Kajian Kualitatif Residu Trenbolon Asetat pada Daging Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA

KAJIAN KUALITATIF RESIDU TRENBOLON ASETAT
PADA DAGING SAPI BEKU IMPOR
DENGAN METODE ELISA

ZERLINDA AMELIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kualitatif Residu
Trenbolon Asetat pada Daging Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Zerlinda Amelia
NIM B04090183

ABSTRAK
ZERLINDA AMELIA. Kajian Kualitatif Residu Trenbolon Asetat pada Daging
Sapi Beku Impor dengan Metode ELISA. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT
dan ARUM KUSNILA DEWI.
Residu hormon pada daging merupakan bahaya kimia yang jika terakumulasi
pada tubuh manusia dapat menimbulkan gangguan organ reproduksi. Salah satu
residu hormon yang terdapat pada daging adalah trenbolon. Trenbolon adalah
hormon steroid sintetik testosterone yang dimanfaatkan sebagai pemacu
pertumbuhan pada ternak. Dalam tubuh, hormon ini akan dimetabolisme menjadi
trenbolone asetat dan 17β-trenbolon yang terdeposit di otot. Keberadaan residu
tersebut merupakan isu keamanan pangan yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu,
pemeriksaan residu hormon pada daging impor perlu dilakukan sebagai bentuk
usaha perlindungan konsumen. Enzyme linked immunosorbant assay (ELISA)
merupakan salah satu uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui
konsentrasi residu hormon dalam bahan pangan. Standar residu 17β-trenbolon

memiliki rentang konsentrasi 0, 25, 50, 100, 200, dan 400 ppt. Hasil pemeriksaan
ELISA pada 64 sampel menunjukkan bahwa daging sapi beku impor yang telah
diuji aman dari residu 17β-trenbolon sesuai dengan Codex Alimentarius
Commission.
Kata kunci: 17β-trenbolon, Daging beku impor, ELISA, Trenbolon asetat.

ABSTRACT
ZERLINDA AMELIA. Qualitative Study of Trenbolon Acetate Residue in
Imported Fozen Meat with ELISA Method. Supervised by RAHMAT HIDAYAT
and ARUM KUSNILA DEWI.
Hormone residues in meat are chemical hazard that can induce reproductive
disorders if accumulated in human’s body. One of hormone residue that can be
found in meat is trenbolone acetate. Trenbolone acetate is a steroid hormone
synthesized from testosterone and commonly used as growth promoter in livestock
animals. Inside the body, it will be metabolized in to trenbolone acetate and 17βtrenbolone that deposited in muscles. The presence of residues become a food
safety’s issue that needs to be concerned. Therefore, residues check in imported
meat must be done as one of customer’s protection effort. Enzyme linked
immunosorbant assay (ELISA) is a method that can be used to detect hormone
residue’s concentration in food product. Residue’s standard of 17β-trenbolon has
range of concentration starts from 0 25, 50, 100, 200, and 400 ppt. The result of

ELISA in 64 samples shows that imported frozen meat which have been tested are
safe from 17β-trenbolone’s residues which was stated by Codex Alimentarius
Commission.
Keywords: 17β-trenbolon, ELISA, Imported frozen meat, Trenbolon acetate

KAJIAN KUALITATIF RESIDU TRENBOLON ASETAT
PADA DAGING SAPI BEKU IMPOR
DENGAN METODE ELISA

ZERLINDA AMELIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi: Kajian Kualitatif Residu Trenbolon Asetat pada Daging Sapi Beku
Impor dengan Metode ELISA
: Zerlinda Amelia
Nama
: B04090183
NIM

Disetujui oleh

Drh Rahmat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Drh Arum Ku il
ewi, MSi
Pembimbing II

PhD APVet

Tanggal Lulus:


25 JUL 2013

Judul Skripsi : Kajian Kualitatif Residu Trenbolon Asetat pada Daging Sapi Beku
Impor dengan Metode ELISA
Nama
: Zerlinda Amelia
NIM
: B04090183

Disetujui oleh

Drh Rahmat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Drh Arum Kusnila Dewi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Drh H Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah residu pada daging sapi,
dengan judul Kajian Kualitatif Residu Trenbolon Asetat pada Daging Sapi Beku
Impor dengan Metode ELISA.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Rahmat Hidayat, MSi dan
Ibu drh Arum Kusnila Dewi, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr drh
Agik Suprayogi, MSc, AIF dan Dr drh Trioso Purnawarman, MSi yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf
Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok Jakarta Utara yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, seluruh keluarga, sahabat serta teman Geochelone 46 atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juni 2013
Zerlinda Amelia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Trenbolon Asetat (TBA)

2

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

4

METODE

5

Waktu dan Tempat

5


Bahan dan Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

Metode Penelitian

6

Pengumpulan sampel (sampling)

6

Preparasi Sampel Daging

6


Prosedur Tes ELISA

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Risiko Residu Hormon TBA dalam Produk Daging Impor

8

Penggunaan ELISA sebagai Uji Tapis Residu TBA

9

SIMPULAN DAN SARAN

10

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1 Nilai TBA pada sampel daging sapi beku impor
2 Reaksi silang 17β-trenbolon dengan zat lain

8
9

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia dari trenbolon asetat
2 Struktur kimia dari α-trenbolon dan β-trenbolon
3 Kurva standar ELISA untuk TBA

3
3
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian 17β-trenbolon asetat pada daging impor

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan nasional daging sapi dan kerbau di Indonesia mengalami
peningkatan pada tahun 2012 sebanyak 484 ribu ton, sedangkan ketersediannya
hanya 399 ribu ton (82.52 %) (Ditjen PKH 2012). Kekurangan persediaan daging
tersebut menyebabkan pemerintah mengimpor daging. Pengadaan daging sapi
impor perlu diawasi untuk mencegah adanya penyakit produk pangan asal hewan
dan residu obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.
Salah satu residu hormon yang diawasi oleh pemerintah adalah trenbolon
asetat yang digunakan sebagai pemacu pertumbuhan yang dapat meningkatkan
retensi penggunaan nitrogen sebagai protein tubuh dan meningkatkan massa otot
melalui hipertrofi dan hiperplasia (Squires 2003). Trenbolon asetat adalah hormon
steroid sintetik yang diimplantasikan secara subkutan atau diberikan secara oral
pada sapi dan domba. Trenbolon asetat pada daging meninggalkan residu 17βtrenbolon, sedangkan pada hati berupa 17α-trenbolon. Trenbolon memberikan efek
negatif terhadap organ reproduksi mamalia dari berbagai spesies (JECFA 1988;
Directorate Consumer Policy and Consumer Health Protection 1999). Bahaya
yang ditimbulkan residu hormon trenbolon harus diwaspadai dengan melakukan
pengawasan agar tidak membahayakan masyarakat.
Hormon tersebut digunakan di Negara Amerika Serikat, Kanada, Selandia
Baru, Australia, Afrika Selatan, Meksiko, dan Chile sejak tahun 1970, namun tidak
digunakan di negara-negara Uni Eropa. Indonesia mengimpor daging dari Australia,
sehingga pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap residu hormon
tersebut. Widiastuti et al. (2001) menjelaskan bahwa penggunaan dan peredaran
hormon tesebut masih dilarang di Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Surat
Edaran Direktur Kesehatan Hewan Nomor 328/XII-c tanggal 4 Oktober 1983.
Hormon juga diklasifikasikan dalam golongan obat keras berdasarkan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 806 Tahun 1994. Obat keras tersebut adalah obat yang
jika pemakaiannya tidak sesuai dengan ketentuan dapat membahayakan bagi hewan
dan atau manusia yang mengkonsumsi hasil hewan tersebut (Kementan 1994).
Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Kesejahteraan Hewan juga menegaskan perlu dilakukan pemeriksaan
dan pengujian terhadap bahaya kimiawi seperti residu hormon pada produk hewan
(RI 2012).
Residu hormon tersebut dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif
dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). ELISA merupakan
pengujian imunoserologis berdasarkan ikatan antibodi dan antigen. Prinsipnya
adalah mendeteksi adanya antibodi atau antigen dalam sampel. Adanya ikatan
antara antigen dan antibodi yang berpasangan ditandai dengan menggunakan enzim
spesifik dan dideteksi melalui penambahan substrat yang dapat dilihat secara visual
melalui perubahan warna atau dengan bantuan alat yang dikenal dengan ELISA
reader dengan panjang gelombang tertentu. Metode ELISA terdiri dari beberapa
konfigurasi antara lain: direct ELISA, indirect ELISA, ELISA penangkap antigen
atau ELISA sandwich, ELISA penangkap antibodi, dan competitive ELISA atau
ELISA pemblok (Crowther 1995). ELISA dapat digunakan sebagai alat screening

2
test residu hormon karena memiliki sensitivitas, spesifisitas dan presisi yang tinggi
(Oveisi et al. 2013). Selain itu, keunggulan dari uji ELISA yaitu sederhana, efektif
dan cepat (Gardner et al. 1996; Peng et al. 2008).

Perumusan Masalah
Trenbolon asetat (TBA) merupakan hormon anabolik sintesis yang daya
kerjanya sama dengan hormon testosteron diimplantasikan pada ternak sebagai
pemacu pertumbuhan. Hormon tersebut dimetabolisme di hati dan dapat
terakumulasi dalam jaringan lunak. Residu TBA berupa 17α-trenbolon dan 17βtrenbolon yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat yang
mengkonsumsinya apabila kadar residu melebihi ambang batas residu yang
ditentukan.

Tujuan Penelitian
Mengkaji kadar residu trenbolon asetat secara kualitatif pada daging sapi
beku impor dengan Uji ELISA.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi mengenai keberadaan dan kadar
residu hormon trenbolon asetat (TBA) pada daging impor sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan peraturan tindakan
karantina daging impor di tempat pemasukan yang telah ditetapkan secara resmi
oleh pemerintah.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah residu hormon TBA pada daging sapi beku
impor yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Pengujian residu
hormon dilakukan dengan Direct Competitive ELISA.

TINJAUAN PUSTAKA
Trenbolon Asetat (TBA)
Hormon sebagai pemacu pertumbuhan pada ternak umum digunakan di
Negara Amerika, Kanada, Selandia Baru, Australia, Afrika Selatan, Meksiko, dan
Chile. Penggunaan hormon tersebut diatur dan terdaftar oleh Food and Drug
Administration (FDA) sebagai butiran yang diimplantasikan secara subkutan pada
sepertiga bagian atas telinga ternak (FDA 2009). Hormon yang umum digunakan
sebagai pemacu pertumbuhan adalah zeranol, progesterone, estradiol benzoate,

3
estradiol, testosteron propionate, dan trenbolone asetat. Trenbolon asetat (TBA)
merupakan hormon anabolik steroid sintetik yang bersifat androgenik. TBA
diimplantasikan pada telinga ternak selama ± 60 hari sebelum pemotongan
(Widiastuti et al. 2001). Struktur kimia dari hormon TBA dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia dari trenbolon asetat (Horie 2000)
Hormon ini memiliki cara kerja yang sama dengan hormon testosteron. TBA
meningkatkan retensi penggunaan nitrogen sebagai protein tubuh dan
meningkatkan massa otot secara hipertrofi dan hiperplasia. Peningkatan protein
tubuh disebabkan sintesis protein otot bertambah dan atau degradasi protein
berkurang sebagai bentuk aktivitas reseptor androgen. Trenbolon asetat bekerja
secara langsung melalui reseptor androgen, atau tidak langsung dengan memodulasi
produksi hormon lain, seperti hormon pertumbuhan, tiroid dan insulin. Hormon
trenbolon ini akan bekerja pada otot melalui reseptor glukokortikoid untuk
mengurangi efek katabolik glukokortikoid (Jannat 2007, Squires 2003). Hal
tersebut mengakibatkan pengikatan reseptor testosteron dan estrogen, peningkatan
metabolisme protein, dan pengakumulasian massa otot rangka.
Metabolit TBA berupa 17α-trenbolon dan 17β-trenbolon terbentuk melalui
proses hidrolisis TBA menjadi 17β-trenbolon disebabkan adanya asam lemak rantai
panjang serta kolesterol pembawanya dan hanya terdapat di jaringan otot. Dua
puluh jam setelah aplikasi, 17β-trenbolon dan produk oksidasinya akan diubah
menjadi 17α-trenbolon melalui metabolisme empedu, kemudian dikonjugasikan
dalam bentuk glukoronida dan sulfat yang diekskresikan melalui urin dan feses
(Widiastuti et al. 2007). Residu 17α-trenbolon umumnya ditemukan pada hati,
sedangkan 17β-trenbolon umumnya ditemukan pada otot hewan ternak. Residu
hormon tersebut dapat juga ditemukan pada ginjal dan lemak, namun konsentrasi
tertinggi ditemukan pada otot (Directorate Consumer Policy and Consumer Health
Protection 1999). Maximal residue limits (MRL) menurut Codex Alimentarius
Commission, yaitu TBA pada otot adalah 2 μg/kg dan pada hati adalah 10 μg/kg
(Horie 2000).

Gambar 2 Struktur kimia dari α-trenbolon dan β-trenbolon (Horie 2000)

4
Hormon berperan penting bagi proses fisiologis tubuh, tetapi intake yang
berlebihan dapat menimbulkan efek samping. Efek samping akibat residu hormon
bagi kesehatan dilaporkan oleh lembaga International Agency for Research on
Cancer (IARC) yaitu terjadi peningkatan aktifitas berbagai jenis sel kanker. Efek
samping residu hormon anabolik pada manusia dapat berupa reaksi alergik seperti
urtikaria atau hipersensitivitas pada kulit, efek teratogenik, dan karsinogenik.
Residu yang terdapat di dalam produk hewan dapat mengakibatkan reaksi
keracunan (Santoso 2001). Trenbolon asetat dapat mempengaruhi organ reproduksi
mamalia berbagai spesies. Pada jantan dewasa, pemberian TBA secara injeksi atau
implantasi dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel pada testis, yaitu sel seminal
vesikel, pembesaran prostat, dan perubahan proses spermatogenesis. Pada betina
dewasa, pemberian hormon tersebut dapat menyebabkan maskulinisasi dan
perubahan atau penurunan siklus ovulasi. Pada penelitian yang melibatkan
sukarelawan wanita, pemberian 10 mg trenbolon asetat setiap hari selama 2 minggu
menyebabkan gangguan pada siklus menstruasi (Directorate Consumer Policy and
Consumer Health Protection 1999).

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) adalah pengujian wet-lab yang
menggunakan antibodi dan perubahan warna untuk mengidentifikasi suatu
substansi. ELISA berfungsi memisahkan berbagai komponen pada campuran reaksi
analitik dengan menyerap komponen tertentu ke dalam fase solid di mana
komponen tersebut diimmobilisasi secara fisik. Di dalam ELISA, sebuah sampel
cairan ditambahkan pada stationary solid phase dengan ikatan khusus dan diikuti
dengan penambahan berbagai cairan reagent secara bertahap, inkubasi dan
pencucian yang diikuti dengan perubahan warna dalam cairan akhir. Pembacaan
kualitatif umumnya didasarkan atas deteksi intensitas cahaya yang ditransmisikan
oleh spektrofotometri yang juga melibatkan kuantitas transmisi gelombang cahaya
spesifik melalui cairan. Sensitivitas deteksi bergantung pada amplifikasi sinyal
selama reaksi analitik. Sinyal dihasilkan oleh enzim yang terikat oleh reagent
deteksi pada proporsi yang telah ditentukan untuk menghasilkan kuantifikasi yang
akurat. Spesifisitas dan sensitivitas dari uji ini dapat ditingkatkan sehingga dapat
digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi yang lebih spesifik (Selleck
2007).
Teknik pengujian dengan metode ELISA dapat dilakukan dalam beberapa
format tergantung dari besar molekul yang akan dideteksi serta tingkat sensitivitas
dan spesifisitas yang dikehendaki. Terdapat dua format dalam metode ELISA yaitu
Competitive ELISA dan Non Competitive ELISA. Competitive ELISA merupakan
format yang banyak dipakai untuk pengujian antigen, toksin serta senyawa dengan
molekul kecil. Competitive ELISA dapat dibedakan menjadi Direct Competitive dan
Indirect Competitive. Non Competitive Sandwich ELISA terutama digunakan untuk
mendeteksi makromolekul (Burgess 1988).
Prinsip Competitive ELISA adalah adanya kompetisi antara antigen dan
antibodi. Pada pengujian kompetisi antibodi,antigen dibutuhkan untuk menangkap
antibodi secara langsung maupun antibodi spesifik ke substrat padat. Antibodi yang

5
telah dilabel bersaing dengan antibodi bebas atau antibodi yang tidak dilabel untuk
dapat menempel pada antigen. Semakin banyak antigen dalam sampel, semakin
sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada permukaan
well. Antibodi yang telah dilabel dapat dideteksi menggunakan antibodi spesifik
(Burgess 1988).
Direct ELISA adalah konfigurasi yang paling sederhana. Antigen secara
langsung diadsorbsikan ke substrat padat. Deteksi adanya antigen diketahui dengan
mencuci permukaan substrat dan menambahkan antibodi yang ditempeli enzim.
Hasilnya dapat dilihat dengan penambahan substrat. Diperlukan antiserum spesifik
untuk antigen tertentu pada konfigurasi ini. Antiserum spesifik harus
dikonjugasikan pada enzim. Keterbatasan konfigurasi ini dipengaruhi oleh sifat
pengikatan substrat padat dan kualitas antibodi indikator. Direct ELISA umumnya
digunakan dalam pengujian untuk mendeteksi suatu antigen. Kontaminasi pada
antigen dapat ditunjukkan dengan adanya warna pada supernatan. Warna yang
ditunjukkan tergantung dari substrat yang digunakan (Burgess 1988).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012 pada sampel daging yang diimpor
dari Australia dan diuji oleh Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok.
Pengujian ELISA dilakukan di Laboratorium Karantina Hewan Balai Besar
Karantina Pertanian Tanjung Priok, Jakarta.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sampel daging sapi
beku impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, metanol p.a.,
metanol 40%, metanol 80%, ter-butilmetileter p.a., Phospate Buffer Saline (PBS),
Na-asetat buffer, akuades, dan Ridascreen Trenbolon ELISA kit (kontrol negatif
dan positif hormon trenbolon asetat dan residunya (17β-trenbolon), washing
solution, konjugat, substrat solution, stopping solution).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain vortex, spuid 5 ml,
timbangan digital, mortar, sentrifuse, tabung sentrifuse, kantong sampel,
mikropipet 10–100 μl, microplate U, inkubator, refrigerator, waterbath Nevaporator, kolom C18, dan mesin ELISA (ELISA reader).
Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan
literatur mengenai batas maksimal residu trenbolon asetat.

6
Metode Penelitian
Pengumpulan sampel (sampling)
Pengambilan dilakukan secara acak sederhana terhadap daging sapi beku
impor sejumlah 64 sampel yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Preparasi Sampel Daging
Daging sapi beku impor dicairkan terlebih dulu, kemudian dibuang lapisan
lemaknya dan dihaluskan dengan mortar. Tiap 10 g sampel daging dihomogenkan
dengan 67 mM PBS sebanyak 10 ml dengan vortex selama 5 menit. Dalam tabung
sentrifuse bertutup, tiap 2 g sampel yang sudah dihomogenkan, dicampurkan
dengan 5 ml ter-butilmetileter kemudian dikocok kencang dengan vortex selama
30-60 menit dan disentrifus selama 10 menit pada 3 000 g. Sampel kemudian
didinginkan di dalam freezer (10–15 ºC) selama 15 menit.
Supernatan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus. Prosedur ekstraksi
diulangi lagi dengan 5 ml ter-butilmetileter kemudian dikocok kencang dengan
vortex selama 30-60 menit, disentrifus pada 3 000 g dan didinginkan di dalam
freezer (10–15 ºC) selama 15 menit. Hasil supernatan digabungkan, kemudian
lapisan eter dievaporasi dengan waterbath N-evaporator sampai kering dan
dilarutkan dengan 1 ml metanol 80%. Larutan metanol lalu diencerkan dengan 2 ml
PBS 20 mM.
Hasil pengenceran tersebut kemudian dipurifikasi dengan kolom C18. Kolom
dibilas dengan 3 ml metanol 100 ml dan 2 ml PBS 20 mM. Seluruh sampel sebanyak
3 ml dilewatkan ke dalam kolom. Kolom dibilas kembali dengan 2 ml metanol 40%.
Semua cairan yang berada di dalam kolom dikeluarkan dengan menggunakan
tekanan syringe atau dengan melewatkan gas N2. Larutan dieluasikan perlahan
dengan 1 ml metanol 80% dengan laju alir 15 tetes/menit. Larutan eluat lalu
ditampung dalam vial baru dan diencerkan menggunakan akuades dengan
perbandingan 1:2. Hasil pengenceran tersebut digunakan untuk tes ELISA
sebanyak 20 μL.
Prosedur Tes ELISA
Reagent Ridascreen Trenbolon ELISA Kit didiamkan pada suhu kamar (2025 ºC) sebelum digunakan selama 1 jam. Enzim konjugat diencerkan menggunakan
Na-asetat buffer dengan perbandingan 1:11. Total larutan enzim konjugat yang
digunakan didapatkan dari perhitungan:
Volume buffer (μL) = Jumlah well terpakai × volume enzim konjugat per well (μL)
Total enzim konjugat (μL) = 10% volume buffer + volume buffer

Anti-trenbolon antibodi juga diencerkan menggunakan Na-asetat buffer
dengan perbandingan 1:11. Total larutan Anti-trenbolon antibodi yang digunakan
didapatkan dari perhitungan:
Volume buffer (μL) = Jumlah well terpakai × volume anti trenbolon antibodi per
well (μL)

7
Total anti trenbolon antibodi (μL) = 10% volume buffer + volume buffer
Setelah semua reagen disiapkan, dilakukan tes ELISA dengan cara tiap
larutan standar dan sampel dipipet sebanyak 20 μL ke dalam tiap well. Sampel
diletakkan pada well antara 1A sampai 8H, sedangkan larutan standar dimasukkan
dalam dua well untuk tiap konsentrasi pada well antara 11A dan 12F. Pengenceran
enzim konjugat kemudian ditambahkan sebanyak 50 μL ke tiap well, selanjutnya
ditambahkan 50 μL anti-trenbolon antibodi ke tiap well. Plate lalu digoyangkan
agar homogen. Plate diinkubasikan selama 2 jam pada suhu ruang (20-25 ºC).
Setelah itu, cairan didalam well dibuang dan dicuci dengan 250 μL akuades ke
dalam well. Cairan di dalam well dibuang dan plate diketukkan ke tisu agar semua
cairan dapat terbuang secara sempurna. Tahap pencucian dengan washing buffer
dilakukan dengan hati-hati agar well tidak terlalu kering. Tahap pencucian ini
dilakukan sebanyak 3 kali.
Substrat 50 μL dan chromogen 50 μL ditambahkan ke tiap well, plate
digoyangkan agar homogen. Plate kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu
kamar (20-25 ºC) di tempat gelap. Stop solution ditambahkan sebanyak 100 μL ke
tiap well, plate digoyangkan kembali agar homogen. Penambahan stop solution
dilakukan dengan hati-hati, karena reagent mengandung asam sulfat. Absorbansi
dibaca pada panjang gelombang 450 nm, maksimal 30 menit setelah penambahan
stop solution.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Daging adalah sumber pangan yang berperan penting bagi manusia karena
kaya akan protein, vitamin, dan mineral. Pengadaan daging impor harus memenuhi
persyaratan keamanan pangan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah RI
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Persyaratan
keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi
untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia (RI 2004). Residu hormon TBA pada daging
termasuk bahaya kimia, sehingga perlu dilakukan pengujian hormon untuk
melindungi konsumen (Nazli et al.2005). Metode pengujian residu hormon yang
dapat dilakukan adalah dengan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbant Assay).
Hasil pengujian TBA dengan menggunakan ELISA dilakukan dengan
membandingkan nilai absorbansi dan akumulasi residu yang terdeteksi antara hasil
uji sampel dengan nilai standar uji ELISA. Nilai standar digunakan untuk
mengetahui residu TBA pada sampel. Batas deteksi ELISA yang digunakan untuk
mendeteksi residu TBA adalah 24.99 ppt dengan nilai absorbansi 1.074. Batas
deteksi adalah tingkat konsentrasi terendah yang dapat dideteksi dari suatu
substansi. Nilai dan kurva standar TBA disajikan pada Gambar 3.

Absorbansi (%)

8
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
25

50

100

200

400

Konsentrasi (ppt)
Gambar 3 Kurva standar ELISA untuk TBA
Pengujian sampel daging terhadap residu TBA dengan ELISA diperoleh hasil
sebanyak 68.75% atau 44 sampel dari 64 sampel terdeteksi mengandung TBA.
Rentang nilai kandungan TBA dengan ELISA yang terdeteksi pada sampel daging
sebesar 25.35-108.59 ppt, dengan nilai rata-rata residu TBA sebesar 58.09±48.36
ppt. Hasil pengujian sampel daging impor disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai TBA pada sampel daging sapi beku impor
Jumlah
sampel
20
34
9
1

Rataan
Absorbansi
0.940
0.738
0.554
0.390

Rataan Konsentrasi
(ppt)
< 25.00±0
70.24±14.76
123.59±21.63
217.19±0

Penggunaan hormon pertumbuhan seperti TBA di peternakan sapi bertujuan
meningkatkan berat karkas, rata-rata pertumbuhan, dan efisiensi pakan. Hasil
positif ELISA menunjukkan adanya penggunaan hormon TBA oleh negara
pengekspor daging ke Indonesia, baik secara tunggal, maupun dikombinasikan
dengan hormon endogen lain. Hasil pengujian ELISA memiliki nilai lebih rendah
dibandingkan maximum residue limits (MRL) TBA pada daging yang ditetapkan
oleh Codex Alimentarius Commisions yaitu 2 ppb atau 2 000 ppt (Horie 2000; CAC
2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan TBA di negara asal telah
mengikuti aturan waktu henti obat (withdrawal time) yang telah ditetapkan, yaitu
sekitar 60 hari (Widiastuti et al. 2007).

Risiko Residu Hormon TBA dalam Produk Daging Impor
Trenbolon asetat memiliki cara kerja dan reseptor yang sama dengan hormon
testosteron. Hormon ini dapat mempengaruhi organ reproduksi mamalia berbagai
spesies. Pada mamalia jantan dewasa, pemberian TBA secara injeksi atau
implantasi dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel pada testis dan sel seminal

9
vesikel, pembesaran prostat, dan perubahan proses spermatogenesis. Pada mamalia
betina dewasa, pemberian hormon tersebut dapat menyebabkan maskulinisasi dan
perubahan atau penurunan siklus ovulasi. Pada penelitian yang melibatkan
sukarelawan wanita, pemberian 10 mg trenbolon asetat setiap hari selama 2 minggu
menyebabkan gangguan pada siklus menstruasi (Directorate Consumer Policy and
Consumer Health Protection 1999). Tikus betina yang diberikan TBA sebanyak 3
dan 18 ppm pada waktu 2 minggu sebelum koitus dan 3 minggu post partus
menunjukkan gangguan pada kemampuan reproduksi dan penurunan berat kelenjar
adrenal pada anak tikus yang dilahirkan (JECFA 1988; Directorate Consumer
Policy and Consumer Health Protection 1999).
Potensi karsinogenik residu trenbolon ini perlu diwaspadai untuk menjamin
keamanan pangan. Penjaminan keamanan pangan dari residu TBA dapat dilakukan
dengan adanya pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian dari otoritas veteriner
terutama Balai Besar Karantina Pertanian sebagai pintu gerbang masuknya bahan
asal hewan dari luar (RI 2009). Penggunaan hormon di Indonesia sendiri,
diperbolehkan terbatas untuk tujuan terapi dengan pengawasan dokter hewan
karena termasuk dalam golongan obat keras. Keputusan Kepala Badan Karantina
Pertanian Nomor: 513.a/Kpts/Ot.210/L/12/2008 menyatakan bahwa residu hormon
pada pangan segar asal hewan yang melampaui batas maksimal residu telah
ditentukan menjadi tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat
merugikan, mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia (Barantan 2008).

Penggunaan ELISA sebagai Uji Tapis Residu TBA
ELISA dapat digunakan sebagai alat uji tapis residu hormon karena memiliki
sensitivitas dan presisi yang tinggi (Oveisi et al. 2013). Selain itu, kelebihan ELISA
antara lain memiliki metode pengujian yang sederhana, lebih terjangkau, peralatan
mudah dibawa, dan jumlah sampel yang dapat diuji lebih banyak sehingga waktu
pemeriksaan lebih efisien (Jiang et al. 2011). Namun pengunaan ELISA kurang
spesifik dan akurat karena adanya reaksi silang (cross reaction) dengan zat kimia
lain yang berhubungan (Oveisi et al. 2013). Reaksi silang TBA dengan zat kimia
lain dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Reaksi silang 17β-trenbolon dengan zat lain
Zat kimia
Testosterone
17β-nor testosterone
17β-trenbolon
Cortisol
Progesterone
17β-Estradiol
Corticosterone

Reaksi silang (%)
100.0
10.0
1.0
< 0.1
< 0.1
< 0.1
< 0.1

Oleh sebab itu diperlukan pengujian lebih lanjut pada hasil positif yang
didapatkan. Pengujian konfirmasi dapat dilakukan dengan uji kromatografi dan

10
mass spectrometric. Pengujian tersebut berguna untuk mengetahui adanya nilai
positif palsu pada pengujian yang dilakukan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Daging sapi beku impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada
masa uji Juli 2012, sejumlah 64 sampel terdeteksi mengandung residu trenbolon
asetat, yaitu 17β-trenbolon. Namun, kadar residu tersebut berada dibawah MRL
yang ditetapkan oleh Codex Allimentarius Commission. Oleh karena itu, daging
sapi beku impor tersebut aman dikonsumsi dari aspek kandungan residu 17βtrenbolon.

Saran
Pengujian residu trenbolon dengan ELISA sebaiknya digunakan sebagai uji
tapis, sehingga perlu dilakukan uji konfirmasi untuk mengetahui kebenaran adanya
residu tersebut pada daging sapi beku impor. Pemeriksaan residu hormon
diharapkan dapat dilakukan secara rutin untuk menjamin keamanan pangan
Indonesia. Diharapkan sebaiknya pemerintah dapat membuat peraturan mengenai
batas maksimal residu hormon trenbolon yang diatur dalam SNI untuk menjamin
keamanan pangan.

DAFTAR PUSTAKA
[Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2008. Keputusan Kepala Badan Karantina
Pertanian nomor 513.a/Kpts/OT.210/L/12/2008. Manual pengujian residu
hormon pada pangan segar asal hewan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
[BBKP Tanjung Priok] Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok. 2011.
Monitoring pangan segar asal hewan residu hormon trenbolon asetat (TBA),
melengestrol asetat (MGA), dan zeranol di Balai Besar Karantina Pertanian
Tanjung Priok 2011 [Internet]. [diunduh pada 2013 Maret 4]. Tersedia pada:
http://www.deptan.go.id/bbkptgpriok/detailberita.php?id=345
Burgess GW. 1988. Basic Principle of ELISA and Variations in configuration.
ELISA Technology in Diagnostic Research. North Queensland Townsville
(AU): Graduate School of Tropical Veterinery Science James Cook
University of North Queensland Townsville. hlm. 27–36.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2012. Maximum residue limits for
veterinary drugs in foods [Internet]. [diunduh pada 2013 Maret 4]. Tersedia
pada: http://ftp.fao.org/codex/weblinks/MRL2_e_2012.pdf .
Crowther JR. 1995. ELISA Theory and Practice Methods in Molecular Biology.
New Jersey (US): Singapore Humana Pr.

11
Directorate Consumer Policy and Consumer Health Protection. 1999. Opinion of
the scientific committee on veterinary measures relating to public health
assessment of potential risks to human health from hormone residues in
bovine meat and meat products. Eropa (EU): European Commission.
[Ditjen PKH] Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Supply
demand daging sapi atau kerbau sampai dengan Desember 2012. Konferensi
Pers Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; 2012 November
27; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Ditjen PKH.
[FDA] Food and Drug Administration. 2009. Supplemental aprroval. United States
Department of Health and Human Services.[Internet]. [diunduh pada 2013
April 17]. Tersedia pada www.hhs.gov.
Gardner IA, Cullor JS, Galey FD, Sischo W, Salman M, Slenning B, Erb HN, Tyler
JW. 1996. Alternatives for the validation of diagnostic assay used to detect
antibiotic residues in milk. J Anim Vet Med. 209:46-52.
Horie M, Hiroyuki N. 2000. Determination of trenbolone and zeranol in bovine
muscle and liver by liquid chromatography-electrospray mass spectometry. J
Chrom A. 882:53–62.
Jannat B, Oveisi M.R, Sadeghi N. Hajimahmoodi M. 2007. Human Health and
Trenbolone Residu in Bovine Meat. Iran J. Environ. Health. Sci. Eng. 4(4):
203-206.
[JECFA] Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. 1988. Consideration
of maximum residue limits (MRL) for veterinary drugs. Thirty-second Report
of the Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives Codex
Committee on Residues of veterinary Drugs in Foods. WHO Technical Report
Series 763. Geneva(CH): World Health Organization.
Jiang J, Zhang H, Fan G, MA Jinyou, Wang Z, Wang J. 2011. Preparation of
monoclonal antibody based indirect competitive ELISA for detecting 19nortestosteron residue. Chinese Science Bulletin. 56(25):2698-2705.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 1994. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
806/Kpts/TN.260/12/94 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian
Nazli B, Colak H, Aydin A, Hampikyan H. 2005. The presence of some residue in meat
and meat products soil in Istanbul.J Vet Anim Sci. 29:691-699.
Oveisi MR, Jannat B, Sadeghi N, Hajimahmoodi M, Bagheri M. 2007. Preliminary
Screening for the Levels of Testosterone Hormone in the Market Meat in
Tehran.Acta Medica Iranica. 45(2): 126-130.
Peng CF, Chen YW, Chen HQ, Xu CL, Jin ZY. 2008. A rapid and sensitive enzyme
linked immunosorbent assay (ELISA) method and validation for progestogen
multi residues in feed. J Anim Feed Sci.17:434-441.
Rasyid KA. 2010. Kajian residu trenbolon pada daging dan hati sapi impor dan eks
impor sapi bakalan dengan Teknik ELISA [disertasi]. Yogyakarta (ID):
Program Sains Veteriner, Universitas Gajah Mada.
[RI] Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Lembaran Negara
RI Tahun 2004, No. 107. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
[RI] Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Lembaran Negara RI
Tahun 2009, No. 84. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

12
[RI] Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan
Hewan. Lembaran Negara RI Tahun 2012, No. 214. Jakarta (ID):Sekretariat
Negara.
Santoso EB. 2001. Analisis Residu dalam Makanan Asal Hewan. Yogyakarta (ID):.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Selleck P. 2007. Serological Tests for The Detection of Antibodies Againts Avian
Influenza. Geelong (AU): CSIRO Australian Animal Health Laboratory.
Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. Cambridge (UK): CABI Pub.
Widiastuti R, Indraningsih, TB Murdiati, dan R Firmansyah. 2001. Residu
trenbolon pada domba garut yang diimplantasi dengan trenbolon asetat. JITV.
6(3):198–201.
Widiastuti R, R Firmansyah, dan Indraningsih. 2007. Residu trenbolon pada
jaringan dan urin dari sapi jantan muda peranakan ongole yang diimplantasi
dengan trenbolon asetat. JITV. 12(1):60-67.

13
Lampiran 1 Hasil pengujian 17β-trenbolon asetat pada daging impor
Sampel
Daging
FKH T01
FKH T02
FKH T03
FKH T04
FKH T05
FKH T06
FKH T07
FKH T08
FKH T09
FKH T10
FKH T11
FKH T12
FKH T13
FKH T14
FKH T15
FKH T16
FKH T17
FKH T18
FKH T19
FKH T20
FKH T21
FKH T22
FKH T23
FKH T24
FKH T25
FKH T26
FKH T27
FKH T28
FKH T29
FKH T30
FKH T31
FKH T32
FKH T33
FKH T34
FKH T35
FKH T36
FKH T37
FKH T38
FKH T39
FKH T40

Rataan
absorbansi
0.719
0.572
1.006
1.025
0.618
0.681
0.843
0.756
0.801
0.492
0.654
0.624
0.956
0.904
1.030
0.755
0.884
0.910
1.072
0.790
0.823
0.621
0.662
0.464
0.519
0.667
0.604
0.760
0.608
0.665
0.756
0.974
0.695
0.894
0.708
0.717
0.830
0.723
0.390
0.807

ppt

Residu

73.48
115.30
0
0
100.43
82.82
0
65.20
56.07
147.62
90.02
98.63
0
0
0
65.41
0
0
0
58.21
51.96
99.53
87.84
162.03
135.51
86.50
104.75
64.34
103.50
87.03
65.20
0
79.28
0
76.10
73.95
50.70
72.55
217.19
54.93

Terdeteksi
Terdeteksi

Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi

Terdeteksi

Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi

Hasil
(MRL 2 000 ppt)
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

14
Lampiran 1 (Lanjutan)
Sampel
Daging
FKH T41
FKH T42
FKH T43
FKH T44
FKH T45
FKH T46
FKH T47
FKH T48
FKH T49
FKH T50
FKH T51
FKH T52
FKH T53
FKH T54
FKH T55
FKH T56
FKH T57
FKH T58
FKH T59
FKH T60
FKH T61
FKH T62
FKH T63
FKH T64

Rataan
absorbansi
0.628
1.072
0.844
0.530
0.758
0.775
0.848
0.758
0.754
0.732
0.769
0.850
0.991
0.864
0.818
0.799
0.658
0.581
0.980
0.951
0.825
0.935
0.797
0.807

ppt

Residu

97.44
0
0
130.97
64.77
61.22
0
64.77
65.63
70.48
62.46
0
0
0
52.88
56.46
88.93
112.22
0
0
51.60
0
56.85
54.93

Terdeteksi

Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi

Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi

Terdeteksi
Terdeteksi
Terdeteksi

Hasil
(MRL 2 000 ppt)
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 6 Juni 1991 dari pasangan
Bapak Supriadi dan Ibu Evi Sofiati. Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 13 Palembang pada tahun 2009 dan
diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Fakultas Kedokteran
Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata
kuliah Anatomi Veteriner I, dan Anatomi Topografi. Penulis juga aktif sebagai
sekretaris Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas (2011-2012) dan
Kepala Divisi Pendidikan Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas
(2012-2013). Selain itu, penulis juga mengikuti magang liburan di Klinik Hewan
My Vets Kemang, Jakarta Selatan pada tahun 2010, Peternakan Ayam Layer
Tenjolaya, Sukabumi pada tahun 2011, dan Balai Besar Karantina Pertanian
Tanjung Priok pada tahun 2012.