Impact of Infrastructure Development on Economy Growth and Inequality in Indonesia Land Borders

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN DI
KAWASAN PERBATASAN DARAT INDONESIA

BAYU AGUNG PRASETYO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat
Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Bayu Agung Prasetyo
NRP H151114084

RINGKASAN
BAYU AGUNG PRASETYO. Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat Indonesia.
Dibimbing oleh DS PRIYARSONO dan SRI MULATSIH.
Perbatasan Indonesia, khususnya perbatasan darat, mempunyai banyak
masalah, mulai dari keamanan, sosial, dan ekonomi. Permasalahan-permasalahan
tersebut membuat pengelolaan kawasan perbatasan berbeda dengan kawasan
lainnya. Panjangnya garis perbatasan darat Indonesia dan terbatasnya sumber daya
pertahanan keamanan, membuat penjagaan kawasan perbatasan harus dilakukan
oleh seluruh masyarakat di kawasan perbatasan darat. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, terutama pertahanan dan keamanan, maka pendekatan
pembangunan pada kawasan perbatasan darat tidak hanya harus dilakukan dari
sisi pertahanan keamanan tapi juga dari sisi kesejahteraan masyarakat.
Tujuan jangka panjang pembangunan bukan hanya terjadinya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, namun juga terjadinya penyebaran hasil-hasil pembangunan

baik antar wilayah maupun individu sehingga akan menurunkan ketimpangan.
Pembangunan infrastruktur diyakini mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat, yang akhirnya akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi.
Pemilihan pembangunan infrastruktur yang tepat akan lebih mempercepat
terjadinya akselerasi ekonomi, terutama di kawasan perbatasan darat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak dari infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pada kawasan perbatasan darat
Indonesia. Dengan menggunakan analisis data panel statis dan estimasi 2SLS,
menunjukkan bahwa di kawasan perbatasan darat pembangunan infrastruktur
sosial, seperti pendidikan dan kesehatan, lebih mempunyai peran dalam
meningkatkan pendapatan per kapita. Selain itu fasilitas telekomunikasi juga
mempunyai peran yang signifikan dalam peningkatan pendapatan per kapita.
Infrastruktur juga mempengaruhi kenaikan ketimpangan pendapatan di kawasan
perbatasan darat, namun pengaruhnya secara tidak langsung yaitu melalui
peningkatan pendapatan per kapita. Terkait dengan itu maka pembangunan
infrastruktur sosial hendaknya menjadi prioritas utama di kawasan perbatasan
darat. Untuk mendorong pemanfaatan infrastruktur sosial sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka program wajib belajar 12 tahun dan
memfungsikan puskesmas sebagai puskesmas 24 jam dan puskesmas rawat inap
sudah selayaknya dijalankan di kawasan perbatasan darat.

Kata kunci: perbatasan darat, infrastruktur, pertumbuhan, ketimpangan

SUMMARY
BAYU AGUNG PRASETYO. Impact of Infrastructure Development on
Economy Growth and Inequality in Indonesia Land Borders. Supervised by DS
PRIYARSONO and SRI MULATSIH.
Indonesia borders, especially land borders, have complicated problems. That
is security, social, and economic ones. The problems make the management of
land borders different from that of other regions. The length of Indonesia land
borders and limited defense resources makes the guarding it must be done by
community around that area. For solving the problems so development approach
including for land borders not only from security side but also from welfare side.
The goal of long term development not only high growth but also to spread
the result of development over region and individuals, with the result that reduce
inequality. Infrastructure development is believe can increasing society income
then can push teh economic growth. Choosing the right infrastructure
development can boost economic, especially in land borders.
The purpose of this study is to analyze the impacts of infrastructure on
economic growth and inequality in Indonesia land borders. Using static panel data
and two stage least square (2SLS) estimation method, this study shows that

development of social infrastructure can raise per capita income. The social
infrastructures investigated are number of high schools and number of healthy
facilities. Telecommunication facility can also raise per capita income. The
income inequality is positively influenced by income per capita growth and
industry sector laborer. Infrastructures have indirect relation with income
inequality, that is by raising income per capita. Concerned with that, development
of social infrastructure should be priority in the land borders area. To encourage
use of social infrastructure, so can improve economy growth, then 12-year
compulsory education program and improve health facility, puskesmas, become
inpatient and 24-hour clinic must be implementing in land borders area.
Keywords: land borders, infrastructure, growth, inequality

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN DI
KAWASAN PERBATASAN DARAT INDONESIA

BAYU AGUNG PRASETYO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si.


Judul

Nama

NIM

Tesis : Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat Indonesia
: Bayu Agung Prasetyo
: Hl5l114084

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. I{. D.S. Priyarsgqo. MS.
Ketua

Dr..


Ir.,Sri Mqlatsih. M.$c.Agr.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahnrl Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 26 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah
infrastruktur, dengan judul Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. dan Dr.
Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Wiwiek Rindayati,
M.Si. dan Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si. yang telah banyak memberi saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala BPS Kabupaten
Paser, staf-staf dari Perpustakaan Badan Pusat Statistik, rekan-rekan di BPS
Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur,
serta rekan-rekan kelas program pascasarjana Ilmu Ekonomi kelas BPS Batch 4,
yang telah membantu baik pada waktu pengumpulan data dan waktu penyusunan
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, istri,
anak serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Bayu Agung Prasetyo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1

6
7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Infrastruktur
Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Infrastruktur dan Ketimpangan
Kawasan Perbatasan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran

8
8
12
12
13
15

16
17

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Data Panel Statis
Pemilihan Model Data Panel Statis
Estimasi 2SLS
Uji Asumsi
Evaluasi Model
Spesifikasi Model

18
18
19
19
19
22
23
24
25
26

4 GAMBARAN UMUM KAWASAN PERBATASAN DARAT
Kawasan Perbatasan Darat Kalimantan
Kawasan Perbatasan Darat Nusa Tenggara Timur
Kawasan Perbatasan Darat Papua
Ketimpangan

27
27
34
40
46

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dampak Infrastruktur terhadap Ketimpangan

48
48
51

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

52
52
53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

56

DAFTAR TABEL
3.1 Kerangka identifikasi autokorelasi
5.1 Hasil estimasi model pertumbuhan
5.2 Hasil estimasi model ketimpangan

25
49
52

DAFTAR GAMBAR
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
2.1
2.2
2.3
4.1
4.2
4.3

Persentase penduduk miskin kawasan perbatasan darat tahun 2011
Pendapatan per kapita kawasan perbatasan darat tahun 2011
Laju pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat tahun 2011
Rasio panjang jalan kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011
Rasio sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat tahun 2011
Rata-rata gini rasio di kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011
Kurva Lorenz
Kurva U-terbalik
Kerangka pemikiran
Kawasan perbatasan darat di Kalimantan
Kepadatan penduduk di kawasan perbatasan darat Kalimantan
PDRB per kapita riil di kawasan perbatasan darat Kalimantan
tahun 2011
4.4 PDRB riil di kawasan perbatasan darat Kalimantan
4.5 Rasio panjang jalan baik dan sedang di kawasan perbatasan darat
Kalimantan tahun 2011
4.6 Rumah tangga yang mengakses air bersih untuk air minum di kawasan
perbatasan darat Kalimantan tahun 2011
4.7 Rumah tangga yang mengakses listrik di kawasan perbatasan darat
Kalimantan tahun 2011
4.8 Persentase pemakaian telpon seluler di kawasan perbatasan darat
Kalimantan
4.9 Jumlah SMU sederajat di kawasan perbatasan darat Kalimantan
4.10 Sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat Kalimantan
4.11 Kawasan perbatasan darat NTT
4.12 Kepadatan penduduk di kawasan perbatasan darat NTT tahun 2011
4.13 PDRB per kapita riil di kawasan perbatasan darat NTT tahun 2011
4.14 PDRB riil di kawasan perbatasan darat NTT
4.15 Perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di kawasan
perbatasan darat NTT
4.16 Rumah tangga yang mengakses air bersih untuk air minum di kawasan
perbatasan darat NTT tahun 2011
4.17 Perkembangan akses listrik di kawasan perbatasan darat NTT
4.18 Persentase pemakaian telepon seluler di kawasan perbatasan darat NTT
4.19 Jumlah SMU sederajat di kawasan perbatasan darat NTT
4.20 Sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat NTT
4.21 Kawasan perbatasan darat di Papua

3
3
4
5
5
6
13
14
18
27
28
29
29
30
31
32
32
33
33
34
35
35
36
37
37
38
38
39
39
40

4.22 Kepadatan penduduk di kawasan perbatasan darat Papua tahun 2011
4.23 PDRB per kapita riil di kawasan perbatasan darat Papua tahun 2011
4.24 PDRB riil di kawasan perbatasan darat Papua
4.25 Perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di kawasan
perbatasan darat Papua
4.26 Rumah tangga yang mengakses air bersih untuk air minum di kawasan
perbatasan darat Papua tahun 2011
4.27 Perkembangan akses listrik di kawasan perbatasan darat Papua
4.28 Persentase pemakaian telepon seluler di kawasan perbatasan darat Papua
4.29 Jumlah SMU sederajat di kawasan perbatasan darat Papua
4.30 Sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat Papua
4.31 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan
perbatasan darat Propinsi Kalimantan Barat
4.32 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan
perbatasan darat Propinsi Kalimantan Timur dan Utara
4.33 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan
perbatasan darat Propinsi NTT
4.34 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan
perbatasan darat Propinsi Papua

41
41
42
42
43
43
44
45
45
46
47
47
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

PDRB per kapita riil kawasan perbatasan darat (rupiah)
Gini rasio kawasan perbatasan darat
Hasil uji Hausman
Hasil estimasi model pertumbuhan
Hasil estimasi model ketimpangan
Hasil uji normalitas

56
57
58
59
60
61

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang meliputi
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan
institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Pada hakekatnya, pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu
masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba
lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro dan Smith 2006).
Pembangunan merupakan suatu jalinan dari masalah sosial, ekonomi, politik,
administrasi, dan sebagainya yang saling berpengaruh dan saling berkaitan,
sehingga pemecahan masalah pembangunan dengan pendekatan yang bercorak
multi disiplin (Sukirno 1985).
Pada umumnya pembangunan nasional difokuskan pada pembangunan
ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan
dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi
masyarakat yang ditunjukkan oleh besaran Produk Domestik Bruto (PDB).
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang melebihi tingkat
pertumbuhan penduduk akan meningkatkan pendapatan per kapita yang
diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk.
Visi pembangunan nasional Indonesia tahun 2005-2025 adalah Indonesia
yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Untuk mewujudkan visi tersebut terdapat
delapan misi pembangunan nasional yaitu:
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila,
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing,
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum,
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu,
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan,
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari,
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional,
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Strategi untuk melaksanakan visi dan misi tersebut dijabarkan secara
bertahap dalam periode lima tahunan atau sering disebut Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM). Saat ini pembangunan Indonesia sudah memasuki
tahapan RPJM ke 2, yaitu dari kurun waktu 2010-2014. Fokus RPJM ke 2
ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang
dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing
perekonomian. Apabila dilihat dari kedelapan misi tersebut, pada RPJM ke 2 ini
searah dengan misi untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing yaitu dengan
mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya
saing, meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian,
pengembangan, dan penerapan menuju inovasi yang berkelanjutan, membangun

2
infrastruktur yang maju, reformasi di bidang hukum dan aparatur negara serta
memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju
keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi,
distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri (Bappenas 2010).
Salah satu sumber daya saing adalah tersedianya infrastruktur yang lebih
baik. Infrastruktur akan menaikkan produktivitas dan meningkatkan
keterjangkauan, mengurangi biaya yang dikeluarkan sehingga akan berdampak
positif pada pembangunan lokal. Infrastruktur yang memadai juga akan
memungkinkan diversifikasi produksi, pengembangan perdagangan, pemerataan
pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup secara
umum. Kegagalan dalam penyediaan infrastruktur yang memadai akan menahan
laju pertumbuhan dan menghambat pemerataan hasil-hasil pembangunan kepada
seluruh lapisan masyarakat.
Pembangunan kawasan perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional, karena kawasan perbatasan mempunyai nilai
strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) dinyatakan bahwa bentuk program prioritas pengembangan daerah
perbatasan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan masyarakat,
serta memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan
negara lain, maka pembangunan perbatasan perlu mendapatkan perhatian khusus
dan menjadi prioritas utama. Program prioritas ini dijabarkan lagi dalam Rencana
Pembangunan Tahunan (Repeta) yang disusun setiap tahun dan bertujuan untuk
menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta
menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara melalui
pengamanan kawasan perbatasan dan pembangunan sosial ekonomi kawasan
perbatasan.
Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam (inward
looking) yang memandang kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan,
menjadi berorientasi keluar (outward looking), yang didalamnya fungsi kawasan
perbatasan di samping sebagai wilayah pertahanan juga untuk meningkatkan
aktivitas perekonomian masyarakat dan sebagai pintu gerbang perdagangan
dengan negara tetangga. Dengan demikian, pendekatan pembangunan yang
dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga
diperlukan pendekatan kesejahteraan.
Kawasan perbatasan terdiri dari 64 kabupaten/kota dengan 16
kabupaten/kota merupakan kawasan perbatasan darat, yaitu 5 kabupaten di
Propinsi Kalimantan Barat, 3 kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur dan Utara,
4 kabupaten dan 1 kota di Propinsi Papua serta 3 kabupaten di Propinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) dengan total panjang perbatasan darat 2374.9 km. Dari 16
kabupaten/kota tersebut, hanya Kota Jayapura yang bukan termasuk daerah
tertinggal, sedangkan 15 kabupaten/kota lainnya, atau sebesar 93.75%, merupakan
daerah tertinggal.
Kawasan perbatasan darat Indonesia mempunyai beberapa permasalahan
antara lain pertahanan, keamanan, penegakan hukum, perekonomian wilayah,
kesejahteraan, sarana prasarana, kelembagaan, dan pengelolaan sumber daya alam
(Bappenas 2010). Permasalahan kesejahteraan dan perekonomian dapat terlihat

3
dari beberapa indikator, antara lain tingkat kemiskinan, pendapatan per kapita, dan
pertumbuhan ekonomi.

Gambar 1.1 Persentase penduduk miskin kawasan perbatasan darat tahun 2011
Kondisi kemiskinan pada kawasan perbatasan darat masih terdapat 9
kabupaten/kota yang persentase penduduk miskinnya lebih tinggi daripada
persentase penduduk miskin Indonesia (12.49%) dan hanya terdapat 7 kabupaten
yang persentase penduduk miskinnya dibawah 10%, yaitu Kabupaten Sambas,
Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Kutai Barat, dan Nunukan. Kondisi
kemiskinan yang parah terjadi di kabupaten/kota yang berada di Propinsi Papua
dan NTT dengan persentase penduduk miskinnya jauh diatas angka nasional
(Gambar 1.1).

Gambar 1.2 Pendapatan per kapita kawasan perbatasan darat tahun 2011

4
Pendapatan per kapita, yang didekati dengan PDRB per kapita,
kabupaten/kota kawasan perbatasan darat masih dibawah pendapatan per kapita
Indonesia, yaitu sebanyak 12 kabupaten (Gambar 1.2) atau sebesar 75% dari
semua kabupaten/kota di kawasan perbatasan darat. Pada tahun 2011 pendapatan
per kapita Indonesia atas dasar harga berlaku sebesar 30.8 juta rupiah, sedangkan
pada kawasan perbatasan darat hanya terdapat 4 kabupaten/kota yang mempunyai
pendapatan per kapita diatas besaran nasional, yaitu Kabupaten Kutai Barat,
Malinau, Nunukan, dan Kota Jayapura. Di lain sisi terdapat 4 kabupaten yang nilai
pendapatan per kapitanya dibawah 10 juta rupiah per tahun.

Gambar 1.3 Laju pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat tahun 2011
Untuk mengejar ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan darat
dengan kawasan lainnya di Indonesia, dibutuhkan laju pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota diluar kawasan perbatasan darat.
Pada tahun 2011 terdapat 8 kabupaten/kota (Gambar 1.3), atau sebesar 50%, yang
laju pertumbuhan ekonominya diatas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
(6.5%). Namun walaupun pertumbuhan ekonominya tinggi, seperti Kabupaten
Pegunungan Bintang, tingkat kemiskinannya tetap tinggi dan pendapatan per
kapitanya rendah.
Permasalahan sarana prasarana di kawasan perbatasan darat terdiri dari
keterbatasan jumlah pos lintas batas, aksesibilitas perhubungan yang belum
memadai, sarana komunikasi dan informasi masih terbatas, dan pelayanan sosial
dasar yang masih terbatas (Bappenas 2010). Kondisi sarana prasarana tersebut
terlihat antara lain dari rasio panjang jalan kondisi baik dan sedang terhadap luas
wilayah dan rasio jumlah sarana kesehatan, yaitu puskesmas, puskesmas
pembantu, dan puskesmas keliling.
Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di kawasan perbatasan darat dari
tahun 2007 sampai 2011 secara umum masih dibawah 1. Rasio yang tertinggi
pada tahun 2011 di Kabupaten Timor Tengah Utara, sedangkan terendah di

5
Kabupaten Pegunungan Bintang. Kenaikan rasio panjang jalan tertinggi ada di
Kabupaten Bengkayang (Gambar 1.4).

Gambar 1.4 Rasio panjang jalan kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011
Kondisi infrastruktur sosial juga tidak terlalu berbeda dengan infrastruktur
jalan. Rasio sarana kesehatan, yang didekati dengan jumlah puskesmas,
puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling, di kawasan perbatasan darat
Indonesia pada tahun 2011 secara umum masih dibawah 1 puskesmas per 1000
penduduk, kecuali Kabupaten Malinau, Merauke, Boven Digoel, Keerom, dan
Kupang (Gambar 1.5).

Gambar 1.5 Rasio sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat tahun 2011

6
Permasalahan pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum antara lain
belum disepakatinya beberapa segmen batas negara sehingga terdapat potensi
konflik teritorial dengan negara tetangga yang mengancam kedaulatan wilayah
dan menimbulkan kerancuan dalam pemanfaatan sumber daya alam, keterbatasan
jumlah pos lintas batas dan personel yang menjaga perbatasan membuat
pengawasan daerah perbatasan menjadi lemah. Hal tersebut membuat kawasan
perbatasan darat menjadi kawasan yang rawan terhadap pencurian kayu, illegal
logging, penyelundupan, perdagangan manusia, dan pemindahan patok tapal
batas. Keterbatasan kawasan perbatasan darat juga mengakibatkan timbulnya
keinginan dari beberapa masyarakat untuk melepaskan diri dari NKRI. Banyaknya
permasalahan kawasan perbatasan darat membuat pengelolaan kawasan
perbatasan darat harus lebih spesifik dibandingkan kawasan lainnya.
Permasalahan lain yang muncul di perbatasan darat adalah terjadinya
ketimpangan pendapatan yang semakin meningkat. Secara rata-rata dari 16
kabupaten/kota di kawasan perbatasan darat terjadi kenaikan ketimpangan
pendapatan dari tahun 2007 (0.26) ke tahun 2011 (0.33) (Gambar 1.6).

Gambar 1.6 Rata-rata gini rasio di kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011

Perumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang timbul di kawasan perbatasan darat
membuat pengelolaan kawasan perbatasan darat menjadi lebih spesifik
dibandingkan kawasan lainnya. Masalah pertahanan keamanan tidak bisa hanya
dibebankan kepada aparat angkatan bersenjata, karena adanya keterbatasan
sumber daya dan panjangnya garis perbatasan negara. Bahkan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia menduga maraknya pemakaian
senjata illegal dalam kejahatan karena kurangnya pengawasan di kawasan
perbatasan, sehingga penyelundupan dapat dengan mudah terjadi.
Untuk mengatasi permasalahan pertahanan keamanan tersebut diharapkan

7
peran aktif dari masyarakat kawasan perbatasan, sehingga kekurangan sumber
daya aparat keamanan dapat tertutupi dengan adanya kesadaran masyarakat untuk
menjaga wilayahnya. Peran aktif tersebut akan sulit terwujud apabila
kesejahteraan masyarakat tidak diperbaiki terlebih dahulu. Oleh karena itu
pendekatan pembangunan di kawasan perbatasan darat memadukan antara
pendekatan pertahanan keamanan dan sosial ekonomi.
Peningkatan kesejahteraan tersebut sulit terwujud apabila akses masyarakat
tidak diperhatikan, sehingga pembangunan infrastruktur merupakan tahap awal
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan infrastruktur yang
tepat dan sesuai karakter kawasan perbatasan darat akan berdampak pada
percepatan laju pertumbuhan ekonomi dan berujung pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Selama ini kabupaten/kota di kawasan perbatasan darat
lebih banyak mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan jalan, jembatan,
dan bandara. Namun apakah pembangunan infrastruktur tersebut berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat? Atau jenis
infrastruktur lain yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan? Dan dalam jangka panjang mampu mengurangi ketimpangan
pendapatan yang terjadi. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk menjawab
pertanyaan berikut :
1. Bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi di kawasan perbatasan darat Indonesia?
2. Bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap ketimpangan di
kawasan perbatasan darat Indonesia?

Tujuan Penelitian

1.
2.

Tujuan dari penelitian ini adalah:
Menganalisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi kawasan perbatasan darat Indonesia
Menganalisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap ketimpangan
kawasan perbatasan darat Indonesia

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah infrastruktur, baik infrastruktur ekonomi
maupun sosial, berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan
perbatasan darat dan ketimpangan pendapatan.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mencakup dampak pembangunan infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di kawasan perbatasan darat Indonesia.
Komponen infrastruktur yang diteliti hanya infrastruktur ekonomi dan sosial.
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini didekati dengan pendapatan per kapita
riil yang tercermin dari besaran PDRB per kapita riil. Peningkatan PDRB per

8
kapita riil menggambarkan kenaikan besaran PDRB yang lebih tinggi
dibandingkan kenaikan jumlah penduduk, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan yang dianalisis merupakan ketimpangan pendapatan
menggunakan ukuran gini rasio yang dihitung dari data pengeluaran per kapita,
dengan asumsi tidak ada keragaman pendapatan dalam satu rumah tangga,
sehingga angka gini rasio cenderung akan under estimate. Cakupan analisis
penelitian menggunakan data tahun 2007-2011, karena ada beberapa data tahun
2006 ke bawah tidak dapat dimunculkan sampai level kabupaten/kota.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada umumnya berarti perkembangan ekonomi.
Pertumbuhan dapat diukur dan mampu menggambarkan fenomena perluasan
tenaga kerja, modal, volume perdagangan, dan konsumsi. Rostow mengemukakan
adanya tahapan dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional,
prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, dewasa dan masa konsumsi massal
yang tinggi (Jhingan 2010).
Dornbusch et al. (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat kenaikan dari Produk Domestik Bruto (PDB), pada tingkat regional
disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDB/PDRB adalah nilai dari
seluruh barang dan jasa yang diproduksi pada suatu wilayah dengan jangka waktu
tertentu. Produksi tersebut dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang
bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari
perubahan peningkatan PDRB riil pada periode tertentu. Perubahan PDRB riil
dari waktu ke waktu mencerminkan perubahan kuantitas dan sudah tidak
mengandung unsur perubahan harga, baik inflasi maupun deflasi. Nilai
pertumbuhan ekonomi dihitung sebagai perubahan nilai output (PDRB riil) antar
waktu dan diformulasikan sebagai berikut:
=

...................................................................... (2.1)

g : pertumbuhan ekonomi atau persentase perubahan PDRB riil dari periode t-1
sampai periode t
Pada tingkat rumah tangga ataupun individu, pertumbuhan ekonomi dapat
diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan per kapita.
Ukuran tersebut merepresentasikan tingkat kesejahteraan penduduk. Penghitungan
pendapatan per kapita agak sulit, karena harus memperhatikan aspek daerah asal
dari penerimaan/pembayaran faktor produksi, sehingga pendapatan per kapita
didekati dengan nilai PDRB per kapita, yaitu:
=

!" " #

....................................... (2.2)

Menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:

9
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan
memperbanyak jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Jhingan (2010) menyebutkan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi terdiri
atas faktor produksi yang dipandang sebagai kekuatan utama yang memengaruhi
pertumbuhan, diantaranya adalah:
1. Sumber alam, yang mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya,
kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya.
2. Akumulasi modal, yang berarti mengadakan persediaan faktor produksi yang
secara fisik dapat direproduksi. Proses pembentukan modal bersifat kumulatif
dan membiayai diri sendiri serta mencakup tiga tahap yang saling berkaitan,
yaitu:
a. Keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya,
b. Keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan tabungan
dan menyalurkannya ke jalur yang dikehendaki,
c. Menggunakan tabungan untuk investasi barang modal.
3. Organisasi, yang terdiri atas para wiraswastawan (pengusaha) dan pemerintah,
yang melengkapi (komplemen) modal, buruh dan yang membantu
produktivitasnya, termasuk dalam menyelenggarakan overhead sosial dan
ekonomi.
4. Kemajuan teknologi, yang berkaitan dengan perubahan di dalam metode
produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian
baru sehingga menaikkan produktivitas buruh, modal dan faktor produksi
lainnya.
5. Pembagian kerja dan skala produksi, yang menimbulkan peningkatan
produktivitas.
Sedangkan faktor non ekonomi yang memengaruhi kemajuan perekonomian
antara lain:
1. Faktor sosial dan budaya, yang menghasilkan perubahan pandangan, harapan,
struktur, dan nilai-nilai sosial.
2. Faktor sumber daya manusia, yang disebut sebagai “pembentukan modal
insani” yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan seluruh penduduk, termasuk di dalamnya aspek kesehatan,
pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya.
3. Faktor politik dan administratif, termasuk pemerintahan yang baik dengan
menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.
Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.
Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan
Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model
perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan
endogen. Model pertumbuhan Harrod-Domar menekankan perlunya tabungan
untuk kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional. Model tersebut
menyatakan bahwa tabungan (S) adalah bagian tertentu (s) dari pendapatan
nasional (Y). Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal ( K).

10
Perubahan stok modal sendiri merupakan rasio modal output (k Y) dan tabungan
(S) sama dengan investasi (I). Dengan demikian dapat ditulis dalam persamaan
berikut:
S = sY ; I = K ; K = k Y ...................................................... (2.3)
S = I = K = k Y = sY ................................................................. (2.4)
&
∆%
= ............................................................................... (2.5)
#
%
Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan GDP ditentukan
secara bersama-sama oleh rasio tabungan dan rasio modal output, sehingga tanpa
campur tangan pemerintah tingkat pertumbuhan akan berbanding lurus dengan
rasio tabungan dan berbanding terbalik dengan rasio modal output. Logika
ekonominya adalah agar bisa tumbuh pesat setiap perekonomian harus menabung
dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP nya. Negara yang
dapat menabung dan menginvestasikan 15-20% dari GDP-nya, diproyeksikan
akan mengalami pertumbuhan ekonomi lebih cepat apabila dibandingkan dengan
negara lain yang menabung kurang dari proporsi tersebut.
Model perubahan struktural memusatkan perhatiannya pada mekanisme
yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk
mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola
perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih
modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri
manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang lebih tangguh.
Perangkat dalam model ini berupa teori harga dan alokasi sumber daya, serta
metode ekonometri modern untuk menjelaskan terjadinya proses transformasi.
Menurut model pembangunan ini perekonomian yang terbelakang terdiri dari 2
(dua) sektor, yaitu sektor tradisional dan sektor industri perkotaan. Dalam sektor
tradisional terjadi kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal
tenaga kerja sama dengan nol, sehingga sering disebut surplus tenaga kerja,
sedangkan sektor industri perkotaan mempunyai produktivitas yang tinggi dan
menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit
dari sektor tradisional. Perhatian utama model ini diarahkan pada terjadinya
proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan
penyerapan tenaga kerja di sektor modern (Todaro dan Smith 2006).
Model pertumbuhan neoklasik sering disebut sebagai model pertumbuhan
Solow, dimana model ini merupakan pengembangan dari model Harrod-Domar
dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan variabel independen ketiga yaitu
teknologi kedalam persamaan pertumbuhan. Model pertumbuhan Solow mampu
menjelaskan sebagian besar fenomena yang terjadi di dunia dan lebih elegan
karena dapat dilakukan dengan pendekatan matematis. Asumsi dalam model ini
berbeda dengan Harrod-Domar, dimana model ini berpegang pada konsep skala
hasil yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal
jika keduanya dianalisis secara terpisah, namun jika dianalisis secara bersamaan
akan tetap menggunakan asumsi skala hasil tetap (constant return to scale)
(Todaro dan Smith 2006).
Dalam bentuk yang formal, model pertumbuhan Solow memakai fungsi
produksi agregat standar yaitu:
Y = K (AL)1- ................................................................................ (2.6)

11
Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik, antara lain
infrastruktur, dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, A adalah produktivitas
tenaga kerja yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen, dan
melambangkan elastisitas output terhadap modal. Dalam model ini kemajuan
teknologi ditentukan secara eksogen. Dengan asumsi skala hasil tetap, model
solow dapat ditulis menjadi:
Y = F( K, L)................................................................................. (2.7)
= 1/L
Y/L = f(K/L, L/L) ............................................................................ (2.8)
y = f(k) ........................................................................................... (2.9)
dalam bentuk persamaan Cobb Douglas menjadi:
y = Ak ........................................................................................... (2.10)
Hal tersebut mencerminkan sebuah cara alternatif mengenai fungsi produksi, di
mana segala sesuatu dihitung dalam kuantitas per tenaga kerja.
Model pertumbuhan endogen mempunyai kemiripan struktural dengan
model neoklasik, namun sangat berbeda dalam asumsi yang mendasarinya dan
kesimpulan yang ditarik darinya. Perbedaan teoritis yang paling signifikan berasal
dari dikeluarkannya asumsi neolasik tentang hasil marjinal yang semakin menurun
atas investasi modal dan memberikan peluang terjadinya skala hasil yang semakin
meningkat dalam produksi agregat dan sering kali berfokus pada peran
eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal. Teori
pertumbuhan endogen berusaha menjelaskan keberadaan skala hasil yang semakin
meningkat dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara.
Aspek paling menarik dari model ini adalah membantu menjelaskan keanehan
aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju
dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang
tinggi yang ditawarkan oleh negara berkembang yang mempunyai rasio modaltenaga kerja yang rendah berkurang dengan cepat dikarenakan rendahnya tingkat
investasi komplementer dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur,
atau riset dan pengembangan. Pada akhirnya, negara miskin kurang mendapat
manfaat dari luasnya keuntungan sosial yang terkait dengan setiap alternatif
bentuk pengeluaran modal ini. Karena investasi komplementer menghasilkan
manfaat sosial maupun pribadi, pemerintah dapat memperbaiki efisiensi alokasi
sumber dayanya, dengan menyediakan barang publik (infrastruktur) atau
mendorong investasi swasta (Todaro dan Smith 2006).
Pemikiran yang pertama dari model pertumbuhan endogen dikembangkan
oleh Romer. Model Romer mengungkapkan bahwa sumber pertumbuhan dipacu
oleh pengetahuan, kemudian dimasukkan dalam akumulasi investasi pada modal
tetap sampai waktu tertentu t, yang sering disebut barang publik. Model Romer
dapat dinyatakan dalam rumusan:
'( = )(* +,( * ) dengan 0<