Biodegradasi dispersan tumpahan minyak dengan metode DOC Die-Away dan metode botol tertutup

(1)

2

ABSTRAK

FILOSOFIA. Biodegradasi Dispersan Tumpahan Minyak dengan Metode DOC

Die-Away dan Metode Botol Tertutup. Dibimbing oleh MUHAMAD FARID dan

ZAINAL ALIM MAS’UD.

Dispersan tumpahan minyak (OSD) merupakan campuran surfaktan dan

pelarut yang didesain untuk menghancurkan lapisan minyak menjadi butiran kecil

sehingga dapat terdispersi secara alami di perairan. Pada umumnya, OSD bersifat

toksik dan sukar terdegradasi di alam karena mengandung senyawa aromatik.

Terdapat 4 kriteria yang harus dipenuhi OSD, yaitu toksisitas yang sangat rendah

terhadap mamalia dan lingkungan perairan, mudah terbiodegradasi, dan bersifat

bioakumulasi. Biodegradasi merupakan salah satu syarat yang penting dari OSD.

Dalam penelitian ini, biodegradasi OSD dianalisis dengan metode karbon organik

terlarut (DOC)

die-away dan botol tertutup

sebagai pembanding. Pemilihan

metode DOC

die-away digunakan untuk menutupi kelemahan metode botol

tertutup yang memiliki faktor kegagalan tinggi karena oksigen terlarut (DO) dapat

mencapai nol. Pada metode DOC die-away, nilai DO dijaga dengan aerasi selama

waktu inkubasi. Dalam pekerjaan ini, persentase degradasi OSD dengan metode

DOC

die-away diperoleh sebesar 82.10, 72.00, dan 81.38% selama 28 hari untuk

konsentrasi berturut-turut 10, 20, dan 30 ppm, sedangkan dengan metode botol

tertutup diperoleh sebesar 83.13 dan 80.52% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm. Hasil

perbandingan tersebut menunjukkan bahwa OSD lebih mudah terdegradasi

dengan metode DOC die-away.

ABSTRACT

FILOSOFIA. Biodegradation of Oil Spill Dispersant using DOC Die-Away and

Closed Bottle Methods. Supervised by MUHAMAD FARID and ZAINAL ALIM

MAS’UD.

Oil spill dispersant (OSD) is a mixture of surfactant and solvent designed

to break the oil layer into small granules to facilitate its dispersion in natural

water. In general, OSD is toxic and naturally non-degradable because it contained

aromatic compounds. There are 4 criteria of OSD which should be fulfilled, low

toxic

toward

mammals

and

water

environment,

biodegradable,

and

bioaccumulation. Biodegradability is an important requirement for OSD. Analysis

of OSD biodegradation was carried out using DOC die-away and closed bottle

method as a reference. The selection of this method was based on the aim for

covering the lack of closed bottle method that had high failure factor because of

zero dissolved oxygen (DO). Meanwhile, DO in DOC die-away method can be

kept by aeration during incubation time. In this work, the degradation percentages

of OSD using DOC die-away method were 82.10, 72.00, and 81.38% for 10, 20,

and 30 ppm, respectively, over a 28-day period, whereas using closed bottle

method were 83.13 and 80.52% for 1 and 2 ppm, respectively. This comparison

showed that OSD is easier decomposed by DOC die-away method.


(2)

PENDAHULUAN

Dispersan tumpahan minyak (OSD) adalah campuran surfaktan (zat aktif permukaan) dan pelarut yang didesain untuk menghancurkan lapisan minyak menjadi butiran kecil sehingga dapat terdispersi secara alami di perairan. Surfaktan memiliki komponen aktif seperti struktur molekul sabun yang mempunyai 2 kutub berlawanan, hidrofilik dan lipofilik. Pelarut digunakan untuk melarutkan surfaktan dan untuk mengurangi viskositas sehingga lebih mudah disemprotkan pada tumpahan minyak.

Komposisi produk OSD telah berkembang sejak lama yang pada awalnya menggunakan pelarut dasar aromatik dan sekarang non- aromatik. OSD dengan pelarut aromatik sudah jarang ditemukan karena kurang baik terhadap lingkungan. Generasi saat ini telah disepakati dispersan sistem kedua dan ketiga, yaitu hidrokarbon non-aromatik berbasis-air atau berbasis pelarut dan konsentrat yang dapat dilarutkan dalam air. Dispersan modern menggunakan sistem pelarut dengan komposisi surfaktan lebih banyak.

Ada 4 kriteria yang harus dipenuhi oleh OSD, yaitu toksisitas terhadap mamalia, toksisitas terhadap lingkungan perairan, biodegradasi, dan bioakumulasi (FEA 1999). Perkembangan OSD dari tiap generasi selalu berpatokan pada hal tersebut dan semakin ramah terhadap lingkungan ketika digunakan. Biodegradasi merupakan salah satu syarat yang penting dari OSD (EMSA 2006).

Metode pengukuran biodegradasi bahan diatur oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan telah distandardisasi di seluruh dunia. Ada 2 kelompok metode, yakni ready dan inherent biodegradation. Ready biodegradation terdiri atas 6 metode, yaitu karbon organik terlarut (DOC) die-away, MITI (Minister of International Trade and Industry), botol tertutup, respirometri manometrik, penapisan OECD termodifikasi, dan evolusi CO2 (Lampiran 1) (OECD 1992).

Dalam penelitian ini biodegradasi OSD akan dianalisis dengan metode DOC die-away, dan metode botol tertutup digunakan sebagai pembanding. Faktor yang membedakan ialah cara analisis hasil penguraian dan metode kerja. Metode DOC die-away menganalisis penurunan konsentrasi DOC, sedangkan metode botol tertutup mengukur konsumsi oksigen oleh mikroorganisme dalam penguraian bahan.

Pada metode botol tertutup, penguraian bahan dilakukan dalam botol BOD pada suhu (22±2) ºC. Metode ini memiliki faktor kegagalan yang tinggi, karena oksigen terlarut (DO) dalam air secara tiba-tiba dapat mencapai nol (kondisi anaerob), tetapi memiliki kelebihan dalam hal kepraktisan analisis dan biaya yang relatif murah. Analisis DO dilakukan dengan metode Winkler. Untuk mengatasi kekurangan metode tersebut dicari metode lain ready biodegradation, yaitu metode DOC die-away. Pada metode ini DO dijaga dengan aerasi (mengalirkan oksigen dalam air) selama waktu inkubasi. Analisis hasil penguraian dilakukan dengan spektrofotometer ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 360 nm.

Nilai degradasi OSD diperoleh dengan mengukur persentase penguraian bahan uji. Nisbah konsentrasi DOC setelah waktu tertentu terhadap konsentrasi DOC awal merupakan persentase penguraian dalam metode DOC die-away. Sementara nisbah kebutuhan oksigen biokimia (BOD) terhadap kebutuhan oksigen teoretis (ThOD) atau kimia (COD) menghasilkan persentase penguraian dalam metode botol tertutup. Persentase yang dihasilkan akan menunjukkan OSD yang dapat terurai di alam.

TINJAUAN PUSTAKA

Biodegradasi

Biodegradasi adalah dekomposisi bahan kimia oleh mikroorganisme. Biodegradasi merupakan kebalikan dari proses fotosintesis. Fotosintesis mengubah CO2 dan H2O menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari, sedangkan biodegradasi adalah proses konversi bahan organik kembali menjadi CO2 dan H2O melalui kegiatan mikroorganisme (Loonen et al. 2006). Secara umum, biodegradasi terjadi secara alamiah baik di air, tanah, maupun sedimen. Hal ini disebabkan mikroorganisme pada lingkungan tercemar dapat beradaptasi dengan kondisi ekstrem untuk mengurai polutan (JIS 2005).

Setiap bahan yang masuk ke perairan akan diurai menjadi bahan yang lebih kecil. Keberadaan mikroorganisme sangat berperan penting dalam hal ini. Bahan yang tidak dapat diurai oleh mikroorganisme akan dioksidasi oleh kandungan oksigen dalam air. Kandungan bahan kimia organik dalam air dapat dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk terurai: readily biodegradable (sangat dapat urai), inherently biodegradable (sulit


(3)

PENDAHULUAN

Dispersan tumpahan minyak (OSD) adalah campuran surfaktan (zat aktif permukaan) dan pelarut yang didesain untuk menghancurkan lapisan minyak menjadi butiran kecil sehingga dapat terdispersi secara alami di perairan. Surfaktan memiliki komponen aktif seperti struktur molekul sabun yang mempunyai 2 kutub berlawanan, hidrofilik dan lipofilik. Pelarut digunakan untuk melarutkan surfaktan dan untuk mengurangi viskositas sehingga lebih mudah disemprotkan pada tumpahan minyak.

Komposisi produk OSD telah berkembang sejak lama yang pada awalnya menggunakan pelarut dasar aromatik dan sekarang non- aromatik. OSD dengan pelarut aromatik sudah jarang ditemukan karena kurang baik terhadap lingkungan. Generasi saat ini telah disepakati dispersan sistem kedua dan ketiga, yaitu hidrokarbon non-aromatik berbasis-air atau berbasis pelarut dan konsentrat yang dapat dilarutkan dalam air. Dispersan modern menggunakan sistem pelarut dengan komposisi surfaktan lebih banyak.

Ada 4 kriteria yang harus dipenuhi oleh OSD, yaitu toksisitas terhadap mamalia, toksisitas terhadap lingkungan perairan, biodegradasi, dan bioakumulasi (FEA 1999). Perkembangan OSD dari tiap generasi selalu berpatokan pada hal tersebut dan semakin ramah terhadap lingkungan ketika digunakan. Biodegradasi merupakan salah satu syarat yang penting dari OSD (EMSA 2006).

Metode pengukuran biodegradasi bahan diatur oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan telah distandardisasi di seluruh dunia. Ada 2 kelompok metode, yakni ready dan inherent biodegradation. Ready biodegradation terdiri atas 6 metode, yaitu karbon organik terlarut (DOC) die-away, MITI (Minister of International Trade and Industry), botol tertutup, respirometri manometrik, penapisan OECD termodifikasi, dan evolusi CO2 (Lampiran 1) (OECD 1992).

Dalam penelitian ini biodegradasi OSD akan dianalisis dengan metode DOC die-away, dan metode botol tertutup digunakan sebagai pembanding. Faktor yang membedakan ialah cara analisis hasil penguraian dan metode kerja. Metode DOC die-away menganalisis penurunan konsentrasi DOC, sedangkan metode botol tertutup mengukur konsumsi oksigen oleh mikroorganisme dalam penguraian bahan.

Pada metode botol tertutup, penguraian bahan dilakukan dalam botol BOD pada suhu (22±2) ºC. Metode ini memiliki faktor kegagalan yang tinggi, karena oksigen terlarut (DO) dalam air secara tiba-tiba dapat mencapai nol (kondisi anaerob), tetapi memiliki kelebihan dalam hal kepraktisan analisis dan biaya yang relatif murah. Analisis DO dilakukan dengan metode Winkler. Untuk mengatasi kekurangan metode tersebut dicari metode lain ready biodegradation, yaitu metode DOC die-away. Pada metode ini DO dijaga dengan aerasi (mengalirkan oksigen dalam air) selama waktu inkubasi. Analisis hasil penguraian dilakukan dengan spektrofotometer ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 360 nm.

Nilai degradasi OSD diperoleh dengan mengukur persentase penguraian bahan uji. Nisbah konsentrasi DOC setelah waktu tertentu terhadap konsentrasi DOC awal merupakan persentase penguraian dalam metode DOC die-away. Sementara nisbah kebutuhan oksigen biokimia (BOD) terhadap kebutuhan oksigen teoretis (ThOD) atau kimia (COD) menghasilkan persentase penguraian dalam metode botol tertutup. Persentase yang dihasilkan akan menunjukkan OSD yang dapat terurai di alam.

TINJAUAN PUSTAKA

Biodegradasi

Biodegradasi adalah dekomposisi bahan kimia oleh mikroorganisme. Biodegradasi merupakan kebalikan dari proses fotosintesis. Fotosintesis mengubah CO2 dan H2O menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari, sedangkan biodegradasi adalah proses konversi bahan organik kembali menjadi CO2 dan H2O melalui kegiatan mikroorganisme (Loonen et al. 2006). Secara umum, biodegradasi terjadi secara alamiah baik di air, tanah, maupun sedimen. Hal ini disebabkan mikroorganisme pada lingkungan tercemar dapat beradaptasi dengan kondisi ekstrem untuk mengurai polutan (JIS 2005).

Setiap bahan yang masuk ke perairan akan diurai menjadi bahan yang lebih kecil. Keberadaan mikroorganisme sangat berperan penting dalam hal ini. Bahan yang tidak dapat diurai oleh mikroorganisme akan dioksidasi oleh kandungan oksigen dalam air. Kandungan bahan kimia organik dalam air dapat dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk terurai: readily biodegradable (sangat dapat urai), inherently biodegradable (sulit


(4)

2 urai), dan non-biodegradable (tidak dapat

urai) (EC 2000).

Ready biodegradation didefinisikan sebagai metode biodegradasi untuk bahan yang sangat dapat urai (OECD 2003). Bahan semacam ini menunjukkan nilai DOC yang hilang mencapai 70%, penurunan oksigen atau pembentukan CO2 mencapai 60%, nisbah BOD5/ThOD atau BOD5/COD lebih besar dari 0.5 untuk ready biodegradation seri OECD 301 (OECD 2005).

Senyawa standar digunakan untuk mengecek prosedur dan juga aktivitas inokulum (OECD 2005 & EPA 1998). Senyawa standar yang dapat digunakan adalah anilina, natrium asetat, atau natrium benzoat (OECD 1992). Ftalat atau asam trimelitat juga dapat digunakan (EPA 1998). Persentase biodegradasi senyawa standar dan berbagai surfaktan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase biodegradasi senyawa

Senyawa %

Biodegradasi setelah 28 hari

Glukosa 55–90

Na-benzoat 61–95

Na-asetat 86–90

2-Propanol 52–79

Asam lemak/Sabun

(C12–C20) 52–99

Alkilbenzena linear sul-fonat

53–98 Alkil sulfat (C12–C18) 62–95 Alkil eter sulfat (C8–C18) 76–96 Alkohol etoksilat (C8–

C18, < 20 EO)

72–88 Alkohol etoksilat C13–

C15 (7 EO)

50–99 Sumber: AISE/CESIO (2003)

Dispersan Tumpahan Minyak Dispersan tumpahan minyak (OSD) adalah campuran surfaktan dan bahan pelarut untuk menghancurkan lapisan minyak sehingga dapat terdispersi secara alami di perairan. Surfaktan memiliki dua kutub, yaitu hidrofilik dan lipofilik. Pelarut digunakan untuk melarutkan surfaktan dan untuk mengurangi viskositas sehingga lebih mudah disemprotkan pada tumpahan minyak. Komposisi surfaktan dan pelarut yang terkandung dalam setiap produk dispersan selalu dirahasiakan oleh produsen dan tidak untuk dipublikasikan secara umum. Pada umumnya surfaktan digunakan dalam industri kosmetik dan makanan (EMSA 2006).

Komposisi produk OSD telah berkembang sejak lama yang pada awalnya menggunakan pelarut dasar aromatik dan sekarang non- aromatik. OSD dengan pelarut aromatik sudah jarang ditemukan karena bersifat toksik dan sukar didegradasi, sehingga kurang baik terhadap lingkungan setelah digunakan. Generasi saat ini telah disepakati dispersan sistem kedua dan ketiga, yaitu hidrokarbon non-aromatik berbasis-air atau berbasis pelarut dan konsentrat yang dapat dilarutkan dalam air. OSD modern menggunakan sistem pelarut dengan komposisi surfaktan lebih banyak. Sistem ini efektif dalam aplikasi rendah seperti nisbah dispersan terhadap minyak (DOR) 1:10 atau 1:20. Komponen penyusun dispersan modern merupakan senyawa kimia yang mudah terdegradasi (EMSA 2006).

Toksisitas didefinisikan sebagai efek negatif terhadap organisme yang disebabkan oleh bahan kimia. Efek negatif yang terjadi bisa letal (kematian) atau subletal (bukan kematian). Dalam pemakaian yang berlebihan, OSD dapat terakumulasi pada biota perairan. Uji toksisitas terhadap OSD modern telah dilakukan oleh EMSA dengan standar uji toksisitas (LC50) dan diperoleh bahwa hasil toksisitas rendah, berbanding terbalik dengan dispersan generasi pertama (EMSA 2006).

Oksigen Terlarut

Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam perairan menentukan banyaknya mikro- organisme akuatik. DO digunakan untuk menghancurkan bahan organik dalam air. Keberadaan DO yang besar dalam air dapat menunjukkan kualitas perairan. Oksigen dalam perairan terutama berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin 2005).

Udara yang bersih dan kering dapat mengandung oksigen 20.95% berdasar volume, dan sebagian besar oksigen dalam air berasal dari atmosfer (Saeni 1989). Oksigen yang dihasilkan ganggang sangat tidak efisien untuk mengisi kembali oksigen perairan, karena sebagian besar oksigen yang dibentuk oleh fotosintesis di siang hari digunakan lagi untuk proses metabolisme ganggang di malam hari.

Kandungan DO minimum adalah 2 mg/L dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Kandungan DO minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle 1968).


(5)

3 Idealnya DO tidak boleh kurang dari 1.7 mg/L

selama 8 jam dengan tingkat kejenuhan sedikitnya 70% (Huet 1970). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kep Meneg LH) menetapkan bahwa kandungan DO adalah 5 mg/L untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (KLH 2004).

Kelarutan oksigen dalam air bergantung pada suhu air, tekanan parsial oksigen dalam atmosfer, dan kandungan garam dalam air. Kelarutan oksigen merupakan fungsi dari tekanan parsial. Kelarutan oksigen dalam air pada suhu 25 ºC dalam kesetimbangan dengan udara pada tekanan 1 atm hanya 8.32 mg/L, lebih kecil dibandingkan dengan banyak jenis zat terlarut yang lain. Kelarutan tersebut berkurang dari 14.74 mg/L pada 0 ºC menjadi 7.03 mg/L pada 35 ºC. Kenaikan suhu air menurunkan kelarutan oksigen yang biasanya disertai naiknya laju konsumsi oksigen oleh organisme perairan (Saeni 1989).

Karbon Organik Terlarut

Karbon organik terlarut (DOC) digunakan untuk menggambarkan ribuan senyawa terlarut dalam air yang berasal dari bahan organik (EPA 2009). Karbon organik dalam larutan dikategorikan DOC apabila dapat melewati saringan berukuran 0.45 µm (OECD 2005). Bahan organik penyusun DOC berasal dari tumbuhan dan hewan yang telah berubah ukurannya menjadi lebih kecil dan larut dalam air. Beberapa molekul DOC memiliki struktur kimia yang mudah dikenali seperti lemak, protein, dan karbohidrat. Akan tetapi, sebagian besar tidak mudah diidentifikasi lagi. Nilai rerata DOC dalam perairan ialah 5.7 mg/L.

DOC dapat berasal dari dalam dan luar perairan. DOC yang berupa lemak, protein, dan karbohidrat terlarut dalam sungai atau danau dari kotoran hewan atau dekomposisi serangga dan ikan. Molekul DOC ini tidak memiliki pigmen, maka tidak memengaruhi warna perairan. Sebaliknya, molekul DOC dari luar perairan seperti hasil penguraian daun dan puing-puing kayu yang jatuh di sekitar atau di dalam perairan, dapat bereaksi dengan molekul lain membentuk senyawaan yang kompleks. Tanin atau zat humus, misalnya, memiliki nilai asam alami yang dapat memengaruhi pH dan warnanya kuning kehitaman, yang berpengaruh besar terhadap warna perairan. DOC dapat ditentukan dari pertumbuhan mikroorganisme. Dengan kata lain, pertumbuhan mikroorganisme

merupakan salah satu indikator kandungan bahan organik di alam (EPA 2009).

Metode DOC Die-Away

Metode DOC die-away merupakan salah satu metode ready biodegradation. Prinsip percobaan dari metode ini adalah pengujian DOC selama 28 hari di tempat gelap dengan suhu konstan (22±2) ºC. Bahan yang diuji dilarutkan ke dalam medium mineral buatan dengan konsentrasi bahan 10–40 mg/L dan diinokulasi oleh mikroorganisme dengan kisaran 0.05–5 mL/L dari campuran populasi mikrob. Degradasi diukur melalui analisis DOC selama 28 hari (OECD 1992).

Medium mineral dibuat dari campuran larutan KH2PO4, CaCl2, MgSO4, dan FeCl3, masing-masing sebanyak 1 mL, kemudian ditera dengan air suling hingga mencapai 1 L. Pada penelitian ini digunakan air tawar sebagai pengganti medium mineral, karena senyawa kimia yang digunakan dibuang ke sungai. Aerasi medium mineral dilakukan minimum selama 20 menit, dan umumnya medium siap digunakan setelah diaerasi 20 jam pada suhu pengujian (OECD 1992).

Botol-botol 2.5 L disiapkan untuk 1 seri uji dengan interval waktu tertentu untuk pengukuran DOC hari ke-0, 2 ,4, 7, 10, 14, 21 dan 28. Larutan dipersiapkan untuk masing-masing botol tersebut. Analisis hari ke-0 dapat langsung dilakukan dengan spektrofotometer ultraviolet (UV). Hasil uji dapat diterima jika setelah 28 hari DOC tidak kurang dari 70% (OECD 1992 dan Collier 1987).

Metode Botol Tertutup

Metode botol tertutup juga termasuk metode ready biodegradation. Prinsip percobaan dari metode ini adalah pengujian DO selama 28 hari di tempat gelap dengan suhu konstan. Bahan uji dilarutkan ke dalam medium mineral buatan dengan konsentrasi bahan berkisar 2–10 mg/L dan diinokulasi pada campuran mikrob. Jumlah DO pada pengujian bahan kimia dikoreksi dengan DO pada blangko, dan ditunjukkan sebagai persentase ThOD atau COD.

Medium mineral dibuat dari campuran larutan KH2PO4, CaCl2, MgSO4∙7H2O, dan FeCl3∙6H2O. Aerasi dilakukan minimum selama 20 menit, dan umumnya medium siap digunakan setelah diaerasi 20 jam pada suhu pengujian.

Botol-botol BOD disiapkan untuk 1 seri uji dengan interval waktu tertentu dalam


(6)

4 pengukuran DO, contohnya setelah hari ke-0,

2, 4, 7, 10, 14, 21 dan hari ke-28. Untuk interval 10 hari disiapkan botol BOD lebih banyak. Larutan disiapkan untuk setiap seri botol BOD. DO hari ke-0 dapat langsung dianalisis dengan metode Winkler, yaitu dengan penambahan MnSO4 dan NaOH untuk reaksi pengendapan dan H2SO4 untuk reaksi pelarutan endapan, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 (OECD 1992).

Kebutuhan Oksigen Kimia

Kualitas air yang baik dapat dilihat dari kandungan oksigen di dalamnya. Salah satu parameternya adalah kebutuhan oksigen kimia (chemical oxygen demand, COD) yang didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam air menjadi CO2 dan H2O. Pada penentuan COD, hampir semua zat organik teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, lebih besar dari pada yang terurai oleh mikroorganisme pada penentuan BOD (Fardiaz 1992).

Oksidator kuat yang sering digunakan dalam análisis COD adalah KMnO4 dan K2Cr2O7. Daya oksidasi KMnO4 (Eº = +1.59 V) lebih besar dari K2Cr2O7 (Eº = +1.36 V). Namun, K2Cr2O7 lebih lazim dipakai.

Beberapa bahan organik dalam air limbah tahan urai secara hayati dan ada juga yang beracun meskipun pada konsentrasi rendah. Bahan yang tidak terurai secara hayati akan terurai secara kimiawi melalui proses oksidasi. Karena itu, nilai COD biasanya lebih besar daripada BOD.

COD merupakan salah satu indikator penting pencemaran air yang disebabkan oleh limbah organik, dari rumah tangga maupun industri. Secara umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang relatif banyak (Purwaningsih 2008).

Metode Kuantitasi Mikrob

Pengukuran jumlah mikrob sangat diperlukan dalam penelaahan mikrobiologis. Ada 2 macam cara, yaitu penentuan jumlah sel dan penentuan massa sel. Pengukuran jumlah sel biasanya dilakukan bagi organisme bersel tunggal, misalnya bakteri, sedangkan penentuan massa sel dapat dilakukan tidak hanya bagi organisme bersel tunggal, tetapi juga bagi organisme berfilamen, misalnya kapang (Fardiaz 1989).

Ada berbagai macam metode untuk mengukur jumlah dan massa sel. Hitungan cawan, hitungan mikroskopis langsung, alat pencacah Coulter, dan juga saringan membran adalah jenis-jenis metode pengukuran jumlah sel sementara pengukuran kekeruhan suspensi sel (metode turbidimetri), pengukuran bobot kering sampel adalah beberapa metode penentuan massa sel.

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan petunjuk jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung pada sampel. Teknik yang harus dikuasai dalam metode ini adalah inkubasi dan pengamatan jumlah koloni yang muncul pada cawan. Secara statistik, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung 30 sampai 300 koloni. Sederet pengenceran dan pencawanan dilakukan karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya (Oetomo 1993).

BAHAN DAN LINGKUP KERJA

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol BOD, botol 2.5 L, pompa aerator, indikator universal, spektrofotometer UV, laminar, dan oven. Bahan-bahan yang digunakan adalah OSD (bahan uji), C6H5COONa padat, air sumur, lumpur aktif dari sungai Ciliwung, medium mineral, agar-agar hara (NA), kaldu hara (NB), dan kertas saring 0.45 µm. Penelitian meliputi 3 tahap, yaitu kuantitasi mikrob dengan metode cawan tuang, analisis DOC die-away dengan spektrofotometer UV, dan analisis BOD dengan metode botol tertutup (Lampiran 2). Prosedur pembuatan pereaksi dan medium yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Lampiran 3–5.

Penentuan Kuantitasi Mikrob Lumpur diambil dari sumber inokulum, disaring kotorannya, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Sebanyak 10 g lumpur hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam 90 mL bufer fosfat dan diaduk hingga tidak ada endapan sama sekali. Larutan ini dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi bertutup yang telah berisi garam fisiologis sebanyak 9 mL. Campuran dikocok hingga homogen, kembali dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi bertutup lainnya yang juga berisi 9 mL garam fisiologis. Demikian


(7)

4 pengukuran DO, contohnya setelah hari ke-0,

2, 4, 7, 10, 14, 21 dan hari ke-28. Untuk interval 10 hari disiapkan botol BOD lebih banyak. Larutan disiapkan untuk setiap seri botol BOD. DO hari ke-0 dapat langsung dianalisis dengan metode Winkler, yaitu dengan penambahan MnSO4 dan NaOH untuk reaksi pengendapan dan H2SO4 untuk reaksi pelarutan endapan, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 (OECD 1992).

Kebutuhan Oksigen Kimia

Kualitas air yang baik dapat dilihat dari kandungan oksigen di dalamnya. Salah satu parameternya adalah kebutuhan oksigen kimia (chemical oxygen demand, COD) yang didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam air menjadi CO2 dan H2O. Pada penentuan COD, hampir semua zat organik teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, lebih besar dari pada yang terurai oleh mikroorganisme pada penentuan BOD (Fardiaz 1992).

Oksidator kuat yang sering digunakan dalam análisis COD adalah KMnO4 dan K2Cr2O7. Daya oksidasi KMnO4 (Eº = +1.59 V) lebih besar dari K2Cr2O7 (Eº = +1.36 V). Namun, K2Cr2O7 lebih lazim dipakai.

Beberapa bahan organik dalam air limbah tahan urai secara hayati dan ada juga yang beracun meskipun pada konsentrasi rendah. Bahan yang tidak terurai secara hayati akan terurai secara kimiawi melalui proses oksidasi. Karena itu, nilai COD biasanya lebih besar daripada BOD.

COD merupakan salah satu indikator penting pencemaran air yang disebabkan oleh limbah organik, dari rumah tangga maupun industri. Secara umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang relatif banyak (Purwaningsih 2008).

Metode Kuantitasi Mikrob

Pengukuran jumlah mikrob sangat diperlukan dalam penelaahan mikrobiologis. Ada 2 macam cara, yaitu penentuan jumlah sel dan penentuan massa sel. Pengukuran jumlah sel biasanya dilakukan bagi organisme bersel tunggal, misalnya bakteri, sedangkan penentuan massa sel dapat dilakukan tidak hanya bagi organisme bersel tunggal, tetapi juga bagi organisme berfilamen, misalnya kapang (Fardiaz 1989).

Ada berbagai macam metode untuk mengukur jumlah dan massa sel. Hitungan cawan, hitungan mikroskopis langsung, alat pencacah Coulter, dan juga saringan membran adalah jenis-jenis metode pengukuran jumlah sel sementara pengukuran kekeruhan suspensi sel (metode turbidimetri), pengukuran bobot kering sampel adalah beberapa metode penentuan massa sel.

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan petunjuk jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung pada sampel. Teknik yang harus dikuasai dalam metode ini adalah inkubasi dan pengamatan jumlah koloni yang muncul pada cawan. Secara statistik, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung 30 sampai 300 koloni. Sederet pengenceran dan pencawanan dilakukan karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya (Oetomo 1993).

BAHAN DAN LINGKUP KERJA

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol BOD, botol 2.5 L, pompa aerator, indikator universal, spektrofotometer UV, laminar, dan oven. Bahan-bahan yang digunakan adalah OSD (bahan uji), C6H5COONa padat, air sumur, lumpur aktif dari sungai Ciliwung, medium mineral, agar-agar hara (NA), kaldu hara (NB), dan kertas saring 0.45 µm. Penelitian meliputi 3 tahap, yaitu kuantitasi mikrob dengan metode cawan tuang, analisis DOC die-away dengan spektrofotometer UV, dan analisis BOD dengan metode botol tertutup (Lampiran 2). Prosedur pembuatan pereaksi dan medium yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Lampiran 3–5.

Penentuan Kuantitasi Mikrob Lumpur diambil dari sumber inokulum, disaring kotorannya, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Sebanyak 10 g lumpur hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam 90 mL bufer fosfat dan diaduk hingga tidak ada endapan sama sekali. Larutan ini dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi bertutup yang telah berisi garam fisiologis sebanyak 9 mL. Campuran dikocok hingga homogen, kembali dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi bertutup lainnya yang juga berisi 9 mL garam fisiologis. Demikian


(8)

5 seterusnya proses ini dilakukan berulang

secara paralel hingga didapatkan pengenceran yang diinginkan.

Sebanyak 1 mL larutan dari masing-masing tabung dipipet ke dalam cawan petri menggunakan pipet 1 mL. Waktu antara dimulainya pengenceran dan penuangan ke petri tidak boleh lebih dari 30 menit. Kemudian ke dalam setiap petri ditambahkan sekitar 15 mL agar cair steril yang telah didinginkan sampai 50 ºC. Selama penuangan medium, tutup petri tidak boleh terbuka lebar. Segera setelah penuangan, petri digerakkan melingkar atau seperti angka delapan. Setelah agar memadat, semua petri diinkubasi dalam inkubator dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan selama 2 hari pada suhu 28 ºC. Selama inkubasi, sel-sel yang masih hidup akan tumbuh dan membentuk koloni yang kasat mata. Setiap koloni dapat dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi banyak sel.

Medium agar yang digunakan berupa agar-agar hara (NA) yang berisi 3 g ekstrak daging sapi, 5 g pepton, 15 g agar, 5 g NaCl dengan pH 7.4 pada suhu 25 ºC. Sebanyak 28 g medium NA ini dilarutkan dalam 1 L akuades dengan pemanasan sambil diaduk. Medium lalu disterilisasi dalam autoklaf dengan suhu 121 ºC dan tekanan 100–110 kPa selama 15 menit.

Pengujian DOC dengan Spektrofotometer UV (Lampiran 6)

Larutan OSD dan CH3COONa dengan konsentrasi 10, 20, dan 30 mg/L dibuat sebanyak 100, 200, dan 300 mL masing-masing dengan air tawar (sumur) yang telah diaerasi. Blangko dibuat tanpa penambahan bahan kimia. Masing-masing konsentrasi larutan standar dan blangko ditambahkan 1 mL supernatan lumpur aktif yang telah diaerasi. Sebanyak 10 botol kaca 2.5 L yang telah mengandung 400 mL medium mineral disediakan. Enam botol di antaranya diisi larutan OSD dengan konsentrasi 10, 20, dan 30 mg/L (duplo). Tiga botol lainnya diisi larutan standar dengan konsentrasi yang sama. Botol ke-10 digunakan untuk larutan blangko dan semua botol ditera menjadi 1 L dengan air sumur. Aerasi dilakukan selama 28 hari inkubasi. Pengujian dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 7, 10, 14, 21, dan 28. Sebelum dianalisis, larutan uji disaring terlebih dahulu dengan kertas saring 0.45 µm. DOC hari ke-0 sampai hari ke-28 diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 360 nm.

Analisis BOD dengan metode Botol Tertutup

Larutan OSD dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/L serta larutan C6H5COONa 1 dan 2 mg/L dibuat sebanyak 3 liter dengan air tawar yang telah diaerasi. Blangko dibuat tanpa penambahan bahan kimia. Masing-masing konsentrasi larutan standar dan blangko ditambahkan 1 mL supernatan lumpur aktif yang telah diaerasi. Sebanyak 64 botol BOD disiapkan, setiap seri konsentrasi dan blangko memerlukan 8 botol BOD, yaitu untuk analisis DO hari ke-0, 2, 4, 7, 10, 14, 21, 28. Analisis DO hari ke-0 dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode Winkler, sedangkan analisis DO pada botol BOD yang lain dilakukan pada interval waktu yang telah ditetapkan.

Metode Winkler

Larutan uji yang telah mengandung lumpur aktif dimasukkan ke dalam botol BOD hingga penuh, kemudian ditutup. Larutan natrium iodida azida dan larutan MnSO4 dimasukkan masing-masing sebanyak 1 mL, kemudian ditutup dan disimpan selama 15 menit. Sebanyak 1 mL H2SO4 pekat ditambahkan, hingga endapan larut. Sebanyak 50 mL larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL untuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3∙5H2O 0.0250 N hingga berwarna kuning muda. Indikator amilum ditambahkan dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang.

Analisis COD

Sebanyak 10 mL larutan contoh dimasukkan ke dalam tabung COD, lalu berturut-turut ditambahkan 5 mL campuran K2Cr2O7-HgSO4 dan 10 mL campuran H2SO4-Ag2SO4. Isi tabung diaduk kemudian ditutup. Langkah yang sama dilakukan untuk blangko, dengan 10 mL larutan contoh digantikan 10 mL akuades. Unit pengaman tutup dipasang pada masing-masing tabung dan dimasukkan dalam oven 150 ºC selama 2 jam. Setelah mendingin, isi tabung dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL dan dibilas dengan 10 mL air suling. Ke dalam campuran ini ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat dan 3 tetes indikator feroin sebelum dititrasi dengan larutan baku fero amonium sulfat (FAS) 0.05 N sampai warna berubah dari hijau menjadi merah cokelat. Apabila selisih pemakaian larutan baku FAS secara duplo lebih dari 0.1


(9)

6 mL, penetapan diulangi. Namun, jika kurang

dari atau sama dengan 0.1 mL, rerata hasilnya digunakan untuk penentuan nilai COD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mikrob pada Inokulum

Inokulum yang digunakan dalam penelitian berasal dari lumpur aktif sungai Ciliwung. Pemilihan mikrob ini dikarenakan sebagian besar limbah industri maupun sisa konsumsi masyarakat dibuang ke sungai. Lumpur aktif ini lalu dikondisikan berdasarkan kondisi lingkungannya, yaitu pH 7 dan suhu 27 ºC (OECD 1995).

Lumpur aktif diaerasi, karena mikrob yang digunakan bersifat aerob. Proses aerasi dilakukan selama 7 hari untuk mematikan mikrob anaerob yang dicirikan dengan hilangnya aroma bau dari lumpur sehingga mikrob yang dihasilkan hanya mikrob aerob sesuai metode OECD (1992) dan JIS (2005). Selama aerasi dilakukan pengukuran jumlah mikrob.

Selama aerasi ditambahkan nutrisi seperti bufer fosfat dan senyawaan logam ke dalam biakan mikrob. Penambahan ini bertujuan menjaga pH larutan agar tetap karena selama pertumbuhan, mikrob akan menghasilkan senyawa asam atau basa yang dapat mengubah pH sistem sehingga dapat menurunkan populasi mikrob. Penambahan nutrisi yang lain seperti senyawaan logam ialah sebagai sumber energi bagi mikrob itu.

Mikrob yang digunakan bersifat umum sebagaimana yang terdapat di lumpur, dan bukan isolat. Hal ini disebabkan OSD yang diuji harus pada keadaan alamiah. Lumpur aktif hanya dapat bertahan selama 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan analisis belum selesai, maka lumpur aktif tidak dapat digunakan lagi dan harus dilakukan pengambilan sampel lumpur aktif baru (OECD 1992).

Metode hitungan cawan digunakan untuk menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel dapat hidup dan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang terlihat pada cawan menunjukkan jumlah organisme yang dapat hidup dan terkandung dalam sampel. Medium yang digunakan adalah NA karena dapat menumbuhkan berbagai jenis mikrob. Setelah 24 jam mikrob ditumbuhkan, hanya 1 sampai 4 cawan yang memenuhi persyaratan secara statistik.

Analisis jumlah mikrob bertujuan memastikan keberadaan mikrob dalam lumpur

dan untuk menentukan apakah lumpur memenuhi syarat untuk digunakan dalam uji. Analisis dilakukan 2 kali sesuai metode analisis yang diuji, yaitu DOC die-away dan botol tertutup, karena lumpur yang digunakan berbeda waktu pengambilannya meskipun tempat dan cara pengambilannya sama.

Pengenceran lumpur dilakukan secara desimal untuk memudahkan penentuan jumlah mikrob. Nilai berkisar antara 10-2 dan 10-7. Jumlah koloni yang dapat dihitung dalam lumpur DOC sebanyak 104 koloni pada cawan dengan konsentrasi 10-4, sementara pada botol tertutup sebanyak 182 dan 64 pada konsentrasi 10-2 dan 10-3. Nilai tersebut diambil karena jumlah koloni terbaik dalam cawan setelah masa inkubasi adalah 30 dan 300 (Fardiaz 1989). Karena itu, jumlah koloni kurang dari 30 dan lebih dari 300 tidak dimasukkan dalam perhitungan. Jumlah koloni mikrob dalam lumpur dihitung dengan mengalikan jumlah koloni dalam cawan dengan pengenceran, yakni 1.23 × 104 untuk lumpur botol tertutup dan 1.04 × 106 untuk lumpur DOC (Lampiran 7). Jumlah mikrob tersebut menunjukkan bahwa lumpur tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam kedua metode tersebut.

Karbon Organik Terlarut (DOC) Metode DOC menganalisis penguraian bahan berdasarkan konsentrasi DOC yang dipindahkan atau hilang. Nilainya dikoreksi dengan blangko untuk meminimumkan galat.

Nilai DOC diperoleh dengan cara memasukkan nilai absorbans sebagai peubah x ke dalam persamaan garis linear OSD dan standar Na-benzoat. Tabel 2 memperlihatkan hasil pembacaan serapan Na-benzoat dan OSD. Persamaan garis linear standar dan OSD pada Gambar 1 dan 2 diperoleh berturut-turut y = 663.7x + 2.057 serta y = 841.3x + 1.441. Tabel 2 Serapan Na-benzoat dan OSD pada panjang gelombang 360 nm untuk menentukan regresi linear

Konsentrasi (ppm)

Serapan oleh senyawa Na-benzoat Sampel OSD

0 0.000 0.000

5 0.005 0.002

10 0.012 0.010

15 0.018 0.017

20 0.026 0.023

25 0.033 0.028


(10)

6 mL, penetapan diulangi. Namun, jika kurang

dari atau sama dengan 0.1 mL, rerata hasilnya digunakan untuk penentuan nilai COD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mikrob pada Inokulum

Inokulum yang digunakan dalam penelitian berasal dari lumpur aktif sungai Ciliwung. Pemilihan mikrob ini dikarenakan sebagian besar limbah industri maupun sisa konsumsi masyarakat dibuang ke sungai. Lumpur aktif ini lalu dikondisikan berdasarkan kondisi lingkungannya, yaitu pH 7 dan suhu 27 ºC (OECD 1995).

Lumpur aktif diaerasi, karena mikrob yang digunakan bersifat aerob. Proses aerasi dilakukan selama 7 hari untuk mematikan mikrob anaerob yang dicirikan dengan hilangnya aroma bau dari lumpur sehingga mikrob yang dihasilkan hanya mikrob aerob sesuai metode OECD (1992) dan JIS (2005). Selama aerasi dilakukan pengukuran jumlah mikrob.

Selama aerasi ditambahkan nutrisi seperti bufer fosfat dan senyawaan logam ke dalam biakan mikrob. Penambahan ini bertujuan menjaga pH larutan agar tetap karena selama pertumbuhan, mikrob akan menghasilkan senyawa asam atau basa yang dapat mengubah pH sistem sehingga dapat menurunkan populasi mikrob. Penambahan nutrisi yang lain seperti senyawaan logam ialah sebagai sumber energi bagi mikrob itu.

Mikrob yang digunakan bersifat umum sebagaimana yang terdapat di lumpur, dan bukan isolat. Hal ini disebabkan OSD yang diuji harus pada keadaan alamiah. Lumpur aktif hanya dapat bertahan selama 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan analisis belum selesai, maka lumpur aktif tidak dapat digunakan lagi dan harus dilakukan pengambilan sampel lumpur aktif baru (OECD 1992).

Metode hitungan cawan digunakan untuk menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel dapat hidup dan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang terlihat pada cawan menunjukkan jumlah organisme yang dapat hidup dan terkandung dalam sampel. Medium yang digunakan adalah NA karena dapat menumbuhkan berbagai jenis mikrob. Setelah 24 jam mikrob ditumbuhkan, hanya 1 sampai 4 cawan yang memenuhi persyaratan secara statistik.

Analisis jumlah mikrob bertujuan memastikan keberadaan mikrob dalam lumpur

dan untuk menentukan apakah lumpur memenuhi syarat untuk digunakan dalam uji. Analisis dilakukan 2 kali sesuai metode analisis yang diuji, yaitu DOC die-away dan botol tertutup, karena lumpur yang digunakan berbeda waktu pengambilannya meskipun tempat dan cara pengambilannya sama.

Pengenceran lumpur dilakukan secara desimal untuk memudahkan penentuan jumlah mikrob. Nilai berkisar antara 10-2 dan 10-7. Jumlah koloni yang dapat dihitung dalam lumpur DOC sebanyak 104 koloni pada cawan dengan konsentrasi 10-4, sementara pada botol tertutup sebanyak 182 dan 64 pada konsentrasi 10-2 dan 10-3. Nilai tersebut diambil karena jumlah koloni terbaik dalam cawan setelah masa inkubasi adalah 30 dan 300 (Fardiaz 1989). Karena itu, jumlah koloni kurang dari 30 dan lebih dari 300 tidak dimasukkan dalam perhitungan. Jumlah koloni mikrob dalam lumpur dihitung dengan mengalikan jumlah koloni dalam cawan dengan pengenceran, yakni 1.23 × 104 untuk lumpur botol tertutup dan 1.04 × 106 untuk lumpur DOC (Lampiran 7). Jumlah mikrob tersebut menunjukkan bahwa lumpur tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam kedua metode tersebut.

Karbon Organik Terlarut (DOC) Metode DOC menganalisis penguraian bahan berdasarkan konsentrasi DOC yang dipindahkan atau hilang. Nilainya dikoreksi dengan blangko untuk meminimumkan galat.

Nilai DOC diperoleh dengan cara memasukkan nilai absorbans sebagai peubah x ke dalam persamaan garis linear OSD dan standar Na-benzoat. Tabel 2 memperlihatkan hasil pembacaan serapan Na-benzoat dan OSD. Persamaan garis linear standar dan OSD pada Gambar 1 dan 2 diperoleh berturut-turut y = 663.7x + 2.057 serta y = 841.3x + 1.441. Tabel 2 Serapan Na-benzoat dan OSD pada panjang gelombang 360 nm untuk menentukan regresi linear

Konsentrasi (ppm)

Serapan oleh senyawa Na-benzoat Sampel OSD

0 0.000 0.000

5 0.005 0.002

10 0.012 0.010

15 0.018 0.017

20 0.026 0.023

25 0.033 0.028


(11)

7 Gambar 1 Kurva regresi linear Na-benzoat.

Gambar 2 Kurva regresi linear OSD. Secara teoretis, nilai DOC akan turun karena senyawa karbon yang terkandung akan menjadi sumber energi mikrob selama degradasi berlangsung. Nilai DOC dapat diterima jika setelah 28 hari masih tidak kurang dari 70%.

Suhu dan pH dijaga tetap konstan selama pengujian. Perubahan suhu dan pH akan menyebabkan mikrob mati dan pengujian tidak sesuai dengan OECD. Karena itu, medium mineral selain mengandung nutrisi yang dibutuhkan juga mengandung larutan penyangga untuk mempertahankan pH, sebab selama pertumbuhannya, mikrob menghasil kan senyawa asam maupun basa.

Jumlah mikrob akan terus meningkat karena dilakukan aerasi selama pengujian. Aerasi menjaga agar DO dalam metode DOC tetap selama inkubasi sehingga kemampuan mikrob lebih maksimal dalam mendegradasi bahan. Mikrob mendegradasi senyawa dengan cara memutus ikatan kimia menggunakan enzim seperti peroksidase. Tingginya DO dalam air akan menyebabkan mikrob semakin banyak menghasilkan enzim untuk mendegradasi senyawa.

Analisis DOC dilakukan dengan spektrofotometer UV. Salah satu syarat dalam analisis ini ialah sampel harus tidak berwarna dan jernih. Untuk mencegah gangguan serapan oleh mikrob pada saat pengukuran, dilakukan penyaringan dengan kertas saring 0.45 µm terlebih dahulu. Mikrob pada umumnya berukuran ≥0.45 µm. Penyaringan dapat memisahkan mikrob dari larutan sehingga serapan yang dihasilkan hanya berasal dari karbon.

Persentase penguraian standar lalu dihitung sebagai hasil bagi antara rerata hasil pengukuran pada hari yang telah ditentukan dengan rerata hasil pengukuran pada hari ke-0. Masing-masing dikoreksi dengan blangko dan nilainya tidak lebih dari 1.

Analisis penguraian bahan uji yang tidak diketahui komponen penyusunnya dilakukan melalui persamaan di bawah ini:

Corg + H2O2 CO2 + 2H+ + 2e -Reaksi tersebut memperlihatkan bahwa DOC dapat dicari dengan anggapan oksigen bereaksi sempurna dengan karbon organik menghasilkan karbon dioksida. Karbon dioksidasi dengan oksidator kuat seperti peroksida. Peroksida dihasilkan oleh aktivitas mikrob selama inkubasi dan digunakan untuk mendegradasi senyawa. Jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi dapat diketahui dari COD. Nilai COD ditentukan dengan refluks tertutup pada suhu 150 ºC selama 2 jam dan dilanjutkan dengan metode titrimetri. Dalam penelitian ini diperoleh nilai COD sebesar 0.76 mg O2/mg bahan (Lampiran 8). Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini ialah OSD. Perhitungan persen penguraian OSD dapat diperoleh dari nilai COD dan absorbans (Lampiran 9).

Nilai DOC Na-benzoat dengan konsentrasi 10, 20, dan 30 mg/L pada hari ke-0 berturut-turut sebesar 29.60, 31.92, dan 64.78 mg/L. Nilai ini dinyatakan sebagai konsentrasi DOC awal sebelum terurai. Konsentrasi DOC hasil penguraian setelah waktu tertentu dihitung berdasarkan konsentrasi awalnya. Nilai DOC setelah 28 hari turun berturut-turut menjadi 10.35, 10.35, dan 7.96 mg/L. Berkurangnya karbon terlarut dalam senyawa standar Na-benzoat berlangsung terus selama waktu penguraian, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.


(12)

8 Gambar 3 Kurva hubungan DOC Na-benzoat

dengan variasi konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm terhadap waktu. Penurunan DOC terhadap waktu juga teramati pada OSD (Gambar 4). Nilai DOC pada OSD konsentrasi 10, 20, dan 30 mg/L setelah 28 hari diperoleh berturut-turut sebesar 1.01, 3.19, dan 3.18 mg/L, sementara DOC awal berturut-turut 5.70, 11.41, dan 17.10 mg/L.

Gambar 4 Kurva hubungan DOC OSD dengan variasi konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm terhadap waktu.

Kurva biodegradasi diperoleh dari hubungan antara persen biodegradasi OSD dan waktu. Nilai persen biodegradasi pada metode DOC dihasilkan dari nisbah nilai DOC pada waktu t yang dikoreksi dengan blangko. Penurunan nilai DOC sejalan dengan kenaikan persen biodegradasi. Data dan contoh perhitungan persen biodegradasi dan nilai DOC dapat dilihat pada Lampiran 10.

Penentuan nilai DOC dilakukan selama 28 hari, sesuai dengan ketentuan OECD. Nilai

DOC dihitung dari absorbans yang terukur pada hari ke-0, 2, 4, 7, 10, 14, 21, dan 28. Secara teoretis nilai DOC turun sebanding dengan penurunan jumlah karbon yang terdegradasi, sebaliknya persen biodegradasi meningkat. Hal ini terjadi karena mikrob menghabiskan senyawa karbon dalam larutan selama proses degradasi berlangsung. Nilai DOC dikatakan sahih jika persen degradasi setelah 28 hari tidak kurang dari 70%.

Senyawa standar yang digunakan memiliki peran penting untuk mengetahui kemampuan inokulum mendegradasi senyawa uji. Persen biodegradasi senyawa standar harus memenuhi ketentuan AISE/CESIO (2003). Senyawa standar yang digunakan sebagai kontrol dalam penelitian ini adalah Na-benzoat.

Kurva biodegradasi standar Na-benzoat dan OSD ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6. Persen biodegradasi Na-benzoat setelah 28 hari pada konsentrasi 10, 20, dan 30 mg/L berturut-turut sebesar 89.23, 90.28, dan 100% dan untuk OSD sebesar 82.28, 72.02 dan 81.40%. Persen biodegradasi Na-benzoat telah memenuhi ketentuan AISE/CESIO (2003), yaitu 61–95%. Secara teoretis, persen degradasi dengan metode DOC harus lebih tinggi daripada dengan metode botol tertutup karena selama inkubasi kadar DO dijaga konstan dengan aerasi sehingga kandungan oksigen tinggi dan mikrob lebih maksimal dalam mendegradasi senyawa kimia. Semakin banyak DO, akan semakin banyak karbon organik yang teroksidasi menjadi CO2 oleh aktivitas mikrob.

Gambar 5 Persentase degradasi Na-benzoat dengan variasi konsentrasi 10,

20, dan 30 ppm terhadap waktu dengan metode DOC die-away.


(13)

9 Gambar 6 Persentase degradasi OSD dengan

variasi konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm terhadap waktu dengan metode DOC die-away.

Botol Tertutup

Metode botol tertutup merupakan analisis penguraian bahan uji yang didasarkan pada konsumsi DO dalam air. Konsentrasi DO akan turun secara berkala selama waktu inkubasi, karena aktivitas mikrob dalam mengurai bahan uji. Dari penurunan nilai DO ini diperoleh nilai BOD.

Nilai persen biodegradasi pada metode botol tertutup dihasilkan dari hasil bagi antara nilai BOD dan nilai ThOD bahan uji. Kenaikan nilai BOD sebanding dengan kenaikan persen biodegradasi, sebaliknya nilai COD yang tinggi dapat menurunkan persen biodegradasi. Penentuan nilai BOD dilakukan selama 28 hari, sesuai dengan ketetapan pada metode botol tertutup. Penentuan nilai BOD dilakukan dari perolehan nilai DO yang terukur pada hari ke-0, 2, 4, 7, 10, 14, 21, dan 28. Secara teoretis, nilai BOD akan naik sebanding dengan penurunan nilai DO. Hal ini terjadi karena mikrob dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi, hingga mencapai nol (kondisi anaerob). Nilai BOD dikatakan sahih jika oksigen yang dihabiskan pada blangko setelah 28 hari tidak melebihi 1.5 mg/L O2. Konsentrasi residu oksigen pada botol uji setiap waktu tidak boleh di bawah 0.5 mg/L.

Senyawa standar yang digunakan pada penelitian ini adalah natrium benzoat. Rumus molekulnya C6H5CO2Na, maka nilai ThOD-nya dapat dihitung sebesar 1.66 mg O2/mg bahan (Lampiran 11). Nilai tersebut dihitung tanpa memperhatikan terjadinya nitrifikasi. Karena komposisi dan ukuran relatif komponen-komponen bahan uji tidak diketahui, dilakukan analisis COD pada OSD sebagai pengganti nilai ThOD (OECD 1992).

Nilai COD meningkat pada konsentrasi bahan uji yang lebih tinggi. Nilai COD yang digunakan pada pembuatan kurva biodegradasi sebesar 3.6302 mg/L O2.

Pemilihan konsentrasi bahan yang digunakan untuk botol tertutup dibatasi oleh kelarutan oksigen dalam air dan metabolisme inokulum. Pada penelitian ini digunakan 2 konsentrasi, yaitu 1 dan 2 mg/L. Nilai persen biodegradasi Na-benzoat dengan metode botol tertutup pada kedua konsentrasi tersebut berturut-turut sebesar 88.55 dan 88.40% setelah 28 hari. Kenaikan persen biodegradasi standar Na-benzoat terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 7. Kedua hasil ini memenuhi ketentuan AISE/CESIO (2003), yaitu 61–95%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran senyawa uji dapat diterima karena senyawa standar yang digunakan dapat terdegradasi dengan baik. Nilai persen biodegradasi OSD hari ke-28 sendiri diperoleh untuk konsentrasi 1 dan 2 mg/L berturut-turut sebesar 83.13% dan 80.52% (Gambar 8 dan Lampiran 12).

Gambar 7 Persentase degradasi Na-benzoat dengan variasi konsentrasi 1 dan

2 ppm terhadap waktu dengan metode botol tertutup.

Gambar 8 Persentase degradasi OSD dengan

variasi konsentrasi 1 dan 2 ppm terhadap waktu dengan metode botol tertutup.


(14)

10 Secara teoretis, persen degradasi dengan

metode botol tertutup lebih rendah daripada metode DOC die-away karena aerasi mikrob dilakukan hanya sebelum inkubasi. Hal ini mengakibatkan oksigen terlarut menjadi terbatas dan dapat habis oleh mikrob selama aktivitasnya. Keterbatasan oksigen ini menyebabkan aktivitas mikrob tidak maksimal dalam mendegradasi senyawa. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode DOC die-away dan botol tertutup dapat disimpulkan bahwa metode biodegradasi DOC die-away lebih baik dalam hal mendegradasi senyawa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persentase penguraian Na-benzoat dengan metode DOC die-away sebesar 89.23, 90.28, dan 100% untuk konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm, sedangkan dengan metode botol tertutup sebesar 88.55 dan 88.40% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm. Persentase penguraian OSD dengan metode DOC die-away sebesar 82.28, 72.02, dan 81.40% untuk konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm serta sebesar 83.13% dan 80.52% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm dengan metode botol tertutup. Metode DOC die- away yang mengukur penurunan konsentrasi DOC memberikan hasil lebih baik daripada metode botol tertutup yang mengukur konsentrasi DO. Aerasi selama inkubasi pada metode DOC die-away mengakibatkan persentase penguraian lebih baik daripada metode botol tertutup. Berdasarkan hasil yang diperoleh, OSD mudah terdegradasi di alam.

Saran

Perlu dilakukan pengujian dengan metode lain seperti TOC untuk memastikan hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

[AISE/CESIO] Association International de la Savonnere de la Detergence et det Produits Entretien/ European Committee of Organic Surfactants and their Inter mediates. 2003. AISE/CESIO

Observation on “Ultimate”

Biodegradability and The European Detergent Legislation.

Collier KJ. 1987. Spectrophotometric determination of dissolved organic carbon

in some South Island streams and rivers. NZ J Mar Freshwater Res 21:349-351. [EC] European Community. 2000.

Commision decision of establishing the ecological criteria for the award of the community eco-label to lubricants. Regulation (EC) No 1980/2000, 17 Jul 2000.

[EMSA] European Maritime Safety Agency 2006. Applicability of Oil Spill Dispersant Part 1. Lisbon: EMSA. [EPA] Environmental Protection Agency.

1998. Fate, Transport, and Transformation Test Guidelines. OPPTS 835.3110 I Ready Biodegradation. Washington.

[EPA] Environmental Protection Agency. 2009. Dissolved Organic Carbon. http://www.epa.gov/emap/index.html [20 Feb 2009].

Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB Pr.

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.

[FEA] Federal Environmental Agency. 1999. Classification of Substances and Mixtures into Water Hazard Classes according to the Administrative Regulation on the Classification of Substances Hazardous to Waters. Jerman: FEA.

Huet HBN. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Biological Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2004.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. 2004.

[JIS] Japanese Industrial Standards. 2005. Biodegradation Test of Chemical Substances. http://www.met.go.jp [10 Jul 2005].

Loonen H, Lindgren F, Hansen B, Karcher W, Niemelä J, Hiromatsu K, Takatsuki M, Peijnenburg W, Rorije E, Struijś J. 2006. Prediction of biodegradibility from chemical structure: Modeling of ready


(15)

10 Secara teoretis, persen degradasi dengan

metode botol tertutup lebih rendah daripada metode DOC die-away karena aerasi mikrob dilakukan hanya sebelum inkubasi. Hal ini mengakibatkan oksigen terlarut menjadi terbatas dan dapat habis oleh mikrob selama aktivitasnya. Keterbatasan oksigen ini menyebabkan aktivitas mikrob tidak maksimal dalam mendegradasi senyawa. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode DOC die-away dan botol tertutup dapat disimpulkan bahwa metode biodegradasi DOC die-away lebih baik dalam hal mendegradasi senyawa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persentase penguraian Na-benzoat dengan metode DOC die-away sebesar 89.23, 90.28, dan 100% untuk konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm, sedangkan dengan metode botol tertutup sebesar 88.55 dan 88.40% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm. Persentase penguraian OSD dengan metode DOC die-away sebesar 82.28, 72.02, dan 81.40% untuk konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm serta sebesar 83.13% dan 80.52% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm dengan metode botol tertutup. Metode DOC die- away yang mengukur penurunan konsentrasi DOC memberikan hasil lebih baik daripada metode botol tertutup yang mengukur konsentrasi DO. Aerasi selama inkubasi pada metode DOC die-away mengakibatkan persentase penguraian lebih baik daripada metode botol tertutup. Berdasarkan hasil yang diperoleh, OSD mudah terdegradasi di alam.

Saran

Perlu dilakukan pengujian dengan metode lain seperti TOC untuk memastikan hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

[AISE/CESIO] Association International de la Savonnere de la Detergence et det Produits Entretien/ European Committee of Organic Surfactants and their Inter mediates. 2003. AISE/CESIO

Observation on “Ultimate”

Biodegradability and The European Detergent Legislation.

Collier KJ. 1987. Spectrophotometric determination of dissolved organic carbon

in some South Island streams and rivers. NZ J Mar Freshwater Res 21:349-351. [EC] European Community. 2000.

Commision decision of establishing the ecological criteria for the award of the community eco-label to lubricants. Regulation (EC) No 1980/2000, 17 Jul 2000.

[EMSA] European Maritime Safety Agency 2006. Applicability of Oil Spill Dispersant Part 1. Lisbon: EMSA. [EPA] Environmental Protection Agency.

1998. Fate, Transport, and Transformation Test Guidelines. OPPTS 835.3110 I Ready Biodegradation. Washington.

[EPA] Environmental Protection Agency. 2009. Dissolved Organic Carbon. http://www.epa.gov/emap/index.html [20 Feb 2009].

Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB Pr.

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.

[FEA] Federal Environmental Agency. 1999. Classification of Substances and Mixtures into Water Hazard Classes according to the Administrative Regulation on the Classification of Substances Hazardous to Waters. Jerman: FEA.

Huet HBN. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Biological Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2004.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. 2004.

[JIS] Japanese Industrial Standards. 2005. Biodegradation Test of Chemical Substances. http://www.met.go.jp [10 Jul 2005].

Loonen H, Lindgren F, Hansen B, Karcher W, Niemelä J, Hiromatsu K, Takatsuki M, Peijnenburg W, Rorije E, Struijś J. 2006. Prediction of biodegradibility from chemical structure: Modeling of ready


(16)

1

BIODEGRADASI DISPERSAN TUMPAHAN MINYAK

DENGAN METODE DOC DIE-AWAY DAN METODE BOTOL

TERTUTUP

FILOSOFIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(17)

10 Secara teoretis, persen degradasi dengan

metode botol tertutup lebih rendah daripada metode DOC die-away karena aerasi mikrob dilakukan hanya sebelum inkubasi. Hal ini mengakibatkan oksigen terlarut menjadi terbatas dan dapat habis oleh mikrob selama aktivitasnya. Keterbatasan oksigen ini menyebabkan aktivitas mikrob tidak maksimal dalam mendegradasi senyawa. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode DOC die-away dan botol tertutup dapat disimpulkan bahwa metode biodegradasi DOC die-away lebih baik dalam hal mendegradasi senyawa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persentase penguraian Na-benzoat dengan metode DOC die-away sebesar 89.23, 90.28, dan 100% untuk konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm, sedangkan dengan metode botol tertutup sebesar 88.55 dan 88.40% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm. Persentase penguraian OSD dengan metode DOC die-away sebesar 82.28, 72.02, dan 81.40% untuk konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm serta sebesar 83.13% dan 80.52% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm dengan metode botol tertutup. Metode DOC die- away yang mengukur penurunan konsentrasi DOC memberikan hasil lebih baik daripada metode botol tertutup yang mengukur konsentrasi DO. Aerasi selama inkubasi pada metode DOC die-away mengakibatkan persentase penguraian lebih baik daripada metode botol tertutup. Berdasarkan hasil yang diperoleh, OSD mudah terdegradasi di alam.

Saran

Perlu dilakukan pengujian dengan metode lain seperti TOC untuk memastikan hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

[AISE/CESIO] Association International de la Savonnere de la Detergence et det Produits Entretien/ European Committee of Organic Surfactants and their Inter mediates. 2003. AISE/CESIO

Observation on “Ultimate”

Biodegradability and The European Detergent Legislation.

Collier KJ. 1987. Spectrophotometric determination of dissolved organic carbon

in some South Island streams and rivers. NZ J Mar Freshwater Res 21:349-351. [EC] European Community. 2000.

Commision decision of establishing the ecological criteria for the award of the community eco-label to lubricants. Regulation (EC) No 1980/2000, 17 Jul 2000.

[EMSA] European Maritime Safety Agency 2006. Applicability of Oil Spill Dispersant Part 1. Lisbon: EMSA. [EPA] Environmental Protection Agency.

1998. Fate, Transport, and Transformation Test Guidelines. OPPTS 835.3110 I Ready Biodegradation. Washington.

[EPA] Environmental Protection Agency. 2009. Dissolved Organic Carbon. http://www.epa.gov/emap/index.html [20 Feb 2009].

Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB Pr.

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.

[FEA] Federal Environmental Agency. 1999. Classification of Substances and Mixtures into Water Hazard Classes according to the Administrative Regulation on the Classification of Substances Hazardous to Waters. Jerman: FEA.

Huet HBN. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Biological Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2004.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. 2004.

[JIS] Japanese Industrial Standards. 2005. Biodegradation Test of Chemical Substances. http://www.met.go.jp [10 Jul 2005].

Loonen H, Lindgren F, Hansen B, Karcher W, Niemelä J, Hiromatsu K, Takatsuki M, Peijnenburg W, Rorije E, Struijś J. 2006. Prediction of biodegradibility from chemical structure: Modeling of ready


(18)

11 biodegradation test data.Environ Toxicol

Chem 18:1763-1768.

[OECD] Organization for Economic Cooperation and Development. 1992. Guidelines for Testing of Chemicals, Section 3. Paris: OECD.

[OECD] Organization for Economic Cooperation and Development. 2003. Introduction to The OECD Strategies Related to The Testing of Degradation Chemicals Section 3. Paris: OECD.

[OECD] Organization for Economic Cooperation and Development. 2005. Guidelines for Testing of Chemicals. Paris: OECD.

Oetomo R. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.

Purwaningsih I. 2008. Pengolahan limbah cair industri batik CV. Batik Indah Raradjongrang Yogyakarta dengan metode elektrokoagulasi ditinjau dari parameter chemical oxygen demand (COD) dan warna [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor: IPB Pr.

Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana 3:21-26. Swingle HS. 1968. Standardization of

chemical analysis for water and pond muds. FAO Fish Rep 4:379-406.


(19)

1

BIODEGRADASI DISPERSAN TUMPAHAN MINYAK

DENGAN METODE DOC DIE-AWAY DAN METODE BOTOL

TERTUTUP

FILOSOFIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(20)

2

ABSTRAK

FILOSOFIA. Biodegradasi Dispersan Tumpahan Minyak dengan Metode DOC

Die-Away dan Metode Botol Tertutup. Dibimbing oleh MUHAMAD FARID dan

ZAINAL ALIM MAS’UD.

Dispersan tumpahan minyak (OSD) merupakan campuran surfaktan dan

pelarut yang didesain untuk menghancurkan lapisan minyak menjadi butiran kecil

sehingga dapat terdispersi secara alami di perairan. Pada umumnya, OSD bersifat

toksik dan sukar terdegradasi di alam karena mengandung senyawa aromatik.

Terdapat 4 kriteria yang harus dipenuhi OSD, yaitu toksisitas yang sangat rendah

terhadap mamalia dan lingkungan perairan, mudah terbiodegradasi, dan bersifat

bioakumulasi. Biodegradasi merupakan salah satu syarat yang penting dari OSD.

Dalam penelitian ini, biodegradasi OSD dianalisis dengan metode karbon organik

terlarut (DOC)

die-away dan botol tertutup

sebagai pembanding. Pemilihan

metode DOC

die-away digunakan untuk menutupi kelemahan metode botol

tertutup yang memiliki faktor kegagalan tinggi karena oksigen terlarut (DO) dapat

mencapai nol. Pada metode DOC die-away, nilai DO dijaga dengan aerasi selama

waktu inkubasi. Dalam pekerjaan ini, persentase degradasi OSD dengan metode

DOC

die-away diperoleh sebesar 82.10, 72.00, dan 81.38% selama 28 hari untuk

konsentrasi berturut-turut 10, 20, dan 30 ppm, sedangkan dengan metode botol

tertutup diperoleh sebesar 83.13 dan 80.52% untuk konsentrasi 1 dan 2 ppm. Hasil

perbandingan tersebut menunjukkan bahwa OSD lebih mudah terdegradasi

dengan metode DOC die-away.

ABSTRACT

FILOSOFIA. Biodegradation of Oil Spill Dispersant using DOC Die-Away and

Closed Bottle Methods. Supervised by MUHAMAD FARID and ZAINAL ALIM

MAS’UD.

Oil spill dispersant (OSD) is a mixture of surfactant and solvent designed

to break the oil layer into small granules to facilitate its dispersion in natural

water. In general, OSD is toxic and naturally non-degradable because it contained

aromatic compounds. There are 4 criteria of OSD which should be fulfilled, low

toxic

toward

mammals

and

water

environment,

biodegradable,

and

bioaccumulation. Biodegradability is an important requirement for OSD. Analysis

of OSD biodegradation was carried out using DOC die-away and closed bottle

method as a reference. The selection of this method was based on the aim for

covering the lack of closed bottle method that had high failure factor because of

zero dissolved oxygen (DO). Meanwhile, DO in DOC die-away method can be

kept by aeration during incubation time. In this work, the degradation percentages

of OSD using DOC die-away method were 82.10, 72.00, and 81.38% for 10, 20,

and 30 ppm, respectively, over a 28-day period, whereas using closed bottle

method were 83.13 and 80.52% for 1 and 2 ppm, respectively. This comparison

showed that OSD is easier decomposed by DOC die-away method.


(21)

3

BIODEGRADASI DISPERSAN TUMPAHAN MINYAK

DENGAN METODE DOC DIE-AWAY DAN METODE BOTOL

TERTUTUP

FILOSOFIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(22)

4

Judul : Biodegradasi Dispersan Tumpahan Minyak dengan Metode DOC

Die-Away dan Metode Botol Tertutup

Nama : Filosofia

NIM : G44203015

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Muhamad Farid

NIP 19640525 199203 1 003

Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, DEA

NIP 19560622 198601 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002


(23)

5

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-

Nya sehingga penelitian dengan judul ―

Biodegradasi Dispersan

Tumpahan Minyak dengan Metode DOC

Die-Away

dan Metode Botol Tertutup‖

dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2008 sampai

Desember 2009 di Laboratorium Kimia Terpadu, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih

penulis ucapkan kepada bapak Drs. Muhamad Farid dan bapak Dr. Ir. Zainal Alim

Mas’ud, DEA selaku pembimbing yang telah ba

nyak memberi bimbingan dan

pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penghargaan juga penulis

sampaikan kepada staf di Laboratorium Terpadu atas bantuannya selama

penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga di Bandung,

Apa, mamah, a Chandra, a Lingga, dan a Indra atas dorongan semangat, perhatian,

doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman yang

senantiasa memberi dukungan, Ichan, Rachmadi, Rio, yang telah memberikan

kekuatan ukhuwah, teman-teman K

imia ’40

lainnya atas kebersamaan, dukungan,

dan tali persaudaraannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

Filosofia


(24)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cililin pada tanggal 20 Mei 1984 dari ayah Drs. Tisna

Wirawan dan ibu Neneng Masliawati. Penulis merupakan putra keempat dari

empat bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cililin dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis

memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di

Balai Penelitian Teknologi Karet, Kota Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia

Pangan tahun 2007

2008, asisten praktikum Kimia Organik 2008. Penulis juga

aktif dalam kepengurusan lembaga kemahasiswaan kimia IPB tahun 2004

2006.


(25)

7

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii PENDAHULUAN ... 1 TINJAUAN PUSTAKA

Biodegradasi ... 1

Dispersan Tumpahan Minyak ... 2

Oksigen Terlarut ... 2

Karbon Organik Terlarut ... 3

Metode DOC Die-away ... 3

Metode Botol tertutup ... 3

Kebutuhan Oksigen Kimia ... 4

Metode Kuantitasi Mikrob ... 4

BAHAN DAN LINGKUP KERJA

Alat dan Bahan ... 4

Lingkup kerja ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mikrob pada Inokulum ... 6

Karbon Organik Terlarut (DOC) ... 6

Botol Tertutup ... 9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 10

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10 LAMPIRAN ... 12


(26)

8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kurva regresi linear Na-benzoat ... 7

2 Kurva regresi linear OSD ... 7

3 Kurva hubungan DOC Na-benzoat dengan variasi konsentrasi

10, 20, dan 30 ppm terhadap waktu ... 8

4 Kurva hubungan DOC OSD dengan variasi konsentrasi

10, 20, dan 30 ppm terhadap waktu ... 8

5 Persentase degradasi Na-benzoat dengan variasi konsentrasi 10, 20, dan

30 ppm terhadap waktu dengan metode DOC die-away ... 8

6 Persentase degradasi OSD dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30 ppm

terhadap waktu dengan metode DOC die-away ... 9

7 Persentase degradasi Na-benzoat dengan variasi konsentrasi 1 dan 2 ppm

terhadap waktu dengan metode botol tertutup ... 9

8 Persentase degradasi OSD dengan variasi konsentrasi 1 dan 2 ppm

terhadap waktu dengan metode botol tertutup

... 9

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Persentase biodegradasi senyawa ...

2

2 Serapan Na-benzoat dan OSD pada panjang gelombang 360 nm untuk

menentukan regresi linear ...

6


(27)

9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Perbandingan kondisi uji 6 metode ready biodegradation ... 13

2 Alur kerja penelitian ... 14

3 Pembuatan pereaksi DO ... 15

4 Pembuatan pereaksi COD

... 16

5 Pembuatan medium mineral ... 16

6 Penentuan DOC dengan spektrofotometer UV ... 17

7 Hasil analisis jumlah mikrob ... 18

8 Nilai COD bahan uji ... 19

9 Perhitungan persen penguraian bahan uji ... 20

10 Data dan perhitungan DOC dan %degradasi ... 21

11 Nilai ThOD Natrium benzoat ... 24

12 Hasil analisis konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama 28 hari

... 25


(1)

24

Lampiran 11 Nilai ThOD natrium benzoat

Rumus molekul: C

6

H

5

CO

2

Na

Bobot molekul: 144.11 g/mol

Senyawa pembanding: C

a

H

b

Cl

c

N

d

Na

e

O

f

P

g

S

h

Koefisien unsur

a

b

c

d

e

f

g

h

Bobot molekul

(g/mol)

12.011

1.008

35.453

14.007

22.99

15.999

30.974

32.066

Jumlah atom

7

5

0

0

1

2

0

0

Contoh perhitungan:

16 [ 2a + ½ (b-c-3d) + 3h + 5/2g +1/2e-f ]mg/mg

ThOD =

––––––————————————————–

Bobot molekul

16 [ 2(7) + ½ (5-0-3(0)) + 3(0) + 5/2(0) +1/2(1)-2 ]mg/mg

=

———————————————————————

144.11


(2)

Lampiran 12 Hasil analisis konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama 28 hari

Ulangan 1

Ulangan

Volume tiosulfat terpakai (ml) Konsentrasi DO (mg/L)

0 2 4 7 10 14 21 28 0 2 4 7 10 14 21 28 1 1.82 1.82 1.82 1.81 1.8 1.8 1.79 1.79 6.8 6.8 6.8 6.76 6.72 6.72 6.68 6.68 Blangko 2 1.82 1.81 1.82 1.81 1.8 1.79 1.79 1.79 6.8 6.76 6.8 6.76 6.72 6.68 6.68 6.68 3 1.83 1.82 1.82 1.81 1.8 1.79 1.79 1.79 6.84 6.8 6.8 6.76 6.72 6.68 6.68 6.68 Volume botol 311 311.8 307.7 292.1 301 300 300 282.7

1 1.82 180 1.75 1.55 1.51 1.48 1.43 1.38 6.8 6.72 6.54 5.79 5.64 5.53 5.34 5.15 Standar 1 ppm 2 1.81 1.79 1.74 1.55 1.5 1.48 1.46 1.36 6.76 6.69 6.5 5.79 5.6 5.53 5.45 5.08 3 1.81 1.79 1.74 1.57 1.5 1.46 1.43 1.38 6.76 6.69 6.5 5.86 5.6 5.45 5.34 5.15 Volume botol 300 304 308 306.4 299.5 300 300 300

1 1.82 1.79 1.72 1.56 1.52 1.31 1.2 1 6.8 6.68 6.42 5.83 5.67 4.89 4.48 3.73 Standar 2 ppm 2 1.82 1.79 1.74 1.56 1.53 1.32 1.2 1 6.8 6.68 6.5 5.83 5.71 4.93 4.48 3.73 3 1.82 1.78 1.74 1.56 1.53 1.31 1.2 1 6.8 6.65 6.5 5.83 5.71 4.89 4.48 3.73 Volume botol 302 300 300 301 285.5 300 300 300

1 1.8 1.79 1.77 1.58 1.56 1.5 1.44 1.4 6.72 6.69 6.61 5.9 5.83 5.6 5.38 5.23 OSD 1 ppm 2 1.81 1.78 1.75 1.58 1.55 1.5 1.46 1.4 6.76 6.65 6.54 5.9 5.79 5.6 5.45 5.23 3 1.81 1.79 1.75 1.55 1.55 1.5 1.46 1.4 6.76 6.69 6.54 5.79 5.79 5.6 5.45 5.23 Volume botol 310 307 317.1 316.5 300 302 300 300

1 1.81 1.79 1.77 1.6 1.55 1.26 1.2 1.1 6.76 6.69 6.61 5.97 5.79 4.71 4.48 4.11 OSD 2 ppm 2 1.81 1.79 1.76 1.6 1.57 1.27 1.2 0.98 6.76 6.69 6.57 5.97 5.86 4.74 4.48 3.66 3 1.81 1.81 1.76 1.58 1.57 1.26 1.2 0.98 6.76 6.76 6.57 5.9 5.86 4.71 4.48 3.66 Volume botol 300 309.9 274.8 300 300 311 302.6 300


(3)

24

Lampiran 12 (lanjutan)

Ulangan 2

Ulangan

Volume tiosulfat terpakai (ml) Konsentrasi DO (mg/L)

0 2 4 7 10 14 21 28 0 2 4 7 10 14 21 28 1 1.8 1.8 1.78 1.79 1.79 1.77 1.77 1.77 6.72 6.72 6.72 6.69 6.68 6.61 6.61 6.61 Blangko 2 1.8 1.8 1.79 1.79 1.78 1.76 1.77 1.77 6.72 6.72 6.69 6.69 6.68 6.61 6.61 6.61 3 1.8 1.79 1.79 1.79 1.78 1.77 1.77 1.77 6.72 6.69 6.69 6.69 6.68 6.61 6.61 6.61 Volume botol 311 311.8 307.7 292.1 301 300 300 282.7

1 1.82 1.8 1.74 1.5 1.49 1.46 1.42 1.36 6.8 6.72 6.5 5.6 5.57 5.45 5.38 5.23 Standar 1 ppm 2 1.81 1.8 1.74 1.5 1.5 1.46 1.42 1.36 6.76 6.72 6.5 5.6 5.57 5.45 5.38 5.23 3 1.81 1.78 1.73 1.5 1.5 1.46 1.42 1.36 6.76 6.68 6.46 5.6 5.57 5.45 5.38 5.23 Volume botol 300 304 308 306.4 299.5 300 300 300

1 1.82 1.78 1.74 1.55 1.52 1.33 1.26 1.2 6.8 6.65 6.5 5.79 5.68 4.97 4.71 3.73 Standar 2 ppm 2 1.82 1.79 1.76 1.56 1.52 1.34 1.25 1.1 6.8 6.69 6.57 5.82 5.68 5.01 4.67 3.73 3 1.8 1.79 1.74 1.55 1.53 1.34 1.26 1.1 6.72 6.69 6.5 5.79 5.71 5.01 4.71 3.73 Volume botol 302 300 300 301 285.5 300 300 300

1 1.81 1.78 1.75 1.57 1.55 1.48 1.45 1.41 6.76 6.65 6.54 5.86 5.79 5.53 5.41 5.23 OSD 1 ppm 2 1.81 1.78 1.75 1.56 1.54 1.49 2.45 1.42 6.76 6.65 6.54 5.83 5.75 5.57 5.41 5.3

3 1.81 1.78 1.75 1.56 1.54 1.48 1.47 1.42 6.76 6.65 6.54 5.83 5.75 5.53 5.49 5.3 Volume botol 310 307 317.1 316.5 300 302 300 300

1 1.81 1.79 1.75 1.58 1.55 1.35 1.2 1.1 6.76 6.68 6.54 5.9 5.79 5.04 4.48 4.11 OSD 2 ppm 2 1.81 1.79 1.76 1.58 1.55 1.36 1.2 1.2 6.76 6.68 6.57 5.9 5.79 5.08 4.48 4.11 3 1.81 1.8 1.76 1.6 1.56 1.36 1.2 1.1 6.76 6.72 6.57 5.97 5.82 5.04 4.48 4.11 Volume botol 300 309.9 274.8 300 300 311 302.6 300


(4)

24

Lampiran 12 (lanjutan)

Contoh perhitungan:

Konsentrasi tiosulfat: 0.0235 N

Konsentrasi oksigen terlarut blangko hari ke-0, ulangan ke-1:

Vtio × Ntio × BE oksigen × 1000

DO =

————————————————

Vbotol × V sampel

Vbotol-2

1.8 × 0.0235 × 8 × 1000

=

————————————

50 × 311

311-2

= 6.80 mg/L

Ulangan 1

Konsentrasi DO rerata (mg/L) BOD (mg/L) % Degradasi Blangko Std 1 ppm Std 2 ppm

OSD 1 ppm

OSD 2

ppm Std 1 ppm Std 2 ppm

OSD 1 ppm

OSD 2

ppm Std 1 ppm Std 2 ppm

OSD 1 ppm

OSD 2 ppm

6.81 6.77 6.8 6.75 6.76 0 0 0 0 0 0 0 0

6.79 6.7 6.67 6.68 6.71 0.05 0.11 0.05 0.03 3.01 3.31 3.01 0.9 6.8 6.51 6.47 6.56 6.58 0.25 0.32 0.18 0.17 15.06 9.64 10.84 5.12 6.76 5.81 5.83 5.86 5.95 0.91 0.92 0.84 0.76 54.82 27.71 50.6 22.89 6.72 5.61 5.7 5.8 5.84 1.07 1.01 0.86 0.83 64.46 30.42 51.81 25 6.69 5.5 4.9 5.6 4.72 1.15 1.78 1.03 1.92 69.28 53.61 62.05 57.83 6.68 5.38 4.48 5.43 4.48 1.26 2.19 1.19 2.15 75.9 65.96 71.69 64.76 6.68 5.13 3.73 5.23 3.81 1.51 2.94 1.39 2.82 90.96 88.55 83.73 84.53


(5)

24

Lampiran 12 lanjutan

Ulangan 2

Konsentrasi DO rerata (mg/L) BOD (mg/L) % Degradasi Blangko Std 1 ppm Std 2 ppm

OSD 1 ppm

OSD 2

ppm Std 1 ppm Std 2 ppm

OSD 1 ppm

OSD 2

ppm Std 1 ppm Std 2 ppm

OSD 1 ppm

OSD 2 ppm

6.72 6.77 6.77 6.76 6.76 0 0 0 0 0 0 0 0

6.71 6.71 6.68 6.65 6.69 0.05 0.08 0.1 0.06 3.01 2.41 6.02 1.81 6.7 6.49 6.52 6.54 6.56 0.26 0.23 0.2 0.18 15.66 6.93 12.05 5.42 6.69 5.6 5.8 5.84 5.92 1.14 0.94 0.89 0.81 68.67 28.31 53.61 24.39 6.68 5.57 5.69 5.76 5.8 1.16 1.04 0.96 0.92 69.88 31.32 57.83 27.71 6.61 5.45 5 5.54 5.05 1.21 1.66 1.11 1.6 72.89 50 66.87 48.19 6.61 5.38 4.7 5.44 4.48 1.28 1.96 1.21 2.17 77.11 59.04 72.89 65.36 6.61 5.23 3.73 5.28 4.11 1.43 2.93 1.37 2.54 86.14 88.25 82.53 76.51

Konsentrasi (ppm)

Rerata %degradasi BOD hari ke-

0 2 4 7 10 14 21 28

Standar Na-benzoat 1 0.00 3.01 15.36 61.74 67.17 71.08 76.5 88.55 2 0.00 2.86 8.28 28.01 30.87 51.8 62.5 88.4 Sampel OSD 1 0.00 4.51 11.44 52.1 54.82 64.46 72.29 83.13

2 0.00 1.35 5.27 23.64 26.35 53.01 65.06 80.52 Std = standar; OSD = Dispersan tumpahan minyak


(6)

29

Lampiran 12 (lanjutan)

Contoh perhitungan:

Rerata konsentrasi blangko ulangan 1 hari ke-0:

ulangan 1 + ulangan 2 + ulangan 3

Konsentrasi DO rerata =

————————————————

3

6.8 + 6.8 + 6.84

=

————————

3

= 6.81

Kebutuhan oksigen biokimia standar 1 ppm ulangan 1 hari ke-2:

BOD = (DO

sampel (0)

DO

sampel(t)

)

(DO

blangko(0)

DO

blangko(t)

)

= (6.77-6.7)

(6.81-6.79)

= 0.05 mg/L

Persen degradasi standar 1 ppm ulangan 1 hari ke-2:

BOD × 100

%degradasi =

————————————

Konsentrasi sampel × ThOD

0.05 × 100

=

—————

1 × 1.66

= 3.01%

Rerata %degradasi standar 1ppm hari ke-2:

% degradasi ulangan 1 + % dedradasi ulangan 2

%degradasi =

———————————––––––––––––––––––

2

3.01% + 3.01%

=

—————–––

2