakah narapidana memperoleh hak-haknya sepanjang persyaratan-persyaratan
prosedural sesuai sistem pemasyarakatan telah terpenuhi misalnya pemberian asimilasi, remisi, lepas bersyarat dan lain-lain.
a.
Tugas Pengamatan, meliputi: 1
Mengumpulkan data-data tentang perilaku narapidana 2
Mengadakan evaluasi mengenai hubungan antara perilaku narapidana tersebut dengan pidana yang dijatuhkan
b. Menyusun laporan hasil pengawasan dan pengamatan
Data-data yang telah terkumpul dari pelaksanaan tugas-tugas hakim pengawas dan pengamat tersebut kemudian diperinci dan dibuat laporan
secara tertulis untuk dilaporkan kepada ketua pengadilan negeri. Laporan hakim pengawas dan pengamat tersebut dibuat setiap 6 enam bulan
sekali. Dari laporan yang disampaikan oleh hakim pengawas dan pengamat selanjutnya ketua pengadilan negeri meneruskan laporan
tersebut pada hakim-hakim yang telah memutus perkara narapidana yang bersangkutan
Metode yang digunakan dalam melakukan pengawasan dan pengamatan adalah metode edukatif persuasif yang ditunjang oleh azas
kekeluargaan.Metode ini sangat efektif karena hakim pengawas dan pengamat bisa mengetahui secara jelas dan data setiap perkembangan yang
terjadi pada setiap narapidana sehingga hakim pengawas dan pengamat bisa secepatnya memberikan solusi terhadap setiap permasalahan yang
timbul.
Dalam hal seorang narapidana setelah menjalani pidananya kemudian dipindah ke lembaga pemasyarakatan lain, maka wewenang
pengawasan dan pengamatannya berpindah ke hakim pengawas dan pengamat di pengadilan negeri dalam daerah hukum mana lembaga
pemasyarakatan itu berada.
Pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat terhadap narapidana yang telah selesai menjalani pidananya atau terpidana yang
dijatuhi pidana bersyarat sedapat mungkin dilaksanakan dengan kerjasama dengan aparat pemerintah desa kepala desa atau lurah, sekolah-sekolah,
pejabat-pejabat agama, yayasan-yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang sudah biasa membantu pembinaan bekas narapidana, seperti
perhimpunan-perhimpunan reklasering yang terdapat di beberapa kota- kota besar, balai BISPA, direktorat rehabilitasi tuna susila jenderal
rehabilitasi dan pelayanan sosial departemen sosial.
2
Contoh sampling : Sampling II
Nama : M. Arief Awalur Romadhon
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dk. Meger Baru Ds. Meger, Kec.
Ceper, Kab. Klaten. Agama
: Islam Tempat perkara diputus
: Pengadilan Negeri Klas IB Klaten Tanggal putusan
: 19 – 1 – 2006 Lamanya pidana
: 2 dua tahun 1 satu bulan penjara Delik yang dilanggar
: Pasal 287 jo Pasal 64 1 KUHP
2
Wawancara Bp. Danang Widodo, S.Sos. NIP. 040039007 di Lembaga Pemasyarakatan Klaten sebagai Pelaksana Harian Kepala Seksi Binaan Anak Didik dan Kegiatan PLH.KASI BINADIK
dan GIATJA pada hari Senin, tanggal 11 Desember 2006, jam 10.00 WIB.
Tanggal mulai berada dalam LP : 24 – 1 – 2006 Tugas terakhir dari Hakim Pengawas dan Pengamat Pengadilan Negeri
Klas IB Klaten adalah menyusun Laporan Pengawasan dan Pengamatan. Adapun Laporan Hakim dan Pengawas di Pengadilan Negeri Klas IB
Klaten yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klaten, terdiri dari sampling I Triwiyono, sampling II M. Arief Awalur Romadhon a.l. Bogas,
sampling III Sarwatya Singgih Hoetama dan sampling IV Suwarno Harno Pratomo dituangkan ke dalam formulir L1 – B7 dan untuk formulir 9 di
Pengadilan Negeri Klas IB Klaten tidak dipergunakan.
Ketua Pengadilan Negeri meneruskan laporan tersebut kepada hakim yang telah memutus perkara narapidana yang bersangkutan agar dapat mereka
ketahui hal-hal yang berkaitan dengan putusan mereka. Dalam melakukan tugas pengawas dan pengamatan tersebut, hakim pengawas dan pengamat
tidak melaksanakannya setiap hari, melainkan secara berkala atau sewaktu- waktu. Hal ini sesuai dengan pasal 2871 KUHAP. Mengingat keterbatasan
jumlah hakim pengawas dan pengamat bila dibanding dengan jumlah narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klaten, maka narapidana
yang ada tidak bisa secara keseluruhan diawasi dan diamati oleh hakim pengawas dan pengamat, tetapi cukup diambil dengan cara sampel saja,
misalnya diambil satu orang narapidana dalam satu blok.
B. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Oleh Hakim Pengawas dan