Analisis potensi gas rumah kaca (CH4 dan CO2) pada usaha tambak udang intensif dan persepsi masyarakat dalam pengelolaannya di Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung

ANALISIS POTENSI GAS RUMAH KACA (CH4 DAN CO2) PADA USAHA TAMBAK
UDANG INTENSIF DAN PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAANNYA
DI KABUPATEN TULANG BAWANG, PROVINSI LAMPUNG

AGUNG PANDU DEWATA

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 
 

 
 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Potensi Gas Rumah Kaca

(CH4 dan CO2) pada Usaha Tambak Udang Intensif dan Persepsi Masyarakat dalam
pengelolaannya di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Agung Pandu Dewata
P052090081

 
 

RINGKASAN
AGUNG PANDU DEWATA. Analisis Potensi Gas Rumah Kaca (CH4 dan CO2) pada
Usaha Tambak Udang Intensif dan Persepsi Masyarakat dalam pengelolaannya di

Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Dibimbing oleh HARIYADI dan
BAMBANG WIDIGDO.
Kegiatan budidaya perairan termasuk budidaya udang menimbulkan limbah
yang dapat mengganggu kestabilan lingkungan. Pakan udang yang tinggi dalam
nitrogen (N) dan retensi oleh udang sering kurang dari 25% dari masukan N (Briggs dan
Funge 1994; Boyd dan Tucker 1998; Burford et al. 2003). Nitrogen yang tersisa di
kolam umumnya tercuci ke perairan di sekitarnya, baik secara berkala untuk
mengurangi stres udang, atau pada saat panen. Kelebihan N dapat menyebabkan
eutrofikasi pada perairan. Eutrofikasi pada perairan tambak mengakibatkan perubahan
kimia dalam air, blooming alga, kekeruhan meningkat, oksigen terlarut yang rendah,
serta perubahan rantai makanan (Ryther dan Dunstan 1971; Paerl 1988; Kennish 1992;
Nixon 1995; Smith et al. 1999). Dekomposisi bahan-bahan organik dari mikroba di
dasar perairan mengakibatkan keluarnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, CH4, dan N2O
dimana N2O merupakan produk intermediate dari proses denitrifikasi. Selain itu,
permasalahan lain yang dihadapi pada sektor budidaya adalah penggunaan energi secara
tidak langsung dalam jumlah besar dapat menimbulkan potensi gas rumah kaca (CO2).
Tujuan penelitian 1) Menganalisis besarnya potensi gas rumah kaca (CH4) dari
limbah tambak udang intensif, 2) Menganalisis besarnya potensi gas rumah kaca (CO2)
pada penggunaan energi pada tambak udang intensif, 3)Menganalisis persepsi
masyarakat terhadap pemanasan global. Penelitian dilakukan pada tambak udang

intensif fase persiapan air (02.60 AW dan 02.60. AK) serta pada tambak udang intensif
fase hampir panen (02.55.AW dan 02.55.AK) milik PT. Central Pertiwi Bahari,
Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung pada bulan
Januari 2011 – April 2011. Analisis potensi gas metana (CH4) dilakukan di
Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jaken, Pati, Jawa Tengah.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa potensi gas rumah kaca (CH4) dari
limbah tambak intensif pada SO.02.55 (fase hampir panen) adalah 0,45 – 1,08 mg/kg
limbah/tahun (FCR 1,3) dan 0,42 – 1,00 mg/kg limbah/tahun (FCR 1,4). Sementara itu,
potensi gas rumah kaca (CH4) dari limbah tambak udang intensif pada SO.02.60
(persiapan air) adalah 1,26 – 64,61 mg/kg limbah/tahun (FCR 1,3) dan 1,17 – 60,00
mg/kg limbah/tahun (FCR 1,4). Tingginya produksi metana limbah tambak udang pada
SO.02.60 (AW dan AK) dipengaruhi oleh nilai pH yaitu pada kisaran 6,61 – 7,06. Nilai
pH pada kisaran tersebut sangat mempengaruhi bakteri penghasil metana untuk
menghasilkan gas metana. Potensi gas rumah kaca (CO2) pada penggunaan energi di
tambak udang intensif SO.02.55 (fase hampir panen) adalah 715,87 kg.CO2/hari dan
pada SO.02.60 (fase persiapan air) adalah 89,48 kg.CO2/hari. Penggunaan energi berupa
penggunaan kincir mempengaruhi potensi gas rumah kaca (CO2). Dari 39 responden,
sebanyak 58,97 % pernah mendengar istilah pemanasan global. Sedangkan, 41,03 %
tidak pernah mendengar istilah pemanasan glonal. Tingkat pendidikan tidak
berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat mengenai pengelolaan limbah tambak

udang dan pemanasan global.
Kata kunci : CH4, CO2, petambak plasma, limbah tambak
 
 

SUMMARY
AGUNG PANDU DEWATA. Analysis of The Potential Greenhouse Gas (CO2 and
CH4) in Intensive Shrimp Ponds Business and Public Perception in Its Management in
Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Province. Supervised by HARIYADI and
BAMBANG WIDIGDO.
Aquaculture activities including shrimp aquaculture gives rise to waste that can
disrupt the stability of the environment. The high of shrimp feeds in Nitrogen (N) and
the retention of shrimps often are less than 25% of the input (N Briggs and Funge 1994;
Boyd and Tucker 1998; Burford et al. 2003). Nitrogen that is left in the pond, generally,
leached into the surrounding waters, either periodically to reduce the stress of shrimp, or
at the time of harvest. Excess N can cause eutrophication of waters. Eutrophication in
the pond waters resulted chemical change in a water, blooming algae, increasing of
turbidity, lack of Dissolved Oxygen, as well as changes in the food chain (Ryther and
Dunstan 1971; Paerl 1988; Kennish, 1992; Nixon 1995; Smith et al. 1999). The
decomposition of organic substances of microbe in the bottom waters resulted in the

release of greenhouse gases such as CO2, CH4, and N2O, whereas N2O is an
intermediate product of denitrification process. In addition, another problems faced by
the aquaculture is the indirectly energy use in large quantities could result in the
potential of greenhouse gases ( CO2 ).
Research purposes 1 ) Analyze the magnitude of the potential greenhouse gas
(CH4) of intensive shrimp ponds wastes 2) Analyze the magnitude of the potential
greenhouse gas (CO2) on the use of energy on intensive shrimp ponds 3) Analyze the
perception of people about global warming. Research is done at water-preaparation
phase of intensive shrimp ponds ( 02.60 AW and 02.60.AK), and nearly-harvested
phase of intensive shrimp ponds ( 02.55.AW and 02.55.AK ) owned by PT. Central
Pertiwi Bahari, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
Province in January 2011 - April 2011. The analysis of potential methane (CH4 ) was
done in Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jaken, Pati, Central Java.
The results show that the potential greenhouse gas (CH4) from intensive shrimp
ponds waste on SO 02.55. (nearly-harvested phase) was 0.45 – 1,08 mg/kg waste/year
(FCR-1.3) and 0.42 - 1.00 mg/kg waste/year (FCR 1.4). Meanwhile, the potential
greenhouse gas (CH4) from intensive shrimp ponds waste at SO.02.60 (waterpreparation phase) was 1.26 - 64,61 mg/kg waste/year (FCR 1.3) and 1.17 - 60.00
mg/kg waste/year (FCR 1.4). High methane production of shrimp ponds waste on SO.
02.60 (AW and AK) is affected by the pH values i.e. 6,61 - 7.06. The range of pH
values greatly affects the methane-producing bacteria to produce methane gas. The

potential of greenhouse gases (CO2) on the energy use at intensive shrimp ponds
SO.02.55 (nearly-harvested phase) was 715,87 kg.CO2/day and on SO.02.60 ( waterpreparation phase) was 89,48 kg.CO2 /day. The energy use in the form of the pinwheel
use gave an effect of the potential greenhouse gases ( CO2 ). From 39 respondents, as
many as 58,97 % have heard a term of global warming. Meanwhile, 41,03 % never
heard a term global warming. The level of education did not give a tangible affect
against perception of the public about shrmp ponds waste management and global
warming.
Keywords: CH4, CO2, plasma farmers, ponds waste
 
 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


 
 

ANALISIS POTENSI GAS RUMAH KACA (CH4 DAN CO2) PADA USAHA TAMBAK
UDANG INTENSIF DAN PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAANNYA
DI KABUPATEN TULANG BAWANG, PROVINSI LAMPUNG

AGUNG PANDU DEWATA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


 
 

Penguji pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Sukarman

 
 

Judul Penelitian

Analisis Potensi Gas Rumah Kaca (CH4 dan
C02) pada Usaha Tambak Udang Intensif dan
Persepsi Masyarakat dalam pengelolaannya di
Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung
Agung Pandu Dewata

Nama
NIM


P052090081

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS
Ketua

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

セ@

aNセ⦅]

Dekan Sekolah Pascasarjana

_ _.


Prof. Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS

Tanggal Ujian: I 26 Desember 2012J

Tanggal Lulus :

2 6 JUL lOn

Judul Penelitian

:

Nama
NIM

:
:

Analisis Potensi Gas Rumah Kaca (CH4 dan

CO2) pada Usaha Tambak Udang Intensif dan
Persepsi Masyarakat dalam pengelolaannya di
Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung
Agung Pandu Dewata
P052090081

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Hariyadi, MS
Ketua

Dr. Bambang Widigdo
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Lulus :

Tanggal Ujian:

 
 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini ialah potensi gas rumah kaca,
dengan judul Analisis Potensi Gas Rumah Kaca (CH4 dan CO2) pada Usaha Tambak
Udang Intensif dan Persepsi Masyarakat dalam pengelolaannya di Kabupaten Tulang
Bawang, Propinsi Lampung.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Hariyadi MS dan Bapak Dr
Bambang Widigdo selaku pembimbing, serta Bapak Dr Sukarman yang telah banyak
memberi saran. Di samping itu, penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir.
Dedi Nursyamsi, M.Agr dari Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
beserta staf Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, serta Bapak Chandra
beserta staf Manajemen Lingkungan PT. Central Pertiwi Bahari, yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu,
Adik, Istri, serta seluruh keluarga dan teman-teman PSL 2009 dan teman-teman PT.
Indoconsult Cipta Prestatama, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Agung Pandu Dewata  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

DAFTAR ISI
 

DAFTAR TABEL ..............................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

xiv

1 PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ............................................................................................
Kerangka Pemikiran ....................................................................................
Perumusan Masalah ....................................................................................
Tujuan .........................................................................................................
Manfaat Penelitian ......................................................................................

1
1
3
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Siklus Karbon pada Perairan .......................................................................
Emisi Gas Rumah Kaca pada Kolam Budidaya..........................................
Proses Anaerobik pada Limbah Organik ....................................................
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik ................................
Proses Terjadinya Emisi Gas Metana dari Tanah Menuju Atmosfer..........
Produktifitas Primer ....................................................................................
Pengertian Persepsi .....................................................................................

5
5
7
7
9
10
12
12

3 BAHAN DAN METODE..............................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................
Jenis dan Sumber Data ................................................................................
Alat dan Bahan ............................................................................................
Alat ..........................................................................................................
Bahan .......................................................................................................
Rancangan Penelitian ..................................................................................
Penentuan dan Pembuatan Plot Penelitian ...............................................
Pengambilan Sampel Lumpur Tambak ....................................................
Metode Inkubasi .......................................................................................
Pengambilan Sampel CH4 ........................................................................
Pengukuran dan Perhitungan Data Produksi CH4 ....................................
Pengukuran pH Limbah ...........................................................................
Pengukuran Kadar Air .............................................................................
Penghitungan Potensi Gas Rumah Kaca dari Penggunaan Energi ............
Produktifitas Primer di Tambak Udang ......................................................
Persepsi Masyarakat terhadap Limbah Tambak Udang Intensif ................

13
13
13
14
14
14
14
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
Potensi Produksi Metana dari Limbah Tambak Udang ..............................
Nilai pH dan Keterkaitannya dengan Produksi Metana (CH4) dari

19
19

 
 

Limbah Tambak Udang ..............................................................................
Potensi Produksi Gas Karbondioksida ........................................................
Produktifitas Perairan ..................................................................................
Persepsi Masyarakat terhadap Limbah Tambak Udang ..............................
Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Tambak Udang .........
Persepsi Masyarakat terhadap Pemanasan Global ......................................

22
24
24
25
26
27

5 SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
Simpulan .....................................................................................................
Saran ..........................................................................................................

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

29

LAMPIRAN .......................................................................................................

33

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................

43

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Senyawa organik dan enzim pengurainya ...............................................
Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri ........................
Hasil pengukuran potensi produksi metana pada 2 limbah suboutlet
tambak udang..........................................................................................
Kadar air pada setiap limbah suboutlet tambak udang ...........................
Potensi produksi metana (CH4) berdasarkan nilai FCR (1,3 – 1,4) ........
Penggunaan energi pada tambak siklus budidaya persiapan air dan
setelah panen ...........................................................................................
Produktifitas primer pada tambak fase persiapan air dan hampir panen

8
9
19
20
22
24
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Grafik volume ekspor udang Indonesia dari tahun 2007 – 2011 .........
Grafik nilai ekspor udang Indonesia dari tahun 2007 – 2011 ..............
Kerangka pemikiran .............................................................................
Siklus karbon pada perairan .................................................................
Skema produksi dan emisi metana .......................................................
Skema pelepasan CH4 dalam bentuk gelembung-gelembung udara ....
Pendugaan sederhana transport CH4 dengan mekanisme difusi ..........
Persepsi sebagai proses kognitif ..........................................................
Plot pengambilan sampel pada tambak udang intensif ........................
Pengukuran dengan pH meter ..............................................................
Potensi produksi metana dari dua titik sampel di setiap pengamatan
pada SO 02.55 ......................................................................................
Potensi Produksi Metana dari dua titik sampel (AW dan AK) pada
SO 02.60...............................................................................................
Nilai pH di setiap pengamatan pada SO 02.55 ....................................
Nilai pH di setiap pengamatan pada SO 02.60 ....................................
Persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan yang
mengetahui adanya limbah tambak udang ...........................................
Persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan yang
mengetahui adanya limbah tambak udang ...........................................
Persepsi masyarakat yang mengetahui adanya pengarahan dari
pengelola tambak untuk pengelolaan limbah tambak udang ...............
Pemanfaatan limbah tambak udang oleh para petambak .....................
Persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan yang
PERNAH mendengar mengenai istilah pemanasan global ..................
Persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan yang
PERNAH mendengar istilah pemanasan global ..................................

 
 

1
2
4
6
10
11
11
13
15
17
21
21
23
23
26
26
27
27
28
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Hasil pengujian gas CH4 dan nilai pH di setiap pengamatan ...............
Hasil pengukuran DO dan produktivitas primer di setiap tambak
udang ....................................................................................................
Tabel Khi-kuadrat ................................................................................

 
 

33
40
41

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri perikanan internasional telah mengalami peningkatan signifikan
beberapa tahun terakhir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2012)
menyebutkan bahwa pada selama periode 2003 sampai 2010 telah terjadi
peningkatan nilai ekspor komoditas perikanan hingga mencapai nilai lebih dari
US$ 103 milyar.. Cina merupakan negara pengekspor perikanan yang menduduki
peringkat pertama dengan nilai US$ 13,5 milyar. Posisi berikutnya adalah
Norwegia, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, dan Kanada.
Indonesia
menempati urutan 12 dengan nilai ekspor perikanan sekitar US$ 2,6 milyar.
Negara tujuan ekspor produk perikanan Indonesia pada periode 2007 - 2011
antara lain jepang, Amerika Serikat, Eropa dan Negara lainnya. Nilai kenaikan
rata-rata ekspor perikanan Indonesia di Jepang pada periode pertahun sebesar
5,66 %. Selanjutnya, nilai kenaikan rata-rata ekspor perikanan di Amerika pada
periode 2007 – 2011 sebesar 7,09 %. Pasar potensial bagi produk perikanan
Indonesia selanjutnya adalah Eropa dengan persentase kenaikan rata-rata ekspor
perikanan pada periode 2001 – 2011 sebesar 11,27 % (Kementerian Kelautan dan
Perikanan dalam angka, 2011).
Salah satu produk unggulan dari produk perikanan Indonesia adalah udang.
Komoditas makanan laut ini merupakan salah satu komoditas makanan yang
paling berharga di dunia. Volume produksi udang dari Indonesia pada tahun 2007
mencapai 157.545 ton dengan nilai ekspor US$ 1.029.935.000 dolar.
(Kementerian Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2011). Volume ekspor
tersebut meningkat pada tahun 2008. Nilai volume ekspor udang pada tahun 2008
sebesar 170.583 ton dengan nilai US$ 1.165.293.000. Pada Tahun 2009, volume
dan nilai ekspor udang Indonesia menurun, Namun, pada tahun 2010, nilai ekspor
udang Indonesia mengalami peningkatan walaupun volume ekspor udang
menurun. Pada Tahun 2011, volume dan nilai ekspor udang Indonesia meningkat .
masing-masing sebesar 152.053 ton dan US$ 1.211.547.000. Fluktuasi volume
ekspor udang Indonesia periode 2007 - 2011 ditunjukkan pada Gambar 1., dan
fluktuasi nilai ekspor udang Indonesia pada periode 2007 – 2011 ditunjukkan
pada Gambar 2.

Ton ( X 1000)

180
170
160
150
140
2007

2008

2009
Tahun

2010

2011

Sumber : (Kementerian Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2011)

Gambar 1 Grafik volume ekspor udang Indonesia periode 2007 – 2011

2
1.250

US$ ( miliar)

1.200
1.150
1.100
1.050
1.000
2007

2008

2009
Tahun

2010

2011

Sumber : (Kementerian Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2011)

Gambar 2 Grafik nilai ekspor udang Indonesia periode 2007 – 2011
Daerah di Indonesia yang menjadi tulang punggung produksi udang adalah
Provinsi Lampung. Pada tahun 2009, total produksi udang nasional tahun 2009
yang mencapai 348.100 ton, sebanyak 40% dihasilkan dari wilayah Lampung
(Direktori Bisnis Lampung, 2010). Kualitas air di pesisir timur Provinsi Lampung
sangat cocok untuk budidaya udang. Air yang bebas dari bahan polusi dan
banyak mengandung plankton, yaitu tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan renik,
dibutuhkan oleh udang-udang yang berada di dalam tambak. Usaha pertambakan
udang dilaksanakan di setiap kabupaten pesisir di Provinsi Lampung, kecuali di
Lampung Barat yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia karena
pantainya memiliki ombak yang sangat besar (Wiryawan et al. 1999).
Namun, seperti halnya dengan kegiatan pertanian lainnya, kegiatan
budidaya perairan termasuk budidaya udang menyisakan berbagai permasalahan.
Pakan udang yang tinggi dalam nitrogen (N) dan retensi oleh udang sering kurang
dari 25% dari masukan N (Briggs dan Funge 1994; Boyd dan Tucker 1998;
Burford et al. 2003). Nitrogen yang tersisa di kolam umumnya tercuci ke perairan
di sekitarnya, baik secara berkala untuk mengurangi stres udang, atau pada saat
panen. Kelebihan N dapat menyebabkan eutrofikasi pada perairan. Eutrofikasi
pada perairan tambak mengakibatkan perubahan kimia dalam air, blooming alga,
kekeruhan meningkat, oksigen terlarut yang rendah, serta perubahan rantai
makanan (Ryther dan Dunstan 1971; Paerl 1988; Kennish 1992; Nixon 1995;
Smith et al. 1999). Selain itu, dekomposisi bahan-bahan organik dari mikroba di
dasar perairan mengakibatkan keluarnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, CH4,
dan N2O. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan
untuk dapat menyerap radiasai matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga
menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi hangat (Kristanto, 2013).
Menurut konferensi PBB mengenai perubahan iklim (United Nations
Framework Convention on Climate Change-UNFCCC), ada 6 jenis gas yang
digolongkan menjadi GRK yaitu : karbondioksida (CO2), dinitrooksida (N2O),
metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan
hidroflorocarbon (HFCs) (Trismidianto et al., 2008). Gas rumah kaca yang
terakumulasi di atmosfer menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Gas rumah
kaca memiliki kemampuan untuk menangkap radiasi gelombang pendek dari
matahari dan meneruskannya ke bumi. Namun, gas rumah kaca juga dapat
memantulkan radiasi gelombang panjang dari bumi, sehingga bumi seakan-akan
mendapatkan pemanasan dua kali. Hal ini yang menyebabkan peningkatan suhu
rata-rata di permukaan bumi atau dikenal dengan istilah pemanasan global

3
(Kristanto, 2013). Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer relatif lama sehingga
dapat menjaga suhu dipermukaan bumi tetap hangat. Akan tetapi, jika konsentrasi
GRK mengalami peningkatan terus menerus dikhawatirkan iklim bumi dan
keseimbangan ekosistem akan terganggu (Trismidianto et al., 2008).
Permasalahan lain yang dihadapi pada sektor budidaya adalah penggunaan
energi secara tidak langsung dalam jumlah besar yang dapat menjadi ancaman
potensial terhadap potensi gas rumah kaca, Konsumsi energi tidak langsung ini
berkaitan dengan energi yang digunakan dalam produksi budidaya antara lain
pengembangan tempat dan konstruksi, produksi, akuisisi dan pasokan input,
limbah dan pembuangan, perawatan produk, pemasaran dan distribusi Bunting
dan Pretty (2007). Menurut Bunting dan Pretty (2007), penggunaan energi 1 GJ
setara dengan 277.8 kWh. Dimana, 1 kWh dari bahan bakar yang dipergunakan
setara dengan 0.25 kg. CO2 atau 0.068 kg .C.
Saat ini, sedikitnya tiga negara utama tujuan ekspor udang yakni Amerika,
Eropa, dan Jepang kian menekankan sertifikasi sebagai standar internasional yang
harus dipenuhi untuk masuk ke negara-negara itu. Negara-negara tersebut
membutuhkan jaminan bahwa udang yang masuk ke negaranya adalah produk
yang telah sesuai standar yang ditetapkan. Negara-negara pengimpor ingin
meyakinkan konsumen dan klien bahwa udang dihasilkan secara sehat dan tidak
merusak lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan penghitungan tentang potensi gas
rumah kaca yang dihasilkan dari limbah tambak udang intensif dan penggunaan
energi dalam proses produksi udang.

Kerangka Pemikiran
PT. CPB telah membangun sebanyak 3.419 petak tambak yang teridiri dari
3.119 tambak milik petambak (plasma) dan 300 tambak milik perusahaan (inti)
yang seluruhnya telah beroperasi. Setiap petak tambak berukuran 70 m x 70 m
atau seluas 4.900 m2 dengan kedalaman 1,5 m. Dengan demikian, luas seluruh
tambak adalah 1.655,31 ha. Dalam proses pembuatan tambak, tanah galian
tambak digunakan menjadi pematang (galengan) tambak sehingga tidak ada tanah
yang terbuang atau terbawa aliran air masuk ke perairan umum. Setelah tambak
selesai dibangun, tambak dan pematang dilapisi dengan plastik. Dengan kondisi
ini air tambak dan udang berada di atas lapisan plastik. Plastik ini diperkirakan
dapat digunakan selama 10 – 12 tahun. Lapisan plastik tersebut berfungsi untuk
mencegah kehilangan air akibat meresapnya air ke dalam tanah, juga sekaligus
mencegah terjadinya erosi tanah selama tambak beroperasi.
Pada masa budidaya dilakukan pergantian air, yaitu pada hari ke-30. Air
pengganti berasal dari kolam perlakuan yang telah terbebas dari crustaceae
carrier dan ikan-ikan liar. Di kolam perlakuan selanjutnya dilakukan beberapa
proses rekondisi, seperti pengendapan, perlakuan biologis, dan pemberian oksigen,
sehingga kualitas air tetap baik dan dapat digunakan kembali untuk media
pemeliharaan udang. Sementara itu, limbah yang berasal dari tambak akan
dibuang melalui saluran pengeluaran,
Pada umumnya, limbah yang berupa sedimen tersebut berasal dari sisa
aktivitas budidaya yang bersifat kaya akan unsur hara (Boyd dan Green 2002).
Hal ini terjadi karena air yang digunakan untuk memelihara udang mendapatkan

4
tambahan unsur hara dari proses pemupukan dan pemberian pakan. Pupuk yang
diaplikasikan untuk meningkatkan produksi fitoplankton dalam tambak biasanya
mengandung unsur nitrogen dan fosfor. Kemudian pakan juga dapat menjadi
penyumbang unsur hara ke dalam tambak apabila pemberiannya terlalu tinggi
(terutama pada tambak udang intensif), sehingga ada sebagian pakan yang tidak
termakan ikut terurai menjadi unsur hara bersama sisa metabolisme udang.
Akumulasi sedimen di dasar perairan menyebabkan kondisi anaerobk pada
peralihan lapisan permukaan sedimen dengan air. Hal tersebut berpotensi
terhadap pelepasan Potensi gas rumah kaca seperti CO2, N2O, dan CH4 (Bunting
dan Pretty 2007).
Potensi gas rumah kaca tidak hanya dari akumulasi sedimen di dasar
perairan, melainkan juga datang dari penggunaan energi di tambak udang intensif.
Penggunaan energi fosil dalam proses budidaya udang menghasilkan Potensi gas
rumah kaca yang mengancam pemanasan global. Oleh sebab itu diperlukan suatu
analisis pendugaan Potensi gas rumah kaca dari penggunaan energi dan limbah
tambak udang intensif. Hasil analisis dari pendugaan Potensi gas rumah kaca ini
dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk pengelolaan tambak udang intensif
yang berkelanjutan.
Tambak Udang Intensif

Penggunaan Energi
(solar)

Limbah Tambak
Udang

Potensi Gas Rumah Kaca

Pendugaan Potensi Gas Rumah Kaca

Pengelolaan Tambak Udang Intensif
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Perumusan Masalah
Kegiatan budidaya perairan termasuk budidaya udang menghasilkan limbah
dengan volume yang cukup besar. Keberadaan limbah tambak udang yang
mengandung bahan-bahan organik di dalam perairan dapat nenyebabkan kondisi
anaerob pada limbah tersebut. Kondisi anaerob pada limbah tersebut berpotensi

5
menimbulkan gas-gas rumah kaca seperti CH4 dan N2O dimana N2O merupakan
produk intermediate dari proses denitrifikasi. Metana (CH4) berpotensi memiliki
potensi 20-30 kali lebih kuat dari CO2.
Permasalahan lain yang dihadapi pada sektor budidaya adalah penggunaan
energi secara tidak langsung dalam jumlah besar yang dapat menjadi ancaman
potensial terhadap potensi gas rumah kaca, Konsumsi energi tidak langsung ini
berkaitan dengan energi yang digunakan dalam produksi budidaya antara lain
pengembangan tempat dan konstruksi, produksi, akuisisi dan pasokan input,
limbah dan pembuangan, perawatan produk, pemasaran dan distribusi Bunting
dan Pretty (2007). Menurut Bunting dan Pretty (2007), penggunaan energi 1 GJ
setara dengan 277.8 kWh. Dimana, 1 kWh dari bahan bakar yang dipergunakan
setara dengan 0.25 kg. CO2 atau 0.068 kg .C.
Untuk mengetahui potensi gas rumah kaca dari usaha tambak udang intensif
ini, maka perdlu diidentifikasi permasalahan di dalam penelitian ini, yaitu:
1. Berapa besarnya potensi gas rumah kaca (CH4 dan CO2) pada limbah
tambak udang intensif?
2. Bagaimana perbedaan potensi gas rumah kaca pada limbah tambak
udang intensif dengan Potensi gas rumah kaca dari penggunaan energi?
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pemanasan global?

Tujuan
1. Menganalisis besarnya potensi gas rumah kaca (CH4) dari limbah
tambak udang intensif.
2. Menganalisis besarnya potensi gas rumah kaca (CO2) pada
penggunaan energi pada tambak udang intensif.
3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap pemanasan global.

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi secara kuantitatif mengenai potensi gas rumah kaca
pada tambak udang intensif sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk
pengelolaan tambak udang yang berkelanjutan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Karbon pada Perairan
Sumber karbon yang berada di perairan berasal dari udara dan dari perairan
itu sendiri. Pada lapisan atmosfer, karbon ditemukan pada CO2 yang berasal dari
respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, asap kendaraan bermotor dan asap
pabrik. Karbon dioksida (CO2) tersebut akan masuk ke dalam perairan melalui
proses difusi antara udara dan air. Karbondioksida di dalam perairan akan terlarut
dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat. Ion-ion ini merupakan bagian penting

6
dari buffer alami yang mencegah air menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
Karbondioksida dalam bentuk ion bikarbonat ini akan terendapkan pada dasar
perairan dalam bentuk batuan atau limbah. Proses ini akan butuh waktu lama
sebelum karbon dioksida akan larut kembali ke kolom perairan melalui pelapukan
batuan atau proses geologi yang membawa limbah ke permukaan air. Ketika
matahari menghangatkan perairan, makan ion karbonat dan bikarbonat akan
kembali ke atmosfer sebagai karbon dioksida. Sementara itu, karbondioksida
dalamn bentuk ion-ion karbonat dan bikarbonat tersebut juga digunakan oleh
organisme fitoplankton untuk menghasilkan karbohidrat dan oksigen dengan
bantuan sinar matahari. Proses pembentukan karbohidrat dan oksigen oleh
tumbuhan (fitoplankton) dengan bantuan sinar matahari dinamakan proses
fotosintesis. Secara keseluruhan reaksi fotosintesis adalah :
6 CO2 + 6 H2O + energi matahari  C6H12O6 + 6 O2
Oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan digunakan oleh
binatang-binatang air dan mikroorganisme. Respirasi yang dihasilkan dari
binatang-binatang air dan mikroorganisme tersebut berupa karbondioksida.
Karbondioksida dilepaskan ke atmosfer selama respirasi konsumen. Diagram alir
siklus karbon ditunjukkan pada Gambar 4.

(http://www.lenntech.com/carbon-cycle.htm, 2012)

Gambar 4 Siklus karbon pada perairan

7
Emisi Gas Rumah Kaca pada Kolam Budidaya
Pengelolaan limbah yang kurang baik pada sistem budidaya berbasis kolam
dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap akumulasi karbon dan
pelepasan gas rumah kaca. Limbah cenderung menumpuk di bagian-bagian yang
lebih dalam pada kolam, mengurangi volume air yang tersedia untuk budidaya
dan mempengaruhi kualitas air. Akumulasi karbon organik pada limbah di kolam
menimbulkan kondisi anaerobik pada peralihan antara limbah dan air. Hal ini
mengakibatkan pada evolusi metabolit mikroba yang beracun. Paparan limbah
pada kolam dapat menyebabkan hilangnya karbon tanah melalui proses mikroba
seperti karbon dioksida, akan tetapi, kesalahan pengelolaan limbah dapat
mengakibatkan emisi gas rumah kaca yang lebih merusak, khususnya metana
(Xinglong dan Boyd 2006).

Proses Anaerobik pada Limbah Organik
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas
yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen,
hidrogen dan hidrogen sulfida.
Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob :
anaerob
Bahan organik

CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
Mikroorganisme

Penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang
begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masing-masing
mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.
Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan
menjadi 2 tahap:
 Tahap pembentukan asam
 Tahap pembentukan metana
Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa
organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar
(polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh
enzim-enzim ekstraseluler. Beberapa senyawa organik dan enzim pengurainya
dapat dilihat pada Tabel 1.

8
Tabel 1 Senyawa organik dan enzim pengurainya
Enzim
Esterase :
Lipase
Phosphatase :
Lecithinase
Pectin esterase
Carohydrase
Fructosidase
Maltase
Cellobiose
Lactase
Amilase
Cellulase
Cytase
Poligalakturonase
Nitrogen-Carrying
Compound
Proteanase
Polipeptidase
Deaminase :
Urease
Asparaginase

Substrat
Gliserida (fat)

Produk
Gliserol + Asam lemak

Lecitin
Pektin metal
Ester

Choline + H3PO4 + fat
Methanol
+
poligalakturonat

Sucrosa
Maltosa
Cellobiosa
Laktosa
Starch
Sellulosa
Asam Poligalakturonat

Frukosa + Glukosa
Glukosa
Glukosa
Galaktos + Galaktosa
Maltosa/glukosa + maltooligosaccarida
Sellobiosa
Gula sederhana
Asam galakturonat

Protein
Protein

Polipeptida
Asam amino

Urea
Asparagine

CO2 + NH3
Asam aspartat + NH3

asam

Sumber : Bailey dan Olis (1987)

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer)
dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi
acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat
diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat.
Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri
dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat
menaji metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk
dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi
metana dan air.
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik
sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang
menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan
keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana
dan karbon tlioksida sebagai berikut :
1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :
a. C6H12O6 + 2H2O
2CH3COOH + 2CO2 + 4H2
(asam asetat)
b. C6H12O6
CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2
(asam butirat)
c. C6H12O6 + 2H2
2CH3CH2COOH + 2H2O
(asam propionat)

9

2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat
menjadi :
CH3COOH + CO2 + 3H2
d. CH3CH2COOH
(asam asetat)
e. CH3CH2CH2COOH
2CH3COOH + 2H2
(asam asetat)
3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi :
f. CH3COOH
CH4
+ CO2
(metana)
4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :
g. 2H2 + CO2
CH4 + 2H2O
(metana)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik
Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme
baik pada proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses anaerobik antara lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.

Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan.
Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum.
Semakin tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan
semakin berkurang.
Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu
dapat dillihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri
Jenis Bakteri
a. Cryophilic
b. Mesophilic
c. Thermophilic

Rentang Temperatur (oC)
2 – 30
20 – 45
45 – 75

Temperatur Optimum (oC)
12 – 18
25 – 40
55 – 65

Sumber : Bailey dan Olis (1987)

Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi
dapat juga terjadi pada temperatur rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik 100400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4-65°C.
Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap perubahan
temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis mesophilic
dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis thermophilic pada

10
suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada temperatur 52°C
perubahan temperatur yang dizinkan ± O,3°C.
pH
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang
pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang
tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan
dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari
dua tahap yaitu tahap pembentukan asam dan tahap pembentukan metana, maka
pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan asam akan
menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat
aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat pH dapat
dilakukan dengan penambahan kapur (Renita, 2004).

Proses Terjadinya Emisi Gas Metana dari Tanah Menuju Atmosfer
Gas CH4 dibentuk selama proses dekomposisi bahan organik secara
anaerob. Dengan demikian, tanah-tanah yang tergenang atau tanah yang terhalang
sistem drainasenya merupakan sumber potensial metana (Bouwman, 1989).
Emisi CH4 dari tanah menuju atmosfer terjadi berdasarkan tiga proses yaitu :
(a)
Pelepasan CH4 dalam bentuk gelembung-gelembung udara (ebulisi).
Mekanisme ini dapat menyebabkan emisi gas metana sekitar 49 – 70 % dari
total fluks. (Bartlett et al., 1988).
(b) Proses Difusi yang ditentukan oleh perbedaan konsentrasi metana dalam air,
laju suplai metana pada menuju permukaan air.
(c) Pelepasan metana melalui aerenchyma pada tanaman yang dapat mencapai
sekitar 90 % (Holzapfel-Pschorn et al., 1986).

Sumber : Neue dan Roger (1993)

Gambar 5 Skema produksi dan emisi metana

11
Terbentuknya CH4 jika kondisi tanah dalam keadaan anaerob sehingga
tanah mengalami proses reduksi yakni proses perombakan bahan organic yang
berasal dari eksudat dan degradasi akar menjadi asetat dan reaksi CO2 dengan H2
akan menghasilkan CH4 yang akan dilepaskan melalui proses difusi, ebulisi dan
aerenchyma.
Pada proses ebulisi, Nouchi et al. (1984) menyatakan bahwa gas metana
dilepaskan melalui gelembung-gelembung udara dari saluran epidermis bawah
dan epidermis atas dekat culm pada pelepah daun bagian bawah. Ukuran
gelembung-gelembung yang relative kecil dilepaskan melalui epidermis bawah
dan sebaliknya gelembung-gelembung dengan ukuran relatif besar akan
dilepaskan melalui batas node yang berdekatan dengan epidermis atas.

Sumber : Nouchi et al. (1994)

Gambar 6 Skema pelepasan CH4 dalam bentuk gelembung-gelembung udara
Pada proses pelepasan CH4 dengan cara difusi terdiri dari dua fase, yaitu :
1) larutan CH4 dalam air tanah di sekitar perakaran akan berdifusi masuk ke
permukaan air di dalam akar dan melewati sel pembatas pada akar korteks yang
dikontrol oleh perbedaan konsentrasi antara air tanah di sekitar akar dengan ruang
intersellular lysigenous di dalam akar.
Metana di dalam akar korteks akan dialirkan keluar melalui ruang
intersellular lysigenous dan aerenchyma. Banyaknya CH4 yang dialirkan pada
korteks akar seiring dengan serapan air ke atas melalui xylem pada akar. Pada
akhirnya, CH4 yang dilepaskan melalui ruang microphore dari pelepah daun
dengan posisi pada daun paling bawah.

Sumber : Nouchi et al. (1994)

Gambar 7 Pendugaan sederhana transport CH4 dengan mekanisme difusi

12
Menurut Seiler et al. (1984), sekitar 90 % dari total metana dilepaskan
melalui aerenchyma, sebaliknya hanya sedikit melalui proses difusi dan ebulisi.
Aerenchyma ialah ruang udara yang terdapat pada pelepah daun, helai daun,
batang dan akar tanaman padi yang saling berhubungan satu sama lain sehingga
seolah-olah merupakan pipa kapiler yang berhubungan satu sama lain. Proses
pelepasan CH4 meningkat selama pertumbuhan vegetatif kemudian menurun saat
memasuki fase generative dan meningkat lagi pada pematangan.

Produktifitas Primer
Nybakken (1982) mengatakan, produktivitas primer ialah laju pembentukan
senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik.
Produktivitas primer merupakan persediaan makanan untuk organisme heterotrof
yaitu bakteri, jamur dan hewan. Produktivitas primer suatu komunitas
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : cahaya, air, temperatur,
kecepatan berkembang biak.
Produktivitas primer kotor adalah jumlah
total fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan produktivitas primer bersih adalah besarnya sintesis senyawa karbon
organik selama proses fotosintesis dikurangi besarnya aktivitas total respirasi pada
terang dan gelap dalam jangka waktu tertentu (Folkowski dan Raven 1997).
Besarnya produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya
ketersediaan nutrien terlarut (Krismono dan Kartamihardja 1995).
Cahaya merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara
langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan
(Folkowski dan Raven 1997). Penetrasi cahaya menembus kolom air akan
mengalami pelemahan oleh proses refleksi dan difraksi karena adanya partikelpartikel terlarut, sehingga kurva intensitas cahaya menunjukkan grafik penurunan
secara eksponensial dalam arah vertikal ke bawah. Hal ini mengakibatkan
fotosintesis tereksploitasi di permukaan perairan. Titik yang menunjukkan
keseimbangan antara proses fotosintesis dan respirasi sering disebut titik
kompensasi (Barnes dan Mann 1994; Folkowski dan Raven 1997; McNaughton
dan Wolf 1990). Di daerah tropis yang beriklim lembab, produktivitas primer
tinggi karena intensitas cahaya matahari tinggi dan merata sepanjang tahun
(Susanto 2000). Tingginya intensitas cahaya menyebabkan meningkatnya
kecepatan fotosintesis. Adanya pengaruh intensitas cahaya terhadap kecepatan
fotosintesis menyebabkan produsen primer di lingkungan perairan dalam semakin
rendah.

Pengertian Persepsi
Boedojo (1986) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang
digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.
Boedojo (1986) mengatakan bahwa persepsi adalah ‘lensa konseptual’
(conceptual lens) yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis
untuk memahami suatu masalah. Akibat dipengaruhi oleh daya persepsi inilah,
maka pemahaman dan perumusan atas suatu isu sesungguhnya amat bersifat

13
subjektif. Persepsi ini pada gilirannya juga akan mempengaruhi penilaian
mengenai status peringkat yang terkait pada suatu isu. Persepsi mempunyai peran
penting dalam pengambilan keputusan.
Persepsi sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan proses
yang berarti dan merupakan proses integral dalam diri individu (Boedojo 1986).
Persepsi mencakup penafsiran objek, tanda, dan orang dari sudut pengalaman
yang bersangkutan. Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian
stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisir yang
akhirnya mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Sebagai proses kognitif,
proses persepsi dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 8 Persepsi sebagai proses kognitif

3 BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tambak udang intensif PT. Central Pertiwi Bahari,
Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung pada
bulan Januari 2011 – April 2011. Pada tambak udang intensif ini terdapat dua
kampung yang berada di bawah wilayah kerja PT CPB, yaitu Kampung Bratasena
Adiwarna dan Kampung Bratasena Mandiri. Di kedua kampung tersebut
penduduknya merupakan petambak plasma yang kesehariannya melakukan
aktivitas budidaya udang sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh PT CPB
(Central Pertiwi Bahari). Analisis potensi gas metana (CH4) dilakukan di
Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jaken, pati, Jawa Tengah.

Jenis dan Sumber Data
Data dalam studi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui inventarisasi alat-alat yang digunakan pada tambak udang

14
intensif, wawancara langsung kepada responden, data pengukuran produktivitas
perairan serta data pengukuran potensi gas rumah kaca.dengan menggunakan gas
kromatografi. Pengumpulan data sekunder meliputi studi literatur dan data-data
dari instansi terkait.

Alat dan bahan
Alat
Peralatan tersebut antara lain botol winkler, tabung vial, tali rafia serta gas
kromatografi.
a. Botol BOD terang dan gelap
b. Inkubator
c. Tali Rafia
d. pH meter
e. Water sampler
f. Gas Kromatografi

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
a. Sampel limbah tambak udang intensif pada saluran pembuangan
(suboutlet) tambak udang intensif.
b. Sampel air yang diambil dari perairan tambak.

Rancangan Penelitian
Penentuan dan Pembuatan Plot Penelitian
Plot yang digunakan pada penelitian ini adalah plot pada saluran
pembuangan limbah
tambak udang dan kolam tambak udang (Gambar 9).
Penentuan plot penelitian dilakukan pada dua saluran pembuangan limbah tambak
pada tahapan persiapan tambak (awal) dan pada tahapan DOC 120 (panen).
Setiap saluran pembuangan limbah dilakukan pengambilan dua titik sampel yaitu
pada titik awal dan titik akhir saluran pembuangan limbah. Pengukuran
produktivitas perairan dilakukan pada kolam tambak dengan metode botol terang
dan botol gelap.

Pengambilan Sampel Lumpur Tambak
Sampel lumpur tambak diambil sebanyak 3 – 5 kg dari masing-masing plot
pengambilan sampel. Sampel lumpur tersebut dimasukkan ke dalam plastik hitam
agar terhindar dari proses oksidasi. Sampel lumpur kemudian dianalis untuk
potensi gas rumah kaca dengan metode inkubasi.

15

Pengambilan Sampel untuk Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca
Pengambilan Sampel untuk pengukuran Produktifitas Perairan
Gambar 9 Plot Pengambilan Sampel pada Tambak Udang Intensif
Metode Inkubasi
Sampel lumpur dimasukkan ke dalam tabung inkubasi sampai pada volume
60 ml. Kemudian, tabung inkubasi ditutup dengan karet penutup yang dilengkapi
dengan inlet dan outlet untuk gas N2, lubang untuk pengambilan contoh gas CH4
dan lubang untuk pengukuran pH. Tabung inkubasi lalu dimasukkan ke dalam
inkubator dengan suhu 30,1 oC.

Pengambilan Sampel Gas CH4
Pengambilan sampel gas CH4 dilakukan dua kali, yaitu pada saat T0 (waktu
pada saat sampel lumpur sebelum diinkubasi) dan pada saat T24 (waktu pada saat
sampel lumpur setelah diinkubasi selama 24 jam). Langkah-langkah pengambilan
sampel gas CH4 pada saat T0 yaitu:
a. Gas N2 dialirkan dengan kecepatan 250 ml per menit melalui selang inlet
dengan kondisi selang outlet tetap terbuka
b. Selama proses pengaliran gas N2, tabung inkubasi juga dilakukan
pengocokan dengan magnetic stirrer selama 2 menit
c. Setelah 2 menit, aliran gas N2 dihentikan, inlet dan outlet ditutup, lalu
contoh gas diambil dengan menggunakan jarum suntik.
Tabung inkubasi dimasukkan kembali ke dalam inkubator selama 24 jam.
Pada saat T24, tabung inkubasi mengalami perlakuan yang sama seperti pada saat
T0. Proses pengambilan sampel gas CH4 dilakukan setiap 5 hari selama 30 hari.

16
Pengukuran dan Perhitungan Data Produksi CH4
Mekanisme pengukuran gas CH4 dilakukan dengan menggunakan
kromatografi gas Shimadzu model GC-8A yang dilengkapi dengan 2 FID. Sampel
gas CH4 pada saat T0 dan T24 disuntikkan ke dalam septum. Kemudian, contoh
gas tersebut dialirkan dan masuk ke dalam sampling valve. Setelah itu, contoh
gas difiltrasi dan dibawa oleh gas N2 dan H2, lalu masuk ke dalam kromatografi
gas dan dideteksi oleh FID. Data ana