1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan komoditas strategis yang sering dikaitkan dengan aspek ekonomi dan politik di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karenanya pemenuhan kebutuhan pangan bagi setiap penduduk setiap waktu
merupakan hak azasi manusia yang harus diupayakan oleh pemerintah. Kewenangan juga memberlakukan kontrol harga langsung untuk melindungi
pasar lokal dari yang terpengaruh oleh volatilitas harga di pasar dunia, dan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi harga lokal dan dengan
demikian permintaan beras lokal dapat terjaga Chung dan Tan, 2015. Konsumsi pangan diperlukan aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan.
Aksesibilitas tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Sehingga data konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan
kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan rumah tangga Riyanto, dkk, 2013.
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Erwidodo 2006 mengutip data Susenas yang menunjukkan bahwa
98 penduduk Indonesia menkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokoknya. Sementara itu kebijakan pemerintah dalam perberasan mempunyai
pengaruh yang sangat besar pada stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Beras merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang menentukan
2
tingkat inflasi pada gilirannya tingkat stabilitas perekonomian normal. Karena itu pemerintah Indonesia berusaha agar persediaan beras nasional selalu
memadai dan harganya terkendali. Guna mencapai sasaran tersebut pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perberasan dalam berbagai bidang
seperti kebijakan harga. Pengadaan sarana dan prasarana produksi, investasi dalam bidang penelitian dan penyuluhan di sektor pertanian serta rekayasa
kelembagaan. Peranan sektor pertanian yang tangguh seperti yang diharapkan dalam
proses pembangunan, sedikitnya mencakup empat aspek: Pertama, kemampuannya dalam menyediakan pangan bagi rakyat. Kedua, memberikan
kesempatan kerja bagi masyarakat. Ketiga, menghemat dan menghimpun devisa dan yang keempat, sebagai dasar yang memberikan dukungan terhadap
sektor yang lain Laksono, 2008. Menurut teori ekonomi neoklasik perilaku konsumen, setiap konsumen individu dihadapkan dengan harga pasar
ditentukan dari berbagai komoditas, dengan konsumen yang hanya memiliki penghasilan uang dikenal dan tetap
Odusina, 2008. Salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki posisi paling
penting dalam pembangunan pertanian adalah beras. Beras adalah bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir 90 penduduk Indonesia.
Beras mengandung nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan makanan pokok lainnya. Setiap 100 gr beras giling mengandung energi 360 KKal dan
menghasilkan 6 gr protein. Hal ini bisa dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti jagung kuning yang mengandung 307 KKal dan 7,9 gr protein
3
ataupun singkong yang mengandung 146 KKal dan 1,2 gr protein. Oleh karena itu, komoditas beras dapat dipergunakan untuk memperbaiki gizi
masyarakat yang umumnya masih kekurangan energi dan protein Amang, 2007.
Pengembangan komoditas pertanian memerlukan pemahaman tentang prospek
pasar, kemampuan
sumberdaya dan
potensi teknologi.
Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan akan mempengaruhi harga dan profitabilitas, sehingga memerlukan kebijakan intervensi dan
perencanaan untuk menghadapi keadaan tersebut. Proyeksi permintaan ataupun penawaran sangat penting bagi perencanaan produksi yang akan
berdampak pada berapa besar tingkat pasokan untuk menjaga stabilitas harga. Hasil proyeksi permintaan komoditas pangan berguna sebagai salah satu
bahan masukan dalam menentukan target produksi komoditas pangan, berapa besar yang dibutuhkan serta gambaran perkembangan harga kedepan.
Sementara itu proyeksi penawaran komoditas pangan berguna sebagai gambaran tingkat produksi komoditas pertanian bersangkutan yang dapat
dicapai berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan. Dengan membandingkan hasil proyeksi permintaan dan penawaran dapat diketahui status neraca
permintaan dan penawaran komoditas bersangkutan apakah dalam keadaan surplus atau defisit. Dalam jangka pendek dan menengah kondisi ini akan
terkait dengan arus distribusi komoditi pangan yang berdampak pada stabilitas harga Yudha., dkk, 2012
.
4
Perkembangan konsumsi beras per kapita di Indonesia tahun 2011- 2015 berfluktuasi tetapi cenderung meningkat. Tahun 2011 rata-rata konsumsi
beras 115,5 kgkapitatahun. Tahun 2012 turun menjadi 109,7 kgkapitatahun. Penurunan ini terjadi karena masyarakat mulai mengkonsumsi pangan hasil
diversifikasi pangan. Namun tahun 2012, konsumsi beras naik drastis menjadi 138,81 kgkapitatahun, dan pada 2011-2014 sebesar 139,15 kgkapitatahun.
Tahun 2013 konsumsi beras nasional sekitar 139 kgkapitatahun dan jumlah ini berlangsung sampai tahun 2014 Sukri, 2015. Faktor yang mempengaruhi
peningkatan konsumsi beras telah diidentifikasi untuk menyertakan meningkatnya pendapatan, liberalisasi perdagangan, promosi yang luas dan
strategi pemasaran yang efektif dari importir beras dan kemudahan memasak Danquah dan Egyir, 2014.
Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah
Indonesia yang sangat subur. Oleh karena hal tersebut, Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia. Indonesia
merupakan produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5 persen atau 51
juta ton. China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54 persen. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan negara
eksportir beras hanya berkontribusi 5,4 persen dan 3,9 persen. Penduduk Indonesia merupakan konsumen beras terbesar di dunia dengan jumlah
konsumsi mencapai 154 kg per orang per tahun, apabila dibandingkan dengan
5
rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia
menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri, dan oleh karena hal tersebut Indonesia harus mengimpornya dari negara lain Sri
Rahyu, dkk, 2014: 46. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kebupaten yang mengalami
pertumbuhan ekonomi cukup baik. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun yang membaik di Kabupaten Boyolali
diharapkan senantiasa dapat dijaga dengan semakin mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Boyolali.
Rata-rata jumlah konsumsi beras masyarakat di Kabupaten Boyolali sebesar 92,87 kgorangtahun. Jumlah produksi, ketersedian, konsumsi dan kelebihan
beras di Kabupaten Boyolali tahun 2009-2013 data dilihat pada tabel berikut: Tabel I.1. Jumlah Produksi, Ketersediaan, Konsumsi dan Kelebihan Beras di
Kabupaten Boyolali Tahun 2009-2013 Tahun
Produksi Padi Ton
Ketersediaan Beras Ton
Konsumsi Ton
Surplus 2009
311.224 196.693
128.222 28.471
2010 313.817
198.332 128.782
29.550 2011
350.613 221.587
120.103 101.484
2012 345.561
218.395 120.451
97.944 2013
359.402 223.907
120.723 103.184
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2014 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa ketersediaan beras di Kabupaten
Boyolali berfluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan. Dinamika penawaran yang demikian fluktuatif sangat rentan mengingkat jumlah
penduduk yang terus meningkat sehingga meningkatkan konsumsi Arvianti
6
dan Rikawanto, 2010. Disisi lain permintaan beras di Kabupaten Boyolali meningkat setiap tahunnya, walaupun pada tahun 2012 mengalami penurunan
dikarenakan adanya bencana alam gempa bumi dan gunung meletus, setelah mengalami penurunan pada tahun berikutnya permintan beras di Kabupaten
Boyolali cenderung mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya permintaan beras di Kabupaten Boyolai ini mendorong peneliti untuk
menganalisis tentang tingkat permintaan beras di Kabupaten Boyolali.
B. Rumusan Masalah