OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PADA PROSES PENGERINGAN MANISAN CABAI MERAH MENGGUNAKAN TUNNEL DEHYDRATOR OPTIMIZATION OF TEMPERATURE AND TIME ON THE PROCESS OF DRYING TUNNEL USING RED CHILI CANDIED DEHYDRATOR

42

Tamam et al.

Proses pengeringan manisan cabai merah

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PADA PROSES PENGERINGAN MANISAN CABAI MERAH
MENGGUNAKAN TUNNEL DEHYDRATOR
OPTIMIZATION OF TEMPERATURE AND TIME ON THE PROCESS OF DRYING TUNNEL
USING RED CHILI CANDIED DEHYDRATOR
B Tamam1, RW Ashadi1a, dan H Ramdani1

1 Alumnus Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Universitas

Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.

2 Dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Universitas Djuanda

Bogor Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.

a Korespondensi: Reki Wicaksono Ashadi, E‐mail: reki.wicaksono.a@unida.ac.id


(Diterima: 20‐03‐2015; Ditelaah: 22‐03‐2015; Disetujui: 25‐03‐2015)


ABSTRACT

The research aimed to obtain the optimal conditions of temperature and time factor in the drying
process sweetened red chili based on the value of the parameters analyzed, namely the levels of colour
(chroma value), vitamin C content, water content, and sugar content. The research was conducted by
using Response Surface Methodology (RSM). The first factor is the drying temperature with minimal
limit of 500C and maximal limit of 800C. The second factor is the drying time with minimal limit 2 hours
and maximal limit 5 hours. The combination of these two factors resulted in 13 units of the experiment
with two replications. Optimal conditions sweetened dried red chili achieved resulting in the
combination of drying temperature 73,360C and drying time 2,54 hours with a chroma value of 21,22,
vitamin C content of 5,8 mg/100 g, water content of 10,56%, and sugar content of 49,82 oBrix.
Key words: optimization, red chili, RSM, sweetened, tunnel dehydrator.


ABSTRAK


Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimal dari faktor suhu dan waktu pada proses
pengeringan manisan cabai merah berdasarkan nilai dari parameter yang dianalisis yaitu nilai warna
(nilai chroma), kadar vitamin C, kadar air, dan kadar gula total. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan Metode Permukaan Respons/Response Surface Methodology (RSM). Faktor pertama yaitu
suhu pengeringan dengan batas minimal 500C dan batas maksimal 800C. Faktor kedua yaitu waktu
pengeringan dengan batas minimal 2 jam dan batas maksimal 5 jam. Kombinasi dari kedua faktor
tersebut menghasilkan 13 unit percobaan dengan 2 ulangan. Kondisi optimal manisan kering cabai
merah yang dihasilkan dicapai pada kombinasi suhu pengeringan 73,360C dan waktu pengeringan 2,54
jam dengan nilai chroma 21,22, kadar vitamin C 5,8 mg/100 g, kadar air 10,56%, dan kadar gula total
49,82 oBrix.
Kata kunci: cabai merah, manisan, optimasi, RSM, tunnel dehydrator.


Tamam B, RW Ashadi, dan H Ramdani. 2015. Optimasi suhu dan waktu pada proses pengeringan
manisan cabai merah menggunakan tunnel dehydrator. Jurnal Pertanian 6(1): 42‐55.


PENDAHULUAN
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang banyak

dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia.
Tanaman ini bernilai ekonomi tinggi dan
mempunyai daya adaptasi yang cukup luas
sehingga dapat dibudidayakan di berbagai
ekosistem yang berbeda.

Persediaan cabai di pasaran melimpah
terutama pada saat panen raya sehingga
menyebabkan harga jual cabai menjadi rendah
dan resiko terjadinya pembusukan karena
melimpahnya persediaan akan semakin besar.
Cabai bersifat mudah rusak, menyusut, dan cepat
membusuk. Sebagian besar petani tidak berani
mengambil resiko untuk menyimpan hasil panen
cabainya karena sifat cabai tersebut.

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

Pengetahuan petani terhadap pengolahan
pascapanen juga masih terbatas sehingga petani

lebih memilih menjual semua cabainya yang pada
akhirnya menyebabkan harga cabai di pasaran
menjadi rendah.
Salah satu permasalahan pada cabai adalah
sifatnya yang cepat rusak atau tidak tahan lama.
Cabai segar yang disimpan pada suhu kamar
memiliki umur simpan yang pendek yaitu sekitar
3‐5 hari. Cabai segar yang disimpan pada suhu
kurang dari 100C hanya mampu bertahan selama
7‐10 hari. Oleh karena itu, kegiatan penanganan
panen dan pascapanen merupakan salah satu
mata rantai yang sangat penting. Teknik
penanganan panen dan pascapanen yang baik
akan menyebabkan umur simpan cabai merah
menjadi lebih lama (Sembiring 2009).
Berdasarkan manfaat cabai yang beraneka ragam
terutama sebagai produk pangan, maka perlu
adanya cara pengolahan yang tidak banyak
mengurangi mutu hasil olahan tersebut.
Kerusakan atau kehilangan pascapanen untuk

komoditas sayuran termasuk cabai di Indonesia
cukup tinggi yaitu mencapai 25‐40% (Muchtadi
dan Anjarsari 1995). Hal tersebut terjadi karena
adanya perubahan fisik, kimia, fisiologis atau
mikroba yang terus berjalan setelah panen
sehingga berbagai alternatif penganekaragaman
bentuk olahan cabai harus terus dicari agar
permasalahan‐permasalahan tersebut dapat
diatasi.
Sampai saat ini, usaha pengolahan buah cabai
menjadi produk telah banyak dilakukan di
antaranya diolah menjadi cabai bubuk, cabai
kering, saus cabai, dan manisan. Pengolahan
cabai menjadi manisan basah telah dikenal
masyarakat walaupun masih dilakukan dalam
skala kecil, sedangkan pengolahan cabai menjadi
manisan kering belum banyak dilakukan
masyarakat mengingat prosesnya yang cukup
lama terutama pada saat pengeringan. Sebagian
besar masyarakat masih menggunakan energi

matahari untuk mengeringkan cabai sehingga
perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan
cabai menjadi manisan kering dengan
menggunakan mesin pengering. Salah satu mesin
yang dapat digunakan untuk pengeringan
manisan cabai adalah tunnel dehydrator.
Manisan yang selama ini dikenal masyarakat
berasal dari bahan baku buah‐buahan, sedangkan
manisan yang berasal dari sayuran masih belum
banyak diteliti dan dikembangkan (Nurjanah
2002). Di samping itu, belum banyak ditemukan
penelitian mengenai proses pembuatan manisan
kering cabai merah sehingga perlu dilakukan

43

penelitian mengenai pembuatan manisan kering
cabai merah dengan mengkaji faktor‐faktor yang
dapat memengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan.

Beberapa faktor yang dapat memengaruhi
hasil pengeringan bahan pangan di antaranya
adalah suhu dan waktu pengeringan. Setiap
bahan yang dikeringkan memiliki suhu dan
waktu pengeringan yang berbeda. Menurut
Dahlenburg (1975), suhu yang biasa digunakan
untuk mengeringkan bahan pangan (buah dan
sayur) berkisar antara 55‐750C. Suhu dan waktu
pengeringan berpengaruh terhadap mutu hasil
dari bahan pangan yang dikeringkan karena
dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat
pemanasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk mendapatkan suhu dan waktu
optimal pada proses pengeringan manisan cabai
merah.


MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat
Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian
Bogor (PKHT IPB), Jl. Raya Tajur KM 6, Bogor
16000. Penelitian dilakukan sejak bulan
Desember 2012 sampai dengan bulan Maret
2013.

Alat dan Bahan

Alat‐alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tunnel dehydrator, termometer, stop
watch, timbangan digital (ketelitian 0,1 g), colour
reader CR‐10 Konica Minolta, hand refractometer,
plastik PP, sealer, dan beberapa peralatan untuk
analisis kimia. Bahan‐bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cabai merah besar
kultivar TW, gula pasir, kalsium klorida (CaCl2),
garam, dan beberapa bahan untuk analisis kimia.

Metode Penelitian


Penelitian dilakukan untuk mengetahui suhu dan
waktu yang optimal pada proses pengeringan
manisan cabai merah. Parameter‐parameter yang
dianalisis yaitu kadar air, kadar vitamin C, nilai
warna, dan kadar gula total.
Proses pembuatan manisan kering cabai
merah diawali dengan proses sortasi untuk
mendapatkan cabai merah yang seragam.
Pencucian menggunakan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada
cabai kemudian ditiriskan. Cabai dibelah untuk

44

Tamam et al.

memisahkan daging buah dengan biji dan
plasenta. Cabai direndam dalam larutan garam
5% selama 24 jam, ditiriskan, kemudian

direndam dalam larutan kalsium klorida (CaCl2)
2% selama 15 menit. Cabai dicuci dengan air
hangat untuk menghilangkan sisa CaCl2 yang
masih menempel pada cabai kemudian ditiriskan.

Proses pengeringan manisan cabai merah

Selanjutnya, perendaman dalam larutan gula
dengan konsentrasi 70% selama 24 jam. Tahap
akhir yaitu pengeringan menggunakan alat
pengering tunnel dehydrator dengan kombinasi
suhu dan waktu pengeringan sesuai rancangan
percobaan.



Gambar 1. Diagram alir penelitian pembuatan manisan kering cabai merah (dimodifikasi Tampubolon
2006)

Rancangan Percobaan


Metode penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode permukaan respons

(Response Surface Methodology). Penelitian
dilakukan menggunakan dua faktor yaitu suhu
pengeringan (X1) dan waktu pengeringan (X2).
Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

kadar air, kadar vitamin C, nilai warna (chroma),
dan kadar gula total. Model matematika yang
digunakan adalah sebagai berikut.
3

2

Y  ao   ai X i   aij X i X j   aij X i
i 1

i j

2

i j

Keterangan: Y = respons dari masing‐masing
perlakuan; a0, ai, aij = parameter regresi; Xi = pengaruh
linier faktor utama; XiXj = pengaruh linier dua faktor;
Xi2 = pengaruh kuadratik faktor utama.

Nilai hasil interaksi antarfaktor reaksi untuk
permukaan respons kemudian dianalisis untuk
mendapatkan kondisi optimal pada suhu dan
waktu pengeringan manisan cabai merah. Alat
bantu analisis statistik yang digunakan adalah
software minitab 16. Nilai rendah (‐1) dan nilai
tinggi (+1) rancangan percobaan yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 1. Kombinasi kode atau
matriks rancangan faktorial dari masing‐masing
faktor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Nilai tinggi dan rendah perlakuan
No
1
2

Faktor

Suhu
pengeringan
(oC)
Waktu
pengeringan
(jam)

X1

Nilai
rendah
(‐1)
50

Nilai
tinggi
(+1)
80

X2

2

5

Kode

Tabel 2. Matriks rancangan faktorial dari masing‐
masing faktor
Suhu
Waktu
Kode Kode
pengeringan pengeringan
Run
(X1) (X2)
oC (X1)
Jam (X2)
1
‐1
‐1
50
2
2
‐1
1
50
5
3
1
‐1
80
2
4
1
1
80
5
5
0
0
65
3,5
6
0
0
65
3,5
7
‐1,4
0
45
3,5
8
1,4
0
85
3,5
9
0
‐1,4
65
1,4
10
0
1,4
65
5,6
11
0
0
65
3,5
12
0
0
65
3,5
13
0
0
65
3,5

Analisis Sampel

Analisis sampel dilakukan untuk mengetahui
pengaruh suhu dan waktu pengeringan yang

45

optimal pada proses pengeringan manisan cabai
merah menggunakan mesin tunnel dehydrator
terhadap mutu manisan kering cabai merah.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar
air (AOAC 1984), analisis kadar vitamin C (Jacobs
1985), pengukuran warna menggunakan metode
Hunter Scale, dan kadar gula total (Apriyantono
1985).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Cabai Merah Segar
Cabai merah (Capsicum annuum L.) yang
digunakan pada penelitian ini adalah cabe merah
besar kultivar TW. Cabai merah kultivar TW pada
umumnya berukuran besar dengan panjang buah
berkisar antara 10‐15 cm. Bentuk buah sama
seperti cabai merah besar pada umumnya dengan
warna merah cerah dan mengkilap, kulit buah
tebal, dan aroma cabai cukup tajam.
Cabai merah dianalisis terlebih dahulu
sebelum diberikan perlakuan kondisi proses
pengeringan untuk mengetahui kondisi awal
kandungan gizi cabai merah. Analisis yang
dilakukan meliputi analisis nilai warna (chroma),
kadar vitamin C, dan kadar air. Hasil analisis awal
terhadap bahan baku cabai merah segar dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis bahan baku cabai merah
segar
Parameter
Bahan
Warna
26,2
Vitamin C

14,30
mg/ 100
g bahan

Kadar air

81,32%

Standard Keterangan
>20,0
Sanguansri
et al. (1995)
18,0 mg/ Direktorat
100 g
Gizi
bahan
Departemen
Kesehatan
RI (1981)
90,9%
Direktorat
Gizi
Departemen
Kesehatan
RI (1981)


Tabel 3 menunjukkan hasil analisis awal dari
bahan baku cabai merah segar yang digunakan
sebagai bahan penelitian. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa cabai merah besar segar
yang digunakan untuk penelitian memiliki nilai
chroma rata‐rata sebesar 26,2. Menurut
Sanguansri et al. (1995), nilai chroma rata‐rata
untuk cabai merah segar di atas 20,0. Dengan
demikian, nilai chroma cabai merah yang

46

Tamam et al.

digunakan pada penelitian ini sudah sesuai
dengan standard yang digunakan oleh Sanguansri
et al. (1995).
Kadar vitamin C rata‐rata yang didapatkan
dari analisis awal adalah sebesar 14,30 mg/100 g
bahan. Hasil analisis kadar vitamin C tersebut
lebih rendah dibandingkan vitamin C cabai merah
besar segar pada umumnya. Kadar vitamin C
cabai merah besar segar menurut Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI (1981) adalah sebesar
18 mg/100 g bahan. Akan tetapi, hasil tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Yuhanna (2013) yaitu sebesar 13,86 mg/100 g
bahan. Kandungan gizi cabai merah besar segar
tiap 100 gram bahan menurut Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI (1981) adalah seperti
yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi cabai merah besar segar
tiap 100 gram bahan

Kandungan gizi

kadar air
kalori
protein
lemak
karbohidrat
kalsium
fosfor
besi
vitamin A
vitamin C
vitamin B1
berat yang dapat dimakan

Sumber: Depkes RI (1981)

Nilai

90,9 %
31,0 kal
1,0 gram
0,3 gram
7,3 gram
29,0 mg
24,0 mg
0,5 mg
470 SI
18 mg
0,05 mg
85 %

Cabai merah yang digunakan untuk penelitian
ini memiliki kadar air rata‐rata sebesar 81,32%.
Analisis kadar air pada penelitian ini
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding
kadar air cabai merah menurut Departemen
Kesehatan RI yang dapat mencapai 90,9%. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh adanya proses
respirasi kandungan air dalam bahan sejak cabai
merah dipanen, selama pengangkutan sampai
dilakukan analisis.
Hasil analisis bahan baku cabai merah segar
kemudian diuji keseragamannya menggunakan
uji homogenitas. Berdasarkan uji homogenitas
diketahui bahwa cabai merah segar yang
digunakan untuk penelitian memiliki nilai
chroma, kadar vitamin C, dan kadar air yang
seragam.

Proses pengeringan manisan cabai merah

Manisan Cabai Merah

Manisan merupakan satu jenis makanan ringan
yang biasanya menggunakan gula pasir sebagai
pemanisnya (Arifin 1999). Adapun menurut Dewi
(2006), manisan adalah salah satu produk olahan
pangan yang diawetkan menggunakan gula.
Pemberian gula dalam konsentrasi tinggi
bertujuan untuk memberikan rasa manis dan
mencegah pertumbuhan mikroba.
Pembuatan manisan cabai merah besar
dimulai dengan proses pemilihan bahan baku,
pencucian, pembelahan, pemisahan daging buah
dengan biji dan plasenta, perendaman dalam
larutan garam, perendaman dalam larutan kapur,
perendaman dalam larutan gula, dan diakhiri
dengan proses pengeringan menggunakan alat
pengering tunnel dehydrator. Cabai merah besar
yang akan dibuat menjadi manisan kering ini
diberikan beberapa kombinasi faktor untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh kombinasi
faktor tersebut terhadap produk akhir manisan
kering cabai merah dan untuk mengetahui hasil
optimal dari kombinasi faktor yang diberikan.
Faktor yang diberikan pada pembuatan
manisan kering cabai merah adalah suhu dan
waktu pengeringan. Respons yang akan
didapatkan yaitu nilai warna (nilai chroma),
kadar vitamin C, kadar air, dan kadar gula total.
Semua nilai parameter yang dihasilkan
diharapkan akan sesuai dengan standar mutu
manisan kering buah‐buahan (SII 0718‐83).

Warna

Warna produk khususnya produk pangan
merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menarik minat seseorang untuk mencoba suatu
produk sehingga nilai warna menjadi salah satu
parameter yang perlu dianalisis dalam penelitian
ini. Manisan kering cabai merah dianalisis
warnanya menggunakan colour reader CR‐10
Konica Minolta dengan keluaran hasil berupa
nilai L, a, dan b. Pomeranz dan Meloan (1978)
mengatakan bahwa nilai L menunjukkan tingkat
kecerahan mulai dari 0 untuk warna hitam atau
gelap sampai dengan 100 untuk warna putih atau
cerah. Nilai a menunjukkan parameter
pengukuran warna campuran merah‐hijau
dengan nilai +a menunjukkan warna merah dan
nilai ‐a menunjukkan warna hijau. Nilai b
menunjukkan parameter pengukuran warna
campuran kuning‐biru dengan nilai +b
menunjukkan warna kuning dan nilai ‐b
menunjukkan warna biru.
Tingkatan warna dapat diukur dengan
menghitung nilai chroma (Unadi et al. 1996).

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

Nilai c (chroma) merupakan akar dari jumlah
kuadrat nilai a dan b. Sanguansri et al. (1993)
menyatakan bahwa chroma merupakan ukuran
yang paling penting untuk mengetahui tingkatan
warna buah‐buahan dan sayuran.
Nilai chroma manisan kering cabai merah
yang dihasilkan bervariasi mulai dari 17,11
sampai dengan 25,40 dengan rata‐rata sebesar
22,09. Berdasarkan Sanguansri et al. (1995),
nilai‐nilai tersebut termasuk ke dalam kelas mutu
baik sekali sampai dengan sangat baik sekali
seperti yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi mutu berdasarkan nilai
chroma

Kelas
Mutu
1
2
3
4

Nilai
Chroma
>20
17‐20
14‐17
30.0

5.0
4.5
4.0
waktu

Sangat baik sekali
Baik sekali
Baik
Kurang baik

3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
45 50 55 60 65 70 75 80 85
suhu

Gambar 2. Contour plot dan surface plot warna
manisan kering cabai merah

Gambar 2 menunjukkan contour plot dan

47

surface plot nilai warna manisan kering cabai
merah. Gambar tersebut membentuk model sadel
(saddle point) dengan fungsi Y = 22,5495 –
0,9633x1 – 1,1864x2 – 0,1418x12 – 0,6042x22 +
3,5360x1x2. Saddle point menunjukkan bahwa
pada data nilai chroma manisan kering cabai
merah yang didapatkan tidak diperoleh kondisi
optimal.
Warna manisan cabai merah yang menjadi
lebih gelap setelah pengeringan dapat
disebabkan oleh adanya proses pencokelatan.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka warna
yang dihasilkan pada manisan akan cenderung
mendekati warna cokelat pekat atau gelap. Hal
tersebut dapat terjadi karena pada saat
pengeringan terjadi proses pencokelatan atau
reaksi Maillard (Wati 2011). Deman (1997)
menyatakan bahwa reaksi Maillard dapat dipicu
oleh proses pengolahan seperti pengeringan.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka reaksi
Maillard akan terjadi semakin cepat.
Reaksi Maillard berlangsung dalam beberapa
tahap, yaitu tahap kondensasi, tahap penyusunan
kembali (Amadori rearrangement), dan tahap
polimerisasi (Deman 1997). Tahap kondensasi
merupakan tahap awal yang melibatkan reaksi
antara gula aldosa atau ketosa dengan gugus
amin. Reaksi ini berlangsung secara reversibel
karena pembentukan N‐substituted glycosylamin
akan dipengaruhi oleh keberadaan air. Kondisi
air yang banyak (aw bahan tinggi) menyebabkan
jumlah H2O yang banyak cenderung akan
menggeser reaksi ke sebelah kiri yang berarti
pembentukan
N‐substituted
glycosylamin
terhambat.


Gambar 3. Variasi kadar vitamin C manisan kering cabai merah

Keterangan: 1 = suhu 50 0C, waktu 2 jam; 2 = suhu 80 0C, waktu 2 jam; 3 = suhu 50 0C, waktu 5 jam; 4 = suhu 80 0C,
waktu 5 jam; 5 = suhu 45 0C, waktu 3,5 jam; 6 = suhu 85 0C, waktu 3,5 jam; 7 = suhu 65 0C, waktu 1,4 jam; 8 = suhu
65 0C, waktu 5,6 jam; 9 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 10 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 11 = suhu 65 0C, waktu 3,5
jam; 12 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 13 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam.

Variasi nilai kadar vitamin C manisan kering
cabai merah dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengamatan terhadap vitamin C manisan kering
cabai merah hasil penelitian menunjukkan hasil

48

Tamam et al.

yang bervariasi di antara 2,64 – 9,06 mg/100 g.
Variasi nilai kadar vitamin C manisan kering
cabai merah pada gambar tersebut menunjukkan
bahwa faktor suhu dan waktu pengeringan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
perubahan kadar vitamin C manisan kering cabai
merah.
N or m a l P lot of th e S ta n da r diz e d Effe c ts
(response is vit C , A lpha = 0.05)

99

E ffec t T y p e
N o t S ig n ific an t
S ig n ific an t

95

F a ctor
A
B

90

Penggunaan larutan gula dengan konsentrasi
yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
kandungan vitamin C menjadi semakin rendah
(Buntaran et al. 2011). Hal tersebut dapat terjadi
akibat adanya perubahan struktur jaringan buah
karena adanya penggunaan larutan gula yang
sangat tinggi sehingga menyebabkan molekul air
yang keluar dari bahan menjadi lebih banyak dan
melarutkan vitamin C.
ContourPlotofvitCvswaktu, suhu

5.5

60
50
40
30

4.5

B

4.0
A

20
10

3.5
3.0

5
1

vitC
8

5.0

70

waktu

Percent

80

N am e
su hu
w a k tu

Proses pengeringan manisan cabai merah

-15

-10

-5
St a nda r diz e d Effe c t

0

Gambar 4. Normal plot kadar vitamin C manisan
kering cabai merah

Gambar normal plot kadar vitamin C manisan
kering cabai merah dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa faktor
suhu pengeringan (A) dan waktu pengeringan (B)
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kadar vitamin C manisan kering cabai merah
yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Lowe (1963) yang menyatakan
bahwa faktor‐faktor yang berpengaruh terhadap
kadar vitamin C dalam bahan pangan diantaranya
adalah suhu dan waktu pengeringan. Sementara
itu, interaksi antara faktor suhu dan waktu
pengeringan (AB) tidak memberikan pengaruh
yang signifikan.
Vitamin C merupakan salah satu nilai gizi yang
penting pada berbagai varietas buah‐buahan dan
sayuran. Vitamin C dapat menjadi rusak
diakibatkan oleh proses pemanasan. Sherlat dan
Luh (1976) menyatakan bahwa semakin tinggi
suhu proses pemanasan maka kandungan
vitamin C akan semakin rendah. Hal tersebut
terjadi karena pada proses pemanasan dengan
suhu yang tinggi akan terjadi oksidasi dan
degradasi vitamin C pada bahan pangan.
Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L‐
askorbat dan asam L‐dehidro askorbat.
Keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C
(Winarno 1991). Miller (1992) menyatakan
bahwa asam askorbat sangat mudah teroksidasi
secara reversibel menjadi asam L‐dehidro
askorbat. Asam L‐dehidro askorbat secara kimia
sangat labil dan dapat mengalami perubahan
lebih lanjut menjadi asam L‐diketoglikonat yang
tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin C lagi.

2.5
2.0
1.5
45 50 55 60 65 70 75 80 85
suhu

Gambar 5. Contour plot dan surface plot kadar
vitamin C manisan kering cabai merah

Gambar 5 menunjukkan contour plot dan
surface plot nilai kandungan vitamin C manisan
kering cabai merah dengan fungsi Y = 6,58791 ‐
1,93823x1 – 0,82641x2 ‐ 0,44233x12 ‐ 0,18273x22
+ 0,08412x1x2. Gambar di atas menunjukkan
bahwa pada data vitamin C yang dihasilkan tidak
diperoleh kondisi optimal. Bagian berwarna
merah pada gambar di atas menunjukkan kadar
vitamin C tertinggi yaitu sebesar 9,06 mg/100 g
bahan.
Grafik surface plot kadar vitamin C di atas
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
pengeringan maka kandungan vitamin C dalam
bahan akan semakin kecil. Semakin lama waktu
pengeringan juga menyebabkan kandungan
vitamin C akan semakin rendah. Paroke (1991)
menyatakan bahwa penggunaan suhu pemanasan
yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin
banyak terjadi kerusakan vitamin C.
Terdapat hubungan yang erat antara suhu
pemanasan dengan oksidasi karena suhu yang
tinggi dapat meningkatkan kecepatan oksidasi
vitamin C sehingga jumlah vitamin C yang rusak
karena oksidasi per satuan waktu akan lebih
banyak (Wenck et al. 1980). Sebaliknya, suhu
yang rendah akan memperlambat kecepatan
proses oksidasi vitamin C.

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter yang
penting untuk dianalisis karena banyaknya air
yang terkandung dalam suatu produk akan
sangat menentukan umur simpan produk

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

tersebut. Pengamatan terhadap data kadar air
hasil penelitian menunjukkan hasil bervariasi
mulai dari 3,38% sampai dengan 30,20%. Taib et
al. (1987) menyatakan bahwa kadar air suatu
bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang
diuapkan dan lamanya waktu pengeringan.
Semakin tinggi kadar air dalam bahan maka
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengeringkan bahan tersebut. Variasi nilai kadar
air manisan kering cabai merah dapat dilihat
pada Gambar 6.

49

pernyataan Fitriani (2008) yang menyatakan
bahwa suhu pengeringan, waktu pengeringan,
dan interaksi antara suhu dan waktu
berpengaruh terhadap kadar air manisan.
Semakin lama waktu pengeringan maka kadar
air akan semakin rendah. Hal tersebut
disebabkan oleh penguapan molekul air lebih
banyak sehingga kadar air dalam bahan semakin
kecil. Fitriani (2008) menyatakan bahwa
penguapan tersebut juga disebabkan oleh
terjadinya perbedaan tekanan uap antara air
pada bahan dengan uap air di udara. Tekanan uap
air bahan pada umumnya lebih besar daripada
tekanan uap air di udara sehingga terjadi
perpindahan massa air dari bahan ke udara.
Contour Plotof kadar air vs waktu, suhu

5.5

kadar air
< 10
10 – 20
20 – 30
30 – 40
> 40

5.0
4.5

waktu

4.0
3.5
3.0
2.5
2.0

Gambar 6. Variasi nilai kadar air manisan kering
cabai merah
Keterangan: 1 = suhu 50 0C, waktu 2 jam; 2 = suhu 80
0C, waktu 2 jam; 3 = suhu 50 0C, waktu 5 jam; 4 = suhu
80 0C, waktu 5 jam; 5 = suhu 45 0C, waktu 3,5 jam; 6 =
suhu 85 0C, waktu 3,5 jam; 7 = suhu 65 0C, waktu 1,4
jam; 8 = suhu 65 0C, waktu 5,6 jam; 9 = suhu 65 0C,
waktu 3,5 jam; 10 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 11 =
suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 12 = suhu 65 0C, waktu 3,5
jam; 13 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam.
N or m a l P lot of th e S ta n da r diz e d Effe c ts
(re sponse is ka da r a ir, A lpha = 0.05)

99

E ffec t T y p e
N o t S ig n ific an t
S ig n ific an t

95

F a cto r
A
B

90

Percent

80

AB

N am e
suh u
w a k tu

70
60
50
40
30

B

A

20
10
5
1

-15

-10

-5
St a nda r diz e d Effe c t

0

5

Gambar 7. Normal plot kadar air manisan kering
cabai merah

Gambar normal plot hasil analisis ragam untuk
kadar air manisan kering cabai merah dapat
dilihat pada Gambar 7. Gambar di atas
menunjukkan bahwa faktor suhu pengeringan
(A) dan waktu pengeringan (B) memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kadar air
manisan kering cabai merah yang dihasilkan.
Interaksi antara faktor suhu dan waktu
pengeringan (AB) juga memberikan pengaruh
yang signifikan. Hal tersebut sesuai dengan

1.5
45 50 55 60 65 70 75 80 85
suhu

Gambar 8. Contour plot dan surface plot analisis
kadar air manisan kering cabai merah

Gambar 8 menunjukkan contour plot dan
surface plot analisis kadar air manisan kering
cabai merah dengan fungsi Y = 10,557 – 8,582x1 –
5,161x2 + 2,381x12 + 3,613x22 + 2,127x1x2.
Persamaan di atas menunjukkan bahwa kadar air
manisan kering cabai merah akan semakin
menurun dengan semakin meningkatnya suhu
dan waktu pengeringan. Menurunnya kadar air
juga dipengaruhi oleh interaksi antara suhu dan
waktu pengeringan. Sebagian besar nilai kadar
air hasil analisis berada pada kisaran di bawah 10
%, ditunjukkan oleh area terbesar berwarna
merah pada grafik surface plot di atas.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka
semakin besar energi panas yang dibawa udara
sehingga semakin banyak jumlah massa cairan
yang diuapkan dari permukaan bahan (Tarbiah
1999). Hal tersebut menyebabkan kadar air
dalam bahan semakin rendah. Histifarina et al.
(2004) menyatakan bahwa kemampuan bahan
untuk melepaskan air dari permukaannya akan
semakin besar dengan semakin meningkatnya
suhu pengeringan yang digunakan dan semakin
lama proses pengeringan sehingga kadar air yang
dihasilkan akan semakin rendah.
Suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan
yang dikeringkan karena permukaan bahan akan
lebih cepat kering. Kecepatan pengeringan pada

50

Tamam et al.

permukaan bahan tersebut tidak diimbangi
dengan kecepatan gerakan air dari bahan menuju
permukaan sehingga kadar air dalam bahan akan
tetap tinggi (Tarbiah 1999). Suhu yang semakin
tinggi menyebabkan grafik kadar air kembali
meningkat.
Tinggi rendahnya kadar air suatu bahan
sangat ditentukan oleh air terikat dan air bebas
yang terdapat dalam bahan. Air terikat akan
membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
menguapkannya dibandingkan dengan air bebas
sehingga bahan pangan yang memiliki air terikat
lebih banyak cenderung memiliki kadar air lebih
tinggi (Syarief dan Halid 1993). Air bebas mudah
diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi‐
reaksi kimia.
Tabel 6. Syarat mutu manisan kering buah‐
buahan (SII 0718‐83)
No.
Uraian
Persyaratan
Normal,
tidak
1 Keadaan
(kenampakan, bau, berjamur
rasa, dan jamur)
2 Kadar air
Maksimal
25%
(b/b)
3 Jumlah
gula Minimal
40%
(dihitung sebagai (b/b)
sukrosa)
4 Pemanis buatan
Tidak ada
5 Zat warna
Yang
diizinkan
untuk makanan
6 Benda asing (daun, Tidak ada
tangkai, pasir, dll)
7 Bahan
pengawet Maksimal
50
sulfit
mg/kg. (dihitung
sebagai SO2)
8 Cemaran logam:

Maksimal
50
‐ Tembaga (Cu)
mg/kg.
‐ Timbal (Pb)
Maksimal
2,5
‐ Seng (Zn)
mg/kg.
Maksimal
150
mg/kg.*)
9 Arsen
Maksimal 1 mg/kg.

10 Pemeriksaan
Sesuai
dengan
mikrobiologi :
‐ Bakteri gol bentuk persyaratan
koli yang berlaku
(APM/ml).
Tidak ada
‐ Bakteri
Escherrichia coli

*) produk yang dikalengkan, Standar Industri
Indonesia (1983)

Proses pengeringan manisan cabai merah

Kadar air yang dihasilkan diharapkan sesuai
dengan standar mutu manisan kering buah‐
buahan yang berlaku (Tabel 6). Nilai kadar air
yang disyaratkan Standar Industri Indonesia (SII)
untuk manisan kering buah‐buahan adalah
maksimal 25%. Hasil analisis kadar air
menunjukkan bahwa dari semua kombinasi
faktor yang dianalisis, terdapat 3 kombinasi
faktor yang menghasilkan kadar air di atas 25%
dan tidak memenuhi standar yang disyaratkan SII
yaitu kombinasi faktor suhu 50oC waktu 2 jam,
suhu 45oC waktu 3,5 jam, dan suhu 65oC waktu
1,4 jam dengan kadar air rata‐rata masing‐
masing sebesar 30,20%, 29,29%, dan 27,50%.

Kadar Gula Total

Kadar gula total merupakan jumlah gula yang
terkandung dalam bahan dihitung sebagai
padatan terlarut. Padatan yang ditambahkan
pada proses pembuatan manisan kering cabai
merah salah satunya adalah gula pasir. Kadar
gula total dinyatakan dalam satuan oBrix.
Mukaromah et al. (2010) menyatakan bahwa Brix
adalah zat padat kering yang terlarut dalam suatu
larutan (gram per 100 ml larutan) yang dihitung
sebagai sukrosa. Variasi nilai kadar gula total
manisan kering cabai merah dapat dilihat pada
Gambar 9.

Gambar 9. Variasi nilai kadar gula total manisan
kering cabai merah
Keterangan: 1 = suhu 50 0C, waktu 2 jam; 2 = suhu 80
0C, waktu 2 jam; 3 = suhu 50 0C, waktu 5 jam; 4 = suhu
80 0C, waktu 5 jam; 5 = suhu 45 0C, waktu 3,5 jam; 6 =
suhu 85 0C, waktu 3,5 jam; 7 = suhu 65 0C, waktu 1,4
jam; 8 = suhu 65 0C, waktu 5,6 jam; 9 = suhu 65 0C,
waktu 3,5 jam; 10 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 11 =
suhu 65 0C, waktu 3,5 jam; 12 = suhu 65 0C, waktu 3,5
jam; 13 = suhu 65 0C, waktu 3,5 jam.

Gambar normal plot di atas menunjukkan
bahwa faktor suhu pengeringan (A), waktu
pengeringan (B), dan interaksi antara suhu dan
waktu pengeringan (AB) berpengaruh secara
signifikan terhadap kadar gula total manisan
kering cabai merah. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Desroiser (1988) yang menyatakan

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

Bagian berwarna merah pada gambar tersebut
menunjukkan kadar gula total tertinggi yang
dihasilkan yaitu sebesar 58 0Brix.
Ketika proses pengeringan berlangsung,
larutan gula akan mengalami inverse yaitu proses
pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Proses pemecahan ini akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kelarutan
gula dalam bahan (Achyadi 2004). Meningkatnya
kelarutan gula menyebabkan kadar sukrosa
dalam bahan akan berkurang. Desroiser (1988)
menyatakan bahwa sukrosa yang mengalami
hidrolisis akan terurai menjadi gula pereduksi
yaitu glukosa dan fruktosa. Gula pereduksi yang
terbentuk akan meresap masuk ke dalam bahan.
Kecepatan proses inverse dipengaruhi oleh suhu
dan waktu pengeringan.



bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh
terhadap kadar gula total.
N or m a l P lot of th e S ta n da r dize d Effe cts
(re sponse is gula tota l, A lpha = 0.05)

99

E ffec t T y p e
N o t S ig n ific an t
S ig n ific an t

95
90

Percent

80

B

F a cto r
A
B

N am e
su h u
w a k tu

70
60
50
40

AB

30
A

20
10
5
1

-10

-5

0

5
10
St a nda r diz e d Effe c t

15

20

Gambar 10. Normal plot kadar gula total manisan
kering cabai merah

Contour plot dan surface plot kadar gula total
dengan fungsi Y = 56,2000 ‐ 0,5214x1 + 2,9786x2
– 6,2875x12 – 4,2875x22 + 1,2500x1x2. Gambar 10
tersebut menunjukkan bahwa dari data kadar
gula total dapat ditentukan kondisi optimal.
CH2OH

O
H

HO

H
OH

H

H

OH

O

CH2OH

H

O

H

HO CH2OH

H

H

OH
sukrosa

CH2OH

α-D-glukosoranosida-βD-fruktoranosida

+HOH

51

H

HO

O
H
OH

H

OH

O

CH2OH

H

+

H

H

H

HO CH2OH

H
OH
β-D-fruktosa

OH
H
α-D-glukosa
Gula invert

Gambar 11. Reaksi hidrolisis sukrosa (Inverse)

Kadar gula total yang dihasilkan diharapkan
sesuai dengan standar mutu manisan kering
buah‐buahan yang berlaku (SII 0718‐83). Nilai
kadar gula total yang disyaratkan SII untuk
manisan kering buah‐buahan adalah minimal 40
oBrix. Hasil analisis kadar gula total menunjukkan
bahwa dari semua kombinasi faktor yang
dianalisis, terdapat satu kombinasi faktor yang
menghasilkan kadar gula total di bawah 40 oBrix
dan tidak memenuhi standar yang disyaratkan SII
yaitu kombinasi suhu 80oC dan waktu 2 jam yaitu
sebesar 36 oBrix.

Penentuan Kondisi Optimal dari
Kombinasi Faktor yang Diteliti
Faktor suhu dan waktu pengeringan memberikan
pengaruh terhadap respons yang diteliti yaitu
nilai warna (chroma), kadar vitamin C, kadar air,
dan kadar gula total. Faktor suhu dan waktu
pengeringan tersebut selanjutnya digunakan
untuk mengetahui kondisi optimal dari
kombinasi keduanya melalui analisis permukaan
respon. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan kondisi optimal tersebut adalah

52

Tamam et al.

Metode Permukaan Respons (Response Surface
Methodology).

Warna
Analisis yang dilakukan untuk mengukur nilai
warna adalah menggunakan metode hunter scale
dengan skala chroma. Analisis skala chroma
terhadap warna menunjukkan model sadel
(saddle point). Hal tersebut menunjukkan bahwa
pada analisis nilai warna tidak diperoleh kondisi
optimal. Kondisi terbaik atau terpilih yang
didapatkan dari hasil analisis nilai warna
manisan kering cabai merah akan dicapai pada
suhu pengeringan 44,03 oC dan waktu
pengeringan 4,12 jam dengan nilai warna
(chroma) sebesar 21,0. Hasil analisis permukaan
respons kombinasi faktor suhu dan waktu
pengeringan terhadap nilai warna dapat dilihat
pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik analisis permukaan respons
kombinasi faktor suhu dan waktu
pengeringan terhadap nilai warna

Gambar 11 menunjukkan bahwa jika suhu
pengeringan yang digunakan lebih tinggi dari
44,03 oC maka nilai chroma akan semakin rendah.
Sementara itu, jika waktu pengeringan yang
digunakan lebih lama dari 4,12 jam maka nilai
chroma yang didapatkan akan mengalami
penurunan yang signifikan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Unadi et al. (1996) yang
menyatakan bahwa nilai chroma akan semakin
rendah dengan semakin meningkatnya suhu dan
waktu pengeringan.

Proses pengeringan manisan cabai merah

permukaan respons kombinasi faktor suhu dan
waktu pengeringan terhadap kadar vitamin C
dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik analisis permukaan respons
kombinasi faktor suhu dan waktu
pengeringan terhadap kadar vitamin
C

Vitamin C merupakan vitamin yang paling
mudah rusak, sangat mudah larut dalam air dan
mudah
sekali
mengalami
oksidasi.
Penghambatan oksidasi pada vitamin C dapat
dilakukan dengan penggunaan suhu pengeringan
yang rendah (Winarno 1991). Grafik analisis
permukaan respons di atas sesuai dengan
pernyataan Winarno (1991) yang menyatakan
bahwa penggunaan suhu pengeringan yang
rendah dapat menghambat terjadinya oksidasi
vitamin C.

Kadar Air

Analisis yang dilakukan untuk mengukur kadar
air adalah menggunakan metode oven. Data
analisis kadar air yang diperoleh tidak
menghasilkan kondisi optimal. Kondisi terbaik
atau terpilih yang didapatkan dari hasil analisis
kadar air manisan kering cabai merah dicapai
pada suhu pengeringan 86,21oC dan waktu
pengeringan yaitu 3,95 jam dengan nilai kadar air
sebesar 2,86%. Hasil analisis permukaan respons
kombinasi faktor suhu dan waktu pengeringan
terhadap nilai kadar air dapat dilihat pada
Gambar 13.

Vitamin C

Analisis yang dilakukan untuk mengukur kadar
vitamin C dalam manisan kering cabai merah
adalah menggunakan metode titrasi. Data analisis
kadar vitamin C yang diperoleh tidak
menghasilkan kondisi optimal. Kondisi terbaik
atau terpilih yang didapatkan dari hasil analisis
kadar vitamin C manisan kering cabai merah
akan dicapai pada suhu pengeringan 43,79 oC dan
waktu pengeringan 1,38 jam dengan nilai kadar
vitamin C sebesar 9,42 mg/100 g. Hasil analisis

Gambar 13. Grafik analisis permukaan respons
kombinasi faktor suhu dan waktu
pengeringan terhadap kadar air

Kombinasi faktor suhu dan waktu
pengeringan berpengaruh signifikan terhadap

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

kadar air manisan kering cabai merah. Gambar di
atas menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan
waktu pengeringan akan menyebabkan
terjadinya penurunan kadar air produk. Kadar air
yang rendah dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang
umur simpan produk.

Kadar Gula Total

Analisis yang dilakukan untuk mengukur kadar
gula total adalah menggunakan hand
refractometer. Data analisis kadar gula total yang
diperoleh menghasilkan kondisi optimal. Kondisi
optimal yang didapatkan dari hasil analisis kadar
gula total manisan kering cabai merah akan
dicapai pada suhu pengeringan 83,21oC dan
waktu pengeringan 3,78 jam dengan kadar gula
total sebesar 46,98 oBrix. Hasil analisis
permukaan respons kombinasi faktor suhu dan
waktu pengeringan terhadap kadar gula total
dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik analisis permukaan respons
kombinasi faktor suhu dan waktu
pengeringan terhadap kadar gula
total

Kondisi Optimal secara Global

Kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk
mencari titik yang dapat memaksimalkan nilai
desirability (Hadi 2006). Desirability memiliki
nilai mulai dari 0 sampai dengan 1. Nilai
desirability yang didapatkan pada penelitian ini
adalah sebesar 0,94. Angka tersebut mendekati
nilai 1 yang artinya tingkat keakuratan kondisi
optimal yang didapatkan mendekati nilai
maksimal.
Faktor yang digunakan pada penelitian
mengenai manisan kering cabai merah ini adalah
suhu pengeringan dan waktu pengeringan
dengan parameter yang dianalisis, yaitu nilai
warna (chroma), kadar vitamin C, kadar air, dan
kadar gula total. Kombinasi dari faktor suhu dan
waktu pengeringan akan menghasilkan kondisi
optimal terhadap seluruh parameter yang
dianalisis.

53

Hasil analisis terhadap parameter yang
dioptimasi dengan menggunakan metode
permukaan respons menunjukkan bahwa suhu
optimal yang didapatkan adalah 73,36oC dan
waktu pengeringan optimal adalah 2,54 jam.
Parameter yang dihasilkan yaitu nilai warna
(nilai chroma) sebesar 21,22, kadar vitamin C
sebesar 5,8 mg/100 g, kadar air sebesar 10,56 %,
dan kadar gula total sebesar 49,82 oBrix. Gambar
kondisi optimal dari semua parameter tersebut
dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Kondisi optimal seluruh parameter

Grafik kondisi optimal di atas menunjukkan
bahwa produk manisan kering cabai merah yang
dibuat akan semakin baik kualitasnya jika suhu
yang digunakan adalah sebesar 73,36oC dan
waktu 2,54 jam. Selanjutnya, grafik mengalami
penurunan yang menunjukkan bahwa kualitas
produk akan mengalami penurunan jika suhu
pengeringan yang digunakan melebihi 73,36oC
dan waktu yang digunakan melebihi 2,54 jam.

Validasi Kondisi Optimal

Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian
dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan,
prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan
pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan (Depkes 2001). ASEAN GMP
(Association of South East Asian Nation Good
Manufacturing Practice) menyatakan bahwa
validasi adalah kegiatan membuktikan dengan
pasti bahwa material, proses, prosedur, aktivitas,
sistem, peralatan atau mekanisme yang
digunakan akan mencapai hasil yang diharapkan
pada standar yang konsisten. Validasi dilakukan
untuk menguji kebenaran data prediksi yang
dihasilkan. Batas toleransi nilai validasi yang
diberikan adalah maksimal 10% dari nilai
prediksi. Nilai validasi yang didapatkan pada
penelitian ini memiliki nilai toleransi rata‐rata
sebesar 5,43% mendekati nilai prediksi dari
kondisi optimal yang dihasilkan yaitu di bawah
10% dengan kata lain kondisi optimal yang

54

Tamam et al.

didapatkan sesuai dengan nilai prediksi. Hasil
Tabel 7. Validasi kondisi optimal
Suhu (oC)

Waktu
(jam)

73,36

2,54

Parameter

Proses pengeringan manisan cabai merah

validasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Nilai
Prediksi
21,22
5,80
10,56

Warna
vitamin C
kadar air
kadar gula
49,82
total
Rata‐rata toleransi (%)

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Kondisi optimal pada proses pengeringan
manisan cabai merah didapatkan pada suhu
73,36oC dan waktu pengeringan 2,54 jam dengan
nilai desirability sebesar 0,94. Proses
pengeringan dengan kondisi suhu dan waktu
pengeringan optimal tersebut menghasilkan
manisan kering cabai merah dengan nilai warna
(chroma) sebesar 21,22, kadar vitamin C sebesar
5,80 mg/100 g, kadar air sebesar 10,56%, dan
kadar gula total sebesar 49,82 oBrix.
Validasi dilakukan untuk menguji kebenaran
data prediksi yang dihasilkan. Hasil validasi
kondisi optimal menunjukkan bahwa nilai
chroma manisan kering cabai merah yang
didapatkan adalah sebesar 23,35 dengan batas
toleransi sebesar 9,12%. Kadar vitamin C yang
didapatkan adalah sebesar 6,04 mg/100 g dengan
batas toleransi sebesar 3,96%. Kadar air yang
didapatkan adalah sebesar 11,05% dengan batas
toleransi 4,40%. Kadar gula total yang
didapatkan adalah sebesar 52 0Brix dengan batas
toleransi 4,23%. Batas toleransi nilai validasi
yang diberikan adalah maksimal 10% dari nilai
prediksi, dengan demikian hasil validasi kondisi
optimal yang didapatkan sesuai dengan hasil
prediksi.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui umur simpan manisan kering cabai
merah (Capsicum annuum L.) dengan penggunaan
suhu dan waktu pengeringan optimal yang
dihasilkan pada penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Achyadi NS dan A Hidayanti. 2004. Pengaruh
konsentrasi bahan pengisi dan konsentrasi
sukrosa terhadap karakteriistik fruit leather
campedak (Artocarpus campeden L.). diunduh

Nilai
Validasi
23,35
6,04
11,05

52

Keakuratan
(%)
90,88
96,04
95,60
95,77

Toleransi
(%)
9,12
3,96
4,40
4,23

5,43

pada
23
Maret
2013
dari
http://www.unpas.ac.id.
Apriyantono A. 1985. Panduan praktikum
pembuatan manisan buah‐buahan di dalam
pendidikan dan pelatihan penyuluh lapangan
spesialis industri kecil pengolahan pangan.
Buku III Pengolahan dan Pengawetan Pangan.
Kerja Sama Departemen Perindustrian dengan
fakultas Teknologi. Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Arifin Z. 1999. Kajian proses pembuatan manisan
kering anggur bali (Alphonso lavalle). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Association of Official Analitycal Chemist [AOAC].
1984. Official method of analysis of the
association of official analitycal of chemist.
The Association of Analitycal Chemist, Inc,
USA.
Buntaran W, OP Astirin, dan E Mahajoeno. 2011.
Pengaruh konsentrasi larutan gula terhadap
karakteristik
manisan
kering
tomat
(Lycopersicum esculentum). Jurnal Bioteknologi
8 (1) : 1‐9 Mei 2011.
Dahlenburg AP. 1975. Fruit dehydration.
department of agriculture. Special bulletin no.
6.75, South Australia.
Deman JM. 1997. Kimia makanan. Penerbit ITB
Bandung, Bandung.
Desroiser NM. 1988. Teknologi pengawetan
pangan. (Penerjemah: M Muljohardjo). UI
Press, New York.
Dewi WR. 2006. Pengolahan manisan buah jambu
biji bangkok dan mempelajari beberapa sifat
fisik dan pHnya yang disimpan pada lemari
pendingin. Skripsi. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981.
Daftar komposisi bahan makanan. Bharata
Karya Aksara, Jakarta.
Fitriani S. 2008. Pengaruh suhu dan lama
pengeringan terhadap beberapa mutu
manisan belimbing wuluh (Aveerrhoa bilimbi

Jurnal Pertanian ISSN 2087‐4936 Volume 6 Nomor 1, April 2015

L.) kering. Jurnal Sagu Vol. 7 No. 1 Tahun
2008: 32‐37.
Hadi S. 2006. Optimasi formulasi minuman
isotonik madu. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Histifarina D, D Musaddaad, dan E Murtiningsih.
2004. Teknik pengeringan dalam oven untuk
irisan wortel kering bermutu. Volume 14 (2) :
107‐112.
Jacobs M. 1985. The chemical analysis of foods
and food products. D. Van Nostrand Company,
Inc., New york.
Lowe B. 1963. Experimental cookery. John Wiley
and Sons, New York.
Miller EV. 1992. Ascorbic acid and physiological
breakdown in the fruits of the pineapple
science. 2 (1) : 105‐110.
Muchtadi D dan B Anjarsari. 1995. Meningkatkan
nilai tambah komoditas sayuran. Prosiding.
Mukaromah U, SH Susetyorini, dan S Aminah.
2010. Kadar vitamin C, mutu fisik, pH dan
mutu organoleptik sirup rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) berdasarkan cara ekstraksi.
Jurnal Pangan dan Gizi. Volume 01 Nomor 01
Tahun 2010.
Nurjanah N. 2002. Mempelajari pembuatan, daya
terima dan daya simpan manisan wortel
(Daucus

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN DI TELEVISI (ANALISIS SEMIOTIK DALAM IKLAN SAMSUNG GALAXY S7 VERSI THE SMARTES7 ALWAYS KNOWS BEST)

132 481 19

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25