Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

(1)

POLA MAKAN INDUK ORANGUTAN (Pongo abelii) DI PUSAT

PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA, DESA BUKIT

LAWANG, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

EDWARD EFENDI RUMAPEA 030805005

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

POLA MAKAN INDUK ORANGUTAN (Pongo abelii) DI PUSAT

PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA, DESA BUKIT

LAWANG, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EDWARD EFENDI RUMAPEA 030805005

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : POLA MAKAN INDUK ORANGUTAN (Pongo

abelii) DI DESA BUKIT LAWANG, TAMAN

NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA

Kategori : SKRIPSI

Nama : EDWARD EFENDI RUMAPEA

Nomor Induk Mahasiswa : 030805005

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2009

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

drh. Rachmad Wahyudi Drs. Arlen H. J., M.Si. NIP 131 882 288

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. NIP 132 089 421


(4)

PERNYATAAN

POLA MAKAN INDUK ORANGUTAN (Pongo abelii) DI PUSAT

PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA, DESA BUKIT

LAWANG, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2009

EDWARD EFENDI RUMAPEA 030805005


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Arlen H.J., M.Si selaku Pembimbing I dan juga Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan waktu untuk penulis baik selama penyelesaian skripsi maupun selama penulis duduk di bangku perkuliahan. Terima kasih kepada Bapak drh. Rachmad Wahyudi selaku Pembimbing II atas bimbingan dan arahan kepada penulis. Kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si dan Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S selaku penguji yang telah banyak memberi masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih kepada Bapak Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Ibu Nunuk Priyani, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Biologi USU. Kepada Bapak dan Ibu dosen di Departemen Biologi, terima kasih atas didikannya. Kepada staf pegawai di Departemen Biologi: K’ Roslina Ginting, B’ Erwin, K’ Nurhasni Muluk dan Mas Manto penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bantuannya.

Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Bernatus Rumapea da Purnama Kartini Br. Sirait) terima kasih untuk doa dan kasih sayangnya serta Kakak dan Adikku tersayang (Magdalena Nurcahaya dan Elis Wilfrida) dan kepada seluruh keluarga, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Ekosistem Lestari (YEL)/ Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP) yang telah memfasilitasi dan mendanai penelitian ini. Khususnya kepada Dr. Ian Singleton, B’ Nuzuar, B’ Asril terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Kepada Ibu Dr. Sri Suci Utami Atmoko penulis ucapkan terima kasih banyak atas saran dan masukan yang sangat membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan dan terimakasih juga kepada B’ Didik Prasetyo atas bantuannya. Kepada staf BBTNGL di Bukit Lawang: Pak Hendra, Pak Riswan, Pak Warji dan seluruh Petugas Perawat Satwa khususnya B’ Sindrayana yang mendampingi penulis di lapangan. Kepada semua teman-teman HPI di Bukit Lawang penulis juga mengucapkan terima kasih.

Kepada Kakanda di Yayasan Akasia Indonesia (YAI)/Sumatra Rainforest Institude: B’ Rasyd Assaf Dongoran, K’ Fithria Edhi, B’ Hasri Abdillah, K’ Hanifah, Risma, Erma dan Afdhal terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada penulis. Kepada B’Giyanto dan K’ Mugi Mumpuni terima kasih atas dorongan semangatnya. Kepada B’ Zamrud, B’Andinal, B’ Candra, B’ Acil, K’ Tice dan K’ Meina serta kepada seluruh adik-adik di Biologi, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungannya.

Kepada semua teman-teman di BIOPALAS dan semua saudara-saudara seperjuangan Angkatan 2003, terima kasih atas persahabatan yang terjalin selama ini, semoga menjadi persahabatan yang tetap terjalin erat untuk selamannya. Kepada Roma yang tergabung dalam tim penelitian, terima kasih atas kerjasamanya. Kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dan namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas dukungannya penulis ucapkan terima kasih. Penulis masih mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(6)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara” dilakukan selama tiga bulan dengan menggunakan metode

Focal Animal Sampling – Instantaneuos terhadap tiga individu target orangutan Bukit

Lawang (individu Minah, Pesek dan Sandra). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menampilkan data dalam bentuk tabel dan gambar.

Ketiga individu target orangutan memiliki pola makan yang beragam. Secara umum buah merupakan sumber pakan tertinggi yang dimakan (28,12 %) ketiga individu target orangutan, kemudian secara berturut-turut: daun muda (26,03 %), kunyahan sendiri (11,44 %), bunga (7,51 %), tanah, air dan lain-lain (6,41 %), marau (5,46 %), kulit kayu (4,84 %), serangga (3,48 %), batang (3,30 %), daun tua (1,58 %), susu (1,32 %) dan kambium (0,51 %). Tingginya penggunaan buah oleh ketiga induk orangutan disebabkan oleh adanya pemberian makan dari manusia. Pola makan dan pemenuhan kebutuhan makan ketiga individu induk orangutan dapat diperoleh dari alam dan dari pemberian manusia. Akan tetapi, sebenarnya ketiga individu induk orangutan telah mampu menggunakan pakan dari alam. Hal ini dibuktikan dengan tingginya penggunaan sumber pakan dari alam dibandingkan dengan penggunaan pakan yang bersumber dari pemberian manusia.


(7)

MOTHER ORANGUTAN (Pongo abelii) FEEDING PATTERN AT MONITORING CENTER OF SUMATERAN ORANGUTAN, BUKIT

LAWANG VILLAGE, GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK, SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The research of “Mother Orangutan (Pongo abelii) Feeding Pattern at Monitoring Center of Sumateran Orangutan, Bukit Lawang Village, Gunung Leuser National Park, Sumatera Utara” were done for 3 months by using the method of Focal Animal Sampling – Instantaneuos. The data analysis was carried out descriptively by data display in the form of table and picture.

The three target individuals of orangutan feeding pattern in varied. Generaly the source of highest food are fruit (28,12 %) of the three target individuals orangutan, afterwards in succession: the yaoung leaves (26,03 %), personally cud (11,44 %), the flower (7,51 %), soil, water et cetera (6,41 %), marau (5,46 %), bark (4,84 %), insects (3,48 %), the stem (3,30 %), the old leaves (1,58 %), milk (1,32 %) and cambium (0,51 %). The height of fruit consumption by the three mothers was caused by the existence of giving from humankind. The feeding pattern and the fulfillment of feeding requirement for three individuals of mother could be received from nature. But, in fact the three individuals of mother’s were able to get the food from nature. This was proven with the height of source food from nature compared with the food which originated by humankind.


(8)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran ii iii iv v vi vii ix x xi Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis

1.5 Manfaat Penelitian

1 2 3 3 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Klasifikasi Orangutan

2.2 Morfologi dan Biologi Orangutan

2.3 Penggunaan Kawasan Sebagai Sumber Pakan Orangutan 2.4 Aktivitas Makan Orangutan

2.5 Pola Makan Orangutan

2.6 Status Perlindungan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) 2.7 Sejarah Perkembangan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) 4 4 6 8 9 10 11

Bab 3 Bahan dan Metode 3.1 Letak dan Luas 3.2 Potensi Kawasan

3.2.1 Flora 3.2.2 Fauna 3.2.3 Wisata 3.3 Waktu dan Tempat 3.4 Alat dan Bahan 3.5 Metode Penelitian 3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pencarian (Searching)

3.6.2 Metode Pencatatan Data (Recording Data Method) 3.6.2.1 Pola Makan

3.6.2.2 Teknik Makan (Feeding Tehnic and Tool

Use) 13 13 13 14 14 15 15 15 15 15 16 16 17


(9)

3.7 Analisis Data 17 Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Pola Makan Individu Induk Orangutan Bukit Lawang 4.2 Penggunnaan Sumber Pakan oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

4.3 Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Manusia oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

4.4 Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding Time oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

4.5 Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking Pengunjung oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

18 25

29

31

33

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

35 36


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Persentase Penggunaan Bagian Tumbuhan oleh Individu

Orangutan Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin (Rodman, 1973 dalam Bismark, 1984)

9

Tabel 4.1 Persentase Penggunaan Keragaman Pakan Individu Induk

Orangutan Bukit Lawang

20

Tabel 4.2 Persentase Penggunaan Sumber Pakan Setiap oleh Individu Induk

Orangutan Bukit Lawang

26

Tabel 4.3 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Manusia oleh

Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

30

Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding

Time oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

32

Tabel 4.5 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking

Pengunjung oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Orangutan Sumatera (Pongo abelii); A. Jantan, B. Induk &

Anak

5 Gambar 4.1 Persentase Keragaman Pakan yang Umum Digunakan Ketiga

Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

18 Gambar 4.2 Persentase Keragaman Pakan Individu Induk Orangutan Bukit

Lawang

25

Gambar 4.3 Individu Minah Memakan Kunyahan Sendiri 27

Gambar 4.4 Persentase Penggunaan Sumber Pakan oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

28 Gambar 4.5 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Manusia

oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

31 Gambar 4.6 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding

Time oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

32 Gambar 4.7 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking

Pengunjung oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Peta Lokasi Penelitian di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Desa Bukit Lawang

40

Lampiran B Contoh Tabulasi Pengisisan Data 41

Lampiran C Profil Induk Orangutan Bukit Lawang 42

Lampiran D Foto-foto Aktivitas Makan Induk Orangutan Bukit Lawang

43

Lampiran E Tabel Aktivitas Harian Induk Orangutan Bukit Lawang

44

Lampiran F Tabel Persentase Aktivitas Harian Induk Orangutan Bukit Lawang


(13)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara” dilakukan selama tiga bulan dengan menggunakan metode

Focal Animal Sampling – Instantaneuos terhadap tiga individu target orangutan Bukit

Lawang (individu Minah, Pesek dan Sandra). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menampilkan data dalam bentuk tabel dan gambar.

Ketiga individu target orangutan memiliki pola makan yang beragam. Secara umum buah merupakan sumber pakan tertinggi yang dimakan (28,12 %) ketiga individu target orangutan, kemudian secara berturut-turut: daun muda (26,03 %), kunyahan sendiri (11,44 %), bunga (7,51 %), tanah, air dan lain-lain (6,41 %), marau (5,46 %), kulit kayu (4,84 %), serangga (3,48 %), batang (3,30 %), daun tua (1,58 %), susu (1,32 %) dan kambium (0,51 %). Tingginya penggunaan buah oleh ketiga induk orangutan disebabkan oleh adanya pemberian makan dari manusia. Pola makan dan pemenuhan kebutuhan makan ketiga individu induk orangutan dapat diperoleh dari alam dan dari pemberian manusia. Akan tetapi, sebenarnya ketiga individu induk orangutan telah mampu menggunakan pakan dari alam. Hal ini dibuktikan dengan tingginya penggunaan sumber pakan dari alam dibandingkan dengan penggunaan pakan yang bersumber dari pemberian manusia.


(14)

MOTHER ORANGUTAN (Pongo abelii) FEEDING PATTERN AT MONITORING CENTER OF SUMATERAN ORANGUTAN, BUKIT

LAWANG VILLAGE, GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK, SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The research of “Mother Orangutan (Pongo abelii) Feeding Pattern at Monitoring Center of Sumateran Orangutan, Bukit Lawang Village, Gunung Leuser National Park, Sumatera Utara” were done for 3 months by using the method of Focal Animal Sampling – Instantaneuos. The data analysis was carried out descriptively by data display in the form of table and picture.

The three target individuals of orangutan feeding pattern in varied. Generaly the source of highest food are fruit (28,12 %) of the three target individuals orangutan, afterwards in succession: the yaoung leaves (26,03 %), personally cud (11,44 %), the flower (7,51 %), soil, water et cetera (6,41 %), marau (5,46 %), bark (4,84 %), insects (3,48 %), the stem (3,30 %), the old leaves (1,58 %), milk (1,32 %) and cambium (0,51 %). The height of fruit consumption by the three mothers was caused by the existence of giving from humankind. The feeding pattern and the fulfillment of feeding requirement for three individuals of mother could be received from nature. But, in fact the three individuals of mother’s were able to get the food from nature. This was proven with the height of source food from nature compared with the food which originated by humankind.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerusakan kawasan hutan telah menurunkan habitat orangutan sebesar 1 – 1,5 % per tahunnya di Sumatera. Selain ancaman dari kerusakan habitat hutan, keadaan orangutan juga diperburuk dengan ancaman perburuan untuk dijadikan satwa peliharaan, bahkan sebagai sumber makanan bagi sebagian masyarakat. Kondisi yang sangat mengkhawatirkan tersebut telah menempatkan orangutan sumatera ke dalam kategori kritis/sangat terancam punah (Critically Endangered) di dalam daftar merah

International Union for Conservation and Natural Resources (IUCN) tahun 2008,

sebuah badan dunia yang memantau tingkat keterancaman jenis secara global (http://www.iucnredlist.org/details/39780. Diakses tanggal 14 Mei, 2009).

Salah satu habitat orangutan yang masih tersisa adalah di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara, yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Bukit Lawang merupakan bekas stasiun rehabilitasi orangutan yang secara resmi ditutup pada tahun 1997 (SK Menteri Kehutanan 280/kpts II/1995). Setelah status Bukit Lawang bukan merupakan stasiun rehabilitasi, maka saat ini nama program yang berjalan di Bukit Lawang adalah Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS).

Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera yang juga merupakan daerah Ekowisata memiliki kawasan yang cukup luas untuk jelajah orangutan. Namun demikian secara umum pemberian makan pada orangutan masih diberikan oleh manusia, karena orangutan yang terdapat di kawasan ini merupakan orangutan bekas


(16)

pemeliharaan manusia yang telah direhabilitasi. Pemberian makan pada orangutan dilakukan di sebuah tempat khusus yang disebut tempat pemberian makan orangutan (feeding platform). Proses tersebut dilakukan agar orangutan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. Selain itu terdapat juga kawasan hutan yang memungkinkan orangutan mencari sendiri makanan alaminya.

Makanan utama orangutan untuk memenuhi kebutuhan energi adalah buah-buahan. Orangutan juga selalu makan jenis-jenis vegetasi lain seperti daun-daunan, kulit kayu, pucuk daun dan bunga. Rijksen (1978) menyatakan bahwa orangutan menghabiskan 54 % waktunya untuk makan buah di pohon-pohon rambung (Ficus spp.). Disamping itu orangutan juga memerlukan mineral dari tanah yang subur, serangga dan vertebrata kecil lainnya sebagai sumber nutrisi hewani. Orangutan minum dengan menjangkau ke lubang-lubang pohon dan menghirup air dari tangannya (Maple, 1980; Ciszek & Schommer, 1999).

Aktivitas makan pada orangutan liar di Sumatera (Ketambe) dan Kalimantan (Tanjung Puting) menunjukkan bahwa persentase tertinggi dalam aktivitas harian orangutan adalah aktivitas makan (Maple, 1980 dan Galdikas, 1986). Tingginya akktivitas makan pada primata umumnya disebabkan karena aktivitas tersebut mampu menghasilkan energi melalui penggunaan sumber pakan (Dunbar, 1987). Energi akan digunakan individu orangutan dalam setiap aktivitas harian dan penjelajahan (Rikjsen, 1978). Peningkatan kebutuhan hingga 50 % diatas normal terjadi pada individu betina yang sedang dalam masa intensif menyusui anak (Dunbar, 1987).

1.2 Permasalahan

Kelangsungan hidup orangutan di suatu habitat alami sangat tergantung pada daya dukung habitat (ketersediaan bahan pakan, tempat bersarang, tempat berbiak, luasnya daerah jelajah yang tersedia, dan lainnya), pola makan, serta kemampuan orangutan beradaptasi terhadap lingkungannya. Makanan yang diberikan oleh manusia


(17)

pada waktu dan lokasi yang sama di tempat pemberian makan ataupun di jalur-jalur perjalanan yang sering dilalui pengunjung dapat dianggap sebagai sumber pakan bagi orangutan. Namun demikian sejauh ini belum diketahui bagaimanakah pola makan individu induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) yang punya anak di Bukit Lawang.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola makan induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) di Bukit Lawang yang meliputi persentase waktu yang digunakan untuk makan keragaman pakan dan penggunaan sumber pakan baik yang diperoleh di alam maupun yang diberikan oleh manusia di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

1.4 Hipotesis

Terdapatnya variasi pola makan diantara induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) yang terdapat di Bukit Lawang.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi tentang ketergantungan orangutan pada suatu kawasan melalui kemampuan adaptasi orangutan bekas rehabilitasi dengan lingkungan alaminya. Informasi berupa pola makan induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) di Bukit Lawang diharapkan dapat digunakan oleh instansi terkait dalam upaya konservasi orangutan secara lebih baik dan dapat juga dijadikan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Orangutan

Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan klasifikasi berdasarkan tingkat hirarkinya sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Primata Family : Homonidae Genus : Pongo

Species : Pongo abelii Lesson, 1827 (orangutan sumatera)

: Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760 (orangutan kalimantan)

(http://www.iucnredlist.org/details/39780. Diakses tanggal 14 Mei, 2009).

2.2 Morfologi dan Biologi Orangutan

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di pohon dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : tubuh besar dengan berat berkisar antara 50-90 kg, tubuh ditutupi oleh rambut berwarna coklat kemerahan, tidak berekor, orangutan jantan pada kedua pipinya berjipek (bantalan pipi), dan ukuran tubuh yang jantan dua kali lebih


(19)

besar dari pada yang betina (Gambar 2.1). Secara genetik orangutan memiliki kemiripan dengan manusia (http://www.cpoi.or.id. Diakses tanggal 14 Mei, 2009).

A B Gambar 2.1 Orangutan Sumatera (Pongo abelii); A. Jantan, B. Induk & Anak

Menurut MacKinnon (1974), Rikjsen (1978), dan Galdikas (1984), tahapan perkembangan kehidupan orangutan di alam dapat dibedakan dalam beberapa kategori, morfologi dan tingkah laku, dengan tahapan perkembangannya sebagai berikut :

a. Bayi (infant); kisaran umur 0-2,5 tahun, dengan berat badan 2-6 kg. Warna tubuh umumnya jauh lebih pucat dari pada individu dewasa dengan bercak-bercak putih di seluruh tubuhnya. Mempunyai rambut panjang-panjang dan berdiri di sekitar muka, kulit di sekitar mata berwarna pucat. Seluruh tingkah lakunya masih tergantung induk dan tidur bersama-sama induk dalam sarang.

b. Kanak-kanak (juvenile); kisaran umur 2,5-7 tahun dengan berat badan 6-15 kg. Warna tubuh lebih gelap dari individu bayi dengan bercak-bercak putih pada tubuh yang hampir pudar, tetapi wajahnya masih menyerupai bayi. Dalam melakukan beberapa aktivitas sudah dapat dilakukan sendiri, tetapi masih bersama-sama dengan induknya. Tidur masih dalam satu sarang bersama induknya, tetapi kemudian akan membuat sarang sendiri dekat sarang induknya.


(20)

c. Remaja (adolescent); kisaran umur 7-10 tahun dengan berat badan 15-30 kg. Warna tubuh lebih pucat dari individu dewasa dengan ukuran tubuh yang lebih kecil. Rambut di sekitar muka masih panjang dan berdiri.

d. Betina pra-dewasa; kisaran umur 10-12 tahun dengan berat badan 30-40 kg. Warna tubuh agak gelap.

e. Betina dewasa; kisaran umur 12-35 tahun dengan berat badan 30-50 kg. Warna tubuh sangat gelap kadang-kadang berjengot.

Dalam beraktivitas, anak yang masih tergantung induk akan melakukan hal yang sama dengan induknya (Maple, 1980). Demikian juga dengan pemanfaatan waktu makan antara induk dan anaknya. Waktu anak masih bergantung pada induknya, maka anak akan mengikuti aktivitas induknya, misalnya anak akan mengambil makanan dari mulut induknya, seperti buah, daun dan serangga (Rijksen, 1978).

Jolly (1972) menyatakan bahwa pada umumnya, primata (orangutan) lebih banyak mengandalkan proses belajar (learning) dalam kehidupanya dibandingkan hewan mamalia lainnya. Masa kanak-kanak primata baik non manusia dan manusia merupakan masa yang relatif penting dari seluruh kehidupannya, sehingga banyak yang harus dipelajari oleh primata muda untuk tumbuh normal.

2.3 Penggunaan Kawasan Sebagai Sumber Pakan Orangutan

Penggunaan kawasan sebagai sumber pakan bagi orangutan sangat ditentukan oleh pola berbunga atau berbuahnya suatu jenis pohon di hutan serta variasi kualitas sumber pakan. Di daerah hutan hujan tropis, pola berbunga atau berbuahnya suatu jenis pohon serta variasi kualitas sumber pakan mempunyai waktu yang sangat terbatas dan bersifat terpencar (Horr, 1972, dalam Galdidas, 1986). Menurut Carpenter (1938 dalam Meijaard et al, 2001) sifat nomadis musiman pada sebagian


(21)

besar anggota komunitas orangutan pada umumnya berdasarkan penyebaran makanan menurut ruang dan waktu serta variasi kualitas sumber pakan.

Menurut Meijaard et al (2001) produksi masal suatu jenis tumbuhan yang

umumnya menghasilkan biji, bunga dan buah, akan terjadi sesuai dengan kondisi musim di lingkungannya, sehingga beberapa jenis tumbuhan akan berbuah pada saat yang bersamaan. Untuk produktivitas tumbuhan hal tersebut sangat diuntungkan, tetapi untuk hewan pemakan buah, kelimpahan makanan yang bersamaan hanya dapat dinikmati selama musim produktif saja. Pada musim berikutnya, bahaya kelaparan akan dihadapi oleh pemakan buah (orangutan). Sehubungan dengan keadaan tersebut orangutan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan pakan harus berpindah ke daerah lain yang masih terdapat sumberdaya pakannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Stasiun Penelitian Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh Tenggara) sejak awal 1970, didapatkan persentase orangutan dalam memenuhi akan pakannya dengan cara pengelaju sebesar 60 %, dengan cara menetap sebesar 30 %, sedangkan dengan cara mengembara sebesar 10 % (Meijaard et al, 2001). Ditambahkan oleh Utami et al (1997) dan Meijer (2002) bahwa perilaku penggunaan sumber pakan dan daerah jelajah pada orangutan dipengaruhi oleh tingkat dominasi individu. Sedangkan ukuran komunitas dan pasangan individu dalam suatu komunitas orangutan dipengaruhi oleh faktor ekologi dan sosial.

Menurut Bismark (1984) pada saat aktivitas harian dilakukan, orangutan berjalan antara 100 – 1.800 m dengan rata-rata 480 m perhari, secara terperinci dicatat oleh Meijaard et al (2001) bahwa jelajah harian orangutan betina yang menggendong bayi umumnya berjalan antara 500 – 700 m perhari. Sedangkan jantan dewasa berjalan sedikit lebih jauh, yaitu rata-rata antara 600 – 800 m per hari. Pada semua kelompok umur, pengunaan jelajah harian paling luas dan jauh dilakukan oleh betina remaja dan dewasa muda tanpa anak, yaitu mencapai 600 – 1.000 m per hari. Sedangkan jantan pra-dewasa umumnya berjalan hampir sejauh wanita muda.


(22)

Menurut Meijaard et al (2001) habitat kecil yang terbaik adalah habitat yang

mampu mendukung beberapa orangutan sepanjang tahun, sedangkan habitat yang tidak baik adalah habitat yang hanya mampu mendukung satu ekor orangutan dalam beberapa minggu. Fakta tersebut mempunyai peranan penting dalam merancang suatu kawasan konservasi.

2.4 Aktivitas Makan Orangutan

Aktivitas makan merupakan waktu yang dipakai seekor orangutan untuk menggapai, mendapatkan, mengunyah dan menelan makanan pada suatu sumber pakan (Galdikas, 1986). Aktivitas tersebut merupakan salah satu dari aktivitas harian utama yang dilakukan orangutan. Aktivitas harian lainnya terdiri dari: aktivitas bergerak, istirahat dan sosial (MacKinnon, 1974).

Data aktivitas makan populasi liar orangutan di Ketambe (Sumatera) telah menunjukkan bahwa hampir 49,3 % dari total aktivitas harian digunakan sebagai aktivitas makan (Maple, 1980). Di Tanjung Puting (Kalimantan) penggunaan aktivitas makan dilakukan hingga 50 % – 60 % dari total aktivitas hariannya (Galdikas, 1984). Besarnya aktivitas makan dibandingkan aktivitas harian lainnya dikarenakan aktivitas makan merupakan aktivitas penting dalam menggantikan energi yang hilang (Rijksen, 1978).

Rodman (1978) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan didominasi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara pepohonan dan membuat sarang. Kegiatan membuat sarang ini umumnya dilakukan dalam persentase waktu yang relatif kecil. Menurut Fakhrurradhi (1998) di Suaq Balimbing rata-rata dalam satu hari orangutan menggunakan waktu 65 % untuk melakukan aktivitas makan, 16 % untuk bergerak pindah, 17 % untuk beristirahat, 1 % untuk membuat sarang dan 0,5 % untuk aktivitas sosial.


(23)

2.5 Pola Makan Orangutan

Orangutan termasuk hewan pelahap buah-buahan (frugivora ). Disamping itu juga memakan daun, bunga dan kambium, serta rayap dan semut guna mendapatkan protein. Sedangkan untuk mendapatkan kandungan mineral, kadang-kadang orangutan juga memakan tanah. (http://www.cpoi.or.id. Diakses tanggal 14 Mei, 2009).

Meijaard et al (2001) menyatakan bahwa orangutan selain memakan buah-buahan sebanyak ± 60 % dan daun ± 25 %, sumber makanan lain yang disukai orangutan adalah kulit batang ± 15 %, serangga ± 10 % dan beberapa jenis makanan lain seperti : tanah, madu dan bunga (± 2 %). Ketika buah menjadi jarang, orangutan menggunakan sampai 18% dari waktu makannya (rata-rata 12 %) untuk memakan lapisan bawah kulit pohon tertentu, khususnya Ficus spp., tetapi juga pohon lainnya dari suku Moraceae, misalnya Payena sp. Pada habitat yang berkualitas baik, penggunaan buah sebagai sumber pakan dilakukan sebesar 57 % oleh orangutan jantan dan hampir 80 % oleh orangutan betina. Selanjutnya Rodman (1973) dalam Bismark (1984) menyatakan bahwa besarnya waktu yang digunakan orangutan dalam menggunakan bagian tumbuhan berbeda berdasarkan jenis kelamin dan bagian tumbuhan yang dimakan. Adapun waktu yang digunakan orangutan berdasarkan perbedaan jenis kelamin terhadap variasi bagian tumbuhan yang dimakan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikuti ni:

Tabel 2.1 Persentase Penggunaan Bagian Tumbuhan oleh Individu Orangutan Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin (Rodman, 1973 dalam Bismark, 1984).

Jenis kelamin Buah (%)

Daun (%)

Kulit kayu (%)

Bunga (%)

Serangga (%)

Jantan 67,1 23,2 4,9 2,8 1,9

Betina 58,6 22,0 16,6 2,1 0,8

Di Ketambe sedikitnya 4 keragaman pakan yang digunakan orangutan dalam memenuhi kebutuhan energinya (Meijaard et al, 2001), sedangkan di Tanjung Puting, hampir 97 % pengamatan aktivitas makan per hari diketahui bahwa orangutan terlihat memakan campuran berbagai bahan makanan yang berasal dari sekurang-kurangnya


(24)

dua bagian tumbuhan yang berbeda. Buah dan daun muda merupakan kombinasi bagian tumbuhan yang paling sering digunakan (Galdikas, 1984).

Berdasarkan penggunaan keragaman pakan yang digunakan orangutan, disimpulkan oleh Meijaard et al (2001) bahwa orangutan merupakan tipe pengumpul atau pencari makan yang oportunis, yaitu memakan apa saja yang dapat diperolehnya. Namun tidak seperti pada simpanzee, sebab indikasi orangutan sebagai pemburu aktif tidak pernah tercatat dalam data pengamatan lapangan.

2.6 Status Perlindungan Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

Jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun beberapa tahun terakhir kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat. Hasil lokakarya Pengkajian Status Populasi dan Habitat (Population and Habitat Viability Analysis/PHVA) yang dilaksanakan pada Januari 2004 memberikan gambaran terkini tentang sebaran dan status populasi orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Perkiraan populasi orangutan di Sumatera saat ini berkisar 6.667 individu (Departemen Kehutanan, 2007).

Kondisi orangutan pada saat ini sudah diambang kepunahan sehingga dibutuhkan upaya konservasi dan perlindungan yang harus segera dilakukan. Salah satu undang-undang yang sangat penting terhadap perlindungan orangutan adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, termasuk turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Perturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar yang menetapkan bahwa orangutan adalah satwa yang dilindungi. Dalam upaya konservasi orangutan kemudian dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 53/ Menhut-IV/ 2007 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007 – 2017. Di tingkat internasional IUCN (International Union for Conservation and Natural Resources) pada tahun 2008 menetapkan orangutan sumatera (Pongo abelii) ke dalam kategori terancam punah (Criticaly Endangered) dan Convention on International Trade of


(25)

Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan orangutan ke

dalam Appendix I (kategori satwa yang tidak dapat diperdagangkan).

Berbagai usaha penegakan hukum perlindungan orangutan telah dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan keberadaan orangutan. Salah satunya dengan jalan menangkap para pemburu, penyelundup dan pemelihara ilegal orangutan, serta menyita orangutan yang mereka miliki. Usaha ini berharga bagi pemulihan kondisi populasi orangutan, karena diharapkan mampu menciptakan efek jera bagi pelanggar hukum tersebut. Selain itu orangutan sitaan tersebut memiliki potensi untuk dilepas-liarkan kembali (Meijaard et al, 2001).

2.7 Sejarah Perkembangan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS)

PPOS yang berada di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok merupakan bekas stasiun rehabilitasi orangutan yang didirikan pada tahun 1972 oleh Regina Frey dan Monica Borner dengan bantuan dana dari Frankfrut Zoological Society (FZS) dari Jerman. Tujuan didirikannya stasiun rehabilitasi tersebut sebagai upaya untuk merehabilitasi orangutan bekas peliharaan masyarakat sebelum dikembalikan ke alam. Pengelolaan stasiun rehabilitasi orangutan tersebut kemudian diserahkan penuh kepada pemerintahan Indonesia pada tahun 1980.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 280/ Kpts II/ 1995, stasiun rehabilitasi tersebut ditutup. Akan tetapi hingga tahun 2003 masih terjadi penerimaan orangutan sitaan dari masyarakat dilokasi ini. Penerimaan orangutan dilakukan karena kawasan hutan Bohorok dipandang lebih mendekati habitat alami orangutan dibandingkan kebun binatang. Sedangkan pelepasan orangutan dilakukan untuk menghindari kepadatan orangutan disekitar stasiun rehabilitasi.

Data yang diperoleh dari Resort Bukit Lawang pada tahun 2008, Seksi Konservasi Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Gunung leuser (BBTNGL),


(26)

jumlah orangutan yang diterima dari tahun 1973 sampai dengan tahun 2003 adalah sebanyak 229 individu dengan rincian: mati dalam proses rehabilitasi (53 individu), diliarkan kembali ke habitatnya (26 individu), liar sendiri (138 individu), dikirim ke Kebun Binatang Malaysia (1 individu), dikirim ke Kebun Binatang Medan (1 individu), berada di sekitar tempat pemberian makan (9 individu) dan dikandang karantina (1 individu). Untuk individu anak orangutan dari tahun 1993 sampai dengan 2008 tercatat: 16 individu anak yang meninggal, 6 individu anak orangutan liar sendiri dan 6 anak orangutan tidak diketahui keberadaannya.

Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera untuk saat ini merupakan sebuah perubahan nama dari stasiun rehabilitasi. Karena fungsi kawasan ini berorientasi pada wisata. Menurut pernyataan Rifan pada tahun 2009 (Staf BBTNGL), PPOS merupakan sebuah program yang masih memerlukan sosialisasi dengan para stakeholder karena telah banyaknya pihak yang selama ini terlibat dalam pengelolaan wisata di Bukit Lawang. Program yang direncanakan adalah aktivitas wisata terbatas yang berbasis ekologi.


(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Letak dan Luas

Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 30 30’ - 30 45’ LU dan 980 0’ – 980 15’ BT. Sedangkan secara administratif, lokasi penelitian termasuk dalam kawasan Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kawasan tersebut berjarak sekitar 90 km dari Medan, Sumatera Utara (Abdulhadi, 1986).

Kawasan penelitian ini memiliki luas sekitar 200 ha (luas kawasaan yang ditetapkan sebagai stasiun rehabilitasi orangutan). Kawasan hutan di sekitar lokasi penelitian berada pada ketinggian 100 - 700 m dpl, mempunyai topografi berbukit-bukit hingga curam, sedangkan topografi datar dapat dikatakan hampir tidak ada. Jenis tanah yang ditemukan pada kawasan hutan terdiri dari jenis tanah Kompleks Podsolik Merah Kuning, Latosol, Litosol dan Kompleks Potsolik Coklat (Abdulhadi, 1986).

3.2 Potensi Kawasan 3.2.1 Flora

Hutan di sekitar daerah Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Sumatera Utara termasuk kawasan hutan tropis basah. Berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan dengan metode kuadran diketahui bahwa tingkatan sapihan didominasi oleh jenis asam kandis (Garcinia sp.), semantuk (Shorea sp.), cibang, baja berinau (Rhodamnia sp.), kayu merah (Eugenia sp.). Sedangkan untuk tingkatan tiang didominasi oleh jenis: kayu merah (Eugenia sp.), kayu minyak (Dipterocarpus sp.), kayu kuning (Eugenia sp.), kandis (Garcinia sp.). Untuk tingkatan pohon didominasi


(28)

oleh jenis: damar laut (Shorea materalis), meranti bakau (Shorea macroptera) dan durian hutan (Durio sp.) (Abdulhadi, 1986).

3.2.2 Fauna

Kawasan hutan di sekitar daerah ekowisata Bohorok juga merupakan habitat beberapa jenis hewan seperti: orangutan (Pongo abelii), siamang (Hylobates

sindactylus/ Symphalangus sindactylus), kedih (Presbytis thomasii), owa (Hylobates lar), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), jelarang (Ratufa bicolor), beruang

madu (Helarctos malayanus), burung rangkong (Buceros bicolor) dan beberapa jenis ular dan reptilia lainnya (Abdulhadi, 1986).

3.2.3 Wisata

Desa Bukit Lawang merupakan kawasan wisata alam terbesar ketiga di Sumatera Utara. Daya tarik utama Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera dan Ekowisata Bukit Lawang adalah orangutan hasil rehabilitasi, selain itu juga keindahan panorama alam, hutan, sungai dan satwa liar lainnya. Lokasi ini dapat ditempuh selama 3 sampai 4 jam dengan menggunakan bus umum dari Terminal Pinang Baris, Medan (http://dephut.go.id. Diakses tanggal 14 Mei, 2009).

Setiap pengunjung yang datang ke Bukit Lawang baik pengunjung lokal maupun mancanegara dapat melihat atraksi pemberian makan orangutan yang berlangsung 2 kali dalam sehari. Waktu pemberian makan pagi hari adalah pukul 08.30 – 09.30 WIB dan sore hari pukul 15.00–16.00 WIB. Untuk dapat melihat atraksi pemberian makan orangutan, setiap pengunjung harus mendapatkan ijin yang dapat diperoleh di kantor Seksi Konservasi Wilayah III, Bukit Lawang. Pengunjung harus berjalan kaki sejauh 1 km dari kantor Seksi Konservasi Wilayah III untuk mencapai lokasi pemberian makan orangutan (feeding platform) dan menyeberang sungai yang diseberangkan oleh petugas dengan sampan (http://dephut.go.id. Diakses tanggal 14 Mei, 2009).


(29)

3.3 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yang dimulai dari bulan Maret sampai dengan Mei 2008 di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

3.4 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk membantu penelitian ini adalah: peta areal penelitian, alat tulis, tabulasi data, binokuler merek Nikkon 8 x 21, Global Positioning System (GPS Garmin 60 CSx), kompas silva, counter, pita berwarna, jam tangan digital, kamera digital, parang dan headlamp.

3.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Focal Animal Sampling, yaitu dengan mengikuti individu induk orangutan yang punya anak atau individu target (Minah, Pesek dan Sandra), mulai dari sarang di pagi hari sampai individu tersebut membuat sarang untuk tidur pada saat menjelang malam. Pencatatan data dilakukan secara Instantaneous, yaitu dengan mencatat setiap pola makan individu target orangutan per dua menit pada tabulasi data. Menurut Altman (1974) metoda pencatatan tersebut dimungkinkan karena sifat aktivitas orangutan yang lamban, baik dalam pergerakan maupun aktivitas lainnya.

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pencarian (Searching)

Individu yang dijadikan target dalam penelitian ini adalah individu induk orangutan yang punya anak, yaitu individu Minah, Pesek dan Sandra. Adapun profil ketiga


(30)

individu induk orangutan sebagai target dapat dilihat pada Lampiran C. Pencarian (searching) dilakukan pada saat pertama kali pengambilan data dimulai. Selain itu pencarian juga dapat dilakukan pada saat berakhirnya target waktu pengambilan data untuk satu individu target orangutan atau saat individu target orangutan hilang. Pencarian individu target orangutan dilakukan dengan mengunjungi feeding platform (tempat pemberian makan) atau tempat-tempat lain yang sering dikunjungi individu target orangutan. Dijadikannya feeding platform sebagai pusat pencarian individu target orangutan disebabkan kawasan tersebut sering dikunjungi orangutan dalam mencari makan.

Apabila individu target orangutan tidak dijumpai di feeding platform hingga waktu pemberian makan selesai, maka pencarian dilakukan dengan cara menyusuri jalan-jalan setapak yang terdapat dilokasi penelitian atau dengan mengunjungi beberapa sumber pakan di dalam kawasan jelajahnya. Beberapa tanda yang digunakan untuk mengetahui keberadaan individu target orangutan antara lain: suara gerak pindah, bau (tubuh, urin ataupun feses), vokalisasi (“kiss squaek’, “kiss hoot”, ataupun calls). Apabila individu target ditemukan, pengambilan data dilakukan dengan mengikuti dan mencatat seluruh perilaku dalam pola makan.

3.6.2 Metode Pencatatan Data (Recording Data Method) 3.6.2.1 Pola Makan

Apabila individu target orangutan ditemukan, maka dimulailah pengamatan dengan mengamati pola makannya yang dicatat pada tabulasi data. Pencatatan data untuk pola makan yang dijadikan sebagai Point Sampel dilakukan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan. Pola makan meliputi seluruh kegiatan yang digunakan untuk memilih, memegang, mengambil dan memasukkan makanan ke dalam mulut. Pengisian data, yaitu : Ffr (makan buah), Ffl (makan bunga), Flv (makan daun tua), Fveg (makan bahan tumbuhan lain seperti anggrek, dsb.), Fkam (makan kambium), Fm (makan marau/umbut), Fins (makan serangga), Fbk (makan kulit kayu), Fstm


(31)

(makan batang muda), Foth (makan yang lain seperti tanah atau material lainnya), Fw (minum air) dan Forg (makan makanan dari pemberian orang).

3.6.2.2 Teknik Makan (Feeding Tehnic and Tool Use)

Apabila individu target orangutan sedang melakukan pola makan lalu teramati teknik makannya maka dicatat dalam lembar data sedang makan apa dan bagaimana teknik makannya. Kemudian dicatat jika individu target orangutan terlihat menggunakan alat saat mengambil atau meraih sesuatu.

3.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menampilkan data dalam bentuk tabel dan gambar.


(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pola Makan Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan selama 17.872 menit (298 jam) dan analisis data terhadap tiga individu induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) di Bukit Lawang didapatkan data pola makan yang cukup bervariasi antara ketiga individu induk orangutan, baik dilihat dari keragaman pakan maupun penggunaan pakan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini:

Buah 28.12%

Daun Muda 26.03%

Daun Tua 1.58% Batang 3.30% Bunga 7.51% Marau 5.46% Kulit Kayu

4.84% Kambium

0.51% Susu 1.32% Serangga

3.48% Lain-lain

6.41%

Kunyahan 11.44%

Gambar 4.1 Persentase Keragaman Pakan yang Umum Digunakan Ketiga Individu Induk Orangutan Bukit Lawang


(33)

Dari Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa terdapat delapan bagian tumbuhan yang umum digunakan ketiga individu induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) sebagai makanannya, yaitu: buah, daun muda, daun tua, batang, bunga, marau, kulit kayu dan kambium. Selain bagian dari tanaman, ketiga individu induk juga memakan hasil kunyahan sendiri, serangga dan tanah. Disamping itu ketiga individu induk orangutan juga menggunakann pakan dari pemberian manusia seperti buah dan susu.

Berdasarkan persentase keragaman pakan yang paling sering dimakan oleh individu induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) di Bukit Lawang secara umum adalah buah, yaitu sebesar 28,12 % kemudian baru diikuti berturut-turut ; daun muda (26,03 %), kunyahan sendiri (11,44 %), bunga (7,51 %), lain-lain (6,41 %), marau (5,46 %), kulit kayu (4,84 %), serangga (3,48 %), batang (3,30 %), daun tua (1,58 %), susu (1,32 %) dan kambium (0,51 %). Hal tersebut sesuai seperti yang dikatakan Rijksen (1978), Galdikas (1986) dan Meijaard et al. (2001) bahwa buah merupakan jenis makanan utama bagi orangutan. Keragaman pakan lain-lain (6,41 %) bersumber dari jenis makanan berupa tanah, air, kayu tua dan makanan-makanan yang dikonsumsi oleh ketiga individu induk orangutan yang tidak dapat diketahui jenis makananya. Penggabungan keragaman pakan tersebut ke dalam kategori keragaman pakan lain-lain dikerenakan rendahnya persentase waktu pengunaan keragaman pakan tersebut.

Akan tetapi perlu diketahui bahwa penggunaan sumber buah di atas merupakan penggunaan sumber pakan buah dari alam ditambah buah yang diberikan oleh manusia baik pada saat feeding time maupun pada saat aktivitas tracking pengunjung. Untuk lebih jelasnya, penggunaan keragaman pakan dengan membedakan penggunaan buah yang berasal dari alam dan buah yang berasal dari pemberian manusia dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:


(34)

Tabel 4.1 Persentase Penggunaan Keragaman Pakan Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Keragaman Pakan Minah (%) Pesek (%) Sandra (%) 1. Buah dari Alam (3)17,66 (2)20,37 (2)14,31 2. Buah dari Pemberian Manusia (2)18,62 6,82 9,80

3. Daun Muda (1)29,70 (1)28,29 (1)21,37

4. Daun Tua 1,93 1,38 1,57

5. Batang 0,32 2,12 6,37

6. Bunga 0,16 7,10 (3)12,45

7. Marau 0,80 5,53 8,24

8. Kulit Kayu 4,65 5,90 3,82

9. Kambium 0,00 1,01 0,29

10. Susu 2,25 0,28 1,86

11. Serangga 4,98 2,21 3,92

12. Lain-lain (4)10,75 5,62 4,61

13. Kunyahan 8,19 (3)13,36 (4)11,37

Dari Tabel 4.1 di atas terlihat bahwa untuk ketiga individu induk orangutan persentase penggunaan sumber pakan yang paling tinggi didapatkan adalah daun muda, yaitu 29,70 % (Minah), 28,29 % (Pesek) dan 21,37 % (Sandra). Berdasarkan pemilihan bahan pakan utama, yaitu yang lebih besar dari 10 % diantara ketiga individu orangutan ternyata juga cukup bervariasi, dimana untuk individu Minah pemilihan pakan yang paling tinggi berturut-turut adalah daun muda (29,70%), buah dari pemberian manusia (18,62%), buah dari alam (17,66%), tanah, air dan lain-lain (10,75%), sedangkan individu Pesek pemilihan pakan yang paling tinggi berturut-turut adalah daun muda (28,29%), buah dari dari alam (20,37%), kunyahan (13,36%), serta individu Sandra pemilihan pakan yang paling tinggi berturut-turut adalah daun muda (21,37%), buah dari alam (14,31%), bunga (12,45%), kunyahan (11,37%). Terjadinya variasi pemilihan bahan pakan diantara ketiga individu induk orangutan menunjukkan bahwa individu Pesek dan Sandra lebih berhasil memanfaatkan bahan pakan dari alam bila dibandingkan dengan individu Minah.

Diketahui bahwa persentase penggunaan buah dari alam tertinggi adalah individu Pesek (20,37 %), kemudian individu Minah (17,66 %) dan individu Sandra (14,31 %). Buah yang digunakan umumnya dari jenis: rambung (Ficus sp.), akar susu (Alyxia sp.), liana (Moraceae), petai hutan (Parkia speciosa), kecibang (Ficus sp.),


(35)

mangga hutan (Mangifera sp.) dan arang-arang (Diospyros sp.). Dari hasil pengamatan di lapangan orangutan untuk mengambil buah tidak mengandalkan pada satu cabang saja, karena mempunyai berat badan yang besar sehingga orangutan membutuhkan dukungan dari beberapa cabang lainnya, jika buah berada pada ujung ranting, buah diambil dengan cara menekuk dan mematahkan cabang buah. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Rijksen (1978) bahwa orangutan dalam mengambil buah sebagai makanannya berpijak pada beberapa cabang, karena memiliki bobot tubuh yang besar dan berat, bila buah berada di ujung ranting maka orangutan akan menekuk dan mematahkan cabang buah ke arahnya sehingga mampu mengambil makanan di ujung ranting dari pohon pakan.

Untuk penggunaan sumber buah dari pemberian manusia, individu Minah memiliki persentase penggunaan tertinggi (18,62 %), kemudian individu Sandra (9,80 %) dan Pesek (6,82 %). Tingginya penggunaan buah yang dimiliki oleh individu Minah dimungkinkan karena tingginya tingkat pertemuan antara individu Minah dengan manusia. Keadaan ini menunjukkan bahwa individu Minah memiliki tingkat dominansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu Pesek dan individu Sandra. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa individu Minah masih lebih tergantung terhadap pemberian pakan dari manusia.

Bila dibandingkan antara penggunaan sumber pakan buah dari alam dengan bagian tumbuhan lainnya yang digunakan dari alam maka penggunaan daun muda sebagai sumber pakan dari alam memiliki persentase tertinggi. Tingginya pengunaan daun muda sebagai sumber pakan dimungkinkan pada saat pengamatan sedang tidak dalam musim berbuah, karena berdasarkan hasil pengamatan disekitar kawasan penelitian sangat sedikit sumber buah di alam. Ketiga individu induk orangutan mempunyai strategi makan yang mirip dengan orangutan liar pada umumnya. Rendahnya konsumsi buah yang digantikan dengan tingginya konsumsi daun merupakan salah satu strategi yang dilakukan individu induk orangutan dalam memenuhi kebutuhan energi bagi tubuhnya, ditambah lagi individu induk orangutan sedang dalam masa intensif menyusui anak.


(36)

Menurut MacKinnon (1972), Rijksen (1978), dan Galdikas (1984) pada kehidupan orangutan liar, dimana saat ketersediaan buah di hutan sangat minim orangutan lebih banyak mengkonsumsi tipe makanan seperti daun, umbut, dan kulit kayu. Selanjutnya Milton (1981) menjelaskan bahwa buah masak merupakan sumber karbohidrat yang besar, sedangkan daun muda merupakan sumber protein bagi orangutan.

Akan tetapi strategi makan ketiga individu induk orangutan pada kondisi sedikit sumber buah dari alam harus dianalisis lagi secara lebih mendalam, karena ketiga individu induk orangutan masih mendapatkan suplai makanan dari pemberian manusia pada saat musim sedikit buah. Hal ini jelas berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi oleh ketiga individu induk orangutan tersebut.

Daun muda merupakan bagian tumbuhan dari alam yang yang paling tinggi persentase penggunaannya untuk ketiga individu induk orangutan. Kelangkaan buah di alam membuat ketiga individu induk orangutan menggunakan daun muda untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Penggunaan daun muda sebagai sumber pakan yang tertinggi adalah individu Minah (29,70 %), kemudian individu Pesek (28,29 %) dan individu Sandra (21,37 %). Beberapa jenis daun yang umum digunakan adalah: semantuk (Shorea multiflora), meranti (Shorea spp.), akar serit (Bauhinia sp.), liana (Moraceae), bambu (Bamboosa sp.), jahe-jahe (Globba sp.) dan leba (Eugenia sp.)

Pengguanaan batang sebagai sumber pakan dilakukan oleh individu Sandra (6,37 %), kemudian individu Pesek (2,12 %) dan individu Minah (0,32 %). Batang yang digunakan umunya dari batang muda liana dan rotan (Calamus spp.)

Selain buah dan daun sebagai sumber energi utama bagi orangutan, beberapa bagian tumbuhan lain juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Konsumsi bunga paling tinggi dilakukan oleh individu Sandra (12,45 %), kemudian individu Pesek (7,10 %) dan individu Minah (0,16 %). Jenis tumbuhan yang bagian bunga dimakan oleh individu induk orangutan adalah dari jenis: jerik (Clausena sp.) dan mangga hutan (Mangifera sp.)


(37)

Konsumsi marau yang tertinggi digunakan oleh individu Sandra (8,24 %), kemudian individu Pesek (5,53 %) dan individu Minah (0,80 %). Tingginya konsumsi bunga dan marau yang dilakukan individu Sandra dimungkinkan karena rendahnya kunsumsi daun dan buah dari alam oleh individu Sandra. Marau merupakan salah satu alternatif bagian tumbuhan yang digunakan oleh individu Sandra sebagai sumber pakan. Jenis tumbuhan yang bagian maraunya dimakan oleh individu induk orangutan umum dari jenis: rotan (Calamus spp.), kenyit (Zingiberaceae), pandan layar (Pandanaceae), kecing (Quercus sp.) dan palem (Castanopsis sp.).

Konsumsi kulit kayu yang tertinggi dilakukan oleh individu Pesek (5,90 %) kemudian individu Minah (4,65 %) dan individu Sandra (3,82 %). Rendahnya konsumsi kulit kayu dan bunga oleh individu orangutan disebabkan karena kera besar tersebut memiliki perilaku memilih-milih makanan dalam perilaku makannya (Galdikas, 1986). Jenis tumbuhan yang umumnya bagian kulit kayunya dimakan oleh individu induk orangutan adalah dari jenis: petai hutan (Parkia speciosa), meranti (Shorea sp.) dan waru (Hibiscus tiliaceus). Umumnya kulit kayu yang dimakan ampasnya dibuang kembali, dimungkinkan individu induk orangutan hanya memanfaatkan sumber air yang terdapat pada kulit kayu yang dimakan. Orangutan makan kulit kayu dengan menggerogoti langsung pada kulit tipis dari pohon di batang atau dahan, atau mengupas kulit kayu dari ujung cabang. Kulit tersebut dikunyah atau dihisap hingga hancur kemudian dibuang (Rodman, 1988). Jumlah material yang dicerna sangat sedikit tapi nilai nutrisi mungkin relatif tinggi karena kulit kayu tersebut mengandung karbohidrat (Rijksen, 1978).

Individu Minah tercatat sebagai individu yang paling rendah dalam mengkonsumsi kambium (0,00 %), sedangkan individu Pesek memiliki persentase tertinggi dalam konsumsi kambium (1,01 %), kemudian individu Sandra (0,29 %). Jenis tumbuhan yang bagian kambiumnya dimanfaatkan oleh individu induk orangutan sebagai sumber pakan adalah dari jenis nangkih (Ficus sp.). Untuk mendapatkan kambium, individu terget orangutan mengupas kulit kayu dengan giginya lalu membuang kulit kayu tersebut. Kemudian individu induk orangutan menggerakkan mulutnya turun naik pada bagian yang sudah dikupas.


(38)

Susu didapatkan individu induk orangutan pada saat feeding time. Konsumsi susu paling tinggi dilakukan oleh individu Minah (2,25 %), kemudian individu Sandra (1,86 %) dan yang terendah adalah individu Pesek (0,28 %). Kebutuhan air oleh individu Pesek umumnya dilakukan dengan memakan buah masak dan memanfaatkan genangan air di lubang pohon.

Selain memakan tumbuhan, individu induk orangutan juga memakan serangga. Individu Minah merupakan individu induk orangutan tertinggi mengkonsumsi serangga (4,98 %), kemudian individu Sandra (3,92 %) dan individu Pesek (2,21 %). Serangga yang diguanakan ketiga individu induk orangutan umumnya adalah dari jenis rayap (Termitidae) dan semut (Formicidae). Untuk aktivitas memakan rayap, individu induk orangutan mengambil sarang rayap yang melekat pada batang atau cabang pohon. Sarang rayap yang diperoleh dibenturkan ke tangan sampai rayap keluar dari sarangnya kemudian memakan rayap yang melekat di tangan.

Selain berasal dari buah, kebutuhan minum individu induk orangutan diperoleh dari air yang tergenang di lubang-lubang pohon, atau dengan mengunjungi mata air, seperti sungai atau genangan air yang menampung air hujan. Menurut Bernhard– Refersaf (1975) dalam Bismark (1984) air hujan mempunyai kandungan beberapa nutrisi, seperti: N, P, K, Ca, dan Mg. Oleh karena itu dikatakan Linburg (1977) dalam Bismark (1984) bahwa air juga merupakan fakor yang menentukan pola pergerakan pada primata. Rendahnya konsumsi air dari lubang pohon, sungai atau dari beberapa sumber air lainnya dimungkinkan karena tingginya konsumsi buah baik dari alam maupun pemberian manusia dan terdapatnya jatah susu yang diberikan kepada individu induk orangutan.

Untuk lebih jelasnya, penggunaan keragaman pakan oleh individu induk orangutan dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:


(39)

Ket: BA = Buah dari Alam; BM = Buah Pemberian Manusia 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 BA BM Da u n Mu d a Da u n T u a Ba ta n g B ung a Marau K u lit Ka y u Ka m b iu m Su su S er angg a La in -l ai n K uny ahan Keragaman Pakan Pe rs en ta se Minah Pesek Sandra

Gambar 4.2 Persentase Keragaman Pakan Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

4.2 Penggunaan Sumber Pakan oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang Berdasarkan data keragaman pakan yang digunakan oleh ketiga individu induk orangutan, sumber pakan dapat dikelompokkan kedalam tiga sumber pakan yang umum digunakan. Sebagai mana diketahui di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera terdapat banyak aktivitas manusia, sehingga pertemuan antara orangutan dengan manusia tidak dapat dihindarkan, termasuk pemberian makan oleh manusia kepada orangutan.

Dari data pola makan ketiga individu induk orangutan, sumber pakan orangutan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar yaitu: sumber pakan dari alam, sumber pakan dari pemberian manusia dan sumber pakan dari kunyahan sendiri. Makanan yang diberikan oleh manusia adalah seluruh material makanan yang diberikan manusia. Jenis makanan tersebut dapat berupa buah-buahan, seperti pisang (Musa sp.), markisa (Passiflora sp.), jeruk (Citrus sp.), pepaya (Carica papaya), nenas (Ananas comosus), wortel (Daucus carota), timun (Randia sp.) dan kubis (Brassica

oleraceae). Selain buah-buahan, makanan lain yang berasal dari pemberian manusia

dapat berupa susu, kacang garing dan nasi goreng. Sedangkan makanan dari alam adalah seluruh material yang tersedia di alam dan dapat dimakan oleh individu


(40)

orangutan. Material tersebut dapat berupa tumbuhan, hewan, air dan tanah. Penggunaan sumber pakan oleh ketiga individu induk orangutan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Persentase Penggunaan Sumber Pakan oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Individu Pakan Alam (%) Pemberian Manusia (%) Kunyahan (%)

Minah 61,00 30,82 8,19

Pesek 75,12 11,52 13,36

Sandra 74,41 14,22 11,37

Dari Tabel 4.2 diketahui bahwa individu Pesek merupakan individu induk orangutan yang memiliki persentase tertinggi untuk menggunakan sumber pakan dari alam (75,12 %), kemudian individu Sandra (74,41 %) dan individu Minah (61,00 %). Persentase tertinggi penggunaan sumber pakan dari manusia dilakukan oleh individu Minah (30,82 %), kemudian individu Sandra (14,22 %) dan individu Pesek (11,52 %). Sedangkan untuk aktivitas memakan kembali kunyahan sendiri, individu Pesek merupakan individu induk orangutan yang memilki persentase tertinggi (13,36 %), kemudian individu Sandra (11,37 %) dan individu Minah (8,19 %).

Kunyahan sendiri merupakan suatu kebiasaan yang dimiliki oleh orangutan Bukit Lawang dalam aktivitas makannya. Perilaku memakan kunyahan sendiri dapat dilakukan individu induk orangutan sesaat setelah memakan makanan yang diberikan manusia atau makanan dari alam, tetapi dapat juga dilakukakan setelah aktivitas istirahat atau aktivitas bergerak.

Perilaku makan ini dilakukan dengan cara mengeluarkan kembali makanan yang telah dimasukkan ke dalam mulut. Makanan yang dikeluarkan tersebut dapat diletakkan di atas feeding platform, kayu datar atau telapak tangan lalu kemudian dimakan kembali. Perilaku makan kunyahan sendiri yang dilakukan individu induk orangutan dapat juga dengan cara menghentakkan kepala ke kiri atau ke kanan lalu menggembungkan pipi seperti mengeluarkan kembali makanan dari dalam perut, makanan tersebut tidak dikeluarkan dan tidak diletakkan di atas substrat tetapi hanya dikunyah-kunyah di dalam mulut. Perilaku memakan kunyahan sendiri umumnya


(41)

dapat berlangsung setelah memakan makanan yang diberikan oleh pengunjung (pisang), akan tetapi selama pengamatan di lapangan perilaku memakan kunyahan sendiri dapat dilakukan setelah memakan makanan dari pengunjung lalu memakan makanan dari alam seperti daun muda sehingga hasil kunyahan sendiri yang dimakan kembali merupakan campuran makanan yang bersumber dari manusia dan sumber makanan dari alam. Dari hasil pengamatan, tidak hanya setelah memakan buah dari pemberian manusia individu orangutan induk melakukan kebiasaan memakan kunyahan sendiri, tetapi pernah juga teramati individu orangutan target melakukan aktivitas memakan kunyahan sendiri setelah memakan makanan yang bersumber dari alam seperti buah dan daun muda.

Gambar 4.3 Individu Minah Memakan Kunyahan Sendiri

Tingginya persentase waktu penggunaan sumber pakan dari alam yang dilakukan oleh individu Pesek dimungkinkan karena rendahnya penggunaan sumber pakan dari manusia. Dari penelitian di lapangan, individu Pesek jarang mendapatkan makanan apabila bertemu dengan pengunjung ketika pengunjung melakukan aktivitas tracking. Para pelaku wisata enggan memberikan makanan pada individu Pesek karena pelaku wisata takut aktivitas mereka dicatat. Rendahnya persentase penggunaan sumber pakan dari pemberian manusia oleh individu Pesek juga


(42)

dimungkinkan karena jarangnya individu Pesek datang ke feeding platform pada saat

feeding time.

Rendahnya persentase untuk memanfaatkan sumber pakan dari alam oleh individu Minah dimungkinkan karena tingginya penggunaan sumber pakan dari pemberian manusia. Tingginya persentase individu Minah dalam menggunakan sumber pakan dari manusia dimungkinkan karena individu Minah memiliki karekter yang sangat agresif dan sering berada pada jalur-jalur strategis yang sering dilalui pengunjung. Tingginya penggunaan sumber pakan dari pemberian manusia oleh individu Minah dimungkinkan juga karena individu Minah sering hadir pada saat

feeding time.

Secara umum rata-rata persentase penggunaan sumber pakan oleh ketiga individu induk orangutan adalah 70,18 % berasal dari alam, 18,85 % berasal dari pemberian manusia dan 10,97 % berasal dari kunyahan sendiri. Dengan demikian, meskipun individu induk orangutan merupakan orangutan bekas rehabilitasi, akan tetapi secara umum ketiga individu induk orangutan dapat menggunakan sumber pakan dari alam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun besarnya persentase penggunaan sumber pakan oleh ketiga individu induk orangutan dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini:

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00

Pakan Alam (PA) Pemberian Manusia (PM)

Kunyahan

Asal Pakan

Pe

rs

en

ta

se

Minah Pesek Sandra

Gambar 4.4 Persentase Penggunaan Sumber Pakan oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang


(43)

4.3 Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Manusia oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Di kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Bukit Lawang banyak terdapat aktivitas manusia yang berorientasi kepada kegiatan wisata alam. Umumnya tujuan utama para pengunjung khususnya para pengunjung asing mendatangi kawasan ini adalah untuk melihat orangutan secara langsung. Selain itu, tujuan para wisatawan berkunjung adalah untuk menikmati panorama alam yang indah dengan melakukan tracking di hutan dan juga untuk menikmati wisata sungai dengan melakukan rafting dan tubing di Sungai Bohorok yang memiliki arus sungai yang cukup deras.

Tingginya tingkat kunjungan wisatawan yang terjadi di kawasan ini dan banyaknya aktivitas manusia di dalam kawasan hutan yang menjadi populasi orangutan Bukit Lawang menjadi sumber pakan bagi orangutan Bukit Lawang. Terdapat dua aktivitas manusia di dalam kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, yaitu aktivitas feeding time dan aktivitas tracking pengunjung.

Aktivitas manusia di dalam kawasan populasi orangutan Bukit Lawang menghasilkan sampah berupa sisa-sisa kulit buah yang digunakan individu induk orangutan sebagai sumber pakan. Sisa kulit buah tersebut merupakan sisa makanan pengunjung ataupun sisa buah yang diberikan kepada orangutan baik individu induk orangutan maupun orangutan lain dimana daging buah telah dimakan dan kulitnya dibuang, akan tetapi beberapa saat setelah melakukan beberapa aktivitas (bergerak, istirahat, sosial dan bersarang) kulit buah dimakan kembali oleh individu induk orangutan. Dari pengamatan di lapangan, ketiga individu induk orangutan sering turun ke permukaan tanah untuk mengambil kulit buah lalu dimakan. Dalam penelitian ini, kulit buah yang digunakan oleh individu induk orangutan dikategorikan sebagai sumber pakan dari sampah karena merupakan sisa makanan yang tidak diberikan langsung oleh manusia. Persentase penggunaan sumber pakan dari aktivitas manusia oleh setiap individu induk orangutan Bukit Lawang dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini:


(44)

Tabel 4.3 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Manusia oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Individu Feeding Time (%) Aktivitas Tracking (%) Sampah (%)

Minah 29,17 56,25 14,58

Pesek 24,00 34,40 41,60

Sandra 56,55 25,52 17,93

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa individu Sandra memiliki persentase tertinggi menggunakan sumber pakan dari feeding time (56,55 %), kemudian individu Minah (29,17 %) dan individu Pesek (24,00 %). Untuk penggunaan sumber pakan dari aktivitas tracking, individu Minah memiliki persentase penggunaan tertinggi (56,58 %), kemudian individu Pesek (34,40 %) dan individu Sandra (25,52 %). Persentase penggunaan sumber pakan dari sampah tertinggi dilakukan oleh individu Pesek (41,60 %), kemudian individu Sandra (17,93 %) dan individu Minah (14,58 %).

Tingginya persentase penggunaan sumber pakan dari aktivitas feeding time yang dilakukan individu Sandra dimungkinkan karena individu Sandra lebih sering mengunjungi feeding platform dan dari pengamatan dilapangan individu Sandra biasanya menggunakan waktu lebih lama untuk berada di daerah feeding platform ketika feeding time. Berbeda dengan individu Pesek yang jarang hadir di feeding

platform dan sering terlambat hadir pada feeding time.

Tingginya penggunaan sumber buah dari aktivitas tracking pengunjung dimungkinkan karena individu Minah sering berada pada jalur-jalur perjalanan yang sering dilalui pengunjung (daerah cadas). Selain itu, tingginya penggunaan sumber buah dari pemberian manusia oleh individu Minah disebabkan karakter Minah yang sangat agresif terhadap pengunjung, khususnya pengunjung asing. Selama pengamatan di lapangan, umumnya para pengunjung panik dan takut apabila bertemu dengan Minah. Sebagai proteksi terhadap pengunjung khususnya pengunjung asing, biasanya para pelaku wisata memberikan makanan berupa buah-buahan (pisang, timun, wortel, markisa, semangka), kacang garing dan nasi goreng. Menurut informasi dari pelaku wisata, Minah merupakan orangutan yang sangat agresif dan sering menyerang pengunjung. Daerah cadas merupakan daerah yang selalu dilalui pengunjung ketika melakukan aktivitas tracking. Daerah cadas ini dijadikan


(45)

pengujung sebagai tempat beristirahat atau makan karena kawasan ini berada pada posisi yang tinggi sehingga dapat melihat hutan secara luas. Individu Minah menjadikan daerah cadas menjadi wilayah teritorinya, sehingga tingkat pertemuan antara individu Minah dengan manusia lebih sering terjadi di daerah cadas. Penggunaan sumber pakan dari aktivitas manusia oleh ketiga individu induk orangutan Bukit Lawang lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini:

0.00 20.00 40.00 60.00 Feeding Time (FT) Aktivitas Tracking (AT) Sampah (SP) Aktivitas Manusia Pe rs e n ta se Minah Pesek Sandra

Gambar 4.5 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Manusia oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

4.4 Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding Time oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Aktivitas feeding time merupakan aktivitas rutin yang dilakukan oleh Petugas Perawat Satwa Resort Bukit Lawang setiap pagi dan sore hari yang bertujuan untuk memberikan makanan tambahan untuk orangutan Bukit Lawang. Lokasi yang dijadikan tempat pemberian makan disebut dengan feeding platform (panggung pemberian makan). Dalam aktivitas feeding time ini, pengunjung bersama-sama dengan petugas menuju feeding platform dengan menyeberangi Sungai Bohorok menggunakan sampan dan berjalan melalui trail utama menuju feeding platform. Di kawasan feeding platform makanan hanya boleh diberikan oleh Petugas Perawat Satwa, para pengunjung hanya boleh melihat aksi pemberian makan orangutan pada jarak sekitar 5 m dari feeding platform. Makanan yang diberikan pada orangutan pada saat feeding time adalah buah-buahan seperti pisang (Musa sp.), markisa (Passiflora


(46)

sp.), pepaya (Carica papaya), nenas (Ananas comosus), jeruk (Citrus sp.), wortel (Daucus carota), kubis (Brassica oleraceae) dan semangka (Citrulus vulgaris). Selain buah-buahan, makanan tambahan yang diberikan kepada orangutan Bukit Lawang adalah susu dan multivitamin. Persentase penggunaan sumber pakan dari aktivitas feeding time oleh ketiga individu induk orangutan Bukit Lawang dapat dilihat dari Tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding Time oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Individu Buah (%) Susu (%)

Minah 78,18 21,82

Pesek 89,29 10,71

Sandra 76,83 23,17

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada aktivitas feeding time, buah merupakan sumber pakan yang lebih disenangi ketiga individu induk orangutan dibandingkan dengan susu. Buah yang diberikan seperti: pisang (Musa sp.), markisa (Passiflora sp.), jeruk (Citrus sp.), pepaya (Carica papaya), nenas (Ananas comosus), wortel (Daucus carota), timun (Randia sp.) dan kubis (Brassica oleraceae). Individu Pesek lebih memilih buah (89,29 %) dibandingkan dengan susu (10,71 %), individu Minah lebih memilih buah (78,18 %) dibandingkan dengan susu (21,82 %) dan Sandra lebih memilih buah (76,83 %) dibandingkan dengan susu (23,17 %). Untuk lebih jelasnya persentase penggunaan sumber pakan dari aktivitas feeding time oleh individu induk orangutan Bukit Lawang dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut ini:


(47)

0.00 50.00 100.00

Buah Susu Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding Time

Pe

rs

en

ta

se Minah

Pesek Sandra

Gambar 4.6 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Feeding Time oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

4.5 Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking Pengunjung oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Aktivitas tracking merupakan aktivitas perjalanan menyusuri jalan-jalan setapak di hutan yang dilakukan pengunjung, umumnya aktivitas tracking dipandu dua sampai tiga orang pemandu wisata. Pada aktivitas tracking tersebut para wisatawan bisa berada pada jarak yang sangat dekat sekitar satu meter dari orangutan bahkan dapat memberi makan orangutan secara langsung. Makanan yang diberikan berupa buah-buahan seperti pisang (Musa sp.), markisa (Passiflora sp.), pepaya (Carica papaya), nenas (Ananas comosus), jeruk (Citrus sp.), wortel (Daucus carota), kubis (Brassica

oleraceae) dan semangka (Citrulus vulgaris). Akan tetapi dari pengamatan di

lapangan, individu induk orangutan juga mendapatkan makanan berupa kacang kulit dan nasi goreng dari para pengunjung yang melakukan aktivitas tracking. Persentase penggunaan sumber pakan dari aktivitas tracking pengunjung oleh setiap individu induk orangutan Bukit Lawang dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.5 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking Pengunjung oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang

Individu Buah (%) Kacang Kulit (%) Nasi Goreng (%)

Minah 68,52 3,70 27,78

Pesek 100,00 0,00 0,00


(48)

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa individu Pesek dan individu Sandra sepenuhnya menggunakan buah dari aktivitas tracking pengunjung (100 %), sedangkan individu Minah lebih rendah menggunakan sumber buah dari aktivitas tracking pengunjung (68,52 %). Untuk jenis makanan berupa kacang kulit dan nasi goreng hanya digunakan individu Minah dengan persentase menggunakan nasi goreng (27,78 %) dan kacang kulit (3,70 %), sementara untuk individu Pesek dan individu Sandra tidak pernah ditemukan menggunakan sumber makanan berupa kacang kulit dan nasi goreng. Untuk lebih jelasnya penggunaan sumber pakan oleh ketiga individu induk orangutan dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini:

0.00 50.00 100.00 150.00

Buah Kacang Kulit Nasi goreng

Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking Pengunjung

Pe

rs

en

ta

se Minah

Pesek Sandra

Gambar 4.7 Persentase Penggunaan Sumber Pakan dari Aktivitas Tracking Pengunjung oleh Individu Induk Orangutan Bukit Lawang


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan tentang pola makan terhadap tiga individu induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) yang memiliki anak di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat pola makan yang bervariasi antara ketiga individu induk orangutan (Minah, Pesek dan Sandra) yang memiliki anak. Persentase keragaman pakan yang paling tinggi dimakan adalah buah (28,12 %) daun muda (26,03 %) dan kunyahan sendiri (11,44 %).

b. Persentase penggunaan keragaman pakan yang digunakan oleh ketiga individu induk orangutan yang paling tinggi adalah daun muda, yaitu 29,70 % (Minah); 28,29 % (Pesek); dan 21,37 % (Sandra). Sedangkan keragaman pakan lainnya bervariasi antara individu induk orangutan, seperti Minah kedua tertinggi adalah buah dari pemberian manusia (18,62 %), sedangkan Pesek dan Sandra buah dari alam masing-masing 20,37 % dan 14,31 %, ketiga dan keempat tertinggi pada Minah, yaitu buah dari alam (17,66 %) dan lain-lain (10,75 %), Pesek kunyahan sendiri (13,36 %), Sandra bunga (12,45 %) dan kunyahan sendiri (11,37 %).

c. Penggunaan sumber pakan yang berasal dari alam dan kunyahan paling tinggi didapatkan dari individu Pesek, yaitu pakan alam (75,12 %) dan kunyahan (13,36 %). Sedangkan pemberian manusia paling tinggi di dapatkan pada individu Minah (30,82 %).


(50)

d. Persentase penggunaan sumber pakan dari aktivitas manusia pada feeding

time paling tinggi pada individu Sandra (56,55 %), pakan dari aktivitas

tracking pengunjung paling tinggi dilakukan individu Minah (56,25 %) dan pakan dari sampah paling tinggi pada individu Pesek (41,60 %)

e. Berdasarkan pola makan individu Pesek dan Sandra cukup berhasil hidup kembali ke alam dibandingkan dengan Minah yang masih cukup tinggi tergantung pada pakan dari manusia.

f. Sumber buah dari alam didapatkan dari jenis-jenis tumbuhan seperti: rambung (Ficus sp.), akar susu (Alyxia sp.), liana (Moraceae), petai hutan (Parkia speciosa), kecibang (Ficus sp.), mangga hutan (Mangifera sp.) dan arang-arang (Diospyros sp.)

5.2 Saran

Adapun beberapa saran dari hasil penelitian ini adalah: a. Untuk konservasi orangutan:

1. Pemberian makan orangutan pada aktivitas feeding time sebaiknya dikurangi.

2. Pengawasan perilaku pengunjung yang memasuki hutan perlu diperketat, termasuk perilaku pengujung di kawasan feeding platform ketika feeding

time maupun aktivitas tracking pengunjung perlu pendampingan dari

petugas BBTNGL (Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser).

3. Jenis pariwisata yang diijinkan dilokasi penelitian adalah pariwisata ekologi yang membatasi jumlah pengunjung yang memasuki kawasan hutan yang menjadi populasi orangutan Bukit Lawang.

b. Untuk kepentingan ilmiah dapat dilakukan penelitian mengenai:

1. Analisis vegetasi dan ketersediaan buah di alam yang bertujuan untuk mengetahui daya dukung habitat, terutama kelimpahan buah dan jenis-jenis tumbuhan secara lengkap.


(51)

2. Perkembangan perilaku anak orangutan (dengan anggapan bahwa perkembangan perilaku anak dibentuk melalui proses belajar dan perilaku induk) yang bertujuan untuk memberikan informasi dan sebagai pedoman dalam penanganan induk dan anak orangutan yang dilahirkan.

3. Pengaruh pengunjung terhadap penjelajahan orangutan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengunjung terhadap penjelajahan orangutan, diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman pengelolaan konservasi orangutan, terutama untuk penentuan letak dan jangka waktu pemindahan feeding platform.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhadi. 1986. Rencana Tata Letak dan Design Fisik Kawasan Wisata Alam

Bohorok, Sumatera Utara. Laporan Bulanan Taman Nasional Gunung Leuser,

Sumatera Utara: Medan

Altman, J. 1974. Observation Study of Behaviour Sampling Methods. Behaviour. Academic Press: London

Bismark, M. 1984. Biologi dan Konservasi Primata Indonesia. Fakultas Pasca Sarjana IPB: Bogor

Bernhard, Ruservart, F. 1975. Nutriens Throughfall and Their Quantitative

Importance in Rain Forest Mineral Cycles. Dalam Frank B. G dan Ernesto M

(eds). Tropical Ecology System. Springer Verlag: New York

Carpenter, C. R. 1938. A Survey of Wildlife Condition in Atjeh, North Sumatera. Med. Ned. Comm. Int. Besch: Amsterdam

Ciszek, D and M. Schommer. 1999. Pongo pygmaeus. Museum of Zoology the University of Michigan, Michigan

Data Orangutan di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS). 2008.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan

Indonesia 2007 – 2017. Jakarta

Dunbar, R. L. M. 1987. Primate Social System: Studies in Behavioural Adaptation. Departement of Zoologi University of Liverpool Crom Helm, LTD

Fakhrurradhi, 1998. Komposisi Pakan Orangutan Sumatra (Pongo pygmaeus

abelii,Lesson 1827) di Suag Balimbing. Taman Nasional Gunung Leuser.

Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan: Banda Aceh

Galdikas, B. M. F. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan

Tengah. Universitas Indonesia Press: Jakarta

Galdikas, B. M. F. 1986. Adaptasi Orangutan. UI Press: Depok

http://www.iucnredlist.org/details/39780. Diakses tanggal 14 Mei, 2009

http://www.cpoi.or.id. Diakses tanggal 14 Mei, 2009


(53)

Horr, D. A. 1972. The Borneo Orangutan. Borneo Research Bulletin

Jolly, A. 1972. The Evolution of Primates Behaviour. Macmillan: New York

MacKinnon, J. R. 1972. The Behaviour and Ecology of The Orangutan (Pongo

pygmaeus), with Relation to The Other Apes. Ph. D. Thesis Univeresity of

Oxfort. Tidak dipublikasikan

MacKinnon, J. R. 1974. The Ape Within Us. Holt. Rinehard and Winston: New York

Maple, T. L. 1980. Orangutan Behaviour. Van Nostrand. Reinhold Company: New York

Meijer, R. 2002. Effect of Food Aviability on Female Orangutan (Pongo pygmaeus)

Sociality. M.Sc Thesis of Utrecht University: Netherland

Meijaard, E, H. D, Rijksen, S. N, & Kartikasari. 2001. DIAMBANG KEPUNAHAN

Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Cetakan pertama. The Gibbon

Foundation Indonesia: Jakarta

Milton, K. 1981. Food Choice and Digestive Strategis of Fuso Sympatric Primata

Spesies. American Naturalis

Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii

Lesson 1827). Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen: The

Netherlands

Rodman, P. S. 1973. Synecology of Bornean Primates. Ph. D Thesis of Harvard University

Rodman, P. S. 1978. Individual Activity Patterns and The Solitary Nature of

Orangutans. The Great Apes. The Benjamin/ Gemming Publishing Company:

California

Rodman, P. S. 1988. Diversity and Consistency in Ecology and Behaiour. In

Orang-utan Biology. Editor J. H. Schwartz. Oxford University Press: Oxford

Utami, S. S. Wich, S. A.Sterck E. H. M. Dan van Hoff JARAM. 1997. Food


(54)

Lampiran A. Peta Lokasi Penelitian di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Desa Bukit Lawang


(55)

Lampiran B. Contoh Tabulasi Pengisian Data

Tanggal : Obs :

Fokal : Cuaca :

Jam Kgiatan Jenis Tinggi Komentar Jam Kgiatan Jenis Tinggi Komentar

5.40 7.54

5.42 7.56

5.44 7.58

5.46 8.00

5.48 8.02

5.50 8.04

5.52 8.06

5.54 8.08

5.56 8.10

5.58 8.12

6.00 8.14

6.02 8.16

6.04 8.18

6.06 8.20

6.08 8.22

6.10 8.24

6.12 8.26

6.14 8.28

6.16 8.30

6.18 8.32

6.20 8.34

6.22 8.36

6.24 8.38

6.26 8.40

6.28 8.42

6.30 8.44

6.32 8.46

6.34 8.48

6.36 8.50

6.38 8.52

6.40 8.54

6.42 8.56

6.44 8.58

6.46 9.00

6.48 9.02

6.50 9.04

6.52 9.06

6.54 9.08

6.56 9.10

6.58 9.12

7.00 9.14

7.02 9.16

7.04 9.18

7.06 9.20


(56)

Lampiran C. Profil Induk Orangutan Bukit Lawang

FOTO

Nama orangutan MINAH

Umur saat pengambilan data (thn) 29

Tgl masuk Stasiun Rehabilitasi/ umur (thn) 30 Januari 1979 (± 1) 15 April 1

1 Thomas (J)/ (-) April (B)/

2 Juni (J)/ (9) Hirim (J)/

3 Chaterine (B)/ (1 bulan) Alam (J)/

Nama anak/ sex/ umur saat pengambila data

4 - Wati (B)/

1 16 Mei 1991/ (12) April 1997

2 28 Mei 1999/ (20) 25 Agustu

3 10 Maret 2008 (8) 25 Agustu

Tgl melahirkan anak/ umur (thn)

4 - 4 Agustus

Interfal kelahiran (thn) 8

Perilaku khusus Suka mengejar, merampas tas dan menggigit Suka men

sampan pengunjun (homestay

Keterangan - Pernah dua kali diliarkan tetapi kembali

- Peliaran pertama pada 23 April 1998, Thomas (anak pertama) berumur 7 thn liar dan tidak kembali

- Pernah d Agustus - Anak pe


(57)

Lampiran D. Foto-foto Aktivitas Makan Induk Orangutan Bukit Lawang

a. Aktivitas Makan Marau b. Aktivitas Makan Rayap

c. Aktivitas Makan Kulit Pisang d. Aktivitas Minum Susu


(1)

Lampiran B. Contoh Tabulasi Pengisian Data

Tanggal : Obs :

Fokal : Cuaca :

Jam Kgiatan Jenis Tinggi Komentar Jam Kgiatan Jenis Tinggi Komentar

5.40 7.54

5.42 7.56

5.44 7.58

5.46 8.00

5.48 8.02

5.50 8.04

5.52 8.06

5.54 8.08

5.56 8.10

5.58 8.12

6.00 8.14

6.02 8.16

6.04 8.18

6.06 8.20

6.08 8.22

6.10 8.24

6.12 8.26

6.14 8.28

6.16 8.30

6.18 8.32

6.20 8.34

6.22 8.36

6.24 8.38

6.26 8.40

6.28 8.42

6.30 8.44

6.32 8.46

6.34 8.48

6.36 8.50

6.38 8.52

6.40 8.54

6.42 8.56

6.44 8.58

6.46 9.00

6.48 9.02

6.50 9.04

6.52 9.06

6.54 9.08

6.56

9.10

6.58

9.12

7.00

9.14

7.02

9.16

7.04

9.18

7.06

9.20


(2)

Lampiran C. Profil Induk Orangutan Bukit Lawang

FOTO

Nama orangutan MINAH

Umur saat pengambilan data (thn) 29

Tgl masuk Stasiun Rehabilitasi/ umur (thn) 30 Januari 1979 (± 1) 15 April 1

1 Thomas (J)/ (-) April (B)/

2 Juni (J)/ (9) Hirim (J)/

3 Chaterine (B)/ (1 bulan) Alam (J)/ Nama anak/ sex/ umur saat

pengambila data

4 - Wati (B)/

1 16 Mei 1991/ (12) April 1997

2 28 Mei 1999/ (20) 25 Agustu

3 10 Maret 2008 (8) 25 Agustu

Tgl melahirkan anak/ umur (thn)

4 - 4 Agustus

Interfal kelahiran (thn) 8

Perilaku khusus Suka mengejar, merampas tas dan menggigit Suka men sampan pengunjun (homestay Keterangan - Pernah dua kali diliarkan tetapi kembali

- Peliaran pertama pada 23 April 1998, Thomas (anak pertama) berumur 7 thn liar dan tidak kembali

- Pernah d Agustus - Anak pe


(3)

Lampiran D. Foto-foto Aktivitas Makan Induk Orangutan Bukit Lawang

a. Aktivitas Makan Marau

b. Aktivitas Makan Rayap

c. Aktivitas Makan Kulit Pisang

d. Aktivitas Minum Susu


(4)

Lampiran E. Tabel Aktivitas Harian Induk Orangutan Bukit Lawang

Aktivitas Harian (menit)

Individu Hari ke- Bergerak Makan Istirahat Sosial Bersarang

1 124 228 142 0 14

Sandra 2 104 162 252 0 4

3 82 162 262 4 4

4 84 110 358 0 28

Total 394 662 1014 4 50 2124

1 80 66 440 0 20

2 30 20 76 0 0

Pesek 3 42 218 200 0 8

4 46 182 192 42 10

5 86 196 244 42 4

Total 284 682 1152 84 42 2244

Aktivitas Harian (menit)

Individu Hari ke- Bergerak Makan Istirahat Sosial Bersarang

1 48 128 236 6 10

2 96 114 328 2 32

Minah 3 72 102 328 0 32

4 94 122 304 36 16

5 84 84 274 4 8

Total 394 550 1470 48 98 2560

1 56 106 228 16 16

2 96 126 272 40 12

Pesek 3 116 206 316 20 16

4 68 96 214 18 14

5 80 56 262 4 2

Total 416 590 1292 98 60 2456

1 10 58 24 0 6

2 6 16 42 0 0

Sandra 3 108 182 208 0 16

4 76 194 350 0 12

5 76 222 296 6 12

6 74 68 138 0 0


(5)

Aktivitas Harian (menit)

Individu Hari ke- Bergerak Makan Istirahat Sosial Bersarang

1 88 236 190 26 14

Pesek 2 88 278 234 14 12

3 78 194 188 30 8

4 104 190 224 6 0

Total 358 898 836 76 34 2202

1 36 74 86 60 0

2 82 136 262 22 8

Sandra 3 38 188 100 0 10

4 76 190 218 12 16

5 58 50 174 0 6

Total 290 638 840 94 40 1902

1 76 160 86 38 10

Minah 2 64 168 314 80 12

3 62 140 264 36 8

4 82 228 330 12 14

Total 284 696 994 166 44 2184


(6)

Lampiran F. Tabel Persentase Aktivitas Harian Induk Orangutan Bukit Lawang

Aktivitas Harian (%)

Individu Bergerak Makan Istirahat Sosial Bersarang

Minah 14.29 26.26 51.94 4.51 2.99

Pesek 15.33 31.44 47.52 3.74 1.97


Dokumen yang terkait

Pendugaan Produktivitas Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pada Kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang

1 40 84

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

2 43 101

Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

0 33 87

Perilaku Harian Anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Akibat Adanya Aktivitas Manusia Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

4 48 80

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

1 12 69

PREFERENSI PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII LESSON) PADA WAKTU TIDAK MUSIM BUAH DI PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA (PPOS) BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA.

6 33 20

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 28

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 18

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 11