Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi

PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP
PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI
DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI

EMMA HIJRIATI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ekowisata
Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial, dan Ekonomi
di Kampung Batusuhunan, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013

Emma Hijriati
NIM I34090135

ABSTRAK
EMMA HIJRIATI. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Kondisi
Ekologi, Sosial, dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi. Dibimbing
oleh RINA MARDIANA.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata yang bertanggungjawab terhadap
kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat
dalam mengelola potensi ekowisata menjadi penting karena masyarakat memiliki
pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual
sebagai daya tarik ekowisata. Pengembangan ekowisata yang dikelola oleh
masyarakat berpengaruh terhadap kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi
masyarakat setempat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan terhadap perubahan
kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ekowisata berbasis masyarakat memberikan perubahan bagi masyarakat
Batusuhunan khususnya pada aspek ekologi dan sosial. Pada aspek ekologi,
penduduk telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan dengan cara
membuang sampah pada tempatnya dan gaya hidup ramah lingkungan. Pada
aspek sosial, ekowisata meningkatkan kerjasama masyarakat khususnya di bidang
ekowisata. Kegiatan sosial di masyarakat menjadi lebih sering diadakan seiring
dengan pengembangan ekowisata. Pada aspek ekonomi, peluang pekerjaan yang
diperoleh dari sektor ekowisata dapat menjadi penghasilan tambahan bagi
keluarga. Namun, perubahan taraf hidup belum dapat dirasakan oleh masyarakat
Batusuhunan karena pengembangan ekowisata baru saja dimulai dan baru berjalan
kurang lebih selama 3 tahun.
Kata kunci: ekowisata berbasis masyarakat, ekologi, sosial, ekonomi

ABSTRACT
EMMA HIJRIATI. Community Based Ecotourism influence the condition of
Ecology, Social, and Economic Batusuhunan village, Sukabumi. Supervised by
RINA MARDIANA.
Ecotourism is responsible travel journey towards environmental
sustainability and well being of local communities. Active role in managing
ecotourism potential is important because people have the knowledge of nature

and culture potential sale value as ecotourism attraction. The development of
community managed ecotourism affects the ecological, social, and economic
communities. The purpose of this study was to analyze the influence of
community based ecotourism in village Batusuhunan to changing ecological,
social, and economic community. The results showed that the presence of
community based ecotourism Batusuhunan give change for the community
especially in the ecological and social aspects. On ecological aspect, the
population has had the awareness to protect the environment by disposing of
waste in place and environmentally friendly lifestyle. In the social aspect,
ecotourism increase cooperation of community especially in the field ecotourism.

Social activities in the community often held in line with the development of
ecotourism. On the economic, employment opportunities derived from ecotourism
sector could be extra income for the family. However, changes in the standard of
living can not be perceived by the Batusuhunan community because ecotourism
development has just started and has been running for about 3 years.
Keywords: Community Based Ecotourism, ecological, social, economic

PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP
PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI

DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI

EMMA HIJRIATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan
Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan,
Sukabumi
Nama

: Emma Hijriati
NIM
: I34090135

Disetujui oleh

Rina Mardiana, SP, MSi.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekowisata Berbasis
Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di

Kampung Batusuhunan, Sukabumi” ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Rina Mardiana, SP, MSi selaku
dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran dan
sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ummi Yeti dan Bapak Amar Rusli, orang tua
penulis atas doa dan kasih sayangnya, serta Sumayyah, Siti Hapsari, dan Hamzah
Ali, kakak dan adik tersayang yang telah menghibur, memberikan dukungan doa
dan semangat selama penulisan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan atas keramahan dan
kerjasama seluruh warga Kampung Batusuhunan Ibu Apsiah, Pak Haji Bayi,
Rizal, Pak Dasep, Teh Anti, Pak Camat Surade, Pak Lurah Surade, dan warga
yang telah senantiasa membantu penulis selama penelitian yang tidak dapat
dituliskan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan bagi pihak-pihak
terkait yang akan membangun Kampung Batusuhunan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan HIMASIERA
2012 Rizka Amalia, Femy, Zela, Kiki, Mezy. Teman-teman seperjuangan
Pasurenaners, Eka, Tante Dewi, Nuy, Tanti, Putra, dan Kuncoro. Keluarga besar
K2NUI 2013 Pulau Brass yang telah memberikan doa, semangat, dan
menginspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Teman-teman terdekat
penulis, Zulmiziar Marwandana, Tiara Anja Kusuma, Finka Dwi Utami, Andri

Nur Azizah, Indah Permatasari, Dewi Maharani Putri, Erni Sri Mulyani, Cucu
Setiawati, dan Arniesa Nuur Endah yang senantiasa mendampingi penulis disaat
senang maupun sedih dan senantiasa menjadi penyemangat bagi penulis.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman seperjuangan dan satu
bimbingan, Melisa Anjani dan Vici Novia, serta teman-teman SKPM 46 yang
telah memberikan doa, motivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, November 2013

Emma Hijriati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4


Kegunaan Penelitian

4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

5
5

Kerangka Pemikiran

10

Hipotesis

11

Definisi Operasional


12

METODE

17

Metode Penelitian

17

Teknik Sampling

18

Teknik Pengumpulan Data

19

Teknik Analisis Data


19

PROFIL LOKASI PENELITIAN

21

Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Kelurahan Surade

21

Kondisi Infrastruktur Kelurahan Surade

23

Gambaran Umum Kampung Batusuhunan

24

Ekowisata Berbasis Masyarakat Kampung Batusuhunan

24

Karakteristik Responden

30

PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI KAMPUNG BATUSUHUNAN

33

Kondisi Ekologi Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata

33

Kondisi Ekologi Mayarakat Setelah Adanya Ekowisata

35

PERUBAHAN KONDISI SOSIAL KAMPUNG BATUSUHUNAN

38

Kondisi Sosial Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata

39

Kondisi Sosial Masyarakat Setelah Adanya Ekowisata

40

PERUBAHAN KONDISI EKONOMI KAMPUNG BATUSUHUNAN

43

Kondisi Ekonomi Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata

43

Kondisi Ekonomi Masyarakat Setelah Adanya Ekowisata

45

SIMPULAN DAN SARAN

49

Simpulan

49

Saran

49

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

51

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1
2

Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013
Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Surade menurut jenis
kelamin, tahun 2013
3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan tingkat
kelestarian lingkungan
4 Jumlah dan persentase perubahan tingkat kerjasama masyarakat
Kampung Batusuhunan
5 Jumlah dan persentase perubahan tingkat pendapatan rumahtangga
Kampung Batusuhunan
6 Jumlah dan persentase perubahan tingkat taraf hidup rumahtangga
Kampung Batusuhunan

18
21
36
41
46
48

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kerangka pemikiran
Jenis pekerjaan mayarakat Surade
Persentase tingkat pendidikan masyarakat Surade
Ketersediaan jumlah sarana infrastruktur Kelurahan Surade
Struktur kepengurusan ekowisata berbasis masyarakat
Persentase pekerjaan utama responden
Persentase pekerjaan sampingan responden
Persentase responden menurut tingkat pendidikan di Kampung
Batusuhunan, tahun 2013
9 Kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya
10 Tingkat pendapatan masyarakat sebelum ekowisata

11
22
23
23
29
31
31
32
34
44

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Kelurahan Surade
2 Daftar sensus masyarakat yang terlibat dalam sektor ekowisata
3 Kuesioner
4 Panduan pertanyaan
5 Dokumentasi
6 Hasil uji statistik T

52
54
55
62
65
65

x

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi keindahan alam dan kekayaan budaya yang
bernilai tinggi dalam pasar industri ekowisata. Potensi alam tersebut dapat berupa
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, keanekaragaman flora, fauna dan
gejala alam dengan keindahan pemandangan yang masih alami. Untuk
kebudayaan, Indonesia memiliki sistem religi, kesenian, bahasa daerah, ritus
kebudayaan, pengetahuan, dan organisasi sosial. Berdasarkan laporan World
Travel Tourism Council (WTTC) tahun 2000, pertumbuhan ekowisata rata-rata
sebesar 10 persen per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan rata-rata per tahun untuk pariwisata pada umumnya yaitu sebesar 4.6
persen per tahun. Sebagai bentuk wisata, ekowisata mempunyai kekhususan
tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan,
kesejahteraan penduduk lokal, dan menghargai budaya lokal. Sehingga ekowisata
banyak diminati wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran paradigma
kepariwisataan internasional dari bentuk pariwisata masal (mass tourism) ke
wisata minat khusus yaitu ekowisata.
Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 20091
tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, telah mendorong
Pemerintah Daerah untuk mengembangkan ekowisata yang belakangan ini telah
menjadi trend dalam kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Secara garis besar,
peraturan ini menjelaskan bahwa ekowisata merupakan potensi sumberdaya alam,
lingkungan, serta keunikan alam dan budaya yang dapat menjadi salah satu sektor
unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal. Dengan demikian,
dalam rangka pengembangan ekowisata di daerah secara optimal perlu strategi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, serta
pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial, ekonomi,
ekologi, dan melibatkan pemangku kepentingan dalam mengelola potensi
ekowisata. Selanjutnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf),
Mari Elka Pangestu menambahkan bahwa kebutuhan untuk berwisata, berekreasi
dan menghasilkan suatu karya kreatif telah menjadi kebutuhan gaya hidup
masyarakat2.
Yoeti (2008) mengemukakan bahwa ekowisata sebagai kegiatan pariwisata
memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekologi, sosial
dan ekonomi. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif.
Di bidang ekonomi, Ekowisata telah berkembang sebagai salah satu industri
pariwisata yang potensial untuk meningkatkan penerimaan devisa negara,
terutama pada dasawarsa terakhir ini. Di Indonesia, ekowisata telah
menyumbangkan devisa sebesar Rp 80 triliun pada tahun 2008 dengan jumlah
wisatawan mancanegara sebanyak 6.5 juta orang. Penerimaan tersebut meningkat
33 persen dari tahun 2007 (Rp 60 triliun), dengan jumlah wisatawan mancanegara
1

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan
Ekowisata di Daerah
2
Oleh I Made Asdhiana, Senin, 29 Oktober 2012, url:
http://travel.kompas.com/read/2012/10/29/19581943/Berwisata.Jadi.Kebutuhan.Gaya.Hidup

2

yang datang ke Indonesia sebesar lima juta orang3. Sektor ekowisata akan menjadi
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila sektor ini dikelola dengan
pengelolaan yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Hasil penelitian Tafalas (2010) menyatakan bahwa
pengembangan ekowisata bahari di Pulau Mansuar menimbulkan dampak positif
pada kelestarian lingkungan berupa semakin terpeliharanya perilaku masyarakat
dalam menjaga lingkungan hidupnya, tetapi menimbulkan dampak negatif
terjadinya konflik kepemilikan lahan. Hasil penelitian Ayuningtyas (2011)
memaparkan bahwa adanya ekowisata berpengaruh pada aspek sosial, yaitu
tingkat kerjasama di Desa Citalahab Central relatif meningkat meskipun tidak
rutin. Hal ini terjadi karena di Citalahab Central terdapat tokoh agama dan ketua
KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang selalu mengingatkan tentang
kerjasama atau gotong royong.
Konsep pengembangan ekowisata berbasis komunitas hadir sebagai
alternatif solusi untuk melestarikan dan mempertahankan keseimbangan alam dan
budaya setempat dengan memanfaatkan potensi alam, budaya, kearifan lokal, dan
melibatkan masyarakat dalam seluruh kegiatan pelaksanaan pengembangan
ekowisata. Ekowisata berbasis komunitas merupakan usaha ekowisata yang
menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan
bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi
potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata. Hasil penelitian Untari (2009)
permasalahan yang muncul seiring pengembangan ekowisata, seperti kasus
pengembangan ekowisata di Zona Wisata Bogor Barat adalah pengelolaan yang
belum optimal karena dalam implementasinya masyarakat masih diposisikan
sebagai objek dalam kegiatan wisata dan pelibatan dalam pengembangan
ekowisata masih kurang. Selain itu, pengetahuan masyarakat masih rendah
terutama dalam pengelolaan ekowisata.
Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang menerapkan prinsip ekowisata
berbasis masyarakat dalam pengelolaannya. Kawasan ini merupakan wilayah yang
masuk ke dalam rencana pengembangan prioritas di Kelurahan Surade. Surade
terletak di selatan Kabupaten Sukabumi, jarak dari kota Sukabumi menuju Surade
sekitar 63 km. Kampung Batusuhunan terletak di bagian selatan Kelurahan
Surade. Kampung Batusuhunan menjadi prioritas pertama dalam rencana
pembangunan karena terdapat curug yang berpotensi untuk dijadikan kawasan
ekowisata, yang diberi nama Curug Cigangsa. Selain memiliki keindahan alam
yang oleh orang-orang disebut “the little Niagara” juga memiliki keunikan
sendiri yaitu masyarakatnya yang merupakan masyarakat adat dan Islam yang
sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Sehingga konsep ekowisata yang
ditawarkan di Kampung Batusuhunan adalah “Ekowisata Islami” yang sesuai
dengan kehidupan masyarakat setempat yang masih sangat Islami (Adelia 2012).
Ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan memberikan
pengaruh terhadap kehidupan masyarakat setempat, khususnya pada aspek
ekologi, sosial, dan ekonomi. Kegiatan ekowisata dapat membuka lapangan
pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat setempat. Di bidang sosial, adanya interaksi antara masyarakat
3

Siaran Pers Nomor: S.569/PIK-1/2009 Kementerian Kehutanan Republik Indonesia:
Melambungkan Devisa Melalui Ekowisata

3

setempat untuk mengelola ekowisata menjadikan tingkat kerjasama dan tolong
menolong dapat menjadi semakin erat. Selain itu, di bidang ekologi, masyarakat
diharapkan memiliki kesadaran akan menjaga kelestarian lingkungan. Atas dasar
pemikiran diatas, diperlukan penelitian tentang perubahan ekologi, sosial dan
ekonomi yang dipengaruhi oleh pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di
Kampung Batusuhunan.
Perumusan Masalah
Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke tempat yang
memiliki daya tarik alami dengan mengutamakan aspek konservasi. Aspek
konservasi inilah yang membedakan ekowisata dengan pariwisata yang bertujuan
untuk kepuasan semata sehingga ekowisata dapat menyadarkan wisatawan dan
pengelola agar bertanggungjawab akan kelestarian lingkungan dan budaya daerah
tujuan wisata. Daya tarik alami ekowisata berasal dari keindahan alam,
kebudayaan, tradisi, dan kesenian khas dari masyarakat suatu daerah. Hal ini
memungkinkan masyarakat setempat untuk dapat mengelola ekowisata
berdasarkan pengetahuan tentang alam dan budaya yang mereka miliki.
Curug Cigangsa yang terdapat di Kampung Batusuhunan, Kelurahan
Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu
ekowisata yang telah menerapkan prinsip ekowisata berbasis masyarakat dalam
pengelolaannya. Pengembangan ekowisata tentu akan memberikan pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat, sehingga terjadi perubahan dalam aspek ekologi
sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Perubahan tersebut ada yang bersifat
positif dan ada yang negatif. Pada aspek sosial, adanya interaksi antara
masyarakat setempat untuk mengelola ekowisata menjadikan tingkat kerjasama
dan tolong menolong dapat menjadi semakin erat. Pada aspek ekonomi tentu
terjadi perubahan, antara lain perubahan taraf hidup masyarakat. Sedangkan pada
aspek lingkungan diharapkan dapat terjaga kelestariannya untuk keberlanjutan
ekowisata. Dengan demikian, agar nantinya pengelolaan ekowisata berbasis
masyarakat di Curug Cigangsa lebih memberikan kontribusi secara signifikan
terhadap ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat setempat, maka sejak awal perlu
dilakukan penelitian yang mendalam mengenai pengaruh ekowisata terhadap
ekologi, sosial, dan ekonomi di Curug Cigangsa. Terkait dengan kondisi tersebut,
rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.

Bagaimanakah perubahan kondisi ekologi di Kampung Batusuhunan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat?
Bagaimanakah perubahan kondisi sosial di Kampung Batusuhunan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat?
Bagaimanakah perubahan kondisi ekonomi di Kampung Batusuhunan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat?

4

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis perubahan kondisi ekologi di Kampung Batusuhunan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat.
2. Menganalisis perubahan kondisi sosial di Kampung Batusuhunan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat.
3. Menganalisis perubahan kondisi ekonomi di Kampung Batusuhunan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat.
Kegunaan Penelitian
1.

2.
3.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
kajian untuk penelitian selanjutnya terkait perubahan ekologi, sosial, dan
ekonomi di kawasan ekowisata.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengembangan ekowisata kedepan.
Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman dan wawasan dalam
mengoptimalkan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pariwisata, Ekowisata, dan Prinsip Ekowisata
Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk
menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang,
memenuhi rasa ingin tahu dan menghabiskan waktu senggang atau waktu libur
(Zalukhu 2009 seperti dikutip Saputro 2011).
Berbeda dengan pariwisata, ekowisata didefinisikan The International
Ecotourism Society (TIES) (2000) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006)
sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Istilah ekowisata mulai
diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurian, setelah itu
beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing-masing meninjau dari
sudut pandang berbeda. Menurut Hector Ceballos-Lascurain definisi dari
ecoturism (ekowisata) adalah perjalanan wisata alam yang tidak mengganggu atau
merusak lingkungan alam, dengan tujuan khusus misalnya untuk mempelajari,
mengagumi dan menikmati pemandangan serta tumbuh-tumbuhan dan satwa liar,
seperti setiap perwujudan kebudayaan (baik masa lampau atau sekarang) yang ada
di daerah yang bersangkutan (Fennell 1999).
From (2004) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga
konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan. Wisata ini biasanya menggunakan sumberdaya hemat
energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang, dan mata air.
Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna, tidak
mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan yang
asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat.
Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang
diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan itu. Prinsipnya, akomodasi yang
tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang
ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku impor, melainkan semuanya
berbasis produk lokal. Oleh sebab itu, wisata ini memberikan keuntungan
langsung bagi masyarakat lokal.
Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan
alam dan budaya lokal. Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakat
lokal bukan sebaliknya mengurangi mereka. Wisatawan tidak menuntut
masyarakat lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan ektra tetapi
mendorong mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan
pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.

6

Dari definisi di atas dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata TIES (2000)
dikutip Damanik dan Weber (2006), yaitu sebagai berikut:
a). Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan
dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
b). Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di
destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelaku
wisata lainnya.
c). Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama
dalam pemeliharaan atau konservasi obyek daya tarik wisata.
d). Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi
melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
e). Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal
dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
f). Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di
daerah tujuan wisata.
g). Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan
kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi
wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan
disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.
Definisi dan prinsip-prinsip ekowisata yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian lingkungan inilah yang telah mendorong para pengelola tempat wisata
untuk menerapkan konsep ekowisata pada daerah tujuan wisata. Seperti yang telah
diterapkan di sejumlah taman nasional di Indonesia yaitu Taman Nasional Gunung
Leuser, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Terdapat pula di kawasan konservasi mangrove
di Nusa Lembongan Bali dan Teluk Youtefa, Jayapura. Ekowisata Bahari juga
diterapkan di Pulau Mansuar Raja Ampat, Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu, Taman Nasional Teluk Cendrawasih Papua, dan Pulau Pasi Kepulauan
Selayar Sulawesi Selatan. Di kawasan dataran tinggi, terdapat ekowisata Dataran
Tinggi Dieng dan yang terakhir adalah kawasan konservasi penyu di Kepulauan
Derawan Kalimantan Timur.
Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat
Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang
menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada
kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya
yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan
masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak
masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki
secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis
masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri.
Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan
pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para
pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan
organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan serta

7

menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing masing
(WWF Indonesia 2009).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009
bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan
karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan
memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata;
(3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan
untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab,
dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan
kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu
peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan
keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal.
Prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini dapat kita lihat
pada contoh kasus pengelolaan ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Wisata Teluk Youtefa
Jayapura. Penerapan ekowisata berbasis masyarakat pada kasus taman nasional di
Gunung Halimun Salak dan Bukit Tigapuluh bertujuan untuk konservasi
sumberdaya yang ada dihutan agar tetap lestari sehingga adanya ekowisata
diharapkan lebih meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kawasan dan segala kegiatan yang merusak alam karena jika alam rusak maka
akan merugikan masyarakat sendiri. Ekowisata juga merupakan salah satu cara
yang ditempuh oleh taman nasional untuk membantu perekonomian masyarakat
lokal. Masyarakat pun ikut berperan serta dalam kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat telah
menjadi salah satu upaya untuk menghormati adat dan budaya masyarakat
setempat dan ikut menjaga hutan alam.
Hampir mirip dengan penerapan ekowisata berbasis masyarakat di taman
nasional, penerapan ekowisata berbasis masyarakat di Taman Wisata Teluk
Youtefa Jayapura (TWTY) memiliki peranan penting mengingat fungsi ekologis
sebagai pendukung produktivitas perairan disekitar kawasan Teluk Youtefa dan
juga mendukung kehidupan satwa liar serta aktivitas masyarakat setempat.
Berdasarkan potensi kawasan mangrove di TWTY, maka diperlukan suatu
perencanaan pengembangan ekowisata yang memadukan upaya pelestarian hutan
mangrove dengan kepentingan pembangunan dibidang pariwisata. Untuk itu,
konsep Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di kawasan TWTY dengan
menggunakan konsep co-management diterapkan. Masyarakat lokal terlibat
langsung mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
dengan memasukkan pendekatan terpadu dalam pengembangan ekowisata
mangrove yaitu keterlibatan stakeholders selain masyarakat lokal sangat berperan
dalam keberhasilan ekowisata. Stakeholders yang terkait adalah pemerintah
(Bappeda Jayapura), masyarakat lokal, swasta, dan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat).

8

Dampak Ekowisata
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas
(Soemarwoto 1989). Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam
pembangunan. Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan beberapa
keuntungan dalam berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan
benar, maka ekowisata dapat berpotensi menimbulkan masalah atau dampak
negatif. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, ekowisata memberikan beberapa
dampak positif (Yoeti 2008), yaitu:
1. Menciptakan kesempatan berusaha;
2. Menciptakan kesempatan kerja;
3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan
masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran
wisatawan yang relatif cukup besar;
4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah;
5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB);
6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor
ekonomi lainnya;
7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus,
dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan
sebaliknya.
Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi
juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008):
1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan
kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang;
2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap,
juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati;
3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya; dan
4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara
berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana
kedodoran.
Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan ekowisata dapat
memberikan pengaruh pada berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, dan
lingkungan.
Pengaruh terhadap Ekologi
Pengembangan ekowisata harus benar-benar dilakukan denagn penuh
kehati-hatian dan pengelolaan yang cermat, tidak terjebak atau tergiur pada
keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi harus berpedoman pada
pengembangan berkelanjutan. Artinya, generasi kini dapat memetik manfaatnya,
namun tanpa melupakan bahwa generasi berikutnya pun memiliki hak mendapat
manfaat SDA yang sama (Warpani 2007). Oleh karena itu, kebijakan dalam
kaitan dengan ekowisata dilandasi oleh dimensi ekologi yaitu (Damanik dan
Weber 2006):
1. Penentuan dan konsistensi pada daya dukung lingkungan
2. Pengelolaan limbah dan pengurangan penggunaan bahan baku hemat energi

9

3.
4.

Prioritas pengembangan produk dan layanan jasa berbasis lingkungan
Peningkatan kesadaran lingkungan dengan kebutuhan konservasi

Pengembangan ekowisata dapat mendatangkan dampak positif berupa
meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam, pembangunan taman nasional,
perlindungan pantai, dan taman laut. Namun di lain pihak, pengelolaan kegiatan
ekowisata yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi,
kerusakan lingkungan fisik, pemanfaatan berlebihan, pembangunan fasilitas tanpa
memperhatikan kondisi lingkungan, dan kerusakan hutan mangrove (Tuwo 2011).
Pengaruh terhadap Sosial-Budaya
Ekowisata sebagai industri pariwisata merupakan bagian dari cultural
industry yang melibatkan seluruh masyarakat. Meskipun hanya sebagian
masyarakat yang terlibat, namun pengaruh sosial lebih luas seperti terjadinya
ketimpangan/kesenjangan sosial dalam masyarakat. Pengaruh pariwisata terhadap
masyarakat termasuk terjadinya perubahan proses sosial masyarakat yang di
dalamnya terdapat kerjasama dan persaingan antara pelaku pariwisata. Proses
sosial adalah hubungan timbal balik antar individu, individu dengan kelompok,
dan antar kelompok, berdasarkan potensi atau kekuatan masing-masing
(Abdulsyani 1994). Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan
masyarakat dimana terdapat proses hubungan antar manusia berupa interaksi
sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia secara terus-menerus. Terbentuknya
interaksi sosial apabila terjadi kontak sosial dan komunikasi sosial. Proses sosial
dapat terjadi dalam berbagai bentuk yaitu, kerjasama, persaingan,
pertikaian/pertentangan, dan akomodasi (Tafalas 2010).
Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana
sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula
norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama-kelamaan norma
tersebut dibuat secara sadar. Norma-norma yang ada di masyarakat, mempunyai
kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang,
sampai yang terkuat daya ikatnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat
norma-norma tersebut, secara sosiologis Soekanto dibagi menjadi 4 tingkatan
norma (Soekanto 1982), yaitu:
a.
b.

c.

d.

Cara (usage): suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu
dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus;
Kebiasaan (folkways): suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan
bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuantujuan jelas dan dianggap baik dan benar;
Tata kelakuan (mores): sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifatsifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna
melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggotaanggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang
suatu perbuatan; dan
Adat istiadat (custom): kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi
kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap
masyarakat yang memilikinya.

10

Pengaruh terhadap Ekonomi
Menurut Sedarmayanti (2005) kegiatan ekowisata yang banyak menarik
minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah
membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat
tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, tetapi juga dapat
menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata.
Taraf hidup dikutip dari Data BPS tahun 2005 dalam Rahman (2009)
adalah variabel kemiskinan yaitu luas lantai bangunaan tempat tinggal, jenis lantai
bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat
buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan
bakar untuk memasak, konsumsi daging/ayam/susu/perminggu, pembeliaan
pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, frekuensi makan dalam
sehari, kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, lapangan
pekerjaan kepala rumahtangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga dan
kepemilikan asset/harta bergerak maupun tidak bergerak. Taraf hidup adalah
tingkat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kerangka Pemikiran
Adanya potensi ekowisata berupa Curug Cigangsa di Kampung
Batusuhunan, Kelurahan Surade, Sukabumi menjadikan kawasan ini sebagai salah
satu lokasi pengembangan ekowisata di sukabumi. Dalam pengembangannya,
ekowisata Curug Cigangsa menerapkan konsep ekowisata berbasis masyarakat
mengingat masyarakat memiliki peran penting dalam kegiatan ekowisata.
Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan
peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa
masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi
potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat
menjadi mutlak.
Penelitian ini akan mengkaji perubahan kondisi ekologi dan sosial
ekonomi masyarakat yang terjadi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis
masyarakat. Perubahan dari aspek ekonomi, dapat dilihat dari variabel taraf hidup
masyarakat. Sedangkan dari aspek sosial, dilihat dari variabel tingkat kerjasama
antar masyarakat. Serta pada aspek ekologi yaitu tigkat keterlibatan masyarakat
dalam menjaga kelestarian lingkungan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
Gambar 1.

11

Pengembangan
Ekowisata

Kondisi Awal
Sebelum Ekowisata

Kondisi Setelah
Adanya Ekowisata

Pengelolaan
Ekowisata Berbasis
Masyarakat

Perubahan

Ekologi
-

Sosial
-

Tingkat kelestarian
lingkungan

Tingkat
kerjasama

Ekonomi
-

Tingkat
Pendapatan
Taraf hidup
Rumahtangga

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Keterangan
: Berpengaruh
: Fokus Penelitian
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran maka diajukan beberapa hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Ho: Tidak terdapat beda nyata antara kondisi ekologi sebelum dan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.
H1: Terdapat beda nyata antara kondisi ekologi sebelum dan setelah adanya
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.
2. Ho: Tidak terdapat beda nyata antara kondisi sosial sebelum dan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.
H1: Terdapat beda nyata antara kondisi sosial sebelum dan setelah adanya
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.
3. Ho: Tidak terdapat beda nyata antara kondisi ekonomi sebelum dan setelah
adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.
H1: Terdapat beda nyata antara kondisi ekonomi sebelum dan setelah adanya
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.

12

Definisi Operasional
Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh pengelolaan ekowisata
berbasis masyarakat terhadap perubahan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi
masyarakat di Curug Cigangsa, Kampung Batusuhunan. Berikut adalah beberapa
istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Istilah-istilah
tersebut, yaitu:
1. Perubahan kondisi ekologi adalah perubahan yang terjadi pada lingkungan
dilihat dari sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan ini diukur
dengan indikator tingkat kelestarian lingkungan.
H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau
tinggi ke rendah pada kelestarian lingkungan dan Ho ditolak. Hal ini berarti
telah terjadi perubahan kondisi ekologi antara sebelum dan setelah adanya
ekowisata di Kampung Batusuhunan.
Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah
atau tinggi ke tinggi pada tingkat kelestarian lingkungan dan H1 ditolak. Hal
ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekologi antara sebelum dan setelah
adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan.
Tingkat kelestarian lingkungan adalah upaya responden terlibat dalam
tindakan-tindakan menjaga lingkungan tetap bersih dan indah seperti
membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, dan membiasakan gaya
hidup ramah lingkungan.
a. Ya, skor 2
b. Tidak, skor 1
Pengukuran pada tingkat kelestarian lingkungan sebelum dan setelah
adanya ekowisata adalah sama. Kuesioner terdiri atas 10 pertanyaan untuk
mengukur tingkat kelestarian lingkungan. Berdasarkan hasil perhitungan data
kuesioner, skor maksimal untuk mengukur keterlibatan masyarakat adalah 20,
sedangkan skor minimum adalah 10. Tingkat kelestarian lingkungan
mempunyai 2 kategori untuk menunjukkan tingkat perubahannya, yaitu tinggi
dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Interval kelas (IK) = skor maksimum – skor minimun
∑ kategori
Maka interval kelas pada tingkat kelestarian lingkungan adalah 5 dan dapat
menunjukkan kategori:
Tingkat kelestarian rendah = 10≤x