1. Industri Primer Raw Material
Industri primer adalah industri yang bahan produksinya diperoleh langsung dari dalam bumi atau laut dan tidak melalui proses pengolahan
terlebih dahulu. Contoh jenis industri primer adalah industri kayu, perikanan, pertanian, perkebunan peternakan dan sebagainya.
2. Industri Sekunder Manufaktur
Industri sekunder biasanya ditandai dengan adanya berbagai variasi dari lokasinya, tergantung dari pembeli, letak dan material yang tersedia. Industri
sekunder berorientari pada hasil produksi pabrik. Contoh dari industri sekunder adalah industri tekstil, otomotif, makanan, minuman, dan
sebagainya. Evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi pada industri sekunder.
3. Industri Tersier Services
Industri tersier berorientasi pada pemberian service serta lebih atau cenderung ke arah mana service tersebut dibutuhkan dengan memperhatikan
pasar yang ada. Produk dati industri ini adalah layanan jasa. Contohnya perusahaan telekomunikasi, transportasi, kesehatan, dan yang lainnya
4. Industri Kwarter Experties
Industri kwarter berorientasi pada keahlian yang dimiliki serta diidentifikasi sebagai suatu aktivitas group misalnya universitas, pengacara
dan research. Biasanya berorientasi pasar tetapi lokasinya dapat dimana saja karena adanya media elektronika.
1.5.2. Kawasan Industri
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Pembangunan kawasan industri harus
berada pada kawasan peruntukan industri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Berdasarkan peraturan yang ada, kawasan yang telah ditetapkan sebagai
kawasan peruntukan industri ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah pengembangan industri.
Berdirinya kawasan industri membutuhkan lahan yang cukup luas untuk menampung bangunan-bangunan industri di dalamnya serta fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan untuk menunjang kegiatan industri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 pasal 10 menyebutkan bahwa luas lahan kawasan
industri yang dibutuhkan paling rendah adalah 50 ha dalam satu hamparan. Hal yang diperhatikan dalam pembangunan industri tidak hanya luas lahannya saja
namun juga kondisi fisik lahan dan aksesibilitasnya yang perlu dipertimbangkan. Kegiatan evaluasi lahan perlu dilakukan untuk pembangunan yang lebih efisien,
tidak mengganggu tata guna lahan, serta tidak mengganggu lingkungan sekitar.
1.5.3. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuaian lahan menurut Sitorus 1985 merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.
Sitorus juga menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses pendugaan potensi sumberdaya lahan untuk berbagai kegunaan dengan
cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan karakteristik yang ada pada sumberdaya lahan tersebut. Kegiatan dari
evaluasi sumberdaya lahan akan memberikan informasi atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan untuk mendapatkan hasil dari pemanfaatan lahan yang
lebih efisien dan terarah. Pada daerah-daerah yang sedang berkembang, evaluasi sumberdaya lahan
sangat berguna dalam bidang perencanaan pembangunan. Evaluasi sumberdaya lahan dapat menyajikan seperangkat data objektif yang dapat membantu
pengambilan keputusan dalam bidang perencanaan pembangunan sehingga lahan dapat digunakan secara lebih efisien. Evaluasi sumber daya lahan ditampilkan
melalui kelas-kelas kesesuaian lahan. Terdapat lima kelas kesesuaian lahan yaitu sangat sesuai, cukup sesuai, sesuai marginal, tidak sesuai saat ini dan tidak sesuai
permanen.
1.5.4. Penginderaan Jauh