MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR

  

MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR KREATIF SISWA

DALAM BELAJAR MATEMATIKA

  Tatag Yuli Eko Siswono Jurusan Matematika FMIPA UNESA

  Kemampuan berpikir kreatif perlu dikembangkan karena pada standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika dijelaskan perlunya kemampuan tersebut. Kenyataannya, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Kekurangan dalam memperhatikan kemampuan berpikir kreatif tidak sepenuhnya karena ketidakpedulian atau ketidakmauan guru, tetapi karena referensi strategi pembelajaran maupun tugas-tugas yang mendorong kemampuan itu belum diketahui. Untuk itu pada makalah ini akan dijelaskan bagaimana merancang tugas (masalah-masalah) yang mendorong kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika. Tugas yang dirancang menekankan pada pemecahan dan pengajuan masalah.

  Kata Kunci: berpikir kreatif, pemecahan masalah, pengajuan masalah, kefasihan, fleksibilitas, kebaruan

  PENDAHULUAN

  Kemampuan berpikir kreatif semakin diperlukan untuk masa mendatang, karena tuntutan perkembangan teknologi dan informasi, serta semakin terbatasnya sumber daya alam dan kompleksitas masalah sosial. Dengan terasahnya kemampuan tersebut akan mendorong suatu solusi-solusi dalam menghadapi kehidupan nyata. Hal itu merupakan tugas pendidikan termasuk pendidikan matematika. Kenyataannya, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu kemampuan berpikir kreatif sebenarnya melibatkan kemampuan berpikir lainnya.

  Kekurangan dalam memperhatikan kemampuan berpikir kreatif tidak sepenuhnya karena ketidakpedulian atau ketidakmauan guru, tetapi karena referensi strategi pembelajaran maupun tugas-tugas yang mendorong kemampuan itu dalam matematika belum diketahui.

  Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.

  Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efesien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan. Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Selain ketiga jenis berpikir tersebut terdapat jenis berpikir lain, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif.

  Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan berpikir kreatif.

  Evans (1991) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosasi ide-ide membentuk ide-ide baru. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru.

  Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop (dalam Pehkonen, 1997) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan di luar kebiasaan.

  Pehkonen (1997) memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide.

  Dalam tulisan ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari berpikir kreatif dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan berpikir logis dan berpikir divergen.

  Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif seseorang ditunjukkan melalui produk pemikiran atau kreativitasnya menghasilkan sesuatu yang “baru”. Munandar (1999) menunjukkan indikasi berpikir kreatif dalam definisinya bahwa “kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban”. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat. Selain itu jawaban harus bervariasi. Misalkan anak diminta memikirkan penggunaan yang tidak lazim dari benda sehari- hari. Sebagai contoh “sapu ijuk”. Jika jawaban anak menyebut: untuk memukul ayam, main kuda-kudaan, untuk membuat rambut boneka, untuk menyumbat lubang, untuk menyaring air, atau membuat hiasan. Jawaban itu menunjukkan variasi atau keberagaman. Jika ia menyebut untuk membersihkan lantai, menyapu halaman, membersihkan langit-langit, atau mengambil sampah, maka jawaban tersebut tidak menunjukkan variasi meskipun banyak, karena semua menyangkut sapu ijuk untuk membersihkan sesuatu.

  Olson (1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Indikasi kemampuan berpikir kreatif ini sama dengan Munandar (1999) tidak menunjukan secara tegas kriteria “baru” sebagai sesuatu yang tidak ada sebelumnya. “Baru” lebih ditunjukkan dari keberagaman (variasi) atau perbedaan gagasan yang dihasilkan.

  Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas. Bahkan Krutetskii (1976) mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis pada siswa-siswa. Haylock (1997) menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes Torrance dalam kreativitas (produk berpikir kreatif), yaitu kefasihan artinya banyaknya respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai, fleksibilitas artinya banyaknya jenis respons yang berbeda, dan keaslian artinya kejarangan tanggapan (respons) dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya. Haylock (1997) mengatakan bahwa dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan fleksibilitas. Contoh, jika siswa diminta untuk membuat soal yang nilainya 5, siswa mungkin memulai dengan 6-1, 7-2, 8-3, dan seterusnya. Nilai siswa tersebut tinggi, tetapi tidak menunjukkan kreativitas. Fleksibilitas menekankan juga pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan. Jadi dalam matematika untuk menilai produk divergensi dapat menggunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian. Kriteria lain adalah kelayakan (appropriateness). Respons matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk menjawab 8 , seorang siswa menjawab 4. Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi tetapi jawaban tersebut salah. Jadi, berdasar beberapa pendapat itu kemampuan berpikir kreatif dapat ditunjukkan dari fleksibilitas, kefasihan, keaslian, kelayakan atau kegunaan. Indikator ini dapat disederhanakan atau dipadukan dengan melihat kesamaan pengertiannya menjadi fleksibilitas, kefasihan, dan keaslian. Kelayakan atau kegunaan tercakup dalam ketiga aspek tersebut.

  Silver (1997) menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak- anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking

  

(TTCT) ”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT

  adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. Dalam masing-masing komponen, apabila respons perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Indikator keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.

PENGAJUAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

  Dalam usaha mendorong berpikir kreatif dalam matematika digunakan konsep

  

masalah dalam suatu situasi tugas. Guru meminta siswa menghubungkan informasi-

  informasi yang diketahui dan informasi tugas yang harus dikerjakan, sehingga tugas itu merupakan hal baru bagi siswa (Pehkonen, 1997). Jika ia segera mengenal tindakan atau cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, maka tugas tersebut merupakan tugas rutin. Jika tidak, maka merupakan masalah baginya. Jadi konsep masalah tergantung pada waktu dan individu.

  Pemecahan masalah diajarkan dan secara eksplisit menjadi tujuan pembelajaran matematika dan tertuang dalam kurikulum matematika. Hal tersebut menurut Pehkonen (1997), karena pemecahan masalah memiliki manfaat, yaitu: (1) mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, (2) mendorong kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan (4) memotivasi siswa untuk belajar matematika. Berdasar penjelasan tersebut, maka pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir kreatif siswa.

  Selain pemecahan masalah, pendekatan pengajuan masalah juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Pengajuan masalah intinya merupakan tugas kepada siswa untuk membuat atau merumuskan masalah sendiri yang kemudian dipecahkannya sendiri atau dipecahkan teman lainnya. Evans (1991) mengatakan bahwa formulasi masalah (problem formulation) dan pemecahan masalah menjadi tema-tema penting dalam penelitian kreativitas. Langkah pertama dalam aktivitas kreatif adalah menemukan (discovering) dan memformulasikan masalah sendiri. Kutipan itu menunjukan bahwa secara umum kemampuan berpikir kreatif dapat dikenali dengan memberikan tugas membuat suatu masalah atau tugas pengajuan masalah.

  Dunlap (2001) menjelaskan bahwa pengajuan masalah sedikit berbeda dengan pemecahan masalah, tetapi masih merupakan suatu alat valid untuk mengajarkan berpikir matematis. Moses (dalam Dunlap, 2001) membicarakan berbagai cara yang dapat mendorong berpikir kreatif siswa menggunakan pengajuan masalah. Pertama, memodifikasi masalah-masalah dari buku teks. Kedua, menggunakan pertanyaan- pertanyaan yang mempunyai jawaban ganda. Masalah yang hanya mempunyai jawaban tunggal tidak mendorong berpikir matematika dengan kreatif, siswa hanya menerapkan algoritma yang sudah diketahui.

  Penelitian tindakan kelas yang dilakukan Siswono (2005) tentang upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan masalah dalam menyelesaikan masalah tentang materi Garis dan Sudut di kelas VII SMPN 6 Sidoarjo menunjukkan bahwa pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, terutama pada aspek kefasihan dan kebaruan, seperti ditunjukkan pada diagram berikut.

  Perubahan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

  20

  40

  60

  80 100 Tes awal Si kl us

  1 Si kl us

  2 P B e rs e n ta s e a n y a k s is w a Paham informasi Kefasihan Fleksibilitas Kebaruan

  Aspek fleksibilitas tidak menunjukkan peningkatan pada dua siklus penelitian itu, karena tugas pengajuan masalah masih relatif baru bagi siswa dan fleksibilitas memerlukan waktu yang lama untuk memunculkannya. Kemungkinan hasilnya akan berbeda jika pada tiap materi diberikan tugas pengajuan masalah dan dibiasakan mengerjakan soal-soal atau masalah yang divergen.

  Diagram 1 Penelitian Siswono & Novitasari (2007) tentang kemampuan berpikir kreatif melalui pemecahan masalah tipe ”What’s Another Way” menunjukkan kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat. Kemampuan tersebut ditunjukkan melalaui tes berpikir kreatif (TBK) yang dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu TBK I dan TBK II. Data hasil TBK I dan TBK II dianalisis berdasarkan 3 komponen berpikir kreatif yang terdiri dari kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Hasil analisis TBK I dan II disajikan dalam diagram 2 berikut :

  Diagram 2

Banyak Siswa yang Memenuhi Komponen

Berpikir Kreatif

  20

  12

  15

  11

  17 TBK 1

  9

  8

  10

  9

  5

  7

  

7

TBK 2

  3

  2 1 tidak komponen komponen komponen memenuhi

  Berdasar data hasil TBK I dan II dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan untuk siswa yang memenuhi 3 komponen dan 1 komponen berpikir kreatif. Siswa yang memenuhi 1 komponen berpikir kreatif dengan rincian sebagai berikut : pada TBK I yang memenuhi kefasihan yaitu 7 siswa dan tidak ada siswa yang memenuhi fleksibilitas dan kebaruan; pada TBK II yang memenuhi kefasihan yaitu 11 siswa dan fleksibilitas sebanyak 1 siswa dan tidak ada siswa yang memenuhi kebaruan.

  Data hasil TBK I dan II menunjukkan terjadi penurunan untuk siswa yang memenuhi 2 komponen berpikir kreatif yaitu dari 9 siswa menjadi 8 siswa. Pada TBK I siswa yang memenuhi kefasihan-fleksibilitas sebanyak 4 siswa, kefasihan-kebaruan sebanyak 5 siswa dan tidak ada siswa yang memenuhi fleksibilitas-kebaruan. Pada TBK

  II, siswa yang memenuhi kefasihan-fleksibilitas sebanyak 4 siswa, kefasihan-kebaruan sebanyak 4 siswa, dan tidak ada siswa yang memenuhi fleksibilitas-kebaruan.

  Hasil penelitian yang telah dilakukan meskipun tidak menunjukkan perubahan yang fantastis tetapi memberi indikasi terhadap perubahan kemampuan berpikir kreatif siswa, sehingga dapat diterapkan secara kontinu dan bertahap dalam pembelajaran matematika di sekolah.

  Berdasar kajian sebelumnya, maka suatu tugas untuk mendorong berpikir kreatif minimal harus memenuhi ciri seperti diungkapkan Siswono (2006) sebagai berikut.

  1. Berbentuk pemecahan masalah atau pengajuan masalah.

  2. Bersifat divergen dalam jawaban maupun cara penyelesaian, sehingga memunculkan kriteria fleksibilitas, kebaruan dan kefasihan.

  3. Berkaitan dengan lebih dari satu pengetahuan/konsep matematika siswa sebelumnya dan sesuai dengan tingkat kemampuannya, untuk memunculkan pemikiran divergen sebagai karakteristik berpikir kreatif.

  4. Informasi harus mudah dimengerti dan jelas tertangkap makna atau artinya, tidak menimbulkan penafsiran ganda dan susunan kalimatnya menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR KREATIF

  Dalam merancang tugas ini perlu diperhatikan bahwa tugas yang ditekankan adalah berbasis masalah divergen. Bentuk tugasnya dapat berupa pemecahan atau pengajuan masalah yang memungkinkan siswa menunjukkan indikator kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan. Untuk tugas awal dapat berupa pengajuan masalah yang meminta siswa membuat masalah dari informasi yang disediakan. Pada kegiatan ini indikator yang muncul umumnya kefasihan saja. Kegiatan berikutnya dapat ditingkatkan dengan meminta siswa membuat soal/masalah, setelah menyelesaikan suatu masalah non rutin atau soal aplikasi. Konsep matematika yang digunakan sudah dipelajari sebelumnya atau prasyarat untuk mengerjakan soal itu sudah diketahui siswa dan konteksnya di ketahui juga.

  Berikut contoh tugas yang merupakan gabungan pemecahan masalah dan pengajuan masalah untuk siswa kelas VII SMP.

  Masalah Luas Persegipanjang Diketahui persegipanjang berikut.

  12 cm 8 cm a.

  

Buatlah bangun datar yang luasnya sama dengan luas persegipanjang itu!

b.

  Gambarlah paling sedikit dua bangun datar lain yang luasnya sama dengan luas persegipanjang itu! c.

  

Perhatikan satu bangun datar yang telah kamu buat pada bagian b. Tunjukkan

cara yang berbeda untuk menemukan atau membuat bangun datar itu! d.

  Buatlah paling sedikit dua soal berbeda yang berhubungan dengan persegipanjang dan berikan penyelesaian soal yang kamu buat! e.

  

Dari soal yang telah kamu buat, adakah yang penyelesaiannya lebih dari satu

cara? Jika ada, tunjukkan cara penyelesaian yang berbeda dari soal itu! Jika tidak, buatlah soal lain yang penyelesaiannya lebih dari satu cara.

  Alternatif Penyelesaian Masalah: 2 a. Cara I: Luas : 12 x 8 = 96 cm . 2 Segitiga yang luasnya 96 cm .

  Luas segitiga = ½  a  t;

  Misal t = 10 cm, maka ½  a  t = 96; a = 19,2 cm Jadi segitiganya adalah:

  10 cm 19,2 cm 19,2 cm

  10 cm 19,2 cm 10 cm

  Keterangan: Dengan menggunakan analog cara di atas dapat dibuat bangun seperti jajargenjang, belah ketupat atau layang-layang.

  Cara II: Dengan melipat atau membuat potongan dari gambar di atas (siswa benar-benar melipat/menggunting gambar).

  II I

  I II Cara III: Dengan memberikan tanda potongan/lipatan.

  III

  II I

  II I

  III

  Keterangan: Dengan menggunakan analog cara di atas dapat dibuat bangun seperti jajargenjang, belah ketupat atau layang-layang.

  b.

  Jawaban ada. Mungkin siswa dengan cara yang sama menghasilkan segitiga yang berbagai jenis. Siswa ini hanya memenuhi kefasihan, tetapi tidak baru. Jika siswa dengan cara yang “sama” atau berbeda menghasilkan

  

bangun datar yang merupakan

gabungan dari beberapa macam bangun datar seperti gambar berikut:

  Maka ia dikatakan memenuhi kebaruan.

  c.

  Misalkan bangun datar yang diperhatikan 8cm adalah jajargenjang seperti cara II

  (Jawaban a). Siswa mencari dengan menggunakan rumus luas jajargenjang.

  12 cm L = a.t = 96 ; a = 8 cm dan t = 12 cm. Jadi luasnya sama.

  d.

  Soal 1: Berapakah luas persegipanjang itu?

  2

  2 Jawab: L uasnya = (12 x 8) cm = 96 cm Soal 2: Berapakah keliling persegipanjang itu? Jawab: K = 2 (p + l) = 2 (12 + 8) = 40 cm

  

Soal 3: Sebuah stiker berbentuk persegipanjang dengan ukuran (12 x 8)

  2 cm digunakan untuk menutup ubin dengan tidak ada yang saling

  2

menumpuk yang luasnya 96 m . Berapa banyak stiker yang

digunakan?

  Jawab: 2 Luas stiker = 12 x 8 = 96 cm . 2 2 Luas ubin = 96 m = 96 x 10.000 = 960.000 cm Banyak stiker adalah 960.000  96 = 10.000 buah.

  Soal 4: Bila persegipanjang itu merupakan ukuran sebuah foto, berapa ukuran pigura berbentuk persegipanjang yang digunakan untuk menempatkan foto itu? Jawab: Cara I: (Dibuat sketsa dengan selisih panjang dan lebar sama) Bila selisih dengan luar 1 cm, maka akan didapat gambar berikut. panjang pigura = 1 + 12 + 1 = 14 cm lebar pigura = 1 + 8 + 1 = 10 cm.

  Jadi ukuran pigura adalah 10 cm x 14 cm. Cara II: (Analisis perhitungan) Ukuran foto: 12 cm x 8 cm Ukuran pigura harus lebih besar dari ukuran foto, misalkan 2 kali dari 2 besar foto, sehingga ukurannya 2 x 12 x 8 = 192 cm . 5 Misalkan panjang dibuat 14 cm, maka lebarnya adalah 192 5 14 = 13 7 Jadi ukuran pigura adalah 14 cm x 13 cm. 7 Cara III: (Sketsa dengan selisih yang tidak sama, sehingga bentuknya persegi) panjang pigura = 2 + 12 + 2 = 18 cm lebar pigura = 5 + 8 + 5 = 18 cm.

  Jadi ukuran pigura adalah 18 cm x 18 cm.

  Keterangan: Bila siswa membuat soal setipe dengan soal 1 dan 2, maka ia memenuhi kefasihan. Bila soal yang dibuat seperti 1 dan 3, 2 dan 4, atau 3 dan 4, maka siswa memenuhi kebaruan.

  e. Alternatif jawaban seperti soal 4 di atas.

  PENUTUP

  Tugas memiliki peran penting dalam pembelajaran matematika. Tugas yang berupa masalah dapat menjadi pedoman dalam mengarahkan tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan, seperti mendorong berpikir kreatif, bekerjasama atau mencapai kemampuan akademik. Peran lain adalah untuk memotivasi dan menarik minat siswa, serta evaluasi pembelajaran.

  Tugas perlu disesuaikan dengan tujuan utama pembelajaran, strategi atau rancangan pembelajaran yang diharapkan, tingkat kemampuan siswa, dan sarana prasarana yang tersedia. Tugas yang berupa pemecahan atau pengajuan masalah dapat digunakan untuk mendorong berpikir kreatif. Karena kemampuan berpikir kreatif mempunyai tingkat/level tertentu, maka pada perancangan pembelajaran perlu dipilih model tugas pemecahan atau pengajuan masalah yang sesuai. Contoh bila siswa belum biasa dengan pengajuan masalah atau pemecahan masalah, maka diberikan model tugas yang lebih mendorong pada kefasihan siswa menjawab masalah yang divergen. Selanjutnya diberikan tugas yang menekankan pada kebaruan atau fleksibilitas. Tugas perlu dipertimbangkan untuk menggunakan sarana prasarana yang mudah, murah, terjangkau, dan efektif. Misalkan menggunakan benda-benda kontekstual yang ada di lingkungannya.

  Tugas yang tepat akan memberikan efek yang sesuai dengan tujuannya, bila dirancang dan dikembangkan dengan sebenarnya. Untuk itu bagi guru maupun peneliti perlu memperhatikan bagaimana merancang tugas yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan membuat kriteria-kriteria penlilaian/evaluasi. Mudah-mudahan bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

  Dunlap, James (2001). Mathematical Thinking.

  

ownload November 21, 2003

Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences.

  Cincinnati: South-Western Publishing Co. Haylock, Derek. (1997). Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren.

  ZDM Volum 29 (June 1997)

  Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002 Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren. Chicago: The University of Chicago Press Munandar, S.C. Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan KreativitasAnak Sekolah.

  Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

  Indonesia Olson, Robert W. (1996). Seni Berpikir Kreatif. Sebuah Pedoman Praktis. (Terjemahan

  Alfonsus Samosir). Jakarta: Penerbit Erlangga Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity.

  ZDM Volum 29 (June 1997)

  Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002 Ruggiero, Vincent R. (1998). The Art of Thinking. A Guide to Critical and Creative Thought. New York: Longman, An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc.

  Silver, Edward A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing.

  ZDM Volum 29 (June 1997)

  Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002s Siswono, Tatag Yuli Eko (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif

  Siswa Melalui Pengajuan Masalah. Jurnal terakreditasi “Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains”, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Tahun X, No.

  1, Juni 2005. ISSN 1410-1866, hal 1-9. Siswono, Tatag Y.E., Novitasari, Whidia. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir

  Kreatif Melalui Pemecahan Masalah tipe ”What’s Another Way”. Jurnal

  Pendidikan Matematika “Transformasi”. ISSN 1978-7847, Volume 1 Nomer

  1 Oktober 2007, hal. 45-61 Siswono, Tatag Yuli Eko (2006). Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan

  Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurnal terakreditasi “Pancaran Pendidikan”, FKIP Universitas Negeri Jember. Tahun XIX, No. 63, April 2006.

  ISSN 0852-601X, hal 495-509.