Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

AKTIVITAS MAKAN DAN PREFERENSI PAKAN
ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)
DI RESORT BUKIT LAWANG,
TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

RAFIKA AKHTARIANA

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aktivitas Makan
dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort
Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Rafika Akhtariana
NIM E34080040

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
RAFIKA AKHTARIANA. Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan
Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional
Gunung Leuser. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan ANI MARDIASTUTI.
Orangutan merupakan salah satu primata yang dikenal dengan julukan kera
besar dan merupakan satwa endemik di Pulau Sumatera. Penelitian dilakukan di
Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bukit Lawang. Tujuan penelitian untuk
mengetahui aktivitas makan dan preferensi pakan orangutan sumatera. Metode
yang digunakan berupa Focal Animal Sampling dengan mengikuti satu individu

orangutan selama kurun waktu tertentu dan metode petak tunggal di tiga plot
berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas makan orangutan lebih kecil
dibandingkan aktivitas istirahat dan berpindah. Ditemukan 47 jenis pakan
orangutan yang terdiri dari 5 habitus, yaitu pohon, liana, herba, rumpun, dan
epifit. Bagian jenis tumbuhan yang paling banyak dikonsumsi adalah daun dengan
nilai persentase sebesar 48,61%, buah 27,49%, lainnya (rayap, semut, serangga,
tanah) 12,75%, kulit 7,17%, dan yang terakhir adalah bunga 3,98%. Berdasarkan
preferensi pakan, jenis pakan yang disukai adalah sibolangit (Garcinia
lateriflora), rotan (Calamus sp.), dan rambung (Vernonia arborea).
Kata kunci: aktivitas, makan, orangutan, pakan, preferensi.

ABSTRACT
RAFIKA AKHTARIANA. Feeding Activity and Food Preferences of Sumatran
Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in the Bukit Lawang Resort, Gunung
Leuser National Park. Supervised by DONES RINALDI and ANI
MARDIASTUTI.
Orangutans are one of the primates which known as great apes and it is
endemic in the island of Sumatera. This research was done at Sumatran Orangutan
Viewing Center in Bukit Lawang. The aim of this study is to know the feed
preferences and feeding activities of sumatran orangutan. The methods used in

this study are Focal Animal Sampling which is done by following one individual
orangutans during a certain period and single swath method in three different
plots. The observations showed that orangutan’s feeding activity are smaller than
resting and moving activity. There are 47 kinds of food that was eaten by
orangutans. This food consisting of 5 habitus that is a tree, liana, herbaceous,
clumps, and epiphyte. The part of plants that mostly consumed are leaves as much
as 48,61%, fruit 27,49%, others (termites, ants, insects, soil) 12,75%, bark 7,17%,
and flower 3,98%. Based on the feed preferences, the preferred type of feed are
sibolangit (Garcinia lateriflora), rattan (Calamus sp.), and rambung (Vernonia
arborea).
Keywords: activity, feed, feeding, orangutan, preferences.

AKTIVITAS MAKAN DAN PREFERENSI PAKAN
ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)
DI RESORT BUKIT LAWANG,
TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

RAFIKA AKHTARIANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman
Nasional Gunung Leuser
Nama
: Rafika Akhtariana
NIM
: E34080040


Disetujui oleh

Ir Dones Rinaldi, MSc FTrop
Pembimbing I

Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional

Gunung Leuser”. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari aktivitas harian
orangutan yang terdiri dari aktivitas istirahat, berpindah, dan makan; preferensi
pakan orangutan di alam; dan komposisi pakan orangutan. Penelitian ini
dilaksanakan di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional gunung Leuser pada bulan
Juni hingga Juli 2012
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Dones Rinaldi M.Sc. F.Trop dan Ibu Prof. Dr.
Ir. Ani Mardiastuti M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing,
memberikan ilmu yang bermanfaat, dan perhatian kepada penulis selama
penelitian dan proses penulisan skripsi. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir.
Bahruni MS. selaku dosen penguji dan Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga M.Si selaku
ketua sidang pada saat ujian komprehensif yang memberikan masukan bagi
penulis. Terima kasih kepada Ayah (Muhammad Rafi Ali), Mama (Tengku
Amriana), Raisa Meenazir, Rozaana Raziin, dan Muhammad Rais Taqiuddin yang
selalu berhasil memberi motivasi, masukan, bahkan dapat memperbaiki mood
penulis untuk dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Kepala
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser yaitu Bapak Andi Basrul dan
petugas Taman Nasional Gunung Leuser (Bang Zulfan, Bang Iskandar, Bang
Arsat, Bang Erik, dan Indah) yang mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian di Resort Bukit Lawang. Terima kasih kepada teman-teman

seperjuangan Edelweis 45 (Ina, Davi, Arni, Rey, Febbi, Lintang, Septi, Anieke
dan lainnya), teman-teman Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (Nanda, Putri,
Meutia, Dekya, dan lainnya), teman kostan PNS (Pita, Sasti, Mbak Dina, dan
Mbak Asti), Ikhsanul Khairi yang selalu membantu dan memotivasi penulis, serta
keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013
Rafika Akhtariana

DAFTAR ISI
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

v
vi
vii
vii

vii

PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan
Manfaat

1
1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Bio-ekologi orangutan
Pola penggunaan ruang
Habitat dan penyebaran
Ancaman bahaya

2
2

6
6
7

METODE
Waktu dan tempat penelitian
Bahan dan alat
Data yang dikumpulkan
Metode pengambilan data
Analisis data

7
7
7
8
8
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum lokasi penelitian

Hasil
Pembahasan

12
12
14
30

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

43
43
44

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


44
47
61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Rute perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Leuser
Daftar orangutan semi liar yang terdapat di PPOS
Daftar individu orangutan sumatera yang diamati
Persentase aktivitas harian orangutan sumatera di PPOS
Hasil analisis vegetasi di tiga plot
Komposisi jenis pakan orangutan sumatera
Preferensi jenis pakan orangutan sumatera
Pemanfaatan tajuk pada aktivitas makan

14
16
16
20
23
24
27
30

DAFTAR GAMBAR
1 Petak contoh analisis vegetasi
2 Pembagian ruang tajuk pohon
3 Peta lokasi penelitian di kawasan Bukit Lawang
4 Tempat Pemberian Makan (TPM) di Resort Bukit Lawang
5 Grafik tingkat perjumpaan orangutan sumatera
6 Orangutan betina remaja (Juni)
7 Persentase aktivitas istirahat tiap individu
8 Persentase aktivitas berpindah tiap individu
9 Persentase waktu aktif orangutan dalam mencari makanan
10 Persentase aktivitas makan tiap individu
11 Buah yang ditemukan di habitat orangutan
12 Tipe vegetasi di tiga plot
13 Kondisi habitat orangutan di tiga plot

9
10
13
15
17
18
21
21
22
22
26
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Aktivitas harian tiap kelas umur
Analisis vegetasi plot 1
Analisis vegetasi plot 2
Analisis vegetasi plot 3
Jumlah aktivitas makan dan komposisi pakan
Orangutan sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827)
Pakan orangutan sumatera

47
48
51
54
57
59
60

PENDAHULUAN
Latar belakang
Orangutan merupakan salah satu primata dengan julukan kera besar yang
endemik di Indonesia. Terdapat dua spesies orangutan yang endemik di Indonesia
yaitu orangutan kalimantan di Pulau Kalimantan dan orangutan sumatera di Pulau
Sumatera. Persebaran orangutan sumatera ini terbatas pada bagian utara saja,
berbeda dengan orangutan kalimantan yang tersebar hampir merata di wilayahwilayah yang belum terjamah oleh manusia. Orangutan ini bersifat soliter dan
lebih suka hidup arboreal dibandingkan kera besar lainnya (Galdikas 1984)
Semakin besar jumlah penduduk Indonesia, maka makin besar pula ancaman
hidup bagi satwa ini. Maka dari itu wajar jika status konservasi orangutan
sumatera yang ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature
(IUCN) Red List of Threatened Species telah berubah menjadi critically
endangered (IUCN 2011).
Timbulnya berbagai ancaman ini menyebabkan semakin banyak lembagalembaga yang mengedepankan perlindungan orangutan dengan tujuan menjaga
populasi orangutan di alam. Salah satu lembaga tersebut adalah Stasiun Pusat
Rehabilitasi Orangutan Bohorok yang dibangun pada tahun 1973 dan diprakarsai
oleh dua orang ahli biologi dari Swiss yaitu Regina Frey dan Monica Borner
dengan biaya dana kehidupan liar sedunia dan dari perkumpulan Ilmu Hewan
Frankfurt Jerman (FZS).
Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) Bukit Lawang merupakan
peralihan dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Bohorok melalui SK Menteri
Kehutanan RI Nomor : 280/Kpts-II/1995. Sejak dikeluarkannya SK tersebut,
stasiun pusat rehabilitasi ini tidak lagi menerima orangutan hasil sitaan/pemberian
sukarela untuk direhabilitasi sehingga namanya berubah menjadi Pusat
Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS). Kegiatan yang ada di PPOS juga masih
mengadaptasi kegiatan sebelumnya yaitu memberi pakan tambahan bagi
orangutan semi liar di Tempat Pemberian Makan (TPM).
Sejauh ini keberadaan orangutan yang hadir di TPM antara 15 s/d 20
orangutan setiap bulannya tergantung kepada kesediaan pakan yang berada di
alam. Pada saat di alam sedang memasuki musim buah, maka tingkat kehadiran
orangutan di TPM menurun, sebaliknya tingkat kehadiran orangutan di TPM
meningkat apabila di alam sedang tidak memasuki musim buah. Penelitian khusus
mengenai habitat dan pakan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup
orangutan penting dilakukan agar populasinya terus meningkat di alam. Salah satu
fokus utama yang diteliti adalah mengenai pakan alami di Resort Bukit Lawang
yang merupakan salah satu lokasi pelepasliaran orangutan hasil rehabilitasi.

Tujuan
1.
2.

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari :
Komposisi aktivitas harian terdiri dari alokasi waktu istirahat, berpindah,
makan.
Pola penggunaan ruang tajuk pada saat aktivitas makan.

2
3.
4.

Jenis tumbuhan yang dimakan dan bagiannya (daun, buah, kulit kayu dan
lainnya).
Preferensi terhadap suatu jenis pakan.

Manfaat
Studi mengenai pakan dan perilaku makan orangutan di Resort Bukit
Lawang ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan pengelolaan di habitat
orangutan sumatera yang tepat sasaran. Penelitian ini juga membantu menentukan
permudaan-permudaan yang tepat bagi tumbuhan-tumbuhan penting yang
nantinya dapat menjadi suplai pakan orangutan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Bio-ekologi orangutan
Klasifikasi
Orangutan termasuk ke dalam anggota primata dan merupakan salah satu
jenis kera besar yang masih hidup saat ini. Kegiatan pengklasifikasian
menunjukkan bahwa orangutan bersama-sama dengan dua kera besar lainnya
yaitu simpanse (Pan troglodytes) dan gorila (Gorilla gorilla) merupakan kerabat
bangsa manusia yang paling dekat dalam dunia hewan (Napier dan Napier 1985).
Klasifikasi orangutan sumatera adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa
Pylum
: Chordata
Subpylum
: Vertebrata
Klas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Primata
Famili
: Pongidae
Genus
: Pongo
Spesies
: P. abelii Lesson 1827
Morfologi
Menurut Napier dan Napier (1985) Orangutan memiliki tubuh yang besar
dan seksual dimorfismenya dapat ditandai dengan baik. Orangutan jantan
memiliki panjang tubuh sekitar 95 cm dan berat tubuh sebesar 77 kg. Orangutan
betina memiliki panjang tubuh sekitar 77,5 cm dan berat badan sebesar 37 kg.
Tubuhnya ditutupi rambut berwarna coklat kemerahan yang kasar. Warna rambut
orangutan kalimantan lebih gelap bila dibandingkan dengan rambut orangutan
sumatera yang berwarna lebih terang dan lebih panjang, khususnya pada bahu dan
lengan. Orangutan jantan memiliki kantung suara yang tergantung dan menonjol
di lehernya.
Pergerakan orangutan di pohon dilakukan dengan melibatkan keempat
anggota tubuh untuk menyebarkan beban tubuh yang ada. Orangutan cukup

3
berhati-hati dalam berpindah dan tidak pernah dijumpai melakukan aktivitas
melompat. Saat berada di tanah, orangutan berjalan dengan menggunakan
keempat anggota tubuhnya yang biasa disebut dengan quadrupedal. Aktivitas
bipedal atau berjalan dengan dua kaki seperti manusia hanya dijumpai pada
orangutan yang hidup di penangkaran. Orangutan memiliki lengan yang panjang
dan kaki yang pendek. Tangan yang sangat panjang dan dengan bentuk tulang jari
melengkung dapat digunakan untuk menggenggam. Jempolnya sangat pendek dan
sangat kaku (Napier & Napier 1985).
Orangutan jantan yang sudah lewat dewasa dapat mencapai bobot 100 kg
atau lebih, bermuka lebar karena perkembangan bantalan pipi kiri dan kanan serta
berkantong suara di bawah dagu. Orangutan jantan juga berjenggot dan
bercambang panjang. Orangutan betina berperawakan lebih kecil dan berparas
muka lebih sederhana. Warna rambut pada umumnya cokelat kemerah-merahan
tua atau sebagian pirang. Orangutan di Kalimantan dapat dikenal dengan warna
rambutnya yang merah cokelat gelap, sedangkan mawas di Sumatera berwarna
merah-cokelat semu pirang (LIPI 1982).
Orangutan jantan dapat bersuara seperti gertakan sangat keras sehingga
terdengar sejauh 2 km. Suara ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada
orangutan yang lain agar menghindar dari daerah yang dikuasainya. Untuk
mengundang calon pasangannya, orangutan jantan dapat bersuara lain yang
dikumandangkan dengan menepuk-nepuk kedua belah dadanya berulang-ulang.
Setiap perkawinan biasanya didahului dengan teriakan dan tingkah dari kedua
belah pihak, yaitu saling menggeram dan kemudian berakhir dengan suasana
hening (LIPI 1982).
Galdikas (1984) menggolongkan 5 tahap perkembangan hidup bagi
orangutan betina dan 6 tahap perkembangan hidup bagi orangutan jantan. Bayi
(infant), umurnya diperkirakan antara 0 - 4 tahun, berat badannya antara 1,5 – 6
kg, merupakan umur termuda dari yang lain dan sangat tergantung kepada
induknya baik dalam hal makanan maupun pergerakannya. Warna rambut
biasanya pucat, bercak-bercak putih meliputi seluruh tubuh, rambut yang
mengelilingi muka panjang dan tegak.
Anak (juvenile), umurnya diperkirakan antara 4 - 7 tahun dan berat badan
antara 5 – 20 kg. Pergerakannya sudah bebas dalam mencari makanan, tetapi
masih sering mengikuti induknya. Wajah masih lebih putih dari orangutan yang
lebih tua, tetapi lebih gelap daripada bayi.
Betina remaja (adolencence), umurnya diperkirakan antara 7 - 12 tahun dan
berat badan antara 20 – 30 kg. Pada akhirnya kehamilan pertama, dalam hal
makan maupun pergerakannya sudah bebas dari induknya, meskipun kadangkadang bergerak pindah bersama induknya atau dengan kelompok lain. Sifatnya
sangat sosial dan mulai berpasangan dengan lawan jenisnya selama masa birahi
seksual.
Jantan remaja (adolencence), umurnya diperkirakan antara 7 – 10 tahun dan
berat badan 20 – 30 kg. Jantan remaja benar-benar bebas dari induknya.
Walaupun terkadang bergerak berpindah bersama induknya atau dengan
kelompok lain. Sifatnya sangat sosial dan mulai berpasangan dengan lawan
jenisnya selama masa birahi seksual. Orangutan jantan sudah berusaha melakukan
kopulasi dengan betina remaja.

4
Jantan pra dewasa (sub adult male), umurnya diperkirakan antara 8 – 15
tahun dan berat badan antara 30 – 50 kg. Ukuran badannya lebih kecil dari jantan
dewasa tetapi lebih besar dari betina dewasa. Pinggiran pipinya berwarna hitam
yang akan berkembang menjadi bantalan pipi (cheek pad) apabila mencapai usia
dewasa. Wajahnya gelap dan kantung suara di lehernya mulai berkembang.
Janggut mulai berkembang sementara rambut yang mengelili mukanya pendek.
Betina dewasa umur muda, umumnya diperkirakan antara 12 – 35 tahun dan
berat antara 30 – 50 kg. Biasanya telah beranak dan diikuti oleh anaknya.
Wajahnya sangat gelap dan kadang-kadang berjanggut.
Jantan dewasa umur muda, umurnya diperkirakan antara 15 – 35 tahun dan
berat badan di atas 50 kg. Ukuran badan besar sekali dan mempunyai bantalan
pipi yang merupakan perluasan jaringan lemak sehingga mukanya nampak seperti
bundar. Kantung suara sudah berkembang, biasanya berjanggut dan kadangkadang punggungnya gundul.
Betina dewasa umur lanjut, umurnya diperkirakan di atas 35 tahun dan berat
badan sekitar 30 kg. Bulunya tipis dan jarang serta berkeriput. Pergerakannya
tidak diikuti bayi atau remaja yang sangat lambat.
Jantan dewasa umur lanjut. Umurnya diperkirakan di atas 35 tahun dan berat
badannya sekitar 40 kg. Bulunya tipis, jarang, kulitnya keriput dan bantalan pipi
menyusut. Pergerakannya sangat lambat dan tidak megeluarkan seruan panjang.
Preferensi pakan
Menurut Sinaga (1992), di antara jenis makanan yang dimakan oleh
orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser, buah menduduki persentase
tertinggi dengan rata-rata 55,60%, menyusul daun 35,50% dan sisanya untuk jenis
makanan lain. Urutannya adalah buah, daun, kulit kayu, kuncup dan epifit. Jenis
buah yang selalu dimakan oleh orangutan adalah kecing bunga (Castanopsis
tungurut), kerakah (Castanopsis inermis), durian hutan (Durio sp.), bebetung
(Ficus sp.), kulis (Durio carinatus), dan manggis hutan (Garcinia mangostana).
Sedangkan daun yangan disukai adalah damar laut (Shorea materialis), sematok
(Shorea multiflora), rambutan ayam (Aporosa sp.), dan banitan (Polyanthia
galuca). Sering ditemui beberapa diantaranya juga memakan serangga dan
mamalia kecil untuk memenuhi kebutuhan proteinnya (Galdikas 1984).
Sinaga (1992) menyebutkan bahwa, makin tua umur orangutan maka makin
sedikit variasi jenis makanannya. Demikian pula dengan berat badan, makin
bertambah berat atau besarnya badan orangutan maka makin menurun variasi
jenis makanannya.
Orangutan memiliki variabilitas yang tinggi pada susunan makanannya.
Meskipun begitu menurut Galdikas (1984), orangutan pada dasarnya bersifat
frugivora. Sebanyak 61,00% dari seluruh waktu makan yang dimiliki oleh seekor
orangutan dihabiskan dengan memakan buah. Orangutan memanfaatkan buah,
bunga, daun, kuncup, dan kulit kayu serta cairan dari berbagai spesies pohon,
tanaman menjalar dan tanaman lainnya. Jenis makanan orangutan ini banyak
berasal dari spesies pepohonan (235 atau 74,00%).
Bunga dan buah merupakan bagian tumbuhan yang hidup dengan waktu
yang terbatas dan tidak dapat diperkirakan kapan tersedia karena munculnya tidak
teratur. Musim-musim berbuah sangat berbeda satu sama lain dalam jumlah pohon
yang berbuah dan dalam kelebatan buah pada pohon tersebut. Gejala yang

5
mempengaruhi tersedianya sumber makanan musiman yang perlu disebutkan ialah
yang dinamakan “sindrom panen hampa” (Galdikas 1984). Sindrom panen hampa
ini merupakan suatu kondisi dimana suatu pakan yang disenangi oleh orangutan
seolah-olah akan memasuki waktu panen dengan jumlah yang berlimpah, namun
kenyataannya pada saat buah matang (siap dipanen), orangutan tidak
menghabiskan waktu yang lama di pohon tersebut atau bahkan tidak
menghiraukannya sama sekali. Hal ini terjadi karena meskipun buah tampak
normal dari luar, sebenarnya buah tersebut kosong atau rusak di bagian dalam.
Pada kejadian lain, sejumlah buah berkembang tetapi busuk di bagian dalamnya.
Aktivitas makan
Orangutan adalah pengumpul makan yang oportunis, yaitu memakan apa
saja yang dapat diraihnya, termasuk madu pada sarang lebah. Kegemarannya pada
makanan yang tidak biasa ditemukan dan tersebar acak di habitatnya
menyebabkan orangutan selalu bergerak untuk mencari makan kegemarannya.
Saat bukan musim buah orangutan akan lebih aktif bergerak dibandingkan pada
saat musim berbuah. Menurut MacKinnon (1972) diacu dalam Aini (2011),
orangutan memiliki kemampuan luar biasa dalam menemukan sumber makanan
yang kecil, jarang, dan tersebar acak.
Menurut Zuhra (2009) total aktivitas makan selama pengamatan yang
dilakukan sebesar 53,18% dari total aktivitas harian. Frekuensi aktivitas makan
paling tinggi terjadi pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB – 10.30 WIB yaitu
sebesar 59,15% dari total aktivitas makan. Aktivitas makan rendah pada siang hari
(pukul 10.30 WIB – 13.00 WIB) sebesar 10,05%, kemudian kembali meningkat
pada sore hari (pukul 13.30 WIB – 16.00 WIB) sebesar 30,81% dari total aktivitas
makan.
Aktivitas harian
Menurut Rijksen (1978), pola aktivitas harian orangutan sumatera (P. abelii)
dibedakan menjadi dua, yaitu (1) aktivitas yang dilakukan di pagi hari, mulai dua
jam sampai tiga jam setelah orangutan meninggalkan sarang tempat tidurnya dan
(2) aktivitas pada sore hari yang dilakukan mulai pukul 15.00. Aktivitas makan
lebih banyak dilakukan di pagi hari, aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan di
sore hari dan aktivitas istirahat lebih banyak dilakukan di siang hari.
Orangutan menggunakan keempat anggota tubuhnya untuk dapat bergerak
dari dahan ke dahan. Pergerakannya sangat lambat karena berat tubuh yang
dimilikinya. Kakinya mampu berfungsi sebagai tangan. Bentuk pergerakannya
dibedakan atas quadromanous scrambling, brachiation, quadropedal/walking tree
sway dan climbing (Rijksen 1978). Bentuk gerakan quadromanous scrambling
menempati 50,00% dari waktu jelajahnya. Orangutan hampir tidak pernah turun
ke tanah. Mereka menggunakan lapisan 15 m - 25 m di atas tanah hampir 70,00%
dari seluruh waktu aktivitasnya, 20,00% dari waktu aktivitasnya menggunakan
lapisan 25 meter ke atas dan kurang dari 10,00% di bawah ketinggian 15 m.
Sistem komunikasi orangutan berlangsung dengan menggunakan suara
(vocal communication) dan gerak tubuh atau perbuatan (attractive
communication). Orangutan akan banyak membuat bunyi dan reaksi lain, seperti
“kiss hoot” dan “kiss squeak”, merengut dengan wajah menyelidik, menjerit,
mengguncang-guncangkan serta banyak mematahkan dahan yang ditujukan ke

6
arah sumber gangguan yang dilihatnya. Reaksi ini terjadi bila ada gangguan dari
manusia maupun makhluk lain selain manusia.
Orangutan minimal sekali dalam sehari membuat sarang untuk tidur.
Menurut MacKinnon (1971) diacu dalam Galdikas (1984), orangutan membuat
sarang baru pada pohon di setiap malam. Terkadang orangutan ini juga
menggunakan sarang lama dengan menambahkan cabang-cabang segar sebagai
tempat bermalamnya.
MacKinnon (1974) diacu dalam Sudarno (2010) menyatakan bahwa
pembuatan sarang berlangsung selama 2 - 3 menit dengan tahapan sebagai
berikut:
1.
Rimming, dahan ditekuk secara horisontal membentuk lingkaran sarang dan
ditahan dengan cara melekukkan dahan lain.
2.
Hanging, dahan ditekuk ke dalam sarang membentuk mangkuk sarang.
3.
Pillaring, dahan ditekuk ke bawah untuk menopang lingkaran sarang dan
memberi kekuatan ekstra.
4.
Loose, dahan dipatahkan dari pohon dan diletakkan di dasar sarang sebagai
alas atau di atas sarang sebagai atap.

Pola penggunaan ruang
Orangutan adalah satwa diurnal yang melakukan aktivitas hidupnya di atas
pohon (arboreal). Pergerakan dan perpindahan dilakukan dari satu pohon ke
pohon lainnya. Menurut Krisdijantoro (2007) aktivitas orangutan lebih banyak
dilakukan pada ketinggian antara 20 m – 30 m dari permukaan tanah. Aktivitas
pada ketinggian di bawah 8 m, umumnya berlangsung saat orangutan melakukan
perjalanan. Apabila jarak antar cabang pohon terlalu jauh, maka orangutan akan
turun lebih rendah untuk menggapai dan menarik batang atau cabang pohon pada
tingkat tiang selanjutnya berayun pindah ke pohon yang lainnya.
Krisdijantoro (2007) juga menambahkan bahwa ketinggian aktivitas
orangutan cenderung lebih berkaitan dengan posisi sumber makanan yang ada dari
permukaan tanah. Pada kondisi yang ideal yang artinya tanpa gangguan, maka
ketinggian orangutan dalam beraktivitas cenderung bervariasi dari posisi rendah
sampai tinggi sesuai posisi sumber pakan. Sebaliknya apabila merasa tidak aman
makan akan beraktivitas pada tempat yang lebih tinggi.

Habitat dan penyebaran
Orangutan lebih suka tinggal di hutan dataran rendah, dengan pembedaan
lapisan-lapisan dari pohon yang menjulang tinggi. Lapisan teratas terdiri dari
banyak jenis epifit dan tumbuhan memanjat (liana). Orangutan juga suka hidup di
dataran rendah yang subur, menghasilkan banyak jenis tumbuhan juga termasuk
tumbuhan pakan orangutan seperti beringin, durian, dan lain-lain. Karena
makanan utamanya adalah buah, orangutan sangat berperan dalam menyebarkan
biji buah di dalam hutan (Maple 1980).
Menurut Galdikas (1984), habitat orangutan di Tanjung Puting terdapat di
hutan rawa bergambut. Untuk lokasi pembuatan sarang, orangutan lebih suka

7
menempatkannya di daerah rawa-rawa dan di tepi sungai karena merasa lebih
aman dari gangguan manusia ataupun hewan lainnya. Orangutan hanya bisa
beradaptasi dalam suasana hutan hujan tropis.

Ancaman bahaya
Musuh orangutan yang paling besar adalah manusia terutama yang
menggunakan senjata. Banyak manusia yang memburu hewan ini mengambil
dagingnya sejak zaman batu, tetapi baru sejak akhir abad yang lalu dinyatakan
terancam punah terutama di Kalimantan dan Sumatera. Orangutan dari kedua
pulau ini umumnya dibawa ke tempat lain untuk kebun binatang ataupun
dijadikan obyek penelitian. Biasanya hewan ini ditangkap dalam jumlah besar
termasuk yang masih muda. Namun diantaranya banyak yang mati baik pada
waktu dalam perjalanan, maupun sesudahnya (Redaksi Ensiklopedi Indonesia
2003).
Kuswanda (2007) menyatakan bahwa ancaman-ancaman yang
mengakibatkan penyusutan habitat orangutan di Cagar Alam Dolok Sibual-buali
(CADS) adalah penebangan hutan, perambahan hutan, perladangan, pembangunan
pemukiman dalam kawasan, dan dampak negatif pengembangan jaringan jalan.
Perburuan orangutan di sekitar CADS sudah jarang terjadi karena sebagian besar
masyarakat mengetahui bahwa orangutan sebagai satwaliar yang dilindungi.
Aktivitas masyarakat di sekitar CADS yang teridentifikasi dapat mengancam
kehidupan orangutan adalah mengambil kayu bakar, menggembalakan ternak,
berkebun, dan mengambil air nira.

METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS)
Bukit Lawang, Seksi Wilayah Langkat Selatan Balai Taman Nasional Gunung
Leuser. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2012.

Bahan dan alat
Objek yang digunakan dalam penelitian ini berupa orangutan sumatera (P.
abelii), data-data sekunder yang diperoleh dari pihak yang berwenang, dan studi
literatur. Individu yang diamati adalah individu yang sudah dapat secara mandiri
mencari makanan tanpa bantuan individu lainnya yaitu individu dengan usia enam
tahun ke atas. Bahan yang digunakan berupa kertas koran, trash bag transparan,
label, benang, alkohol 96%, dan sampel daun. Sedangkan alat yang digunakan
berupa tally sheet, binokuler, walking stick, kamera, meteran jahit, phi-band, jam,
tali rafia, kompas, tali tambang, Ms Office, laptop dan alat tulis.

8
Data yang dikumpulkan
Data primer
Data primer yang dicatat berupa :
a. Aktivitas harian (makan, istirahat, dan berpindah).
b. Kondisi habitat
c. Preferensi pakan alami.
d. Posisi individu saat makan dalam ruang tajuk pohon.
Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan berupa data kondisi umum kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser yang meliputi letak, topografi, luas, geologi,
iklim, potensi baik flora, fauna, dan lain-lain. Data tersebut dikumpulkan dengan
melakukan wawancara dengan petugas taman nasional maupun masyarakat sekitar
dan melakukan studi literatur.

Metode pengambilan data
Data aktivitas harian dan aktivitas makan
Data aktivitas harian dan aktivitas makan orangutan dilakukan dengan
menggunakan metode focal animal sampling, yaitu suatu cara pengamatan
tingkah laku dengan mengamati hanya satu individu dalam selang waktu tertentu.
Teknik ini digunakan untuk mengetahui semua jenis tingkah laku yang dilakukan
oleh individu yang diamati.
Pengelompokan aktivitas harian yang diamati mengacu pada Galdikas
(1984). Menurut Galdikas, makan, berpindah, dan istirahat merupakan tingkah
laku harian utama orangutan. Suatu aktivitas akan dikelompokkan ke dalam
aktivitas makan apabila orangutan memasukkan makanan ke dalam mulut
sebagian atau seluruhnya. Aktivitas istirahat mengacu pada kondisi ketika
orangutan sedikit atau tidak melakukan aktivitas sama sekali atau diam dalam
rentang waktu tertentu. Objek pengamatan dapat dikatakan melakukan berpindah
jika ia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dalam jarak tempuh pendek
atau jarak tempuh yang jauh. Data aktivitas harian yang diambil juga terdiri dari
aktivitas bermain, sosial, membuat sarang, agonistik, merawat diri, konsumsi air,
lain-lain dan berbagi makanan. Pengelompokan data mengacu pada
pengelompokan aktivitas harian yang disusun oleh Zuhra (2009). Aktivitas lainlain merupakan aktivitas urinasi dan mengeluarkan kotoran.
Data komposisi vegetasi di habitat orangutan
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui jenis vegetasi yang
merupakan pakan dari orangutan sumatera, tempat istirahat dan tempat bermain.
Kegiatan analisis vegetasi ini dilakukan dengan menggunakan metode petak
tunggal. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008), petak contoh ini harus
menggambarkan keadaan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu
petak tunggal tergantung pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon
yang terdapat. Ukuran petak contoh yang digunakan pada penelitian ini sebesar 50

9
m x 50 m. Pada setiap petak ukur dilakukan pencatatan terhadap semua tingkat
tumbuhan, yaitu :
1. Petak 2 m x 2 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat semai
dan tumbuhan bawah (tinggi < 1,5 m, diameter < 3 cm).
2. Petak 5 m x 5 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
pancang (tinggi > 1,5 m, diameter < 10 cm).
3. Petak 10 m x 10 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
tiang (diameter 10 - 19 cm).
4. Petak 25 m x 25 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
pertumbuhan pohon.
Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap
spesies untuk tingkat pertumbuhan semai, tumbuhan bawah, dan pancang,
sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu,
dan diameter batang (Gambar 1).

50 m

Keterangan :
a : 2m x 2m (semai)
c : 10m x 10 m (tiang)

b : 5m x 5m (pancang)
d : 25m x 25 m (pohon)

Gambar 1 Petak contoh analisis vegetasi
Data proyeksi tajuk
Data proyeksi tajuk diambil bersamaan dengan pembuatan petak untuk
analisis vegetasi. Data diperoleh melalui petak yang telah dibuat. Data yang
dikumpulkan meliputi tinggi total pohon, tinggi bebas cabang pohon, lebar tajuk,
dan jarak antara pohon.
Data jenis pakan
Data jenis pakan didapat dengan menganalisis jenis-jenis pohon yang
menjadi sumber pohon pakan bagi orangutan berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan mengenai jenis tumbuhan apa saja yang menjadi sumber pakan
orangutan dan bagian-bagiannya.
Data preferensi pakan
Pengumpulan data preferensi pakan dilakukan dengan melakukan
pencatatan mengenai pakan yang dikonsumsi oleh orangutan di alam baik waktu
pengambilan, jenis pakan, dan bagian pakan yang dikonsumsi. Data hasil analisis
vegetasi juga berkaitan erat dengan data preferensi pakan.

10

Data posisi individu dalam ruang tajuk pohon
Posisi individu dalam ruang tajuk pohon terbagi atas horizontal dan vertikal.
Ruang tajuk pohon tersebut masing-masing dibagi menjadi tiga kategori. Secara
horizontal ruang tajuk pohon dibagi dalam tiga ruang, yakni A, B, dan C,
sedangkan secara vertikal dibedakan atas I, II, dan III. Dengan demikian ruang
tajuk pohon yang digunakan terbagi ke dalam sembilan kategori. Pembagian tajuk
pohon dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 2).

Gambar 2 Pembagian ruang tajuk pohon
Data identifikasi orangutan
Identifikasi orangutan dilakukan dengan mengenali bentuk rambut, raut
muka, bantalan pipi, ukuran tubuh, dan bekas luka. Orangutan yang paling mudah
\dikenali dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya adalah orangutan dewasa.
Anak orangutan dapat dikenali dengan mengenali induknya terlebih dahulu karena
anak orangutan selalu bersama induknya sampai mereka menginjak umur remaja.
Identifikasi orangutan dilakukan dengan menggunakan bantuan petugas taman
nasional.
Data tingkat perjumpaan
Tingkat perjumpaan orangutan dihitung dengan menjumlahkan seluruh
orangutan yang ditemukan di tiap pengamatan. Data orangutan ini dihitung atau
dikumpulkan berdasarkan waktu-waktu perjumpaan. Akan ditentukan waktu
perjumpaan paling tinggi untuk dapat melihat orangutan sumatera di Taman
Nasional Gunung Leuser, Resort Bukit Lawang.

Analisis data
Analisis aktivitas harian
Analisis aktivitas harian dilakukan dengan melakukan analisis kuantitatif
dengan menggunakan tabel untuk menjelaskan data yang diperoleh.
Persentase aktivitas tertentu (%)

=

x 100

11

Analisis vegetasi
Analisa data di lakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kerapatan (batang/ha)

=

Kerapatan Relatif (%)

=

Dominansi (m2/ha)

=

Dominansi Relatif (%)

=

Frekuensi

=

Frekuensi Relatif (%)

=

Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting
Luas bidang dasar suatu jenis

= KR + FR + DR
= KR + FR (Tumbuhan Bawah)
= ¼ л d2

x 100

x 100

x 100

Keterangan :
d
= Diameter
KR = Kerapatan Relatif
DR = Diameter Relatif
FR = Frekuensi Relatif

Total Indeks Nilai Penting (INP) untuk setiap tingkat pohon, tiang, semai,
pancang, dan tumbuhan bawah, dihitung untuk setiap tipe ekosistem. Nilai INP
setiap tipe ekosistem menggambarkan kondisi vegetasi.
Analisis preferensi pakan
Analisis preferensi pakan dilakukan dengan menghitung rasio pakan suatu
satwa yang dirumuskan oleh Lindroth dan Batzli (1984) diacu dalam Krebs (1999)
yaitu :
FRi =
Keterangan :
FRi = Rasio pakan jenis i
ri = Proporsi atau persentase dari jenis i yang menjadi pakan
ni = Proporsi atau persentase dari jenis i yang tersedia di alam

Analisis posisi individu dalam ruang tajuk
Analisis penggunaan tajuk pada aktivitas makan ini menggunakan analisis
deskriptif dan kuantitatif, gambar berfungsi untuk menjelaskan data yang
diperoleh.
Analisis jenis pakan
Analisis mengenai ketersediaan pakan dan jenis pakan dilakukan dengan
menggunakan analisis kuantitatif. Hasil analisis vegetasi digunakan untuk
mengetahui vegetasi apa saja yang berpotensi menjadi pakan orangutan. Analisis

12
mengenai jenis pakan dilakukan dengan melihat bagian tumbuhan dan jenis
tumbuhan apa saja yang dikonsumsi oleh orangutan tersebut.
Persentase jenis tertentu (%) =
Persentase bagian tertentu (%) =

x 100
x 100

Analisis identifikasi orangutan
Analisis mengenai identifikasi orangutan dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara
orangutan satu dengan orangutan lainnya.
Analisis tingkat perjumpaan
Analisis mengenai tingkat perjumpaan orangutan dilakukan dengan
menggunakan analisis kuantitatif (tabel dan grafik) untuk mengetahui waktu
optimal dan waktu aktif orangutan sumatera dalam melakukan aktivitasnya
sehingga dapat dengan mudah dijumpai di alam.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum lokasi penelitian
Letak, luas, dan batas kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser secara administratif terletak di Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, secara geografi terletak antara 255’ - 405’
LU dan 9830’ BT. Ketinggian antara 0 – 3.381 m dari permukaan laut. Menurut
Surat Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan pelestarian Alam No.
46/Kpts/VI-sek/84 luasnya 1.095.192 hektar. Kawasan Bukit Lawang (Gambar 3)
merupakan kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera yang termasuk
wilayah administratif Kabupaten Langkat. Provinsi Sumatera Utara dengan jarak
lebih kurang 13 km dari Bohorok atau 90 km dari Medan. Akses menuju ke Pusat
Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) dengan kendaraan umum hanya bisa
sampai di desa Bukit Lawang (WWF 1998).
Dari segi pengelolaan hutannya, kawasan PPOS ini termasuk ke dalam
Seksi Wilayah Langkat Selatan, Taman Nasional Gunung Leuser. Secara
geografis PPOS ini terletak pada 330’ - 345’ Lintang Utara dan 900’ - 9815’
Bujur Timur. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 46/Kpts/VISek/84, ditetapkan bahwa luas areal Sub Seksi Wilayah Langkat Selatan ± 75.175
ha.
Batas-batas areal Pusat Pengamatan Orangutan Satwa ini adalah :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Bohorok dan Desa Bukit Lawang.
2. Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Bahorok.
3. Sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Taman Nasional Gunung
Leuser.

13

(Sumber : Kantor Balai Besar TNGL)
Gambar 3 Peta lokasi penelitian di kawasan Bukit Lawang
Flora dan fauna
Pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser terdapat sekurangkurangnya separuh dari jenis Dipterocarpaceae (misalnya, meranti, keruing,
Dryobalanops sp.). Salah satu jenis yang menonjol adalah jenis pohon kapur
(Dryobalanops aromatica). Terdapat beberapa pohon yang buahnya dapat
dimakan, antara lain adalah jenis jeruk hutan (Citrus sp.), durian hutan (Durio
axyleyanus dan Durio zibethinus), buah menteng (Baccaurea montleyana dan
Baccaurea fecemosa), duku (Lansium domesticum), limun (Mangifera foetida dan
Mangifera guardrifolia), rukam (Flacourtia rukam), rambutan (Nephelium
lappaceum). Flora langka yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser adalah
bunga raflesia (Raflesia
atjehensis) dan
daun payung raksasa
(Johannesteijsmannia altifrons) (WWF 1998).
Tipe hutan di kawasan hutan Bukit Lawang adalah tipe hutan hujan tropika
dataran tinggi dengan tipe vegetasi hutan campuran. Jenis tumbuhan yang ada di
kawasan hutan ini didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Selain jenis tersebut
terdapat juga jenis-jenis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain
pakam gunung (Pometia pinnata), ngakas (Dysoxylon sp.), rambung (Vernonia
arborea), kayu kuningan (Eugenia sp.), dan rotan (Calamus sp.) (WWF 1998).
Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 89 jenis satwa yang tergolong
langka, beberapa di antaranya yaitu serundung (Hylobates lar), rungka atau kedih
(Presbytis thomasi), Linsang (Prionodon linsang), Macan akar (Felis termmincki),
enggang (Buceros rhinoceros), dan burung kuda (Garrulax rufifrons). Jenis
satwaliar yang terdapat di kawasan hutan Bukit Lawang sendiri terdiri atas
kelompok primata, mamalia non primata, dan burung. Jenis-jenis primata yang
dapat dijumpai antara lain orangutan (Pongo pygmaeus abelii), uwa-uwa atau
ungko lengan putih (Hylobates lar), siamang (Hylobathes syndactylus), kedih
(Presbytis thomasi), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kukang

14
(Nycticebus coucang), beruk (Macaca nemestrina), harimau sumatera (Panthera
tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus) dan babi hutan (Sus
barbatus). Jenis burung yang terdapat di lokasi ini adalah rangkong (Buceros
rhinoceros) dan kuau (Argusianus argus) (WWF 1998).
Aksesibilitas
Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki tiga pintu masuk yang
dapat dilewati dan semua pintu masuk dapat ditempuh melalui kota Medan
dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1 Rute perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Leuser
No

Lokasi

1

Pintu gerbang di Ketambe,
Aceh Tenggara
Pintu Gerbang Bohorok/Bukit
Lawang.
Pintu gerbang di Sikundur

2
3

Jarak
(km)
250

Waktu
tempuh
8 jam

91

3,5 jam

100

4 jam

Transportasi

Biaya
(Rp)

Bis umum
Bis umum dan mobil
angkutan (L300)
Bis umum

12000

Resort Bukit Lawang juga menyediakan banyak tempat penginapan karena
resort ini juga berbasis wisata sehingga banyak menyediakan fasilitas-fasilitas
seperti penginapan, angkutan umum, dan guide bagi pengunjung. Setelah sampai
di Resort Bukit Lawang ini maka diharuskan untuk mengambil surat izin
memasuki kawasan taman nasional atau yang biasa disebut permit. Pengunjung
juga diharuskan masuk kawasan hutan dengan didampingi oleh pendamping lokal
(guide). Akses selanjutnya untuk dapat melihat orangutan di TPM adalah dengan
menyeberangi sungai yang lebarnya ± 7 m dan kedalaman ± 1 m menggunakan
sampan. Sampan akan mulai beroperasi pada pukul 08.30 WIB pagi dan akan
ditambatkan pada pukul 16.00 WIB sore.

Hasil
Pusat pengamatan orangutan sumatera (PPOS)
Status Resort Bukit Lawang pada awalnya merupakan Pusat Rehabilitasi
Orangutan Sumatera. Saat ini status Resort Bukit Lawang telah berubah menjadi
Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), namun pengelolaan terhadap
orangutan hasil rehabilitasi yang ada di kawasan ini masih terus berlanjut dari hari
ke hari. Salah satu bentuk pengelolaan yang masih dilakukan yaitu dengan
memberikan makanan tambahan (extra food) kepada orangutan semi liar untuk
membantu proses pelepasliaran satwa tersebut. Tujuannya yaitu untuk membantu
menyalurkan makanan tambahan apabila orangutan semi liar masih sulit untuk
mencari pakan di alam bebas.
Kegiatan ini berlangsung di Tempat Pemberian Makan (TPM) yang berada
di dalam kawasan. Waktu pemberian makanan tambahan dilaksanakan pada pukul
08.30 WIB - 09.30 WIB pagi dan pukul 15.00 WIB - 16.00 WIB sore. Pemilihan
waktu ini berdasarkan waktu aktif orangutan sumatera dalam mencari pakan alami
mereka. Orangutan semi liar yang masih sulit mencari makan akan mendatangi
TPM dan mendekati platform yang telah disediakan oleh petugas (animal keeper)

15
sebagai tempat mereka makan. Prosesinya dilakukan dengan memberikan satu
sisir pisang kepok bagi satu ekor orangutan dan segelas susu.
Selain bertujuan konservasi, Resort Bukit Lawang juga berbasis wisata
dengan menawarkan satwa-satwa endemik dan keindahan alamnya yang berupa
Sungai Bohorok. Banyak wisatawan lokal dan asing yang datang ke kawasan
Resort Bukit Lawang untuk melihat kegiatan pemberian makan bagi orangutan
sumatera. Banyaknya pengunjung yang datang mengakibatkan harus adanya batas
pemisah antara orangutan yang diberi makan dengan pengunjung. Oleh karena itu,
dibagian luar platform diberi pagar non-permanen yang terbuat dari bambu
sebagai batas pemisah antara pengunjung dengan orangutan. Pengunjung juga
diberi pengarahan terlebih dahulu seperti tidak boleh memberi makan orangutan,
harus menjaga jarak dengan orangutan sejauh tujuh meter, tidak boleh membuat
keributan, tidak boleh membuang sampah di hutan, tidak boleh membuka tas di
hadapan orangutan dan tidak boleh membawa bungkus plastik atau bungkus
makanan.
Lokasi TPM yang ada di Resort Bukit Lawang ini akan dipindahkan setiap
sembilan bulan sekali guna memberikan kesempatan pada vegetasi-vegetasi rusak
yang terdapat di kawasan tersebut untuk melakukan suksesi. Selain vegetasi yang
rusak oleh pengunjung, pohon-pohon besar yang berada di sekitar TPM juga
banyak dijadikan sebagai pohon sarang yang menyebabkan banyak dahan dan
ranting patah. Banyaknya orangutan yang membuat sarang di sekitar TPM
merupakan akibat dari orangutan tersebut tidak mau berada jauh dari lokasi
pemberian makan. Ketika kegiatan pemberian makan berlangsung maka mereka
akan dengan cepat turun dari pohon sarang menuju TPM. Selain itu juga
ditemukan orangutan yang menunggu kegiatan pemberian makan dengan cara
beristirahat di atas platform, seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tempat Pemberian Makan (TPM) di Resort Bukit Lawang
Tingkat perjumpaan
Orangutan yang diamati pada penelitian merupakan orangutan yang pertama
kali ditemukan saat pengamatan dimulai. Menurut petugas, orangutan yang
terdapat di Resort Bukit Lawang ini masih cukup banyak. Orangutan yang paling
sering dijumpai adalah orangutan semi liar yang merupakan hasil pelepasliaran
dari Stasiun Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera Bohorok. Orangutan semi liar
yang masih terdapat di lokasi ini berjumlah 16 ekor yang terdiri dari 7 ekor induk

16
betina dewasa, 1 ekor betina remaja, 1 ekor jantan dewasa, dan 7 anakan. Daftar
orangutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Daftar orangutan semi liar yang terdapat di PPOS
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Induk
Suma*
Minah*
Sandra*
Pesek*
Ratna*
Jakie
Sepi
Juni*
Jenggot*

Jenis Kelamin
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Jantan

Nama Anak
Sumi*
Katerin*
Sandri*
Wati*
Global*
Jody
Cassa
Tidak ada
Tidak ada

Jenis Kelamin
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina

Keterangan : * = orangutan yang diamati
Sumber
: PPOS Resort Bukit Lawang

Orangutan sering ditemukan di 11 trail (jalan kecil) yang ada di Resort
Bukit Lawang. Trail yang paling banyak dikunjungi oleh orangutan adalah trail
satu karena pada jalur ini banyak ditemukan pohon pakan yang sangat penting
perannya bagi keberlangsungan hidup orangutan.
Pada saat pengamatan, hanya 44 hari yang diambil sebagai waktu
pengamatan karena keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga. Dari 44 hari tersebut
selalu ditemukan orangutan karena orangutan yang berada di lokasi sebagian
besar merupakan orangutan semi liar yang masih sering mengunjungi TPM
sehingga masih sering dijumpai dan sudah terhabituasi dengan baik. Orangutan
yang ditemukan selama pengamatan sebanyak 14 individu yang terdiri dari dua
orangutan liar dan 12 orangutan semi liar. Daftar orangutan yang ditemukan di
Resort Bukit Lawang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Daftar individu orangutan sumatera yang diamati
No

Status

Kategori

Nama
Individu

Umur
(th)

1
♀ Dewasa
Borjong
tidak diketahui
Liar
2
Anak
Damar
tidak diketahui
3
Suma
36
4
Minah
tidak diketahui
5
♀ Dewasa
Ratna
25
6
Pesek
24
7
Sandra
23
8
♀ Remaja
Juni
13
Semi liar
9
♂ Dewasa
Jenggot
tidak diketahui
10
Sumi
3
11
Katerin
6
12
Anak
Global
4
13
Wati
6
14
Sandri
2
Total
Keterangan : ♀ = Betina, ♂ = Jantan, - = tidak diamati

Jumlah Pengamatan (kali)
Bulan Durasi Bulan Durasi
Juni
(jam)
Juli
(jam)
0:00:00
3
16:54:59
0:00:00
3
16:15:36
3
13:18:46
00:00:00
00:00:00
1
01:20:00
1
01:40:00
1
04:37:45
3
16:08:45
00:00:00
4
11:02:57
2
06:18:36
1
04:01:48
1
02:14:12
5
15:59:58
1
04:04:48
3
12:02:12
00:00:00
00:00:00
1
01:20:00
1
01:40:00
1
04:34:58
3
16:28:46
00:00:00
4
10:46:12
00:00:00
28 103:09:24 16
63:59:30

17
Tingkat perjumpaan terhadap orangutan sasaran ini cukup tinggi karena 12
dari 14 orangutan yang diamati merupakan orangutan semi liar sehingga
memudahkan pengamat untuk menemukan orangutan tersebut, sedangkan 2 dari
14 orangutan yang ditemukan merupakan orangutan liar. Dalam dua bulan,
orangutan yang berhasil ditemukan sebanyak 44 kali dari 14 individu. Terdiri dari
6 individu betina dewasa, 1 individu jantan dewasa, 1 individu betina remaja, dan
6 individu anak. Dari 44 kali perjumpaan hanya 20 kali perjumpaan yang berhasil
diamati aktivitasnya secara penuh. Hal ini dikarenakan topografi yang cukup
curam, cuaca buruk, dan perilaku agresif orangutan yang menyebabkan
pengambilan data harus dihentikan.
Pengumpulan data dilakukan pada musim hujan sehingga cuaca sangat
berpengaruh besar pada keberhasilan pengamatan ini. Ketika cuaca hujan,
orangutan hanya akan beristirahat di atas sarang. Begitu pula dengan cuaca dingin
dan angin kencang. Orangutan cukup sulit ditemukan pada saat angin kencang.
Menurut petugas orangutan jarang ditemukan turun dari sarang saat cuaca dingin
karena lebih nyaman di atas sarangnya.
Pada Gambar 5 dapat terlihat bahwa perjumpaan tertinggi ditemui pada
pukul 09.00 WIB - 09.59 WIB dengan jumlah orangutan yang ditemui sebanyak
17 ekor. Waktu-waktu ini merupakan waktu aktif orangutan dalam melakukan
aktivitas hariannya baik berpindah maupun makan. Selanjutnya perjumpaan
orangutan yang cukup tinggi juga ditemukan pada pukul 10.00 WIB - 10.59 WIB
dengan jumlah orangutan yang ditemui sebanyak 11 ekor dan pada pukul 08.00
WIB - 08.59 WIB dengan jumlah orangutan yang ditemui sebanyak 7 ekor.
Orangutan ini pada umumnya ditemukan sedang beristirahat di dahan pohon.
Total orangutan yang dijumpai pada dua bulan adalah 54 perjumpaan.
18

17

16
12

11

10
8

7
5

4

3
2

1
15.00 - 15.59

11.00 -11.59

10.00 - 10.59

2
09.00 - 09.59

07.00 - 07.59

06.00 - 06.59

0

2

14.00 - 14.59

2

12.00 - 12.59

4

13.00 - 13.59

6

08.00 - 08.59

Jumlah individu

14

Waktu

Gambar 5 Grafik tingkat perjumpaan orangutan sumatera
Orangutan yang dijumpai pertama kali pada saat pengamatan adalah
orangutan betina remaja. Menurut petugas, orangutan tersebut dikenal dengan
nama Juni. Orangutan ini merupakan orangutan semi liar hasil rehabilitasi yang
sudah terhabituasi karena tidak terlihat perilaku antagonis seperti kiss squeak atau

18
melempar ranting ke arah pengamat. Juni merupakan anak pertama dari orangutan
semi liar lainnya yang bernama Minah.

Gambar 6 Orangutan betina remaja (Juni)
Identifikasi orangutan
Identifikasi orangutan yang telah dilakukan menghasilkan temuan berupa 14
orangutan yang terdiri dari 6 orangutan betina dewasa (Sumi, Sandra, Pesek,
Ratna, dan Minah), 1 orangutan betina remaja (Juni), 1 orangutan jantan dewasa
(Jenggot), dan 6 orangutan anak (Sumi, Sandri, Wati, Global, Katrin, dan Damar).
Orangutan liar dapat dibedakan dari orangutan semi liar melalui reaksinya saat
bertemu dengan pengamat. Orangutan liar akan mencoba berpindah dan menjauhi
pengamat dengan sering mengeluarkan bunyi mencicit (kiss squeak) serta
melempar ranting atau epifit. Orangutan semi liar dikenal suka menggigit dan
ditemui sering mencoba mendekati pengamat pada saat pengamatan.
Penamaan orangutan ini tidak memiliki aturan khusus. Setiap orangutan
memilik

Dokumen yang terkait

Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Orangutan Sumatera (Pongo Abelii Lesson, 1827) Di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

3 30 69

Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

0 33 87

Perilaku Harian Anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Akibat Adanya Aktivitas Manusia Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

4 48 80

Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

0 19 60

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

2 11 68

ANALISIS PAKAN ORANGUTAN (PONGO ABELII) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG BESITANG SUMATERA UTARA.

0 84 21

ANALISIS PAKAN ORANGUTAN (Pongo abelii) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG BESITANG SUMATERA UTARA.

3 48 21

PREFERENSI PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII LESSON) PADA WAKTU TIDAK MUSIM BUAH DI PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA (PPOS) BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA.

6 33 20

Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Orangutan Sumatera (Pongo Abelii Lesson, 1827) Di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

0 0 10