Pengeringan tempe berbumbu tradisional menggunakan sunbeam food dehydrator tipe DT5600

PENGERINGAN TEMPE BERBUMBU TRADISIONAL
MENGGUNAKAN SUNBEAM FOOD DEHYDRATOR TIPE
DT5600

DENIS ANDREAS

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengeringan Tempe
Berbumbu Tradisional Menggunakan Sunbeam Food Dehydrator Tipe DT5600
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Denis Andreas
NIM F14070061

ABSTRAK
DENIS ANDREAS. Pengeringan Tempe Berbumbu Tradisional Menggunakan
Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600. Dibimbing oleh SUTRISNO dan DYAH
WULANDANI.
Tempe merupakan salah satu pangan tradisional paling populer yang
dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Penambahan bumbu adalah
salah satu metode pengawetan tempe yang dapat meningkatkan umur simpan
tempe hingga mencapai 4 minggu. Uji performansi dibutuhkan untuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap parameter mutu irisan tempe berbumbu yang terbaik.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji performansi alat pengering Sunbeam
Food Dehydrator DT5600 dan mengkaji pengaruh suhu terhadap parameter mutu
setelah diberikan penambahan bumbu pada tempe. Pengeringan pada suhu 75 oC
memerlukan waktu pengeringan yang lebih cepat dan laju pengeringan yang lebih
besar bila dibandingkan dengan suhu 55 oC atau suhu 35 oC. Perlakuan bumbu

juga berpengaruh terhadap laju pengeringan dan efisiensi pengeringan, dimana
dengan bertambahnya bumbu maka makin besar pula nilainya. Konsumsi energi
pengeringan berkisar 10.6 – 27.5 MJ/kg uap air. Kadar protein yang dimiliki
cukup banyak yaitu lebih dari 40%. Berdasarkan uji hedonik dan uji laboratorium
panelis cenderung menyukai dan tidak ditemukannya cemaran mikroba.
Kata kunci: bumbu, pengeringan, tempe, uji performansi

ABSTRACT
DENIS ANDREAS. Dehydration of Tempeh with Traditional Spicy Using
Sunbeam Food Dehydrator Type DT5600. Supervised by SUTRISNO and DYAH
WULANDANI.
Tempeh is one of the most popular traditional food consumed by
Indonesian people for many years. The addition of spicy was one of the
preservation methods that could expand the shelf life until four weeks. The
performance test is needed to determine the effect of temperature through quality
parameter of the best slice spicy tempeh. The objectives of this research were to
conduct the performance test of Sunbeam Food Dehydrator DT5600 and to
determine the effect of temperature through the quality parameter after the
addition of spicy to tempeh. The drying temperature of 75 oC had shorter drying
time and had the larger drying rate compare with the temperature of 55 oC or 35

o
C. The spicy addition treatment also had the effect on drying rate and drying
efficiency, where with the addition of spicy would increase its value.
Consumption drying energy was around 10.6 – 27.5 MJ/kg moisture content. The
protein concentration was more than 40%. Based on the hedonic test and
laboratory test, panelist tend to like and no microbial contaminants.
Keywords: drying, performance test, spicy, tempeh

PENGERINGAN TEMPE BERBUMBU TRADISIONAL
MENGGUNAKAN SUNBEAM FOOD DEHYDRATOR TIPE
DT5600

DENIS ANDREAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Denis Andreas. Pengeringan Tempe Berbumbu Tradisional Menggunakan Sunbeam Food
Dehydrator Tipe DT5600. Di bawah bimbingan Sutrisno dan Dyah Wulandani. 2013.

RINGKASAN

Tempe merupakan salah satu pangan tradisional paling populer yang telah dikonsumsi sejak
berabad – abad lampau oleh masyarakat Indonesia. Tempe saat ini tidak lagi menjadi makanan
inferior namun telah menjadi makan internasional karena nilai gizinya yang tinggi. Upaya untuk
memperpanjang umur simpan tempe telah banyak dilakukan, diantaranya dengan menyimpan tempe
segar pada suhu ruang yang memiliki keterbatasan umur simpan yaitu selama 72 jam.
Pada penelitian ini, usaha untuk mengawetkan tempe yang dipilih yaitu dengan
menambahkan bumbu pada irisan tempe dan mengeringkannya. Penambahan bumbu adalah salah satu
metode pengawetan tempe yang dapat meningkatkan umur simpan tempe hingga mencapai 4 minggu.
Dengan menginkubasi tempe berbentuk kubus kecil (2.5cm) dalam pengering dapat diperoleh kadar

air 2 – 4 persen, sehingga umur simpan tempe dapat diperpanjang selama beberapa bulan dalam suhu
ruang.
Alat pengering irisan tempe berbumbu yang digunakan yaitu Sunbeam Food Dehydrator tipe
DT 5600. Data uji performansi Sunbeam Food Dehydrator tipe DT 5600 belum diketahui untuk
komoditas tempe, padahal uji performansi alat pengering sangat dibutuhkan. Uji performansi
dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap parameter mutu irisan tempe berbumbu yang
terbaik. Di samping itu, uji performansi juga dibutuhkan untuk mengetahui efisiensi pengeringan dan
kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan irisan tempe.
Tujuan penelitian ini yaitu melakukan uji performansi alat pengering Sunbeam Food
Dehydrator DT5600 dan mengkaji pengaruh suhu terhadap parameter mutu setelah diberikan
penambahan bumbu pada tempe untuk alat pengering Sunbeam Food Dehydrator DT5600.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe yang diperoleh langsung dari
pengrajin tempe di daerah Bogor. Selain tempe, bahan lainnya yang digunakan sebagai bentuk
perlakuan yaitu campuran cabai merah, bawang putih, bawang merah, laos, serai, daun salam, gula
merah, gula putih, garam, kunyit dan asam.
Prosedur penelitian dimulai dengan dilakukannya identifikasi fisik dari Sunbeam Food
Dehydrator DT5600 dan alat pengering tipe rak yang meliputi: dimensi alat pengering, ruang
pemanas, ruang pengering, kipas pengarah udara panas, kapasitas, elemen pemanas dan sumber
energi. Selanjutnya dilakukan persiapan bahan yaitu dengan memotong tempe dengan menggunakan
pisau yang tajam dengan dimensi p x l x t yaitu 1 cm x 1 cm x 2 cm sebanyak ±1250 gram. Proses

berikutnya yaitu, irisan tempe kemudian ditimbang bobotnya masing – masing dan ditempatkan ke
dalam rak penampung (tray) pengering. Kemudian, tempe dicampur dengan campuran bumbu.
Campuran bumbu tersebut kemudian diencerkan menjadi tiga perlakuan yaitu 0%, 5% dan 10%.
Setelah itu, irisan tempe dicelupkan ke dalam campuran bumbu tersebut selama 15 menit. Perlakuan
suhu terhadap tempe berbumbu ini kemudian dikeringkan pada suhu 35oC, 55oC dan 75oC. Irisan
tempe yang telah dikeringkan diujikan mutunya melalui analisis kadar air, protein, organoleptik dan
cemaran mikroba.
Berdasarkan hasil pengamatan, pengeringan pada suhu 75 oC memiliki waktu pengeringan
yang lebih cepat bila dan laju pengeringan yang lebih besar bila dibandingkan dengan suhu 55 oC atau
suhu 35 oC. Perlakuan bumbu juga berpengaruh terhadap laju pengeringan, dimana dengan
bertambahnya bumbu maka laju pengeringan makin besar. Sama seperti laju pengeringan, efisiensi
pengeringan juga meningkat sesuai dengan bertambahnya penambahan suhu. Konsumsi energi
pengeringan berkisar 10.6 – 27.5 MJ/kg uap air.
Kadar protein yang dimiliki irisan tempe berbumbu masih cukup banyak yaitu berada pada
kisaran lebih dari 40%. Sedangkan untuk preferensi warna, aroma, tekstur dan rasa oleh panelis
memiliki tingkat kesukaan tidak suka hingga cenderung menyukai. Berdasarkan uji laboratorium tidak
ditemukannya cemaran mikroba pada irisan tempe berbumbu. Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini yaitu dapat menentukan kadar penambahan bumbu terbaik dan suhu optimum untuk
proses pengeringan tempe. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam
mendesain alat pengering untuk komoditas tempe yang memiliki kapasitas lebih besar.


Judul Skripsi : Pengeringan Tempe Berbumbu Tradisional Menggunakan
Sunbeam Food Dehydrator Tipe DT5600
Nama
: Denis Andreas
NIM
: F14070061

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr
Pembimbing I

Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya sehingga
skripsi ini berhasil diselesaikan judul Pengeringan Tempe Berbumbu Tradisional
Menggunakan Sunbeam Food Dehyrator Tipe DT5600 yang dilaksanakan di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Maret
hingga Juni 2012.
Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Orangtua penulis Ida Nurhamida dan Cornellis Riry serta Kak Lisa yang
telah memberi banyak dorongan, semangat dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
2. Ir. Putiati Mahdar, M.AppSc (Almarhumah) selaku dosen pembimbing
akademik yang telah membantu penulis dalam penentuan ide penelitian.
3. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Dyah Wulandani selaku dosen
pembimbing akademik dan tugas akhir atas bimbingannya selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Bapak Sulyaden, Bapak Ahmad, dan Mas Darma selaku teknisi di

laboratorium banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
5. Widya, Tami, Thea, dan Tasya TEP 44 juga dengan Taufik, Khania,
Anggi, Fiki, dan Soleh TEP 45 teman satu bimbingan almarhumah Ibu
Puti. serta Bhekti, Harli, dan Tri teman satu bimbingan Bapak Sutrisno.
6. Agung Darmawan, Muhammad Sarwar Khan, Agung Nugroho dan
Muhammad Furqon yang membantu selama penelitian dan dalam
penulisan tugas akhir.
7. Teman – teman PPSDMS Nurul Fikri, Goodwill International, IAAS,
PSDMS BEM FATETA, Ensemble44, Magenta45, dan Essential
Toastmasters yang telah membantu semangat, finansial dan doa.
8. Murid – murid penulis Karim, Idzarr, Fathi, Iqro, Audy, Naufal, Faleh,
Ardin, Alfath, Tiyo, Pa Muslim, English Club SMPIT Ummul Quro, dan
English Club teknik mesin UPN Veteran Jakarta yang memberikan
suntikan motivasi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.
9. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi
Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan
penelitian.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak
membantu penulis selamamenyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
ini

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Denis Andreas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

13


Latar Belakang

13

Perumusan Masalah

13

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Tempe

2

Teori Pengeringan

8

Parameter Performansi Pengeringan Tempe

9

METODE

13

Lokasi dan Waktu

13

Bahan dan Alat

13

Prosedur Penelitian

14

Parameter Yang Diukur

16

Rancangan Percobaan

17

Analisis Data

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Identifikasi Alat

18

Performansi Pengeringan Sunbeam Food Dehydrator DT5600

21

Uji Mutu Irisan Tempe

31

SIMPULAN DAN SARAN

44

Simpulan

44

Saran

44

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL
1

Penyimpangan Mutu Tempe Kedelai

2

Bobot Bumbu

14

3

Rancangan Percobaan

17

4

Analisis performansi Sunbeam Food Dehydrator untuk irisan tempe
berbumbu

21

Perbandingan konsumsi dan dan efisiensi energi Sunbeam Food
Dehydrator

22

6

Standar deviasi kadar air (%bb) antar tray

32

7

Hasil pengujian kadar protein irisan tempe kering

36

8

Uji Duncan terhadap warna

39

9

Uji Duncan terhadap aroma

40

10 Uji Duncan terhadap tekstur

42

11 Uji Duncan terhadap rasa

43

5

6

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas basah

4

2 Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas kering

5

3 Hubungan kadar air terhadap waktu

8

4 Ilustrasi proses pengeringan dalam kurva psikrometrik Darmajana

9

5 Sunbeam Food Dehydrator DT5600

13

6 Bagan proses pengeringan tempe

15

7 Posisi Kipas dan Elemen Pemanas

19

8 Dimensi Sunbeam Food Dehydrator

20

9 Sebaran suhu rak penampung (tray) 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 35C

23

10 Sebaran suhu rak penampung (tray) 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 55C

23

11 Sebaran suhu rak penampung (tray) 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 75C

23

12 Sebaran suhu tempe kering pada tray 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 35C

24

13 Sebaran suhu tempe kering pada tray 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 55C

25

14 Sebaran suhu tempe kering padada tray 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 75C

25

15 Sebaran suhu inlet dan outlet alat pengering pada suhu 35C

26

16 Sebaran suhu inlet dan outlet alat pengering pada suhu 55C

26

17 Sebaran suhu inlet dan outlet alat pengering pada suhu 75C

26

18 Grafik penurunan laju pengeringan terhadap waktu pengeringan irisan
tempe pada suhu 35C untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

27

19 Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 35C
untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

27

20 Grafik penurunan laju pengeringan pengeringan irisan tempe pada
suhu 35C untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

28

21 Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 55C
untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

28

22 Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 55C
untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

28

23 Grafik penurunan laju pengeringan pengeringan irisan tempe pada
suhu 55C untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

29

24 Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 75C
untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

29

25 Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 75C
untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

29

26 Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 75C
untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

30

27 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 35C untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

32

28 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 35C untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

32

29 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 35C untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

33

30 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 55C untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

33

31. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 55C untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

34

32 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 55C untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

34

33 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 75C untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

35

34 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 75C untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

35

35 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada
suhu 75C untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

35

36 Grafik kolom rata – rata skor hedonik terhadap warna

38

37 Grafik kolom rata – rata skor hedonik terhadap aroma

39

38 Grafik kolom rata – rata skor hedonik terhadap tekstur

41

39 Grafik kolom rata – rata skor hedonik terhadap rasa

42

DAFTAR LAMPIRAN
1

Syarat mutu Tempe Kedelai

47

2

Syarat mutu Keripik Tempe

48

3

Persyaratan Komposisi Fungi

49

4 Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 0% pada suhu
35C
5

6

50

Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 5% pada suhu
35C

51

Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 10% pada suhu
35C

52

7 Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 0% pada suhu
55C

52

8. Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 5% pada suhu
55C

53

9

Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 10% pada suhu
55C

53

10. Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 0% pada suhu
75C

54

11. Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 5% pada suhu
75C

54

12 Kadar air basis basah hitung irisan tempe berbumbu 10% pada suhu
75C

54

13 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 0% pada suhu 35 C

55

14 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 5% pada suhu 35 C

56

15 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 10% pada suhu 35 C

57

16 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 0% pada suhu 55C

58

17 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 5% pada suhu 55 C

59

18 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 10% pada suhu 55 C

61

19 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 0% pada suhu 75 C

62

20 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 5% pada suhu 75 C

63

21 Efisiensi Pengeringan Irisan Tempe Berbumbu 10% pada suhu 75 C

64

22 Formulir Uji Organoleptik

66

23 Rekapitulasi uji hedonik terhadap warna

67

24 Rekapitulasi uji hedonik terhadap aroma

68

25 Rekapitulasi uji hedonik terhadap tekstur

69

26 Rekapitulasi uji hedonik terhadap rasa

70

27 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 35C dengan 0%
campuran bumbu

71

28 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 35C dengan 5 %
campuran bumbu

71

29 Sebaran suhu rak penampung (tray) suhu 35C dengan 10% campuran
bumbu

71

30 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 55C dengan 0%
campuran bumbu

72

31 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 55C dengan 5%
campuran bumbu

72

32 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 55C dengan 10%
campuran bumbu

72

33 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 75C dengan 0%
campuran bumbu

73

34 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 75C dengan 5%
campuran bumbu

73

35 Sebaran suhu rak penampung pada (tray) suhu 75C dengan 10%
campuran bumbu

73

36 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 35C dengan 0% campuran
bumbu

74

37 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 35C dengan 5% campuran
bumbu

74

38 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 35C dengan 10% campuran
bumbu

74

39 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 55C dengan 0% campuran
bumbu

75

40 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 55C dengan 5% campuran
bumbu

75

41 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 55C dengan 10% campuran
bumbu

75

42 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 75C dengan 0% campuran
bumbu

76

43 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 75C dengan 5% campuran
bumbu
44 Sebaran suhu irisan tempe pada suhu 75C dengan 10% campuran
bumbu
45 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 35C dengan 0% campuran
bumbu

76

76
77

46 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 35C dengan 5% campuran
bumbu

77

47 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 35C dengan 10% campuran
bumbu

77

48 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 55C dengan 0% campuran
bumbu

78

49 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 55C dengan 5% campuran
bumbu

78

50 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 55C dengan 10% campuran
bumbu

78

51 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 75C dengan 0% campuran
bumbu

79

52 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 75C dengan 5% campuran
bumbu

79

53 Sebaran suhu inlet dan outlet pada suhu 75C dengan 10% campuran
bumbu

79

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tempe merupakan salah satu pangan tradisional paling populer yang telah
dikonsumsi sejak berabad – abad lampau oleh masyarakat Indonesia dan jumlah
tempe yang dikonsumsi rata – rata pertahun 5.2 kg/kapita (Subagio et al. 2002).
Tempe saat ini tidak lagi menjadi makanan inferior namun telah menjadi makan
internasional karena nilai gizinya yang tinggi. Menurut Dr. Sastroamijoyo (1971)
bahwa teknologi pembuatan tempe pertama kali diadaptasi dari daratan Cina yang
membuat produk fermentasi kacang kedelai menggunakan kapang Aspergillus sp.,
yang kemudian dalam perkembangannya di Indonesia lebih umum menggunakan
kapang Rhizopus sp. (Soyfoods Center, 2004). Proses pembuatan tempe sangat
didukung oleh lingkungan Indonesia yang memiliki suhu rata – rata sekitar 300C
dan kelembaban rata – rata sekitar 75%, sehingga tempe bisa dibuat setiap saat
tanpa harus mengatur kondisi untuk pertumbuhan kapang (Syarief et al., 1999).
Berdasarkan data USSEC (2010), negara Indonesia merupakan produsen tempe
terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Saat ini konsumsi
tempe rata-rata di Asia sekitar 12.5 kg tiap orang/tahun.
Upaya untuk memperpanjang umur simpan tempe telah banyak dilakukan,
diantaranya dengan menyimpan tempe segar pada suhu ruang yang memiliki
keterbatasan umur simpan yaitu selama 72 jam (Kasmidjo, 1996). Prinsip
pengawetan tempe pada dasarnya adalah menghentikan aktivitas kapang sebagai
penyebab utama kerusakan tempe dan faktor – faktor kerusakan dari lingkungan.
Peningkatan daya simpan dan daya terima tempe dilakukan dengan usaha
pengawetan dan pengolahan tempe sehingga menghasilkan produk yang bernilai
ekonomis lebih tinggi dan lebih awet. Hal ini juga bertujuan sebagai usaha
penganekaragaman pangan (Koswara, 1995).
Pada penelitian ini, usaha untuk mengawetkan tempe yang dipilih yaitu
dengan menambahkan bumbu pada irisan tempe dan mengeringkannya
menggunakan Sunbeam Food Dehydrator tipe DT 5600. Sunbeam Food
Dehydrator tipe DT 5600 merupakan alat pengering bertenaga listrik yang
didesain untuk mengeringkan produk pangan. Penambahan bumbu menurut
Nuraini (1995) adalah salah satu metode pengawetan tempe yang dapat
meningkatkan umur simpan tempe hingga mencapai 4 minggu. Steinkraus (1965)
dan Nuraini (1995) menyatakan bahwa menginkubasi tempe berbentuk kubus
kecil (2.5cm) dalam pengering hingga diperoleh kadar air 2 – 4 persen, sehingga
umur simpan tempe dapat diperpanjang selama beberapa bulan dalam suhu ruang.
Perumusan Masalah
Data uji performansi Sunbeam Food Dehydrator tipe DT 5600 belum
diketahui untuk komoditas tempe, padahal uji performansi alat pengering sangat
dibutuhkan. Uji performansi dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh suhu dan
penambahan bumbu untuk memperoleh parameter mutu irisan tempe berbumbu
yang terbaik. Di samping itu, uji performansi juga dibutuhkan untuk mengetahui

2
efisiensi pengeringan dan energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan irisan
tempe.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Melakukan uji performansi alat pengering Sunbeam Food Dehydrator
DT5600.
2. Mengkaji pengaruh suhu dan penambahan bumbu terhadap parameter
mutu.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat menentukan kadar
penambahan bumbu terbaik dan suhu optimum untuk proses pengeringan tempe.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam mendesain alat
pengering untuk komoditas tempe yang memiliki kapasitas lebih besar.

TINJAUAN PUSTAKA
Tempe
Tempe merupakan produk makanan yang berasal dari Indonesia, Malaysia
dan Singapura. Menurut Standar Nasional Indonesia (1992), tempe kedelai adalah
produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang Rhizopus sp., berupa
padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu – abuan.
Pengolahan kedelai menjadi tempe meningkatkan kandungan gizi terutama
pada protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Selain itu, tempe menjadi lebih
larut dalam air dan mudah dicerna dibanding kedelai, serta terjadi kerusakan zat –
zat anti nutrisi kedelai (Hermana, 1985).
Wang dan Hasseltine (1981) menyatakan bahwa Rhizoporus oligosporus
bahkan dapat mencegah akumulasi aflatoksin yang ada pada kedelai dengan
hidrolisis. Tempe sebagai bahan pangan hasil fermentasi kedelai mengandung
senyawa isoflavon, yaitu genistein, daidzein, glisitein, dan antioksidan faktor II
(6,7,4’-trihidroksi-isoflavon) yang bermanfaat untuk kesehatan. Senyawa
isoflavon tersebut bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker, antiosteoporosis,
dan hipokolesterolomik. Senyawa bioaktif lain yang terdapat pada tempe adalah
GABA (gamma-amino butryic acid) yang berfungsi sebagai antihipertensi
(Suarsana et al. 2008).
Protein tempe tergolong protein lengkap yang mengandung delapan macam
asam amino essensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh). Kandungan gizi dalam
tempe berupa asam amino, vitamin A, asam panthotenat, piridoksin, dan
riboflavin merupakan komponen yang berperan dalam pembentukan antibodi.
Dari seluruh protein yang terkandung, 56%nya dapat dimanfaatkan oleh manusia.

3
Tiap 100 g tempe menyumbang protein sekitar 10.9 g protein (Syarief et al.,
1999). Selama fermentasi, kadar protein dalam kedelai relatif tidak banyak
berubah, tetapi jumlah nitrogen yang larut meningkat 0.5 – 2.5%. Jumlah asam
amino bebas meningkat 1- 85 kali dari kedelai yang difermentasikan setelah 48
jam (Karyadi, 1985).
Dalam 100 gram tempe segar mengandung 18.3 gram protein. Sedangkan
dalam 100 gram daging mengandung 18.8 gram protein dan dalam 100 gram telur
mengandung 12.2 gram protein (Sarwono, 2002). Tempe kedelai mempunyai nilai
gizi yang cukup tinggi, yaitu protein sekitar 19.5%, lemak sekitar 4%, karbohidrat
9.4%, vitamin B12 3-5 mcg/100 g tempe, mineral kasium 3% dan fosfor
6%(Sarwono 2002).
Tahapan Proses Pembuatan Tempe
Secara garis besar pembuatan tempe dibedakan berdasarkan metode
pengupasan kulit kedelai, yaitu metode kupas basah dan metode kupas kering
(Syarief et al., 1999). Metode kupas basah (Gambar 1) ciri utamanya adalah
dengan proses pengupasan kedelai dengan cara basah setelah perendaman dalam
air panas (pre cooking), pemanasan atau pemasakan pada air yang diasamkan, dan
dilanjutkan dengan proses pemeraman pada kantong plastik polietilen yang telah
diberi lubang. Perendaman dengan air panas bertujuan untuk mengurangi waktu
pemasakan, melunakkan kulit kedelai sehingga mudah untuk dikupas, dan
mengurangi jumlah bakteri yang ada di permukaan kulit kedelai. Tahap
selanjutnya adalah perendaman kedelai sehingga keasaman biji kedelai mencapai
nilai pH antara 3.5 sampai 5, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pencemar tanpa harus mengganggu pertumbuhan mikroorganisme laru tempe.
Metode kupas kering (Gambar 2) perlakuan awal adalah pengeringan
menggunakan oven dengan suhu 177 oC selama 5 menit atau dengan menggunakan
sirkulasi udara panas (93oC) selama 10 menit. Perlakuan pra pemanasan ini akan
menyebabkan kulit menjadi pecah dan mudah dikupas, tanpa harus memecahkan
biji kedelai, sehingga jumlah kerusakan dan kehilangan dapat ditekan seminimal
mungkin. Setelah dibersihkan, kedelai kemudian dikupas dengan menggunakan
mesin penggiling, lalu dilewatkan pada hembusan udara untuk menghilangkan
kulit arinya.
Tahapan selanjutnya adalah pengasaman yang bertujuan untuk mendukung
pertumbuhan kapang tempe dan sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk. Pada metode pengupasan kering, tahapan pra fermentasi ini umumnya
kurang dapat berjalan dengan baik sehingga untuk mencapai nilai pH yang cukup
rendah diperlukan penambahan bahan pengasam, misalnya asam laktat, asam
asetat, asam sitrat, atau asam cuka.

4

Kedelai

Dibersihkan

Dicuci

Direbus dalam air mendidih (100oC, 30 menit)

Direndam dalam air rebusan selama 22 jam

Dikupas kulitnya dan dicuci

Direbus dalam air asam (pH 3 – 5) selama 45 hingga 60 menit

Ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu 25 – 27oC

Dicampur laru tempe yang aktif

Dibungkus dengan wadah tempe

Diinkubasi pada suhu 31 oC dan RH 70 – 85% selama 22-26 jam

Tempe

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas basah
(Shurtleff dan Aoyagi, 1999)

5
Kedelai

Dibersihkan dalam keadaan kering

Disemprot udara panas (93 oC, 10 menit) atau dikeringkan dengan oven (177 oC, 10
menit)

Dikupas dengan menggunakan mesin penggiling

Dipisahkan kulit dengan cara meniupkan udara kering atau perendaman
dalam air

Direbus dalam air asam pH(3-5) selama 40 hingga 60 menit

Ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu 25 – 27 oC

Dicampur dengan laru tempe yang aktif

Dibungkus dengan wadah tempe

Diinkubasi pada suhu 31 oC dan RH 70 – 85% selama 22-26 jam

Tempe

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas kering
(Shurtleff dan Aoyagi, 1999)

6
Kerusakan Tempe
Tempe jika diinkubasi dalam jangka waktu yang terlalu lama maka akan
tumbuh spora kapang yang berwarna abu – abu atau hitam antara lain di bagian
ujung. Menurut Nuraini (1995), deskripsi tempe yang tidak layak untuk
dikonsumsi lagi adalah bila tempe tersebut sudah dalam keadaan busuk, berbau
amoniak, atau alkohol. Karena pada kondisi tersebut ada aktivitas enzim dari
bakteri kontaminan. Pada kelembaban yang tinggi atau pemanasan yang
berlebihan, maka bakteri kontaminan tersebut beraktivitas sehingga tempe
menjadi basah dan berlendir, warna kecoklatan, rapuh dan miselium tumbuh tidak
merata.
Terbentuknya amoniak, seperti dikemukakan oleh Koswara (1992), adalah
penyebab kerusakan utama pada tempe. Aktivitas enzim proteolitik yang
dihasilkan bakteri kontaminan mendegradasi protein sehingga menimbulkan bau.
Hal ini menyebabkan tempe segar yang disimpan dalam suhu ruang dan tidak
dikemas dengan baik akan bertahan maksimal 2 hari (Nuraini, 1995). Beberapa
penyimpangan mutu tempe dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penyimpangan Mutu Tempe Kedelai
No
1.

Jenis Penyimpangan Mutu
Tempe terlalu basah

2.

Tempe tidak kompak

3.

Permukaan tempe bercak –
bercak hitam

4.

Tempe berbau amoniak atau
alcohol

5.

Tempe pecah – pecah dan
pertumbuhan kapang tidak
merata

6.

Tempe kepanasan (overheating)

Sumber: Syarief et al., 1999

Penyebab
 Suhu fermentasi terlalu tinggi
 Kelembaban udara terlalu tinggi
 Kedelai terlalu basah karena kurang
tiris
 Alat tidak bersih atau tidak higienis
 Kapang tidak aktif atau sudah mati
 Laru terlalu sedikit
 Laru terlalu tua
 Suhu fermentasi terlalu rendah
 Pembentukan spora kapang karena
oksigen terlalau banyak
 Fermentasi kurang lama
 Suhu terlalu tinggi
 Terlalu lama fermentasi
 Suhu terlalu tinggi
 Alat tidak bersih (kontaminasi)
 Pencampuran laru tidak merata
 Suhu ruang inkubasi tidak merata
 Lubang aerasi dan pergerakan udara
dalam ruang inkubasi tidak merata
 Pengatur suhu, kelembaban, aerasi,
atau ventilasi tidak baik
 Suhu terlalu tinggi
 Inkubasi terlalu tertutup

7
Bakteri dan Kapang Tempe
Senyawa anti bakteri pada tempe dapat menghambat sembilan jenis bakteri
gram postitif dan satu jenis bakteri gram negatif, yaitu: Streptococcus lactis, S.
cremoris, Leuconostoc dextranicum, L. mesenteroides, Staphylococcus aureus,
Bacillus subtillis, Clostridium botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan
Klebsiella pneumoniae (Syarief et al., 1999). Wang dan Hesseltine (1981)
menyatakan bahwa Rhizopus oligosporus bahkan dapat mencegah akumulasi
aflatoksin yang ada pada kedelai dengan melakukan hidrolisis. Kapang yang
berperan dalam pembuatan tempe adalah kapang dari genus Rhizopus sp. dan
yang paling sering ditemukan adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae.
Protein Tempe
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N .
Protein sangat penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk
membangun struktur tubuh. Selain itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber
energi bila terjadi defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau lemak.
Protein tempe tergolong protein lengkap yang mengandung delapan macam
asam amino esensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh). Asam amino, vitamin A,
asam panthotenat, piridoksin, dan riboflavin merupakan komponen yang berperan
dalam pembentukan antibodi dari tempe. Dari seluruh protein yang terkandung,
56%-nya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tiap 100 g tempe menyumbang
protein sekitar 10.9 g protein. Protein yang terkandung di dalam benih kedelai
dapat sebagai protein cadangan makanan maupun protein membran yang
berfungsi sebagai katalis dan transporter (Sheeler dan Bianci, 1987).
Pengawetan Tempe
Tujuan dilakukannya pengawetan bahan pangan antara lain adalah
mengantisipasi kerusakan makanan, memperpanjang umur simpan, dan
meningkatkan jumlah dan variasi makanan olahan. Cara – cara yang biasanya
digunakan untuk mengawetkan makanan adalah secara mekanis, penggunaan suhu
tinggi, penyimpanan dingin, pengeringan, secara kimiawi, perubahan internal dan
radiasi. Seperti yang dikemukakan oleh Koswara (1992), bahwa tujuan
pengawetan dan pengolahan tempe adalah untuk menghasilkan produk yang
bernilai ekonomis lebih tinggi dan lebih awet. Hal ini juga berfungsi sebagai
usaha penganekaragaman pangan.
Beberapa teknik pengawetan teempe menurut Shurtleff dan Aoyagi (1980)
antara lain yaitu (1) penyimpanan dalam suhu dingin, dapat memperpanjang umur
simpan maksimal satu minggu, (2) pembekuan, (3) blansir, merupakan perlakuan
pendahuluan sebelum penyimpanan suhu rendah maupun pembekuan yang
bertujuan untuk menginaktivasi enzim, menghambat pertumbuhan kapang dan
menurunkan jumlah bakteri, (4) pengeringan, (5) pengeringan beku (freeze
drying), dilakukan dengan cepat, (6) pengeringan semprot (spray drying), (7)
penggorengan dan (8) pengalengan.
Tempe dapat diawetkan dengan cara pengeringan menggunakan alat
pengering (oven). Tempe yang dikeringkan mula-mula diris-iris setebal 2.5 cm,
kemudian dikukus pada suhu 100°C selama 10 menit. Pengukusan ini penting,
karena menurut hasil penelitian Hermana et al. (1972) produk tempe kering yang
dihasilkan tanpa perlakuan pengukusan ternyata mempunyai rasa pahit.

8

Teori Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu proses pindah panas dan kandungan air bahan
yang yang berlangsung secara simultan. Panas yang dibawa oleh media pengering
(udara) digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air
tersebut akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering (Brooker et al.
1974). Sedangkan menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah
proses penurunan kadar air sampai pada kadar air kesetimbangan dengan udara
normal atau kadar air tertentu sehingga penurunan mutu akibat jamur, aktivitas
enzim dan serangga dapat diabaikan.
Menurut Henderson dan Perry (1976), beberapa keuntungan yang mungkin
diperoleh dari pengeringan antara lain adalah daya simpan yang menjadi lebih
lama, harga menjadi lebih tinggi setelah beberapa bulan masa panen, nilai
ekonomi menjadi lebih tinggi, mutu hasil menjadi lebih baik dan limbah dapat
dikonversi menjadi bahan yang berguna. Adapun kerugian yang mungkin timbul
akibat adanya proses pengeringan antara lain adalah terjadinya perubahan sifat
fisik, kimia, penurunan mutu dan pada beberapa bahan tertentu diperlukan
perlakuan tambahan sebelum bahan kering dimanfaatkan.
Henderson dan Perry (1976), menyatakan bahwa proses pengeringan dapat
dibagi menjadi dua periode, yaitu: (1) periode laju pengeringan tetap, dan (2)
periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap terjadi sampai air
bebas hilang dari permukaan dan kemudian laju pengeluaran air akan menjadi
berkurang. Kadar air dimana laju pengeringan tetap berhenti dikenal sebagai kadar
air kritis (critical moisture content), yaitu kadar air terendah yang dicapai oleh
pengeringan selama periode tersebut. Berikut adalah hubungan antara penurunan
kadar air terhadap waktu selama proses pengeringan, seperti yang tersaji pada
Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan kadar air terhadap waktu (Heldman dan Singh 1981)
Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan bagi produk
biologis dengan kadar air awal lebih besar dari 70% basis basah dan merupakan
fungsi dari suhu, kelembaban (RH) serta kecepatan udara pengering. Tumbuhan
biji-bijian tidak memperlihatkan laju pengeringan konstan kecuali jika dipanen
terlalu muda atau masih mengandung air kondensasi atau air hujan pada
permukaan (Brokeer et al. 1974).

9
Menurut Heldman dan Singh (1981), setelah mencapai kadar air kritis,
proses pengeringan akan menghasilkan laju pengeringan menurun. Kadar air kritis
suatu produk bergantung pada karakteristik padatan bahan seperti bentuk, ukuran
dan kondisi pengeringan (Brooker et al. 1974). Periode laju pengeringan menurun
meliputi dua proses, yaitu: (1) perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan
bahan, (2) perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya
(Henderson dan Perry 1976).
Proses pengeringan dapat diasumsikan sebagai proses adiabatis, sehingga
panas yang diperlukan untuk menguapkan air dari bahan (irisan tempe) hanya
didapat dari udara pengering yang dihasilkan dari hasil pemanasan. Ilustrasi
proses pengeringan secara adiabatis tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi proses pengeringan dalam kurva psikrometrik
Darmajana (1987) dalam Rokhani (1989)
.
Parameter Performansi Pengeringan Tempe
Berikut adalah parameter – parameter yang berhubungan dengan performasi
pengeringan suatu produk:
1. Rendemen
Rendemen pengeringan merupakan rasio antara total bobot awal irisan
tempe berbumbu (sebelum pengeringan, Wawal) dengan total bobot akhir irisan
tempe berbumbu (setelah pengeringan, Wakhir).
(1)
2. Kadar air pengeringan
Penentuan kadar air akhir pada selang waktu tertentu dapat dilihat pada
Persamaan (2) berikut.
(2)

10
atau
(3)
dimana:
X0
Xt
X0n
Xtn
W0s
Wts
W0sn
Wtsn

= Kadar air awal irisan tempe berbumbu (% bb)
= Kadar air akhir irisan tempe berbumbu (% bb)
= Kadar air awal irisan tempe berbumbu pada waktu ke-n
(% bb)
= Kadar air akhir irisan tempe berbumbu pada waktu ke-n
(% bb)
= Bobot awal sampel (g)
= Bobot akhir sampel (g)
= Bobot awal sampel ke-n (g)
= Bobot akhir sampel ke-n (g)

3. Laju pengeringan
Perhitungan laju pengeringan diperoleh dari selisih kadar air awal dan kadar
air akhir terhadap selang waktu tertentu.
(4)
dimana:
dM/dt
Mt
Mtn
Δtn

= Laju pengeringan (%bk/menit)
= Kadar air awal irisan tempe berbumbu dari ke-t (% bk)
= Kadar air akhir irisan tempe berbumbu pada waktu ke-n
(% bk)
= Selang waktu ke-n selama pengeringan atau dari ke-t
menuju ke-tn (menit)

4. Energi listrik
Energi listrik digunakan untuk menggerakkan kipas dan memanaskan
udara pengering.
(5)
dimana:
Q1
= Energi pemanasan udara (kJ)
P
= Daya yang digunakan (Watt)
t
= Waktu pemakaian (jam)
5. Panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu tempe berbumbu
(6)

11
Panas jenis tempe berbumbu dapat ditentukan dengan menggunakan
Persamaan Siebel berikut:
(7)
dimana:
Q2
= Panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu tempe
berbumbu (kJ)
mo
= Massa awal irisan tempe berbumbu (kg)
cpb
= Panas jenis irisan tempe berbumbu (kJ/kgoC)
Tb1
= Suhu irisan tempe berbumbu sebelum dipanaskan ( oC)
Tb2
= Suhu irisan tempe berbumbu setelah dipanaskan (oC)
X0
= Kadar air awal irisan tempe berbumbu (fraksi basis basah dengan
bilangan desimal, 1/100)
6. Panas yang diterima udara pengering
(8)
(9)
(10)
dimana:
Q3
q
ρu
cpu
Tr1
Tr2
A
D
v
t

= Panas yang diterima udara pengering (kJ)
= Laju volumetrik udara (m3/jam)
= Massa jenis udara (1.29 kg/m3)
= Panas jenis udara ( 1.005 kJ/kgoC)
= Suhu ruang pengering sebelum dipanaskan ( oC)
= Suhu ruang pengering setelah dipanaskan ( oC)
= Luas area outlet kipas (m2)
= Diameter outlet kipas (m)
= Kecepatan angin kipas (m/s)
= Lama pengeringan (jam)

7. Panas yang digunakan untuk menguapkan air produk
(11)
(12)
Entalpi uap hfg dapat dilihat pada tabel sifat uap jenuh terhadap suhu.
dimana:
Q4
= Panas penguapan produk (kJ)
muap air
= massa uap air (kg)

12
hfgw

= Entalpi air bebas atau penguapan pada temperatur ratarata bahan (kJ/kg)

8. Panas pada ruang pengering
Qrp = Q2 + Q4

(13)

dimana: Qrp = Panas pada ruang pengering (kJ)
9. Efisiensi panas
(14)
dimana: ηt = Efisiensi panas (%)
10. Efisiensi pengeringan oleh udara pengering
(15)
dimana: ηup = Efisiensi pengeringan oleh udara pengering (%)
11. Efisiensi pengeringan total
(16)
dimana: ηp = Efisiensi pengeringan total (%)
12. Konsumsi energi panas spesifik
(17)
dimana: KEPS = Konsumsi energi panas spesifik (kJ/kg uap air)

13

METODE
Lokasi dan Waktu
Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan di Laboratorium Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Penelitian ini telah dilaksanakan
selama 4 bulan, terhitung dari tanggal 29 Maret 2012 hingga tanggal 30 Juni
2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe yang
diperoleh langsung dari pengrajin tempe di daerah Bogor. Selain tempe, bahan
lainnya yang digunakan sebagai bentuk perlakuan yaitu campuran cabai merah,
bawang putih, bawang merah, laos, serai, daun salam, gula merah, gula putih,
garam, kunyit dan asam.
Alat
Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sunbeam
Food Dehydrator DT5600 yang berfungsi untuk mengeringkan produk pertanian.
Alat ini merupakan alat pengering tipe rak menggunakan tenaga listrik.
Sedangkan peralatan yang digunakan dalam proses persiapan bahan yaitu pisau,
talenan kayu, blender dan tray. Adapun untuk pengujian performansi alat
pengering tipe rak dengan menggunakan tenaga listrik yaitu termokopel,
stopwatch, timbangan digital ,drying oven, desikator, botol timbang bertutup,
cawan aluminium, penggaris, gelas ukur, dan hybrid recorder.

Gambar 5. Sunbeam Food Dehydrator DT5600

14
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dimulai dengan dilakukannya identifikasi fisik dari
Sunbeam Food Dehydrator DT5600 dan alat pengering tipe rak yang meliputi:
dimensi alat pengering, ruang pemanas, ruang pengering, kipas pengarah udara
panas, kapasitas, konstruksi dan bahan, elemen pemanas dan sumber energi.
Selanjutnya dilakukan persiapan bahan yaitu dengan memotong tempe dengan
menggunakan pisau yang tajam dengan dimensi p x l x t yaitu 1 cm x 1 cm x 2 cm
sebanyak 1250 gram. Besarnya dimensi tempe tersebut dimaksudkan agar irisan
tempe memperoleh proses pengeringan yang merata. Proses berikutnya yaitu,
tempe yang telah dipotong kemudian ditimbang bobotnya masing – masing dan
ditempatkan ke dalam rak penampung (tray) pengering.
Kemudian, tempe dicampur dengan campuran bumbu. Campuran bumbu
tradisional tersebut terdiri dari:
Tabel 2. Bobot Bumbu
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Nama Bumbu
Cabai merah
Bawang putih
Bawang merah
Laos
Serai
Daun salam
Gula merah
Gula putih
Garam
Kunyit
Asam

Jumlah (gram)
50
20
40
10
6
2
40
40
20
2
10

Campuran bumbu tersebut kemudian diencerkan menjadi tiga perlakuan
yaitu tanpa pengenceran, pengenceran hingga 5% dan pengenceran hingga 10%.
Setelah itu, tempe dicelupkan ke dalam campuran bumbu tersebut selama 15
menit. Perlakuan suhu terhadap tempe berbumbu ini kemudian dikeringkan pada
suhu 35oC, 55oC dan 75oC. Pengeringan suhu 35oC dimaksudkan untuk menguji
pengeringan dengan menggunakan suhu yang paling rendah dari alat pengering
Sunbeam Food Dehydrator DT5600. Pengeringan suhu 55oC merupakan suhu
pasteurisasi sehingga diharapkan dapat menginaktifkan kapang tempe. Sedangkan
suhu 75oC merupakan batas suhu tertinggi pengeringan untuk tidak merusak nilai
biologis dari protein yang merupakan komponen terbesar di dalam tempe. Sebagai
kontrol digunakan tempe segar yang tidak diberikan bumbu. Bagan proses
pengeringan tempe secara singkat tertera pada Gambar 6.

15
Tempe Segar 250 gram

Pemotongan dengan ukuran 1 cm x 1
cm x 2,5 cm

Campuran bumbu diblender

Tempe dicelupkan pada
bumbu

0% bumbu

5% bumbu

10% bumbu

Perlakuan
Pengeringan

Suhu 35 oC

Suhu 55 oC

Suhu 75 oC

Analisis kadar
air, protein,
organoleptik
dan cemaran
mikroba

Analisis kadar
air, protein,
organoleptik
dan cemaran
mikroba

Analisis kadar
air, protein,
organoleptik
dan cemaran
mikroba

Gambar 6. Bagan proses pengeringan tempe

16
Parameter Yang Diukur
Berat Bahan (Sebelum dan Setelah Pengeringan)
Berat bahan awal diukur dengan melakukan penimbangan potongan tempe
sebelum dimasukan ke dalam alat pengering. Setelah pengeringan selesai
dilakukan penimbangan kembali untuk menentukan berat akhir bahan.
Kadar Air Bahan (Sebelum dan Setelah Pengeringan)
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua keadaan, yaitu kadar air
basis basah dan kadar air basis kering. Perhitungan kadar air bahan dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan (1) atau persamaan (2). Kadar air
bahan yang diukur adalah kadar air awal, kadar air akhir, dan penurunannya
selama proses pengeringan. Kadar air awal dan akhir bahan diukur dengan
menggunakan metode oven, sedangkan penurunan kadar air selama proses
pengeringan ditentukan berdasarkan perubahan berat bahan selama proses
pengeringan.
Metode oven merupakan salah satu metode pengeringan konvensional
dimana terjadi proses perambatan secara konduksi dan konveksi dalam waktu
pengeringan yang lama. Metode ini digunakan secara luas di berbagai
laboratorium kontrol untuk mengukur kadar air. Prinsip dari metode oven adalah
pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu 100 oC sampai 105 oC
disebabkan karena hilangnya air dan zat-zat menguap lainnya sehingga
kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air.
Cara kerja metode ini adalah:
1. Bahan diletakkan pada cawan yang telah diketahui bobotnya dan
kemudian ditimbang dengan teliti pada neraca analitik.
2. Bahan beserta cawan dimasukkan ke dalam oven listrik yang diatur pada
suhu 105oC ± 1 oC selama 3 – 5 jam.
3. Bahan didinginkan dalam desikator hingga mencapai suhu kamar.
4. Bahan yang telah dikeringkan dan didinginkan kemudian ditimbang.
5. Ulangi tahapan tersebut hingga diperoleh bobot tetap.
Perhitungan kadar air menggunakan persamaan
(18)
dimana:
Mbb = Kadar air basis basah (% bb)
mo
= Berat awal bahan (gram)
m1
= Berat bahan setelah dikeringkan (gram)
Untuk mengetahui perubahan kadar air dengan selang waktu tertentu
selama proses pengeringan dapat dilihat dari perubahan berat selama pengeringan.
Sampel yang akan diuji diambil dari lima titik yaitu pada rak pertama hingga rak
kelima untuk masing-masing rak. Sampel tersebut ditimbang beratnya pada selang
waktu tertentu sehingga diketahui air yang diuapkan.

17
Suhu
Suhu yang diamati menggunakan termokopel tipe T yaitu:
1. Suhu udara pada dinding tiap rak (5 titik pengukuran)
2. Suhu udara pada sampel tempe tiap rak (5 titik pengukuran)
3. Suhu udara di bawah kipas pengering (1 titik pengukuran)
4. Suhu udara pada dinding paling bawah rak (1 titik pengukuran)
Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan aliran udara diukur dengan menggunakan higroanemometer.
Aliran udara yang diukur adalah aliran udara dari fan pengarah udara panas saat
dihidupkan dan aliran udara yang keluar dari alat pengering. Pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Lama Pengeringan
Lama pengeringan merupakan waktu yang digunakan selama proses
pengeringan dari kadar air awal hingga kadar air akhir bahan yang diinginkan.
Rancangan Percobaan
Data yang diperoleh dari hasil penelitian pengeringan tempe ini diolah
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Faktorial RAL) dua faktorial. Pemilihan
metode ini disebabkan karena penelitian dilakukan dalam kondisi homogen yaitu
di ruang laboratorium dengan mempunyai dua unsur dasar saja yaitu perlakuan
dan ulangan (Bambang, 2005). Gambaran analisis data rancangan acak lengkap
(RAL) dua faktorial adalah sebagai berikut:
1. Faktor B dan T.
2. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
3. Tray pada SUNBEAM FOOD DEHYDRATOR berjumlah 5 tray (rak).
4. Beberapa parameter yang akan dianalisis dalam rancangan percobaan,
antara lain kadar air, susut bobot, dan kelembaban udara.
Tabel 3. Rancangan Percobaan
B
T
T1
T2
T3

B1

B2

B1T1 B1T2
B1T2 B2T2
B1T3 B2T3

Keterangan:
B = Bumbu
B1 = Kontrol (tanpa diberikan bumbu)
B2 = Bumbu 5%
B3 = Bumbu 10%
T = Suhu pengering
T1 = 35oC
T2 = 55oC
T3 = 75oC

B3
B1T3
B2T3
B3T3

18

Analisis Data
Pada penelitian ini, data yang akan dianalisis meliputi:
1. Energi yang digunakan untuk memanaskan udara pengering, dihitung
dengan menggunakan persamaan (8)
2. Panas untuk menaikkan suhu produk, dihitung dengan menggunakan
persamaan (11)
dan persamaan (12)
3. Panas yang diterima udara pengering, dihitung dengan menggunakan
persamaan (13)
Qrp = Q2 + Q4

4. Laju pengeringan bahan, dihitung dengan menggunakan persamaan (4)
5. Efisiensi penggunaan panas, dihitung dengan menggunakan persamaan
(14)
6. Konsumsi energi pengeringan,
persamaan (17)

dihitung dengan menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Alat
Alat pengering ini memiliki tiga suhu yang berbeda yaitu 35oC, 55oC, dan
75 C. Prinsip kerjanya yaitu mengalirkan udara panas yang berasal dari heater
yang didiorong oleh kipas (fan) untuk masuk ke dalam cerobong inlet. Udara
panas yang masuk kemudian mengalir menuju rak penampung paling atas (tray 1)
hingga ke rak penampung paling bawah (tray 5). Dengan adanya aliran udara
panas tersebut akan menguapkan kandungan air bahan, sehingga uap air tersebut
keluar melalui celah yang terdapat dalam setiap rak penampung hingga mengalir
keluar menuju cerobong outlet. Posisi kipas dan elemen pemanas dapat dilihat
pada gambar 7.
Alat pengering yang digunakan untuk mengeringkan irisan tempe ini yaitu
Sunbeam Food Dehydrator model DT5600 dengan Tipe 854 (Gambar 6). Alat
pengering ini terdiri dari beberapa bagian yaitu pengatur suhu, kipas, heater,
ruang plenum I, ruang plenum II (tray dasar), 5 rak tray penampung, dan cerobong
outlet. Dimensi alat ini memiliki panjang 330 mm, lebar 330 mm dan tinggi 210
mm. Untuk mengeringkan bahan alat pengering ini memiki beberapa bagian
pendukung yaitu bilah kipas (blade fan) sebanyak 5 bilah, rak penampung bahan
sebanyak 5 buah, elemen pemanas (heater) dan termostat. Dimensi yang dimiliki
o

19
kipas yaitu diameter outlet kipas 87 mm, sedangkan luas rak penampung bahan
yaitu 707 m2. Sumber energi utama yang digunakan pada pengoperasian alat
pengering ini berasal dari energi listrik. Daya listrik yang digunakan untuk
mengalirkan udara panas berkisar sebesar 340 – 370 Watt sedangkan besarnya
tegangan yang digunakan yaitu berkisar sebesar 230 – 240 Volt dengan frekuensi
50Hz. Udara panas yang dialirkan memiliki laju volumetrik udara sebesar 39.57
m3/jam, sedangkan kecepatan inlet kipas sebesar 1.85 m/detik dan kecepatan
outlet kipasnya sebesar 0.73 m/detik. Dimensi Sunbeam Food Dehydrator tipe
DT5600 dilihat pada gambar 8.

Gambar 7. Posisi Kipas dan Elemen Pemanas (Soleh 2012)

20

Gambar 8. Dimensi Sunbeam Food Dehydrator (Soleh 2012)

21
Performansi Pengeringan Sunbeam Food Dehydrator DT5600
Tempe yang didapatkan dari pengrajin tempe yang ad