Kontribusi pengelolaan kopi dibawah tegakan dalam program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan

(1)

KONTRIBUSI PENGELOLAAN KOPI DI BAWAH TEGAKAN

DALAM PROGRAM PHBM TERHADAP PENDAPATAN

RUMAH TANGGA DI DESA PULOSARI

BKPH PANGALENGAN, KPH BANDUNG SELATAN

Oleh:

YUNI WIDIANINGSIH

E14102027

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

Yuni Widianingsih. E14102027. Kontribusi Pengelolaan Kopi Di Bawah Tegakan Dalam Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Di Desa Pulosari BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan. Di bawah bimbingan Dr. Ir Nurheni Wijayanto, MS.

Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia yang terus meningkat selalu dihadapkan pada berbagai permasalahan diantaranya adalah tingkat pendapatan yang rendah serta masalah dalam hak pemanfaatan lahan. Kebutuhan pokok berupa pangan bagi penduduk desa sekitar hutan diharapkan dari bercocok tanam, padahal lahan untuk bertani tidak mencukupi bahkan bagi banyak desa hutan tidak terdapat lagi lahan pertanian. Desakan kebutuhan hidup ini menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan dalam bentuk pencurian dan penyerobotan lahan sekitar hutan. Sebagai implementasi dari berbagai upaya penanggulangan permasalahn tersebut Perum Perhutani mengadakan suatu program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang berupaya agar manfaat dan keberadaan hutan dapat dirasakan oleh semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pengelolaaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM, mengukur seberapa besar kontribusi pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM, dan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM di lokasi penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulosari yang termasuk ke dalam wilayah kerja BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, yang dimulai pada bulan April hingga Juni 2006. Penelitian ini dilakukan secara sensus terhadap rumah tangga yang mengelola kopi di bawah tegakan dalam program PHBM yang sekaligus menjadi anggota KTH, kemudian dilakukan stratifikasi kepemilikan lahan, dimana rumah tangga dikelompokkan kedalam 3 strata kepemilikan lahan yaitu strata I rumah tangga yang menguasai lahan > 0,5 ha, strata II 0,25-0,5 ha, dan strata III < 0,25 ha. Alat-alat yang digunakan untuk keperluan kegiatan penelitian ini adalah alat tulis, kuisioner, kalkulator, dan alat dokumentasi berupa kamera. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden menggunakan kuisioner serta observasi langsung ke lapangan. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan sistem tabulasi, lalu dianalisis secara


(3)

deskriptif kualitatif. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan dikumpulkan melalui pencatatan.

PHBM kopi di bawah tegakan berada di Desa Pulosari, petak 39e, blok kubang sari, dibawah tegakan Eucalyptus tahun tanam 1985, dengan ketinggian 1400 m dpl, topografi datar, suhu udara rata-rata 20ºC, dan curah hujan rata-rata mencapai 1.000 mm/tahun-2.000 mm/tahun. Pemilikan dan penguasaan lahan sebagian besar petani sangat rendah bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan garapan sendiri, dengan adanya PHBM kopi luas penguasaan lahan petani dari lahan PHBM meningkat menjadi 63,16%. Kegiatan pengelolaan kopi di bawah tegakan meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, pengolahan hasil panen, dan pemasaran. Rata-rata pendapatan per tahun rumah tangga peserta program PHBM kopi di bawah tegakan pada strata I sebesar Rp. 78.372.815,-, strata II sebesar Rp. 4.249.058,- dan strata III sebesar Rp. 1.055.000,-. Pada strata I usaha tani PHBM sebesar 12,49% menempati urutan kedua setelah usaha tani non PHBM sebesar 75,23%, dan yang terakhir adalah usaha lain-lain yaitu sebesar 12,28%. Pada strata II usaha tani PHBM menempati urutan pertama dalam kontribusinya terhadap pendapatan total rumah tangga yaitu sebesar 52,72%, kemudian usaha lain-lain menempati urutan kedua sebesar 39,79%, dan terakhir adalah usaha tani non PHBM yaitu sebesar 7,49%. Untuk strata III usaha tani PHBM memberikan kontribusi sebesar 100% terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Secara keseluruhan usaha tani PHBM menempati urutan kedua setelah usaha tani non PHBM, tetapi kontribusi untuk petani pada strata II dan III sangat besar hal tersebut disebabkan keterbatasan penguasaan lahan yang dimiliki petani pada strata tersebut. Tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM 42 orang (56,75%) berada di atas garis kemiskinan dengan pengeluaran rata-rata/tahun Rp.2.064.150,- setara dengan 826 kg beras. 13 orang (17,57%) berada pada klasifikasi miskin dengan pengeluaran rata-rata/tahun Rp.665.435 ,- setara dengan 266 kg beras, dan 19 orang (25,68%) berada pada klasifikasi paling miskin dengan pengeluaran rata-rata/tahun Rp. 386.391,- atau setara dengan 155 kg beras.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lebak, Banten pada tanggal 6 Desember 1983 merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda M.Kosim Djohari dan Ibunda Embay Suningsih.

Pada tahun 1990 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SDN I Leuwiliang dan lulus pada tahun 1996, kemudian pada tahun yang sama, penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 1999, penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN I Leuwiliang dan lulus pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Pada tahun 2005, penulis memilih laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan (Poleksos) dan pada tahun yang sama penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Sancang-Kamojang dan KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada tahun 2006 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Kontribusi Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan Dalam Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.


(5)

i

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, sebagai salah satu syarat tugas akhir di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini penulis mengambil judul Kontribusi Pengelolaan Kopi Di Bawah Tegakan dalam Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Kakak-kakakku tercinta atas doa dan kasih sayangnya;

2. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan serta ilmu selama penyelesaian skripsi ini;

3. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Lin Nuriah Ginoga, Msi selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan masukan dan saran; 4. Seluruh jajaran staf BKPH Pangalengan atas bantuan yang telah diberikan

selama dilapangan;

5. Teman-teman tercinta, Linda, Indah, Adit, Teti, Fieta, dan Ona, untuk segala bantuan dan kebersamaanya;

6. Teman-teman MNH 39 atas kekompakan dan kebersamaanya; 7. Irfan Handrian atas perhatian, doa dan kasih sayangnya;

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan terhadap penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari semua pihak dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2006 Penulis


(6)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) .... 4

B. Kelompok Tani Hutan... 5

C. Agroforestri ... 5

D. Kopi (Coffea spp) ... 7

E. Kopi Arabika (Coffea arabica) ... 8

F. Rumah Tangga ... 9

G. Pendapatan Rumah Tangga ... 9

H. Tingkat Kesejahteraan ... 10

III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

B. Kerangka Pemikiran ... 11

C. Alat dan Bahan ... 12

D. Batasan Penelitian ... 12

E. Data dan Informasi yang Diperlukan ... 14

F. Metode Pengumpulan Data ... 15

G. Metode Pengambilan Contoh ... 15


(7)

iii IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas ... 18

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 19

C. Latar Belakang PHBM Kopi Pangalengan ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 25

B. Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan ... 29

C. Kontribusi Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan ... 32

D. Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(8)

iv

DAFTAR TABEL

No. Halaman Teks

1. Luas Hutan BKPH Pangalengan ... 18

2. Jumlah Petani PHBM Berdasarkan Umur...25

3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM...26

4. Mata Pencaharian Utama Petani PHBM ...27

5. Distribusi Petani Peserta Program PHBM ...27

6. Rata-Rata Penguasaan Lahan ... 28

7. Biaya Pengelolaan Usaha Tani ... 33

8. Pendapatan Usaha Tani ...35

9. Pendapatan Bersih Usaha Tani ...36

10.Pola Pengeluaran Rumah tangga ... 37

11.Pendapatan Bersih Rumah Tangga ...37


(9)

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman Teks

1. Kerangka Berfikir ... 12 2. PHBM Kopi Di Bawah Tegakan ... 29 3. Pemanenan Kopi ... 32


(10)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman Teks

1. Lokasi Penelitian ... ... 55

2. Identifikasi Responden .. ... 55

3. .. Informasi Lahan ...55

4. Pengeluaran ...56

5. Teknik Pengelolaan ...56

6. Aspek Teknis / Biaya Produksi ...58


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pembangunan kehutanan saat ini tidak bisa lepas dari kegiatan pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai akses terhadap sumberdaya hutan, dilain pihak hutan merupakan sumberdaya yang mempunyai fungsi produksi, fungsi konservasi, maupun fungsi sosial. Adanya masyarakat sekitar hutan yang mempunyai akses baik langsung maupun tidak langsung terhadap hutan bisa berdampak positif maupun negatif bagi kelestarian hutan itu sendiri. Akan tetapi, adanya masyarakat sekitar hutan yang memanfaatkan hasil hutan adalah suatu realita yang tidak bisa dihindari yang memang mereka telah hidup lama berdampingan dengan hutan dan menggantungkan hidupnya dari hutan.

Pengembangan usaha kehutanan merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan dan rehabilitasi lahan, sehingga potensi lahan meningkat dan masyarakat dapat memperoleh manfaat yang optimal melalui partisipasi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Dalam pembangunan hutan tersebut diharapkan masyarakat desa hutan mampu memberikan peran aktif dalam rangka pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management), sehingga keberhasilan pembangunan kehutanan tidak hanya ditentukan oleh pihak pengelola hutan, namun masyarakat ikut andil dan masyarakat merasa memiliki hutan.

Oleh karena itu Perum Perhutani (Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 136/Kpts/2001) membentuk suatu wadah kegiatan/sistem yang dinamakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), yang merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan bersama oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai kelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Dalam hal ini masyarakat dapat berbagi peran tanggung jawab, hak dan kewajiban juga dalam hal materi/produk dengan pihak Perhutani.


(12)

2

B. Perumusan Masalah

Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia yang terus meningkat selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang diantaranya adalah tingkat pendapatan yang rendah, serta masalah dalam hak pemanfaatan lahan. Keterbatasan sumberdaya manusia di pedesaan dapat juga menimbulkan permasalahan, terutama masyarakat desa sekitar hutan. Kebutuhan pokok berupa pangan bagi penduduk desa sekitar hutan diharapkan dari hasil bercocok tanam, padahal lahan untuk bertani tidak mencukupi bahkan bagi banyak desa hutan tidak terdapat lagi lahan pertanian, desakan kebutuhan hidup ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan dalam bentuk pencurian dan penyerobotan lahan sekitar hutan.

Sebagai implementasi dari berbagai upaya penanggulangan permasalahan tersebut Perum Perhutani mengadakan suatu program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang berupaya agar manfaat dan keberadaan hutan dapat dirasakan oleh semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Seperti pada sistem PHBM Kopi di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, yang merupakan salah satu solusi yang dapat diberikan Perum Perhutani bagi masyarakat Desa tersebut, agar kepentingan semua pihak dapat terpenuhi.

Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan suatu penelitian mengenai bagaimana sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM berlangsung, juga bagaimana kegiatan tersebut mampu memberikan kontribusinya terhadap pendapatan petani, sehingga dapat diukur bagaimana tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM di lokasi penelitian.

C. Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM.

2. Mengukur besarnya kontribusi hasil pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga di lokasi penelitian.


(13)

3

3. Mengukur besarnya tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM di lokasi penelitian.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM dilokasi penelitian.

2. Memberikan informasi mengenai besarnya kontribusi hasil pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga.

3. Memberikan informasi mengenai besarnya tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta program PHBM.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional (Perum Perhutani, 2001).

Perum Perhutani (2001) menyebutkan bahwa PHBM bertujuan untuk: 1. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan

pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan sumberdaya hutan.

2. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.

3. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah, sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan.

Di dalam keputusan ketua dewan pengawas Perum Perhutani No. 136/Kpts/DIR/2001, prinsip-prinsip dasar PHBM adalah:

1. Prinsip keadilan dan demokratis. 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan.

3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling menghargai. 4. prinsip kejelasan hak dan kewajiban.

5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan. 6. Prinsip kerjasama kelembagaan.

7. Prinsip perencanaan partisipatif.

8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur. 9. Prinsip perusahaan fasilitator.


(15)

5

B. Kelompok Tani Hutan (KTH)

Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang menyatukan diri dalam usaha-usaha dibidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta dalam melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari, oleh dan untuk anggotanya (Perum Perhutani, 1991).

Perum Perhutani (1991) menyatakan bahwa tujuan dibentuknya KTH adalah:

1. Membina dan mengembangkan usaha anggota dibidang proses produksi, pengelolaan, dan pemasaran hasil usaha.

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota.

3. Ikut serta membangun dan melestarikan hutan melalui kerjasama dengan Perhutani.

4. Memberikan pelayanan dan menyalurkan bantuan kepada anggota yang menyangkut kebutuhan usaha produktif seperti bibit, pupuk dan alat-alat pertanian.

5. Meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

C. Agroforestri

Salah satu cara pemecahan masalah dalam rangka pembangunan masyarakat desa hutan adalah meningkatkan kesempatan menghasilkan pangan, makanan ternak dan penyediaan kayu bakar tanpa harus mengorbankan fungsi hutan itu sendiri. Pola keterpaduan tersebut dikenal dengan istilah Agroforestri, yang merupakan aspek teknis dalam pelaksanaan kegiatan PHBM.

Agroforestri adalah sebuah nama kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohon, perdu, palmae, bambu dan sebagainya) ditanam bersama dengan tanaman pertanian dan atau hewan dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair, 1993).


(16)

6 Agroforestri adalah struktur yang dibangun oleh masyarakat setempat dalam rangka diversifikasi produksi melengkapi produksi bahan pangan yang dihasilkan untuk kebutuhan sendiri dari lahan tanaman semusim. Agroforestri lahir dari praktek tradisional pengelolaan hutan dan dikembangkan terus menerus oleh masyarakat setempat, keberadaan Agroforestri bukan merupakan hasil proyek-proyek agroforestri atau penghutanan kembali yang dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan hasil dari pilihan petani dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka dengan melakukan pengaturan dan pemulihan sumberdaya hutan, dibagi menjadi dua sistem yaitu Sistem Agroforestri Sederhana (Simple Agroforestry System) dan Sistem Agroforestri Kompleks (Complex Agroforestry system). Sistem Agroforestri Sederhana adalah perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai skema Agroforestri klasik. Sedangkan Sistem Agroforestri Kompleks atau singkatnya Agroforest adalah sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. (De Foresta, Kusworo, Michon, dan Jatmiko, 2000).

King dan Chandler (1978) dalam Kartasubrata (2003) membagi bentuk-bentuk Agroforestri antara lain:

a. Agrisilviculture yaitu penggunaan lahan untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan.

b. Silvopastoral yaitu sistem pengelolaan lahan untuk menghasilkan kayu dan juga untuk memelihara ternak.

c. Agrosilvopastoral yaitu sistem pengelolaan lahan untuk memproduksi pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus untuk memelihara ternak.

d. Multi Purpose Forest Tree Production System yaitu sistem pengelolaan lahan dengan menggunakan berbagai jenis kayu, tidak saja untuk menghasilkan kayu, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan pangan manusia atau pun pakan ternak.


(17)

7

D. Kopi (Coffea spp)

Adapun komponen tanaman tahunan yang diusahakan dalam program PHBM dilokasi penelitian adalah tanaman kopi. Menurut Najiyati dan Danarti (1999) Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain, tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya agak berbeda.

1. Sistem Perakaran

Meskipun tanaman kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada musim kemarau yang panjang bila di daerah perakarannya tidak diberi mulsa. Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya merupakan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek, cangkokan, atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah rebah (Najiyati dan Danarti, 1999).

2. Bunga dan Buah

Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun. Bunga kopi akan mekar pada permulaan musim kemarau sehingga pada akhir musim kemarau telah berkembang menjadi buah yang siap dipetik. Pada awal musim hujan, cabang akan memanjang dan membentuk daun-daun baru yang siap mengeluarkan bunga pada awal musim kemarau mendatang. Buah terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian lapisan kulit luar

(eksokrap), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp)


(18)

8 kadang-kadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali (Najiyati dan Danarti, 1999).

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora. secara ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada atau dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah. Kebutuhan pokok lainnya yang tak dapat diabaikan adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap penyakit. Setelah persyaratan tersebut dapat terpenuhi, suatu hal yang juga penting adalah pemeliharaan seperti pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama penyakit (AAK, 1988).

E. Kopi Arabika (Coffea Arabica)

Jenis Kopi yang diusahakan oleh petani peserta program PHBM di Desa Pulosari adalah jenis Arabika yang berasal dari Aceh Tengah. Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Golongan ini merupakan yang pertama kali dikenal dan dibudidayakan oleh manusia, bahkan merupakan golongan kopi yang paling banyak diusahakan sampai akhir abad XIX. Setelah abad XIX dominasi kopi Arabika menurun, karena ternyata kopi ini sangat peka terhadap penyakit Hemeileia Vastatrix (HV), terutama di dataran rendah (Najiyati dan Danarti, 2001). Beberapa sifat penting kopi Arabika diantaranya: 1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dengan

suhu 16-20°C

2. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan/ tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman 3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di


(19)

9 4. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai

kualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya, dan bila dikelola secara intensif bisa mencapai 15-20 ku/ha/th. Rendemen ±18% 5. Umumnya berbuah sekali dalam setahun

F. Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan semua anggota keluarga yang termasuk satu unit anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang sedang sekolah di kota atas biaya keluarga, orang lain yang ikut makan secara teratur meskipun tidak tidur di rumah, tidak termasuk orang yang tinggal di rumah, tapi tidak makan (Saefudin dan Marisa, 1984).

Menurut Kartasubrata (1986) menyatakan bahwa ciri-ciri umum rumah tangga petani di desa adalah sebagai berikut:

1. Rumah tangga mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai unit produksi, unit konsumsi, unit reproduksi (dalam arti luas) dan unit interaksi sosial ekonomi dan politik.

2. Tujuan utama rumah tangga di pedesaan adalah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.

3. Implikasi penting bagi pola penggunaan waktu adalah (a) rumah tangga petani miskin akan bekerja keras untuk mendapatkan produksi meskipun kecil, (b) mereka sering terpaksa menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil di dalam usaha taninya (c) rumah tangga petani miskin menunjukan ciri-ciri self exploitation.

Sajogyo (1978) dalam Kartasubrata (1986) menggolongkan rumah tangga pedesaan dalam tiga lapisan yaitu:

a. Buruh tani atau petani gurem adalah petani yang menguasai lahan < 0,25 ha.

b. Petani kecil adalah petani yang menguasai lahan antara 0,25-0,5 ha. c. Petani besar adalah petani yang menguasai lahan > 0,5 ha.


(20)

10

G. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan menjadi 3 golongan (Saefudin dan Marisa, 1984).

1. Gaji dan Upah

Merupakan imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah (di pasar tenaga kerja).

2. Pendapatan dari usaha sendiri

Merupakan nilai total hasil produksi dikurangi dengan biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang atau natura). Tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital milik sendiri (tanah, ternak, alat pertanian, dan lain-lain) tidak diperhitungkan. Dengan demikian pendapatan dari usaha tani misalnya, merupakan penerimaan atas tenaga kerja keluarga, tanah dan manajemen

(return to family labor, land and management).

3. Pendapatan dari sumber lain

Pendapatan yang diperoleh tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain: Menyewakan asset; ternak, rumah, dan barang lain, Bunga uang, Sumbangan dari pihak lain, Pensiun.

Pendapatan rumah tangga merupakan total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura, yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah, usaha rumah tangga atau sumber lain. Pendapatan rumah tangga diperoleh dari dua sumber, yaitu pendapatan yang diperoleh dari usaha sendiri (own production) baik usaha tani maupun usaha non pertanian. Sumber yang kedua berasal dari curahan waktunya dalam pasar tenaga kerja atau berburuh (market work) (Saefudin dan Marisa, 1984). Pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertanianya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain diluar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa angkutan, industri pengolahan dan lain-lain, bahkan kadang penghasilan diluar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya ((Biro Pusat Statistik (2000) dalam Komalasari (2002)).


(21)

11

H. Tingkat Kesejahteraan

Sajogjo (1977) dalam Komalasari (2002) berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga atau seseorang dapat dinilai dari besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengukuran tingkat kesejahteraan yang diukur, melalui pengeluaran rumah tangga dengan berpedoman kepada garis kemiskinan. Menilai garis kemiskinan dengan cara menghubungkan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan merupakan penilaian yang baik, dengan membuat ”patokan” penghasilan senilai harga beras sebagai ukuran garis kemiskinan, tingkat pengeluaran rumah tangga dipakai sebagai pengganti angka penghasilan dengan melihat sebagian pengeluaran rumah tangga adalah untuk makan pada taraf pengeluaran yang rendah.

Klasifikasi tingkat kemiskinan masyarakat berdasarkan pengeluaran total per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara beras yaitu:

1. Miskin, pengeluaran rumah tangga di antara 240 sampai 320 kg nilai tukar beras/orang/tahun. Klasifikasi ini disebut lapisan ambang kecukupan pangan, dimana lapisan ini rumah tangga dapat mencapai kebutuhan minimum pangan (kalori-protein).

2. Miskin sekali, pengeluaran rumah tangga diantara 180 sampai 240 kg nilai tukar beras/orang/tahun.

3. Paling miskin, pengeluaran rumah tangga dibawah 180 kg nilai tukar beras/orang/tahun.


(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan yang merupakan wilayah BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2006.

B. Kerangka Pemikiran

Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat petani, dimana sebagian besar bertempat tinggal di pedesaan. Keterbatasan sumberdaya manusia pedesaan dapat menimbulkan permasalahan, terutama masyarakat desa sekitar hutan. Desakan kebutuhan hidup menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan, berupa gangguan kelestarian dan fungsi hutan.

Perum Perhutani sebagai salah satu pengelola hutan sudah seharusnya dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan yang dapat diwujudkan dengan adanya keikutsertaan masyarakat di dalam kegiatan pengelolaan hutan. Selain itu juga upaya penerapan sistem Agroforestri dapat dikembangkan untuk pemanfaatan lahan secara optimal, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat langsung yang diperoleh guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dalam penelitian ini dicoba untuk mengetahui bagaimana sitem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM ini dapat memberikan kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan peran aktif masyarakat dan rehabilitasi lahan, sehingga potensi lahan meningkat dan masyarakat dapat memperoleh manfaat yang optimal. Selanjutnya dapat memberikan rekomendasi kepada Perum Perhutani dan pihak lain yang membutuhkan. Diagram Kerangka berfikir tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.


(23)

13

Gambar 1. Kerangka Berfikir C. Alat dan Bahan

Penelitian ini dilakukan terhadap rumah tangga yang mengelola agroforestry kopi dibawah tegakan dalam program PHBM yang sekaligus menjadi anggota KTH.

Alat-alat yang digunakan untuk keperluan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Alat tulis. 2. Kuisioner. 3. Kalkulator.

4. Alat dokumentasi berupa kamera.

D. Batasan Penelitian

1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai kelanjutan fungsi

Peningkatan kebutuhan masyarakat sekitar hutan

Perambahan lahan hutan (tekanan terhadap hutan)

Pengelolaan hutan

Manfaat Sosial

Manfaat ekonomi

Manfaat konservasi

Program PHBM

Peningkatan pendapatan


(24)

14 dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

2. Agroforestri adalah sebuah nama kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohon, perdu, palmae, bambu dan sebagainya) ditanam bersama dengan tanaman pertanian dan atau hewan dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan.

3. PHBM yang menjadi obyek analisis dalam penelitian ini adalah PHBM dengan pola Agroforestri yaitu pengelolaan tanaman Kopi di bawah tegakan.

4. Pengelolaan Kopi di bawah tegakan meliputi pengolahan tanah, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen, dan pemasaran.

5. Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang menyatukan diri dalam usaha-usaha dibidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta dalam melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari, oleh dan untuk anggotanya.

6. Responden terpilih adalah responden yang memiliki lahan garapan dan merupakan anggota KTH.

7. Rumah tangga dalam hal ini dibedakan menjadi dua macam yaitu rumah tangga biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan dan pada umumnya makan bersama dalam satu dapur. Sedangkan rumah tangga khusus adalah sekelompok orang yang tinggal di asrama, hotel, rumah sakit, penjara, dan sebagainya. Dalam hal ini konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep rumah tangga biasa.

8. Tingkat pendapatan adalah seluruh pendapatan yang diterima responden dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan lainnya yang dihitung dalam waktu satu tahun.


(25)

15 9. Pendapatan dari suatu bidang usaha adalah pendapatan yang diperoleh

suatu bidang usaha tertentu setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk bidang usaha tersebut.

10.Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga tersebut. Dalam penelitian ini yang dihitung merupakan pengeluaran pangan dan non pangan (pendidikan, kesehatan, bahan bakar, dsb).

11.Pengukuran tingkat kesejahteraan diukur melalui pengeluaran rumah tangga dengan berpedoman kepada garis kemiskinan.

E. Data dan Informasi yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari sumber-sumber data yaitu petani sebagai responden, data-data primer yang diperlukan dalam penelitian ini berupa informasi meliputi :

a. Data umum rumah tangga: nama, umur, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.

b. Data potensi ekonomi rumah tangga: luas pemilikan lahan, luas pemilikan lahan garapan, penguasaan lahan milik, status lahan milik, usaha bidang kehutanan, pertanian, peternakan, buruh, dan sebagainya. c. Pendapatan rumah tangga: besar pendapatan (dari hasil mengelola kopi

dan luar mengelola kopi seperti pertanian, peternakan, berdagang, dan sebagainya).

d. Pengeluaran rumah tangga: konsumsi untuk beras dan bukan beras, pendidikan, transportasi, kesehatan, pakan ternak, dan sebagainya. e. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menggarap kopi.

f. Data pola tanam, jarak tanam dan profil jenis tanaman dalam kegiatan PHBM.

Data sekunder adalah data yang menyangkut keadaan lingkungan baik fisik, sosial, ekonomi, masyarakat, dan data lain yang berhubungan dengan obyek penelitian yang tersedia baik ditingkat desa, kecamatan, maupun instansi-instansi terkait lainnya, meliputi:


(26)

16 a. Keadaan umum lokasi penelitian yang meliputi letak dan keadaan fisik

lingkungan, keadaan sosial ekonomi masyarakat.

b. Keadaan penduduk: umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, jumlah penduduk, dan sebagainya.

c. Data sumber-sumber pendapatan masyarakat

Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: petani, instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian dan lain-lain publikasi.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data meliputi: 1. Teknik Observasi

Mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti. 2. Teknik Wawancara

Data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap petani, pejabat-pejabat setempat, pemimpin formal dan informal. Wawancara ini dilakukan dengan cara wawancara terstruktur maupun wawancara bebas.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah disiapkan. Sedangkan wawancara bebas dilakukan tanpa kuisioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian. 3. Teknik Pencatatan

Mencatat dan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.

G. Metode Pengambilan Contoh

Penentuan responden dilakukan dengan cara sensus terhadap rumah tangga yang melaksanakan usaha pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM yaitu anggota KTH berdasarkan strata pemilikan lahan.

Kartasubrata (1986) menyatakan bahwa pembagian stratifikasi pemilikan lahan adalah sebagai berikut:

Strata I : pemilikan lahan > 0,50 ha

Strata II : Pemilikan lahan antara 0,25-0,50 ha Strata III : Pemilikan lahan < 0,25 ha


(27)

17

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Untuk pengolahan dan analisis data sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM dilakukan dengan cara analisis secara deskriptif berdasarkan hasil wawancara terhadap responden dan studi literatur.

2. Besarnya kontribusi pengelolaan kopi dibawah tegakan dalam program PHBM diolah dalam bentuk tabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif dan prosentase. Adapun analisis-analisis yang digunakan untuk mendapatkan informasi dan gambaran mengenai besarnya (a) pendapatan yang diperoleh rumah tangga dari masing-masing bidang usaha, (b) proporsi pendapatan rata-rata/tahun dari berbagai sumber, (c) kontribusi pendapatan dari hasil PHBM, dan (d) tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM.

Sedangkan persamaan-persamaan yang digunakan dalam pengolahan data adalah:

a. Pendapatan Total Petani Prt = Pa+Pb+...+Pn Dimana:

Prt = Pendapatan total rumah tangga/tahun

Pa,b,...,n = Pendapatan yang diperoleh dari bidang usaha ke-i b. Persentase Pendapatan dari Hasil PHBM

Pi % = Pi/Prt X 100% Dimana:

Pi% = Persentase pendapatan dari bidang usaha ke-i Pi = Pendapatan yang diperoleh dari bidang usaha ke-i Prt = Pendapatan rumah tangga/tahun

c. Pengeluaran Perkapita PK= Prt/Ja Dimana:

PK = Pengeluaran perkapita rumah tangga/tahun Prt = Pendapatan rumah tangga/tahun


(28)

18

d. Analisis biaya dan pendapatan Pb =

(PiCi) Dimana:

Pb = jumlah pendapatan bersih Pi = Pendapatan kotor ke-i Ci = Biaya ke-i

3. Tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM diukur berdasarkan pada klasifikasi Sayogyo. Klasifikasi tingkat kemiskinan berdasarkan pengeluaran total perkapita pertahun yang diukur dengan nilai setara beras, yaitu:

a. Miskin, pengeluaran rumah tangga di antara 240 sampai 320 kg nilai tukar beras/orang/tahun. Klasifikasi ini disebut lapisan ambang kecukupan pangan, dimana lapisan ini rumah tangga dapat mencapai kebutuhan minimum pangan (kalori-protein)

b. Miskin sekali, pengeluaran rumah tangga diantara 180 sampai 240 kg nilai tukar beras/orang/tahun

c. Paling miskin, pengeluaran rumah tangga dibawah 180 kg nilai tukar beras/orang/tahun


(29)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

BKPH Pangalengan adalah salah satu bagian dari unit kerja Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan di bawah pengelolaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, secara administratif kawasan wilayah kerja Perum Perhutani BKPH Bandung Selatan berada di Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Dibatasi oleh: sebelah Utara Perkebunan Teh Kertamanah, Wilayah Hutan BKPH Banjaran dan BKPH Ciparay KPH Bandung Selatan, sebelah Timur Batas Hutan KPH Garut, sebelah Selatan Perkebunan Teh Pasir Malang dan Wilayah Hutan BKPH Cileuleuy KPH Garut, dan sebelah Barat Wilayah Hutan BKPH Ciwidey KPH Bandung Selatan.

Luas hutan BKPH Pangalengan mencapai 8.734,65 ha meliputi 4 RPH, yaitu : RPH Papandayan, RPH Wayang Windu, RPH Pangalengan dan RPH Kancana. Berdasarkan fungsi hutan BKPH Pangalengan merupakan wilayah hutan Lindung. Data luas hutan yang berada di wilayah BKPH Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Hutan BKPH Pangalengan Berdasarkan Hasil Risalah Tahun 1998.

No. RPH Luas Hutan

Ha

1. Papandayan 1.077,00

2. Wayang Windu 2.749,38

3. Pangalengan 1.935,77

4. Kancana 2.974,66

Jumlah 8.736,81

Jenis tanaman kehutanan BKPH Pangalengan pada dasarnya berupa Rimba Campur seperti Rasamala, Eucalyptus, Pinus, dan lain lain. Wilayah kawasan hutan BKPH Pangalengan sebagian besar berbatasan dengan Perkebunan Teh PTP Nusantara VIII, bentuk lapangannya bergelombang dan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 1.700 m dpl, terletak hulu sungai DAS Citarum yang sangat potensial merupakan jantung


(30)

20

kehidupan bagi sekitar 11 juta manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS), kebutuhan air ribuan industri, 300 ribu hektar sawah, serta tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memasok kebutuhan energi di Jawa dan Bali. Sungai tersebut mengalir sampai ke pantai Utara Jawa Barat, sehingga perlu perhatian yang sangat khusus untuk menjaga baik keamanannya maupun kelestariannya sehingga didaerah tersebut terdapat beberapa instansi terkait seperti: PLTA, BP DAS ,BKSDA, Magma Nusantara Ltd., PTPN VIII, dan lain lain.

.

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Wilayah BKPH Pangalengan secara administratif terletak di Kecamatan Kertasari yang berjumlah 11 desa hutan dan Kecamatan Pangalengan sebanyak 5 desa hutan. Beriklim dingin dengan suhu udara rata-rata 20°C dan

Ketinggian 1.400 m dpl serta mempunyai kesuburan tanah pegunungan yang memadai untuk pertanian dan perkebunan.Tersebarnya kawasan hutan di daerah tersebut dan banyaknya jumlah desa sekitar hutan maka keadaan sosial ekonomi masyarakat cenderung berpengaruh terhadap hutan di sekitarnya dan perlu mendapat perhatian khusus.

PHBM kopi pangalengan berada di Desa Pulosari yang dibatasi oleh: Sebelah Utara : Desa Lamajang

Sebelah Selatan : Desa Margamekar Sebelah Barat : Desa Warnasari Sebelah Timur : Desa Pangalengan

Desa Pulosari memiliki luas wilayah 511.814,7 ha dengan ketinggian mencapai 1.200-1.500 m dpl dengan bentang wilayah datar, curah hujan rata-rata mencapai 1.000-2.000 mm/tahun, suhu udara rata-rata-rata-rata 15°-20°C. Jumlah

penduduk mencapai 8.188 orang, dengan wilayah hutan seluas 4.125 ha terdiri dari hutan Perum Perhutani, hutan BKSDA, dan perkebunan Pasir Malang. Kegiatan sehari-hari masyarakat desa Pulosari diantaranya bertani, beternak, berdagang dan jasa.


(31)

21

1. Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di Desa Pulosari pada umumnya digunakan untuk pertanian yaitu tanah sawah seluas 44,55 ha, tanah kering seluas 469,392 ha, tanah perkebunan meliputi perkebunan rakyat (154,000 ha), tanah perkebunan negara (353,300 ha) dan tanah hutan meliputi hutan lindung seluas 412,5 ha. 2. Kependudukan

Desa Pulosari hingga Desember 2005 memiliki jumlah penduduk sebanyak 9.193 jiwa, yang terdiri dari 4.894 jiwa penduduk laki-laki dan 4.299 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.645 KK.

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan di Desa Pulosari tergolong baik karena jumlah penduduk yang tidak tamat SD sedikit dibanding dengan jumlah penduduk yang tamat SD (4.457 orang), SMP (1.579 orang), dan SMA (1.043 orang) selain itu, juga terdapat beberapa orang yang memiliki jenjang pendidikan Perguruan Tinggi yaitu D1 (14 orang), D3 (3 orang) dan S1 (13 orang). Secara umum jenjang pendidikan penduduk terbanyak berada pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Selain itu di daerah tersebut juga tidak terdapat penduduk yang buta huruf.

4. Mata Pencaharian

Penduduk di Desa Pulosari sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebanyak (2.739 orang), sedangkan mata pencaharian lainnya adalah: petani (426 orang), buruh swasta (379 orang), pegawai negeri (49 orang), pengrajin (7 orang), pedagang (183 orang), peternak (400 orang), dan lain-lain. Mata pencaharian di daerah tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis daerah tersebut.

5. Potensi Produksi Pertanian

Potensi Produk pertanian di Desa Pulosari cukup beragam, dengan iklim yang mendukung maka untuk produksi sayuran sangat menguntungkan. Diantara penduduk Pulosari terdapat sebagian penduduk yang bekerja sebagai petani kopi dalam program PHBM di perum Perhutani. Produk pertanian yang


(32)

22

cukup potensial yaitu komoditas sayuran dan buah-buahan, diantaranya: Jagung (21 ton/ha), Cabe (9 ton/ha), Tomat (21 ton/ha), Sawi (26 ton/ha), Kentang (20 ton/ha), Kubis (25 ton/ha), Labu siam (27 ton/ha), Buah-buahan (58,7 ton/ha), dan Kopi (20 ton/ha).

C. Latar Belakang PHBM Kopi Pangalengan

Seperti yang telah diuraikan proses pembangunan dalam berbagai sektor harus selalu bekerjasama dengan semua elemen masyarakat. Pencapaian keberhasilan program dalam kondisi sekarang ini sulit dicapai bila tidak melakukan program kolaborasi yang tentunya ditujukan kepada kepentingan bersama dengan peran semua pihak sesuai dengan kapasitas yang diatur dalam program.

Pembangunan lingkungan harus mengutamakan manfaat nyata bagi masyarakat dan tidak boleh menghilangkan sistem yang telah ditentukan, yaitu manfaat ekologis, manfaat ekonomis, manfaat sosial dan budaya sistem ini harus dibangun seksama agar semua tercapai dengan baik. Kebijakan pembangunan nasional harus mampu memberikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini kontribusi sektor kehutanan khususnya Perum Perhutani perlu dipacu dan diberdayakan sesuai dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang tidak lepas dari aspek lingkungan hidup dan ekosistemnya.

Sistem PHBM yang digagas oleh Perum Perhutani dengan konsep kesepahaman ini akan memberikan manfaat bagi proses pembangunan lingkungan kawasan hutan dan kesejahteraan masyarakat. Seperti pada sistem PHBM Kopi di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan yang dimulai pada tahun 1997/1998.

Pada tahun tersebut terkenal dengan krisis multi dimensi termasuk dalam bidang ekonomi masyarakat pun ikut terpuruk selain itu gerakan reformasi yang tidak terarah akhirnya menghalalkan segala cara. Hutan menjadi salah satu sasaran yang sangat mudah untuk dijarah dan dirambah termasuk wilayah petak 39e yang merupakan sasaran perambahan dan penjarahan kayu.


(33)

23

Penanganan melalui patroli keamanan pun sulit untuk dilakukan untuk menembus kondisi masyarakat para perambah dan penjarah saat itu.

Melalui pendekatan-pendekatan tokoh kunci yang ada di Desa Pulosari yang terus menerus dilakukan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) bersama jajaran Perum Perhutani maka muncul salah satu solusi untuk pengamanan hutan melalui penanaman kopi di bawah tegakan. Dari gagasan tersebut maka dibentuk organisasi Kelompok Tani Hutan (KTH) Kubang Sari yang saat itu berjumlah 98 orang, dengan lahan seluas 54,51 Ha, hasil dari musyawarah bersama pada tahun 1999, dibuat perencanaan persemaian kopi.

Pada bulan Mei tahun 2000 mulai dilakukan penanaman sebanyak 24.000 pohon, termotivasi dari tanaman Kopi milik bapak H.Rukma di perkampungan, yang cukup menguntungkan walau dengan pola budi daya yang sangat sederhana. Tahap kedua pada bulan November 2001 dilakukan penanaman tanaman kopi secara serempak dengan jumlah tanaman sebanyak 63.596 pohon, walaupun relatif kecil volumnya dikarenakan belum adanya kesadaran masyarakat yang masih terpaku pada komoditas sayur mayur. Namun, seiring dengan pembinaan dan pengarahan serta dorongan motivasi secara terus-menerus, akhirnya masyarakat dapat menerima program ini. Selain itu kegiatan ini sangat menguntungkan baik dari segi lingkungan, pengamanan hutan, konservasi maupun ekonomi. Permasalahan penjarahan kayu hutan, setelah penanaman tanaman tersebut terkendali dan membaik. Tanaman kopi tahun tersebut yang berjumlah 87.596 pohon diperkirakan dapat dipanen tahun 2004. sampai dengan tahun 2004 jumlah yang dikerjasamakan 64,51 ha, sehingga jumlah total sampai dengan tahun 2005 berjumlah 326,25 ha. Dari tanaman kopi tahun tersebut yang berjumlah 87.596 pohon, tiap pohon rata-rata mampu menghasilkan 3 kg gelondongan, maka dalam setahun produksi yang dihasilkan sejumlah 262.788 kg/tahun.

Untuk pelaksanaan panen perdana dimulai pada bulan April 2004 dengan produktivitas panen perdana kopi sekitar 60%. Sehubungan dengan penanamanya yang tidak serempak, maka pemanenannya juga tidak seragam. Hasil panen sampai dengan Juli 2004 sebesar kurang lebih 37.416 kg (37,4 ton).


(34)

24

Selain itu untuk tanaman alih komoditi diperkuat dengan adanya SK. Direksi No. 136 tentang PHBM tahun 2001. Pada Tanggal 20 mei 2003 diterbitkan surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 522/1224/Binprod tentang penutupan Tumpangsari, maka dengan sendirinya masyarakat sepakat untuk menghentikan Tumpangsari, sehingga alih komoditi tanaman buah-buahan termasuk tanaman Kopi semakin kuat.

Pada tanggal 20 Desember 2003 kelembagaan lebih diperkuat dan diperluas program kerjanya, yang semula hanya KTH menjadi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), sekaligus dibentuk Forum PHBM Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan dan untuk mengoptimalkan program tuntutan masyarakat maka dibentuk Koperasi Usaha Bersama (KUB), Koperasi Kubang Sari Bandung Selatan pada tanggal 12 Februari 2005 di balai POS pengendalian PHBM petak 39 Pangalengan. Dengan harapan terbentuknya lembaga tersebut memudahkan pembinaan dalam berbagai bidang dan memudahkan kerjasama multipihak guna mencapai tujuan hutan lestari masyarakat sejahtera.


(35)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Petani peserta Program PHBM berjumlah 74 orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH). Penentuan pengambilan data responden dilakukan berdasarkan luas lahan andil yang dikelola, dimana petani dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I dengan luas lahan > 0,5 ha, Strata II 0,25-0,5 ha, dan Strata III <0,25 ha.

1. Umur Petani

Tabel 2. Jumlah Petani PHBM Berdasarkan Umur

Kelompok Umur (thn) Jumlah Petani %

20-29 5 6,76

30-39 13 17,56 40-49 22 29,73 >49 34 45,95 Jumlah 74 100,00

Umur petani berkaitan dengan penyediaan banyaknya tenaga kerja potensial dan produktif. Usia dewasa merupakan sumber utama tenaga kerja dalam usaha tani. Data pada Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah petani responden pada rumah tangga petani peserta program PHBM paling tinggi berada pada kisaran umur diatas 49 tahun. Selain itu terdapat hubungan positif yang kuat antara golongan luas tanah dengan proporsi kepala keluarga yang berumur diatas 49 tahun di daerah penelitian. Petani yang memiliki lahan PHBM pada strata I sebagian besar berada pada kisaran umur diatas 49 tahun, oleh karena itu pengelolaan lahan PHBM lebih banyak menggunakan tenaga buruh dari luar rumah tangga.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat menentukan tinggi rendahnya status seseorang di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dalam suatu masyarakat maka status sosialnya akan semakin tinggi pula. Tingkat pendidikan petani peserta program PHBM


(36)

26 umumnya masih rendah. Tingkat pendidikan petani peserta program PHBM dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM

Tingkat Pendidikan Jumlah Petani %

Tidak Sekolah 3 4,05

SD/SR 47 63,51

SLTP 11 14,88

SLTA 8 10,81

D3 2 2,70

S1 3 4,05

Jumlah 74 100,00

Berdasarkan pada Tabel 3 sebagian besar petani umumnya berpendidikan SD, yaitu sebanyak 63,15% dari total responden, tingkat pendidikan tertinggi petani didaerah penelitian yaitu sarjana sebesar 4,05% dari total responden, sedangkan persen lainnya sebanyak 2,70% diploma, 10,81 % SMU, 14,88 % SMP dan 4,05 % tidak bersekolah.

Meskipun pendidikan secara langsung kurang banyak hubungannya dengan bidang usaha tani, tetapi lama pendidikan baik formal maupun non formal secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani. Pendidikan yang ditempuh petani akan membantu petani dalam melakukan kegiatan intensifikasi, demikian juga halnya dalam kegiatan diluar usaha tani yang pada gilirannya akan menentukan perilaku dalam mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih inovatif terhadap perkembangan pertanian dan lebih mampu dalam optimalisasi lahan PHBM.

3. Mata Pencaharian

Sebagian besar petani responden bermata pencaharian utama sebagai petani kopi, hal tersebut dikarenakan terbatasnya lahan di daerah tersebut yang lebih banyak dikuasai instansi-instansi pemerintah maupun swasta. Selain sebagai petani, mata pencaharian lain dari petani responden yaitu sebagai


(37)

27 buruh, wiraswasta, karyawan, dan PNS. Sumber mata pencaharian responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Mata Pencaharian Utama Petani PHBM

Mata Pencaharian Jumlah Petani %

Petani Kopi 67 90,55

Petani Sayur 1 1,35

Wiraswasta 1 1,35

Buruh 2 2,70

Karyawan 1 1,35

PNS 2 2,70

Jumlah 74 100,00

4. Luas Pemilikan dan Penguasaan Lahan

Pemilikan dan penguasaan lahan sangat penting karena merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga bagi sebagian besar masyarakat desa. Perubahan pemilikan dan penguasaan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan pendapatan.

Tingkat pemilikan lahan sebagian besar petani peserta PHBM didaerah penelitian sangat rendah bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan garapan sendiri. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya hal tersebut disebabkan penguasaan lahan lebih banyak dipegang oleh instansi-instansi pemerintah maupun swasta, selain itu mereka juga tidak memiliki keahlian yang lain. Ini artinya bahwa petani sangat menggantungkan hidupnya dari pendapatan yang diperoleh dengan menggarap lahan usaha tani PHBM. Besarnya luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Petani Peserta PHBM Menurut Strata Luas Penguasaan Lahan

Strata Penguasaan Lahan (ha)

Petani Peserta PHBM

Jumlah %

Strata I > 0,5 46 62,16

Strata II 0,25-0,5 19 25,68

Strata III < 0,25 9 12,16


(38)

28 Tabel 6. Rata-Rata Penguasaan Lahan Petani Peserta Program PHBM

Strata Penguasaan Lahan (ha)

Lahan Milik (ha)

Lahan PHBM

(ha)

Total

(ha) % %

Total %

(1) (2) (1) (2)

Strata I > 0,5 2,37 1,82 4,19 56,56 43,44 100

Strata II 0,25-0,5 0,37 0,37 0,74 50,00 50,00 100

Strata III < 0,25 0,01 0,17 0,17 3,95 96,05 100

Rata-rata 0,92 0,79 1,70 36,84 63,16 100

Dari tabel 6 terlihat peningkatan luas penguasaan lahan petani dari lahan PHBM sebesar 63,16% dari total luas lahan yang dikuasai oleh petani, dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya program PHBM telah membantu peningkatan luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian.

5. Ketenagakerjaan

Cara mengusahakan dan mengelola lahan PHBM kopi di Desa Pulosari secara umum adalah sistem tenaga buruh yang digunakan berasal dari luar rumah tangga atau menyewa pekerja, hal tersebut dikarenakan sebagian besar petani memiliki luasan lahan yang cukup besar, selain itu beberapa petani memiliki pekerjan sampingan diluar usaha tani kopi sehingga menyebabkan waktu yang mereka punya tidak cukup selalu digunakan untuk mengurus kebun kopinya.

Pada setiap kegiatan pengelolaan kopi, tenaga pekerja yang digunakan dapat berasal dari luar rumah tangga ataupun berasal dari dalam rumah tangga, baik itu pria maupun wanita. Seperti pada kegiatan pengolahan tanah, biasanya petani kopi hanya mempekerjakan tenaga buruh pria saja hal tersebut dikarenakan pekerjaan tersebut dirasa terlalu berat untuk wanita, karena kegiatan ini dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara mencangkul, maka dipilih tenaga buruh pria, karena secara fisik lebih kuat dibandingkan dengan tenaga buruh wanita, dan dari segi efisiensi waktu, buruh pria bisa lebih cepat mengerjakannya dibandingkan buruh wanita.

Untuk kegiatan penanaman, dilakukan baik oleh tenaga kerja pria maupun wanita. Biasanya upah buruh rata-rata per hari untuk laki-laki sebesar Rp.


(39)

29 8.500,-/orang dan untuk wanita rata-rata sebesar Rp. 7.500,-/orang. Begitu juga untuk kegiatan pemeliharaan tenaga buruh wanita ikut serta, yaitu dengan menyabit rumput-rumput yang sudah mulai tumbuh disekitar pohon kopi, alat yang biasa digunakan berupa arit. digunakannya tenaga kerja wanita disamping ketelatenan dan keterampilannya tenaga buruh wanita upahnya pun sedikit lebih murah dibanding tenaga buruh pria. Untuk kegiatan pemanenan lebih banyak di gunakan tenaga buruh wanita karena tenaga buruh wanita lebih telaten dalam memanen buah kopi tersebut, tetapi untuk mengangkut kelokasi penimbangan tenaga buruh pria yang melakukan.

Lama hari kerja dalam sehari rata-rata 5 jam /hari dimulai dari jam 07.00-12.00 WIB. Rata-rata buruh yang dipekerjakan berbeda-beda tergantung luasan lahan andil yang dimilki petani tersebut. HOK dalam setahun rata-rata mencapai 288 hari.

B. Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan

Kegiatan pengelolaan kopi di bawah tegakan yang dilakukan oleh petani meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan), pemanenan, pengolahan hasil, dan pemasaran kopi.


(40)

30

1. Pengolahan Tanah dan Pengadaan Bibit

Pada umumnya pengolahan tanah dimulai pada musim hujan yaitu pada pertengahan bulan november-Desember, karena tanahnya lebih mudah diolah atau dicangkul dan tepat untuk penanaman. Alat yang biasa digunakan oleh para petani untuk pengolahan tanah hanya menggunakan alat tradisional berupa cangkul. Sebagian besar petani mengolah tanahnya dengan cara menyewa pekerja, ada juga yang memakai tenaga kerja keluarga sendiri biasanya tergantung luasan lahan andil yang dimiliki. Kegiatan pengolahan tanah atau persiapan lahan hanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Persiapan awal sebelum dilakukan penanaman yaitu dengan memasang ajir pada titik yang sesuai dengan tata letak dan jarak tanam yang telah direncanakan. Setelah ajir ditempatkan sesuai jarak tanam yang telah ditetapkan maka dibuat lubang tanam, ukuran lubang tanam yang dibuat biasanya 60 x 60 x 60 cm dan diberi pupuk kandang sebanyak 15-20 kg/lubang kemudian ditutup kembali dibiarkan selama 3-4 minggu sampai waktu penanaman.

Untuk pengadaan bibit kopi sebagian besar petani membelinya dari koperasi LMDH dengan harga berkisar antara Rp 1000-1500/bibit, biasanya bibit hasil dari persemaian atau generatif tetapi ada sebagian pula petani yang tidak membelinya atau menyemainya sendiri. Selain itu juga terdapat bantuan bibit dari instansi-instansi yang terkait seperti dari Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Magma Nusantara Ltd, dan dari Perum Perhutani sendiri.

2. Penanaman

Penanaman dilakukan diantara jaluran tanaman pokok dengan jarak antar tanaman kopi 2 m x 2 m juga ada pula yang menggunakan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m, untuk tanaman kehutanan Eucalyptus jarak tanamnya 3m x 3 m. Tanaman kopi yang masuk kedalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) memiliki tanaman tepi berupa pohon buah yaitu Alpukat dan tanaman sela berupa Rumput Gajah sedangkan untuk tanaman kopi yang tidak masuk kedalam RTT petani dengan swadaya menanam kayu sendiri dengan pola


(41)

31 yang telah ditentukan Perhutani dan bibit diperoleh dari Perhutani. Bibit yang digunakan adalah bibit yang siap tanam ± 30-40 cm. Penanaman dilakukan dengan menggali kembali lubang tanam yang telah diberi pupuk kandang.

3. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan merupakan faktor terpenting dalam penentuan produksi kopi yang dihasilkan (AAK, 2005). Kegiatan pemeliharaan pada tanaman kopi meliputi penyiangan, penyulaman, penggemukan (pemupukan), dan penyetekan.

Penyiangan dimaksudkan untuk membersihkan gulma/tanaman pengganggu di areal tanaman dikerjakan pada tahun pertama dan kedua setelah penanaman sedangkan pada tanaman dewasa dilakukan biasanya 1 tahun 4 kali atau minimal harus dilakukan 1 kali penyiangan dalam setahun. Setelah bibit ditanam, kebun harus diperiksa 2 kali seminggu dalam 2 minggu pertama, 1 kali seminggu pada umur 2-4 minggu dan 1 kali sebulan selama 6 bulan, jika terdapat tanaman merana atau mati maka harus segera disulam. Pemindahan bibit untuk disulam sebaiknya dengan sistim putaran dan dilakukan pada awal musim hujan (Perum Perhutani, 1990).

Pemupukan dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara bagi tanaman selain itu juga untuk memperbaiki kondisi tanah sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat menyerap unsur hara dengan jumlah yang cukup (Najiyati dan Danarti, 2001). Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk buatan seperti Urea dan NPK, serta pupuk organik seperti pupuk kandang dan kompos. Untuk pupuk buatan diberikan 2 kali dalam setahun dan untuk pupuk kandang 1-2 tahun sekali pada awal musim hujan. Selain menerima pupuk buatan dan pupuk kandang petani juga memberikan mulsa berupa daging buah kopi yang sudah mengering. Dosis untuk pupuk buatan rata-rata 2 x 25 gram/pohon/tahun, sedangkan untuk pupuk kandang rata-rata 2kg/pohon/tahun, tetapi ada juga ada beberapa petani yang tidak memupuk tanamannya sesuai dosis yang harusnya diberikan bahkan ada juga petani yang sama sekali tidak memberikan pupuk untuk tanaman kopinya dikarenakan keterbatasan dana.


(42)

32 Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh akan mencapai 12 m dengan percabangan yang rimbun dan tidak teratur, sehingga akan menyulitkan pemeliharaan, mudah terserang penyakit dan kesulitan dalam pemungutan hasil, sehingga diperlukan Pemangkasan pada cabang-cabang yang tidak produktif, biasanya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan, hal tersebut dimaksudkan agar tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Alat yang biasa digunakan petani untuk memangkas hanya memakai golok atau hanya menggunakan tangan saja.

4. Pemanenan

Tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya sudah mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Untuk mencapai tahap matangnnya kopi memerlukan waktu 6-8 bulan. Pemanenan biasa dilakukan pada bulan ke-4 sampai bulan ke-8, sehubungan penanamanya yang tidak serempak, maka pemanenannya juga tidak seragam, oleh karena itu kopi tidak dipetik sekaligus tetapi bertahap, buah yang sudah merah dipetik satu peratu dengan tangan sedangkan buah yang masih hijau ditinggalkan untuk dipetik nanti setelah kulitnya merah, pemungutan hasil dilakukan setiap 15 hari sekali. Rata-rata produksi yang dihasilkan tiap pohon mencapai 2-3 Kg.

Gambar 3. Pemanenan Kopi

5. Pengolahan hasil

Hasil produksi kopi yang diserahkan ke Perhutani berupa gelondong basah. Pengolahan kopi hasil panen hanya dilakukan sampai tahap gabah,


(43)

33 melalui proses penggilingan dengan alat untuk memisahkannya dengan kulit, kemudian dilakukan perendaman selama 1 hari, pengkoyakan agar lendir hilang kemudian dijemur selama ± 6 jam sampai kering, kemudian dilakukan pengepakan kedalam karung untuk dijual. Pengolahan kopi sampai menjadi tepung/serbuk yang siap dikonsumsi masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara digarang diwajan hingga kecoklatan kemudian digiling kembali untuk menjadi kopi bubuk, kegiatan tersebut dilakukan terbatas hanya untuk souvenir atau oleh-oleh bagi para tamu yang berkunjung.

6. Pemasaran

Pemasaran hasil pengolahan yang berupa gabah dilakukan oleh LMDH melalui Tim Pengelola Pengolahan Produksi dan Pemasaran (TP3K). TP3K sendiri bertugas mendata produksi kopi gabah yang ada di gudang/tempat penyimpanan, meminta penawaran harga kopi gabah kepada koperasi yang memiliki kontribusi pelayanan kepada para petani hutan dan bersama koperasi yang ditunjuk menetapkan besaran pemasaran oleh koperasi. Selanjutnya koperasi melakukan pemasaran dengan pihak perusahaan baik yang datang sendiri ataupun melalui pemesanan ke koperasi. Tujuan pemasaran saat ini masih ke daerah Medan.

C. Kontribusi Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan Dalam Program PHBM 1. Biaya Pengelolaan Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

Biaya pengelolaan usaha tani adalah biaya total pengelolaan yang dikeluarkan oleh petani. Biaya tersebut adalah biaya rata-rata yang dikeluarkan tiap tahunnya oleh petani meliputi biaya tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya bibit. Secara keseluruhan biaya pengelolaan usaha tani dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Biaya Pengelolaan Usaha Tani PHBM

Strata (ha) Luas Lahan (ha) Biaya Pengelolaan (Rp/th)

Strata I > 0,5 1,82 3.526.137

Strata II 0,25-0,5 0,37 616.500

Strata III <0,25 0,17 17.111


(44)

34 Berdasarkan tabel 7 biaya pengelolaan usaha tani PHBM pada masing-masing strata yang diamati memiliki nilai yang beragam. Biaya pengelolaan usaha tani PHBM tertinggi terdapat pada strata I yang memiliki luas lahan yang lebih besar dibandingkan dua strata lainnya, yaitu mencapai nilai rata-rata sebesar Rp. 3.526.137,- per tahun. Sedangkan untuk strata-rata II dan III besar nya biaya usaha tani PHBM rata-rata per tahunnya masing-masing adalah Rp. 616.500,- dan Rp. 17.111,-.

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa biaya rata-rata pengelolaan usaha tani PHBM per tahun sebesar Rp. 1.386.583,-. Pada strata I dengan luas lahan 1,82 ha, petani cenderung mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengelola lahannya dibandingkan dengan dua strata lainnya, karena semakin luas lahan maka biaya yang dikeluarkan untuk mengelola lahan usaha tani nya akan semakin besar, selain itu pada strata I umumnya petani menggunakan tenaga buruh orang lain dalam mengelola lahannya. Sedangkan luas lahan yang kecil pada strata II dan III, biaya pengelolaan lahannya lebih kecil dan jarang menggunakan tenaga buruh yang disewa untuk mengerjakan lahannya.

Tabel 8. Biaya Pengelolaan Usaha Tani Non PHBM

Strata (ha) Luas Lahan (ha) Biaya Pengelolaan (Rp/th)

Strata I > 0,5 2,37 70.859.389

Strata II 0,25-0,5 0,37 1.543.607

Strata III <0,25 0,01 288.257

Rata-rata 0,92 24.230.418

Dari tabel 8 dapat terlihat biaya pengelolaan usaha tani non PHBM (sayuran) pada masing-masing strata juga memiliki nilai yang beragam. Biaya pengelolaan yang dihitung juga meliputi biaya pupuk, tenaga kerja, dan bibit untuk setiap kali perioditas penanaman. Berdasarkan Tabel 8 terlihat pula bahwa biaya pengelolaan lahan usaha tani non PHBM pada strata I sangat tinggi yaitu rata-rata mencapai Rp. 70.859.389,-per tahun, untuk strata II dan III masing-masing sebesar Rp. 1.543.607,- dan Rp. 288.257,- sehingga biaya pengelolaan usaha tani non PHBM rata-rata sebesar Rp. 24.230.418,-per ha


(45)

35 per tahun. Biaya usaha tani non PHBM pada strata I lebih tinggi dibandingkan kedua strata lainnya hal ini disebabkan hampir seluruhnnya petani pada strata I memiliki lahan diluar PHBM, selain itu pada lahan tersebut dilakukan intensifikasi penanaman 3-4 kali dalam setahun, juga petani lebih banyak menggunakan tenaga buruh untuk mengelola lahannya. Sedangkan pada strata II dan III hanya sebagian kecil saja petani yang memiliki lahan milik sendiri selain itu, petani hanya menggunakan tenaga sendiri atau keluarga untuk mengerjakan lahannya hal tersebut dikarenakan luasan lahan yang relatif kecil.

Biaya usaha tani PHBM rata-rata sebesar Rp. 1.386.583,- per tahun, sedangkan utuk biaya usaha tani non PHBM (sayuran) adalah sebesar Rp. 24.230.418,- per tahun. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa biaya usaha tani non PHBM jauh lebih besar dibanding biaya usaha tani PHBM. Tingginya biaya usaha tani non PHBM disebabkan oleh intensitas pengelolaan lahan yang dilakukan untuk memberikan hasil yang diharapkan. Tanaman pada lahan usaha tani non PHBM merupakan tanaman yang cepat memberikan hasil sehingga membutuhkan kondisi kesuburan tanah yang tetap terjaga dan pemeliharaanya yang rutin untuk menghindari resiko kegagalan yang cukup tinggi akibat serangan hama dan penyakit, selain itu pemberian pupuk juga dilakukan secara bertahap. Jenis komoditi yang di budidayakan pada lahan usaha tani non PHBM diantaranya tomat, wortel, kentang, cabe, kol, kacang dan sampo. Pada lahan usaha tani PHBM, pengelolaan hanya dilakukan seperlunya saja karena tanamannya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan hasil dan petani cenderung untuk tidak perlu melakukan pengelolaan secara intensif. Hal ini yang menyebabkan biaya pengelolaan pada lahan usaha tani PHBM lebih rendah dibanding pada lahan usaha tani non PHBM.

2. Pendapatan Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

Pendapatan usaha tani adalah seluruh masukan yang dihasilkan dari memproduksi hasil komoditi yang ditanam sebelum dikurangi oleh berbagai macam biaya yang dikeluarkan untuk produksi.


(46)

36 Perbandingan pendapatan yang dihasilkan dari usaha tani PHBM dan usaha tani non PHBM tersaji dalam Tabel 9

Tabel 9. Pendapatan usaha tani PHBM dan Non PHBM

Strata Penguasaan Lahan (ha)

Usaha Tani PHBM (Rp/th)

Usaha Tani Non PHBM (Rp/th)

Total

(Rp/th) % %

Total %

(1) (2) (1) (2)

Strata I > 0,5 10.273.043 310.418.667 320.691.710 3,20 96,80 100 Strata II 0,25-0,5 2.314.947 8.191.111 10.506.058 22,03 77,97 100 Strata III < 0,25 1.053.333 483.750 1.537.083 68,53 31,47 100

Rata-rata 4.547.108 106.364.509 110.911.617 4,01 95,99 100

Dari Tabel 9 terlihat bahwa strata I pada masing-masing usaha tani memiliki pendapatan lebih besar dibanding pada strata lainnya. Hal ini berkaitan dengan luasan lahan yang dimiliki semakin luas lahan yang dikuasai semakin besar pula pendapatan yang dihasilkannya.

Pendapatan kotor yang dihasilkan usaha tani PHBM lebih kecil dibanding usaha tani non PHBM hal tersebut dikarenakan periode panen yang terjadi pada usaha tani non PHBM (sayuran) mencapai 3-4 kali dalam setahun, selain itu banyaknya jumlah komoditi sayuran yang ditanam juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang dihasilkan. Perioditas panen pada tanaman sayuran berbeda dengan tanaman kopi, Sayuran merupakan tanaman musiman yang dapat langsung dipanen rata-rata setiap 3-4 bulan sekali atau dapat mencapai 3-4 kali dalam setahun. Berbeda dengan tanaman kopi yang merupkan tanaman tahunan, kopi baru akan terasa hasilnya setelah mencapai umur 2,5-3 tahun.

3. Pendapatan Bersih Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

Pendapatan bersih dari usaha tani PHBM dan non PHBM merupakan hasil dari pengurangan antara pendapatan kotor dengan biaya pengelolaannya. Pendapatan bersih usaha tani PHBM dan non PHBM dapat dilihat pada Tabel 10


(47)

37 Tabel 10. Pendapatan Bersih Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

Strata Penguasaan Lahan (ha)

Lahan PHBM

Rp/th)

Lahan Non PHBM (Rp/th)

Total

(Rp/th) % %

Total %

(1) (2) (1) (2)

Strata I > 0,5 5.205.950 239.559.278 244.765.228 2,13 97,87 100 Strata II 0,25-0,5 1.351.205 6.647.504 7.998.709 16,89 83,11 100 Strata III < 0,25 878.222 195.493 1.073.715 81,79 18,21 100

Rata-rata 2.478.459 82.134.091 84.612.551 2,93 97,07 100

Dari tabel terlihat bahwa pendapatan bersih usaha tani PHBM pada strata I sebesar Rp. 5.205.950,-, pada strata II sebesar Rp. 1.351.205,-, dan pada strata III sebesar Rp. 878.222,- per tahun.. Pendapatan bersih rata-rata per tahun mencapai nilai sebesar Rp. 2.478.459,-. Pendapatan bersih untuk usaha tani non PHBM pada strata I sebesar Rp. 239.559.278,-, pada strata II sebesar Rp. 6.647.504,-, dan pada strata III sebesar Rp. 195.493,- per tahun. Pendapatan bersih rata-rata per tahunnya mencapai Rp. 82.134.091,-. Secara umum semakin luas lahan usaha tani PHBM maupun non PHBM maka pendapatan bersih yang diperoleh semakin besar.

Dari tabel diatas terlihat pula bahwa pendapatan bersih usaha tani non PHBM lebih besar dibanding dengan usaha tani PHBM yaitu rata-rata sebesar 97,07% dibanding usaha tani PHBM yaitu rata-rata hanya sebesar 2,93% terhadap total pendapatan usaha tani.

4. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Pada dasarnya pendapatan dan pengeluaran merupakan ukuran bagi tingkat hidup suatu rumah tangga. Umumnya semakin besar pendapatan yang diperoleh maka akan semakin besar pula jumlah pengeluarannya.

Pola konsumsi rumah tangga yang dimaksud adalah konsumsi untuk pangan dan bukan pangan. Konsumsi untuk bahan pangan terdiri dari makanan pokok (beras) dan lauk-pauknya. Sedangkan konsumsi untuk bukan pangan meliputi pendidikan, kesehatan, transportasi, dll. Pola pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 11.


(48)

38 Tabel 11. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Strata Penguasaan Lahan (ha)

Pangan (Rp/th)

Non Pangan (Rp/th)

Total

(Rp/th) % %

Total %

(1) (2) (1) (2)

Strata I > 0,5 3.889.796 1.901.184 5.790.979 67,16 32,84 100

Strata II 0,5-0,25 1.291.765 187.765 1.479.529 87,31 12,69 100

Strata III < 0,25 610.000 0 610.000 100 0 100

Rata-rata 1.930.520 696.316 2.626.836 73,49 26,51 100

Perbedaan tingkat pendapatan pada masing-masing strata juga akan menimbulkan perbedaan pola dasar konsumsi rumah tangga. Dari tabel diatas dapat dilihat pola pengeluaran rumah tangga responden pada masing-masing strata untuk konsumsi pangan (73,49%) lebih besar dibanding dengan konsumsi non pangan (26,51%), hal tersebut dikarenakan petani tidak memanen komoditinya untuk dikonsumsi sendiri melainkan hasil dari panen usaha tani non PHBM tersebut untuk dijual.

5. Pendapatan Bersih Rumah Tangga Responden

Pendapatan bersih rumah tangga responden merupakan hasil pengurangan antara pendapatan total rumah tangga responden, meliputi pendapatan usaha tani PHBM, usaha tani non PHBM dan pendapatan lain-lain dikurangi dengan total pengeluarannya meliputi konsumsi untuk pangan maupun non pangan. Pendapatan bersih rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pendapatan Bersih Rumah Tangga

Strata Penguasaan lahan (Ha)

Pendapatan Bersih Rumah Tangga Responden (Rp/th) Pendapatan Total

(Rp/th)

Pengeluaran (Rp/th)

Pendapatan bersih (Rp/th)

Strata I > 0,5 60.133.874 5.790.979 54.342.895

Strata II 0,25-0,5 3.407.023 1.479.529 1.927.494

Strata III <0,25 808.571 594.286 214.285


(49)

39 Dari tabel diatas dapat dilihat pendapatan bersih rumah tangga pada strata I rata-rata sebesar Rp.54.342.895,-, strata II sebesar Rp. 1.927.494,- dan pada strata III sebesar Rp. 214.286,- per tahun. Rumah tangga responden yang berada pada strata I memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan strata II dan III hal tersebut berkaitan dengan besarnya luasan penguasaan lahan. Sedangkan rata-rata pendapatan bersih rumah tangga peserta program PHBM adalah sebesar Rp. 18.828.225,- per tahun

6. Proporsi Sumber Pendapatan Terhadap Pendapatan Total

Proporsi pendapatan dalam kegiatan PHBM terhadap pendapatan total rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13.Kontribusi PHBM terhadap Pendapatan Total

Strata Penguasaan

lahan (Ha)

Sumber pendapatan Usaha Tani

PHBM (Rp/th)

Usaha Tani Non PHBM (Rp/th)

Lain-lain (Rp/th)

Total

(Rp/th) % % % total

Strata I > 0,5 9.785.714 58.962.612 9.624.489 78.372.815 12,49 75,23 12,28 100 Strata II

0,25-0,5 2.240.235 318.235 1690588 4.249.058 52,72 7,49 39,79 100 Strata III

<0,25 1.055.000 0 0 1.055.000 100 0 0 100

Rata-rata 4.360.316 19.760.282 3.771.692 27.892.291 15,63 70,85 13,52 100

Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa setiap rumah tangga peserta program PHBM mendapat hasil dari usaha tani PHBM nya rata-rata sebesar Rp. 4.360.316,- (15,63%), dari usaha tani non PHBM sebesar Rp. 19.760.282,- (70,85%) dan dari usaha lain-lain yang meliputi beternak, wiraswata, buruh dan lainnya sebesar Rp. 3.771.692,- (13.52%). Pada strata I usaha tani PHBM menempati urutan kedua setelah Usaha tani non PHBM yaitu sebesar 12,49%, untuk usaha tani non PHBM sebesar 75,23%, dan yang terakhir adalah usaha lain-lain yaitu sebesar 12,28%. Pada strata II usaha tani PHBM menempati urutan I dalam kontribusinya terhadap pendapatan total rumah tangga yaitu sebesar 52,72%, kemudian usaha lain-lain menempati urutan kedua sebesar 39,79%, dan terakhir adalah usaha tani non PHBM yaitu


(50)

40 sebesar 7,49%. Untuk strata III usaha tani PHBM memberikan kontribusinya sebesar 100% terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Secara keseluruhan usaha tani PHBM menempati urutan kedua setelah usaha tani non PHBM, tetapi kontribusinya, terutama untuk petani pada strata II dan III dirasa sangat besar sekali hal tersebut disebabkan keterbatasan penguasaan lahan yang dimiliki petani pada strata tersebut. Selain itu PHBM kopi pangalengan baru mencapai tahap panennya yang kedua sedangkan pada umumnya semakin bertambah umur kopi maka produksinya akan semakin meningkat hingga kopi tersebut mencapai usia optimal antara 7-9 tahun, sehingga usaha PHBM kopi nantinya dapat memberikan kontribusi yang besar bagi total pendapatan rumah tangga petani.

D. Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Sehubungan dengan negara kita masih tergolong kepada negara berkembang maka kecukupan pangan merupakan salah satu tolak ukur yang dianggap penting dalam menilai kesejahteraan masyarakat.

maka pengeluaran perkapita perlu dikonversi dengan harga beras sebagai makanan pokok di indonesia yang pada saat dilakukan penelitian berkisar sebesar Rp. 2.500,-/kg, seperti pada klasifikasi tingkat kesejahteraan berdasarkan pengeluaran per kapita rumah tangga pertahun, yang dikemukakan oleh Sajogjo. Secara terperinci komposisi rumah tangga petani dengan tingkat kesejahteraan berdasarkan sajogjo adalah sebagai berikut: 42 orang (56,75%) berada diatas garis kemiskinan dengan pengeluaran rata-rata/tahun Rp.2.064.150,- setara dengan 826 Kg beras. 13 orang (17,57%) berada pada klasifikasi miskin dengan pengeluaran rata-rata/ tahun Rp.665.435 ,- setara dengan 266 kg beras, dan 19 orang (25,68%) berada pada klasifikasi paling miskin dengan pengeluaran rata-rata/ tahun Rp. 386.391,- atau setara dengan 155 kg beras. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga petani PHBM kopi 56,75% dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari untuk kelangsungan hidupnya dari pendapatan usaha tani PHBM dan Usaha Non PHBM.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Program PHBM Kopi di BKPH Pangalengan dirasakan sangat besar manfaatnya selain budidayanya sangat sederhana, kopi sangat bagus ditanam dibawah tegakan kayu sekaligus dapat meningkatkan keamanan hutan, dan menjaga fungsi ekologis hutan. Pengelolaan kopi dibawah tegakan meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil, dan pemasaran.

2. Rata-rata pendapatan per tahun rumah tangga peserta program PHBM kopi di bawah tegakan pada strata I sebesar Rp. 78.372.815,-, strata II sebesar Rp. 4.249.058,- dan strata III sebesar Rp. 1.055.000,-. Pada strata I usaha tani PHBM sebesar 12,49% menempati urutan kedua setelah usaha tani non PHBM sebesar 75,23%, dan yang terakhir adalah usaha lain-lain yaitu sebesar 12,28%. Pada strata II usaha tani PHBM menempati urutan I dalam kontribusinya terhadap pendapatan total rumah tangga yaitu sebesar 52,72%, kemudian usaha lain-lain menempati urutan kedua sebesar 39,79%, dan terakhir adalah usaha tani non PHBM yaitu sebesar 7,49%. Untuk strata III usaha tani PHBM memberikan kontribusinya sebesar 100% terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Secara keseluruhan kontribusi PHBM kopi di bawah tegakan menempati urutan kedua yaitu sebesar 15,63%, setelah usaha tani non PHBM sebesar 70,85%, dan usaha lain-lain menempati urutan terakhir untuk kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 13,52%.

3. Terdapat 42 orang (56,75%) berada di atas garis kemiskinan dengan pengeluaran rata-rata/tahun Rp.2.064.150,- setara dengan 826 kg beras. 13 orang (17,57%) berada pada klasifikasi miskin dengan pengeluaran rata-rata/ tahun Rp.665.435 ,- setara dengan 266 kg beras, dan 19 orang (25,68%) berada pada klasifikasi paling miskin dengan pengeluaran rata-rata/ tahun Rp. 386.391,- atau setara dengan 155 kg beras.


(1)

Lampiran 1

KUISIONER PENELITIAN

KONTRIBUSI PENGELOLAAN KOPI DI BAWAH TEGAKAN DALAM PROGRAM PHBM TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI DESA PULOSARI BKPH PANGALENGAN KPH BANDUNG SELATAN

No. Responden :………

Tanggal :………

I. Lokasi Penelitian

1. Desa :………

2. Kecamatan :………

3. Kabupaten :………

II. Identifikasi Responden

1. Nama Kepala Keluarga :………

2. Pendidikan :………

3. Umur :………

4. Pekerjaan Utama :…………....

5. Alamat :…………..

6. Etnis (Asli/pendatang) :…………...

7. Anggota Keluarga :…………..

a. Jumlah istri : ...orang b. Jumlah anak : ...orang

Nomor : 1; 2 ; 3 ; 4 ;5;

Jenis Kelamin : ...

Umur :...

8. Pekerjaan Kepala Keluarga

Diluar pekerjaan utama : ( 1 )... ( 2 )... ( 3 )... 9. Pendapatan Sebulan

a. dari PHBM : Rp...

b. dari non PHBM : Rp...

beternak

(jenis ternak...) : Rp... berkebun

jenis tanaman : Rp... berladang : Rp...

III. Informasi Lahan

A. PHBM

1. Luas lahan garapan :...m² B. Non PHBM

1. Luas lahan garapan :...m²

2. Status lahan :...m²

a. milik sendiri : ...m²

b. sewa :...m²

c. ... :...m²

3. Peruntukan lahan

a. sawah :...m²

b. ... :...m²


(2)

57

Tabel 1. Pemanfaatan Produk

No. Jenis Produk Pemanfaatan Produk (Kg/pohon)

dijual sendiri bibit Harga/satuan 1

2 3 4 5

IV. Pengeluaran

1.Konsumsi : Rp.../bulan

2. Non Konsumsi

a. Pendidikan : Rp... b. Kesehatan : Rp... c. ... : Rp... d. ... : Rp... 3. Produksi

A. PHBM

Jenis tanaman :...

Tabel 2. Pengeluaran Untuk Produksi

Jenis Kegiatan Jumlah Pekerja Jumlah Hari

Kerja

Upah/orang Pria/Wanita/Anak Pengolahan tanah

Penanaman Pemeliharaan

a. Penyiangan b. Pemupukan c. Pemanenan d. ... B. Non PHBM

V. Teknik Pengelolaan

A.Pola Tanam Jenis

tanaman Jumlah

Pengadan bibit (beli/minta/persemaian)

Jarak tanam (teratur/tidak teratur)

Alasan penanaman 1. ...

2. ... 3. ... 4. ... 5. ...


(3)

58

1. Sebelum ditanami, apakah dilakukan pengolahan terlebih dahulu? (Ya / Tidak) 2. Alasan : ... .

3. Alat apakah yang digunakan untuk mengolah tanah? (Jawab : ...) 4. Bagaimana aturan dalam mengolah tanah? (Jawab : ... 5. Jenis kayu tersebut ditanam mulai tahun berapa? (Jawab : ...) 6. Adakah kesulitan yang dihadapi dalam hal :

a. Pengadan bibit : ... b. Penanaman : ...

c. …………..

B. Pemeliharaan Tanaman

Jenis

tanaman Pemeliharaan Keterangan

1. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 2. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 3. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 4. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 5. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 8. Alat yang digunakan untuk kegitan pemeliharaan :

a. Penyulaman : ... b. Penyiangan dan pendaringan : ... c. Pemupukan : ... d. Pemberantasan hama dan penyakit : ... 9. Adakah kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam hal pemeliharaan? (Ada / Tidak)

Jika ada, sebutkan : ... ...


(4)

59

VI.Aspek Teknis / Biaya Produksi

1. Kegiatan Produksi

No. Jenis Kegiatan Bulan Tenaga Kerja Jam Kerja Keterangan

1. 2. 3. 4.

5.

Persiapan Tanah Penyiapan Bibit Penanaman Pemeliharaan

a. Memupuk

b.Membersihkan c. Pendangiran d.Pemberantasan

hama/penyakit e. Lain-lain Pemungutan Hasil 2. Biaya Pupuk / Obat-obatan Jenis yang dipakai

Jumlah (kg/….) Harga ((Rp/kg) Dosis (kg/….) Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

VII. Aspek Hasil dan Cara Pemanenan

Jenis Tanaman

Frekuensi Pemanenan (….x/th)

Produksi Total (kg)

Harga Penggunaan Periode Panen

(bulanan/harian/tahun an)

1.

2.

3.

4.


(5)

45

No. Umur Pendidikan Jumlah Keluarga Dusun

Utama Sampingan 1 62 SR 3 Dangdang Petani Kopi Wiraswasta

2 60 SD 2 Pulo Wiraswsata Petani Kopi

3 55 SD 3 Cinangsi Petani Kopi 0

4 67 SD 2 Cinangsi Petani Kopi 0

5 50 SD 7 Pasanggrahan Petani Kopi 0

6 52 D3 5 Margamulya PNS Kopi, Sayur, Wiraswasta 7 58 SD 4 Kiarasanding Petani Kopi Buruh

8 48 SD 3 Kiarasanding Petani Kopi Buruh 9 41 SD 3 Kiarasanding Buruh Kopi, Wiraswasta 10 67 SD 2 Kiarasanding Petani Kopi sayur, Ternak 11 67 SD 3 Kiarasanding Petani Kopi Ternak 12 54 SD 2 Kiarasanding Petani Kopi sayur 13 41 S1 4 Sinar wangi Petani Kopi Sayur

14 49 SMP 4 Pulo Petani Sayur Kopi

15 37 STM 3 Sinar wangi Petani Kopi Sayur 16 45 Tidak sekolah 4 Laspada Petani Kopi Sayur

17 24 SMA 2 Laspada Petani Kopi 0

18 31 ALIYAH 3 Pulo Petani Kopi sayur, Wiraswasta 19 43 SMA 4 Sinar wangi Petani Kopi sayur, Wiraswasta 20 35 SMA 1 Laspada Karyawan PTPN Kopi 21 46 STM 3 Laspada Petani Kopi Kopi

22 54 S1 8 Pulo Petani Kopi Pensiunan

23 52 SMU 9 Pasanggrahan PNS kopi, Sayur, Wiraswasta 24 28 D3 2 Kiarasanding Petani Kopi Wiraswasta 25 56 SMP 6 Kiarasanding Petani Kopi Sayur 26 40 Tidak sekolah 4 Kiarasanding Petani Kopi Buruh

27 24 SD 3 Laspada Petani Kopi 0

28 38 SD 4 Kiarasanding Petani Kopi 0 29 27 SMP 3 Kiarasanding Petani Kopi 0 30 36 SD 4 Kiarasanding Petani Kopi Sayur, Ojeg 31 70 Tidak sekolah 9 Kiarasanding Petani Kopi 0

32 44 SD 4 Pulo Petani Kopi sayur, Wiraswasta 33 63 SD 5 Kiarasanding Petani Kopi Ternak 34 62 SMP 6 Taraju Petani Kopi Buruh 35 71 SD 5 Kiarasanding Petani Kopi 0 36 59 SR 5 Sinar wangi Petani Kopi Wiraswasta

37 55 SD 5 Pulo Petani Kopi Ternak

38 63 S1 5 Pasanggrahan Petani Kopi Wiraswasta 39 36 SD 4 Sirnasari Petani Kopi Ternak

40 37 SD 4 Sirnasari Buruh Kopi

41 58 SD 5 Sirnasari Petani Kopi Kopi 42 46 SD 5 Dangdang Petani Kopi Wiraswasta 43 58 SR 3 Sirnasari Petani Kopi Kopi 44 65 SR 2 Taraju Petani Kopi Pensiunan 45 40 SD 6 Dangdang Petani Kopi Kopi

46 47 SMP 4 Cinangsi Petani Kopi Ternak, Dagang,Sayur 47 38 SMP 5 Cinangsi Petani Kopi Sayur

48 50 SD 3 Cinangsi Petani Kopi kopi

49 30 SD 4 Cinangsi Petani Kopi 0

50 38 SD 6 Cinangsi Petani Kopi Buruh, Ternak 51 40 SD 3 Cinangsi Petani Kopi Buruh 52 40 SD 7 Cinangsi Petani Kopi Buruh 53 71 SD 6 Cinangsi Petani Kopi Wiraswasta

54 51 SD 3 Cinangsi Petani Kopi 0

55 68 SD 6 Cinangsi Petani Kopi buruh 56 68 SD 3 Cisarua Petani Kopi Karyawan PTPN 57 50 SD 4 Cisarua Petani Kopi Sayur

58 47 SD 3 Cinangsi Petani Kopi 0

59 37 SMP 4 Taraju Petani Kopi 0

60 45 SD 3 Taraju Petani Kopi Sayur

61 55 SMP 4 Kiarasanding Petani Kopi 0 62 39 SMP 3 Kiarasanding Petani Kopi 0 63 41 SD 3 Kiarasanding Petani Kopi 0

64 42 SD 4 Dangdang Petani Kopi 0

65 32 SD 4 Dangdang Petani Kopi Buruh

66 45 SD 5 Pulo Petani Kopi Buruh

67 39 SMP 4 Cinangsi Petani Kopi 0

68 47 SD 4 Cinangsi Petani Kopi 0

69 52 SD 3 Taraju Petani Kopi Sayur

70 54 SD 2 Taraju Petani Kopi Ternak

71 46 SD 5 Taraju Petani Kopi 0

72 47 SMP 5 Taraju Petani Kopi 0

73 38 SMA 3 Baru mekar Petani Kopi 0

Tabel Lampiran 1. Identitas Responden


(6)

45


Dokumen yang terkait

ANALISIS DAMPAK PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) TERHADAP TINGKAT KESUBURAN LAHAN DAN PENDAPATAN PESANGGEM RKPH SEKAR BKPH NGANTANG KPH MALANG

1 5 2

Curahan Teuaga Kerja Pesanggem Kayu Putih dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pesanggem di BKPH Sukun KPH Madiun

0 7 150

Kontribusi pendapatan penyadap getah pinus terhadap kebutuhan rumah tangga masyarakat sekitar hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 3 51

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam melakukan usaha agroforestri: studi kasus usaha agroforestri tanaman kopi di BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 12 453

Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo

1 6 55

Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat

2 12 54

Kontribusi Phbm Terhadap Perubahan Luas Hutan Dan Pendapatan Rumah Tangga Di Kph Ngawi, Jawa Timur

1 9 57

AGRIBISNIS KOPI LUWAK ARABIKA ( Studi Kasus Asosiasi Petani Kopi Luwak Three Mountain, Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung ).

0 10 30

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di KPH Pasuruan BKPH Lawang Barat

1 1 4