5.1.3. Hasil Analisis Data Tabel 5.3. Distribusi frekuensi flat foot berdasarkan status gizi siswa kelas IV
SD Sutomo 2 Medan
Variabel Flat foot
Non flat foot PR
p-value n
N Obesitas
41 83.7
8 16.3
4.01 .000
Normal 29
20.9 110
79.1 Tabel 5.3 menunjukkan hasil analisis untuk melihat hubungan antara
kejadian flat foot dengan obesitas pada anak. Untuk itu didapatkan p-value sebesar 0.000 0.05, yang memiliki makna bahwa terdapat hubungan antara kejadian
flat foot dengan obesitas pada anak kelas IV SD Sutomo 2 Medan. Kemungkinan untuk terjadi flat foot pada anak yang obesitas lebih tinggi
dibandingkan anak yang tidak mengalami obesitas PR=4.01, 95CI.
5.2. Pembahasan
Pes planus hipermobil atau disebut juga flat foot merupakan kejadian lazim pada neonatus dan anak belajar jalan. Namun pada anak yang lebih tua atau
pada orang dewasa perlu diperhatikan untuk mencari penyebabnya. Hal ini terjadi karena kelemahan pada kompleks ligamentum kaki sehingga dapat terjadinya
ruptur ligamentum longitudinal sehingga arkus longitudinal mediale tidak tampak pada saat pembebanan atau pada saat berdiri. Kaki rata hipermobil atau kaki
pronasi merupakan sumber kecemasan bagi orang tua dikarenakan dapat menyebabkan cedera pada kaki anak.
Pada penelitian ini, terbukti pada 188 responden yang terdiri dari 49 anak 26.1 yang mengalami obesitas dan 139 anak 73.9 yang tidak mengalami
obesitas menunjukkan bahwa obesitas mempengaruhi kejadian flat foot pada anak kelas IV SD Sutomo 2 Medan p0.05 yaitu obesitas dapat menjadi salah satu
faktor resiko flat foot pada anak. Victor Grech, 2007 Kejadian flat foot dari penelitian ini didapati lebih banyak terjadi pada
responden yang mengalami obesitas yaitu sebesar 58.6. Hal ini kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
disebabkan karena obesitas membuat tekanan pada lekungan telapak kaki meningkat secara luar biasa Tonysetiobudi, 2015.
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Hassan Daneshmandi 2009 di Iran pada 1180 siswa yang terdiri dari 726 siswa laki-laki dan 454 siswa
perempuan, dikatakan bahwa terdapat hubungan antara flat foot dengan anak yang mengalami overweight dan obesitas. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian
deskriptif yang dilakukan oleh Seteriyo Wardanie 2013 di Surakarta pada 1089 responden yang terdiri dari 299 responden dengan flat foot dan 790 responden
yang tidak mengalami flat foot, didapatkan bahwa persentase responden yang terbanyak mengalami flat foot adalah responden dengan indeks massa tubuh
gemuk dan sangat gemuk. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karen J. Mickle
pada 95 anak dari 10 sekolah yang dipilih secara acak di New South Wales, Australia. Dalam penelitian Karen J. Mickle yang dianalisis dengan menggunakan
independent t-test, didapati bahwa anak yang mengalami obesitas atau overweight memiliki tinggi arkus yang lebih rendah daripada yang dimiliki oleh anak normal
p= 0.04. pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa anak dengan obesitas atau overweight akan memberikan tekanan yang lebih besar pada arkus longitudinal
medial yang berhubungan dengan semakin rendahnya arkus longitudinal medial tersebut.
Flat foot juga dapat ditemukan pada anak yang tidak obesitas seperti pada penelitian ini didapati sekitar 20.4. Hal ini bisa disebabkan oleh perubahan
posisi tulang atau adanya jaringan ikat atau tulang yang menghubungkan 2 tulang. Dari tabel 5.2, dapat dilihat bahwa flat foot lebih banyak terjadi pada
responden perempuan dengan persentase 43.5 dibandingkan responden laki-laki dengan persentase 25.0. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Seteriyo Wardanie 2013 pada total sampel 1089 siswa didapatkan prevelensi 299 siswa mengalami flatfoot dan 790 siswa memiliki arkus normal. Karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah responden perempuan dengan jumlah 165 orang,
Universitas Sumatera Utara
Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shay Tenenbaum 2013 pada 825.946 responden remaja yang terdiri dari 467.412
responden laki-laki dan 358.552 responden perempuan di Amerika. Pada penelitian ini didapati bahwa prevalensi anak laki-laki yang mengalami flat foot
sebesar 16.2 dan perempuan sebesar 11.6 dari total keseluruhan 14.2 12.4 dengan mild flat foot dan 3.8 dengan severe flat foot pada laki-laki,
9.3 dengan mild flat foot dan 2.4 dengan severe flat foot pada perempuan. Namun penjelasan mengenai alasan mengenai prevalensi flat foot pada
laki-laki dan perempuan masih belum dapat dijelaskan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan mengenai hubungan kejadian flat foot dengan obesitas pada siswa
kelas IV SD Sutomo 2 Medan sebagai berikut :
1.
Jumlah responden yang mengalami obesitas adalah 26.1.
2.
Jumlah responden yang mengalami flat foot adalah 37.2.
3.
Jumlah responden perempuan yang mengalami flat foot lebih banyak daripada responden laki-laki yaitu sebesar 43.5.
4.
Distribusi frekuensi kejadian flat foot pada responden berdasarkan status gizi yang mengalami obesitas adalah 41 orang 83.7. Distribusi
frekuensi kejadian flat foot pada responden yang tidak mengalami obesitas adalah 29 orang 20.9.
5.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian flat foot dengan obesitas pada responden p0.05. Sehingga dari analisis
bivariat, obesitas merupakan faktor resiko terhadap kejadian flat foot.
6.2. Saran
Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain
1.
Bagi Masyarakat
Flat foot merupakan kejadian dimana arkus longitudinal mediale yang seharusnya terbentuk di bagian dalam telapak kaki tidak terbentuk.
Kejadian ini dapat dikarenakan kelemahan dari ligament atau akibat penumpukan lemak. Salah satu faktor resiko terjadinya flat foot adalah
obesitas yang berkepanjangan. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat dapat mengontrol berat badan sehingga tidak terjadi obesitas maupun
overweight.
Universitas Sumatera Utara