Perbedaan Kecemasan Antara Anak tunggal dengan Anak yang Memiliki Saudara Kandung di Universitas Sebelas Maret Surakarta

(1)

PERBEDAAN KECEMASAN A MEMILIKI SAUDARA KA

Unt Memper

YULIA

FAK UNIVER

ANTARA ANAK TUNGGAL DENGAN AN KANDUNG DI UNIVERSITAS SEBELAS M

SURAKARTA

SKRIPSI

ntuk Memenuhi Persyaratan peroleh Gelar Sarjana Kedokteran

A MUDVI ANANDA AGUSTINA G0006171

AKULTAS KEDOKTERAN IVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

PERNYATAAN

ANAK YANG MARET


(2)

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 2010

Yulia Mudvi Ananda Agustina

NIM. G0006171


(3)

Skripsi dengan Judul : Perbedaan Kecemasan antara Anak Tunggal dengan Anak yang Memiliki Saudara Kandung di Universitas Sebelas Maret Surakarta

Yulia Mudvi Ananda Agustina, NIM/Semester: G0006171/VIII, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Rabu, Tanggal 31 Maret 2010

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. Moch. Fanani, dr. Sp. KJ

NIP : 19510711 198003 1 001 ( ______________________ ) Pembimbing Pendamping

Nama : Anik Lestari, dr. M.Kes

NIP : 19680805 200112 2 001 ( ______________________ ) Penguji Utama

Nama : Machmuroh, Dra.,MS.

NIP : 19530618 198003 2 002 ( ______________________ ) Penguji Pendamping

Nama : Slamet Riyadi, dr., M.Kes.

NIP : 19600418 199203 1 001 ( ______________________ )

Surakarta, 2010 Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., M.Kes,. DAFK Prof.Dr.A.A.Subijanto,dr.,MS. NIP: 194508241973101001 NIP: 194811071973101003

ABSTRAK

YULIA MUDVI ANANDA AGUSTINA, G0006171, 2010. Perbedaan Kecemasan antara Anak Tunggal dengan Anak yang Memiliki Saudara Kandung di Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(4)

Tujuan: Perbedaan ciri umum antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung merupakan faktor kuat dalam perbedaan penyesuaian pribadi dan sosial sepanjang rentang kehidupannya. Hal ini sangat berhubungan dengan penyesuaian terhadap stressor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kecemasan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Sampel terdiri atas 60 mahasiswa yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu anak tunggal sebanyak 30 orang dan anak yang memiliki saudara kandung sebanyak 30 orang. Data penelitian diperoleh dengan dua macam kuesioner, yaitu tes LMMPI dan Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS). Analisis statistik menggunakan uji T.

Hasil: Dari total 60 jumlah sampel terdiri atas 30 anak tunggal dan 30 anak yang memiliki saudara kandung. Didapatkan rata-rata skor kecemasan anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung masing-masing 23,77 ± 1,85 dan 20,93± 3,23. Perbedaan kecemasan antara anak tunggal dan anak yang memiliki saudara menghasilkan nilai signifikansi (p=0,01).

Simpulan: Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan skor kecemasan yang signifikan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung. Dalam hal ini, tingkat kecemasan anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung.

Kata kunci: anak tunggal, anak bersaudara, kecemasan.

ABSTRACT

YULIA MUDVI ANANDA AGUSTINA, G0006171, 2010. Levels of Anxiety Differences between Only Children and Sibling Children in Sebelas Maret University.

Objective: The major characteristic of children affect personality and social adaptation along their life. This include their adaptation of facing the stressor. The aim of this study is to find out the anxiety levels differences between only children and sibling children.


(5)

Methods: An observational analytic study with cross sectional approach was conducted to 60 students of Sebelas Maret University. They were divided into two groups, only children and sibling children. Anxiety score measured by Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS) and comparing mean by T-Test using Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows.

Results: There were 60 samples divided into two groups, only children and sibling children. Mean of anxiety score for the only children group and sibling children group respectively 23,77 ± 1,85 and 20,93± 3,23. There is a significant levels anxiety difference between only children and sibling children (p=0,01).

Conclusions: The study showed that there is a significant difference between the only children’s anxiety and sibling children’s anxiety. In this case, the only children’s anxiety is higher than sibling children.

Keywords: the only child, sibling, anxiety.

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi dengan judul “Perbedaan Kecemasan antara Anak Tunggal dengan Anak yang Memiliki Saudara Kandung di Universitas Sebelas Maret Surakarta“ dapat penulis selesaikan.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu :


(6)

1. Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes., DAFK selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS 3. Sudarman, dr., Sp.THT-KL (K) selaku Tim Skripsi FK UNS

4. Prof. Dr. Moch. Fanani, dr., Sp. KJ selaku pembimbing utama atas segala bimbingan, saran, dan masukan mulai dari awal penyusunan hingga akhir penulisan skripsi ini

5. Anik Lestari, dr., M.Kes selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan, saran, masukan dan jalan keluar dari permasalahan yang timbul dalam proses penyusunan skripsi ini

6. Machmuroh, Dra., MS., selaku penguji utama atas masukan, saran, dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini

7. Slamet Riyadi, dr., M.Kes selaku penguji pendamping atas masukan, saran, dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini

8. Dekan dari delapan fakultas Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengizinkan melakukan penelitian skripsi di fakultas masing-masing

9. Keluarga dan sahabat-sahabatku yang banyak memberikan doa dan dukungan 10.Semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian penelitian serta penulisan

skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu - persatu

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan itu mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berharga, bagi kepentingan keilmuan maupun aplikasi di dunia kedokteran.

Surakarta, 2010

Yulia Mudvi Ananda A. DAFTAR ISI PRAKATA... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Perumusan Masalah……….. 3


(7)

D. Manfaat Penelitian……… 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka……….. 5

B. Kerangka Pemikiran……….. 15

C. Hipotesis……….... 15

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian……….. 16

B. Lokasi Penelitian………... 16

C. Subyek Penelitian……….. 16

D. Teknik Sampling………... 16

E. Rancangan Penelitian……… 17

F. Identifikasi Variabel Penelitian………. 18

G. Definisi Operasional Variabel………... 19

H. Instrumentasi Penelitian……… 19

I. Teknik Analisis Data………. 20

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 21

BAB V PEMBAHASAN ... 26

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tabel Test of Normality...22 Tabel 2 : Tabel Skor Kecemasan Berdasarkan Status Keluarga...22 Tabel 3 : Tabel Independent Sample Test...23


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 15 Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian ... 17 Gambar 3. Grafik Perbedaan kecemasan berdasarkan status keluarga ... 24


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel Sampel Penelitian

Lampiran 2 : Output SPSS untuk Perbedaan Skor Kecemasan Berdasarkan Status Keluarga Lampiran 3 : Output SPSS untuk Test of Normality

Lampiran 4 : Output SPSS untuk Independent Sample Test Lampiran 5 : Kuesioner penelitian

Lampiran 6 : Surat Ijin Penelitian


(11)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak-anak bagi orangtuanya adalah pemberian Tuhan yang tidak ternilai harganya. Menurut Badudu (2008) anak merupakan penghibur besar bagi orangtua, matahari dalam rumah tangga yang selalu memberikan kebahagiaan. Bahkan di agama Islam, dalam surat Ali Imran ayat 14 yang telah diterjemahkan oleh Tim Disbintalad (2002), anak-anak adalah salah satu perhiasan kehidupan di dunia dan diharapkan si anak tersebut bisa membawa nama baik keluarga khususnya nama baik orang tuanya.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, menurut Sugiyanto (2002) setiap individu harus dapat memainkan peranannya. Begitu pula dengan seorang anak dalam keluarga, sebab setiap anak mempunyai tempat yang unik dalam keluarga. Mereka dilahirkan dalam posisi yang berbeda-beda di tiap keluarga. Dalam keluarga mengenal adanya anak sulung, anak bungsu, anak tengah, ataupun anak tunggal (Gunarsa dan Yulia, 2008).

Hubungan orangtua dengan anak menurut Maramis (2005) terkadang menghasilkan suatu stress psikologik yang terjadi terutama pada jiwa, seperti kecemasan, kekecewaan, dan rasa salah, menimbulkan mekanisme penyesuaian psikologik. Jenis penyesuaian pribadi dan sosial individu, dari posisi yang berbeda, akan berhubungan dengan adaptasi dalam menghadapi stressor. Apabila stressor tidak dapat diatasi oleh kemampuan penyesuaian, maka akan timbul konflik yang selanjutnya akan dihayati sebagai kecemasan.

Semakin berkembangnya jaman menuntut seorang anak untuk semakin banyak menghadapi stressor. Hal inilah yang mengakibatkan kejadian kecemasan akhir-akhir ini meningkat. Mery (2000) menjelaskan bahwa anak-anak dan remaja sekarang ternyata


(12)

memiliki rasa cemas yang jauh lebih besar bila dibanding generasi bapak atau kakek nenek mereka di tahun 50-an. Disebutkan pula bahwa anak-anak tahun 80-an yang sehat mengalami kecemasan yang lebih tinggi bila dibandingkan tiga puluh tahun sebelumnya.

Dari semua posisi anak dalam keluarga, anak tunggal menjadi posisi yang paling rentan terhadap kecemasan. Dalam penelitian Deutsch yang diadakan di China pada tahun 2006, anak tunggal merasa lebih bertanggung jawab tentang hari tua kedua orangtuanya dan mereka merasa harus tinggal di kota yang sama dengan orangtua mereka. Belum lagi anak tunggal biasanya menjadi anak yang posisinya paling lemah dalam pergaulannya (Lockwood et al., 2002).

Orangtua dari anak tunggal juga lebih overprotektif bila dibandingkan orangtua anak yang memiliki saudara kandung. Sehingga menurut penelitian Breton et al. di Montreal pada tahun 2004, ke-overprotektif-an orangtua pada anak tunggal menyebabkan persentase masalah kesehatan jiwa pada anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.

Dari latar belakang di atas, penulis ingin mengangkat topik penelitian tentang kecemasan pada individu dari dua posisi yang berbeda dalam keluarga. Posisi tersebut adalah anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung yang menjadi mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan tingkat kecemasan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung?


(13)

1. Tujuan umum

Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung di Indonesia.

2 Tujuan khusus

Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wawasan psikiatri tentang kecemasan individu pada dua posisi yang berbeda dalam keluarga yaitu anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung.

2. Manfaat praktis

a. Dapat mengetahui perlu tidaknya intervensi psikiatri pada orangtua untuk mengatasi kemungkinan kecemasan pada anak-anak mereka.

b. Bagi para orangtua diharapkan mendapatkan wawasan tentang kecemasan anak-anak mereka sehingga akan menambah masukan untuk pendidikan si anak.


(14)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecemasan a.Definisi

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam


(15)

menilai realitas, kepribadian masih utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2005).

Sensasi kecemasan sering dialami setiap manusia. Kaplan dan Saddock (1997) menjelaskan bahwa kecemasan memperingatkan adanya ancaman eksternal dan internal serta memiliki kualitas menyelamatkan hidup. Kecemasan merupakan ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sebagian besar sumbernya tidak diketahui dan manifestasi kecemasan dapat melibatkan somatik dan psikologik (Maramis, 2005).

Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau resah), maupun respon fisiologis tertentu. Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang dengan ditandai adanya kekhawatiran karena tidak dapat memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang (Barlow dan Durand, 2006).

b.Gejala-gejala kecemasan

Menurut Mudjaddid (2006), gejala awal sindrom kecemasan dapat dikenali dengan memperhatikan adanya keluhan psikis dan somatik sebagai berikut :

1)Gejala psikis. Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mood berubah, mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak bisa diam, dan timbul rasa takut.

2)Maramis (2005) menjabarkan bahwa gejala somatik dari kecemasan dapat berupa napas sesak, dada tertekan, kepala enteng seperti mengambang, linu-linu, epigastrium nyeri, lekas lelah, palpitasi, keringat dingin, gejala lain mengenai motorik pencernaan, pernapasan sistem kardiovaskuler, genitourinaria atau susunan saraf pusat. Atau dapat


(16)

berupa rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala (Hawari, 2005). Maramis (2005) juga menjelaskan pada pemeriksaan fisik terdapat nadi yang sedikit lebih cepat, pernafasan yang cepat, kadang-kadang hiperventilasi dengan keluhan-keluhan yang menyertainya. Penderita dengan gangguan kecemasan umum dapat pula menunjukkan disfungsi seksual atau berkurangnya rangsangan seksual (Kendurkar dan Kaur, 2008).

Selain gejala-gejala tersebut, menurut Kartini (2000), beberapa gejala kecemasan yang khas antara lain :

1) Terdapat hal-hal yang mencemaskan hati, hampir setiap kejadian menyebabkan timbulnya rasa takut dan cemas.

2) Disertai emosi-emosi kuat dan sangat tidak stabil.

3) Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delution of persecution (delusi dikejar-kejar).

4) Sering mual dan muntah.

5) Selalu dipenuhi ketegangan-ketegangan emosional dan bayangan-bayangan kesulitan yang imajiner.

c.Epidemiologi

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja sekarang ternyata memiliki rasa cemas yang jauh lebih besar bila dibanding generasi bapak atau kakek nenek mereka di tahun 50-an. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychologi edisi bulan Desember 2000 ini juga menyebutkan bahwa anak-anak tahun 80-an yang sehat mengalami kecemasan yang lebih tinggi bila


(17)

dibandingkan tiga puluh tahun sebelumnya. Analisis tersebut didasarkan pada penelitian

yang melibatkan lebih dari 60.000 anak dan siswa perguruan tinggi selama empat dasawarsa (Mery, 2000).

d.Etiologi kecemasan

Penyebab kecemasan, walaupun belum sepenuhnya jelas, sudah dapat difokuskan lebih jelas pada dekade terakhir. Pada istilah yang luas, perkembangan kecemasan melibatkan kombinasi pengalaman hidup, ciri pikologis, dan atau faktor genetik (Long, 2009).

Faktor penyebab disesuaikan berdasarkan atas ekstrinsik (lingkungan) dan intrinsik. Penggolongan juga bisa diklasifikasikan menjadi faktor predisposisi dan faktor pemicu. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor intrinsik yaitu genetik, psikis, dan hormonal.

2) Faktor ekstrinsik yaitu lingkungan, keluarga, kecelakaan, konflik, perkawinan, dan lain-lain.

Pemicu kecemasan pada seorang anak dari faktor eksternal keluarga adalah sikap orangtua terhadapnya. Penyebab utama kecemasan yang dirasakan anak pada umumnya adalah kurangnya rasa aman (Handayani, 2009).

Penyebab kecemasan individu lainnya, menurut Ramaiah (2003) adalah :

1) Lingkungan sekitar. Lingkungan mempengaruhi cara berpikir dalam arti bahwa cara berpikir dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga, sahabat, rekan kerja, terutama pengalaman yang berkenaan rasa tidak aman terhadap lingkungan.


(18)

2) Emosi yang ditekan. Kecemasan bisa terjadi karena tidak mampu menemukan jalan keluar dalam hubungan intrapersonal, terutama jika menekan emosi dalam jangka waktu yang lama. Freud menjelaskan dalam buku karya Langgulung (1999) bahwa tanda bahaya yang menimbulkan kecemasan adalah keinginan-keinginan terpendam atau dorongan agresi yang telah ditekan dalam jiwa tidak sadar. Keinginan-keinginan yang terpendam atau hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan disebut juga dengan frustrasi (Sarwono, 2002).

3) Sebab-sebab fisik sebagai interaksi antara pikiran dan tubuh bisa menimbulkan kecemasan, misalnya pada kehamilan, masa remaja, dan sewaktu pulih dari suatu penyakit.

4) Keturunan. Kecemasan seseorang bisa timbul dalam keluarga yang sering mengalami kecemasan, walaupun keterkaitan antara kecemasan seseorang dengan keadaan keluarga tidak meyakinkan.

2. Anak Tunggal a.Ciri-ciri umum

Beberapa ciri-ciri kepribadian anak tunggal menurut Hurlock (1994) dalam Gunarsa dan Yulia (2008) :

1) Biasanya berprestasi tinggi atau sangat tinggi karena tekanan dan harapan orangtua. 2) Suka menutup diri, peka, dan mudah cemas, menarik diri dari hubungan sosial dan

terlalu menggantungkan pada orangtua. Karena selalu dituruti segala keinginan maka mengakibatkan anak tunggal tersebut menjadi anak yang terlalu bergantung kepada orang lain dan orangtuanya.


(19)

3) Lebih cepat putus asa karena kurang terjadinya persaingan antara anggota keluarga atau dengan kata lain kurang mengalami pertentangan-pertentangan yang biasanya terjadi di antara saudara-saudara kandung.

4) Lebih pemalu karena orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya selalu memperlakukannya secara istimewa. Situasi ini memberikan pengaruh seperti kurangnya mengalami pertikaian atau pertengkaran yang biasanya terjadi sesama anak. Konflik antar anak kurang dialami, sehingga pada situasi ini anak tunggal tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mempelajari semacam ‘tatacara’ atau ‘sopan-santun’ pergaulan di kalangan anak-anak.

5) Egois karena segala keinginannya selalu dituruti oleh kedua orangtuanya.

6) Manja karena perlindungan yang terus menerus diberikan oleh orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya.

7) Tidak populer karena sifat-sifatnya yang manja, egosentris, dan antisosial mengakibatkan anak tunggal tersebut menjadi tidak populer.

8) Lebih cepat matang karena tokoh panutan anak tunggal adalah orangtua mereka. Hasilnya anak tunggal meniru perilaku orangtuanya lebih banyak.

b.Kecemasan pada anak tunggal

Orangtua selalu menggantungkan harapan pada anak-anak mereka. Sehingga dapat dikatakan bahwa harapan orangtua pada anak tunggal lebih besar daripada harapan orangtua pada anak yang memiliki saudara kandung. Anak tunggal harus menjadi satu-satunya anak yang bisa dibanggakan, bisa dikatakan sebagai pemikul tanggung jawab. Mereka mendapat tekanan dari orangtua agar menjadi orang yang sukses dan harus lebih baik daripada kedua orangtua mereka. Hal ini akan mempengaruhi penampilannya dalam


(20)

menghadapi segala hal yang ada kaitannya dengan norma dan aturan (Gunarsa dan Yulia, 2008).

Kadang orangtua mengharapkan anak menerima tanggung jawab melebihi kesediaan psikis untuk melaksanakannya. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Deutsch yang diadakan di China pada tahun 2006, anak tunggal merasa lebih bertanggung jawab tentang hari tua kedua orangtuanya dan mereka merasa harus tinggal di kota yang sama dengan orangtua mereka. Sehingga, apabila stressor tidak dapat diatasi oleh kemampuan adaptasinya, maka akan timbul konflik yang selanjutnya akan dihayati sebagai kecemasan.

Kesulitan lain yang dialami oleh seorang anak tunggal ialah pergaulannya yang terus menerus dengan orangtua atau orang dewasa. Sejak anak tunggal tersebut dilahirkan, orang-orang yang dihadapinya, orang-orang yang berada di sekelilingnya adalah orang-orang dewasa. Dalam hal ini tentu saja kedua orangtuanya, paman, bibi dan teman-teman orangtuanya. Acapkali anak tunggal ini berada di rumah atau di suatu lingkungan yang tidak sebaya dengannya. Karena orang-orang di sekelilingnya adalah orang-orang dewasa dan anak kecil satunya adalah dia sendiri, hal ini berarti satu-satunya pribadi yang paling lemah dalam lingkungan tersebut adalah anak tunggal tersebut. Dengan kedudukan ini berarti anak tunggal tersebut menduduki kedudukan yang istimewa. Orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya selalu memperlakukannya secara istimewa pula. Menurut Gunarsa dan Yulia (2008) situasi inilah yang memberikan pengaruh kepada anak tunggal, yaitu situasi dimana mereka kurang mengalami pertikaian atau pertengkaran yang biasanya terjadi sesama anak. Sehingga menurut Breton et al. (2004), ke-overprotektif-an orangtua pada anak tunggal menyebabkan persentase masalah


(21)

kesehatan jiwa pada anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.

Konflik antar anak kurang dialami, sehingga pada situasi ini anak tunggal tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mempelajari semacam ‘tatacara’ atau ‘sopan-santun’ pergaulan di kalangan anak-anak, sehingga menurut penelitian Lockwood et al (2002), anak tunggal menjadi anak yang posisinya paling lemah dalam pergaulannya. Anak tunggal tersebut tidak pernah mengalami bagaimana caranya meminta sesuatu barang dengan cara tertentu sebagaimana dialami oleh anak-anak yang sebayanya yang mempunyai saudara kandung, mempunyai kakak dan adik yang sebaya. Hal ini menambah kecemasan sang anak saat harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Gunarsa dan Yulia, 2008).

3 Anak yang Memiliki Saudara Kandung a.Ciri-ciri umum

Ciri-ciri umum anak yang memiliki saudara kandung menurut Gunarsa dan Yulia (2008) antara lain :

1) Supel atau pandai bergaul karena sejak lahir sudah memiliki anggota keluarga yang banyak.

2) Lebih berani karena rasa khawatir orangtua tidak terlalu berlebihan pada sang anak . 3) Lebih inisiatif karena hidup dalam kehidupan yang penuh kompetisi dengan saudara kandungnya yang lain. Sehingga sang anak harus cukup inisiatif agar dapat merebut perhatian orang tuanya.

4) Sering tidak bahagia karena adanya perasaan kurang aman yang timbul karena perhatian orangtua yang terbagi untuk saudaranya yang lain.


(22)

5) Tidak mudah putus asa karena terbiasa dalam suasana kompetisi untuk merebut perhatian orangtuanya.

6) Suka berbagi karena sejak lahir sudah diajarkan untuk berbagi dengan saudaranya yang lain.

b.Kecemasan pada anak yang memiliki saudara kandung.

Pada keluarga dengan beberapa anak selalu terjadi kompetisi antara anak-anak tersebut. Kompetisi ini bisa dalam hal merebut kasih sayang orangtuanya, bisa pula dalam hal pelajaran sekolah, yaitu kompetisi untuk memperoleh angka-angka yang baik dalam ujian-ujian di sekolahnya. Dan kompetisi ini dapat mempengaruhi kemampuan adaptasi anak dalam menghadapi suatu kompleksitas situasi (Gunarsa dan Yulia, 2008).

Sehingga dapat dikatakan, anak yang memiliki saudara kandung sering tidak bahagia karena adanya perasaan kurang aman yang timbul karena perhatian orangtua yang terbagi untuk saudaranya yang lain.

Apalagi dalam masyarakat yang menghargai dan mendorong dominasi anak tunggal (misal RRC), menyebabkan anak-anak yang memiliki saudara kandung bisa lebih kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan teman sebayanya (Papalia et al., 2007).


(23)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran C. Hipotesis

Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka di atas, dikemukakan hipotesis yaitu anak tunggal lebih cemas bila dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung.

Anak tunggal

STRESSOR Umur, pendidikan, cara

didik orangtua, lingkungan sosial budaya,

gaya hidup,dll. - Kurang bisa

beradaptasi - Pemikul tanggung jawab - Manja Stressor lebih besar

Stressor lebih ringan - Cenderung

harus berbagi perhatian orang tua - Lebih berani - Lebih inisiatif

Lebih cemas

Anak yang memiliki saudara kandung


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Analitik dengan pendekatan Cross Sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Dahlan, 2006).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Sebelas Maret Surakarta. C. Subyek Penelitian

Seluruh mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Teknik Sampling

Sampel diambil dari populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi, kemudian diambil dengan purposive sampling. Dan menggunakan fixed-exposure sampling karena prevalensi paparan yang akan diteliti (dalam penelitian ini adalah anak tunggal) rendah (Murti, 2006).

Besar sampel menurut patokan umum (rule of thumb), setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (Murti, 2006).


(25)

E. Rancangan Penelitian

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

Mahasiswa UNS

Isian data pribadi

L-MMPI

Sampel memenuhi syarat

Hasil T-test Hasil

T-MAS T-MAS

Anak tunggal Anak yang memiliki


(26)

1. Variabel Bebas : perbedaan posisi anak yaitu mahasiswa anak tunggal dan mahasiswa yang memiliki saudara kandung.

2. Variabel Terikat : tingkat kecemasan. 3. Variabel Luar :

1.Variabel yang bisa dikendalikan :

a. Orangtua biologis masih lengkap dengan syarat tidak ada poligami, sebab akan berhubungan dengan pemenuhan perhatian dan kasih sayang terhadap si anak (Gunarsa, 2004).

b. Status ekonomi dari subyek penelitian, dilihat dari pendapatan orangtua sampel per bulan, kemudian dilihat apakah sesuai dengan UMR atau tidak.

2. Variabel yang tidak dikendalikan : 1)Lingkungan sosial.

2)Jenis kelamin subjek penelitian. 3)Budaya subjek penelitian.

4)Gaya hidup yaitu pola standar hidup yang diterapkan sehari-hari.

5)Cara didik orangtua yaitu model orangtua yang demokratis atau otoriter, hal ini dapat mempengaruhi penyesuaian anak dalam lingkungan keluarga.

G. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas


(27)

b. Anak yang memiliki saudara kandung adalah anak yang memiliki saudara kandung dari satu ayah dan satu ibu.

Skala : nominal. 2. Variabel Terikat

Kecemasan

Kecemasan adalah pengalaman emosi yang tidak menyenangkan dalam kadar yang bervariasi mulai dari perasaan cemas yang ringan sampai ketakutan yang intensif. Sebagai alat ukur adalah T-MAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) dengan skala interval.

H. Instrumentasi Penelitian 1. Isian data pribadi.

2. Lie minessota Multiphrasic Personality Inventory (L-MMPI), yaitu pertanyaan yang digunakan untuk skala kebohongan responden, terdiri dari 15 butir pertanyaan yang harus dijawab YA atau TIDAK. Informasi yang diberikan Responden dinilai tidak dapat dipercaya apabila jumlah jawaban TIDAK melebihi 10 (Syamsulhadi, 1995).

3. Taylor Manifestasi Anxiety Scale (T-MAS), yaitu daftar pertanyaan untuk menilai kecemasan subyek yang berisi 50 pertanyaan.

I. Teknik dan Analisis Data

Untuk menguji perbedaan kecemasan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung adalah dengan menggunakan uji statistik T-test dan akan diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows.


(28)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang merupakan anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung. Sampel berasal dari 8


(29)

Fakultas di Universitas Sebelas Maret Surakarta yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas MIPA, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Pertanian.

Sampel anak tunggal diambil secara langsung tanpa random di setiap fakultas. Dan jumlah total sampel disesuaikan dengan ketentuan rule of thumb yaitu sebanyak 30 orang. Dari 30 responden yang diambil, semuanya memenuhi kriteria inklusi. Semua responden lulus tes LMMPI dan merupakan anak tunggal dari sebuah keluarga dengan syarat orangtua biologis lengkap, tidak melakukan poligami, dan sedang tidak mengalami kesulitan ekonomi. Dari 30 responden anak tunggal, jumlah responden laki-laki sebanyak 8 orang dan responden perempuan sebanyak 22 orang. Begitu pula jumlah sampel anak yang memiliki saudara kandung, disesuaikan dengan jumlah sampel anak tunggal.

Tests of Normality status

keluarga

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. skala kecemasan anak tunggal .150 30 .084

anak yang memiliki saudara

.137 30 .156


(30)

Distribusi data yang diperoleh diuji dengan test of normality Kolmogorov-Smirnov. Seperti tabel yang kita lihat di atas, skor kecemasan anak tunggal mempunyai nilai p = 0,84 sedangkan anak yang memiliki saudara kandung p = 0,16 Karena nilai p>0,05, dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi skor kecemasan anak tunggal maupun anak yang memiliki saudara kandung berdistribusi normal.

Tabel 2. Tabel Skor Kecemasan Berdasarkan Status Keluarga

Status Keluarga Kecemasan

Anak Tunggal 23,77 ± 1,85

Anak yang Memiliki Saudara Kandung

20,93± 3,23

Tabel 2 di atas diperoleh dari hasil T-Test terhadap data hasil penelitian. Tabel tersebut menunjukkan perbedaan skor kecemasan berdasarkan status keluarga. Sampel anak tunggal mempunyai rata-rata skor kecemasan 23,77 ± 1,85, sedangkan sampel anak yang memiliki saudara kandung mempunyai rata-rata skor kecemasan 20,93± 3,23.

Tabel 3. Tabel Independent Samples Test Independent Samples Test


(31)

Levene's Test for Equality of

Variances T-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error

Dif-ference Lower Upper skala kecemasan Equal

variances assumed

6.975 .011 4.172 58 .000 2.833 .679 1.474 4.193

Equal variances not assumed

4.172 46.226 .000 2.833 .679 1.467 4.200

Data penelitian diperoleh dari dua kuesioner, yaitu tes LMMPI dan T-MAS. Data hasil penelitian diuji secara statistik dengan T-Test (SPSS 17.0 for Windows) seperti pada tabel 3. Uji statistik dengan tingkat keyakinan 95%, didapatkan nilai t=4.17 dan p=0,01 (p<0,05). Hal ini menunjukkan status keluarga mempengaruhi skor kecemasan seseorang, yaitu anak tunggal cenderung memiliki kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung.


(32)

Gambar 3. Grafik Perbedaan kecemasan berdasarkan status keluarga.

Gambar di atas menunjukkan dengan lebih jelas perbedaan kecemasan berdasarkan status keluarga. Gambar tersebut memberikan informasi bahwa anak tunggal mempunyai kecemasan yang lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.


(33)

BAB V PEMBAHASAN

Sesuai dengan analisis perhitungan statistik yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, didapatkan adanya perbedaan tingkat kecemasan antara anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung. Hasilnya adalah kecemasan anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung. Hal ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya


(34)

yang menyebutkan bahwa anak tunggal lebih cemas bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.

Dari perhitungan skor T-MAS didapat nilai rata-rata skor kecemasan responden anak tunggal adalah sebesar 23,77 dan skor kecemasan responden anak yang memiliki saudara kandung sebesar 20,93 dengan nilai p=0,01. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kecemasan anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.

Hal ini sesuai dengan penilitian yang dilakukan Deutsch di China pada tahun 2006, anak tunggal merasa lebih cemas bila dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung. Sebab anak tunggal merasa bertanggung jawab tentang hari tua kedua orangtuanya dan mereka merasa harus tinggal di kota yang sama dengan orangtua mereka. Sehingga, apabila stressor tersebut tidak dapat diatasi oleh kemampuan adaptasinya, maka akan timbul konflik yang selanjutnya akan dihayati sebagai kecemasan.

Data dari penelitian Breton et al., pada tahun 2004 juga menyebutkan bahwa ke-overprotektif-an orangtua pada anak tunggal menyebabkan persentase masalah kesehatan jiwa pada anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung. Apalagi konflik antar anak kurang dialami oleh anak tunggal sehingga pada pergaulannya anak tunggal tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mempelajari semacam ‘tatacara’ atau ‘sopan-santun’ bagaimana cara berinteraksi dengan anak yang sebaya, sehingga menurut Lockwood et al (2002), anak tunggal menjadi anak yang posisinya paling lemah dalam pergaulannya. Hal ini menambah kecemasan sang anak saat harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Gunarsa dan Yulia, 2008).


(35)

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya. Yaitu terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tingkat kecemasan (anxietas) anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung.

B. Saran

1. Penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran untuk lebih memperhatikan penatalaksanaan cara didik seorang anak terkait dengan kemungkinan kejadian kecemasan.


(36)

2. Penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran untuk lebih mengetahui perlu tidaknya intervensi psikiatri pada orangtua untuk mengatasi kemungkinan kecemasan pada anak-anak mereka.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar, lokasi cakupan penelitian yang lebih luas, termasuk juga dilakukannya analisis tarhadap variabel-variabel perancu lain selain yang disebutkan di atas, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan semakin memperkecil bias.

DAFTAR PUSTAKA

Badudu, Yus. 2008. Kamus Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Jakarta : Buku Kompas, p : 113.

Barlow, D.H., Durand, V. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Cetakan I. Jakarta : Pustaka Pelajar, p : 124.

Breton J.J., Marleau, J.D., Chiniara, G. and Saucier, J.F. 2004. Differences Between Only Children With 1 Sibling Referred to a Psychiatric Clinic: A Test of Richards and

Goodman’s Findings. .

http://server03.cpa-apc.org:8080/Publications/archives/CJP/2004/april/marleau.asp. (01 November 2009).

Dahlan, M. Sopiyudin. 2006. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan : Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS 9Seri Evidence Based Medicine 1). Jakarta : Arkans, p : 4.


(37)

Deutsch, Francine M.2006. Filial Piety, Patrilineality, and China’s One-Child Policy. http://jfi.sagepub.com/cgi/content/abstract/27/3/366?maxtoshow=&HITS=&hits=&R ESULTFORMAT=1&author1=francine+m.+deutsch&andorexacttitle=and&fulltext= filial+piety&andorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=releva nce&volume=27&resourcetype=HWCIT. (01 November 2009).

Gunarsa, S.D. 2004. Dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : PT.BPK Gunung Mulia, pp : 283-284.

Gunarsa, S.D., Yulia. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan ke-13. Jakarta : BPK Gunung Mulia, p : 170.

Handayani, N. 2009. Anak Saya Mudah Cemas – Psikologi Keluarga. http://www.e-smartschool.com/uot/001/UOT0010147.asp. (19 Oktober 2009).

Hawari, D. 2005. Manajemen Stress, Cemas, dam Depresi. Edisi kedua. Cetakan I. Jakarta : FKUI, pp : 130-2.

Kaplan, H.I. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Bina Rupa Aksara, pp : 3-5.

Kartini, Kartono. 2000. Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju, pp : 120-1, 194-5.

Kendurkar, K., Kaur, B. 2008. Major depressive disorder, obsessive compulsive disorder, and generalized anxiety disorder : do the sexual dysfunctions differ? Prim Care

Companion J Clin Psychiatry. 10(4):

299-305.http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fegi?tool+pubmed&pubmedid= 18787674. (12 Agustus 2009).

Langgulung, H. 1999. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta : Pustaka Al-Husna, pp : 96-7.

Lockwood, R.L., Cohen, R., and Kitzmann, K.M. 2002. Are Only Children Missing Out? Comparison of The Peer-Related Social Competence of Only Children and Siblings. http://spr.sagepub.com/cgi/content/abstract/19/3/299?maxtoshow=&HITS=&hits=&R ESULTFORMAT=&author1=robert+cohen&fulltext=are+only+children+missing+ou


(38)

t&andorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&volume=19&resourcetype =HWCIT. (01 November 2009).

Long, P.W. 2009. A Report of The Surgeon General : Ethiology of Anxiety Disorder. www.mentalhealth.com (13 September 2009).

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press, pp : 69, 89, 252-254.

Mery, H. 2000. Kecemasan Melanda Anak Jaman Sekarang –Psikologi Anak dan Remaja. www.apa.org/journals/psp.html. (12 Agustus 2009).

Mudjaddid, E. 2006. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. In : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p : 913.

Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp : 68, 136.

Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. 2007. Human Development: Tenth Edition. New York: McGraw-Hill. http://popsy.wordpress.com/2007/11/19/negara-anak-tunggal/ (22 Agustus 2009).

Ramaiah, S. 2003. Kecemasan : Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor, pp : 11-12.

Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial, Individu, dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka, p : 305.

Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial. http://books.google.co.id/books?id=c-LZAAAAMAAJ&q=setiap+individu+harus+memainkan+peranannya&dq=

setiap+individu+harus+memainkan+peranannya (20 Juli 2009).


(39)

Tim Disbintalad. 2002. Al Quran dan Terjemahan Indonesia. Cetakan XVII. Jakarta : P.T. Sari Agung, p : 92.


(1)

yang menyebutkan bahwa anak tunggal lebih cemas bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.

Dari perhitungan skor T-MAS didapat nilai rata-rata skor kecemasan responden anak tunggal adalah sebesar 23,77 dan skor kecemasan responden anak yang memiliki saudara kandung sebesar 20,93 dengan nilai p=0,01. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kecemasan anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung.

Hal ini sesuai dengan penilitian yang dilakukan Deutsch di China pada tahun 2006, anak tunggal merasa lebih cemas bila dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung. Sebab anak tunggal merasa bertanggung jawab tentang hari tua kedua orangtuanya dan mereka merasa harus tinggal di kota yang sama dengan orangtua mereka. Sehingga, apabila stressor tersebut tidak dapat diatasi oleh kemampuan adaptasinya, maka akan timbul konflik yang selanjutnya akan dihayati sebagai kecemasan.

Data dari penelitian Breton et al., pada tahun 2004 juga menyebutkan bahwa ke-overprotektif-an orangtua pada anak tunggal menyebabkan persentase masalah kesehatan jiwa pada anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan anak yang memiliki saudara kandung. Apalagi konflik antar anak kurang dialami oleh anak tunggal sehingga pada pergaulannya anak tunggal tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mempelajari semacam ‘tatacara’ atau ‘sopan-santun’ bagaimana cara berinteraksi dengan anak yang sebaya, sehingga menurut Lockwood et al (2002), anak tunggal menjadi anak yang posisinya paling lemah dalam pergaulannya. Hal ini menambah kecemasan sang anak saat harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Gunarsa dan Yulia, 2008).


(2)

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya. Yaitu terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara kandung.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tingkat kecemasan (anxietas) anak tunggal lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung.

B. Saran

1. Penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran untuk lebih memperhatikan penatalaksanaan cara didik seorang anak terkait dengan kemungkinan kejadian kecemasan.


(3)

2. Penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran untuk lebih mengetahui perlu tidaknya intervensi psikiatri pada orangtua untuk mengatasi kemungkinan kecemasan pada anak-anak mereka.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar, lokasi cakupan penelitian yang lebih luas, termasuk juga dilakukannya analisis tarhadap variabel-variabel perancu lain selain yang disebutkan di atas, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan semakin memperkecil bias.

DAFTAR PUSTAKA

Badudu, Yus. 2008. Kamus Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Jakarta : Buku Kompas, p : 113.

Barlow, D.H., Durand, V. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Cetakan I. Jakarta : Pustaka Pelajar, p : 124.

Breton J.J., Marleau, J.D., Chiniara, G. and Saucier, J.F. 2004. Differences Between Only Children With 1 Sibling Referred to a Psychiatric Clinic: A Test of Richards and

Goodman’s Findings. .

http://server03.cpa-apc.org:8080/Publications/archives/CJP/2004/april/marleau.asp. (01 November 2009).

Dahlan, M. Sopiyudin. 2006. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan : Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS 9Seri Evidence Based Medicine 1). Jakarta : Arkans, p : 4.


(4)

Deutsch, Francine M.2006. Filial Piety, Patrilineality, and China’s One-Child Policy. http://jfi.sagepub.com/cgi/content/abstract/27/3/366?maxtoshow=&HITS=&hits=&R ESULTFORMAT=1&author1=francine+m.+deutsch&andorexacttitle=and&fulltext= filial+piety&andorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=releva nce&volume=27&resourcetype=HWCIT. (01 November 2009).

Gunarsa, S.D. 2004. Dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : PT.BPK Gunung Mulia, pp : 283-284.

Gunarsa, S.D., Yulia. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan ke-13. Jakarta : BPK Gunung Mulia, p : 170.

Handayani, N. 2009. Anak Saya Mudah Cemas – Psikologi Keluarga. http://www.e-smartschool.com/uot/001/UOT0010147.asp. (19 Oktober 2009).

Hawari, D. 2005. Manajemen Stress, Cemas, dam Depresi. Edisi kedua. Cetakan I. Jakarta : FKUI, pp : 130-2.

Kaplan, H.I. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Bina Rupa Aksara, pp : 3-5.

Kartini, Kartono. 2000. Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju, pp : 120-1, 194-5.

Kendurkar, K., Kaur, B. 2008. Major depressive disorder, obsessive compulsive disorder, and generalized anxiety disorder : do the sexual dysfunctions differ? Prim Care

Companion J Clin Psychiatry. 10(4):

299-305.http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fegi?tool+pubmed&pubmedid= 18787674. (12 Agustus 2009).

Langgulung, H. 1999. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta : Pustaka Al-Husna, pp : 96-7.

Lockwood, R.L., Cohen, R., and Kitzmann, K.M. 2002. Are Only Children Missing Out? Comparison of The Peer-Related Social Competence of Only Children and Siblings. http://spr.sagepub.com/cgi/content/abstract/19/3/299?maxtoshow=&HITS=&hits=&R ESULTFORMAT=&author1=robert+cohen&fulltext=are+only+children+missing+ou


(5)

t&andorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&volume=19&resourcetype =HWCIT. (01 November 2009).

Long, P.W. 2009. A Report of The Surgeon General : Ethiology of Anxiety Disorder. www.mentalhealth.com (13 September 2009).

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press, pp : 69, 89, 252-254.

Mery, H. 2000. Kecemasan Melanda Anak Jaman Sekarang –Psikologi Anak dan Remaja. www.apa.org/journals/psp.html. (12 Agustus 2009).

Mudjaddid, E. 2006. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. In : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p : 913.

Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp : 68, 136.

Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. 2007. Human Development: Tenth Edition. New York: McGraw-Hill. http://popsy.wordpress.com/2007/11/19/negara-anak-tunggal/ (22 Agustus 2009).

Ramaiah, S. 2003. Kecemasan : Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor, pp : 11-12.

Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial, Individu, dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka, p : 305.

Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial. http://books.google.co.id/books?id=c-LZAAAAMAAJ&q=setiap+individu+harus+memainkan+peranannya&dq=

setiap+individu+harus+memainkan+peranannya (20 Juli 2009).


(6)

Tim Disbintalad. 2002. Al Quran dan Terjemahan Indonesia. Cetakan XVII. Jakarta : P.T. Sari Agung, p : 92.