dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Menurut hukum Islam perikatan adalah segala aturan hukum Islam yang terkait dengan hubungan antar
manusia hablum minannas yang membahas persoalan dengan harta benda maal dan hal-hal yang terkait dengannnya.
2
[2]
B. Syarat PerikatanPerjanjian
1. Menurut BW dalam Pasal 1320 sebagai berikut:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu pokok personalan tertentu;
d. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1320 ini merupakan pasal yang sangat popular karena menerangkan tentang syarat yang harus dipenuhi untuk lahirnya suatu perjanjian. Syarat
tersebut baik mengenai pihak yang membuat perjanjian atau biasa disebut syarat subjektif maupun syarat mengenai perjanjian itu sendri isi perjanjian atau yang
biasa disebut syarat objektif. Kesepakatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah persesuaian kehendak
antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun
secara tidak tertulis. Sementara itu, kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk
melakukan perbuatan hukum perjanjian. Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum mencapai
21 tahun. Walaupun ukuran kecakapan didasarkan pada usia 21 tahun atau sudah menikah, tidak semua orang yang mencapai usia 21 tahun dan telah menikah
secara otomatis dapat dikatakan cakap menurut hukum karena ada kemungkinan orang yang telah mencapai 21 tahun atau sudah menikah tetapi tetap dianggap
tidak cakap karena berada dibawah pengampuan, misalnya karena gila, atau bahkan karena boros.
2
[2]
Perma No.2 Tahun 2008, Tentang KHES
Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu
perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek tertentu. Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan
syarat tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum islam, tetapi yang
dimaksudkan disini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.
3
[3]
2. Menurut KHES dalam pasal 22 sebagai berikut :
Rukun akad terdiri atas : a.
Pihak-pihak yang berakad; b.
Obyek akad; c.
Tujuan pokok akad; dan d.
Kesepakatan. Didalam pasal 23 KHES pihak-pihak yang berakad adalah orang,
persekutuan, atau badan usaha yang memilki kecakapan dalam melakuakan perbuatan hukum. Di dalam pasal 24 KHES yang dimaksud dengan obyek akad
adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Dan didalam pasal 25 KHES akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad.
C. Macam-macam Perikatan