KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB DAS BEKALA.

(1)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB DAS BEKALA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh :

FACHRI RAWI ANDIKA NIM. 3111531004

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Fachri Rawi Andika, NIM. 3111531004. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Di Sub DAS Bekala. Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bahaya Erosi dan (2) Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 di Sub DAS Bekala. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh satuan lahan yang ada di Sub DAS Bekala dengan luas 4.425,806 Ha dengan sampel 13 satuan lahan yang diambil dengan tehnik Stratified Purposive Sampling. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah tehnik observasi, tehnik pengukuran dan studi dokumenter yang kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Bahaya erosi di Sub DAS Bekala berkisar antara 0,24 ton/Ha/tahun sampai 40,14 ton/Ha/tahun dengan rata-rata bahaya erosi 8,76 ton/Ha/tahun dan berada pada kelas bahaya erosi I sampai II. Kelas bahaya erosi terluas persebarannya berada pada kelas bahaya erosi I pada satuan lahan AIP, AIR, AIUc, AIUs, AIIR, LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs meliputi 3.685,22 Ha dari luas Sub DAS Bekala. Bahaya erosi terbesar terdapat pada satuan lahan AIIIUc sebesar 40,14 ton/Ha/tahun, meliputi 11,05 Ha dari luas Sub DAS Bekala dan berada di bagian hulu Sub DAS Bekala. (2) Tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala meliputi tingkat bahaya erosi ringan, sedang dan berat. Tingkat bahaya erosi yang mendominasi di Sub DAS Bekala yaitu tingkat bahaya erosi ringan yang terdapat pada satuan lahan LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs di Kecamatan Pancur Batu dan Medan Tuntungan meliputi 2.000,32 Ha dari luas Sub DAS Bekala 4.425,806 Ha. Tingkat bahaya erosi terberat berada pada satuan lahan AIIUc, AIIUs, AIIIUc, meliputi 338,29 Ha dari luas Sub DAS Bekala dan berada di bagian hulu Sub DAS Bekala.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya Penulisan skripsi ini yang berjudul ”Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala” dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Medan. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak kendala dan hambatan yang dihadapi penulis, namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu, maka dari itu tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku rektor Universitas Negeri Medan 2. Ibuk Dra.Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

3. Bapak Drs. Ali Nurman, M.Si selaku ketua Jurusan Pendidikan Geografi 4. Ibuk Dra. Asnidar, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Geografi

5. Bapak Dr. Sugiharto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama perkuliahan.

6. Bapak Drs. Nahor M. Simanungkalit, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Dosen Jurusan Pendidikan Geografi yang telah memberikan ilmu yang berharga selama menjalani perkuliahan.

8. Bapak Hayat Siagian selaku pegawai tata usaha Jurusan Geografi yang selalu membantu dalam penyelesaian administrasi skripsi ini.

9. Bapak Irsan selaku pemberi informasi dan data seperlunya di kantor BP DAS Wampu Sei Ular Sumatera Utara.

10. Kepada rekan – rekan Mahasiswa Jurusan Geografi Khususnya Keluarga Besar Ekstensi 2011, yang terus memberikan canda gurau serta semangat dari awal


(7)

iii

perkuliahan hingga sampai saat ini, pertemanan dan perjuangan kita selama ini luar biasa.

11.Terima kasih kepada rekan-rekan se-dosen PS Wendi, Uci, Winda, Gregia, Fadilah, Andromeda, Verawati yang telah ikut serta dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Kedua orangtua saya tercinta Ayahanda Poni’in dan Ibunda Sutresni.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri saya pribadi dan bagi seluruh pembaca khususnya Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Medan, November 2015 Penulis

Fachri Rawi Andika NIM. 3111531004


(8)

DAFTAR GAMBAR

No Uraian Hal

1. Nomograf K ……… 17

2. Skema Alur Berfikir ……… 32

3. Peta Administrasi Sub DAS Bekala ……… 38

4. Peta Lereng di Sub DAS Bekala ……….... 40

5. Peta Jenis Tanah di Sub DAS Bekala ……… 42

6. Peta Tutupan Lahan di Sub DAS Bekala ……… 44

7. Peta Satuan Lahan di Sub DAS Bekala ……… 46

8. Peta TBE di Sub DAS Bekala ……….... 54

9. Kebun Pisang di Satuan Lahan AIIIUc ……… 73

10.Kebun Jagung di Satuan Lahan AIIUc ……… 73

11.Kebun Cokelat di Satuan Lahan LIP ……… 74

12.Kebun Tebu di Satuan Lahan LIIUc ……… 74


(9)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ...ii

KATA PENGANTAR ... ...iii

ABSTRAK ... ...v

DAFTAR ISI ... ...vi

DAFTAR TABEL ... ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ...x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Kerangka Teoritis ... 8

B. Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Berfikir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Lokasi Penelitian ... 33

B. Populasi dan Sampel ... 33

C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 33

D. Tehnik Pengumpulan Data ... 35

E. Tehnik Analisis Data ... 36

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ... 37

A. Kondisi Fisik ... 37


(10)

vii

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

B. Pembahasan ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60

A. Kesimpulan... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA...62


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Uraian Hal

1. Klasifikasi Betuk Lahan di Indonesia ……… 67

2. Klasifikasi Penutup Lahan ……… 69

3. Nilai Faktor C ……… 72

4. Nilai Faktor P ……… 74

5. Lembar Observasi ……… 77


(12)

DAFTAR TABEL

No Uraian Hal

1. Kelas Nilai K Tanah ……….. 16

2. Kelas Tingkat Bahaya Erosi ……….. 26

3. Wilayah Administrasi Sub DAS Bekala ……….. 37

4. Lereng di Sub DAS Bekala ……….. 39

5. Jenis Tanah di Sub DAS Bekala ……….. 39

6. Penggunaan Lahan di Sub DAS Bekala ……….. 41

7. Satuan Lahan di Sub DAS Bekala ……….. 43

8. Komposisi Penduduk per Kecamatan di Sub DAS Bekala ……….. 45

9. Erosivitas Hujan di Sub DAS Bekala ……….. 47

10.Erodibilitas Tanah (K) di Sub DAS Bekala ……….. 48

11.Erodibilitas Tanah (K) per Satuan Lahan di Sub DAS Bekala ……….. 48

12.Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng di Sub DAS Bekala ……….. 49

13.Indeks Tanaman Penutup Tanah di Sub DAS Bekala ……….. 50

14.Indeks Konservasi Tanah di Sub DAS Bekala ……….. 51

15.Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala ……….. 52

16.Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala ……….. 53


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.

Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang dibanyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).

Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Tidak optimalnya kondisi DAS juga disebabkan oleh penghuni DAS itu sendiri yaitu manusia. Manusia masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba-lomba memacu


(14)

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada termasuk DAS sehingga mengakibatkan perubahan terhadap kondisi DAS.

Perubahan kondisi DAS yang terjadi ialah semakin meluasnya lahan untuk budidaya yang tidak terkendali, peruntukan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah maupun air, mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, semakin meningkatnya laju erosi yang dapat berakibat pada penurunan produktivitas lahan. Jika hal ini terus di biarkan pada gilirannya DAS akan mengalami kerusakan.

Erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (Arsyad, 2006). Erosi merupakan suatu hal yang selalu terjadi, erosi terjadi secara alamiah tidak menimbulkan masalah yang signifikan, namun erosi alamiah dapat berubah menjadi erosi yang dipercepat karena ulah manusia. Erosi dipercepat adalah suatu kejadian pengikisan lapisan permukaan tanah yang laju erosinya lebih besar dari laju erosi normal. Erosi dipercepat menjadi sangat berbahaya karena erosi yang terjadi tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan tanah, sehingga lebih banyak lapisan tanah yang tererosi di bandingkan kemampuan tanah untuk tumbuh.

Hal ini tentunya dapat menimbulkan bahaya erosi di suatu daerah, bahaya erosi adalah potensi untuk terjadinya erosi dan kemungkinan tingkat erosi yang terjadi di suatu daerah (Arsyad, 2006). Dari bahaya erosi inilah timbul tingkat bahaya erosi yang merupakan salah satu informasi penting dalam keberhasilan program konservasi tanah. Dengan mengetahui tingkat bahaya erosi suatu DAS atau sub DAS, prioritas konservasi atau rehabilitasi tanah dapat ditentukan (Asdak, 1995).


(15)

Tingkat bahaya erosi atau yang disebut juga evaluasi bahaya erosi adalah penilaian atau prediksi terhadap besarnya erosi dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah (Arsyad, 2006). Adapaun tingkat bahaya erosi ditentukan oleh faktor bahaya erosi dan kedalaman tanah. Melalui pengukuran tingkat bahaya erosi maka akan dapat diketahui seberapa besar kehilangan tanah maksimum per kedalaman tanah sehingga dapat dilakukan tindakan konservasi yang berfungsi untuk memaksimalkan produktifitas lahan.

Sungai Deli adalah salah satu sungai terpanjang di Propinsi Sumatera Utara dan merupakan sungai terpanjang di Kota Medan. Daerah Aliran Sungai Deli dengan luas 47,298.01 Ha terbentang antara 3° 13' 35,50'' s/d 3° 47' 06,05'' LU dan 98° 29'22,52'' s/d 98° 42' 51,23'' BT. Adapun batas DAS Deli antara lain : sebelah utara berbatasan dengan DAS Belawan, sebelah selatan berbatasan dengan DAS Wampu, sebelah barat berbatasan dengan DAS Belawan, sebelah timur berbatasan dengan DAS Batang Kuis.

Secara administrasi DAS Deli berada pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Karo seluas 1,417.65 ha (3%), Kabupaten Deli Serdang seluas 29,115.20 ha (61.56 %) dan Kota Medan seluas 16,765.16 ha (35.45 %) (BPDAS Wampu Sei Ular, 2012). Kondisi tutupan lahan DAS Deli tahun 2008 seluas 36.325,89 Ha. Dari sekian luas tutupan lahan DAS Deli terdapat dua jenis tutupan lahan terbesar yang turut mempengaruhi rusaknya DAS Deli yaitu pemukiman dengan luas 12.830,026 Ha serta tanah terbuka seluas 302, 941Ha

(Harahap,Syafri.http://www.waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article &id=13562:tim-ekspedisi-DAS-deli-temui-kejanggalan-dihulu& catid=51:medan&itemid=206 diakses 12 Juni 2014 pukul 21. 37 WIB).

Lahan di DAS Deli telah banyak dikonversi, untuk tahun 2008 hingga 2010 terjadinya penurunan daya dukung DAS amat dipengaruhi oleh tutupan lahan dan penggunaan lahan di


(16)

sepanjang DAS. Di DAS Deli, dari data disebutkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan oleh pemukiman dan pertanian lahan kering. Untuk 2008 tercatat 12.830,026 Ha (28,08%) dan meningkat menjadi 13.650.144 Ha (28.86%) lahan DAS yang digunakan (Anonimus. Medan Bisnis, http://www.medanbisnisdaily.com/e-paper/2011-05-26/IV.pdf diakses tanggal 20 Oktober 2014 pukul 14.25 WIB)

DAS Deli terdiri dari beberapa Sub DAS yaitu Sub DAS Petane, Sub DAS Simai-mai, Sub DAS Deli, Sub DAS Babura, Sub DAS Bekala, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar. Sub DAS Bekala merupakan bagian dari DAS Deli yang secara morfologi termasuk kedalam morfologi hulu dan hilir dengan luas 4.425,806 Ha yang secara administrasi termasuk kedalam wilayah kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Penggunaan lahan di sub DAS Bekala sebagian besar didominasi peruntukkan tanaman .

Dilihat dari topografinya karakteristik lahan di sub DAS Bekala bervariasi, mulai dari datar, landai, bergelombang hingga berbukit. Satuan lahan yang memiliki kemiringan paling tinggi merupakan wilayah yang paling potensial mengakibatkan erosi sehingga tingkat bahaya erosinya juga tinggi. Demikian pula pengelolaan lahan atau tindakan konservasi yang dilakukan masyarakat di sub DAS Bekala ini banyak yang menggunakan sistem pertanian yang tidak sejajar dengan garis kontur. Data curah hujan yang diperoleh dari stasiun hujan Sampali mencatat bahwa curah hujan tahunan lebih besar dari 2500 mm/tahun. Dengan topografi yang bervariasi disertai intensitas hujan yang besar di daerah ini menunjukkan kemungkinan terjadinya erosi yang tinggi.

Secara fisik warna air sungai Bekala yang kecoklatan mengindikasikan banyaknya sedimen yang terlarut di dalamnya, sedimen yang ada di badan air itu tentunya berasal dari proses erosi yang terjadi di DAS atau Sub DAS tersebut. Kerusakan DAS atau sub DAS ditandai


(17)

dengan pendangkalan sungai yang dikarenakan kandungan lumpur atau sedimen. Semakin tinggi kandungan lumpur atau sedimen pada aliran sungai, memberi indikasi semakin tinggi laju erosi yang terjadi pada DAS atau sub DAS, dan apabila erosi semakin besar, berarti keadaan DAS atau sub DAS tersebut semakin rusak (Suripin, 2004).

Secara garis besar kerusakan yang ditimbulkan akibat erosi dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori : (1) menurunnya produktivitas lahan seiring dengan kehilangan lapisan tanah bagian atas yang subur, dan (2) terjadinya sedimentasi di sungai yang menyebabkan kerusakan saluran dan berkurangnya kapasitas tampungan (Arsyad, 2010). Sebagai mana telah di tuturkan warga setempat yang tinggal di dekat sungai Bekala dan juga pegawai BP DAS Wampu Sei Ular Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa hampir seluruh sungai-sungai yang melintasi kota Medan mengalami pendangkalan dan penyempitan termasuk sungai Bekala.

Hal ini tentunya berasal dari proses erosi yang terjadi pada tanah-tanah di sub DAS Bekala tersebut, dimana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya erosi yaitu tanah terbuka seluas 302, 941Ha yang sebagian tanah terbuka ini terdapat di sekitar kebun binatang Medan. Di tempat tersebut peneliti melihat telah terjadi erosi alur yang alurnya langsung menuju ke sungai Bekala yang ketika hujan turun sedimentasi yang terangkut langsung masuk ke sungai tersebut.. Hal inilah yang menyebabkan sungai Bekala mengalami pendangkalan dan penyempitan. Jika hal ini terus terjadi maka kerusakan sub DAS belaka akan semakin besar, untuk itu sangat penting dilakukan penelitian mengenai erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala, berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka peneliti tertarik mengangkat penelitian ini dengan judul Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala.


(18)

A. Identifikasi Masalah

Lahan di DAS Deli telah banyak yang di konversi, untuk tahun 2008 hingga 2010 terjadi penurunan daya dukung DAS yang amat di pengaruhi oleh tutupan lahan dan penggunaan lahan di sepanjang DAS. Dua jenis tutupan lahan terbesar yang turut mempengaruhi turunnya daya dukung DAS Deli yaitu permukiman dengan luas 12.830,026 Ha dan tanah terbuka seluas 302,941 Ha. Hal ini tentunya dapat menimbulkan erosi dalam tingkatan yang berbeda-beda. Erosi dapat menurunkan produktifitas lahan dan tentunya dapat menimbulkan pendangkalan dan penyempitan terhadap sungai. Sungai Bekala telah mengalami penyempitan dan pendangkalan akibat banyaknya sedimen yang mengendap di sungai tersebut yang mengakibatkan sungai tak mampu menampung debit air saat hujan deras. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi di sub DAS Bekala.

B. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu banyak masalah yang terjadi di DAS atau Sub DAS, maka peneliti membatasi masalah penelitian ini hanya pada Bahaya Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terjadi di Sub DAS Bekala.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bahaya erosi yang terjadi di sub DAS Bekala?

2. Bagaimana tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi di sub DAS Bekala? D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bahaya erosi yang terjadi di sub DAS Bekala.


(19)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan sumbangan teoritis bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam pengkajian geografi fisik.

2. Menambah wawasan bagi peneliti dalam menyusun karya ilmiah dalam bentuk skripsi 3. Sebagai masukan kepada masyarakat dan instansi terkait untuk lebih menjaga lingkungan

DAS atau sub DAS.

4. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti dengan objek yang sama dengan lokasi dan waktu yang berbeda.


(20)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala

Untuk menentukan tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala maka terlebih dahulu dihitung faktor-faktor bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala.

a. Erosivitas hujan (R)

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan rataan bulanan dari dua stasiun pengamatan selama 10 tahun (2005-2014), yaitu stasiun pengamatan Medan Tuntungan dan Pancur Batu yang diperoleh dari pusat BMKG Provinsi Sumatera Utara di Sampali Medan. Untuk mendapatkan nilai erosi berdasarkan curah hujan maka dilakukan perhitungan terhadap data curah hujan dengan menggunakan rumus Lenvain, maka diperoleh erosivitas hujan di Sub DAS Bekala sebesar 166,15 ton/Ha/tahun. Erosivitas hujan di Sub DAS Bekala disajikan pada Tabel 9 berikut ini:

Tabel 9. Erosivitas hujan di Sub DAS Bekala Tahun 2015 Stasiun

pengamatan

Rataan Curah Hujan Bulanan (cm)

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Medan

Tuntungan

22,23 12,29 21,51 17,05 31,16 17,91 18,79 23,42 30,89 38,47 26,88 23,86

Pancur Batu 17,57 11,54 17,61 19,82 32,83 19,86 21,48 24,36 27,88 39,06 29,77 28,85 Rata-rata 19,9 11,91 19,56 18,43 31,99 18,88 20,13 23,90 29,38 38,76 28,32 26,35

Rerata bulanan

23,96 Erosivitas

Hujan

166,15 ton/Ha/tahun


(21)

b. Erodibilitas tanah (K)

Erodibilitas tanah (K) di Sub DAS Bekala dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini : Tabel 10. Erodibilitas Tanah (K) di Sub DAS Bekala Tahun 2014

Jenis tanah Bentuk lahan K Luas (H) Persentase (%)

Andosols Andosols Latosols Tanah terbangun Dataran Perbukitan Dataran Dataran alluvial 0,320 0,320 0,073 0,000 1.345,624 932,714 2.075,919 71,549 30,40 21,08 46,90 1,62

Jumlah 4.425,806 100,00

Sumber : BP DAS Wampu Sei Ular, 2014

Erodibilitas tanah (K) di Sub DAS Bekala per satuan lahan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini :

Tabel 11. Erodibilitas Tanah (K) per Satuan Lahan di Sub DAS Bekala Tahun 2014 No Satuan Lahan Erodibilitas (K) Luas (Ha) Persentase

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 AIP AIR AIUc AIUs AIIR AIIUc AIIUs AIIIUc LIP LIUc LIUs LIIUc LIIUs 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,073 0,073 0,073 0,073 0,073 0,5 79,12 336,11 1215,8 53,37 313,51 13,73 11,05 398,54 44,08 1519,56 2,87 35,27 0,01 1,80 7,60 27,50 1,20 7,10 0,31 0,25 9,0 1,0 34,33 0,10 0,80

Jumlah 4.031,996 91,08

Sumber : BP DAS Wampu Sei Ular, 2014


(22)

c. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor topografi yang sangat mempengaruhi erosi adalah panjang dan kemiringan lereng, kelerengan di Sub DAS Bekala bervariasi mulai dari yang datar sampai agak curam, indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) di Sub DAS Bekala dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) di Sub DAS Bekala Tahun 2015

No Satuan Lahan Panjang

Lereng(m) Kemiringan Lereng (%) Indeks LS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 AIP AIR AIUc AIUs AIIR AIIUc AIIUs AIIIUc LIP LIUc LIUs LIIUc LIIUs 55 56 53 58 64 62 63 45 60 54 57 90 91 3 3 3 3 8 8 8 15 3 3 3 7 7 0,409 0,412 0,401 0,420 1,434 1,411 1,423 3,146 0,427 0,405 0,416 1,413 1,421

Sumber : Pengukuran di lapangan, 2015

d. Vegetasi penutup tanah (C)

Jenis vegetasi penutup tanah yang ada di Sub DAS Bekala yaitu tanaman papaya, nenas, nangka, jambu air, kelapa, kelapa sawit, cokelat, rambutan, mangga, bambu, jagung, rumput, pisang, ubi kayu, tebu, keladi, padang rumput penggembalaan, karet, mahoni, pinang, sawo. Untuk menentukan nilai faktor C jenis vegetasi yang telah diobservasi ini akan disesuaikan


(23)

indeksnya dengan indeks vegetasi yang terdapat pada lampiran 3. Nilai faktor C dan vegetasi penutup tanah dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Indeks Tanaman Penutup Tanah di Sub DAS Bekala Tahun 2015 No Sampel

lapangan

Satuan lahan Jenis tanaman Indeks

Tanaman (C) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 A B D E F G H I J K M N O AIP AIR AIUc AIUs AIIR AIIUc AIIUs AIIIUc LIUc LIUs LIP LIIUc LIIUs Karet Padang rumput rusak untuk penggembalaan Pisang Ubi kayu Padang rumput rusak untuk penggembalaan Jagung Ubi kayu Pisang Tebu Ubi kayu Cokelat Tebu Ubi kayu 0,2 0,1 0,6 0,8 0,1 0,7 0,8 0,6 0,3 0,8 0,1 0,3 0,8 Sumber : Observasi di lapangan, 2015

e. Tindakan Konservasi Tanah (P)

Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa pada tanah-tanah di Sub DAS Bekala telah dilakukan praktek konservasi tanah khususnya pada lahan berupa tegalan. Bentuk konservasi tanah yang telah dilakukan berupa penggunaan teras tradisional, Rumput bahia, Strip rumput jarang, Tanaman Penutup tanah sedang. Nilai tindakan konservasi tanah dapat ditentukan


(24)

melalui penetapan nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) yang ada pada lampiran 4. Indeks tindakan konservasi tanah di Sub DAS Bekala dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Nilai Indeks Konservasi Tanah di Sub DAS Bekala Tahun 2015

No Sampel lapangan Satuan lahan Tindakan

konservasi Indeks Konservasi Tanah (P) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 A B C D E F G H I J K L M AIP AIR AIUc AIUs AIIR AIIUc AIIUs AIIIUc LIUc LIUs LIP LIIUc LIIUs Tanaman Penutup tanah sedang Rumput bahia Strip rumput jarang Teras tradisional Rumput bahia Teras tradisional Teras tradisional Teras tradisional Strip rumput jarang Teras tradisional Tanaman Penutup tanah sedang Teras tradisional Teras tradisional 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4

Sumber : Observasi di lapangan, 2015

Dari pengolahan data nilai faktor-faktor bahaya erosi seperti erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), vetegasi penutup tanah (C), dan


(25)

tindakan konservasi tanah (P), untuk mendapatkan laju bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan USLE yang ada pada rumus 1 dengan cara mengalikan nilai masing-masing faktor bahaya erosi tersebut. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini :

Tabel 15. Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala Tahun 2015 No Sampel

lapangan

Satuan lahan

Faktor-faktor bahaya erosi Bahaya erosi (A) (ton/Ha/tahun) R

(ton/Ha)

K LS C P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 A B C D E F G H I J K L M AIP AIR AIUc AIUs AIIR AIIUc AIIUs AIIIUc LIUc LIUs LIP LIIUc LIIUs 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 166,15 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,073 0,073 0,073 0,073 0,073 0,409 0,412 0,416 0,420 1,434 1,411 1,423 3,146 0,427 0,405 0,401 1,413 1,421 0,2 0,1 0,6 0,8 0,1 0,7 0,8 0,6 0,3 0,8 0,1 0,3 0,8 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4 2,17 0,87 5,31 7,14 3,05 21,00 24,21 40,14 0,62 1,57 0,24 2,06 5,51

Rata-rata erosi per tahun 8,76

Sumber : Perhitungan Dengan Rumus 1, 2015

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala berkisar antara 0,24 ton/Ha/tahun sampai dengan 40,14 ton/Ha/tahun dengan rata-rata besar laju bahaya erosi dari setiap satuan lahan diatas adalah 8,76 ton/Ha/tahun.


(26)

2. Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala

Untuk mendapatkan besaran tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala maka dilakukan perhitungan dengan membandingkan antara besarnya bahaya erosi dengan kedalaman tanah (solum) dengan menggunakan kriteria seperti yang dikemukakan oleh Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan (1998) pada Tabel 2. Berikut disajikan pada Tabel 16 tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala :

Tabel 16. Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala Tahun 2015 No Satuan

lahan

Bahaya erosi (Ton/Ha/tahun)

Solum (cm)

TBE Kecamatan Luas

Ha %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 AIP AIR AIUc AIUs AIIR AIIUc AIIUs AIIIUc LIUc LIUs LIP LIIUc LIIUs 2,17 0,87 5,31 7,14 3,05 21,00 24,21 40,14 0,62 1,57 0,24 2,06 5,51 48 57 55 51 50 41 38 35 81 76 83 73 67 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Berat Berat Berat Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Pancur Batu Pancur Batu Pancur Batu Medan Johor Pancur Batu Pancur Batu Pancur Batu Pancur Batu Pancur Batu Medan Tuntungan Medan Tuntungan Pancur Batu Pancur Batu 0,5 79,12 336,11 1215,8 53,37 313,51 13,73 11,05 44,08 1519,56 398,54 2,87 35,27 0,01 1,80 7,60 27,50 1,20 7,10 0,31 0,25 1,00 34,33 9,0 0,10 0,80

Jumlah 4.031,996 91,08

Sumber : Hasil analisis penulis, 2015


(27)

(28)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa terdapat 3 sebaran tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala yaitu tingkat bahaya erosi ringan (R) dengan sebaran wilayahnya berada pada satuan lahan LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs dengan luas 2000,32 Ha (45,23%), tingkat bahaya erosi sedang (S) berada pada satuan lahan AIP, AIR, AIUc, AIUs, AIIR dengan luas 1684,9 Ha (38,11%), dan tingkat bahaya erosi berat berada pada satuan lahan AIIUc,AIIUs, AIIIUc dengan luas 338,29 Ha (7,66%).

B. Pembahasan

1. Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala

Bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala diperoleh dari perhitungan berdasarkan faktor-faktor bahaya erosi yang terdiri dari erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), vegetasi penutup tanah (C), dan tindakan konservasi tanah (P). Keseluruhan faktor-faktor bahaya erosi ini sangat mempengaruhi terhadap besarnya bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala. Perolehan besaran bahaya erosi diperoleh dengan menggunakan rumus A=RKLSCP (rumus 1).

Hasil perhitungan dengan rumus 1 maka diperoleh besar bahaya erosi di Sub DAS Bekala berkisar antara 0,24 ton/Ha/tahun sampai 40,14 ton/Ha/tahun dengan rata-rata besar bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala yaitu 8,76 ton/Ha/tahun. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa besarnya erosi untuk setiap satuan lahan adalah bervariasi, perbedaan besar bahaya erosi dari setiap satuan lahan ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik wilayah dari setiap satuan lahan yang ada di Sub DAS Bekala.

Metode perhitungan erosivitas hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang tersedia. Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan


(29)

selama sepuluh tahun terakhir (2005-2014) yang diperoleh dari BMKG stasiun klimatologi Sampali Medan (lampiran), yang dihitung erosivitasnya dengan menggunakan rumus Lenvain. Adapun alasan penulis menggunakan rumus Lenvain dalam menentukan erosivitas hujan karena rumus ini dianggap lebih efektif dan efisien dalam penyajiannya yakni hanya menggunakan data curah hujan bulanan rata-rata. Nilai faktor erosivitas hujan untuk setiap satuan lahan di Sub DAS Bekala adalah sama yaitu 166,15 ton/Ha/tahun karena data curah hujan yang digunakan pada Sub DAS ini adalah sama.

Kepekaan tanah terhadap daya hancur dan penghanyutan oleh air hujan disebut erodibilitas tanah, erodibilitas tanah tinggi berarti tanah itu peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah rendah berarti tanah tersebut kuat atau tidak mudah tererosi. Indeks K untuk tanah-tanah di Sub DAS Bekala berkisar antara 0,000 sampai 0,320. Dalam perhitungan tingkat bahaya erosi kedalaman tanah (solum) menjadi pertimbangan, dikarenakan kedalaman tanah berpengaruh besar terhadap besar kecilnya erosi yang terjadi. Tanah-tanah di Sub DAS Bekala mempunyai solum 2 dan 3 yaitu tanah dangkal dengan kedalaman 30-60 cm dan tanah sedang dengan kedalaman 60-90 cm. Tanah bersolum dangkal lebih mudah tererosi dibandingkan dengan tanah bersolum sedang.

Erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke segala arah secara acak, sedangkan pada lahan miring partikel tanah lebih banyak terlempar ke arah bawah dengan proporsi yang semakin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Semakin panjang lereng cenderung semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variable lereng ini menyebabkan laju erosi tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat drastis dengan


(30)

meningkatnya panjang lereng (Suripin, 2004). Lereng di Sub DAS Bekala bervariasi mulai dari datar sampai agak curam dengan indeks LS 0,401 sampai 3,146.

Berdasarkan Tabel kelas bahaya erosi yang terdapat pada Tabel 2, maka bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala terbagi menjadi dua kelas bahaya erosi yaitu kelas bahaya erosi I dan kelas bahaya erosi II. Kelas bahaya erosi I terdapat pada satuan lahan AIP, AIR, AIUc, AIUs, AIIR, LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs meliputi 3.685,22 Ha dari luas Sub DAS Bekala, disebut dengan kelas bahaya erosi I karena besar bahaya erosi pada satuan-satuan lahan ini <15 ton/Ha/tahun (Tabel 2). Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bahaya erosi terkecil terdapat pada satuan lahan LIP dengan besaran bahaya erosi 0,24 ton/Ha/tahun. Faktor yang lebih dominan yang menyebabkan kecilnya bahaya erosi di satuan lahan ini yaitu indeks LS nya yang kecil dengan indeks LS 0,401 , juga karena nilai erodibilitas tanah di satuan lahan ini rendah 0,073 yang berarti tanah tersebut tidak mudah tererosi, nilai indeks vegetasinya juga kecil yaitu 0,1 dan nilai indeks konservasi tanahnya juga kecil yaitu 0,5. Oleh karena itu pada satuan lahan ini dengan bentuk konservasi tanah dan jenis tanaman yang ditanam sudah cocok untuk mencegah besarnya laju bahaya erosi.

Kelas bahaya erosi II terdapat pada satuan lahan AIIUc, AIIUs, AIIIUc, meliputi 338,29 Ha dari luas Sub DAS Bekala, disebut dengan kelas bahaya erosi II karena besar bahaya erosi pada satuan-satuan lahan ini berkisar antara 15-60 ton/Ha/tahun (Tabel 2). Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bahaya erosi terbesar terjadi pada satuan lahan AIIIUc dengan besaran bahaya erosi 40,14 ton/Ha/tahun dan berada pada bagian hulu Sub DAS Bekala. Hal ini disebabkan karena pada bagian hulu Sub DAS Bekala kemiringan lerengnya lebih besar dibanding dengan bagian lain di Sub DAS Bekala, yaitu dengan kemiringan lereng 15%. Faktor yang lebih dominan yang menyebabkan besarnya bahaya erosi yang terjadi pada satuan lahan ini yaitu


(31)

indeks LS nya yang lebih besar dibandingkan dengan indeks LS di satuan lahan lainnya dengan indeks LS 3,146, juga karena nilai erodibilitas tanah di satuan lahan ini yang lebih tinggi dibanding dengan nilai erodibilitas tanah di satuan lahan LIP yaitu 0,320 yang berarti tanah tersebut mudah tererosi, nilai indeks vegetasinya juga besar yaitu 0,6 dan nilai indeks konservasi tanahnya juga besar yaitu 0,4. Untuk mengurangi besarnya bahaya erosi pada satuan lahan ini seharusnya perlu mendapatkan bentuk konservasi tanah yang lebih baik dari yang telah dilakukan atau melakukan praktek konservasi tanah yang memiliki indeks nilai P yang lebih kecil dari konservasi tanah yang sudah dilakukan. Selain itu vegetasi penutup juga harus diganti dengan jenis tanaman lain yang memiliki indeks nilai C yang lebih kecil sehingga laju bahaya erosinya dapat berkurang.

2. Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala

Terdapat 3 tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala yaitu tingkat bahaya erosi ringan (R) yang berada pada satuan lahan LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs di Kecamatan Medan Tuntungan dan Pancur Batu meliputi 2.000,32 Ha dari luas Sub DAS Bekala, dengan besaran bahaya erosi berkisar antara 0,24 ton/Ha/tahun sampai 5,51 ton/Ha/tahun, hal ini disebabkan karena nilai erodibilitas tanah di satuan-satuan lahan tersebut rendah 0,073 yang berarti tanah tersebut tidak mudah tererosi, juga karena kedalaman tanah yang sedang (60-90 cm), dimana tanah yang bersolum sedang tidak lebih berbahaya jika terjadi erosi dibanding dengan tanah yang bersolum dangkal. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya bahaya erosi yang terjadi di satuan lahan ini masih dapat dibiarkan karena menurut Rahim (2006), di Indonesia besarnya laju bahaya erosi yang dapat dibiarkan yaitu 25 ton/Ha/tahun atau setara dengan 2,5 mm/tahun tanah hilang.


(32)

Tingkat bahaya erosi sedang (S) berada pada satuan lahan AIP, AIR, AIUc, AIUs, AIIR di Kecamatan Medan Johor dan Pancur Batu meliputi 1.684,9 Ha dari luas Sub DAS Bekala, dengan besaran bahaya erosi berkisar antara 0,87 ton/Ha/tahun sampai 7,14 ton/Ha/tahun, hal ini disebabkan karena nilai erodibilitas tanahnya yang lebih tinggi dibanding dengan nilai erodibilitas tanah pada tingkat bahaya erosi ringan yakni 0,320 yang berarti tanah cukup mudah tererosi, juga karena kedalaman tanahnya (solum) dangkal (30-60 cm), dimana tanah yang bersolum dangkal lebih berbahaya jika terjadi erosi dibanding dengan tanah yang bersolum sedang. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya bahaya erosi yang terjadi di satuan lahan ini masih dapat dibiarkan karena menurut Rahim (2006), di Indonesia besarnya laju bahaya erosi yang dapat dibiarkan yaitu 25 ton/Ha/tahun atau setara dengan 2,5 mm/tahun tanah hilang.

Tingkat bahaya erosi berat (B) berada pada satuan lahan AIIUc, AIIUs, AIIIUc di Kecamatan Pancur Batu meliputi 338,29 Ha dari luas Sub DAS Bekala, dengan besaran bahaya erosi berkisar antara 21,00 ton/Ha/tahun sampai 40,14 ton/Ha/tahun, hal ini disebabkan karena nilai erodibilitas tanahnya yang lebih tinggi dibanding dengan nilai erodibilitas tanah pada tingkat bahaya erosi ringan yakni 0,320 yang berarti tanah cukup mudah tererosi, juga karena kedalaman tanahnya (solum) dangkal (30-60 cm), dimana tanah yang bersolum dangkal lebih berbahaya jika terjadi erosi dibanding dengan tanah yang bersolum sedang, serta karena indeks LS nya yang lebih besar dibanding dengan indeks LS pada tingkat bahaya erosi ringan dan sedang yakni dengan indeks LS 1,411 sampai 3,146. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya bahaya erosi yang terjadi di satuan lahan ini tidak dapat dibiarkan karena menurut Rahim (2006), di Indonesia besarnya laju bahaya erosi yang dapat dibiarkan yaitu 25 ton/Ha/tahun atau setara dengan 2,5 mm/tahun tanah hilang.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial

Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai

(http://www.dephut.go.id/apl/uploads/P.12_2014_RencanaTeknikRehabilita siHutanLahanDAS_.pdf) diakses 14 November 2014 pukul 16. 35 WIB.

Anonimus. Medan Bisnis, http://www.medanbisnisdaily.com/e-paper/2011-05-26/IV.pdf diakses tanggal 20 Oktober 2014 pukul 14.25 WIB)

PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1 tahun 2009

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Arsyad, S, 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

Asdak, C, 1995. Hidrologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Budiyanto, Eko, 2010. Sistem Informasi Geografis dengan ArcView GIS Pengembangan Pembuatan Peta Digital, Teknik Analisis Spasial, Buffer, Query, Skoring dan Overlay, Pengolahan 3 Dimensi, Analisis Theme, serta DASar Sistem Informasi Spasial. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Harahap, Syafri. Tim Ekspedisi DAS Deli Temui Kejanggalan Di Hulu, Artikel http://www.waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=arti

cle&id=13562:tim-ekspedisi-DAS-deli-temui-kejanggalan-dihulu& catid=51:medan&itemid=206) diakses 12 Juni 2014 pukul 21. 37 WIB

Jauhari, I. Maret, 2012. Prediksi Erosi Di Sub-Sub DAS Lengkese, Sub DAS Lengkese, Hulu DAS Jeneberang, Skripsi. Makassar: Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Kartasapoetra, 2010. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Nugroho, P. Fajar, 2008. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Pada Kawasan Agroforestri Di Sub DAS Solo Hulu Kabupaten Wonogiri Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), Skripsi. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Raharjo, P. Saifudin, 2008. Pemetaan Erosi DAS Lukulo Hulu Dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi, Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan Vol 8. Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsembung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kebumen, Jawa Tengah.


(34)

Rahim, S. E, 2006. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Rahman, A. As-syakur, 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geogarfi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan, Jurnal Vol 2. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) V, Universitas Udayana. Denpasar.

Ridiza, 2013. Analisis Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Sub DAS Babura, Skripsi. Medan : Universitas Negeri Medan.

Rumaijuk, A. Frian, 2009. Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu), Skripsi. Medan: Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(1)

selama sepuluh tahun terakhir (2005-2014) yang diperoleh dari BMKG stasiun klimatologi Sampali Medan (lampiran), yang dihitung erosivitasnya dengan menggunakan rumus Lenvain. Adapun alasan penulis menggunakan rumus Lenvain dalam menentukan erosivitas hujan karena rumus ini dianggap lebih efektif dan efisien dalam penyajiannya yakni hanya menggunakan data curah hujan bulanan rata-rata. Nilai faktor erosivitas hujan untuk setiap satuan lahan di Sub DAS Bekala adalah sama yaitu 166,15 ton/Ha/tahun karena data curah hujan yang digunakan pada Sub DAS ini adalah sama.

Kepekaan tanah terhadap daya hancur dan penghanyutan oleh air hujan disebut erodibilitas tanah, erodibilitas tanah tinggi berarti tanah itu peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah rendah berarti tanah tersebut kuat atau tidak mudah tererosi. Indeks K untuk tanah-tanah di Sub DAS Bekala berkisar antara 0,000 sampai 0,320. Dalam perhitungan tingkat bahaya erosi kedalaman tanah (solum) menjadi pertimbangan, dikarenakan kedalaman tanah berpengaruh besar terhadap besar kecilnya erosi yang terjadi. Tanah-tanah di Sub DAS Bekala mempunyai solum 2 dan 3 yaitu tanah dangkal dengan kedalaman 30-60 cm dan tanah sedang dengan kedalaman 60-90 cm. Tanah bersolum dangkal lebih mudah tererosi dibandingkan dengan tanah bersolum sedang.

Erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke segala arah secara acak, sedangkan pada lahan miring partikel tanah lebih banyak terlempar ke arah bawah dengan proporsi yang semakin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Semakin panjang lereng cenderung semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variable lereng ini menyebabkan laju erosi tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat drastis dengan


(2)

meningkatnya panjang lereng (Suripin, 2004). Lereng di Sub DAS Bekala bervariasi mulai dari datar sampai agak curam dengan indeks LS 0,401 sampai 3,146.

Berdasarkan Tabel kelas bahaya erosi yang terdapat pada Tabel 2, maka bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala terbagi menjadi dua kelas bahaya erosi yaitu kelas bahaya erosi I dan kelas bahaya erosi II. Kelas bahaya erosi I terdapat pada satuan lahan AIP, AIR, AIUc, AIUs, AIIR, LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs meliputi 3.685,22 Ha dari luas Sub DAS Bekala, disebut dengan kelas bahaya erosi I karena besar bahaya erosi pada satuan-satuan lahan ini <15 ton/Ha/tahun (Tabel 2). Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bahaya erosi terkecil terdapat pada satuan lahan LIP dengan besaran bahaya erosi 0,24 ton/Ha/tahun. Faktor yang lebih dominan yang menyebabkan kecilnya bahaya erosi di satuan lahan ini yaitu indeks LS nya yang kecil dengan indeks LS 0,401 , juga karena nilai erodibilitas tanah di satuan lahan ini rendah 0,073 yang berarti tanah tersebut tidak mudah tererosi, nilai indeks vegetasinya juga kecil yaitu 0,1 dan nilai indeks konservasi tanahnya juga kecil yaitu 0,5. Oleh karena itu pada satuan lahan ini dengan bentuk konservasi tanah dan jenis tanaman yang ditanam sudah cocok untuk mencegah besarnya laju bahaya erosi.

Kelas bahaya erosi II terdapat pada satuan lahan AIIUc, AIIUs, AIIIUc, meliputi 338,29 Ha dari luas Sub DAS Bekala, disebut dengan kelas bahaya erosi II karena besar bahaya erosi pada satuan-satuan lahan ini berkisar antara 15-60 ton/Ha/tahun (Tabel 2). Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bahaya erosi terbesar terjadi pada satuan lahan AIIIUc dengan besaran bahaya erosi 40,14 ton/Ha/tahun dan berada pada bagian hulu Sub DAS Bekala. Hal ini disebabkan karena pada bagian hulu Sub DAS Bekala kemiringan lerengnya lebih besar dibanding dengan bagian lain di Sub DAS Bekala, yaitu dengan kemiringan lereng 15%. Faktor yang lebih dominan yang menyebabkan besarnya bahaya erosi yang terjadi pada satuan lahan ini yaitu


(3)

indeks LS nya yang lebih besar dibandingkan dengan indeks LS di satuan lahan lainnya dengan indeks LS 3,146, juga karena nilai erodibilitas tanah di satuan lahan ini yang lebih tinggi dibanding dengan nilai erodibilitas tanah di satuan lahan LIP yaitu 0,320 yang berarti tanah tersebut mudah tererosi, nilai indeks vegetasinya juga besar yaitu 0,6 dan nilai indeks konservasi tanahnya juga besar yaitu 0,4. Untuk mengurangi besarnya bahaya erosi pada satuan lahan ini seharusnya perlu mendapatkan bentuk konservasi tanah yang lebih baik dari yang telah dilakukan atau melakukan praktek konservasi tanah yang memiliki indeks nilai P yang lebih kecil dari konservasi tanah yang sudah dilakukan. Selain itu vegetasi penutup juga harus diganti dengan jenis tanaman lain yang memiliki indeks nilai C yang lebih kecil sehingga laju bahaya erosinya dapat berkurang.

2. Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Bekala

Terdapat 3 tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala yaitu tingkat bahaya erosi ringan (R) yang berada pada satuan lahan LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs di Kecamatan Medan Tuntungan dan Pancur Batu meliputi 2.000,32 Ha dari luas Sub DAS Bekala, dengan besaran bahaya erosi berkisar antara 0,24 ton/Ha/tahun sampai 5,51 ton/Ha/tahun, hal ini disebabkan karena nilai erodibilitas tanah di satuan-satuan lahan tersebut rendah 0,073 yang berarti tanah tersebut tidak mudah tererosi, juga karena kedalaman tanah yang sedang (60-90 cm), dimana tanah yang bersolum sedang tidak lebih berbahaya jika terjadi erosi dibanding dengan tanah yang bersolum dangkal. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya bahaya erosi yang terjadi di satuan lahan ini masih dapat dibiarkan karena menurut Rahim (2006), di Indonesia besarnya laju bahaya erosi yang dapat dibiarkan yaitu 25 ton/Ha/tahun atau setara dengan 2,5 mm/tahun tanah hilang.


(4)

Tingkat bahaya erosi sedang (S) berada pada satuan lahan AIP, AIR, AIUc, AIUs, AIIR di Kecamatan Medan Johor dan Pancur Batu meliputi 1.684,9 Ha dari luas Sub DAS Bekala, dengan besaran bahaya erosi berkisar antara 0,87 ton/Ha/tahun sampai 7,14 ton/Ha/tahun, hal ini disebabkan karena nilai erodibilitas tanahnya yang lebih tinggi dibanding dengan nilai erodibilitas tanah pada tingkat bahaya erosi ringan yakni 0,320 yang berarti tanah cukup mudah tererosi, juga karena kedalaman tanahnya (solum) dangkal (30-60 cm), dimana tanah yang bersolum dangkal lebih berbahaya jika terjadi erosi dibanding dengan tanah yang bersolum sedang. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya bahaya erosi yang terjadi di satuan lahan ini masih dapat dibiarkan karena menurut Rahim (2006), di Indonesia besarnya laju bahaya erosi yang dapat dibiarkan yaitu 25 ton/Ha/tahun atau setara dengan 2,5 mm/tahun tanah hilang.

Tingkat bahaya erosi berat (B) berada pada satuan lahan AIIUc, AIIUs, AIIIUc di Kecamatan Pancur Batu meliputi 338,29 Ha dari luas Sub DAS Bekala, dengan besaran bahaya erosi berkisar antara 21,00 ton/Ha/tahun sampai 40,14 ton/Ha/tahun, hal ini disebabkan karena nilai erodibilitas tanahnya yang lebih tinggi dibanding dengan nilai erodibilitas tanah pada tingkat bahaya erosi ringan yakni 0,320 yang berarti tanah cukup mudah tererosi, juga karena kedalaman tanahnya (solum) dangkal (30-60 cm), dimana tanah yang bersolum dangkal lebih berbahaya jika terjadi erosi dibanding dengan tanah yang bersolum sedang, serta karena indeks LS nya yang lebih besar dibanding dengan indeks LS pada tingkat bahaya erosi ringan dan sedang yakni dengan indeks LS 1,411 sampai 3,146. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya bahaya erosi yang terjadi di satuan lahan ini tidak dapat dibiarkan karena menurut Rahim (2006), di Indonesia besarnya laju bahaya erosi yang dapat dibiarkan yaitu 25 ton/Ha/tahun atau setara dengan 2,5 mm/tahun tanah hilang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial

Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai

(http://www.dephut.go.id/apl/uploads/P.12_2014_RencanaTeknikRehabilita siHutanLahanDAS_.pdf) diakses 14 November 2014 pukul 16. 35 WIB.

Anonimus. Medan Bisnis, http://www.medanbisnisdaily.com/e-paper/2011-05-26/IV.pdf diakses tanggal 20 Oktober 2014 pukul 14.25 WIB)

PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1 tahun 2009

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Arsyad, S, 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

Asdak, C, 1995. Hidrologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Budiyanto, Eko, 2010. Sistem Informasi Geografis dengan ArcView GIS Pengembangan Pembuatan Peta Digital, Teknik Analisis Spasial, Buffer, Query, Skoring dan Overlay, Pengolahan 3 Dimensi, Analisis Theme, serta DASar Sistem Informasi Spasial. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Harahap, Syafri. Tim Ekspedisi DAS Deli Temui Kejanggalan Di Hulu, Artikel http://www.waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=arti

cle&id=13562:tim-ekspedisi-DAS-deli-temui-kejanggalan-dihulu& catid=51:medan&itemid=206) diakses 12 Juni 2014 pukul 21. 37 WIB

Jauhari, I. Maret, 2012. Prediksi Erosi Di Sub-Sub DAS Lengkese, Sub DAS Lengkese, Hulu DAS Jeneberang, Skripsi. Makassar: Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Kartasapoetra, 2010. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Nugroho, P. Fajar, 2008. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Pada Kawasan Agroforestri Di Sub DAS Solo Hulu Kabupaten Wonogiri Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), Skripsi. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Raharjo, P. Saifudin, 2008. Pemetaan Erosi DAS Lukulo Hulu Dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi, Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan Vol 8. Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsembung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kebumen, Jawa Tengah.


(6)

Rahim, S. E, 2006. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Rahman, A. As-syakur, 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geogarfi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan, Jurnal Vol 2. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) V, Universitas Udayana. Denpasar.

Ridiza, 2013. Analisis Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Sub DAS Babura, Skripsi. Medan : Universitas Negeri Medan.

Rumaijuk, A. Frian, 2009. Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu), Skripsi. Medan: Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.