Analisis Komoditas Unggulan Dan Arahan Rencana Serta Strategi Pengembangannya Di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN DAN ARAHAN RENCANA SERTA

STRATEGI PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

JONAS PURBA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Komoditas Unggulan dan Arahan Rencana serta Strategi Pengembangannya di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Jonas Purba


(3)

RINGKASAN

JONAS PURBA. Analisis Komoditas Unggulan dan Arahan Rencana serta Strategi Pengembangannya di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara dominan bertumpu pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan kontributor terbesar untuk Produk Domestik Bruto (PDRB) dan juga merupakan mata pencaharian utama dari masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat. Akan tetapi produksi pertanian belum optimal dan belum mampu meningkatkan aktivitas ekonomi wilayah sehingga sektor pertanian perlu dibuat arahan dan strategi pengembangannya.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis komoditas unggulan pertanian di setiap kecamatan (2) menganalisis kelayakan usaha dari komoditas unggulan pertanian (3) menganalisis lahan berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan (4) menganalisis tingkat perkembangan wilayah (5) menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian. Metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah Location Quotient (LQ) dan Differential Shift (DS). Kelayakan usaha pengembangan komoditas unggulan pertanian menggunakan analisis usahatani dan analisis finansial. Lahan berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan dianalisis menggunakan sistem informasi geografis. Tingkat perkembangan wilayah dianalisis menggunakan metode skalogram. Arahan pengembangan komoditas unggulan didasarkan atas ketersediaan dan kesesuaian lahan yang paling tinggi, tingkat perkembangan wilayah tertinggi, kekompakan lahan dan kebijakan pemerintah daerah. Strategi pengembangan komoditas unggulan ditentukan dengan menggunakan metode A’WOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas unggulan untuk tanaman pangan adalah tanaman padi gogo di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu dan tanaman padi sawah di Kecamatan Tinada (2) komoditas unggulan untuk tanaman buah-buahan adalah tanaman nenas di Kecamatan Siempat Rube serta tanaman jeruk di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak (3) komoditas unggulan untuk tanaman perkebunan tahunan adalah kelapa sawit di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe dan tanaman gambir di Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut. Kecamatan Pagindar tidak memiliki komoditas ungggulan. Semua komoditas unggulan yang telah ditetapkan layak untuk diusahakan. Arahan pengembangan komoditas unggulan prioritas pertama adalah kelapa sawit pada kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe dengan hirarki wilayah tertinggi dan luas kesesuaian lahan paling tinggi seluas 2,240.2 ha dan prioritas kedua adalah padi sawah di Kecamatan Tinada seluas 1,426.7 ha. Strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian adalah dengan

strength threats melalui penguatan peran dari pemerintah daerah dan pengoptimalan lahan pertanian dengan praktek conservation farming.

Kata kunci : arahan dan strategi pengembangan, kesesuaian lahan, komoditas unggulan


(4)

SUMMARY

JONAS PURBA. Analysis of Superior Commodities and Its Direction of Development Plan and Strategy in Pakpak Bharat Regency North Sumatera Province. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Pakpak Bharat regency of North Sumatera Province has dominant economic activities base on agriculture. The agricultural sector is a largest contributor to Gross Domestic Product (GDP) and at the same time is the main livelihood of society Pakpak Bharat. Therefore agricultural production was not optimal and was not support to increased regional economic activity. So that the agricultural sector needs to be drafted directives and its development strategy.

This study aims were (1) to analyse superior commodities of agriculture in each districts (2) to analyse feasibility of superior commodities agriculture (3) to analyse land potency for superior commodities development (4) to analyse regional hierarchy (5) to formulate direction of agricultural development plan and strategy. Location Quotient (LQ) and Differential Shift (DS) method were used to determine superior commodities. The feasibility of superior commodities agriculture using analysis of farming and financial analysis. Land potency for superior commodities development was analysed using geographical information system. Regional hierarchy was analysed using scalogram method. Superior commodities development direction considered based on availability and the highest suitability of land, the highest regional hierarchy, compactness of land and local government policy. Agricultural development strategies determined by A’WOT.

The result of study show superior commodities development direction in Pakpak Bharat Regency for (1) food crops commodities in district of Sitellu Tali Urang Julu is upland rice, in district of Tinada is rice paddy, (2) fruit commodities in district of Siempat Rube is pineapple, in district of Kerajaan and Salak are orange, (3) plantation commodities in district of Sitellu Tali Urang Jehe is palm oil, in district of Pergetteng-getteng Sengkut is gambier. Pagindar district doesn’t have superior commodities. All superior commodities feasible to be developed. Development direction of superior commodities based on district with the widest suitability land and the highest regional hierarchy, first priority is palm oil to district of Sitellu Tali Urang Jehe about 2,240.2 hectares, and the second priority is rice paddy to district of Tinada about 1,426.70 hectares. Agricultural development strategy are strength threats which is strengthening role of local goverment and optimization land with conservation farming practice.

Key words : development direction and strategy, land suitability, superior commodities


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN DAN ARAHAN RENCANA SERTA

STRATEGI PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(7)

(8)

Judul Tesis : Analisis Komoditas Unggulan dan Arahan Rencana serta Strategi

Pengembangannya di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara

Nama : Jonas Purba NIM : A156150221

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Analisis Komoditas Unggulan dan Arahan Rencana serta Strategi Pengembangannya di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MScAgr sebagai anggota komisi pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Dr Andrea Emma Pravitasari, SP MSi selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan sarannya.

3. Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan segenap dosen beserta staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Kepala Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kabupaten Pakpak Bharat serta Bapak Gubernur, Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan ijin serta dukungan untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 6. Ayah Ibunda terkasih serta Istri tercinta yang telah memberikan restu dan ijin

serta dorongan semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.

7. Rekan-rekan PWL IPB 2015 baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang juga memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2017

Jonas Purba


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 4

Keterbatasan Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Komoditas Unggulan 5

Keuntungan dan Kelayakan Usaha 7

Lahan Potensi Pengembangan 7

Hirarki Wilayah 9

Arahan dan Strategi Pengembangan Wilayah 10

Penelitian Terkait Sebelumnya 11

3 METODE 14

Waktu dan Lokasi Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 14

Bahan dan Alat 15

Metode Pengumpulan Data 15

Prosedur Analisis Data 17

Identifikasi Komoditas Unggulan 17

Analisis Location Quotient 17

Analisis Differential Shift 18

Analisis Kelayakan Usaha 19

Analisis R/C Ratio 19

Analisis Finansial 20

Analisis Lahan Berpotensi Pengembangan 22

Analisis Ketersediaan Lahan 22

Analisis Kesesuaian Lahan 23

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah 24

Arahan Rencana dan Strategi Pengembangan Komoditas

Unggulan Kabupaten Pakpak Bharat 26

Arahan Rencana Pengembangan Komoditas Unggulan

Kabupaten Pakpak Bharat 26

Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Kabupaten

Pakpak Bharat 26

Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal 28 Analisis Matriks Internal Strategic Factor Analysis

Summary (IFAS) 28

Analisis Matriks External Strategic Factor Analysis

Summary (EFAS) 29

Analisis Matriks Internal-Eksternal 29

Analisis Matriks Space 30


(11)

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 31

Kondisi Fisik Wilayah 31

Geografi dan Administrasi 31

Kependudukan 32

Topografi 33

Iklim 33

Karakteristik Tanah 34

Kondisi Sosial Wilayah 35

Kawasan Hutan 35

Perizinan Kawasan 36

Penggunaan Lahan 37

Pola Pemanfaatan Ruang 38

Kondisi Perekonomian Wilayah 39

Pengeluaran Rumah Tangga 39

Pemodalan Usaha Pertanian 40

Produk Domestik Regional Bruto 41

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 43

Identifikasi Komoditas Unggulan 43

Komoditas Unggulan Tanaman Pangan 44

Komoditas Unggulan Tanaman Buah-Buahan 46

Komoditas Unggulan Tanaman Perkebunan Tahunan 49

Kelayakan Usaha Komoditas Unggulan 51

Kelayakan Usahatani 51

Kelayakan Finansial 53

Lahan Yang Berpotensi Pengembangan Komoditas Unggulan 55 Ketersediaan Lahan yang Berpotensi Pengembangan Komoditas

Unggulan 55

Kesesuaian Lahan yang Berpotensi Pengembangan Komoditas

Unggulan 59

Kesesuaian Lahan Komoditas Tanaman Pangan 59

Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah 59

Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Gogo 60

Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung 62

Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Tanah 63

Kesesuaian Lahan Komoditas Tanaman Buah-Buahan 65

Kesesuaian Lahan Tanaman Jeruk 65

Kesesuaian Lahan Tanaman Nenas 67

Kesesuaian Lahan Komoditas Tanaman Perkebunan Tahunan 69

Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Arabika 69

Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Robusta 71

Kesesuaian Lahan Tanaman Gambir 73

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit 75

Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao 76

Tingkat Perkembangan Wilayah 78

Arahan Rencana dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan

di Kabupaten Pakpak Bharat 80

Arahan Rencana Pengembangan Komoditas Unggulan di


(12)

Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten

Pakpak Bharat 82

Analisis Faktor Strategi Internal 84

Analisis Faktor Strategi Eksternal 85

Analisis Matriks Internal Eksternal 86

Analisis Matriks Space 87

Tahap Pengambilan Keputusan dengan Analisis SWOT 88

6 SIMPULAN DAN SARAN 92

Simpulan 92

Saran 93

DAFTAR PUSTAKA 94

LAMPIRAN 95

RIWAYAT HIDUP 126

DAFTAR TABEL

1 Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data serta Output 16 2 Kualitas dan Karakteristik Lahan dalam Evaluasi Lahan 24 3 Matriks Pertimbangan Prioritas Pengembangan Komoditas Unggulan 26 4 Skala Dasar Rangking Analytical Hierarchy Process (AHP) 28 5 Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) 29 6 Matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) 29 7 Jumlah Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010-2015 33

8 Kelas Lereng Kabupaten Pakpak Bharat 33

9 Karakteristik Elevasi Kabupaten Pakpak Bharat 33 10 Data curah hujan di Kabupaten Pakpak Bharat 34

11 Ordo Tanah Kabupaten Pakpak Bharat 35

12 Kawasan Hutan Kabupaten Pakpak Bharat 35

13 Data Perizinan Kabupaten Pakpak Bharat 37

14 Penggunaan Lahan Kabupaten Pakpak Bharat 38

15 Jenis Pola Ruang Kabupaten Pakpak Bharat 39

16 Persentase Sumbangan Lapangan Usaha terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 41 17 Persentase Sumbangan Lapangan Usaha terhadap PDRB Kabupaten

Pakpak Bharat Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2010 42 18 Persentase Sumbangan Sub sektor Pertanian, Peternakan dan

Perikanan terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat Berdasar Harga

Konstan Tahun 2010 43

19 Nilai LQ Komoditas Tanaman Pangan tiap Kecamatan di Kabupaten

Pakpak Bharat 44

20 Nilai DS Komoditas Tanaman Pangan tiap Kecamatan di Kabupaten

Pakpak Bharat 44

21 Komoditas Tanaman Pangan yang Memiliki Nilai LQ ≥1 dan Nilai DS>0 di Tiap Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat 45 22 Jumlah Rumah Tangga, Luas Tanam dan Sistem Pengelolaan

Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Tiap Kecamatan di

Kabupaten Pakpak Bharat 45


(13)

23 Komoditas Unggulan Tanaman Pangan 46 24 Nilai LQ Komoditas Tanaman Buah-Buahan di Tiap Kecamatan di

Kabupaten Pakpak Bharat 46

25 Nilai DS Komoditas Tanaman Buah-Buahan Tiap Kecamatan di

Kabupaten Pakpak Bharat 47

26 Komoditas Buah-Buahan yang Memiliki Nilai LQ ≥1 dan Nilai DS>0 di Tiap Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat 47 27 Jumlah Rumah Tangga dan Sistem Pengelolaan Komoditas Unggulan

Tanaman Buah-Buahan di Tiap Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat

48

28 Komoditas Unggulan Tanaman Buah-Buahan 48

29 Komoditas Perkebunan Tahunan yang Memiliki Nilai LQ≥1 dan Nilai DS>0 di Tiap Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat 49 30 Jumlah Rumah Tangga, Luas Tanaman dan Sistem Pengelolaan

Komoditas Unggulan Tanaman Perkebunan Tahunan di Tiap Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat

50 31 Komoditas Unggulan Tanaman Perkebunan Tahunan 51 32 Rekapitulasi Komoditas Unggulan Tiap Kecamatan 51 33 Hasil Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Unggulan 52 34 Asumsi Perhitungan Analisis Usahatani Komoditas Unggulan 53 35 Asumsi Perhitungan Analisis Finansial Komoditas Unggulan 54 36 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Komoditas Unggulan 55 37 Ketersediaan Lahan Berdasarkan Kawasan Hutan 55 38 Ketersediaan Lahan Berdasarkan Pola Ruang Kabupaten Pakpak

Bharat 56

39 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Komoditas Unggulan 58

40 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah 60

41 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Gogo 61

42 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung 62

43 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Tanah 64

44 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jeruk 66

45 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Nenas 68

46 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Arabika 70 47 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Robusta 72

48 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Gambir 74

49 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit 76

50 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao 77

51 Nilai IPK dan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat 79 52 Kompilasi Kelas Kesesuaian Lahan Per Kecamatan 81 53 Prioritas Rencana Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten

Pakpak Bharat

82 54 Faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman 83 55 Hasil analisis matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary

(IFAS)

84 56 Hasil analisis matriks External Strategic Factor Analysis Summary

(EFAS)


(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Penelitian 4

2 Matriks SWOT 27

3 Matriks Internal Eksternal 30

4 Model Matriks Space 31

5 Peta Administrasi Kabupaten Pakpak Bharat 32

6 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Pakpak Bharat 33

7 Peta Ordo Tanah Kabupaten Pakpak Bharat 35

8 Kawasan Hutan Kabupaten Pakpak Bharat 36

9 Peta Perizinan Kabupaten Pakpak Bharat 36

10 Peta Penggunaan Lahan 37

11 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Pakpak Bharat 38 12 Pengeluaran Rumah Tangga Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi

Sumatera Utara 39

13 Persentase Sumbangan Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB

Kabupaten Pakpak Bharat 42

14 Ketersediaan Lahan Kabupaten Pakpak Bharat 57 15 Peta Kesesuaian Lahan Padi Sawah Kabupaten Pakpak Bharat 59 16 Peta Kesesuaian Lahan Padi Gogo Kabupaten Pakpak Bharat 61 17 Peta Kesesuaian Lahan Jagung Kabupaten Pakpak Bharat 63 18 Peta Kesesuaian Lahan Kacang Tanah Kabupaten Pakpak Bharat 63 19 Peta Kesesuaian Lahan Jeruk Kabupaten Pakpak Bharat 65 20 Peta Kesesuaian Lahan Nenas Kabupaten Pakpak Bharat 67 21 Peta Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Kabupaten Pakpak Bharat 69 22 Peta Kesesuaian Lahan Kopi Robusta Kabupaten Pakpak Bharat 71 23 Peta Kesesuaian Lahan Gambir Kabupaten Pakpak Bharat 73 24 Peta Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit Kabupaten Pakpak Bharat 75 25 Peta Kesesuaian Lahan Kakao Kabupaten Pakpak Bharat 78

26 Hirarki Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat 79

27 Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Unggulan 82

28 Hasil analisis matriks internal eksternal 86

29 Hasil analisis matriks space 87

30 Hasil analisis matriks SWOT 89

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Analisis LQ Komoditas UnggulanTanaman Perkebunan 99 2 Hasil Analisis DS Komoditas Unggulan Tanaman Perkebunan 100 3 Analisis Kelayakan Usaha Komoditas Unggulan 96

4 Persyaratan Tumbuh Komoditas Unggulan 110

5 Data Ketersediaan Fasilitas Pendidikan, Kesehatan dan

Perekonomian Kabupaten Pakpak Bharat 116

6 Hasil Analisis Skalogram 117

7 Contoh Perhitungan Analisis A’WOT 118

8 Kuisioner untuk InputData pada Metode A’WOT 119 vi


(15)

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap daerah mempunyai potensi dan keunggulan ekonomi yang menjadi sumber pertumbuhan wilayah. Untuk menjamin potensi unggulan daerah dapat berkembang sesuai dengan tujuan pembangunan daerah, maka setiap pemerintah daerah senantiasa berupaya memberikan perhatian dan fasilitasi yang memadai sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Pembangunan wilayah melalui pendekatan sektoral lebih menekankan pada pemilihan sektor-sektor ekonomi wilayah yang dapat berperan sebagai penggerak ekonomi wilayah. Pengembangan potensi unggulan daerah yang dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan sesuai dengan rencana pembangunan daerah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ekonomi daerah. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau daerah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi et al. 2011). Pengembangan wilayah dapat dilihat pada potensi ekonomi wilayah dan sumberdaya yang ada (Regameya dan Kytzia, 2007).

Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), perencanaan pembangunan wilayah pada dasarnya adalah merancang keseluruhan proses perencanaan yang akan dilaksanakan dalam rangka melaksanakan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, mengenal dan memahami dengan baik tentang wilayah perencanaannya sudah menjadi keharusan dalam proses perencanaan. Mengenali potensi dan masalah, mengetahui profil wilayah, memahami berbagai kebijakan pembangunan yang ada, sampai dengan masalah kultur/budaya masyarakat, sistem ekonomi, politik, dan sebagainya, dapat membantu tahap perencanaan daerah untuk menghasilkan rencana pembangunan yang baik dan relevan. Keseluruhan faktor – faktor tersebut memiliki pengaruh yang kuat guna memperlancar pelaksanaannya.

Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten Dairi pada tahun 2003, implikasi langsung sebagai daerah pemekaran adalah terbukanya akses wilayah, baik akses masuk maupun akses keluar wilayah setempat. Sebelumnya perkampungan atau pemukiman masyarakat di Kabupaten Pakpak Bharat hanya memiliki sarana dan prasarana transportasi darat yang sangat minim sehingga perkampungan di wilayah ini menjadi cukup terisolasi. Terbukanya keterisolasian wilayah ini membawa arti yang sangat penting bagi perekonomian wilayah oleh karena terbukanya akses keluar dan akses masuk merupakan syarat penting untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi masyarakat.

Sektor pertanian menyumbang kontribusi sebesar 59.75% untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pakpak yang menjadikan sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar dan sekaligus merupakan mata pencaharian utama masyarakat kabupaten tersebut (BPS Kab. Pakpak Bharat, 2016). Kondisi seperti ini menjadikan pengembangan sektor pertanian merupakan isu strategis dalam pelaksanaan perencanaan pengembangan wilayah. Pembangunan wilayah dalam konteks era otonomi daerah dimaksudkan sebagai pembangunan daerah (regional development) yang diharuskan memperhatikan


(16)

keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah dengan memprioritaskan pembangunan wilayah pada pengembangan sektor unggulan (Rosdiana, 2011). Pengembangan suatu wilayah pertanian dimulai dengan analisis terhadap kondisi wilayah, potensi komoditas unggulan wilayah dan analisis permasalahan yang ada di wilayah tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah. Strategi ini harus berdasarkan pada keterkaitan antara perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat, potensi sumberdaya alam, serta ketersediaan sarana dan prasarana wilayah dalam mendukung aktivitas perekonomian di suatu wilayah (Permana, 2015). Oksatriasandhi dan Santoso (2014) menyebutkan identifikasi komoditas unggulan merupakan salah satu tahapan awal yang dilakukan dengan tujuan agar pengembangan komoditas tepat sasaran pada komoditas yang berpotensial untuk dikembangkan. Pengembangan komoditas unggulan ini bukan berarti mengesampingkan komoditas-komoditas pertanian lainnya, tetapi fokus pengembangan membutuhkan skala prioritas agar pembangunan pertanian lebih optimal (Cipta, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian pengembangan wilayah melalui pendekatan komoditas unggulan menjadi hal yang penting dilaksanakan guna mendapatkan arahan rencana dan strategi pengembangan komoditas unggulan dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Pakpak Bharat di masa mendatang.

Perumusan Masalah

Sejalan dengan pemekaran wilayah Kabupaten Pakpak Bharat dari Kabupaten Dairi pada tahun 2003, telah mendorong terjadinya pembangunan berbagai sarana dan prasarana infrastruktur. Hal ini terjadi dikarenakan kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Pakpak Bharat dalam konstelasi regional Provinsi Sumatera Utara harus mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal.

Hasil analisis peta administrasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat (BAPPEDA) tahun 2013 menjelaskan bahwa Kabupaten Pakpak Bharat secara administrasi memiliki luas wilayah 132,454 ha dengan komposisi luas unclassified area atau Areal Penggunaan Lain (APL) hanya seluas 25,605 ha. Bentuk bentang alam dari Kabupaten Pakpak Bharat yang bergelombang sampai dengan berbukit dengan kemiringan lereng antara 25 – 40% dengan sebaran mencapai 50.6 % dan daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng > 40% memiliki sebaran hingga 40.79% menjadikan 80.7% dari total luas kabupaten ini merupakan kawasan hutan negara yang bersesuaian dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara.

Potensi lahan untuk sektor pertanian terbatas hanya seluas 25.605 ha namun menjadi sektor andalan utama penyumbang PDRB dan 90% masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat berprofesi sebagai petani sehingga menjadikan pembangunan sektor pertanian dan wilayah perdesaan sangatlah penting. Sektor pertanian rakyat serta usaha kecil dan menengah sebagian besar mampu bertahan ketika terjadi krisis ekonomi dan menyelamatkan negara kita dari situasi yang lebih parah (Herry dan


(17)

Tobari, 2008). Pengembangan kawasan pertanian melalui pemilihan komoditas yang tepat untuk dikembangkan dalam suatu kawasan menjadi hal yang sangat membutuhkan penanganan yang serius. Komoditas yang dikembangkan haruslah merupakan komoditas unggulan yang merupakan komoditas basis perekonomian masyarakat yang dapat dinilai dari kriteria luas areal, produktivitasnya, potensi pasar yang luas dan industri pengolahan yang memadai serta arah pertumbuhannya positif. Sitorus et al.(2014)menyatakan komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan di suatu wilayah.

Berdasarkan permasalahan di atas, lima pertanyaan penelitian disusun sebagai berikut:

1. Apa sajakah komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pakpak Bharat?

2. Bagaimanakah kelayakan usaha untuk masing-masing komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat?

3. Bagaimanakah ketersediaan dan kesesuaian areal untuk pengembangan komoditas unggulan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat? 4. Bagaimanakah tingkat perkembangan wilayah masing-masing kecamatan di

Kabupaten Pakpak Bharat?

5. Bagaimanakah arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun arahan rencana dan strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat. Tujuan antara penelitian ini adalah:

1. Menganalisis komoditas unggulan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Mengkaji kelayakan usaha masing-masing komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat.

3. Menganalisis areal yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat.

4. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat dalam menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan dalam rangka mendukung pengembangan wilayah.


(18)

Kerangka Pemikiran

Kabupaten Pakpak Bharat memiliki wilayah administrasi sebanyak 8 kecamatan dan 52 desa. Keseluruhan wilayah administrasi masih berupa pedesaan sehingga menjadikan Kabupaten Pakpak Bharat memiliki corak wilayah yang kegiatan ekonominya berbasis pada sektor pertanian. Sektor pertanian perlu disusun arahan dan strategi pengembangannya melalui pengembangan komoditas unggulan. Identifikasi komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan Differential Shift (DS) untuk mengetahui pemusatan produksi komoditas pertanian di tiap kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat dan arah pengembangannya. Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk memilih komoditas unggulan yang menguntungkan bagi petani untuk dikembangkan. Analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan dengan menggunakan peta satuan tanah, peta kemampuan tanah, peta pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta perizinan, peta penggunaan lahan dan peta topografi. Analisis tingkat perkembangan wilayah dilakukan dengan menggunakan metode skalogram untuk mengetahui pusat pertumbuhan dan hirarki wilayah sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan komoditas unggulan. Berdasarkan keempat analisis tersebut, pendapat pakar dipertimbangkan melalui analisis A’WOT yaitu pembobotan dengan menggunakan AHP dan metode SWOT sehingga diperoleh arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Pakpak Bharat. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(19)

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini terdapat pada analisis penelitian yang hanya menggunakan sifat fisik tanah saja serta peta skala kecil yang dijadikan referensi seperti: (1) Peta satuan tanah yang diperoleh dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian memiliki skala kecil yaitu 1:250,000 dan infomasi yang kurang lengkap, (2) Peta curah hujan skala 1:250,000 dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), (3) Peta kawasan hutan menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara Skala 1:250,000 dari Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kabupaten Pakpak Bharat, (4) Peta kemampuan tanah skala 1:250.000 dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pakpak Bharat. Lokasi yang menjadi arahan pengembangan komoditas unggulan perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan yang lebih rinci sebelum diimplementasikan dengan penggunaan skala peta yang lebih detail minimal 1:50,000.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Komoditas Unggulan

Ali (1998) mendefinisikan komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah bagi pelaku agribisnis yang diusahakan oleh petani dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal, dan horisontal. Unggul secara komparatif, berupa keunggulan yang didukung oleh potensi sumberdaya alam (letak geografis, iklim, dan lahan) sehingga memberikan hasil yang tinggi dibandingkan dengan daerah lain, serta peluang pasar lokal, nasional maupun peluang ekspor. Unggul secara kompetitif, berupa keunggulan yang diperoleh karena produk tersebut diupayakan dan dikembangkan sehingga menghasilkan produksi yang tinggi, memiliki peluang pasar yang baik serta menjadi ciri khas suatu daerah. Tidak jauh berbeda dengan konsep komoditas unggulan menurut BPTP (2003), komoditas unggulan dalam suatu wilayah memiliki arti strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat).

Menurut Hendayana (2003), penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.

Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Hal ini berarti bahwa sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar


(20)

wilayah/daerah. Sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang (Rustiadi et al. 2011).

Menurut Suwandi (2005), komoditas unggulan adalah komoditas yang diminta pasar yang produknya memberikan multiplier yang tinggi dan mampu menjadi penggerak ekonomi bagi masyarakatnya. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat), untuk dikembangkan di suatu wilayah (Yulianti, 2011). Kriteria komoditas unggulan menurut Daryanto (2010) yang disesuaikan dengan analisis dalam penelitian ini yaitu:

1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.

2. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lainnya (competitiveness) di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan.

3. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas intensif dan lain-lain.

Salah satu alat ukur kuantitatif untuk menganalisis komoditas unggulan adalah Location Quotient (LQ). Location Quotient (LQ) adalah sebuah indeks yang mengukur over specialization atau under specialization dari sektor tertentu dalam suatu daerah. Dengan kata lain, LQ mengukur tingkat spesialisasi relatif suatu daerah di dalam aktivitas sektor perekonomian tertentu (Alkadri dan Djajaningrat, 2002).

Analisis Location Quotient digunakan karena memiliki kebaikan berupa alat analisis yang sederhana yang dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri substitusi impor potensial atau produk yang bisa dikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industri potensial untuk dianalisis lebih lanjut (Pontow et al. 2015). Analisis lanjutan untuk mendapatkan komoditas unggulan daerah antara lain dengan analisis rataan luas panen, tren produksi dan analisis permintaan. Pengembangan wilayah membutuhkan fokus pengembangan komoditas/sektor unggulan agar tepat sasaran pada komoditas/sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Tahapan identifikasi komoditas unggulan merupakan salah satu tahapan awal dalam pengembangan wilayah. Identifikasi komoditas unggulan tersebut dilakukan melalui langkah analisis LQ dan

Differential Shift (DS). Analisis LQ dan DS bertujuan untuk mengidentifikasi pemusatan aktivitas dan mengidentifikasi keunggulan komparatif dan kompetitif suatu aktivitas. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Oksatriasandhi dan Santoso (2011), Sapratama dan Erli (2013), Yulianto dan Santoso (2013), Hati dan Sardjito (2014), Hidayat dan Supriharjo (2014) serta Pontow et al. (2015).


(21)

Keuntungan dan Kelayakan Usaha

Suatu komoditas tertentu dikatakan layak diusahakan apabila nilai manfaatnya lebih besar atau sama dengan nilai biaya yang dikeluarkan. Menurut Simatupang (2002) dalam Saragih (2008), komoditas yang dianalisis menggunakan

R/C ratio adalah komoditas setahun berupa tanaman pangan. Kelayakan usaha untuk komoditas perkebunan dihitung menggunakan analisis finansial. Komponen yang disertakan dalam perhitungan meliputi biaya produksi seperti upah tenaga kerja, pakan ternak, sarana produksi berupa bibit, pupuk, dan pestisida dan pendapatan hasil penjualan produk. Biaya investasi pengadaan lahan (sewa lahan) tidak disertakan sebagai salah satu komponen dalam perhitungan karena diasumsikan pengembangan dilakukan di area lahan milik sendiri. Komoditas pertanian tanaman pangan merupakan komoditas setahun dimana periode tanam antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) kali dalam satu tahun. Perhitungan kelayakan usahatani dilakukan untuk satu periode pemeliharaan sampai dengan masa panen (Permana, 2015).

Variabel yang digunakan untuk analisis kelayakan usaha guna mengkaji komoditas unggulan yang paling menguntungkan untuk dikembangkan adalah jumlah produksi, harga komoditas, biaya produksi. Menurut Simatupang (2002)

dalam Saragih (2008) analisis R/C ratio digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani komoditas setahun (tanaman pangan) dan hanya menggunakan modal swadaya petani, sedangkan analisis finansial untuk menghitung kelayakan usahatani komoditas tahunan (perkebunan) yang menggunakan dana pinjaman dari luar petani.

Analisis finansial dihitung berdasarkan tiga indikator yaitu NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio) dan IRR (Internal Rate Ratio). Menurut Rustiadi et al. (2011), NPV suatu usaha merupakan nilai sekarang dari manfaat (benefit) dikurangi dengan biaya (cost) pada discount rate tertentu. NPV menggambarkan apakah usaha budidaya komoditas akan memberikan keuntungan atau kerugian. BCR merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan, sedangkan IRR merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan. Kelayakan usaha dinyatakan jika nilai NPV positif (>1), B/C ratio lebih dari atau sama dengan satu dan IRR lebih dari bunga bank yang ditetapkan.

Lahan Berpotensi Pengembangan

Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, hidrologi, iklim, relief dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaanya termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia baik pada masa lampau maupun masa sekarang seperti reklamasi daerah-daerah pantai (pesisir), penebangan hutan dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno dan Widiatmatka, 2007).

Evaluasi lahan merupakan suatu proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografi/relief, batuan


(22)

di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al.

2003; Sitorus, 2004). Evaluasi sumberdaya lahan dapat memberikan informasi tentang lahan-lahan yang berpotensi untuk pengembangan yang selanjutnya dapat digunakan dalam menyusun rencana penggunaan lahan (Sitorus, 2016).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Dalam evaluasi lahan terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dua tahap dan pendekatan paralel. Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara kualitatif. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam bentuk peta dan laporan, maka tahap kedua (kadang-kadang tidak dilakukan) analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian. Pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan (suitability) suatu lahan untuk penggunaan tertentu atau juga berarti potensi lahan untuk jenis tanaman tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat berupa kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial (Sitorus, 2004). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan saat ini dalam keadaan alami tanpa ada perbaikan lahan. Sementara kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan lahan terhadap faktor-faktor pembatas. Menurut Yanis

et al. (2014), fungsi dari evaluasi kesesuaian lahan untuk mengangkat dan menyajikannya kepada berbagai perbandingan dari macam penggunaan lahan, sehingga evaluasi kesesuaian lahan pada prinsipnya termasuk pelaksanaan interpretasi dari survei dasar seperti iklim, tanah, vegetasi, dan aspek lainnya dari lahan.

Selanjutnya Ritung et al. (2011) juga mengemukakan bahwa struktur klasifikasi kesesuaian lahan pada dasarnya mengacu pada Framework of Land Evaluation (FAO, 1976) dengan menggunakan empat kategori yaitu ordo, kelas, sub kelas dan unit. Lebih jauh lagi menurut Sitorus (2004) dan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), bahwa pada tingkat ordo lahan hanya dikategorikan kedalam ordo S (suitable) artinya sesuai dan N (not suitable) artinya tidak sesuai. Pada tingkat kelas merupakan pembagian lebih lanjut dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang ditulis di belakang ordo tersebut dan menunjukkan tingkat kelas yang makin jelek bila makin tinggi nomornya. Pembagian kesesuaian lahan pada tingkat kelas adalah S1 (sangat sesuai), artinya lahan tidak memiliki faktor pembatas yang berarti terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2 (cukup sesuai), artinya lahan memiliki faktor pembatas dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya sehingga memerlukan tambahan input dan biasanya pembatas dapat diatasi sendiri oleh petani. S3 (sesuai marginal) artinya lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong


(23)

S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi sehingga memerlukan intervensi pemerintah atau swasta. Kelas N1 (tidak sesuai saat ini), artinya lahan memiliki pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. N2 (tidak sesuai selamanya), artinya lahan memiliki pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Kesesuaian lahan pada tingkat sub-kelas mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Misalnya lahan kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) maka ditulis dalam tingkat sub kelas S2s. Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut

dari sub kelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada dalam satu sub kelas mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub kelas (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Kesesuaian lahan pada tingkat unit menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam sub kelas yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh terhadap pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu sub kelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai pembatas yang sama pada tingkatan sub kelas. Unit yang satu berbeda dengan unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan merupakan pembedaan dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit, maka akan memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usahatani. Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan (Sitorus, 2004; Ritung et al. 2011). Lahan yang tersedia dan sesuai merupakan lahan yang berpotensi pengembangan untuk suatu penggunaan yang sedang dipertimbangkan dan digunakan dalam menyusun rencana pengembangan (Sitorus, 2017).

Hirarki Wilayah

Wilayah didefinisikan sebagai area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi (Panuju dan Rustiadi, 2013). Menurut Syahidin (2006), pengembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Hirarki suatu wilayah sangat terkait dengan kelengkapan fasilitas kepentingan umum di wilayah tersebut. Hirarki wilayah dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada di suatu wilayah. Semakin maju suatu wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya (Tarigan, 2004). Hirarki wilayah ditentukan oleh jumlah penduduk, jumlah dan jenis fasilitas pelayanan umum. Semakin tinggi jumlah penduduk dan semakin banyak jumlah serta jenis fasilitas pada suatu wilayah maka akan semakin tinggi hirarki yang dimiliki wilayah tersebut (Hastuti, 2001).

Secara historik, pertumbuhan suatu pusat atau kota ditunjang oleh

hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki spesifik yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan yang dimaksud adalah kapasitas sumberdaya suatu wilayah yang


(24)

mencakup kapasitas sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan (Rustiadi et al. 2011).

Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan berupa sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah. Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari: (1) jumlah sarana pelayanan, (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana pelayanan (Panuju dan Rustiadi, 2013).

Arahan Rencana dan Strategi Pengembangan Wilayah

Teori konsep pengembangan wilayah di Indonesia terdapat beberapa, salah satunya adalah Walter Isard yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yaitu faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kemudian Friedmann pada era 1960-an yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003).

Pengembangan wilayah merupakan upaya pembangunan pada suatu wilayah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, sumberdaya teknologi dan prasarana fisik secara efektif, optimal dan berkelanjutan (Rahayu dan Santoso, 2014).

Pengembangan suatu wilayah erat kaitannya dengan pembangunan wilayah. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan pembangunan wilayah adalah merumuskan dan mengeluarkan kebijakan. Menurut Keban (2004), kualitas suatu kebijakan dapat diketahui melalui beberapa parameter penting seperti proses, isi dan konteks atau suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Pemerintah perlu memperhatikan isu-isu yang berkembang di masyarakat, sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang tepat yang menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, analisis kebijakan dan proses kebijakan menjadi unsur yang penting dilakukan. Menurut Todaro (2009), bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Kemiskinan sering kali disebut sebagai wilayah terbelakang.

Menurut Agustiono et al. (2014), pembangunan wilayah adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumberdaya alam, manusia, buatan, maupun sumberdaya sosial. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Perkembangan wilayah menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al. 2011) dan untuk menilai pembangunan dapat digunakan beberapa indikator sebagai berikut:


(25)

a. Indikator berbasis tujuan pembangunan: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth); (2) pemerataan, keadilan dan keberimbangan (equity); dan (3) keberlanjutan (sustainability).

b. Indikator pembangunan berbasis sumberdaya, yaitu cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional berdasarkan pemanfaatan dan kondisi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, alam, buatan, dan sumberdaya sosial.

c. Indikator pembangunan berbasis proses; merupakan suatu cara mengukur kinerja pembangunan dengan mengedepankan proses pembangunan itu sendiri dengan melihat input, proses atau implementasi, output, outcome, benefit, dan

impact.

Menurut Rustiadi et al. (2011), pembangunan regional yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan wilayah, yaitu adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian, diharapkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang merupakan hasil interaksi yang saling memperkuat diantara sesama wilayah yang terlibat, sehingga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah (disparitas pembangunan regional).

Pembangunan wilayah menurut Budiharsono (2005), menyebutkan bahwa ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan, yaitu geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan wilayah setidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar analisis, yaitu: (1) analisis biogeofisik; (2) analisis ekonomi; (3) analisis sosiobudaya; (4) analisis kelembagaan; (5) analisis lokasi; dan (6) analisis lingkungan. Mekanisme dalam perencanaan pembangunan wilayah memerlukan penelaahan yang menyangkut kepada (1) struktur dan organisasi tata ruang wilayah baik atas dasar potensi wilayahnya maupun integrasi tata ruang dan keterkaitan fungsional antara bagian-bagian wilayah dan (2) peranan sektor utama dalam memberikan dampak pertumbuhan ekonomi wilayah.

Penelitian Terkait Sebelumnya

Penelitian untuk pengembangan wilayah berdasarkan komoditas unggulan pernah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia yaitu Kabupaten Purbalingga, Lamongan, Sumbawa, Blitar, Muara Enim, Bolang Mongondow Selatan, Sukabumi dan Malang. Penelitian di Kabupaten Purbalingga dilakukan oleh Baskoro (2007) yang bertujuan untuk menentukan pewilayahan kawasan pertanian, menentukan pusat pertumbuhan dan pelayanan, menentukan sektor dan komoditas unggulan dan mengetahui persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap program pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang serta faktor yang mempengaruhi. Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian antara lain: analisis spasial dengan SIG, analisis skalogram, analisis SSA, analisis LQ, R/C

Ratio dan analisis statistik non parametrik chi-square. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa untuk arahan penataan ruang, kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona. Zona I merupakan hirarki I yaitu


(26)

kawasan pusat pertumbuhan dan pelayanan yang berada di kawasan pengembangan pertanian intensif persawahan. Zona II merupakan hirarki 2 yaitu kawasan transisi yang berada di kawasan pengembangan pertanian tegalan. Zona III merupakan hirarki 3 yaitu kawasan hinterland yang berada di kawasan pengembangan pertanian perkebunan. Sektor unggulan kawasan agropolitan Bungakondang adalah sektor pertanian dengan komoditas unggulan melati gambir, lada dan jeruk. Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan nyata antara lokasi dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi. Responden yang berada di desa pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik.

Penelitian tentang analisis pembangunan wilayah berbasis sektor unggulan di Kabupaten Lamongan dilakukan Ghufron (2008). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor unggulan Kabupaten Lamongan, dampak pengganda (multiplier) pendapatan, besarnya peranan sektor unggulan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan strategi kebijakan yang tepat untuk membangun sektor unggulan daerah. Hasil penelitian menunjukkan sektor basis terdapat pada sektor pertanian, sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan analisis SWOT, strategi kebijakan pembangunan sektor unggulan yang perlu diambil adalah meningkatkan potensi sumber daya alam khususnya di sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa.

Setiawan (2010) melakukan penelitian tentang arahan pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan yang dilakukan di Kabupaten Sumbawa. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) menentukan alternatif komoditas unggulan tanaman pangan, 2) menentukan prioritas komoditas untuk dikembangkan, 3) memetakan wilayah pengembangan, dan 4) merumuskan arah strategis pengembangannya. Metode analisis yang digunakan berupa tipologi

Klassen untuk menentukan alternatif komoditas tanaman pangan unggulan, analisis hirarki analitik oleh responden pakar untuk menentukan prioritas pengembangan dan analisis sosial tematik untuk menentukan wilayah pengembangannya. Hasil dari penelitian adalah diperoleh lima komoditas yang merupakan alternatif komoditas unggulan yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar dan cabe rawit. Secara biogeofisik, karakteristik wilayah potensial untuk pengembangan komoditas unggulan menyebar hampir merata di seluruh wilayah kecamatan yang ada. Pengembangan jagung dan kacang hijau lebih ditekankan pada aksesibilitas pemasaran ke luar daerah melalui kontrak kerjasama agar harga dapat lebih terjamin. Kedelai, cabe rawit dan ubi jalar pengembangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan intensifikasi dari mulai benih sampai dengan pengelolaan lembaga keuangan mikro di perdesaan.

Brahmanto (2013) juga melakukan penelitian tentang strategi pengembangan kawasan di Kabupaten Blitar dengan pendekatan pada pengembangan kawasan agropolitan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi hirarki wilayah dalam mendukung pengembangan agropolitan di Kabupaten Blitar, 2) mengidentifikasi tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta komoditas unggulan yang dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan agropolitan Kabupaten Blitar, 3) mengkaji arahan lokasi pusat pengembangan masing-masing cluster, 4) merumuskan arahan dan strategi pengembangan kawasan pedesaan dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar. Hasil dari penelitian ini adalah berupa arahan pengembangan wilayah


(27)

dengan berdasarkan pada cluster masing-masing wilayah. Strategi pengembangan

Cluster 1 (tanaman pangan) berupa mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian dan melakukan pendampingan kepada masyarakat tani. Strategi pengembangan Cluster 2 (perkebunan) berupa mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, diversifikasi komoditas perkebunan yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas dan menawarkan paket investasi kepada swasta untuk pengembangan agrowisata berbasis perkebunan. Strategi pengembangan Cluster 3 (pertanian lahan kering) berupa mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, diversifikasi komoditas pertanian lahan kering yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas serta fasilitas KUR, menawarkan paket investasi kepada swasta untuk pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (pabrik gula), dan melakukan pendampingan kepada masyarakat.

Hati dan Sardjito (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk merumuskan arahan pengembangan komoditas unggulan sub sektor perkebunan di Kabupaten Muara Enim. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal yang dilakukan adalah mengidentifikasi komoditas unggulan dengan analisis Location Quotient

(LQ) dan shift share (SS), serta menentukan faktor-faktor pengembangan komoditas unggulan dengan analisis delphi dan expert judgement. Perumusan arahan pengembangan komoditas unggulan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang menunjang pengembangan komoditas unggulan sub sektor perkebunan antara lain: sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), teknologi, modal dan infrastruktur.

Salamba et al. (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis Komoditas Unggulan dan Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara dengan tujuan untuk: (1) menganalisis komoditas unggulan; (2) menganalisis kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan. Analisis komoditas unggulan dilakukan dengan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Evaluasi kesesuaian lahan melalui pendekatan “matching” antara kualitas dan karakteristik lahan dengan kriteria persyaratan tumbuh (land use requirements) dengan menggunakan program Automated Land Evaluation System (ALES).

Permana (2015) melakukan penelitian yang bertujuan: 1) mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah atau hirarki wilayah dalam mendukung pengembangan Kabupaten Sukabumi; 2) mengidentifikasi komoditas unggulan, 3) mengkaji kelayakan usahatani masing-masing komoditas unggulan 4) menganalisis sumberdaya lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan, dan 5) menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Sukabumi. Beberapa metode analisis yang digunakan yaitu: Location Quotient (LQ) dan Differential Shift (DS), analisis finansial, kesesuaian lahan dan

Analytical Hierarchy Process (AHP) dan SWOT. Hasil analisis menunjukkan wilayah terbagi menjadi 3 hirarki; hirarki 1 terdiri atas 7 kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi, hirarki 2 terdiri atas 16 kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang sedang, dan hirarki 3 terdiri atas 24 kecamatan


(28)

dengan tingkat perkembangan wilayah yang rendah. Komoditas yang dipilih untuk dikembangkan adalah yang secara ekonomi memiliki nilai keuntungan terbesar yaitu komoditas padi, ubi kayu, kelapa dan sapi perah.

Cipta (2015) melakukan penelitian tentang pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Malang. Tujuan utama penelitian yaitu menyusun arahan pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Pengembangan Tumpang yang terdapat Kawasan Agropolitan yang berada di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Tujuan antara untuk mencapai tujuan utama yaitu: (1) mengidentifikasi komoditas unggulan; (2) menganalisis preferensi petani terhadap budidaya komoditas unggulan; (3) menganalisis hirarki wilayah; (4) menganalisis lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan, Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA), skala likert, skalogram, AHP-TOPSIS dan AHP-SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wilayah Pengembangan Tumpang memiliki komoditas unggulan adalah padi, jagung, ubi jalar, kentang, bawang putih, kacang panjang, mentimun, cabe rawit, terung, sawi, kangkung, bayam, buncis, tomat, cabe besar, kubis, buncis, wortel dan apel. Hasil analisis A’WOT menunjukkan terdapat delapan prioritas strategi pengembangan komoditas unggulan yang dapat diterapkan Pemerintah Kabupaten Malang. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pengembangan wilayah berdasarkan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat belum pernah dilakukan.

3. METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara yang secara geografis berada pada 020 15’ 48” – 020 47’ 06” LU dan 98004’ 09” – 980 28’ 02” BT. Ibukota Kabupaten Pakpak Bharat terletak di Kecamatan Salak. Adapun Batas-batas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah:

a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi,

b. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah;

c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Dairi; d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam

Provinsi Aceh.

Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2016.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi tentang aspek sosial, aspek fisik dan aspek ekonomi yang diperoleh melalui wawancara dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang berkaitan langsung yaitu BAPPEDA Kab. Pakpak Bharat, BPN Kabupaten Pakpak Bharat, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan


(29)

dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Pakpak Bharat, Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kabupaten Pakpak Bharat, Dinas Perindustrian, Koperasi dan Perdagangan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Kab. Pakpak Bharat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pakpak Bharat dan Kontak Tani dan Nelayan Kabupaten Pakpak Bharat. Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian tertera pada Tabel 1.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan adalah peta administrasi, peta topografi, peta satuan tanah, peta penggunaan lahan tahun 2015, peta sistem lahan, peta RTRW, peta curah hujan, peta kawasan hutan, peta kemampuan tanah, luas tanam dan luas panen komoditas pertanian tahun 2010 dan 2015 serta data statistik Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2015. Alat yang digunakan dalam mengolah data adalah: kamera digital, Global Positioning System (GPS), alat tulis, seperangkat komputer yang dilengkapi software Microsoft Office dan software sistem informasi geografis.

Metode Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap responden yang memiliki dua tujuan:

a. Mengetahui kelayakan usaha komoditas unggulan yang dibudidayakan

Wawancara dengan menggunakan kuisioner dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha komoditas unggulan yang dibudidayakan oleh petani di kecamatannya. Pertanyaan kuisioner kepada petani yang berisikan pertanyaan mengenai biaya investasi (peralatan), biaya variabel (bibit, pestisida, pupuk upah kerja dan transportasi), harga penjualan, produktivitas, sumber permodalan dan informasi lain terkait budidaya komoditas unggulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling. Teknik penentuan sampel dilakukan secara

purposivesampling (judgement sampling) dengan memilih 5 petani dengan sumber penghasilan utama membudidayakan komoditas unggulan yang telah ditetapkan baik berupa komoditas tanaman pangan, buah-buahan atau perkebunan tahunan di masing-masing kecamatan, sehingga total jumlah responden petani yang diwawancara sebanyak 75 petani dari 7 kecamatan, dengan rincian sebagai berikut: 1. Kecamatan Salak sebanyak 15 petani yang terdiri dari 5 petani padi sawah, 5

petani jeruk dan 5 petani kopi arabika.

2. Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe dengan 5 petani kelapa sawit. 3. Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu dengan 5 petani padi gogo.

4. Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut sebanyak 15 petani yang terdiri dari 5 petani kacang tanah, 5 petani jeruk dan 5 petani gambir.

5. Kecamatan Kerajaan sebanyak 15 petani yang terdiri dari 5 petani jagung, 5 petani jeruk dan 5 petani kopi robusta.

6. Kecamatan Tinada sebanyak 5 petani yang terdiri dari 5 petani padi sawah 7. Kecamatan Siempat Rube sebanyak 15 petani yang terdiri dari 5 petani padi


(30)

16

Tabel 1. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data serta Output

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Hasil yang

Diharapkan

1

Menganalisis komoditas unggulan di masing-masing kecamatan di

Kabupaten Pakpak Bharat

-Data Komoditas Pertanian 2010 dan 2015

-Jumlah keluarga petani Tahun 2013

BPS, Bappeda, Dinas Pertanian dan Perkebunan

Analisis LQ, DS Komoditas basis

2

Mengkaji kelayakan usaha masing-masing komoditas unggulan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat

- Harga jual, biaya tetap dan biaya variabel Tahun 2016

- Output 1

Wawancara semi terstruktur Petani

Analisis R/C dan Analisis finansial

Komoditas layak usaha

3

Menganalisis lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan

Peta administrasi, peta topografi, peta satuan tanah, peta penggunaan lahan, peta RTRW, peta curah hujan, peta kawasan hutan, peta penggunaan lahan tahun 2015, peta kemampuan tanah, lokasi eksisting komoditas unggulan

BAPPEDA, BPN, BMKG, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Pakpak Bharat

Overlay dan Matching

suitability criteria dengan Arc Gis

Ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan 4

Menganalisis hirarki wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat.

Jumlah penduduk, semua fasilitas pelayanan baik fasilitas sosial, ekonomi, pertanian, pendidikan dan kesehatan seperti: kantor pemerintah, pasar, bank, aksesibilitas, jarak antar kecamatan, infrastruktur pertanian

BPS Analisis

Skalogram

Tingkat Perkembangan kecamatan

5

Menyusun arahan rencana dan strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat.

Data karakteristik wilayah (output tujuan 1,2,3 dan 4)

Studi Literatur, Wawancara terstuktur Bappeda, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Perindagkop dan UMKM, BP4K, KTNA

Analisis A’WOT Arahan rencana dan strategi pengembangan komoditas unggulan


(31)

b. Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan

Arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan diperoleh melalui penyebaran kuisioner menggunakan metode purposive sampling (judgement sampling) kepada stakeholder yaitu Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat (1 orang), Dinas Pertanian dan Perkebunan (1 orang), Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMIKM (1 orang), Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (1 orang) dan KTNA Andalan Kabupaten Pakpak Bharat (1 orang). 2. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder dan informasi lainnya yang dilakukan dengan cara mengunjungi instansi terkait. Data sekunder meliputi: (1) peta administrasi skala 1:50,000, peta RTRW skala 1 : 50,000, peta topografi skala 1:50,000, peta penggunaan lahan skala 1:50,000 dari Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat, (2) peta satuan tanah skala 1:250,000 dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), (3) peta curah hujan skala 1:250,000 dari BMKG, (4) peta kawasan hutan menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara skala 1:250,000 dari Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kabupaten Pakpak Bharat; (6) peta kemampuan tanah skala 1:250,000 dari BPN Kabupaten Pakpak Bharat; (7) data luas tanam dan luas panen komoditas pertanian tahun 2010 dan 2015 serta data statistik Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2016 dari BPS Kabupaten Pakpak Bharat.

Prosedur Analisis Data

Identifikasi dan analisis data yang dilakukan adalah: (1) identifikasi komoditas unggulan, (2) analisis kelayakan usaha komoditas unggulan, (3) analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan, (4) analisis hirarki wilayah dan (5) menyusun arahan rencana dan strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat. Analisis spasial dan penyajian hasil dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan software utama ArcGIS 10.2.

Identifikasi Komoditas Unggulan Masing-Masing Kecamatan

Komoditas unggulan masing-masing kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat diperoleh melalui analisis Location Quotient (LQ) dan Differential Shift

(DS). Suatu komoditas disebut komoditas unggulan apabila LQ bernilai ≥1, DS >0, luas lahan tanam terluas dan sistem pengelolaan monokultur. Jika dalam satu kecamatan memiliki lebih dari satu komoditas unggulan maka ditentukan komoditas unggulan utama dan penunjang dengan kriteria jumlah rumah tangga pertanian terbanyak.

1. Location Quotient

Metode location quotient (LQ) dapat melihat kepadatan sektor usaha tertentu pada suatu wilayah dibandingkan dengan sektor yang sama secara agregat. Blank et al. (2005) meneliti tentang tingkat keuntungan bisnis dari berbagai usahatani di Amerika Serikat dengan menggunakan metode Location Quotient

dengan tujuan untuk menemukan pengaruh spasial terhadap keuntungan usahatani. Marcouiller et al. (2009) memanfaatkan metode LQ ini dalam penelitiannya tentang


(32)

perencanaan pengembangan objek wisata dengan memperhitungkan berbagai aspek seperti aspek geografis dan aspek sosial.

Hendrayana (2003) menyatakan bahwa teknik analisis untuk mengidentifikasi konsentrasi ekonomi secara relatif terhadap referensi lokasi yang lebih luas atau lebih ringkas disebut dengan analisis basis ekonomi. Metode analisis LQ pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan komoditas basis di 8 kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat. Persamaan LQ menurut Blakely (1994)

dalam Panuju dan Rustiadi (2013) adalah sebagai berikut:

�� = �

�. ⁄ �.

�.. ⁄ Keterangan:

LQij : Location Quotient lokasi kecamatan i untuk komoditas j

Xij : Nilai masing-masing komoditas j di kecamatan i

Xi. : Nilai total seluruh komoditas di kecamatan i

X.j : Nilai total komoditas j di Kabupaten Pakpak Bharat

X.. : Nilai seluruh komoditas di Kabupaten Pakpak Bharat

Hasil analisis Location Quotient tersebut diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Jika nilai LQij > 1, maka terdapat indikasi konsentrasi aktivitas ke –j di sub

wilayah ke i atau terjadi pemusatan aktivitas ke-j di sub wilayah ke –i. Dapat juga diterjemahkan bahwa wilayah ke-i berpotensi untuk mengekspor produk aktivitas ke-j ke wilayah lain karena secara relatif produksinya di atas rata-rata produksi di seluruh cakupan wilayah analisis.

2. Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i mempunyai pangsa aktivitas ke-j

setara dengan pangsa sektor ke-j di seluruh wilayah. Jika diasumsikan sistem perekonomian tertutup, dimana pertukaran produk atau perdagangan hanya terjadi dalam wilayah yang dianalisis dan bisa dicukupi secara internal dalam cakupan wilayah tersebut, maka wilayah i secara relatif mampu memenuhi kebutuhan internalnya, namun tidak memiliki surplus produksi yang potensial bisa diekspor ke wilayah lain.

3. Jika nilai LQij < 1,maka sub wilayah ke –i mempunyai pangsa relatif lebih kecil

dibandingkan dengan pangsa aktivitas ke-j di seluruh wilayah. Atau dapat dikatakan pangsa relatif aktivitas ke-j di wilayah ke-i lebih rendah dari rataan aktivitas ke-j di seluruh wilayah.

2. Differential Shift

Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness)

suatu komoditas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total produksi komoditas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketakunggulan) suatu komoditas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap komoditas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis Differential Shift menurut Panuju dan Rustiadi (2013) digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

�� = [�

� − �. � �. � ]


(1)

No. Responden….. KUISIONER PENELITIAN

I. Umum

Responden yang terhormat,

Bersama ini saya mengharapkan kesediaan waktu Anda untuk mengisi kuisioner sesuai dengan penilaian Anda. Pertanyaan yang ada di kuisioner ini bertujuan untuk melengkapi data penelitian dalam rangka penyusunan tesis dengan judul :

Analisis Komoditas Unggulan dan Arahan Rencana serta Strategi

Pengembangannya di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara

”. II. Identitas Responden

Nama :

Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Usia :

Jabatan :

Materi : Seberapa penting pertimbangan kriteria-kriteria yang diajukan pewawancara dalam pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat

III. Petunjuk Pengisian

Berilah tanda checklist(√ ) pada kolom skala kriteria (A) atau pada kolom skala kriteria (B) yang sesuai dengan pendapat anda

Definisi Kode:

1 : kedua kriteria sama penting

3 : kriteria (A) sedikit lebih penting dibanding dengan (B) 5 : kriteria (A) lebih penting dibanding dengan (B) 7 : kriteria (A) sangat lebih penting dibanding dengan (B) 9 : kriteria (A) mutlak lebih penting dibanding dengan (B) *berlaku sebaliknya

Contoh:

Contoh Mengurutkan berdasarkan tingkat kepentingan :

Faktor Urutan

A 1

B 2

C 3

Dalam pengembangan komoditas unggulan di suatu wilayah seberapa pentingkah pertimbangan:

No Kriteria A

Skala Skala

Kriteria B

9 7 5 3 1 3 5 7 9

1.

Lahan

SDM

Jika anda memberi tanda (√) pada skala 7 dikolom A, maka artinya adalah kriteria A dalam contoh ini Lahansangat lebih penting dibanding dengan kriteria B dalam contoh ini SDM. Akan tetapi jika anda merasa kriteria B sangat lebih penting dibanding dengan kriteria A maka pengisian kolomnya adalah sebagi berikut:

No Kriteria A

Skala Skala

Kriteria B


(2)

IV. Daftar Pertanyaan

Pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat

dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang akan

dianalisis meliputi kekuatan dan kelemahan, sementara faktor eksternal yang

dianalisis meliputi peluang dan ancaman.

Berbagai faktor internal maupun eksternal yang terangkum dalam kuisioner

ini merupakan penjaringan pendapat berbagai pihak baik petani, Dinas Pertanian

dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat serta referensi tertulis yang membahas

faktor-faktor tersebut.

No. Faktor Internal No. Faktor Eksternal

1. Kekuatan 3. Peluang

 Potensi lokasi pemasaran  Sosial budaya masyarakat yang

mendukung pengembangan wilayah dengan berbasis pada komoditas unggulan

 Potensi Lahan Pertanian yang luas belum optimal

 Dukungan Pemerintah Daerah (Tersedianya suatu unit kerja/Perusahaan Daerah dan SKPD yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang pertanian (ketersediaan dana melaui KNPB, infrastruktur pertanian, Satu PPL untuk Satu Desa, Pendampingan

Kelembagaan Kelompok Tani)

 Harga Jual (harga komoditas yang masih cukup tinggi)

 Permintaan pasar untuk

komoditas pertanian yang masih cukup tinggi secara kuantitas  Program-program pusat yang

mendukung pengembangan sektor pertanian (Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan, akses dana melalui program KUR)

 Tenaga Kerja dari Bonus Demografi

2. Kelemahan 4. Ancaman

 Fluktuasi harga komoditas pertanian

 Isu Lingkungan (Perusakan dan Pencemaran)

 Sumber daya manusia yang masih rendah dari sisi

penguasaan teknologi pertanian, tingkat pendidikan dan

kemampuan manajemen  Tingkat skala usaha yang masih

relatif kecil

 Perubahan Iklim Global  Konversi lahan dari lahan

pertanian menjadi lahan terbangun

 Produktivitas masih rendah  Persaingan Pasar Domestik

1.

Berdasarkan faktor internal kekuatan terdapat 4 faktor yang perlu

dipertimbangkan. Menurut Bapak/Ibu, dari tingkat kepentingannya maka faktor

tersebut dapat diurutkan menjadi ?

Faktor Urutan

Potensi lokasi pemasaran ...

Sosial Budaya Masyarakat ...

Potensi Lahan Pertanian ...


(3)

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari

masing-masing faktor tersebut ?

No Kriteria A Skala Skala Kriteria B

9 7 5 3 1 3 5 7 9 1. Potensi lokasi

pemasaran

Sosial Budaya Masyarakat 2. Potensi lokasi

pemasaran

Potensi Lahan Pertanian 3. Potensi lokasi

pemasaran

Dukungan

Pemerintah Daerah 4. Sosial Budaya

Masyarkat

Potensi Lahan Pertanian 5. Sosial Budaya

Masyarkat

Dukungan

Pemerintah Daerah 6. Potensi Lahan

Pertanian

Dukungan

Pemerintah Daerah

2.

Berdasarkan faktor internal kelemahan terdapat 4 faktor yang perlu

dipertimbangkan. Menurut Bapak/Ibu, dari tingkat kepentingannya maka faktor

tersebut dapat diurutkan menjadi ?

Faktor Urutan

Fluktuasi harga komoditas pertanian ... Isu Lingkungan (Perusakan dan Pencemaran) ...

SDM masih rendah ...

Skala Usaha Kecil ...

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari

masing-masing faktor tersebut ?

No Kriteria A Skala Skala Kriteria B

9 7 5 3 1 3 5 7 9

1. Fluktuasi harga Isu Lingkungan

2. Fluktuasi harga SDM masih rendah

3. Fluktuasi harga Skala Usaha Kecil

4. Isu Lingkungan SDM masih rendah

5. Isu Lingkungan Skala Usaha Kecil

6. SDM masih rendah Skala Usaha Kecil

3.

Berdasarkan faktor eksternal peluang terdapat 4 faktor yang perlu

dipertimbangkan. Menurut Bapak/Ibu, dari tingkat kepentingannya maka faktor

tersebut dapat diurutkan menjadi ?

Faktor Urutan

Harga Jual Cenderung Meningkat ...


(4)

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari

masing-masing faktor tersebut ?

No Kriteria A Skala Skala Kriteria B

9 7 5 3 1 3 5 7 9

1. Harga Jual Permintaan Pasar

2. Harga Jual Dukungan

Pemerintah Pusat

3. Harga Jual Tenaga Kerja

4. Permintaan Pasar

Dukungan Pemerintah Pusat 5. Permintaan

Pasar

Tenaga Kerja 6. Dukungan

Pemerintah Pusat

Tenaga Kerja

4.

Berdasarkan faktor eksternal ancaman terdapat 4 faktor yang perlu

dipertimbangkan. Menurut Bapak/Ibu, dari tingkat kepentingannya maka faktor

tersebut dapat diurutkan menjadi ?

Faktor Urutan

Perubahan Iklim Global ...

Konversi lahan

...

Produktivitas masih rendah

...

Persaingan Pasar Domestik

...

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari

masing-masing faktor tersebut ?

No Kriteria A Skala Skala Kriteria B

9 7 5 3 1 3 5 7 9 1. Perubahan Iklim

Global

Konversi lahan 2. Perubahan Iklim

Global

Produktivitas masih rendah

3. Perubahan Iklim Global

Persaingan Pasar Domestik

4. Konversi lahan Produktivitas masih

rendah

5. Konversi lahan Persaingan Pasar

Domestik 6. Produktivitas

masih rendah

Persaingan Pasar Domestik

Penentuan

Rating

Rating ditentukan terhadap faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan

kelemahan) dan faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman)

berdasarkan pengaruhnya terhadap strategi pengembangan komoditas unggulan


(5)

dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Pakpak Bharat

Provinsi Sumatera Utara. Dalam menentukan

Rating

, dilakukan dengan cara

memberikan tanda “V” pada “

kolom nilai

Rating

pada tabel yang telah disediakan

pada angka yang dianggap paling sesuai dengan kondisi saat ini.

Diperbolehkan

memberikan nilai

Rating

yang sama pada lebih dari satu faktor

. Ketentuan

penilaian dalam penentuan Rating ini mengacu pada skala Rating sebagai berikut :

Nilai

Rating

4 : sangat kuat

Nilai

Rating

3 : agak kuat

Nilai

Rating

2 : agak lemah

Nilai

Rating

1 : sangat lemah

1.

Faktor Strategi Internal

Faktor Internal Nilai Rating

Kekuatan 4 3 2 1

Potensi lokasi pemasaran Sosial Budaya Masyarakat Potensi Lahan Pertanian Dukungan Pemerintah Daerah

Faktor Internal Nilai Rating

Kelemahan 4 3 2 1

Fluktuasi harga komoditas pertanian Isu Lingkungan

SDM masih rendah Skala Usaha Kecil

2.

Faktor Strategi Eksternal

Faktor Eksternal Nilai Rating

Peluang 4 3 2 1

Permintaan produk pertanian tinggi Harga jual cenderung meningkat Lokasi dekat produsen pakan konsentrat Jalur distribusi pemasaran yang baik

Faktor Eksternal Nilai Rating

Ancaman 4 3 2 1

Perubahan Iklim Global Konversi lahan

Produktivitas masih rendah Persaingan Pasar Domestik


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara pada tanggal 08 Mei 1985 sebagai anak kelima dari lima bersaudara

pasangan Jemat Purba dan Masa br. Perangin-angin. Penulis menyelesaikan

Sekolah Dasar Negeri 101822 Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama Negeri 2 Pancurbatu, kemudian lulus tahun 2000. Penulis melanjutkan

pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Pancurbatu dan lulus pada tahun

2003. Pada tahun 2003 penulis diterima melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) pada program studi Budidaya Hutan Jurusan Kehutanan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan dan lulus pada

Tahun 2007 dengan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai tahun 2009 pada Dinas

Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kabupaten Pakpak Bharat

dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Seksi Inventarisasi dan Pemetaan Hutan

dan saat ini aktif di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2015,

penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan Strata II (S2) pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor (IPB) dengan bantuan beasiswa Pusbindiklatren Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Penulis menetap di Kecamatan Medan

Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dan menikah pada tahun 2016

dengan Juliana Sari Kembaren, S.Si. Bagian dari tesis ini sedang dalam proses

penerbitan di Jurnal Tata Loka Universitas Diponegoro (Terakreditasi B oleh

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) dengan judul Perencanaan

Lahan Pertanian Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara.