BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat di berbagai bidang, maka semakin berkembang pula pelanggaran terhadap hukum ataupun
perbuatan pidana yang dilakukan oleh masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada dasarnya perbuatan yang menyimpang dari norma yang
berlaku dianggap sebagai suatu kejahatan atau perbuatan yang merusak serta mengganggu stabilitas masyarakat sehingga pelakunya dapat dikenakan sanksi
pidana. Seperti kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Konsekuensi yuridisnya adalah bahwa setiap tindakan yang dilakukan
oleh penyelenggara negara, warga negara, dan semua subjek hukum yang ada di dalamnya harus didasarkan atas hukum. Hal ini berarti bahwa apabila tindakan
tiap-tiap subjek hukum di Indonesia bertentangan dengan hukum yang berlaku, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penyimpangan hukum.
Perkembangan pelanggaran terhadap hukum ataupun perbuatan pidana yang dilakukan oleh masyarakat saat ini salah satunya adalah perkembangan
mengenai pelakunya. Saat ini pelanggaran hukum ataupun perbuatan pidana tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, akan tetapi perbuatan pidana yang
dilakukan oleh anak-anak semakin marak terjadi. Dengan adanya persamaan kedudukan antara orang dewasa dan anak-anak di muka hukum, maka perbuatan
pidana ataupun pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak-anak pun juga harus diberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kecenderungan meningkatnya kualitas maupun kuantitas pelanggaran baik terhadap ketertiban umum maupun pelanggaran terhadap ketentuan perundang-
undangan yang berlaku yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja atau dengan kata lain meningkatnya kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan
kriminal, mendorong kita untuk lebih memberikan perhatian terhadap penanggulangan dan penanganannya, khususnya di bidang hukum pidana anak
dan hukum acara yang berlaku Agung Wahyono, Siti Rahayu, 1993:2.
Keberadaan anak yang ada di lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya. Dalam perkembangannya ke arah
dewasa, kadang-kadang seorang anak melakukan perbuatan yang lepas kontrol, ia melakukan perbuatan yang tidak baik sehingga dapat merugikan orang lain atau
merugikan diri sendiri. Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa pertumbuhan sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas
dari lingkungan pergaulannya. Sudah banyak terjadi karena lepas kendali, kenakalan anak sudah menjadi tindak pidana atau kejahatan, sehingga perbuatan
tersebut tidak dapat ditolerir lagi sehingga anak yang melakukan kejahatan harus berhadapan dengan aparat hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Gatot Supramono, 2000: IX. ”Menurut Pompe di antara faktor-faktor yang diperlukan untuk adanya
akibat yang merupakan sebab, adalah faktor yang di dalamnya terdapat kekuatan untuk menimbulkan akibat. Jadi musabab adalah faktor yang mempunyai tendensi
untuk dalam keadaan tertentu menimbulkan akibat”. Winarno Budyatmojo, 2009: 152. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh anak tidak dapat dilepaskan dari perubahan sosial yang bersifat mendasar dalam kehidupan masyarakat. ”For young people especially, social
intervention has to take seriously the narrative accounts of the juvenile offenders themselves. They also have to address those internal and external factors that
impinge upon young people’s sense of self and their place in the world”.Bagi remaja khususnya, intervensi sosial sangat berpengaruh pada perilaku remaja itu
sendiri. Mereka juga harus mengendalikan faktor internal dan eksternal yang bertentangan dengan perasaan pribadi dan lingkungannya di dunia. Rob White,
2008: 45. Selain itu, hal tersebut juga merupakan akibat dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi
yang semakin canggih, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup orang dewasa juga membawa pengaruh yang sangat besar
terhadap penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak-anak.
Keberadaan anak yang berperilaku menyimpang khususnya yang melakukan tindak pidana, menarik untuk dikaji lebih lanjut. Pertama,
tindak pidana yang dilakukan anak bagaimanapun juga merupakan perilaku yang merugikan bukan saja bagi diri sendiri tetapi juga bagi masyarakat,
dan karena itu perilaku semacam itu perlu dihentikan antara lain melalui penjatuhan pidana atau tindakan.
Kedua, anak dengan segala keberadaannya tidak sama dan tidak dapat dipersamakan dengan orang
dewasa, karena itu penjatuhan pidana atau tindakan terhadap anak tidak dapat dipersamakan dengan pidana atau tindakan yang dijatuhkan kepada
orang dewasa. Ketiga, secara umum anak memiliki jangkauan masa depan yang lebih panjang dibandingkan dengan orang dewasa, karena itu
penjatuhan pidana atau tindakan terhadap anak tidak dapat dilepaskan dari upaya pembinaan terhadap anak untuk menjadi pribadi yang mandiri dan
bertanggung jawab. Herry Subondo, 2007, Vol.1 No.1: 24-25.
Mengingat ciri dan sifat anak yang khas, maka dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap anak nakal diupayakan jangan sampai anak yang
bersangkutan dipisahkan dari orang tuanya. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan karena hubungan orang tua dengan anaknya merupakan hubungan
yang hakiki, baik hubungan psikologis maupun mental spiritual. Apabila hubungan antara orang tua dengan anak kurang harmonis atau karena sifat
perbuatannya sangat merugikan masyarakat sehingga perlu memisahkan anak dari orang tuanya, hendaknya tetap dipertimbangkan bahwa pemisahan tadi adalah
semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri secara sehat dan wajar. Sholeh Soeaidy, Zulkhair, 2001:23-24.
Menurut Kepala Balai Pemasyarakatan Surakarta, Bapak Ahmad Hardi, Bc. IP, SH, MM seperti yang di sampaikan pada redaksi Suara Atma bahwa ada
beberapa keuntungan apabila anak nakal tidak di tahan dan tetap berada di tengah- tengah keluarga, yaitu:
1. Pendidikan dan kesehatan anak dapat terjamin; 2. Anak terbebas dari pengaruh buruk akibat berkumpul dengan tahanan
dewasa; 3. Karena tidak ditahan maka tuntutan yang akan diajukan relatif lebih
ringan.Suara Atma, 2010: 4.
Upaya menjamin perlindungan hukum terhadap anak sehubungan dengan sifat khusus dari anak dan sifatnya sebagai anak-anak sehingga dibutuhkan suatu
produk hukum yang dapat menjamin terpenuhinya perlakuan yang adil terhadap anak dalam proses penyelesaian tindak pidana anak, salah satunya dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang merupakan salah satu upaya untuk melindungi kepentingan anak. Menurut
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, istilah yang digunakan untuk menyebut anak-anak yang melakukan tindak pidana atau
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak adalah anak nakal. Dalam Undang- Undang tersebut mengatur bahwa terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan
pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Menurut Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, tindakan yang dapat dikenakan kepada anak nakal adalah sebagai berikut:
1. Dikembalikan ke orang tuawaliorang tua asuh; 2. Diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,
dan latihan kerja; 3. Diserahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
Dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak, ancaman pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang
melakukan tindak pidana paling lama adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Dalam hal tindak pidana yang dilakukan
diancam dengan hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal tersebut maksimal adalah 10
tahun. Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak nakal yang dijatuhi pidana penjara maksimal 2 tahun,
dalam hal ini hakim dapat menjatuhkan hukuman dengan pidana bersyarat. Selama melakukan pidana bersyarat, pengawasan terhadap anak nakal dilakukan
oleh Jaksa Penuntut Umum, sementara bimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Tujuannya adalah agar anak nakal itu melaksanakan syarat yang
telah ditentukan. Anak yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan dan berstatus sebagai
klien pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan adalah merupakan sebuah unit pelaksana teknis
bimbingan kemasyarakatan yang berupa sistem kemasyarakatan dalam tata peradilan pidana dan mengandung aspek penegakan hukum dalam rangka
pencegahan kejahatan dan bimbingan terhadap pelanggaran hukum. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu kebijakan baru dalam memperlakukan cara
pemidanaan yang lebih bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan dan sekaligus mengayomi narapidana serta memberikan bekal hidup bagi
narapidana melalui proses bimbingan yang tidak melepaskan secara langsung dengan masyarakat.
Balai Pemasyarakatan BAPAS melalui Pembimbing Kemasyarakatan PK melaksanakan fungsinya sejak Tersangka anak ditangkap oleh polisi dan
dibuatkan berita acara pemeriksaan hingga setelah Terdakwa anak klien diputus oleh hakim, pembimbing kemasyarakatan selalu dilibatkan oleh kepolisian.
Pembimbing kemasyarakatan melakukan penelitian guna menyusun penelitian kemasyarakatan litmas. Tanpa adanya hasil penelitian kemasyarakatan dari
pembimbing kemasyarakatan, berkas perkara klien dianggap belum lengkap dan sidang dapat dibatalkan.
Dalam masyarakat secara umum, Balai Pemasyarakatan kurang begitu dikenal. Masyarakat lebih mengenal Lembaga Pemasyarakatan LP atau Rumah
Tahanan RUTAN daripada Balai Pemasyarakatan dalam hal pembinaan terhadap narapidana. Salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan sistem
peradilan pidana dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan yang merupakan bagian dari kegiatan sub sistem pemasyarakatan narapidana atau sub-sub sistem peradilan
pidana. Namun demikian keberadaan dan peran Balai Pemasyarakatan BAPAS tersebut sering diabaikan atau bahkan tidak diketahui oleh sub sistem yang lain
dalam system peradilan pidana. Keadaan pengabaian atau tidak diketahuinya
Balai Pemasyarakatan BAPAS tersebut tentu saja akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan sistem peradilan pidana secara keseluruhan, dimana Balai
Pemasyarakatan BAPAS merupakan bagian dari sistem Tata Peradilan, mempunyai tugas melaksanakan pembimbing dan mendampingi anak nakal dalam
proses Peradilan Anak. Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan hukum dengan
judul ”PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBIMBINGAN TERHADAP
ANAK NAKAL
DI BALAI
PEMASYARAKATAN SURAKARTA.”
B. Rumusan Masalah