Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo

KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA
MASYARAKAT (PHBM) DI HUTAN LINDUNG TERHADAP
PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA DI DESA CRIWIK BKPH GUNUNG LASEM
KPH KEBONHARJO

MUHAMMAD RIZA ABDILLAH
E14080028

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kontribusi
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap
Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH
Gunung Lasem KPH Kebonharjo adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Muhammad Riza Abdillah
E14080028

ABSTRAK
MUHAMMAD RIZA ABDILLAH. Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH
Kebonharjo. Dibimbing oleh SUDARYANTO.
Adanya interaksi yang tinggi antara masyarakat di Desa Criwik dengan
hutan lindung Gunung Lasem menjadikan PHBM sebagai sarana yang penting.
Selain dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga di Desa Criwik, adanya
PHBM ini juga dapat dijadikan sebagai media pengamanan untuk menjamin
kelestarian dan keberlanjutan fungsi hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar program PHBM di hutan lindung Gunung Lasem

dapat berkontribusi meningkatkan pendapatan dan mempengaruhi tingkat
kesejahteraan rumah tangga di Desa Criwik. Data dikumpulkan melalui
wawancara dan juga studi pustaka, kemudian dianalisis dan disajikan secara
deskriptif kuantitatif. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa program PHBM ini
memberikan kontribusi sebesar 33,52% terhadap total pendapatan responden. Dari
segi tingkat kesejahteraan, untuk keempat pendekatan yang digunakan baik itu
pendekatan UMR Kabupaten Rembang, Sajogyo, Direktorat Tata Guna Tanah,
dan Bank Dunia menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada
kategori sejahtera.
Kata kunci : kontribusi, pendapatan, PHBM, tingkat kesejahteraan
ABSTRACT
MUHAMMAD RIZA ABDILLAH. Contribution of Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM)/Collaborative Forest Management in Protected Forest
Toward Revenue and Welfare of Household in the Criwik Village BKPH Gunung
Lasem KPH Kebonharjo. Supervised by SUDARYANTO.
The existence of a high interaction between people in the Criwik village
with a protected forest of Gunung Lasem make PHBM as an important means.
Besides being able to increase households income in the Criwik village, the
PHBM can also to be used as a security tool to ensure the preservation and
sustainability of forest functions. The objectives of this research was to determine

how much PHBM program in protected forest of Gunung Lasem can contribute to
increase revenue and affect the welfare of households in the Criwik village. The
information were collected through interviews and library research, then analyzed
and presented in a descriptive quantitative method. The result of study shows that
this PHBM program contributed 33.52% of respondents total income. In the side
of the welfare, the result of four approaches had used such as UMR Rembang
district, Sajogyo, Directorate of Land Use, and the World Bank they were all
show that majority of respondents were in the category of prosperous.
Keywords : contribution, income, PHBM, welfare

KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA
MASYARAKAT (PHBM) DI HUTAN LINDUNG TERHADAP
PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA DI DESA CRIWIK BKPH GUNUNG LASEM
KPH KEBONHARJO

MUHAMMAD RIZA ABDILLAH
E14080028

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di
Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan
Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH
Kebonharjo
Nama
: Muhammad Riza Abdillah
NIM
: E14080028
Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

Ir. Sudaryanto
NIP : 19480310 198003 100 1

Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP : 19630401 199403 100 1

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi yang berjudul Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH
Kebonharjo ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sudaryanto selaku dosen
pembimbing skripsi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Lek

Aziz, Ibu Ari Kartika, Mas Rasno, Bapak Darwadi, beserta segenap staf dan
karyawan KPH Kebonharjo, yang telah banyak membantu selama pengumpulan
data. Tidak lupa pula ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh
teman-teman Manajemen Hutan angkatan 45 dan juga teman-teman Himpunan
Keluarga Rembang Bogor, atas dukungan, keceriaan, dan kekeluargaannya.
Kemudian yang teristimewa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada
ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Muhammad Riza Abdillah
E14080028

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ viii
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
Latar Belakang.................................................................................................. 1
Perumusan Masalah.......................................................................................... 1
Tujuan............................................................................................................... 2

Manfaat Penelitian............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 3
Hutan Lindung................................................................................................. 3
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).......................................... 3
Sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani..... 3
Maksud dan Tujuan PHBM....................................................................... 5
Jiwa dan Prinsip Dasar PHBM.................................................................. 5
Bentuk Kegiatan Dalam PHBM................................................................ 6
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).................................................... 6
Pendapatan Rumah Tangga.............................................................................. 7
Tingkat Kesejahteraan...................................................................................... 8
METODE PENELITIAN...................................................................................... 10
Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................................... 10
Alat dan Bahan Penelitian............................................................................... 10
Batasan Penelitian........................................................................................... 10
Sasaran Penelitian........................................................................................... 11
Jenis dan Sumber Data.................................................................................... 11
Metode Pengambilan Contoh......................................................................... 12
Metode Pengumpulan Data............................................................................ 12
Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................................... 12

Analisis Deskriptif.......................................................................................... 12
Analisis Kontribusi Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Petani............................................................................................................... 13
Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani.................................. 14
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN......................................................... 15
Kawasan Hutan Lindung................................................................................ 15
Letak dan Luas........................................................................................ 15
Topografi................................................................................................. 15
Jenis Tanah.............................................................................................. 15
Iklim........................................................................................................ 15
Desa Penelitian............................................................................................... 15
Letak dan Luas........................................................................................ 15
Pola Penggunaan Lahan.......................................................................... 16

Keadaan Penduduk.................................................................................. 16
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Rembang..................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 18
Implementasi Program PHBM di Lokasi Penelitian....................................... 18
Karakteristik Responden................................................................................. 19
Umur........................................................................................................ 19

Tingkat Pendidikan.................................................................................. 20
Pekerjaan Utama dan Sampingan............................................................ 20
Pendapatan Responden................................................................................... 21
Pengeluaran Responden.................................................................................. 23
Kontribusi PHBM Terhadap Pendapatan Responden.................................... 26
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Responden........................................ 26
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 29
Kesimpulan..................................................................................................... 29
Saran............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 30
LAMPIRAN.......................................................................................................... 32
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 43

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Sumber Data..................................................................................... 11
2 Beberapa kriteria pendekatan garis kemiskinan............................................... 14
3 Pola penggunaan lahan di lokasi penelitian...................................................... 16
4 Sebaran umur penduduk................................................................................... 16
5 IPM Kabupaten Rembang tahun 2008-2010.................................................... 17
6 Sebaran umur responden.................................................................................. 20

7 Tingkat pendidikan responden......................................................................... 20
8 Data pekerjaan responden................................................................................ 21
9 Data pendapatan responden............................................................................. 22
10 Data pengeluaran responden............................................................................ 24
11 Kontribusi berbagai sumber pendapatan terhadap total pendapatan
responden......................................................................................................... 26
12 Tingkat kesejahteraan responden dari berbagai pendekatan............................ 27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kondisi fisik lahan PHBM............................................................................... 18
Kondisi fisik lahan milik.................................................................................. 19
Aktifitas pekerjaan di lokasi penelitian............................................................ 21
Penjualan empon-empon kepada tengkulak lokal............................................ 23
Pengambilan data melalui wawancara............................................................. 25


DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengolahan data dengan software statistik (Minitab 14)......................... 33
2 Identitas Responden......................................................................................... 34
3 Daftar harga komoditas pertanian di lokasi penelitian..................................... 35
4 Daftar harga sembilan bahan pokok di lokasi penelitian.................................. 35
5 Pendapatan dari kegiatan PHBM..................................................................... 36
6 Pendapatan dari kegiatan non-PHBM.............................................................. 37
7 Pengeluaran Responden................................................................................... 38
8 Tingkat kesejahteraan menurut pendekatan UMR........................................... 39
9 Tingkat kesejahteraan menurut Sajogyo........................................................... 40
10 Tingkat kesejahteraan menurut Direktorat Tata Guna Tanah........................... 41
11 Tingkat kesejahteraan menurut Bank Dunia..................................................... 42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat 3, menyatakan
bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sebagai
salah satu kekayaan alam yang ada di negara Indonesia, hutan dikelola negara
yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta yang berada
di bawah pengawasan pemerintah, juga harus menitikberatkan pada tujuan utama
bangsa yaitu mensejahterakan/memakmurkan rakyat.
Sebagai pengelola hutan yang ada di pulau Jawa, maka Perum Perhutani
mempunyai tugas dan peran yang besar dalam ikut serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan
berinteraksi secara langsung dengan hutan dan sumber daya alam yang ada di
dalamnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Perum Perhutani harus
melakukan pengelolaan hutan yang dapat melibatkan masyarakat, sehingga
masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari keberadaan hutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Perum Perhutani menerapkan sebuah sistem
pengelolaan hutan yang disebut dengan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat).
Berdasarkan kepada surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor
682/KPTS/DIR/2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat,
menjelaskan bahwa Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah
suatu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani
dan masyarakat di sekitar hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat di
sekitar hutan dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa
berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan
manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dimaksudkan untuk
memberikan arahan pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspekaspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional guna
tercapainya pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.
Perumusan Masalah
Selain berupa Hutan Produksi, ada juga wilayah yang berupa Hutan
Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Misalnya saja Hutan Lindung
Gunung Lasem yang pengelolaannya berada di bawah Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Di kawasan Hutan Lindung tersebut terdapat beberapa desa yang menjadi
tempat tinggal bagi masyarakat, dimana masyarakat tersebut berinteraksi secara
langsung dengan hutan. Salah satu desa yang berada dalam kawasan Hutan
Lindung Gunung Lasem tersebut misalnya adalah Desa Criwik. Keterbatasan
ekonomi menjadi salah satu sebab tingginya interaksi masyarakat di Desa Criwik

2

dengan Hutan Lindung tersebut. Masyarakat memanfaatkan hutan lindung untuk
mencari tambahan penghasilan atau sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Adanya interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan hutan lindung
tersebut, menjadikan PHBM sebagai sarana yang penting. Selain sebagai sarana
perjanjian kerjasama, PHBM juga bisa berperan sebagai sarana pengendalian dan
pengawasan dari pihak Perum Perhutani terhadap masyarakat untuk mencegah
terjadinya konflik yang dapat menyebabkan kerusakan hutan dan juga untuk
menjaga kelestarian fungsi utama dari hutan lindung tersebut. Dengan adanya
program PHBM tersebut, diharapkan masyarakat dapat memperoleh manfaat yang
optimal dari keberadaan hutan lindung tersebut, yaitu berupa manfaat ekologi
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, juga manfaat ekonomi sebagai
sarana untuk meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Dengan meningkatnya pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga
setempat akan mengurangi adanya resiko atau potensi konflik yang berkaitan
dengan lahan hutan, sehingga kelestarian dan keberlanjutan fungsi hutan dapat
terjamin.
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Seberapa besar hutan lindung tersebut memberikan kontribusi ekonomi
kepada rumah tangga petani setempat?
2. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Desa Criwik
tersebut?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui besarnya kontribusi program PHBM di hutan lindung Gunung
Lasem terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Criwik Kecamatan
Pancur Kabupaten Rembang.
2. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta PHBM di
Desa Criwik Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang bentuk program PHBM di hutan lindung
Gunung Lasem di lokasi penelitian.
2. Memberikan informasi mengenai besarnya kontribusi hasil program PHBM
di hutan lindung terhadap pendapatan rumah tangga petani setempat.
3. Memberikan informasi mengenai kondisi tingkat kesejahteraan rumah
tangga petani peserta PHBM di lokasi penelitian.
4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Lindung
Menurut Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999, hutan merupakan suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu
yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Hutan lindung sendiri didefinisikan sebagai kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha
pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin
pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem
pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan
masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan
dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi,
sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. (Perum
Perhutani 2009).
Sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani
Perum Perhutani dalam kaitannya dengan Pembinaan Masyarakat Desa
Hutan (PMDH) ini memiliki sejarah panjang dari masa ke masa dengan landasan
utama kerja sama. Pada masa Kolonial Belanda, pemerintah Hindia Belanda
membutuhkan tenaga kerja murah untuk kerja hutan. Oleh karena itu, diciptakan
sistem tumpang sari dalam kegiatan penanaman hutan, dengan memberikan
kesempatan kepada tenaga kerja penanaman hutan (pesanggem) untuk nama
palawija (tanaman pangan) dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Dalam
pelaksanaannya, banyak diterapkan persyaratan-persyaratan tertentu yang
berkaitan dengan kepentingan pihak kehutanan atau pengelola hutan. Selain itu,
masyarakat diikat dengan kontrak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dengan imbalan (uang kontrak)
yang jumlahnya relatif sangat kecil. Selain itu, pemerintah Hindia Belanda juga
mewajibkan pemerintah desa pada saat itu untuk menyediakan tenaga blandong
(Suharjito et al. 2000).
Pada pertengahan tahun 1970-an FAO (Food and Agriculture Orgnization)
dan SIDA (Sweden International Development Agency) mempertemukan
kelompok ahli tentang kehutanan dan pembangunan masyarakat lokal. Hasil
pertemuan itu telah mendorong untuk menggali kembali pengalaman-pengalaman

4

berbagai program kehutanan masyarakat yang diselenggarakan dibeberapa
Negara, antara lain social forestry di India, village woodlots di Korea, forest
villages di Thailand, village forestation di Tanzania dan tumpangsari di Jawa.
Upaya pengembangan kehutanan masyarakat mendapatkan dukungan dari para
ahli dan praktisi kehutanan sedunia dengan mengadakan Kongres Kehutanan
Sedunia VIII pada 16-28 Oktober 1978 di Jakarta dengan tema pokok „Forest for
People‟. Gagasan forest for people dalam perkembangannya dituntut bukan hanya
diwujudkan melalui penyediaan hasil hutan bagi masyarakat atau melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan hutan, melainkan juga menempatkan masyarakat
sebagai aktor utama pengelolaan hutan, baik sebagai pengelola hutan yang
diusahakan pada lahan sendiri maupun lahan Negara (Suharjito et al. 2000).
Dalam kepustakaan terdapat beberapa istilah yang digunakan secara
bergantian atau saling melengkapi yakni community forestry, social forestry,
participatory farm forestry, agroforestry dan lain-lain. Pada umumnya istilah
social forestry digunakan sebagai istilah payung yang mencakup programprogram dan kegiatan kehutanan yang sedikit atau banyak melibatkan peranan
masyarakat atau rakyat lokal atau yang dikembangkan untuk kepentingan
masyarakat banyak. Pardo (1995) dalam Suharjito et al. (2000) menyatakan
bahwa pada tahap akhir perkembangan social forestry adalah perubahan yang
fundamental pada peranan pemerintah, dari sebagai pengelola lahan (Land
Manager) menjadi penyuluh (Extension forester). Dari konsepsi-konsepsi
social/community forestry yang telah dijelaskan sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan pengertian bagi praktek kehutanan masyarakat, yaitu sistem
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu, komunitas, atau kelompok pada
lahan Negara, lahan komunal, lahan adat atau lahan milik (individual/rumah
tangga) untuk memenuhi kebutuhan individu/rumah tangga dan masyarakat, serta
diusahakan secara komersial.
Negara Indonesia dikenal beberapa istilah berkaitan dengan sistem
pengelolaan hutan yang bermaksud menempatkan masyarakat sebagai pelaku
utamanya, yaitu perhutanan sosial, kehutanan masyarakat, kehutanan sosial dan
hutan kemasyarakatan. Kartasubrata (1988) memandang bahwa perhutanan sosial,
kehutanan sosial dan hutan kemasyarakatan sebagai padanan kata dengan istilah
social forestry. Istilah perhutanan sosial digunakan pertama kali dalam
penyelenggaraan program oleh Perum Perhutani di Jawa pada tahun 1986 dan
proyek percontohan oleh kantor Wilayah Departemen Kehutanan yang salah
satunya adalah di Belangian. Pengembangan program perhutanan sosial oleh
Perum Perhutani di Jawa merupakan penyempurnaan program-program prosperity
approach, yaitu intensifikasi tumpangsari dan PMDH (Pembinaan Masyarakat
Desa Hutan). Perkembangan ini mendorong Perhutani membuat sistem
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat yang dikenal dengan PHBM pada tahun
1999 yang berbeda dengan kegiatan yang berbasiskan masyarakat seperti MALU
(Mantri Lurah), Pengelolaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), perhutanan sosial
dan lain sebagainya. Sistem PHBM ini menempatkan masyarakat menjadi mitra
sejajar Perum Perhutani yang mampu membangun, melindungi, dan
memanfaatkan sumberdaya hutan di dalam sistem PHBM. Perum Perhutani
bersama-sama dengan stakeholder lain yang aktif memfasilitasi masyarakat untuk
menumbuhkembangkan budaya dan tradisi pengelolaan sumberdaya hutan di
lahan-lahan desa pada beberapa wilayah yang kurang berkembang. Sistem ini

5

diangankan secara mendasar dapat berbagi kewenangan, berbagi tugas, dan
dengan demikian dapat membangun model pengelolaan hutan bersama yang
sejati, serta akhirnya berbagi hasil secara adil dengan masyarakat sekitar hutan.
Oleh karena itu, maka budaya tanggung jawab masyarakat terhadap pengelolaan
hutan dapat terbangun dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat itu sendiri (Suharjito et al. 2000).
Maksud dan Tujuan PHBM
Berdasarkan surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No.
682/KPTS/DIR/2009, Pengelolaan hutan bersama masyarakat dimaksudkan
untuk memberikan arahan pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan
aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional
guna mencapai Visi dan Misi Perusahaan.
Pengelolaan hutan bersama masyarakat bertujuan untuk:
a. Meningkatkan tanggung jawab Perusahaan, masyarakat desa hutan dan
pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan.
b. Meningkatkan peran Perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.
c. Memperluas akses masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya
hutan.
d. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan
kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat
desa hutan.
e. Meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder.
f. Meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat desa hutan
mandiri yang mendukung terciptanya hutan lestari.
g. Mendukung keberhasilan pembangunan daerah yang diukur dengan IPM
melalui 3 (tiga) indikator utama, yaitu tingkat daya beli, tingkat pendidikan, dan
tingkat kesehatan.
Jiwa dan Prinsip Dasar PHBM
Menurut Perum Perhutani (2009), jiwa PHBM adalah kesediaan
Perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan (stakeholder)
untuk berbagi dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat sesuai kaidah-kaidah
sebagai berikut:
1. Keseimbangan: ekologi, sosial dan ekonomi.
2. Kesesuaian: kultur dan budaya setempat.
3. Keselarasan: pembangunan wilayah/daerah.
4. Keberlanjutan: fungsi dan manfaat SDH.
5. Kesetaraan: peran dan resiko.
Sedangkan prinsip dasar dalam PHBM adalah:
1. Prinsip keadilan dan demokratis
2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan
3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami

6

4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban
5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan
6. Prinsip kerjasama kelembagaan
7. Prinsip perencanaan partisipatif
8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur
9. Prinsip Perusahaan sebagai fasilitator
10.Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah
Bentuk Kegiatan Dalam PHBM
Terdapat dua bentuk kegiatan dalam program PHBM yang dalam
pelaksanaannya menuntut peran serta masyarakat (Perum Perhutani 2001),
sebagai berikut:
1. Kegiatan berbasis lahan
Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung
berkaitan dengan pengelolaan tanah atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang
menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan
estetika.
2. Kegiatan berbasis bukan lahan.
Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak
berkaitan dengan pengelolaan tanah atau ruang yang menghasilkan produk
industri, jasa dan perdagangan.
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
Masyarakat desa hutan didefinisikan sebagai kelompok orang yang
bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan
sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan desa hutan
adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan
kawasan hutan atau kawasan sekitar hutan (Perum Perhutani 2009).
Menurut Hadipoernomo (1980) dalam Susetyaningsih (1992) masyarakat
desa hutan pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa pada
umumnya. Ciri yang khas dari masyarakat desa hutan adalah interaksi atau
ketergantungannya dengan hutan di sekitarnya, secara ekologi, ekonomi, maupan
sosial, karena kelangkaan sumberdaya.
Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan miskin, karena sebagian besar
dari mereka bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan
tersebut, kebutuhan hidup mereka sehari-hari sering dipenuhi dari hutan, misalnya
kebutuhan kayu bakar, papan, pakan ternak, dan bahan pangan, sehingga
ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar (Andryani 2002).
Lembaga adalah wadah dimana sekumpulan orang berinisiatif untuk
memenuhi kebutuhan bersama, dan yang berfungsi mengatur akan kebutuhan
bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH) adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang
berada di dalam atau di sekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi
kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Pihak yang terlibat di dalam proses pengembangan Lembaga

7

Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ini adalah seluruh anggota dan pengurus dari
LMDH, pemerintah daerah (desa sampai kabupaten) dan pihak terkait sesuai
dengan kebutuhan (dinas atau instansi terkait), pihak yang memiliki kepedulian
terhadap pengembangan lembaga (investor, perguruan tinggi, LSM), dan
fasilitator yang dapat dipilih dari masyarakat sendiri atau pihak luar (Awang et al.
2008).
Pendapatan Rumah Tangga
Rumah tangga merupakan semua anggota keluarga yang termasuk satu unit
anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang sedang sekolah di
kota atas biaya keluarga, orang lain yang ikut makan secara teratur meskipun tidak
tidur di rumah, tidak termasuk orang yang tinggal di rumah, tapi tidak makan
(Saefudin dan Marisa 1984).
Pendapatan rumah tangga umumnya tidaklah berasal dari satu sumber, tapi
dapat berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan
tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri. Tingkat
pendapatan yang rendah, mengharuskan anggota rumah tangga untuk
bekerja/berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan. Bagi sebagian rumah
tangga, upaya tersebut tidak hanya menambah curahan jam kerja dari kegiatan
yang ada, tapi juga melakukan kegiatan lain. Hal ini terlihat dari beberapa hasil
panelitian bahwa sebagian besar rumah tangga mempunyai lebih dari satu sumber
pendapatan (Nurmanaf 1989).
Pendapatan bersih adalah besarnya nilai produksi setelah dikurangi dengan
biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya sewa atau bagi hasil
untuk tanah sewa atau tanah sakap dan biaya lain-lain seperti pengairan, pajak
panen dan sebagainya (Hartoyo 1981).
Menurut Sajogyo (1982) dalam Kusumaningtyas (2003), pendapatan
rumah tangga bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Pendapatan dari usaha bertani saja.
b. Pendapatan yang mencakup usaha bertanam padi, palawija dan kegiatan
pertanian lain.
c. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan termasuk sumber-sumber
mata pencaharian di luar pertanian.
Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga
petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari
sumber-sumber lain diluar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa angkutan,
industri pengolahan dan lain-lain. Bahkan kadang penghasilan diluar usaha
pertanian justru lebih besar dari pada pendapatannya dari pertanian.
Pendapatan keluarga dipakai untuk kebutuhan konsumsi pangan dan bukan
pangan, serta pengeluaran untuk investasi dan tabungan. Proporsi pendapatan
yang dibelanjakan untuk bahan makanan dapat dipakai sebagai ukuran
kesejahteraan keluarga atau rumah tangga. Di Indonesia yang termasuk negara
sedang berkembang sekitar 70 persen dari pengeluaran dipakai untuk konsumsi
pangan. Sedangkan negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat
proporsi tersebut lebih kecil dari 50 persen. Proporsi untuk konsumsi bukan
pangan dan untuk lain-lain yang lebih besar biasanya dialokasikan untuk

8

pendidikan, kesehatan, investasi rumah tangga dan lain-lain (Mangkuprawira
1985).
Dalam kaitannya dengan investasi pendidikan maka dianggap bahwa tingkat
pendidikan yang dicapai akan mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas
kerja. Produktivitas yang makin tinggi diduga akan diikuti oleh pendapatan yang
tinggi pula. Namun demikian keputusan suatu keluarga untuk mengalokasikan
pendapatannya untuk pendidikan akan ditentukan oleh tingkat ekonomi atau
pendapatannya. Di sinilah prinsip opportunity cost akan mencirikan seberapa jauh
suatu keluarga mengambil keputusan di dalam mengalokasikan pendapatan untuk
pendidikan. Dengan kata lain suatu keluarga akan mengorbankan konsumsinya
pada saat investasi dilakukan untuk memperoleh tingkat konsumsi yang lebih
tinggi pada masa berikutnya (Simanjuntak 1982a dalam Mangkuprawira 1985).
Tingkat Kesejahteraan
Kemiskinan dimaknai sebagai kurangnya kesejahteraan dan kesejahteraan
sebagai kurangnya kemiskinan. Kemiskinan berarti kurangnya pendapatan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kekurangan kekayaan
untuk memberi stabilitas atau menghadapi perubahan seperti kehilangan
pekerjaan, sakit atau krisis lainnya. Kemiskinan dapat juga berarti bahwa
kebutuhan dasar yang lain, seperti kesehatan, pendidikan atau perumahan, tidak
memadai. Akan tetapi, kemiskinan juga subjektif, dan dapat disebabkan oleh
perasaan, seperti kehilangan, kerentanan, keterkucilan, malu atau sakit. Seseorang
dapat merasa miskin jika kesejahteraannya turun, atau jika dia membandingkan
dirinya dengan orang lain yang keadaannya lebih baik (CIFOR 2007).
Badan Pusat Statistik (2008) membagi kemiskinan menjadi dua, kemiskinan
relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif didefinisikan sebagai kondisi
miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau
seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi
pendapatan. Selanjutnya, kemiskinan absolut diartikan sebagai ketidakmampuan
untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan,
perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk
uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah
garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan
digolongkan sebagai penduduk miskin.
Sajogyo (1971) dalam BPS (2008) mengungkapkan konsep garis
kemiskinan berdasarkan konsumsi beras per kapita per tahun yang diukur dengan
nilai setara harga beras setempat pada tahun tersebut. Tingkat kemiskinan tersebut
dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Tidak miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih tinggi
dari nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai tukar 480
kg beras untuk daerah perkotaan.
2. Miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari
nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai tukar 480 kg
beras untuk daerah perkotaan.

9

3. Miskin sekali, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih
rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai
tukar 360 kg beras untuk daerah perkotaan.
4. Paling miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih
rendah dari nilai tukar 180 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai
tukar 270 kg beras untuk daerah perkotaan.
Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria dalam
Danusaputro et al. (1997) menggolongkan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai
konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga
setempat. Kebutuhan hidup minimum yang dipergunakan sebagai tolok ukur yaitu
100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam,
60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik
kasar. Besarnya standar kebutuhan hidup minimum per kapita per tahun dijadikan
sebagai batas garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan tersebut dibagi dalam
beberapa kategori sebagai berikut:
1. Tidak miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun lebih besar dari
200% dari nilai total sembilan bahan pokok.
2. Hampir miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 125%200% dari nilai total sembilan bahan pokok.
3. Miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 75%-125% dari
nilai total sembilan bahan pokok.
4. Miskin sekali, apabila pendapatan per kapita per tahun dibawah 75%
dari nilai total sembilan bahan pokok.
Bentuk pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan secara
global adalah kriteria pendekatan menurut Bank Dunia. Bank Dunia
menggunakan indikator pendapatan per kapita sebesar US$ 1 per hari. Seseorang
dianggap miskin apabila memiliki pendapatan per kapita per hari di bawah standar
tersebut (CIFOR 2007).

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Criwik, Kecamatan Pancur, Kabupaten
Rembang, Propinsi Jawa Tengah, pada bulan Agustus – September 2012. Hutan
yang berada di Desa Criwik ini masuk dalam wilayah RPH Sidowayah, BKPH
Gunung Lasem, KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kuisioner
2. Data-data sekunder
3. Kalkulator
4. Software Microsoft Excel 2007
5. Software Minitab 14
6. Kamera digital
Batasan Penelitian
Guna memberikan pengertian dan gambaran yang seragan mengenai
penelitian yang dilakukan, maka diberikan batasan-batasan sebagai berikut:
1. Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) adalah
suatu sistem
pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani
dan masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa
hutan dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa
berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi
dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan
proporsional.
2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
3. PHBM yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah PHBM yang
diterapkan pada rumah tangga masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
hutan lindung.
4. Pendapatan total rumah tangga merupakan seluruh pendapatan yang diperoleh
responden dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan lainnya yang
dihitung dalam jangka waktu satu tahun.
5. Pengeluaran total rumah tangga merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan
oleh responden untuk memenuhi kebutuhannya.
6. Pendapatan per kapita merupakan jumlah pendapatan total rumah tangga
selama satu tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga.
7. Pengeluaran per kapita merupakan jumlah pengeluaran total rumah tangga
selama satu tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga.
8. Kontribusi program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga petani
merupakan perbandingan besar pendapatan petani yang diperoleh dari kegiatan
PHBM terhadap pendapatan total rumah tangga petani responden.

11

Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di Desa Criwik,
Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa Tengah. Masyarakat
yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang bekerja
sebagai petani penggarap lahan PHBM di kawasan hutan lindung Gunung Lasem.
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data identitas responden, data ekonomi rumah
tangga, data pendapatan rumah tangga, dan data pengeluaran rumah tangga.
Sedangkan data sekunder yaitu data keadaan kawasan hutan dan data kondisi desa
penelitian. Secara lebih terperinci jenis dan sumber data disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data
Jenis data
1. Data primer

2. Data sekunder

Klasifikasi data
Identitas
responden

Rincian data
Nama responden, jenis
kelamin, pendidikan, jumlah
anggota keluarga, pekerjaan
utama dan pekerjaan
sampingan.

Sumber data
Petani PHBM

Ekonomi rumah
tangga

Luas kepemilikan dan
penguasaan lahan, bentuk
pemanfaatan lahan, jenis
tanaman yang diusahakan.

Pendapatan
rumah tangga

Sumber pendapatan, jumlah
pendapatan, frekuensi waktu,
pendapatan dari PHBM di
hutan lindung, pendapatan dari
kegiatan bukan PHBM.

Pengeluaran
rumah tangga

Biaya kebutuhan sehari-hari,
biaya pangan, pendidikan,
sarana rumah tangga,
transortasi, dan lain-lain.

Keadaan
kawasan hutan

Letak, luas kawasan, keadaan
fisik dan topografi, jenis
tanah, iklim, bentuk
pemanfaatan, sejarah
pemanfaatan.

Kantor KPH,
Kantor BKPH,
LMDH

Kondisi desa
penelitian

Letak administratif, luas
wilayah, batas wilayah, jumlah
penduduk, pendidikan, potensi
lahan, dan lain sebagainya.

Kantor desa.

12

Metode Pengambilan Contoh
Pemilihan desa contoh dan sampel responden menggunakan metode
purposive sampling. Desa contoh dipilih dengan alasan sebagian besar masyarakat
bermata pencaharian sebagai petani dan menggarap lahan PHBM di Hutan
Lindung Gunung Lasem. Disamping itu, pemilihan desa contoh juga merupakan
saran dari pihak Perum Perhutani KPH Kebonharjo. Selanjutnya pemilihan
sampel responden dilakukan dengan memilih masyarakat di desa tersebut yang
bermata pencaharian sebagai penggarap lahan PHBM.
Dalam penelitian ini, jumlah petani PHBM yang dijadikan responden
sebanyak 30 orang dari jumlah keseluruhan petani PHBM di Desa Criwik
Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang. Penggunaan metode ini didasarkan pada
pertimbangan faktor biaya dan juga faktor-faktor kondisi lapangan, yaitu jarak,
akses ke lokasi, cuaca, dan waktu yang tersedia selama proses pengumpulan data.
Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu:
1. Observasi
Data dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai
kegiatan di lapangan, keadaan daerah penelitian dan kondisi fisik dari obyek
yang diteliti.
2. Wawancara
Data juga dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan secara langsung
terhadap petani PHBM yang dijadikan sebagai responden, pengurus LMDH,
serta berbagai pihak yang terkait untuk melengkapi data dan informasi.
Wawancara ini dilakukan dengan cara wawancara kuisioner maupun
wawancara bebas. Wawancara kuisioner dilakukan dengan menggunakan
daftar kuisioner yang telah disiapkan. Sedangkan wawancara bebas dilakukan
tanpa kuisioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian.
3. Studi pustaka
Mencatat dan mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari instansiinstansi terkait.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai
bentuk program PHBM di hutan lindung, sejarah dan latar belakang pemanfaatan,
data umum responden, data pendapatan, data pengeluaran, tingkat kesejahteraan,
dan kondisi-kondisi di lapangan yang berkaitan dengan penelitian. Informasi yang
diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian penjelasan dan pemaparan
dari informasi-informasi yang diperoleh, penyajian ke dalam bentuk Tabel,
tabulasi angka, serta gambar sesuai hasil yang diperoleh berdasarkan kategorinya.
Analisis Kontribusi Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah
Tangga Petani
Untuk menghitung besaran-besaran yang berhubungan dengan pendapatan
dan pengeluaran responden digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

13

1. Pendapatan total rumah tangga diperoleh dengan persamaan:
Itot = IPHBM + Inon-PHBM
keterangan: Itot
= pendapatan total rumah tangga
IPHBM
= pendapatan dari program PHBM
Inon-PHBM = pendapatan dari kegiatan non-PHBM
2. Pengeluaran total rumah tangga diperoleh dengan persamaan:
Ctot = ∑Ci
keterangan: Ctot = pengeluaran total rumah tangga
Ci = pengeluaran rumah tangga untuk jenis kebutuhan ke-i
3. Pendapatan per kapita dihitung dengan rumus berikut:
Ikpt = Itot / Ja
keterangan: Ikpt = pendapatan per kapita rumah tangga
Itot = pendapatan total rumah tangga
Ja = jumlah anggota keluarga
4. Pengeluaran per kapita dihitung dengan rumus berikut:
Ckpt = Ctot / Ja
keterangan: Ckpt = pengeluaran per kapita rumah tangga
Ctot = pengeluaran total rumah tangga
Ja = jumlah anggota keluarga
5. Besar kontribusi pendapatan dari program PHBM terhadap pendapatan total
rumah tangga dihitung dengan rumus sebagai berikut:
IPHBM
IPHBM % =

x 100%
Itot

keterangan: IPHBM% = kontribusi pendapatan PHBM
pendapatan rumah tangga
IPHBM = pendapatan dari program PHBM
Itot
= pendapatan total rumah tangga

terhadap total

6. Sedangkan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap pendapatan total
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Ci
Ci % =

x 100%
Itot

keterangan: Ci% = proporsi pengeluaran untuk kebutuhan ke-i terhadap
pendapatan total rumah tangga
Ci
= pengeluaran rumah tangga untuk jenis kebutuhan ke-i
Itot = pendapatan total rumah tangga

14

Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
Tingkat kesejahteraan petani penggarap lahan PHBM diukur melalui empat
pendekatan, yaitu pendekatan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten
Rembang, pendekatan garis kemiskinan Sajogyo (1971) dalam BPS (2008),
pendekatan garis kemiskinan menurut Direktorat Tata Guna Tanah Direktorat
Jenderal Agraria (Danusaputro et al. 1997), dan pendekatan garis kemiskinan
Bank Dunia (CIFOR 2007) seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Beberapa kriteria pendekatan garis kemiskinan
Kriteria pendekatan
UMR

Indikator
Pendapatan rumah
tangga (Rp/bulan)

Garis kemiskinan
≥ UMR Kab. Rembang
(Rp/bulan)

Sajogyo

Pengeluaran per kapita
(Rp/orang/tahun) setara
beras (kg/orang/tahun)

> 320 kg/orang/tahun

Direktorat Tata Guna Tanah

Pendapatan per kapita
per tahun (Rp/orang/tahun)

> 125% nilai sembilan bahan
pokok (Rp/orang/tahun)*

Bank Dunia

Pendapatan per kapita
per hari (Rp/orang/hari)

> US$ 1 (Rp/orang/hari)**

Keterangan : * sembilan bahan pokok yang dimaksud yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg
gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang
sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar
** US$ 1 = Rp 9.575,00 (per 4 Februari 2013)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kawasan Hutan Lindung
Letak dan Luas
Secara geografis, hutan lindung Gunung Lasem terletak antara 6 ̊ 30‟ s.d. 6 ̊
60‟ LS dan 111 ̊ 20‟ s.d. 112 ̊ BT. Kawasan hutan lindung Gunung tersebut masuk
dalam BKPH Gunung Lasem di bawah KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan)
Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Luas total areal lahan BKPH
Gunung Lasem adalah 2.497,74 ha. BKPH Gunung Lasem dibagi menjadi 3 RPH
(Resort Pemangkuan Hutan), yaitu RPH Kajar seluas 749,0 ha, RPH Sidowayah
seluas 998,8 ha, dan RPH Gandrirejo seluas 733,6 ha (Perum Perhutani 2011).
Berdasarkan administrasi pemerintahan, Hutan Lindung Gunung Lasem
termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kragan, Pancur, dan Lasem, Kabupaten
Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Rembang adalah
12.858, 56 ha, sedangkan luas hutan lindung Gunung Lasem adalah 2.497,74 ha.
Jadi luas kawasan hutan lindung Gunung Lasem merupakan 19,4% dari total luas
wilayah Kabupaten Rembang (AWAI 2002).
Topografi
Kawasan Gunung Lasem berupa bukit-bukit dengan kontur yang tidak
beraturan dan jarang ditemui bagian dengan kontur datar dalam luasan yang
cukup. Tinggi puncak Gunung Lasem 806 m diatas permukaan laut berada di
perbatasan wilayah Kecamatan Kragan dan Kecamatan Sluke . Sebagian besar
tingkat kelerengan hutan lindung Gunung Lasem tergolong curam , bahkan ada
yang kemiringan lahannya mencapai lebih dari 45 ̊ terutama di petak 9c, petak 10
dan petak 11 (AWAI 2002).
Jenis Tanah
Tanah yang ada di Gunung Lasem sebagian adalah tanah yang memiliki
tekstur berupa tanah liat/lempung berpasir dan sebagian lagi tanah liat dengan
tekstur berat. Untuk jenis tanah hampir seluruhnya terdiri dari asosiasi litosol dan
mediteran coklat kemerahan, hanya di sekitar Gunung Gondosari saja yang
merupakan grumusol kelabu tua (Perum Perhutani 2011).
Iklim
Hutan lindung Gunung Lasem menurut Schmidt dan