Evaluasi Nilai Biologis dan Indeks Glikemik Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Nilai Biologis dan
Indeks Glikemik Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi dan kutipan dari karya
penulis lain, yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

Nono Hartono
NIM F251080041

Biological Value Evaluation and Index Glycemic of Dry
Corn Noodle and Instant Corn Noodle Substitution
and
,
.

Corn flour is potentially used as a raw material in noodle formulation. The
previous study showed that 30% of corn flour was used as a substitute of wheat
flour in dried and instant noodle. The corn flour substituted noodle applied drying

or frying process at a high temperature, which may affect the nutritional content
and biological value of the noodle. For this reason the effect of heating process
(drying or frying) during noodle processing on chemical composition and
biological value of corn flour substituted noodle was studied. The wet noodle was
dried in oven at 60oC for 70 minutes to produce dried noodle and fried in cooking
oil at 160oC for 4 minutes to produce instant noodle. The noodles were evaluated
in terms of chemical composition and glycemic index. Commercial instant
noodles were also analyzed as a comparison.
The amylose content of dried noodle substituted with 30% corn flour was
30.99% which was higher than that of instant noodle substituted with 30% corn
flour (28.85%). The content of resistant starch of corn flour substitued dried and
instant noodle corn was 14.80% and 17.25% respectively. Starch and soluble fiber
digestibility of dried corn noodle was significantly different from these of instant
corn noodle, which were 30.93% and 0.49%, and 25.33% and 0.68% respectively,
whereas protein digestibility was relatively the same. The glycemic index of dried
and instant corn noodle substitution and commercial noodle was categorized as a
low glycemic index (54.18%; 51.33 and 48.65%), whereas the glycemic load of
them was 26.12; 22.18 and 18.63 respectively and was categorized as a high and
middle glycemic load. Drying or frying process did not significantly affect the
glycemic index of both dried and instant corn noodle substituted.

Keywords: Corn noodle, resistant starch, starch digestibility, soluble fiber
digestibility, glycemic index, glycemic load.

. Evaluasi Nilai Biologis dan Indeks Glikemik Mi Jagung
Substitusi Kering dan Instan.
dan
.

Tepung jagung merupakan salah satu bahan pangan yang berpontensi
untuk dikembangkan, salah satunya digunakan dalam formulasi produk mi. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tepung jagung dapat menyubstitusi
tepung terigu hingga 30%. Karakteristik mutu fisik mi jagung substitusi kering
dan instan yang dihasilkan adalah mi yang kenyal, sedikit agak keras, tidak
lengket, agak elastis dan tidak mudah putus. Proses pemanasan memiliki pengaruh
signifikan terhadap komposisi kimia dan nilai gizi dari produk yang kaya
karbohidrat. Pengaruh pemanasan terhadap karakteristik fungsional karbohidrat
berkaitan erat dengan indeks glikemik. Makanan yang memiliki indeks glikemik
rendah atau tidak cepat menaikkan kadar glukosa darah dibutuhkan oleh penderita
diabetes. Kajian mengenai pengaruh pemanasan terhadap evaluasi nilai biologis
dan indeks glikemik pada proses produksi mi jagung substitusi ini penting bagi

penderita diabetes untuk lebih selektif dalam memilih dan mengkonsumsi bahan
pangan.. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menentukan pengaruh pemanasan
terhadap komposisi kimia dan nilai evaluasi biologis mi kering dan mi instan yang
disubstitusi dengan tepung jagung dan; (2) menentukan indeks glikemik mi
jagung substitusi kering dan instan dibandingkan dengan mi terigu komersial.
Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pembuatan dan
karakterisasi tepung jagung dengan metode kering, tahap pembuatan mi jagung
substitusi kering dan instan, dan pengukuran IG produk mi jagung kering, mi
jagung instan dan mi komersil. Proses pembuatan mi jagung substitusi kering dan
instan adalah memformulasikan 30% tepung jagung dengan tepung terigu.
Campuran tepung jagung dan tepung terigu ditambahkan bahan tambahan lain,
kemudian dibentuk lembaran, dan untaian mi, dipotong dan dikukus pada suhu
95oC selama 15 menit. Selanjutnya mi yang telah dikukus dikeringkan dengan
oven pada suhu 60 oC selama 70 menit sehingga diperoleh mi jagung kering, atau
digoreng pada suhu 160 oC selama 4 menit untuk mi jagung instan.
Mi jagung subsitusi kering dan instan dianalisis komposisi kimia, evaluasi
nilai biologis dan indeks glikemik (
). Analisis kimia mencakup analisis
proksimat, analisis kadar pati metode hidrolisa asam dan analisis kadar amilosa.
Analisis nilai biologis meliputi kadar pati resisten secara

, kadar serat
pangan metode enzimatis, daya cerna pati secara enzimatis dan daya cerna protein
secara
dengan teknik multienzim. Analisis kadar glukosa darah
sukarelawan dilakukan untuk penetapan indeks glikemik mi jagung substitusi
kering dan instan serta mi komersial.
Karakteristik kimia khususnya pati dan amilosa mi jagung substitusi
kering dan instan adalah 42.52% dan 30.99% serta 43.90% dan 28.85%. Nilai
biologis mi jagung substitusi kering dan instan yaitu pati resisten adalah 14.80%
dan 17.25%, daya cerna pati yaitu 30.93% dan 25.37%. Kandungan serat pangan
larut mi jagung substitusi kering dan instan tidak berbeda yaitu 0.49% dan 0.68%.

Daya cerna protein mi jagung substitusi kering dan instan relatif sama yaitu
sebesar 81.87% dan 80.26%.
Indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan berturut=turut yaitu
54.18% ± 11.02 dan 51.33% ± 21.65 serta termasuk kategori rendah. Beban
glikemik mi jagung substitusi kering dan instan berturut=turut yaitu 26.12 dan
22.18 serta termasuk kategori tinggi. Sedangkan indeks glikemik mi komersial
yaitu 48.65% ± 14.66, termasuk kategori rendah. Beban glikemik mi komersial
yaitu 18.63, termasuk kategori sedang. Metode pemanasan (pengeringan dengan

oven atau penggorengan) tidak memberikan pengaruh yang signifikan (α= 0.05)
terhadap indeks glikemik mi jagung substitusi.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang=Undang

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Didah Nur Faridah, M.Si

Judul Tesis

: Evaluasi Nilai Biologis dan Indeks Glikemik Mi Jagung
Substitusi Kering dan Instan
Nama
: Nono Hartono
NRP

: F251080041
Progam Studi : Ilmu Pangan

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Haryadi, M.Sc

Tanggal Ujian: 25 Februari 2011


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc

Tanggal Lulus: ……………………

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan karunia=Nya sehingga penulisan tesis dengan judul

Evaluasi

Nilai Biologis dan Indeks Glikemik Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan”
dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan
dan pendanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Ibu Dr. Ir. Didah Nur Faridah, M.Si selaku dosen penguji luar komisi yang

telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan tesis ini.
3. Kedua orang tua (H. Rudika dan Hj. Ina), kakak tercinta (Runiah, Sulastri,
Kartini, Adnan dan Deli), keponakan tercinta (Rafli, Dia, Putri dan Shaznaz)
serta keluarga besar atas doa, pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang
telah diberikan.
4. Bapak Nurwahid, Bapak Rojak, Mba Ari beserta staf Teknisi Laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
5. Sahabat seperjuangan IPN 2008 : Mba (Alina Primasari, Avrilia, Luna, Elisa,
Nunung, Titin, Erlina, Nindira), Mas (Andi, Zaki, Arif, Anas, Wahyu, Isak,
Nanang) atas segala bantuan dan motivasinya
6. Ayu Anggraeni yang telah memberikan semangat dan motivasi.
7. Teman=teman Al=Fath (Erik, Ridwan, Irfan, Aan, Zali, Gonggo, Fian) yang
telah membantu penulis secara moril.
Ucapan terima kasih yang sebesar=besarnya kepada Tim Manajemen
Program KP3T (Kerjasama Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi)
Departemen Pertanian atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan sehingga
penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2011

Nono Hartono


!

Penulis bernama lengkap Nono Hartono. Penulis dilahirkan di
Cirebon, pada tanggal 28 Oktober 1984 dari pasangan Bapak
H.Rudika dan Hj. Ina. Penulis merupakan anak ke empat
dari empat bersaudara.
Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 1 Arjawinangun, Kabupaten Cirebon.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun
2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang Magister Sains di
Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hal
JUDUL ..............................................................................................................

i

ABSTRACT ...................................................................................................... ii
RINGKASAN ................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1.2 Tujuan Penelitian.....................................................................................
1.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................

1
4
4
4

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 Jagung ..................................................................................................... 5
2.1.1 Struktur Biji Jagung ..................................................................... 5
2.1.2 Komposis Kimia Jagung .............................................................. 6
2.2 Tepung Jagung ....................................................................................... 8

2.2.1 Definisi Tepung Jagung ............................................................... 8
2.2.2 Komposisi Kimia dan Teknologi Produksi Tepung Jagung ......... 8
2.3 Mi Jagung ............................................................................................... 10
2.3.1 Definisi dan Keunggulan Mi jagung ............................................. 10
2.3.2 Teknologi Produksi dan Karakteristik Mi Jagung Substitusi........ 11
2.4 Indeks dan Beban Glikemik ...................................................................
2.4.1 Indeks Glikemik ............................................................................
2.4.1.1 Definisi Indeks Glikemik .................................................
2.4.1.2 Pemecahan dan Penyerapan Karbohidrat .........................
2.4.1.3 Faktor=Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik......
2.4.2 Beban Glikemik ............................................................................

13
13
13
14
15
19

2.5 Diabetes Mellitus ................................................................................... 20
III. METODOLOGI .......................................................................................... 22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 22
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 22
3.2.1 Bahan .......................................................................................... 22
3.2.2 Alat.............................................................................................. 22

3.3 Tahapan Penelitian................................................................................
3.3.1 Pembuatan Tepung Jagung .........................................................
3.3.2 Pembuatan Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan ..................
3.3.3 Pengukuran Indeks Glikemik......................................................

23
24
25
26

3.4 Metode Analisis....................................................................................
3.4.1 Analisis Kimia ............................................................................
3.4.1.1 Analisis Proksimat (AOAC 1995) .................................
3.4.1.2 Analisis Kadar Pati Metode Hidrolisa Asam
(Modifikasi Sudarmadji 1997) ......................................
3.4.1 3 Analisis Kadar Amilosa (Apriyantono
. 1989) .......
3.4.2 Analisis Evaluasi Nilai Biologis ................................................
3.4.2.1 Analisis Kadar Pati Resisten secara
(Modifikasi Goni
. 1996) .......................................
3.4.2.2 Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis
(AOAC 1995) ...............................................................
3.4.2.3 Analisis Daya Cerna Pati secara Enzimatis
(Muchtadi
. 1989) ..................................................
3.4.2.4 Analisis Daya Cerna Protein secara in vitro dengan
Teknik Multienzim .......................................................

27
28
28
28
29
30
30
31
33
34

3.4.3 Pengukuran Indeks dan Beban Glikemik
(Miller
. 1996) .................................................................... 35
3.4.3.1 Pengukuran Indeks Glikemik ....................................... 35
3.4.3.2 Pengukuran Beban Glikemik ........................................ 36
3.5 Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1993) ........................................... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 38
4.1 Komposisi Kimia Tepung Jagung, Mi Jagung Substitusi Kering
dan Instan serta Mi Komersial ............................................................ 38
4.2 Evaluasi Nilai Biologis Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan ........
4.2.1 Pati Resisten ...............................................................................
4.2.2 Daya Cerna Pati ..........................................................................
4.2.3 Serat Pangan ...............................................................................
4.2.4 Daya Cerna Protein.....................................................................

41
41
44
46
48

4.3 Indeks Glikemik Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan serta
Mi Komersial ....................................................................................... 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 55
VI. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 56
LAMPIRAN ...................................................................................................... 63

vi

Hal
1. Komposisi kimia jagung .............................................................................

6

2. Kandungan amilosa dan amilopektin dari beberapa varietas jagung ..........

7

3. Komposisi kimia tepung jagung .................................................................

9

4. Indeks dan beban glikemik serelia, mi dan pasta ........................................

20

5. Tahapan kegiatan penelitian dan analisis ....................................................

23

6. Hasil analisis kimia tepung jagung, mi jagung substitusi kering dan
instan serta mi komersial ............................................................................

38

7. Kandungan serat pangan mi jagung substitusi kering dan instan ...............

47

8. Indeks dan beban glikemik mi jagung substitusi kering dan instan serta
mi komersial ...............................................................................................

52

vii

Hal
1.

Struktur biji jagung ....................................................................................

5

2.

Teknologi proses produksi mi jagung ....................................................... 12

3.

Kurva pengukuran indeks glikemik........................................................... 14

4.

Pembuatan tepung jagung dengan penggilingan kering ............................ 24

5.

Pembuatan mi jagung substitusi kering dan instan
tepung jagung 30% .................................................................................... 26

6.

Pengukuran indeks glikemik ..................................................................... 27

7.

Kadar pati resisten mi jagung substitusi kering dan instan ....................... 42

8.

Daya cerna pati mi jagung substitusi kering dan instan ............................ 45

9.

Daya cerna protein mi jagung substitusi kering dan instan ....................... 49

10. Pengaruh konsumsi mi jagung substitusi kering dan instan serta mi
komersial selama dua jam terhadap kadar glukosa darah.......................... 53

viii

Hal
1.

Form pengukuran indeks glikemik ............................................................ 64

2.

Penentuan glukosa, fruktosa dan gula invert dalam suatu
bahan dengan metode Luff=Schoorl .......................................................... 64

3.

Analisis data kimia tepung jagung, mi jagung substitusi kering
dan instan ................................................................................................... 65

4.

Uji t kadar air ............................................................................................. 65

5.

Uji t kadar abu ........................................................................................... 66

6.

Uji t kadar protein...................................................................................... 66

7.

Uji t kadar lemak ....................................................................................... 67

8.

Uji t kadar karbohidrat (

9.

Uji t kadar pati ........................................................................................... 68

) ...................................................... 68

10. Uji t kadar amilosa..................................................................................... 69
11. Uji t kadar amilopektin .............................................................................. 69
12. Analisis data pati resisten .......................................................................... 70
13. Uji t pati resisten........................................................................................ 70
14. Analisis data daya cerna pati ..................................................................... 71
15. Uji t daya cerna pati................................................................................... 71
16. Analisis data serat pangan ......................................................................... 71
17. Uji t serat pangan tak larut......................................................................... 72
18. Uji t serat pangan larut .............................................................................. 72
19. Uji t serat pangan total............................................................................... 73
20. Analisis data daya cerna protein ................................................................ 73
21. Uji t daya cerna protein .............................................................................. 73
22. Indeks glikemik mi jagung substitusi kering ............................................. 74
23. Indeks glikemik mi jagung substitusi instan .............................................. 76
24. Indeks glikemik mi komersil ..................................................................... 77
25. Perhitungan beban glikemik ...................................................................... 77
26. Uji Duncan indeks glikemik ...................................................................... 78
27. Surat izin

........................................................................ 79

ix

"#"

$%"&"'(

Mi merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung
lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
lainnya. Di Indonesia dikenal dua macam mi, yaitu mi basah dan mi kering. Mi
basah umumnya memiliki masa simpan hanya sekitar 36 jam. Mi kering adalah mi
mentah yang mengalami proses pemananasan dengan cara pengeringan dengan
oven dan memiliki kadar air sekitar 10%. Mi kering mempunyai masa simpan
hingga beberapa bulan, tergantung kadar air dan cara penyimpanannya. Salah satu
contoh dari dari mi kering adalah mi instan (Astawan 2005). Mi instan (
) adalah mi mentah yang telah mengalami pengukusan dan
penggorengan (Kusnandar

2009). Salah satu bahan pangan yang potensial

untuk dikembangkan dalam formulasi produk mi adalah jagung.
Mi jagung merupakan mi yang dibuat dengan bahan utama hasil olahan
jagung (tepung jagung). Mi jagung dapat dihasilkan dari 100% tepung jagung atau
substitusi dalam tepung terigu. Perbedaan yang mendasar dari kedua mi jagung
tersebut adalah adanya perlakuan pregelatinisasi pada pembuatan mi jagung 100%
tepung jagung, sedangkan pada mi jagung substitusi hanya mencampurkan dengan
tepung terigu. Rendahnya kandungan protein gluten menjadi penyebab
pregelatinisasi tersebut dilakukan. Penelitian sebelumnya menunjukkan tepung
jagung yang optimal untuk diformulasikan dalam pembuatan mi jagung substitusi
kering (Putra 2008) dan instan (Stevanus 2010) adalah substitusi 30% tepung
jagung. Karakteristik mutu fisik mi jagung substitusi kering dan instan yang
dihasilkan adalah mi yang kenyal, sedikit agak keras, tidak lengket, agak elastis
dan tidak mudah putus.
Teknologi proses produksi mi jagung substitusi kering dan instan
mengadopsi proses pembuatan mi komersial. Perbedaan produksi dari kedua jenis
mi jagung substitusi tersebut pada cara pengeringan setelah proses pengukusan.
Mi jagung substitusi kering setelah proses pengukusan dilakukan proses
pengeringan dengan oven pada suhu 60oC selama 70 menit, sedangkan mi jagung
substitusi instan melibatkan proses penggorengan suhu 160oC selama 4 menit.

Proses pengolahan yang melibatkan panas merupakan salah satu cara yang
merubah kandungan dan kualitas gizi khususnya karbohidrat pangan (pati,
amilosa, serat pangan dan pati resisten) (Collings

. 1981). Proses

penggorengan yang melibatkan transfer panas dari minyak ke dalam pangan
menyebabkan denaturasi protein, gelatinisasi pati pada kadar air yang rendah,
pembentukan

dan warna. Penggorengan dapat meningkatkan terbentuknya

pati resisten yang dapat dijadikan indikator penurunan daya cerna pati pada
produk kentang goreng (Pokorny (1999).
Pada pembuatan spageti (terigu) menurunkan daya cerna pati sebesar
23.4% dan 27.4%, serta meningkatkan pembentukan pati resisten tipe III sebesar
2.2% dan 1.5%. Nilai daya cerna pati yang rendah dan tingginya pati resisten
merupakan indikator terhadap penurunan indeks glikemik pangan (Casigrahi

.

1992). Pengeringan tepung yang berasal dari kacang=kacangan dengan oven pada
suhu 75 oC selama 6 jam meningkatkan daya cerna protein

sebesar 12=15

% dibandingkan kontrol. Proses pemanasan menyebabkan terputusnya ikatan
peptida protein menjadi asam amino yang mudah dicerna enzim (Cabrejas

.

2009). Pemanasan dengan cara pengukusan biasa dan bertekanan meningkatkan
daya cerna pati (ditunjukkan dengan rendahnya pembentukan pati resisten), daya
cerna protein dan pembentukan pati serat pangan larut dan tak larut dari berbagai
varietas beras (Sagum dan Arcot 2000).
Pengaruh pemanasan terhadap karakteristik fungsional karbohidrat
berkaitan erat dengan indeks glikemik (IG). Pangan dengan jenis yang sama bila
diolah dengan cara yang berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, karena
pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kimia pangan
(Rimbawan dan Siagian 2004). Indeks glikemik (IG) pangan merupakan
pendekatan untuk memilih pangan khususnya pangan berkarbohidrat. Pendekatan
yang baru dalam menentukan kecepatan kenaikan kadar glukosa darah adalah
beban glikemik. Beban glikemik memberikan informasi yang lebih lengkap
mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan
kadar gula darah (Powell

. 2002).

Kentang yang diolah dengan kombinasi proses antara perebusan dan
pengeringan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah yaitu 39%,

2

dibandingkan indeks glikemik kentang yang diproses tunggal (direbus atau
dilumatkan) yaitu 57% dan 83% (Jimoh

. 2008). Penyimpanan produk

o

intermediet kentang pada suhu 5 C dan kemudian diolah dengan cara direbus,
dioven dan dilumatkan menurunkan indeks glikemik kentang yaitu 76%, 73% dan
75% dibandingkan indeks glikemik produk kentang yang tidak mengalami
penyimpanan dingin yaitu 104%, 95% dan 106% dengan roti sebagai standar.
Proses penyimpanan menginisiasi pembentukan pati resisten melalui proses
retrogradasi amilosa yang sulit untuk dicerna oleh enzim pencernaan dan lambat
diubah menjadi glukosa (Tahvonen

. 2006).

Kajian pengaruh pengolahan produk

menunjukkan sukarelawan yang

mengkonsumsi produk lentil yang telah mengalami proses perebusan selama 20
menit atau dikeringkan selama 12 jam pada suhu 121.1 oC menyebabkan
perbedaan respon kenaikan glukosa darah. Pengeringan selama 12 jam
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah sukarelawan sebesar 2.44 ± 0.3
mmol/l dibandingkan perebusan selama 20 menit yang hanya 0.87 ! 0.11 mmol/l.
Peningkatan pelepasan glukosa pada pangan yang dikeringkan disebabkan oleh
proses pengeringan menurunkan senyawa antinutrisi yang tidak tahan panas
sehingga meningkatkan ketersediaan pati untuk dipecah enzim menjadi glukosa
dan dicerna dalam tubuh (Jenkins

. 1982).

Proses pengeringan beras instan varietas

pada suhu 150 oC

mampu menurunkan indeks glikemik beras menjadi 59.9% ! 0.03 atau tergolong
kategori sedang. Indeks glikemik beras instan varietas

sangat

dipengaruhi oleh suhu pengeringan dibandingkan lama proses pengeringan yang
memberikan peningkatan indeks glikemik yaitu 63.6% ! 0.01 (Jaisut

. 2008).

Makanan yang memiliki indeks glikemik rendah atau tidak cepat
menaikkan kadar glukosa darah dibutuhkan oleh penderita diabetes. Kasus
penderita diabetes di dunia pada tahun 1995 adalah 135 juta dan diperkirakan
akan meningkat menjadi 300 juta pada tahun 2025. Di Indonesia terdapat sekitar
17 juta orang (8.6 persen dari jumlah penduduk) penderita diabetes mellitus atau
menduduki urutan terbesar ke=4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (AS)
(Marsono

. 2007). Kajian mengenai pengaruh pemanasan terhadap komposisi

kimia, evaluasi nilai biologis dan indeks glikemik pada proses produksi mi jagung

3

substitusi ini penting bagi penderita diabetes untuk lebih selektif dalam memilih
dan mengkonsumsi bahan pangan. Penelitian ini mempelajari pengaruh proses
pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) terhadap komposisi
kimia dan evaluasi nilai biologis serta indeks glikemik dari mi jagung substitusi
kering dan instan dibandingkan dengan mi komersial.

)*)"' $'$% # "'
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan

pengaruh

pemanasan

(pengeringan

dengan

oven

atau

penggorengan) terhadap komposisi kimia dan evaluasi nilai biologis mi
jagung substitusi kering dan instan.
2. Menentukan indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan
dibandingkan dengan mi komersial.
+

,-#$. . $'$% # "'
Proses pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan)

berpengaruh terhadap komposisi kimia, evaluasi nilai biologis dan indeks
glikemik dari mi jagung substitusi kering dan instan.
/

"'0""# $'$% # "'
Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi tentang indeks

glikemik mi jagung substitusi kering dan instan yang dibandingkan mi komersial.

4

Jagung ("

L) adalah jenis rerumputan/

dan termasuk

tanaman semusim. Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau
perikarp yang menyatu dengan kulit biji atau testa membentuk daging buah
(Takdir

. 2007). Berikut penjelasan mengenai struktur biji jagung dan

komposisi kimia dari beberapa varietas jagung di Indonesia.
# )&#)

*

"()'(

Biji jagung yang telah matang terdiri atas empat bagian utama yaitu
perikarp, lembaga, endosperm dan

(Gambar 1). Perikarp merupakan

lapisan pembungkus biji yang cepat mengalami perubahan selama proses
pembentukan biji. Pada waktu kariopsis muda sel=selnya kecil dan tipis, tetapi
seiring dengan bertambahnya umur biji sel=sel tersebut berkembang. Pada taraf
tertentu lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau
aleuron yang secara morfologi adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron
sekitar 3% dari keseluruhan biji (Inglett 1987).

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001).
Lembaga merupakan bagian dari biji jagung yang cukup besar. Pada biji
jagung tipe gigi kuda bagian lembaga meliputi 11.5% dari bobot keseluruhan biji.
Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (
# ). Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung yaitu sekitar 85%

dan keselurahannya terdiri atas karbohidrat. $

adalah bagian yang

menghubungkan biji dengan janggel (Inglett 1987 ).
-1,-. .

1 " "()'(

Analisis kimia jagung menunjukkan masing=masing fraksi mempunyai
sifat yang berbeda seperti yang ditampilkan Tabel 1. Lembaga dicirikan oleh
tingginya kadar lemak (33%), protein (18.4%) dan mineral (10.5%). Kulit ari
jagung dicirikan oleh kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 86.7%. Di sisi lain,
endosperm kaya akan pati (87.6%), protein (8%) dan kadar lemak yang relatif
rendah (0.8%). Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji
jagung mempengaruhi mutu gizi produk akhir. Informasi komposisi kimia
tersebut bermanfaat bagi industri pangan untuk menentukan jenis bahan dan
proses yang harus dilakukan agar diperoleh mutu produk yang sesuai dengan yang
diinginkan. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan apakah produk yang akan
diolah memerlukan biji jagung utuh, kulit ari atau penghilangan lembaga (Suarni
dan Widowati 2007).
Tabel 1 Komposisi kimia jagung utuh
Komponen

Biji utuh

Endosperm

Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
Pati
Gula

3.7
1.0
87.6
0.8
71.3
0.34

8.0
0.8
2.7
0.3
87.6
0.62

Jumlah (% bk)
Lembaga
Kulit ari
18.4
33.2
8.8
10.5
8.3
10.8

3.7
1.0
86.7
0.8
7.3
0.34

Tip cap
9.1
3.8
=
1.6
5.3
1.6

Sumber: Inglett (1987)

Protein utama dalam jagung adalah glutelin yang juga dikenal glutenin.
Glutelin merupakan protein yang memiliki berat molekul tinggi dan larut alkali.
Fraksi glutelin merupakan protein endosperm yang tersisa setelah ekstraksi
protein larut garam dan alkohol (zein). Protein lain dalam jagung adalah zein yang
merupakan protein yang tidak larut dalam air. Ketidaklarutan zein dalam air
disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin dan
alanin. Panjangnya rantai grup hidrokarbon dan tingginya persentase grup amida
menjadi penyebab zein sulit larut dalam air. Berdasarkan pada kelarutan, ada dua

6

jenis protein zein yaitu α=zein yang larut pada etanol 95% dan β=zein yang larut
pada etanol 60%. Protein α=zein mengandung lebih banyak histidin, arginin,
prolin dan metionin daripada β=zein (Johnson 1991).
Lemak pada jagung terutama terdapat pada bagian lembaga yaitu sekitar
33.2% dari total lemak jagung. Dengan tingginya kandungan lemak pada
lembaga, dalam pembuatan mi jagung bagian lembaga dipisah karena lemak dapat
menyebabkan ketengikan sehingga memperpendek daya simpan mi (Laszity
1986). Kandungan amilosa dan amilopektin beberapa varietas lokal dan unggul
nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan amilosa dan amilopektin dari beberapa varietas jagung
Varietas
Srikandi putih*
Srikandi kuning*
Lokal nonpulut*
Lokal pulut*
Pioneer 21 **

Amilosa (%)
31.05
30.14
28.50
4.25
23.04

Amilopektin (%)
68.95
69.86
71.50
95.75
43.52

Sumber: * Suarni dan Widowati (2007) dan ** Etikawati (2007)

Komponen utama jagung adalah pati sekitar 70% dari bobot biji.
Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana (1=3%) yaitu glukosa, sukrosa
dan fruktosa. Pati jagung terdiri atas dua jenis polimer glukosa yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan rantai unit=unit D=glukosa yang panjang, tidak
bercabang dan digabungkan oleh ikatan α (1→4), sedangkan amilopektin
strukturnya bercabang. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa
yang berdekatan dalam rantai amilopektin adalah ikatan α (1→4) tetapi titik
percabangan amilopektin merupakan ikatan α (1→6) (Singh

. 2003).

Bahan yang mengandung amilosa tinggi jika direbus amilosanya terekstrak
oleh air panas sehingga terlihat warna putih seperti susu (Lehninger 1982).
Amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung terutama tekstur. Pada
prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektin maka tekstur jagung semakin
lunak, pulen dan enak. Komposisi tersebut juga berpengaruh terhadap sifat
amilografinya (Suarni dan Widowati 2007). Menurut Etikawati (2007) jagung
varietas Pioneer 21 memiliki amilosa 23.04% dan amilopektin 43.52%.

7

Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung varietas, cara menanam,
iklim dan tingkat kematangan sehingga diperlukan seleksi untuk mendapatkan
varietas jagung yang memiliki komposisi kimia yang tepat untuk dibuat mi.
Komposisi kimia jagung putih tidak berbeda dengan jagung kuning, tetapi tidak
mengandung pro=vitamin A, komposisi kimia tersebut tidak menyebar merata
pada bagian=bagian biji jagung (Suarni dan Widowati 2007).

$,)'( "()'(
$0 ' .

$,)'( "()'(

Tepung jagung didefinisikan sebagai tepung yang diperoleh dari
penggilingan atau penumbukan biji jagung ("

Linn) dari berbagai varietas

(putih dan kuning). Persyaratan SNI 01=3727=1995, kadar air tepung jagung tidak
lebih 10% dengan kehalusan minimal 99% untuk lolos ayakan 60 mesh dan
minimal 70% lolos ayakan 80 mesh. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk
tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan
. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan
memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang
tinggi sehingga dalam pembuatan tepung jagung, kulit harus dipisahkan dari
endosperm karena batas maksimal jumlah serat kasar dalam tepung jagung adalah
1.5%. Lembaga merupakan bagian dari biji yang mengandung lemak tertinggi,
sehingga harus dipisahkan untuk mencegah tepung cepat rusak karena reaksi
oksidasi lemak. $

harus dipisahkan dalam pembuatan tepung jagung karena

dapat menyebabkan adanya butir=butir hitam pada tepung jagung yang
mengakibatkan kontaminasi produk (Juniawati 2003).
-1,-. .

1 " 2"' $&'-%-(

-2)&.

$,)'( "()'(

Kandungan komposisi kimia tepung jagung ditampilkan pada Tabel 3.
Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah karbohidrat yang tersusun atas pati.
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh=tumbuhan dan merupakan
sumber karbohidrat bagi manusia (Almatsier 2003). Karbohidrat dan pati merupakan

penyusun terbesar dari tepung jagung yaitu 82.0% dan 68.2%. Persyaratan kadar
air tepung jagung berdasarkan SNI 01=3727=1995 adalah maksimum 10%. Tepung
jagung yang diperlukan untuk produksi mi jagung adalah berukuran 100 mesh.

8

Penggunaan tepung jagung yang kurang dari 100 mesh menghasilkan mi jagung
dengan tekstur yang kasar dan kehilangan padatan selama pemasakan yang lebih
tinggi (Sigit 2008).
Tabel 3. Komposisi kimia tepung jagung
Komposisi kimia
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat (
Pati
Serat makanan

Kadar (%)
10.9
0.4
5.8
0.9
82.0
68.2
7.8

)

Sumber: Juniawati (2003)

Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penggilingan kering (

) dan penggilingan basah (

).

Penggilingan kering adalah penggilingan jagung kering dengan dua kali
penggilingan yaitu penggilingan kasar dan halus. Penggilingan dengan metode
kering menggunakan alat

untuk penggilingan kasar dan

untuk penggilingan halus (Pratama 2008).
Penggilingan jagung dengan metode kering menghasilkan rendemen
tepung jagung yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan penggilingan basah.
Hal ini disebabkan pada penggilingan basah banyak komponen jagung yang
terbuang pada saat pembersihan dan pencucian. Tepung jagung dari penggilingan
kering dapat menghasilkan tepung yang bisa disimpan dalam bentuk kering
dengan kadar air maksimal 14% (Nobel dan Andrizal 2003).
Pada

penggilingan

basah, jagung

digiling

dengan

menggunakan

penggilingan batu yang biasa digunakan untuk menggiling kedelai pada
pembuatan tahu. Keuntungan proses penggilingan basah adalah kemudahan untuk
mencapai derajat kehalusan yang tinggi, mencegah kenaikan suhu bahan yang
terlalu tinggi dan memperkecil kerugian akibat oksidasi bahan baku. Penggilingan
basah terutama digunakan untuk mendapatkan tepung yang halus dan biasanya
membutuhkan air dalam jumlah besar (Pratama 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008), jagung yang digiling
menggunakan metode kering menghasilkan tepung jagung sebanyak 2.9 kg dari

9

10 kg jagung pipil atau rendemen sekitar 29%. Proses produksi tepung jagung
dengan penggilingan kering dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penggilingan
awal (penggilingan kasar), pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir
(penggilingan halus), serta pengayakan.
Penggilingan tahap awal dilakukan dengan menggunakan
yang menghasilkan
dan

, kulit, lembaga dan

. Pemisahan kulit, lembaga,

dilakukan dengan cara pencucian dan perendaman,

dan kulit serta lembaga mengapung. %

mengendap

jagung dikering=anginkan selama 2 jam

(hingga kadar air ±17%) untuk mempermudah ke tahap penggilingan selanjutnya.
Kadar air

yang tinggi dapat menyebabkan bahan menempel pada

sehingga menimbulkan kemacetan pada alat, sedangkan kadar air yang terlalu
rendah akan menyebabkan partikel tepung setelah penggilingan lebih besar (tidak
halus) (Faridi dan Faubion 1995).
Tahap akhir adalah penggilingan

jagung dengan menggunakan

(penggiling halus) untuk menghasilkan tepung yang lebih kecil ukurannya.
Tepung jagung dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak dengan
menggunakan pengayak berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan agar
ukuran partikel tepung seragam. Perbedaan ukuran partikel yang tidak seragam
menyebabkan terbentuknya

(noda) berwarna putih karena ukuran partikel

yang lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyerap air,
sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut membentuk noda berwarna
putih (Faridi dan Faubion 1995).
+
+

"()'(
$0 ' . 2"'

$)'(()%"'

"()'(

Mi jagung merupakan mi yang dibuat dengan bahan utama hasil olahan
jagung (tepung atau jagung). Mi jagung berbahan baku tepung jagung dapat
diproduksi dengan menggunakan teknologi kalendering dan ekstrusi. Teknologi
kalendering merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan membentuk
adonan menjadi lembaran terlebih dahulu. Teknologi ekstrusi merupakan
pembentukan untaian mi dengan menggunakan ekstruder pasta (Sigit 2008). Mi
jagung substitusi kering dan instan yang digunakan dalam penelitian ini
diproduksi dengan teknologi kalendering.

10

Salah satu keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu adalah mi jagung
tidak memerlukan penambahan pewarna. Warna kuning mi jagung berasal dari
karotenoid

yang

terdapat

dalam

jagung,

sedangkan

mi

terigu

dalam

pengolahannya ditambahkan dengan pewarna kuning yaitu tartrazine (Astawan
dan Kasih 2008). Perbedaan antara mi jagung dengan mi terigu adalah komponen
pembentuk tekstur mi. Pembentuk tekstur yang elastis dan kompak pada mi terigu
adalah gluten. Adanya gluten pada tepung terigu menyebabkan terbentuknya
tekstur yang elastis dan kompak setelah tepung terigu ditambahkan air, sehingga
adonan tersebut dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut tidak dapat terjadi
ketika tepung jagung ditambahkan air, sehingga dibutuhkan bahan atau proses
tertentu agar terbentuk adonan yang memiliki tekstur elastis dan kompak
(Kusnandar
+

$&'-%-(

. 2009).
-2)&. 2"'

" "&#$ .# &

"()'( )3.# #).

Produksi mi jagung dengan teknologi kalendering diawali dengan
pencampuran tepung jagung dengan larutan garam (1% garam dilarutkan dalam
air) dan guar gum 1%. CMC dan alginat dapat berfungsi sebagai pengikat
komponen=komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak tidak mudah terlepas.
Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling
besar dalam mengurangi kelengketan dan

(Faldillah 2005). Dalam

teknologi kalendering untaian mi dibentuk dengan memotong lembaran adonan,
sedangkan teknologi ekstrusi untaian mi dibentuk dengan menekan adonan mi ke
dalam lubang kecil pada alat ekstruder. Teknologi proses pembuatan mi jagung
dapat dilihat pada Gambar 2.
Penggunaan tepung jagung dalam mi dibatasi oleh karakteristik fungsional
tepung jagung, terutama disebabkan oleh kandungan protein gluten yang rendah
dan karakteristik protein tepung jagung tidak mengandung protein gliadin dan
glutenin sebagaimana pada tepung gandum yang bertindak sebagai pengikat untuk
membentuk tekstur adonan yang

&

(Juniawati 2003).

Proses pembuatan mi jagung kering didahului dengan mencampurkan
tepung terigu (70%) dan tepung jagung (30%) serta ditambahkan bahan tambahan
yaitu guar gum (0.5%), K2CO3 (0.1%) dan Na2CO3 (0.1%) dari total tepung (Putra
2008).

11

Tepung jagung (70%)
Tepung terigu

Air garam

'#

'#

I (kering)

'#

Air garam

II

Tepung jagung (30%)
Pengukusan I

Grinding/pemadatan

(
(

(

Ekstrusi

(
Pengukusan

Untaian mi

Pengukusan II

Mi basah

Pengeringan

Pengukusan

Mi basah

Mi kering

Pengeringan oven

Penggorengan

Mi kering
Mi instan

Gambar 2. Teknologi proses produksi mi jagung (Kusnandar

. 2009).

Perbedaan dengan produksi mi jagung instan adalah bahan tambahannya
yaitu CMC (

#

) (1%) serta

(0.3%)

(Stevanus 2010). Proses pemanasan dalam produksi mi jagung substitusi kering
dan instan juga berbeda. Mi jagung substitusi kering setelah proses pengukusan
mengalami proses pengeringan dengan oven suhu 60oC selama 70 menit (Putra
2008), sedangkan mi jagung substitusi instan melibatkan proses penggorengan
suhu 160oC selama 4 menit (Stevanus 2010). Karakteristik fisik mi jagung

12

substitusi kering dan instan yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan yang
tinggi, kenyal, tidak lengket dan tidak mudah putus.
Parameter mutu mi dapat dilihat dari mutu fisik, kimia dan organoleptik.
Mi kering yang bermutu baik (sebelum dimasak) memiliki tekstur yang kuat
(tidak rapuh/mudah patah), permukaan yang halus dan warna kuning yang
seragam. Apabila dimasak (direbus dalam air), mi cepat mengalami rehidrasi
(untuk mi instan kurang dari 3 menit), tidak hancur/larut dalam air rebusan
(

rendah, yaitu