Kajian Kualitatif Residu Melengesterol Asetat (MGA) pada Daging Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA

KAJIAN KUALITATIF RESIDU MELENGESTEROL ASETAT
(MGA) PADA DAGING SAPI BEKU IMPOR DENGAN
METODE ELISA

AJENG HERPIANTI UTARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kualitatif
Residu Melengesterol Asetat (MGA) pada Daging Sapi Beku Impor dengan
Metode ELISA adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Ajeng Herpianti Utari
NIM B04090163

ABSTRAK
AJENG HERPIANTI UTARI. Kajian Kualitatif Residu Melengesterol
Asetat (MGA) pada Daging Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA.
Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT dan ARUM KUSNILA DEWI.
Melengesterol Asetat (MGA) merupakan hormon steroid anabolik
sintetik yang digunakan sebagai pemacu pertumbuhan dan menekan estrus
pada penggemukan sapi dara di beberapa peternakan pengekspor daging.
Sebagian besar steroid anabolik sintetik memiliki metabolisme yang kurang
baik sehingga dapat tersimpan dalam keadaan tidak berubah dalam hati,
ginjal, otot, dan lemak hewan. Residu MGA dalam daging sapi dapat
menyebabkan resiko gangguan kesehatan pada manusia seperti keracunan,
hipersensitivitas, karsinogenik hingga gangguan teratogenik, oleh karena itu
keberadaan residu MGA dalam daging sapi telah menjadi perhatian
pemerintah dan dunia dalam menjamin keamanan pangan asal hewan.

Enzyme Linked Immunosorbant Assay (ELISA) merupakan metode
serologis yang dapat mendeteksi keberadaan dan konsentrasi residu MGA
dalam daging sapi. Hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan
metode ELISA pada penelitian ini menunjukkan bahwa 83,72 % sampel
memiliki konsentrasi residu MGA yang berada di bawah batas maksimum
residu yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.
Kata kunci: daging sapi impor, ELISA, Melengesterol Asetat (MGA),
residu.

ABSTRACT
AJENG HERPIANTI UTARI. Qualitative Study of Melengesterol Acetate
(MGA) Residue in Imported Beef with ELISA Method. Supervised by
RAHMAT HIDAYAT dan ARUM KUSNILA DEWI.
Melengesterol Acetate (MGA) is a synthetic anabolic steroid
hormone used as growth promoter and suppress estrus in some feedlot
exporter. Most of the synthetic anabolic steroids have a poor metabolism so
it can be stored in an unchanging state in the liver, kidney, muscle, and fat
of animals. MGA residues in beef can lead the risk of health problems in
humans if it is high accumulates in the body such as toxicity,
hypersensitivity, carcinogenic to teratogenic disorders, therefore the

presence of MGA residues in beef have become the government and the
world concern in the safety of foods from animal origin. Enzyme Linked
Immunosorbant Assay (ELISA) is a serological method that can detect the
presence and concentration of MGA residues in beef. Results obtained by
using the ELISA method in this study shows that 83,72 % samples have
concentration of MGA residues in imported beef is below the maximum
residue limits established by Standar Nasional Indonesia (SNI 2000)
Keywords: Imported Beef, ELISA, Melengesterol Acetate (MGA), residue.

KAJIAN KUALITATIF RESIDU MELENGESTEROL ASETAT
(MGA) PADA DAGING SAPI BEKU IMPOR DENGAN
METODE ELISA

AJENG HERPIANTI UTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Kajian KuaJitatif Residu Melengesterol Asetat (MGA) pada
Daging Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA
: Ajeng Herpianti Utari
Nama
NIM
: B04090163

Disetujui oleh

'T

drh Rahmat Hidayat, MSi
Pembimbing I


Tanggal Lulus:

1 7 OCT iO iセ@

eWI

Pembimbing II

MSi

Judul Skripsi : Kajian Kualitatif Residu Melengesterol Asetat (MGA) pada
Daging Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA
Nama
: Ajeng Herpianti Utari
NIM
: B04090163

Disetujui oleh

drh Rahmat Hidayat, MSi

Pembimbing I

drh Arum Kusnila Dewi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan, dengan
judul Kajian Kualitatif Residu Melengesterol (MGA) pada Daging Sapi
Beku Impor dengan Metode ELISA.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak drh Rahmat
Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Dr drh Sus Derthi

Widhyari, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak
memberi bimbingan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada pembimbing skripsi kedua, Ibu drh Arum Kusnila Dewi,
MSi. dari Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok beserta staf Balai
Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok Jakarta Utara, yang telah
membantu dan memfasilitasi selama pelaksanaan penelitian dan proses
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibunda beserta seluruh keluarga besar, sahabat-sahabat terdekat, serta
teman-teman satu tim penelitian, dan angkatan 46 FKH Geochelone atas
segala dukungan dan doa.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor,

Oktober 2013

Ajeng Herpianti Utari


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

Tinjauan Pustaka

2

Daging Sapi


2

Melengesterol asetat

3

Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

4

METODE

5

Prosedur analisis data

5

Pengumpulan sampel (sampling)


5

Preparasi sampel

5

Prosedur ELISA

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Konsentrasi dari hasil analisa sampel dengan metode ELISA
2 Rataan akumulasi konsentrasi beserta jumlah sampel

6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Melengesterol asetat

3

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke
tahun menyebabkan jumlah kebutuhan pangan di Indonesia mengalami
kenaikan, tidak terkecuali kebutuhan pangan asal hewan, termasuk daging
sapi. Persediaan daging sapi tahun 2011 sebesar 449,31 ribu ton, yang
terdiri dari 292,45 ribu ton produksi lokal dan 156,85 ribu ton berasal dari
impor (Kementerian Pertanian 2011). Produksi daging sapi dalam negeri
tidak dapat memenuhi jumlah permintaan pasar, hal ini menyebabkan
pemerintah akhirnya mengambil keputusan untuk mengimpor daging sapi
dari negara-negara yang memiliki jumlah produksi sapi tertinggi di dunia.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap mengawasi secara ketat
keamanannya untuk memastikan daging sapi beku impor aman dikonsumsi
masyarakat.
Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan bahan lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2004. Aman untuk dikonsumsi dapat diartikan, bahwa
produk pangan tidak mengandung bahan yang dapat membahayakan
kesehatan atau keselamatan manusia, yaitu menimbulkan penyakit atau
keracunan (Bintoro 2009).
Salah satu residu hormon yang diawasi oleh pemerintah adalah
Melengesterol asetat yang digunakan sebagai pemacu pertumbuhan. Residu
MGA dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia,
seperti keracunan, hipersensitivitas, urtikaria, karsinogenik, hingga
menyebabkan gangguan teratogenik. Residu MGA dapat pula memicu
terjadinya kanker mamae, tumor ovarium, lesi uterus, kanker prostat pada
pria hingga menyebabkan infertilisasi dan maskulisisasi pada wanita dan
anak-anak (WHO 2009). Residu hormon tersebut dapat dianalisis secara
kualitatif dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).
ELISA merupakan pengujian imunoserologis berdasarkan ikatan antibodi
dan antigen. Prinsipnya adalah mendeteksi adanya antibodi atau antigen
dalam sampel. Adanya ikatan antara antigen dan antibodi yang berpasangan
ditandai dengan menggunakan enzim spesifik dan dideteksi melalui
penambahan substrat yang dapat dilihat secara visual melalui perubahan
warna atau dengan bantuan alat yang dikenal dengan ELISA reader dengan
panjang gelombang tertentu (Crowther 1995).

2
Perumusan Masalah
Melengesterol asetat (MGA) adalah hormon sintetik yang dapat
menghambat siklus estrus dan meningkatkan laju pertumbuhan sapi potong.
Hormon tersebut dimetabolisme di hati dan dapat terakumulasi dalam
jaringan lemak, ginjal dan mempengaruhi pertumbuhan otot rangka. Residu
MGA dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan kesehatan pada
manusia yang mengkonsumsinya seperti keracunan, hipersensitivitas,
kanker, hingga gangguan teratogenik apabila kadar residu melebihi batas
ambang maksimal residu yang ditentukan.

Tujuan Penelitian
Menganalisis kadar residu Melengesterol Asetat (MGA) secara
kualitatif pada daging sapi beku impor dengan uji ELISA.

Hipotesis Penelitian
Hipotesa penelitian ini adalah
H0 : Daging sapi beku impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok tidak
mengandung residu Melengesterol Asetat (MGA).
H1 : Daging sapi beku impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok
mengandung residu Melengesterol Asetat (MGA).

TINJAUAN PUSTAKA
Daging Sapi
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk
dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya (Soeparno 2005). Daging sebagai pemenuh kebutuhan
gizi setiap hari tercatat memiliki nilai gizi yang tinggi. Dalam pengertian
luas komposisi daging dapat diperkirakan terdiri dari 75 persen air, 19
persen protein, 3,5 persen subtansi nonprotein yang larut, dan 2,5 persen
lemak (Lawrie 2003). Menurut Departemen Kesehatan 1981, setiap 100
gram daging sapi mengandung kalori 207 kkcl, protein 18,8 gram, lemak
14,0 gram, kalcium 11 mg, phosphor 170 mg dan besi 2,8 mg (Soeparno
2005).
Daging segar didefinisikan sebagai daging yang belum diolah dan atau
tidak ditambahkan dengan bahan apapun. Daging segar dingin adalah
daging yang telah mengalami pendinginan setelah penyembelihan sehingga
temperatur pada bagian dalam daging antara 0 ºC dan 4 ºC. Sedangkan,

3
daging beku adalah daging segar yang sudah mengalami proses pembekuan
di dalam blast freezer dengan temperatur internal minimum -18 ºC (BSN
2008). Daging sapi beku impor dalam sampel yang diteliti merupakan
daging beku.
Melengesterol Asetat
Melengestrol asetat (17α-asetoksi-6-metil-16-methylenepregna-4,6diena-3,20-dion asetat, MGA) adalah progestogen yang digunakan sebagai
aditif pakan ternak untuk meningkatkan efisiensi pakan, meningkatkan laju
pertambahan berat badan, dan menekan estrus pada penggemukan sapi
betina. MGA diumpankan pada dosis harian 0.25 - 0.50 mg per sapi selama
90 sampai 150 hari sebelum penyembelihan (JECFA 2000). Standar residu
minimal MGA dalam daging sapi dengan metode ELISA adalah 1 μg/kg = 1
ppb (CODEX 2009) dan standar MGA = 25 μg/kg = 25 ppb (BSN 2000).
Gambar 1 Melengesterol asetat (17α-asetoksi-6-metil-16-

methylenepregna-4,6-diena-3,20-dion asetat, MGA)
Pemberian MGA awalnya merupakan salah satu terapi kontrasepsi.
Afinitas reseptor progesteron lebih besar pada MGA, MGA bahkan mampu
menghambat ovulasi pada konsentrasi rendah dan pada konsentrasi tinggi
mampu menunjukkan aktivitas estrogen (Perry et al. 2005). Setelah
diketahui bahwa sapi potong betina memiliki tingkat pertumbuhan dan
efisiensi pakan yang rendah dibandingkan dengan pejantan, maka
pemberian MGA tidak lagi untuk kepentingan terapi. Berdasarkan analisis
yang dilakukan Ducket dan Andre tahun 2000 efek penggunaan MGA dapat
menyebabkan penambahan jaringan otot pada sapi potong (Widiyani 2012).
WHO pada tahun 2009 menyatakan bahwa mekanisme MGA belum
diketahui secara jelas, namun MGA dapat merangsang sintesis ovarium dari
anabolik steroid estradiol. Sebagai sintetik progesteron, MGA memiliki
kemampuan untuk dapat menstimulasi anabolik steroid lain seperti estradiol
dan meningkatkan efisisensi produksi hewan. Jika diberikan secara peroral,
potensi bioaktivasi meningkat 10-100 kali lebih tinggi pada MGA jika
dibandingkan sintetik progesteron lain, sedangkan pemberian parenteral
memberikan aktivitas hormon 125 kali lebih tinggi dibandingkan
progesteron.
Laporan penelitian Schieffer tahun 2001, menyatakan bahwa residu
MGA dapat ditemukan dalam feses maupun urin sapi yang telah diberikan
imbuhan MGA dalam pakannya, oleh karena itu sebelum dilakukan
pemotongan dapat dilakukan analisis kadar residu MGA dalam feses. Dalam

4
studi tersebut menunjukkan bahwa dapat ditemukan residu MGA dalam hati
dan lemak sebesar 80 % dan di otot sebesar 45 %. MGA memiliki sifat
sangat lipofilik sehingga dapat terakumulasi 200 kali lipat dalam lemak
dibandingkan di dalam plasma darah. MGA juga dimetabolisme hampir
seluruhnya secara cepat di dalam hati (Peng et al. 2008).

Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah pengujian
wet-lab yang menggunakan antibodi dan perubahan warna untuk
mengidentifikasi suatu substansi. ELISA digunakan untuk analisis assay
biokimia yang menggunakan immunoassay enzim dan fase solid untuk
mendeteksi keberadaan suatu substansi dalam sebuah sampel cairan.
Substansi yang biasanya dideteksi adalah antigen, namun dapat juga
digunakan untuk mendeteksi antibodi. Antigen dari suatu sampel terikat
pada permukaan, kemudian antibodi spesifik dituangkan ke atasnya
sehingga dapat berikatan dengan antigen.
Antibodi tersebut terikat dengan sebuah enzim dan pada langkah
akhir, substansi yang mengandung substrat enzim tersebut akan
ditambahkan. Enzim yang paling banyak digunakan adalah Horseradish
peroxidase dan Alkaline phosphatase. Enzim ini dapat dilabel baik pada
antibodi maupun antigen yang akan membentuk warna dengan penambahan
suatu substrat. Pengujian secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
mengamati intensitas warna yang terbentuk (Burgess 1988).
Uji ELISA, membutuhkan minimal satu antibodi dengan spesifitas
terhadap antigen tertentu. Sampel dengan sejumlah antigen dimobilisasi,
kemudian ditambahkan deteksi antibodi sehingga membentuk kompleks
dengan antigen. Dalam setiap langkah pengerjaan, plate dicuci dengan
solusi deterjen ringan untuk membilas protein atau antibodi yang tidak
terikat secara spesifik. Setelah pencucian terakhir, ditambahkan substrat
enzim ke dalam plate untuk menghasilkan sebuah sinyal yang tampak jelas
dan mengindikasikan kuantitas antigen dalam sampel.
ELISA sebagai sebuah uji assay heterogen, berfungsi memisahkan
berbagai komponen pada campuran reaksi analitik dengan menyerap
komponen tertentu ke dalam fase solid di mana komponen tersebut
diimmobilisasi secara fisik. Di dalam ELISA, sebuah sampel cairan
ditambahkan pada stationary solid phase dengan ikatan khusus dan diikuti
dengan penambahan berbagai cairan reagent secara bertahap, inkubasi dan
pencucian yang diikuti dengan perubahan warna dalam cairan akhir.
Pembacaan kualitatif umumnya didasarkan atas deteksi intensitas cahaya
yang ditransmisikan oleh spektrofotometri yang juga melibatkan kuantitasi
transmisi gelombang cahaya spesifik melalui cairan. Sensitivitas deteksi
bergantung pada amplifikasi sinyal selama reaksi analitik. Sinyal dihasilkan
oleh enzim yang terikat oleh reagent deteksi pada proporsi yang telah
ditentukan untuk menghasilkan kuantifikasi yang akurat. Spesifisitas dan
sensitivitas dari uji ini dapat ditingkatkan sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi antigen atau antibodi yang lebih spesifik (Selleck 2007).

5
Teknik pengujian dengan metode ELISA dapat dilakukan dalam
beberapa format tergantung dari besar molekul yang akan dideteksi serta
tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang dikehendaki. Terdapat dua format
dalam metode ELISA yaitu Competitive ELISA dan Non Competitive
ELISA. Competitive ELISA merupakan format yang banyak dipakai untuk
pengujian antigen, toksin serta senyawa dengan molekul kecil. Competitive
ELISA dapat dibedakan menjadi Direct Competitive dan Indirect
Competitive. Non Competitive Sandwich ELISA terutama digunakan untuk
mendeteksi makromolekul. Tetapi format ini kurang sensitif untuk
mendeteksi senyawa dengan berat molekul kecil seperti antigen dan toksin
(Burgess 1988).

METODE
Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan membandingkan
dengan standar batas maksimum residu di Indonesia yang terdapat pada
Standar Nasional Indonesia.
Pengumpulan sampel (sampling)
Pengambilan sampel pada monitoring Pangan Segar Asal Hewan
(PSAH) dilakukan secara acak sederhana terhadap daging sapi beku impor
yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara berdasarkan
SNI 19-0428-1998.
Preparasi Sampel
Sampel daging masing-masing dipotong sebanyak 50 gram dan
ditambahkan 50 mL phosphate buffer kemudian dihancurkan dengan
stomacher hingga homogen. Selanjutnya ditimbang sebanyak 8 gram dari
larutan sampel tersebut ke dalam tabung sentrifuse 20 mL dan ditambahkan
8 mL petroleum ether, lalu dimasukkan dalam waterbath pada suhu 40 oC
untuk ekstraksi selama 16 jam, kemudian dimasukkan kedalam freezer
dengan suhu -60 oC. Setelah itu, dhomogenkan menggunakan sentrifuse
dengan suhu -15 oC selama 15 menit dan kecepatan 2000-3000 rpm, lalu
akan dihasilkan lapisan petroleum ether. Lapisan tersebut dipindahkan ke
tabung yang baru atau vial, didinginkan kedalam freezer bersuhu -60 oC,
kemudian dihomogenkan menggunakan sentrifuse dan dievaporasi pada
suhu 60 oC di dalam waterbath hingga kering. Hasil residu yang telah
dievaporasi dilarutkan kembali dengan 2 mL metanol lalu dikocok atau
dihomogenkan dengan vortex selama 20 detik dengan posisi vial tertutup
rapat. Setelah itu, dibekukan selama 45 menit pada -60 oC dan disentrifuse

6
kembali pada suhu -15 oC selama 5 menit dengan kecepatan 2000 - 3000
rpm, maka akan dihasilkan supernatan.
Supernatan dimasukkan ke dalam tabung baru dan dilarutkan dengan
5 mL aquades. Selanjutnya dimasukan ke kolom rida C18 dengan kecepatan
1 tetes per detik, yang sebelumnya telah dicuci dengan 1 mL campuran
larutan 20/80 v/v metanol/20 mM Tris-HCl pH 8.5. Kolom dicuci dua kali
dengan 1 mL campuran larutan 20/80 v/v metanol/20 mM Tris-HCl pH 8.5.
Dilakukan pencucian kolom dua kali dengan 1 mL 40/60 metanol/aquades,
kemudian dibuang dan dikeringkan. Kolom dicuci lagi dengan 1 mL
campuran larutan 80/20 metanol/aquades lalu ditampung ke dalam tabung
sampai kolom kering. Dilakukan pengencerkan eluate 1 : 1 dengan aquades
untuk mendapatkan larutan 40/60 metanol/aquades. Hasil pengenceran
tersebut digunakan untuk tes ELISA sebanyak 20 μL.
Prosedur ELISA
Reagen Ridascreen MGA ELISA Kit didiamkan terlebih dahulu pada
suhu kamar 20-25 ºC selama 1 jam. Enzim konjugat diencerkan
menggunakan buffer dengan perbandingan 1:11. Total larutan enzim
konjugat yang digunakan didapatkan dari perhitungan :
Jumlah sumur yang dipakai x volume enzim konjugat per sumur (50µl)
Anti-MGA antibodi juga diencerkan menggunakan buffer dengan
perbandingan 1:11. Total larutan Anti-MGA antibodi yang digunakan
didapatkan dari perhitungan :
Jumlah sumur yang dipakai x volume enzim konjugat per sumur (50µl)
Untuk melakukan kalibrasi standar diperlukan satu lubang sumur
untuk blanko (tanpa penambahan sampel, berisi pelarut), satu lubang sumur
untuk kontrol berisi enzim konjugat, dan 5 lubang sumur untuk larutan
standar yang berlainan konsentrasi (0.15; 0.45; 1.35; 4.05 dan 12.15 ppb)
serta 43 lubang sumur lainnya untuk sampel.
Setelah semua reagen disisapkan, dilakukan uji ELISA dengan cara
tiap larutan standar (diluted antibodi solution) sebanyak 20 μL dimasukan
ke dalam mikrotiter plate ELISA (0 ; 0.15; 0.45; 1.35; 4.05 dan 12.15 ppb)
duplo dan begitu juga 20 μL sampel untuk setiap sampel yang akan
dianalisis, 20 μL metanol 70% untuk kontrol, dan 20 μl metanol 70% untuk
blanko.
Kemudian ditambahkan 50 μL enzim konjugat (peroxidase conjugated
melengesterol asetat) ke setiap lubang sumur kecuali lubang sumur yang
berisi blanko. Larutan diaduk dengan pipet multichanel dengan melakukan
pemipetan dan mengeluarkannya kembali, sampai tiga kali.
Dari tiap-tiap lubang sumur yang sudah berisi larutan standar, contoh
maupun blanko dipipet masing-masing 50 μL dan dimasukkan ke dalam
lubang sumur yang sudah dilapisi 50 μL anti MGA antibodi dan
dihomogenkan perlahan (dengan cara tabung diputar seperti angka delapan
beberapa kali), ditutup dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang 20-25

7
ºC. Selanjutnya, cairan dalam sumur dibuang dan dicuci dengan larutan
pencuci (wash solution) 2 kali, kemudian dikeringkan dengan membalikkan
lubang sumur tersebut di atas kertas peresap air. Kemudian ditambahkan 50
μL substrat dan 50 μL Chromogen, dihomogenkan perlahan dan diinkubasi
30 menit pada suhu ruang dan dalam keadaan gelap.
Langkah selanjutnya ditambahkan 100 μL stop solution, dibaca
dengan panjang gelombang 450 nm. Pembacaan nilai absorbansi atau
optical density (OD) dilakukan kurang dari 30 menit setelah penambahan
stop solution dengan menggunakan ELISA reader Thermoscientific skanit
software 2.5.1 pada panjang gelombang 450 nm, dan hasil konsentrasi MGA
dinyatakan dalam part per billion (ppb).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mengunakan metode ELISA untuk mendeteksi residu
MGA secara kualitatif pada Daging sapi beku impor. Metode ini merupakan
pengujian serologis yang sederhana, sensitif, spesifik, efektif dan cepat
(Peng et al. 2008), sehingga cocok digunakan untuk pendeteksian rutin
residu hormon dalam daging. Prinsip pengujian ELISA adalah untuk
mendeteksi keberadaan antibodi atau antigen spesifik. Pada penelitian ini,
residu hormon MGA merupakan antigen, maka metode yang digunakan
adalah ELISA Sandwich atau ELISA antibodi ganda. Jika antigen dalam
sampel semakin banyak, maka semakin sedikit antigen yang dapat terikat
antibodi spesifik yang menempel pada permukaan well. Karena antigen
dalam sampel bersaing dengan antigen terkonjugasi atau antigen spesifik
tertaut enzim signal untuk dapat berpasangan dan berikatan dengan antibodi
spesifik yang menempel pada permukaan well (Burgess 1995)
Ikatan antara antigen dan antibodi yang berpasangan akan dikenali
dengan penambahan substrat yang terlihat melalui perubahan warna.
Semakin biru warna yang dihasilkan, semakin kecil kadar residu yang
terdapat dalam sampel yang dianalisis, hal ini menunjukkan bahwa yang
menang bersaing menempel pada antibodi spesifik adalah antigen spesifik
tertaut enzim signal lalu bereaksi dengan substrat dan chromogen sehingga
menimbulkan sinyal warna biru. Jadi, jika hasil menunjukkan kandungan
residu hormon banyak dalam sampel maka ditandai oleh sinyal yang
ditimbulkan tidak ada atau semakin sedikit warna biru yang dihasilkan, yang
berarti bahwa antigen yang diinginkan dalam sampel telah menang
berkompetisi dengan antigen tertaut enzim signal dan berikatan dengan antibodi
spesifik, sehingga substrat tidak bereaksi menimbulkan sinyal warna karena
tidak ada enzim signal yang ikut terikat. Hasil analisis ditentukan dengan
membaca optical density (OD) pada ELISA reader dengan panjang
gelombang 450 nm (Widiyani 2012).
Hasil pengujian ELISA pada residu MGA adalah hasil kalkulasi dari
hasil uji sampel dengan kurva standar uji ELISA. Kurva standar berperan
dalam menetapkan besarnya residu MGA. Limit deteksi yang digunakan
dalam pendeteksian residu hormon ELISA sebesar 0.075 ppb, limit deteksi

8
ini merupakan tingkat konsentrasi terendah dalam suatu substansi yang
dapat dideteksi oleh kit ELISA.
Hasil pengujian kandungan residu MGA dalam sampel daging sapi
beku impor dengan menggunakan metode ELISA, menunjukkan bahwa
sebanyak 36 dari 43 sampel berada di atas limit deteksi ELISA atau
mengandung residu MGA dengan nilai rataan konsentrasi residu sebesar
0.2058±0.1082 ppb (tabel 1) pada rentang nilai konsentrasi 0.075-0.444 ppb.
Jika kandungan residu MGA dalam sampel tersebut dibandingkan dengan
nilai batas maksimum residu (BMR) yang dalam ketetapan SNI No. 016366-2000, maka kandungan residu MGA semua sampel daging impor yang
dianalisis masih berada di bawah nilai BMR yaitu < 25 ppb (BSN 2000).
Sebanyak 83.72 % sampel daging sapi beku impor yang diperiksa dapat
dinyatakan positif mengandung residu MGA, meskipun kadarnya masih di
bawah nilai BMR. Nilai kandungan residu MGA yang diperoleh pada
penelitian ini juga berada di bawah ketetapan Codex Alimentarius
Commission (CAC 2006) yaitu sebesar 5 ppb pada daging atau jeroan sapi.
Kandungan residu MGA pada 22 sampel berada pada rentang nilai
konsentrasi tertinggi yaitu 0.150-0.450 ppb dengan rata-rata nilai
konsentrasi 0.275±0.076 ppb.
Angka batas maksimum residu (BMR) yang telah ditetapkan oleh
Badan Standar Nasional (BSN) lebih tinggi bila dibandingkan BMR yang
ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC), disebabkan BMR masih
mengacu pada Join Expert Committee on Food Authority (JECFA 2000)
sebagai pedoman penentuan BMR dalam bahan pangan asal hewan.
Beberapa negara memiliki beberapa ketetapan BMR berbeda-beda,
bergantung pada faktor resiko yang timbul pada setiap warga negara dan
berhubungan dengan faktor kebiasaan mengkonsumsi daging, berat badan
dan umur (Zahid et al. 2000).
Tabel 1 Konsentrasi dari hasil analisis sampel dengan menggunakan metode
ELISA
No

1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14

Jenis sampel/kode
(Daging Sapi)
Daging sapi FKH 4602
Daging sapi FKH 4604
Daging sapi FKH 4613
Daging sapi FKH 4616
Daging sapi FKH 4622
Daging sapi FKH 4625
Daging sapi FKH 4643
Daging sapi FKH 4610
Daging sapi FKH 4631
Daging sapi FKH 4607
Daging sapi FKH 4614
Daging sapi FKH 4611
Daging sapi FKH 4617
Daging sapi FKH 4605

Hasil
MGA
mg/kg = ppb
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
0.075
0.077
0.081
0.081
0.082
0.082
0.083

Keterangan
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
< 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075

9
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

Daging sapi FKH 4603
Daging sapi FKH 4609
Daging sapi FKH 4608
Daging sapi FKH 4615
Daging sapi FKH 4612
Daging sapi FKH 4606
Daging sapi FKH 4601
Daging sapi FKH 4635
Daging sapi FKH 4633
Daging sapi FKH 4634
Daging sapi FKH 4632
Daging sapi FKH 4621
Daging sapi FKH 4623
Daging sapi FKH 4639
Daging sapi FKH 4620
Daging sapi FKH 4629
Daging sapi FKH 4624
Daging sapi FKH 4638
Daging sapi FKH 4626
Daging sapi FKH 4637
Daging sapi FKH 4618
Daging sapi FKH 4619
Daging sapi FKH 4636
Daging sapi FKH 4642
Daging sapi FKH 4628
Daging sapi FKH 4640
Daging sapi FKH 4641
Daging sapi FKH 4627
Daging sapi FKH 4630

Rataan

0.084
0.084
0.089
0.089
0.093
0.111
0.112
0.170
0.182
0.184
0.192
0.206
0.216
0.244
0.248
0.249
0.252
0.252
0.254
0.261
0.272
0.292
0.296
0.325
0.356
0.377
0.380
0.403
0.444

0.2058±0.1082

> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075
> 0.075

Berdasarkan analisis residu MGA pada daging sapi menggunakan
metode ELISA diperoleh 7 sampel dari 43 sampel Daging sapi beku impor
dengan konsentrasi residu MGA di bawah limit deteksi ELISA atau tidak
terdeteksi residu MGA, dan dapat dinyatakan bahwa sebanyak 16.28 %
sampel Daging sapi beku impor negatif mengandung residu MGA.
Tabel 2 Rataan akumulasi konsentrasi beserta jumlah sampel
konsentrasi
Rataan
Standar
Jumlah
(ppb)
Akumulasi
Deviasi
sampel
< 0.075
< 0.075 (TT)
0
7
0.075-0.150
0.087
0.011
14
0.150-0.450
0.275
0.076
22
0.450-1.350
1.350-4.050
4.050-12.15
> 12.15
-

10
Keberadaan residu pada beberapa sampel menunjukkan bahwa
kemungkinan bahwa daging yang positif mengandung residu ELISA berasal
dari sapi-sapi yang telah diberikan perlakuan penambahan preparat hormon
MGA sebagai terapi hormon progesteron dalam bentuk sediaan kontrasepsi
progesteron komersial atau bahan imbuhan pakan untuk penggemukan sapi.
Hasil positif menunjukkan bahwa kandungan residu MGA masih di bawah
batas maksimum residu MGA mengindikasikan bahwa penggunaan hormon
MGA di negara asal daging sapi beku impor telah mengikuti protokol
withdrawal time (masa henti obat) yang telah ditetapkan Food and Drug
Administration (FDA) yaitu 48 jam setelah pemberian terakhir atau 48 jam
sebelum pemotongan dengan dosis yang diperbolehkan 0.25-0.50 mg/ekor
per hari pada penggemukan sapi (WHO 2009). Dosis MGA tunggal yang
diberikan untuk kontrasepsi secara implan, baik subkutan maupun
intramuskular adalah sebesar 3-40 mg/kg berat badan (Muson 2006).
Berdasarkan analisa residu MGA yang dilakukan Hoffman dan Evers tahun
1986, pada 258 ekor sapi yang diberikan MGA tanpa withdrawal time
menunjukkan hasil konsentrasi residu sebesar < 10 ppb pada 216 ekor, 1025 ppb pada 35 ekor dan 7 ekor sapi mengandung lebih dari 25 ppb.
Senyawa MGA memiliki kemiripan bentuk rantai dengan progesteron.
Progesteron berperan dalam peningkatan jumlah dan proliferasi sel.
Progesteron sebagai hormon steroid dapat memicu terjadinya mutasi gen
yang dapat menyebabkan terjadinya perkembangan sel abnormal hingga
membentuk sel kanker, terutama pada kelenjar mamae, ovarium,
endometrium, prostat hingga hati. Konsentrasi MGA dalam plasma darah
setelah mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung MGA sebanyak
0.03 ppb sebesar 0.5-1 pg/mL atau setara dengan 4000 kali dosis yang dapat
merangsang proliferasi sel MCF-7 yang dapat memicu kanker payudara
(WHO 2009). Berdasarkan studi oleh Doyle tahun 2000 konsumsi yang
terus-menerus juga dapat menyebabkan asma dan kanker prostat pada pria
(WHO 2009).
Dampak negatif residu hormon anabolik lainnya dapat mengakibatkan
reaksi keracunan, hipersensitivitas pada kulit, urtikaria, hingga
menyebabkan efek teratogenik. Berdasarkan hasil studi literatur, hormon
sintetik yang terkandung dalam produk makanan dapat menembus plasenta
dan dapat dideteksi pada jaringan fetal kelinci (WHO 2009).
Di Indonesia, penggunaan hormon pada pakan ternak telah dilarang
sejak tahun 1983, dan hanya mengizinkan penggunaan hormon untuk tujuan
terapi dan penanganan gangguan reproduksi di bawah pengawasan dokter
hewan begitu pula dengan pengontrolan withdrawal time. Berdasarkan Surat
Edaran Direktur Kesehatan Hewan Nomor 328/XII-c tanggal 4 Oktober
1983, hormon termasuk dalam golongan obat keras, yaitu berkhasiat keras
dan pemakaiannya berdasarkan resep dokter, jika tidak maka akan
mengakibatkan efek berbahaya bagi tubuh hingga menyebabkan kematian.
Keamanan pangan dan pelanggaran penggunaan bahan tambahan pangan
yang telah dinyatakan terlarang maupun yang belum diketahui dampaknya
terhadap manusia wajib diperiksa keamanannya terlebih dahulu oleh
pemerintah sebelum diedarkan diatur resmi dalam Undang-undang RI

11
nomor 7 tahun 1996 (RI 1996) dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan
(RI 2004). Pendeteksian residu MGA dalam daging impor merupakan salah
satu upaya penjaminan keamanan pangan bagi konsumen.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis konsentrasi residu Melengesterol asetat (MGA) dalam
daging sapi beku impor dengan metode ELISA pada penelitian ini, sejumlah
16.27% sampel tidak mengandung residu MGA. Sisanya, sebanyak 83.72 %
sampel mengandung residu MGA dengan konsentrasi rata-rata sebesar
0.2058±0.1082 ppb. Residu MGAl asetat dalam sampel berada dalam
jumlah yang tidak melebihi batas maksimal residu MGA yang ditetapkan
oleh Bandan Standar Nasional yaitu < 25 ppb (BSN 2000).

Saran
Hasil positif dalam penelitian yang menggunakan metode ELISA
dapat dikonfirmasi lanjut dengan menggunakan metode Liquid
Chromatography – Mass Spectrometri (LC-MS) maupun Gas Liquid
Chromatography – Mass Spectrometri (GC-MS).

DAFTAR PUSTAKA
Bintoro VP. 2009. Peranan Ilmu Dan Teknologi Dalam Peningkatan
keamanan Pangan Asal Ternak. Pidato Pengukuhan Diucapkan Pada
Peresmian Jabatan Guru Besar Dalam Teknologi Hasil Ternak Pada
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang (ID): Penerbit
Universitas Diponegoro.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 19-0428-1998 tentang
Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan. Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasonal.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar residu Hormon pada
Daging Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasonal.
[BSN] Badan Standar Nasional. 2008. SNI No. 3932:2008 tentang Mutu
Karkas dan Daging. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasonal.
Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosa dan Penelitian.
Gajah Mada University Pr, penerjemah artama WT. Terjemah dari:
ELISA Technology in Diagnosis and Research

12
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2006. Compendium of methods of
analysis identified as suitable to support codec MRLs developed by the
codex committee on residues of veterinary drugs in foods.
http://www.codexalimentarius.net
Crowther JR. 1995. ELISA Theory and Practice Methods in Molecular
Biology. New Jersey: Singapore Humana Press
Doyle E. 2000. Human Savety of Hormone Implants Used to Promote
Growth in Cattle-A Review of the Scientific Literature.Food Research
Institute. United States of America. University of Wisconsin.
Gardner IA, Cullor JS, Galey FD, Sischo W, Salman M, Slenning B, Erb
HN, Tyler JW. 1996. Alternatives for the validation of diagnostic assay
used to detect antibiotic residues in milk. Jornal Animal Veterinary
Medicine. Vol 209: 46-52.
[JECFA] Join Expert Committee on Food Authority. 2000. Residues of
some veterinary drugs in animals and foods. FAO Food and Nutrition
Paper 41/13
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Laporan Kinerja Kementerian
Pertanian 2011. Jakarta: Kemenerian Pertanian
Hoffman B, Evers P. 1986. Anabolic Agents with Sex Hormones-Like
Activities : Problems of Residues. Drug Residues in Animal. Florida,
Academic Pr. Hlm: 111-144.
Lawrie R. A. 2003. Ilmu Daging Edisi Kelima; penerjemah, Aminuddin
Parakkasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Muson L. 2006. Contraception in felids. Theriogenology, 66:126-134
Peng CF, Chen YW, Chen W, Xu CL, Kim JM, Jin ZY. 2008a.
Development of a sensitive heterologous ELISA method for analysis of
acetylgestagen residues in animal fat. Food and Chemistry, 109:647653.
Peng CF, Chen YW, Chen HQ, Xu CL, Jin YZ. 2008b. A rapidand sensitive
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)method and validationfor
progestogen multi-residues in feed.Journal Animal and Feed Science,
17:434-441.
Perry GA, Welshons WV, Bott RC, Smith MF. 2005.Basic of Melengesterol
acetate action as a progestin. Domestic Animal Endocrinology, 28:147161.
[RI] Republik Indonesia. 1996. Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996.
Pangan. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004. Keamanan, mutu, dan gizi pangan. Jakarta.
Santoso EB. 2001. Analisis Residu dalam Makanan Asal Hewan.
Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Hewan
Schieffer B, Daxenberger A, Meyer K, Meyer HM. 2001. The fate of TBA
and MGA after application as growthpromoters in cattle :
environmental studies. Environmenta Health Perspective, 109:11451151.
Selleck P. 2007. Serological Tests for The Detection of Antibodies Againts
Avian Influenza. Australia: CSIRO Australian Animal Health
Laboratory, Geelong

13
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
[WHO] World Health Organization.2009. Toxicology Evaluation of Certain
Veterinary Drug Residues in Food. WHO food additive seies:61.
International Programme on Chemical Safety. Hlm:70-89.
Widiyani Platika. 2012. Analisis Residu Hormon Melengesterol Asetat
dalam Daging Sapi yang Diimpor dari Australia dan Selandia Baru
Melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Zahid M, Lee NA, Kumar N, Iskander G. 2000. Pengembangan metode
ELISA untuk analisis cepat dan mudah terhadap residu antibiotik
enrofloksasin dalam makanan asal hewan dan laut.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 18 November
1991, merupakan putri pertama dari dua bersaudara Bapak drh Herbono dan
Ibunda Tuti Supiati.
Penulis menghabiskan masa sekolahnya di kota Madiun, Jawa Timur.
Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar di SDN 06
Kartoharjo, kemudian penulis menuntaskan pendidikan di SMPN 01
Madiun pada tahun 2006. Penulis telah dinyatakan lulus dari SMAN 02
Madiun pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi
mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan oleh Institut Pertanian Bogor
melalui seleksi masuk Ujian Talenta Mandiri (UTM).
Selama menjadi mahasiswa, penulis telah mengikuti beberapa
keorganisasian intrakampus, pada tahun pertama menjadi anggota
Organisasi Mahasiswa Daerah Madiun. Pada tahun kedua di Fakultas,
penulis menjadi anggota Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar FKH IPB.
Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Histologi
Veteriner II pada semester genap tahun ajaran 2011/2012.