Formulasi dan Optimasi Waktu Penggorengan Mi Jagung Instan

(1)

SKRIPSI

FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN

Oleh : STEFANUS

F24061524

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : STEFANUS

F24061524

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : STEFANUS

F24061524

Dilahirkan pada tanggal 06 November 1988 Di Jakarta

Tanggal lulus : 28 Juni 2010 Menyetujui,

Bogor, 28 Juni 2010

Prof. Dr. Winiati P. Rahayu Dian Herawati, STP, MSi

Dosen Pembimbing Akademik I Dosen Pembimbing Akademik II Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah


(4)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 November 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ma Bie Tjhung dan Thio Man Sin. Peneliti memiliki dua orang kakak perempuan bernama Natalia dan Magdalena. Pendidikan formal ditempuh peneliti di TK Stella Maris, SD Stella Maris, SLTP Kristen Yusuf, dan SMA Kristen Yusuf Jakarta. Peneliti diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa studi di IPB, peneliti pernah menjadi asisten laboratorium fisika TPB, asisten laboratorium mikrobiologi pangan, dan anggota developer

GLP laboratorium PROM Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi anggota Logistik dan Transportasi acara LCTIP XV 2007, anggota konsumsi acara Natal Civa 2007, anggota divisi profesi HIMITEPA selama periode 2008-2009, Ketua pelaksana LCTIP XVI 2008, Ketua divisi profesi HIMITEPA 2009-2010, Koordinator produksi mi jagung RUSNAS IPB 2009-2009-2010, dan anggota acara LCTIP XVII 2009.

Selain aktif dalam berbagai organisasi penulis juga sempat mengikuti beberapa pelatihan dan seminar. Beberapa diantaranya yaitu seminar nasional Pangan Halal tahun 2008, training Food Safety Management System ISO 22000:2005 pada tahun 2009, dan training Quality Management System ISO 9001:2008 pada tahun 2009. Prestasi yang telah diperoleh adalah Juara 1 Food Innovation Competition “Innovation and Acceptance” Food Explore 2009 UPH, Juara 1 National Food Competition Indonesia Food Expo 2009 IPB, Juara 1 Agroindustrial Product Competition 2009 IPB, Juara 2 Lomba Poster ILMAGI 2010 UGM, Juara 1 Agroindustrial Product Competition Hi-Great 2010 UB, Juara 1 dan Favorit National Food Technology Competition 2010 Universitas Widya Mandala, Finalis Danone Trust 2010, dan Delegasi IPB IFTSA-DSDC 2010.


(5)

Stefanus. F24061524. Formulasi dan Optimasi Waktu Penggorengan Mi Jagung Instan. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu dan Dian Herawati, STP, MSi. 2010.

RINGKASAN

Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan. Indonesia tidak tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan bahan baku mi instan di Indonesia dicukupi dari gandum impor. Diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung.Tepung jagung dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen tepung jagung dan menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia dan disukai oleh konsumen dari mutu organoleptiknya. Variabel yang diamati adalah rasio tepung terigu dan tepung jagung serta waktu penggorengan. Penentuan rasio tepung jagung dan tepung terigu, serta waktu penggorengan dalam pembuatan mi jagung instanberdasarkan pada cooking time,

cooking loss, kadar air, pertambahan berat, derajat pengembangan mi, dan mutu organoleptik (uji deskriptif, uji hedonik, dan paired preference test). Formula yang direkomendasikan selanjutnya dilakukan analisis mutu kimia dan fisik.

Pembuatan tepung jagung menghasilkan rendemen sebesar 30,40%. Formula yang direkomendasikan untuk pembuatan mi jagung instan adalah formula dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selama 3 menit. Adonan mi dari komposisi tersebut bersifat kompak dan elastis.

Mutu kimia produk mi jagung instan memiliki kadar air kurang dari 10% (7,40%), kadar abu sebesar 1,64%, kadar protein sebesar 10,51%, kadar lemak sebesar 10,14%, kadar karbohidrat sebesar 70,31%, kadar serat kasar sebesar 1,43%, dan aw sebesar 0,588.

Mi jagung instan ini memiliki warna kuning-merah dengan nilai ⁰hue sebesar 83,90, cooking loss kurang dari 15% (11,13%), tekstur mi setelah dimasak tidak hancur, waktu rehidrasi kurang dari 4 menit (3,5 menit) dengan derajat pengembangan sebesar 121,28%, pertambahan berat sebesar 242,67%, serta tingkat kekerasan, tidak lengket, dan tingkat elastisitas cukup mendekati mi instan komersial secara subjektif (organoleptik) dan objektif. Nilai kekerasan, kelengketan, elastistas, dan daya kohesif produk mi jagung instan masing-masing sebesar 2657,05 gf, -140,55 gf, 0,54 gs, dan 0,25 gs.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, anugerah, dan penyertaan-Nya serta kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik karena kasih dan anugerah dari Tuhan Yesus. Selain itu, banyak pihak yang juga turut membantu penulis dalam kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Keluargaku : Ayah (Ma Bie Tjhung), Ibu (Thio Man Sin), serta kedua kakakku (Nathalia dan Magdalena) atas semangatnya, doanya, bimbingannya, serta dukungannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan semuanya.

2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu. dan Dian Herawati, STP, MSi. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang banyak memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan melakukan tugas akhir.

3. Dr. Feri Kusnandar dan Dr. Nurheni Sri Palupi atas pendanaaan penelitian yang telah dipercayakan kepada saya sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan lancar.

4. Ir. Soenar Soekopitojo, Msi. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan arahannya untuk perbaikan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat terbaikku : Agus Danang Wibowo, Yogi Karsono, Abdi T.C., Arius W., Nur Fathonah Sadek, Della S., Saffiera K. Richie R., Feriana, Margaret, Fenny, dan Sheni I. atas dukungan, dan bantuan di saat susah maupun senang.

6. Teman-teman di tim produksi mi jagung : Tsani F., Aditya A.,Yessica D.A., Helena S.W., Stella D., Bernand S., Desi Ratih, Yuananda P.O., Dinda, dan Marvin L. atas kerjasamanya ketika produksi.

7. Teman-teman ITP 43 atas kebersamaan di saat kuliah dan praktikum. 8. Seluruh staff dan laboran di Lab Departemen ITP dan Seafast : Pak

Junaedi, Pak Deni, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Iyas, Pak Yahya, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Sidik, Bu Antin, dan Mas Edi. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.


(7)

9. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2006-2010, atas segala pengajaran pendidikan, serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

10. Kepada pihak yang belum disebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan Yesus Kristus membalas semua kebaikan teman-teman semua.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, 28 Juni 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG………... 1

B. TUJUAN DAN MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 4

A. JAGUNG ... 4

B. TEPUNG JAGUNG……….. 5

C. MI JAGUNG ... 8

D. MI INSTAN ... 11

E. PENGGORENGAN ... 13

III.METODOLOGI PENELITIAN... 16

A. ALAT DAN BAHAN ... 16

B. METODE PENELITIAN ... 16

1. Pembuatan Tepung Jagung ... 16

2. Pembuatan Mi Jagung Instan... 19

3. Analisis Produk ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………....…. 34

A. PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG ... 34

B. PENENTUAN RASIO TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TERIGU, SERTA WAKTU PENGGORENGAN DALAM PEMBUATAN MI JAGUNG INSTAN... 34

1. Mutu Adonan Mi Jagung Instan... 34

2. Mutu Fisik dan Kimia Mi Jagung Instan... 38

a. Cooking time mi jagung instan... 38


(9)

Halaman

b. Cooking loss mi jagung instan... 39

c. Kadar air mi jagung instan... 40

d. Pertambahan berat dan derajat pengembangan mi jagung instan... 41

3. Mutu Organoleptik Mi Jagung Instan ... 45

a. Hasil uji deskriptif... 45

b. Hasil uji hedonik... 46

c. Hasil paired preference test... 47

C. MUTU KIMIA DAN FISIK MI JAGUNG INSTAN ... 47

1. Mutu Kimia……... 47

2. Mutu Fisik…... 48

a. Warna……… 48

b. Kekerasan, kelengketan, elastisitas, dan daya kohesif... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN………..……… 52

A. KESIMPULAN... 52

B. SARAN... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 dan tepung

jagung kuning secara umum ... 7

Tabel 2. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual ... 10

Tabel 3. Formulasi produk mi jagung instan basis 1 kg. ... 20

Tabel 4. Pengaturan Texture Profile Analyzer ... 30

Tabel 5. Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula. 36

Tabel 6. Pemetaan kombinasi formula dan lama penggorengan pada tahap seleksi ... 44

Tabel 7. Kandungan gizi mi jagung instan dan mi instan komersial ... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jenis jagung berdasarkan kandungan endosperma ... 4 Gambar 2. Anatomi biji jagung... 5 Gambar 3. Teknologi proses produksi mi jagung ... 11 Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam .... 14 Gambar 5. Bagan penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan ... 17 Gambar 6. Pembuatan tepung jagung... 18 Gambar 7. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan

multi mill ... 18 Gambar 8. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung

jagung dengan menggunakan disc mill ... 19 Gambar 9. Tahap pembuatan mi jagung instan ... 21 Gambar 10. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan……….…. 22 Gambar 11. Proses grinding pada adonan mi jagung 100% ... 22 Gambar 12. Proses sheeting adonan ... 23 Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi jagung yang dihasilkan (B) ... 23 Gambar 14. Mi jagung yang telah dikukus ... 24 Gambar 15. Proses penggorengan mi jagung instan ... 24 Gambar 16. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung ... 35 Gambar 17. Glutenin dan gliadin dalam pembentukan gluten melalui

jembatan disulfida... 36 Gambar 18. Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung

jagung (90:10 <A> dan 70:30 <B> (b/b))... 37 Gambar 19. Cooking time mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio

tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 38 Gambar 20. Cooking loss mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio

tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.40 Gambar 21. Kadar air mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio


(12)

Halaman

Gambar 22. Pertambahan berat mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu

penggorengan... 42

Gambar 23. Derajat pengembangan mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan... 43

Gambar 24. Rataan nilai panelis untuk tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan... 45

Gambar 25. Hubungan antara jenis mi jagung instan dengan skor rata-rata kesukaan panelis berdasarkan atribut kekerasan... 46

Gambar 26. Warna kuning merah pada mi jagung instan (A) dan warna kuning pada mi instan komersial (B)………... 49

Gambar 27. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat kekerasan dan kelengketan... 50

Gambar 28. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat elastisitas dan daya kohesif... 51

Gambar 29. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 1 ... 95

Gambar 30. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 2 ... 96


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lembar kuisioner uji deskriptif... ... 58 Lampiran 2. Lembar kuisioner uji hedonik ... 58 Lampiran 3. Lembar kuisioner paired preference test………... 59 Lampiran 4. Data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 60 Lampiran 5. Hasil analisis data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 61 Lampiran 6. Data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 64 Lampiran 7. Hasil analisis data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 65 Lampiran 8. Data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu

penggorengan………. 68 Lampiran 9. Hasil analisis data kadar airmi jagung instan berbagai

kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 69 Lampiran 10. Data pertambahan berat mi jagung instan berbagai

kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 72 Lampiran 11. Hasil analisis data pertambahan beratmi jagung instan

berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 73 Lampiran 12. Data derajat pengembangan mi jagung instan berbagai

kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 76 Lampiran 13. Hasil analisis data derajat pengembanganmi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 77 Lampiran 14a. Hasil uji deskriptif (tingkat kekerasan) ... 80 Lampiran 14b. Hasil uji deskriptif (tingkat elastisitas) ... 81


(14)

Halaman

Lampiran 14c. Hasil uji deskriptif (tingkat kelengketan) ... 82 Lampiran 15a. Hasil uji hedonik warna, rasa, elastistas, dan kelengketan .. 83 Lampiran 15b. Hasil uji hedonik kekerasan ... 91 Lampiran 16. Hasil paired preference test……….……… 93 Lampiran 17. Hasil analisis kimia mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu

penggorengan selama 3 menit ... 94 Lampiran 18. Hasil analisis warna mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu

penggorengan selama 3 menit……… 95 Lampiran 19. Hasil analisis tekstur mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu


(15)

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan. Tingginya permintaan mi instan yang berkembang pesat di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen mi instan terbesar di dunia. Pada tahun 2003, dalam pemasaran produk mi instan, Cina menduduki tempat teratas dengan 44,3 milyar bungkus, Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus, dan Jepang sebanyak 5,4 milyar bungkus (Sawit, 2003). Indonesia tidak tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan terigu Indonesia dicukupi dari gandum impor. Indonesia menduduki peringkat 6 importir gandum dunia dengan total impor sebanyak 4,5 juta ton gandum

pada tahun 2009 (BPS, 2009).

Kedua hal diatas mendorong pemikiran untuk melakukan diversifikasi pangan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan beberapa daerah di Indonesia menggunakan jagung sebagai makanan pokok seperti masyarakat Madura dan Nusa Tenggara Barat. Pengembangan jagung sudah didukung oleh teknologi unggul yang mencakup budidaya tanam yang sederhana dan praktis, serta pengolahan pasca panen yang berorientasi pasar.

Pemilihan jagung sebagai bahan baku pada penelitian kali ini sejalan dengan rencana aksi peningkatan kemampuan produksi jagung nasional melalui program prioritas pemerintah, yaitu program ”Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK)”. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan produktivitas jagung periode 2000-2009 sekitar 0,80-4,18 ton/Ha tiap tahunnya. Swasembada jagung di Indonesia telah tercapai yang


(16)

2 ditunjukkan dengan 90 persen kebutuhan nasional sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan telah berhasil mengekspor jagung sebanyak 150 ribu ton pada tahun 2008 (Deptan, 2009).

Riset untuk pengembangan produk pangan berbasis jagung telah cukup lama dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Di antara penelitian yang cukup intensif adalah dalam pengembangan teknologi tepung jagung. Tepung jagung dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung (Kusnandar et al., 2008).

Tepung terigu dapat disubtitusi dengan tepung jagung hingga 35% dalam formula mi kering. Penggunaan campuran tepung terigu dengan tepung jagung dapat menghasilkan karakteristik adonan dan mi yang lebih baik dengan tekstur mi yang lebih kuat dan kenyal dibandingkan dengan mi yang terbuat dari 100% jagung. Kelebihan lain dari mi subtitusi adalah tidak memerlukan modifikasi proses, sehingga dapat diadopsi langsung oleh produsen mi dengan tidak memerlukan penambahan investasi dan perubahan aliran proses (Sigit, 2008).

Mi jagung juga dapat diproduksi dari 100% tepung jagung, namun memerlukan modifikasi proses, yaitu penambahan tahap proses pengukusan adonan sebelum pembentukan lembaran adonan. Hal ini untuk mengatasi masalah tidak adanya gluten dalam jagung yang diperlukan dalam pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang elastis. Selama ini, teknologi mi jagung baru dikembangkan untuk memproduksi mi jagung basah dan mi jagung kering. Perbedaan antara mi kering dan mi instan adalah pada proses pengeringan setelah pengukusan mi basah. Mi kering dikeringkan dengan oven, sedangkan mi jagung instan digoreng. Mi instan umumnya memiliki waktu pemasakan yang lebih pendek dibandingkan mi kering yaitu maksimal 4 menit (Sigit, 2008).

Merujuk berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung instan perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan dengan mengaplikasikan teknologi mi instan yang telah ada, tanpa perlu melakukan modifikasi proses.


(17)

3

B. TUJUAN DAN MANFAAT

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesetimbangan massa proses penepungan jagung; menentukan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi jagung instan sehingga menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang disukai oleh konsumen.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam aplikasi pembuatan mi jagung instan oleh industri pangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pembuatan mi dan mengurangi impor gandum.


(18)

A A. JAGUN J tanaman tanaman adalah ja gen dom berdasar sebagai t J endosper endosper jagung b Gam A tip cap, pelindun serangga tip cap a ini meru adalah b mengand

NG

Jagung (Zea

n semusim. M n jagung yai

agung yang minan dengan rkan gejala tanaman pro Jenis-jenis ja rma. Menuru rmanya terd berdasarkan k

mbar 1. Jenis (Dic

Anatomi jagu

germ, dan e ng endosperm

a, menahan a adalah bagia upakan jalur bagian dari b

dung vitami

II.

TINJA

a mays) ada Menurut Nob itu jagung h memiliki po n produktivi

heterosis d oduksi (Iriany agung dibag ut Dickerson diri atas pop

kandungan e

s jagung ber ckerson, 200

ung terdiri d endosperma ma dan bak air, dan men an tempat m r makanan d biji yang ak in dan mine

AUAN PU

alah tanama bel dan And hibrida dan

otensi hasil itas yang tin dengan men

y dan Andi, gi berdasark n (2003), Jen , flint, dent, endosperma

dasarkan kan 03)

dari empat ba . Kulit adal kal benih da ngurangi pro menempelnya dan air untuk kan tumbuh m

eral serta le

USTAKA

an serealia drizal (2003) jagung kom lebih tinggi ggi. Jagung nggunakan 2007). kan bentuk nis jagung b

flour, dan s

dapat diliha

ndungan end

agian pokok ah bagian y ari kerusaka ses penguap a biji pada to

k biji. Bagia menjadi tan emak yang

yang tergo terdapat du mposit. Jagu i karena mem

hibrida dike populasi ge

biji serta berdasarkan

sweet corn. at pada Gam

dosperma

k, yaitu kulit yang berfung an fisik serta pan air dari b

ongkol jagun an germ (ba aman baru. dibutuhkan 4 olong jenis a golongan ung hibrida miliki gen-embangkan enerasi F1 kandungan kandungan Jenis-jenis mbar 1. (perikarp), gsi sebagai a serangan biji. Bagian ng. Bagian akal benih) Bagian ini biji untuk


(19)

5 tumbuh. Bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari 80%) yang merupakan sumber pati dan protein yang dibutuhkan untuk mendukung germinasi (Jamin dan Flores, 1998). Struktur anatomi jagung dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Anatomi biji jagung (Geochembio, 2010)

Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati, yang berfungsi sebagai cadangan energi. Sel endosperma memiliki lapisan aleuron yang merupakan pembatas antara endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron menyelubungi endosperma dan lembaga. Dalam endosperma terdapat granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein. Endosperma jagung terdiri dari dua bagian, yaitu endosperma keras (horny endosperm) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras (Jamin dan Flores, 1998).

Jenis jagung semiflint (semi mutiara) lebih mudah dibuat tepung dibandingkan jagung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara mengandung endosperma lunak yang lebih banyak dibandingkan dengan endosperma keras (Jamin dan Flores, 1998).

B. TEPUNG JAGUNG

Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling


(20)

6 SNI 01-3727-1995. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji Jagung (75-80%) yang digiling menjadi tepung jagung. Bagian endosperma mengandung pati yang tinggi (sekitar 86%), protein (6%), lemak (1,73%), dan serat (3,2%). Kulit mengandung serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar (Juniawati, 2003)

Jagung yang sesuai untuk dibuat mi jagung adalah jagung kuning dari berbagai varietas yang mengandung amilosa 25-75%, seperti jagung srikandi, pioneer, dan jagung mutiara. Jagung putih (jagung pulut) kurang sesuai untuk dibuat mi jagung, karena mengandung amilopektin yang lebih tinggi sehingga membentuk tekstur mi yang lengket. Varietas jagung yang umum dipakai dalam proses pembuatan mi jagung adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21) memiliki umur panen 100 hari. Tepung jagung yang dihasilkan memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 1,73%. Kandungan lemak yang rendah disebabkan adanya proses degeminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan (Etikawati, 2007).

Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO, 2005) dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah karbohidrat dimana sebagian besar terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi manusia (Almatsier, 2003). Pati tersusun rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi becabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin

dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada 1,6-D-glukopiranosa, sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan


(21)

7 ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1998). Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan, tetapi umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa (Almatsier, 2003).

Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung

jagung kuning secara umum

Komposisi Kimia Varietas Pioneer 21* Jagung kuning**

Kadar air (%) 5,46 14,00

Kadar protein (%) 6,32 6,60

Kadar abu (%) 0,31 0,50

Kadar lemak (%) 1,73 2,80

Kadar karbohidrat (%) 86,18 76,10

Kadar Amilopektin (%) 43,52 -

Kadar Amilosa (%) 23,04 -

Kadar karoten (ppm) - 1,30

Retinol equivalen (ppm) - 0,21

Kadar serat larut (%) - 0,20

Kadar serat tidak larut (%) - 1,50

Total serat pangan (%) - 1,70

Keterangan: (-) tidak tercantum

Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005)

Tepung jagung yang diperlukan untuk produksi mi jagung adalah yang berukuran 100 mesh. Penggunaan tepung jagung dengan ukuran kurang dari 100 mesh akan menghasilkan mi jagung dengan tekstur yang kasar dan kehilangan padatan selama pemasakan yang lebih tinggi (Sigit, 2008).

Tepung jagung P-21 memiliki derajat Hue 82,65 yang berarti tepung jagung memiliki warna yellow red (Etikawati, 2007). Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen karoten dan beta karoten, jagung kuning umumnya mengandung karoten 1,3 ppm dan beta karoten antara 0,7 hingga 1,46 ppm (Howe dan Tanumihardjo, 2006). Jagung dengan varietas yang berbeda memungkinkan untuk memiliki kandungan karoten yang berbeda pula. Warna kuning dari tepung jagung akan menghasilkan mi jagung yang berwarna kuning alami.

Jenis protein pada tepung jagung berbeda dengan protein pada tepung terigu. Protein pada tepung terigu mengandung protein jenis gliadin dan glutenin yang bertanggung jawab dalam pembentukan gluten. Protein tepung


(22)

8 jagung lebih banyak mengandung protein zein (prolamin) dan glutelin. Gluten berperan dalam pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang kenyal dan elastis. Protein zein dan glutelin dari jagung tidak dapat membentuk gluten sebagaimana tepung terigu, sehingga kurang berperan dalam pembentukan kekenyalan dan elastisitas mi. Dengan perbedaan karakteristik antara protein terigu dan jagung tersebut, maka proses pembuatan mi jagung (terutama untuk mi yang dibuat dari 100% tepung jagung) agak berbeda dengan mi terigu yaitu dilakukan pengukusan adonan sebelum tahap sheeting

yang merupakan tahap pregelatinisasi sehingga antar pati jagung saling mengikat membentuk adonan yang kuat (Sigit, 2008).

C. MI JAGUNG

Mi jagung dari berbahan baku tepung jagung dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi kalendering dan teknologi ekstrusi. Teknologi kalendering merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan membentuk adonan menjadi lembaran terlebih dahulu. Teknologi ekstrusi merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan menggunakan ekstruder pasta (Sigit, 2008). Proses pembuatan mi jagung dengan pembentukan lembaran terdiri dari beberapa tahap yaitu pencampuran bahan, pengukusan adonan, grinding, sheeting, slitting, pengukusan mi, dan pengeringan.

Pembuatan mi jagung dengan teknologi kalendering diawali dengan pencampuran tepung jagung dengan larutan garam (1% garam dilarutkan dalam air) dan guar gum 1%. CMC, guargum, dan alginat dapat berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Dalam teknologi kalendering, untaian mi dibentuk dengan cara memotong lembaran adonan, sedangkan dalam teknologi ekstrusi, untaian mi dibentuk dengan menekan adonan mi ke dalam lubang-lubang kecil pada alat ekstruder.


(23)

9 Campuran ini kemudian dikukus pada kisaran suhu 90-100°C. Pengukusan menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi, sehingga terbentuk massa yang elastis dan kohesif setelah mixing.

Tahap selanjutnya adalah sheeting untuk pembentukan lembaran adonan. Pengepresan lembaran dilakukan bertahap dengan melewatkan adonan di antara roll pengepres sehingga didapatkan ketebalan 1.5mm. Lembaran ini kemudian dipotong menjadi untaian mi. Agar untaian mi tidak mudah patah, maka jumlah pati yang dipregelatinisasi harus cukup (>85%) karena pati yang berfungsi sebagai pengikat (Soraya, 2006). Selanjutnya untaian mi dimatangkan dengan pengukusan pada kisaran suhu 90-100°C dan diperoleh mi basah. Produksi mi kering dilakukan dengan cara pengeringan dengan oven pada suhu 60-70°C. Secara skematis, teknologi proses produksi mi jagung dapat dilihat pada Gambar 3.

Proses pengolahan mi basah jagung berbeda dengan proses pengolahan mi basah terigu karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan pengukusan adonan. Pengukusan dilakukan agar adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi. Terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam pembentukan adonan adalah protein, sedangkan pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan adalah pati.

Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi untuk menggantikan sebagian atau semua tepung terigu dalam produksi mi. Penggunaan tepung jagung dalam mi memiliki keunggulan, yaitu dapat mengurangi biaya bahan baku dan produksi, mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku terigu, dan memberikan keunggulan terhadap mi karena tanpa penggunaan pewarna sintetis dan adanya kandungan beta karoten. Hal ini berbeda dengan mi terigu dimana warna kuning dihasilkan oleh penambahan pewarna kuning tartrazin. Mi jagung yang dihasilkan dari 100% tepung jagung berwarna lebih kuning dibandingkan mi terigu atau mi subtitusi (Kusnandar et al., 2008). Penggunaan tepung jagung dalam mi dibatasi oleh karakteristik fungsional tepung jagung, yaitu kandungan protein gluten yang rendah dan tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang bertindak sebagai pengikat untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-cohesive


(24)

10 (Juniawati, 2003). Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual

Proses Kriteria Pengukuran

Mixing Adonan seragam; mampu menyerap air secara optimal

Sheeting Lembaran mi mudah dibentuk; permukaannya halus; tidak

bergaris-garis; dan tidak ada noda

Slitting Ukuran seragam dan sesuai; tersisir dengan baik; bentuknya

bagus

Steaming Memiliki derajat gelatinisasi yang baik; tidak lengket

Cooking Waktu pemasakan singkat; rendah cooking loss (kehilangan

padatan akibat pemasakan); teksturnya bagus Sumber: Hou dan Kruk (1998)

Gambar 3. Teknologi proses produksi mi jagung (Kusnandar, et al., 2008) Tepung jagung (70%)

MixingI (kering)

MixingII Air garam

Sheetingdan Slitting

Untaian mi

Pengukusan II

Penggorengan

Mie instan

Pengukusan

Grinding (pemadatan) Tepung terigu

Mixing Air

garam

Sheeting dan Slitting

Pengukusan

Mie basah Pengukusan

Pengeringan

Mie kering

Ekstrusi

Pengukusan

Mie basah Pengeringan

Mie kering Tepung jagung (30%)


(25)

11

D. MI INSTAN

Menurut SII (Standar Industri Indonesia) 1716-90, pengertian mi instan yaitu produk makanan kering dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diijinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh oleh air mendidih paling lama 4 menit. Sedangkan menurut SNI 01-3551-1996 mi instan memiliki pengertian mi dengan berbahan dasar tepung terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya dan dapat diberi perlakuan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya.

Proses pembuatan mi instan berbahan dasar terigu terdiri dari tujuh tahap utama. Tahap-tahap pembuatan mi instan antara lain penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam, mixing, pressing dan slitting, steaming,

frying, cooling, dan packing (Astawan, 2004) yang diuraikan sebagai berikut: 1. Penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam

Bahan-bahan yang akan dibuat adonan ditimbang sesuai proporsi masing-masung bahan dalam adonan. Larutan garam perlu dilarutkan di dalam air untuk mempermudah proses mixing. Persyaratan kualitas dari larutan garam adalah larutan homogen, tidak ada benda asing, tidak berbau, warna jernih, pH 9-11, umur larutan garam tidak lebih dari 24 jam.

2. Pencampuran (Mixing)

Mixing adalah proses pencampuran antara raw material (tepung terigu dan tepung tapioka) dengan larutan garam dalam suatu mixer yang dicampur secara homogen dalam waktu tertentu. Proses ini bertujuan untuk membentuk adonan dengan kadar air yang cukup dan mempunyai struktur gluten yang dapat membentuk adonan yang baik pada proses pengepresannya nantinya. Persyaratan kualitas untuk mixing adalah suhu maksimal mixing 37°C dengan kadar air adonan 32-34%.


(26)

12 3. Pembentukan lembaran dan pencetakan (sheeting dan slitting)

Tahap sheeting adalah tahap dimana adonan yang telah homogen dari dalam mixer menerima gaya tekan hingga membentuk lembaran adonan dengan ketebalan tertentu. Slitting adalah proses dimana lembaran adonan dipotong atau disisir membentuk untaian mi. Proses slitting

bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis serta dapat dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan dibentuk menjadi bergelombang.

4. Pemotongan (cutting)

Cutting adalah proses pemotongan untaian mi dengan ukuran tertentu. Proses cutting bertujuan untuk memotong untaian mi sesuai ukuran.

5. Pengukusan (steaming)

Steaming adalah proses pengukusan dari untaian mi setelah dipotong sesuai dengan ukuran tertentu dengan menggunakan uap air panas bersuhu 90-100°C. Proses steaming bertujuan untuk mematangkan mi sehingga terbentuk tekstur mi yang solid yang disebabkan oleh adanya gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang menyebabkan gelombang mi bersifat solid/tetap. Gelatinisasi yang sempurna akan menghasilkan tekstur mi yang lembut, lunak, dan elastis.

6. Penggorengan (frying)

Penggorengan adalah proses pengeringan dengan menggunakan minyak sebagai media. Proses penggorengan merupakan proses pengeluaran uap air yang tergantikan dengan minyak dalam keadaan terendam minyak dengan suhu 160°C dan waktu penggorengan selama 3 menit (deep frying). Penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar air di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinisasi (Astawan, 2004). Selama penggorengan terjadi penghilangan air dalam jumlah yang besar dan


(27)

13 penyerapan minyak ke dalam mi. Selain itu, penggorengan juga memberikan proses gelatinisasi tambahan pada pati. Oleh karena itu, selama proses penggorengan akan terjadi kehilangan bobot mi sekitar 30-32% (mi dalam kemasan biasa) dan 32-33% (mi dalam cup) (Kim, 1999).

7. Pendinginan dan pengemasan (Cooling dan Packaging)

Pendinginan mi dilakukan setelah mi melewati tahap penggorengan. Pendinginan dilakukan dengan hembusan udara atau kipas dalam lorong pendingin. Setelah tahap pendinginan, mi dikemas dan dikelim (sealing), lalu dikemas dengan menggunakan pengemas sekunder. Proses pendinginan harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi minyak karena suhu mi setelah digoreng cukup tinggi yaitu 140ºC. Setelah didinginkan, mi langsung dikemas (Kim, 1999).

E. PENGGORENGAN

Proses penggorengan memiliki arti proses dimana bahan makanan yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan yang digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan pangan yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam makanan (Blumenthal, 1996).

Proses penggorengan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sistem batch

merupakan sistem yang statis dan dalam ukuran kecil (kapasitas minyak yang digunakan sedikit, sekitar 8 hingga 28 liter) yang umumnya digunakan di restoran. Kategori penggorengan yang kedua yaitu sistem bed yang umumnya digunakan dalam industri (kapasitas produksi 250 hingga 25.000 kg produk/hari) (Moreira, 2003).


(28)

14 Teknik menggoreng dibagi menjadi dua tipe, yaitu teknik gangsa (pan frying/contact frying) dan teknik terendam (deep-fat frying). Teknik gangsa menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak. Teknik terendam merupakan proses penggorengan dengan bahan terendam seluruhnya oleh minyak sehingga seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan minyak dengan batas minyak minimal 2cm diatas permukaan produk (Moreira, 2003)

Proses penggorengan terendam terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian input dari ketel penggorengan yang terdiri dari minyak, bahan makanan yang digoreng dan panas, dan bagian output terdiri dari produk hasil goreng, uap panas, minyak, produk yang berminyak, dan remahan bahan makanan yang dapat disaring (Robertson, 1967). Skema aliran bahan dalam menggoreng terendam dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam (Moreira, 2003)

Proses penggorengan memiliki beberapa perbedaan dibandingkan proses memasak lainnya, sehingga menggoreng dirasakan lebih mudah dan praktis untuk dilakukan. Pematangan terhadap bahan pangan merupakan akibat dari terjadi transfer massa dan transfer panas selama proses penggorengan (Blumenthal, 1996). Hal-hal yang terjadi selama penggorengan antara lain:

Minyak dalam ketel

Panas

Uap yang dihasilkan dari lemak dan hasil sampingannya

Produk gorengan Uap

Penyaring Bahan

mentah


(29)

15 1. Penguapan air dari bahan pangan

Suhu permukaan produk meningkat. Penggorengan merupakan proses dehidrasi, yakni keluarnya air dan udara panas dari produk akibat adanya panas dari minyak.

2. Pemanasan produk sesuai temperatur yang diinginkan untuk mencapai karakteristik yang diinginkan.

3. Meningkatnya suhu permukaan produk untuk mencapai warna kecoklatan dan kerenyahan. Tingkat pencoklatan produk dan kerenyahan diakibatkan oleh perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama proses penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi lebih efektif ketika tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan minyak menjadi optimal dan minyak masuk ke dalam pangan bertukaran dengan air yang terkandung.

4. Perubahan dimensi produk. Produk dapat mengecil, membesar,

mengembang atau sama dengan ukuran sebelumnya. 5. Terjadi perpindahan lemak dari minyak ke produk.

6. Sistem penggantian minyak yang dipindahkan dari produk atau kelebihan minyak ke sistem penggorengan oleh produk.

7. Perubahan densitas dikarenakan minyak dengan densitas yang lebih kecil dibandingkan air bertukar tempat dengan air selama proses penggorengan.

8. Perubahan kimia minyak dan kemampuan mentransfer panas yang

berakibat terhadap kualitas produk (penyerapan minyak, tingkat pencoklatan produk, dan rasa).

Proses penggorengan dipengaruhi oleh panas, udara, dan kelembaban (kadar air). Proses pemanasan minyak pada suhu yang tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam minyak, seperti asam oleat dan linoleat. Terbentuknya flavor yang menyimpang sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama proses penggorengan (Gebhardt, 1996).


(30)

16

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Bahan-bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu jagung pipil varietas P-21 dari daerah Ponorogo, tepung terigu cakra kembar, dan minyak goreng. Bahan-bahan tambahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu guar gum, garam, baking soda, dan air.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan mi jagung instan adalah oven pengering, neraca analitik, disc mill,multi mill, tray dryer, steamer, deep-fat fryer, dan kain saring. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah oven pengering, penangas, termometer, jangka sorong, cawan alumunium, desikator, dan alat-alat gelas.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) pembuatan tepung jagung dari jagung pipil P-21, (2) pembuatan mi jagung instan, dan (3) analisis produk. Bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

1. Pembuatan Tepung Jagung

Pembuatan tepung jagung dilakukan dengan cara kering. Pembuatan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 6. Proses penepungan jagung dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: jagung pipil digiling dengan multi mill yang akan menghasilkan tepung kasar, grits, kulit ari, dan lembaga. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan multi mill dapat dilihat pada

Gambar 7. Pemisahan grits/tepung kasar dari kulit ari/lembaga dilakukan dengan cara perendaman jagung giling dalam air selama 2 jam. Selama perendaman, kulit ari dan lembaga menjadi terapung sehingga dapat dipisahkan.


(31)

17

Gambar 5. Bagan penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan

Pembuatan Tepung Jagung

Pembuatan mi jagung instan berdasarkan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10, 80:20, 70:30,

60:40, 0:100 (b/b))

Penggorengan mi jagung instan berdasarkan waktu penggorengan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit)

Analisis fisik dan kimia:

Cooking loss

Cooking time

Kadar air

Derajat pengembangan

Pertambahan berat

Mutu Organoleptik:

 Uji deskriptif

Uji rating hedonik

Paired preference test

Mi Jagung instan dengan mutu fisik dan kimia yang baik dan mutu organoleptikyang paling disukai

Analisis proksimat, tekstur, dan warna mi jagung instan Tepung Jagung

Data mutu adonan (kemudahan pembentukan adonan, kekompakan, dan elastisitas)

Mi jagung instan dengan kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan

Data mutu fisik, kimia, dan organoleptik mi jagung instan

Kandungan gizi, data tekstur dan warna mi jagung instan


(32)

18

Gambar 7. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan

multi mill

Kulit ari harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang tinggi kandungan lemaknya sehingga dapat membuat tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji

Jagung pipil P-21

Penggilingan I (multi mill)

Tepung jagung kasar

Pengayakan (100 mesh)

Tepung jagung halus (100 mesh)

Gambar 6. Pembuatan tepung jagung (Juniawati, 2003)

Grits Kotoran

Pencucian dan perendaman dalam air selama 2 jam

Pengeringan oven 40°C


(33)

19 jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar (Juniawati, 2003). Grits jagung basah dikeringkan dengan tray oven (40°C) hingga kadar air sekitar 17% kemudian digiling dengan menggunakan disc mill yang bertujuan untuk memperhalus ukuran grits jagung menjadi tepung. Jika kadar air terlalu tinggi, maka bahan akan menempel pada disc mill sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah maka endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan.

Tepung jagung yang dihasilkan masih berupa pencampuran antara tepung halus dan tepung kasar yang belum terpisahkan berdasarkan ukurannya. Hasil penggilingan kemudian diayak dengan menggunakan automatic siever

dengan ukuran 100 mesh sehingga menghasilkan tepung jagung yang halus dengan ukuran 100 mesh. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung jagung dengan menggunakan disc mill dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung jagung dengan menggunakan disc mill

2. Pembuatan Mi Jagung Instan

Pada tahap ini akan ditentukan rasio tepung terigu dan tepung jagung dan waktu penggorengan, meliputi tahapan formulasi produk dan pembuatan produk

a) Formulasi produk

Tahap formulasi merupakan tahap perancangan formula produk. Pada tahap ini dilakukan perhitungan persentase bahan agar dihasilkan produk mi jagung instan yang mendekati dengan mutu produk mi instan yang berbahan


(34)

20 dasar terigu. Formula mi jagung instan dibedakan berdasarkan rasio tepung terigu dan tepung jagung(90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)). Formula produk mi jagung instan basis 1 kg dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi produk mi jagung instan basis 1kg Bahan baku

(gram)

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Formula 4

Formula 5

Tepung jagung 100 200 300 400 1000

Tepung terigu 900 800 700 600 0

Air 400 400 400 400 500

Baking soda 3 3 3 3 -

CMC 10 10 10 10 10

Garam 10 10 10 10 10

Pada pembuatan mi jagung instan formula tepung jagung 100% terdapat perbedaan pada jumlah air yang ditambahkan dan tanpa penambahan baking soda. Hal tersebut berdasarkan pada penelitian Sigit (2008) yang menyatakan jumlah air (50%) yang ditambahkan dalam pembuatan mi jagung 100% akan menghasilkan tekstur mi yang kompak dan lembut. Baking soda tidak ditambahkan karena mi jagung akan terlalu mengembang dan memiliki cooking loss yang sangat besar.

b) Pembuatan produk

Pada tahap pembuatan mi jagung instan dilakukan pembuatan produk berdasarkan formula rancangan percobaan. Proses pembuatan mi jagung instan dengan substitusi tepung terigu pada umumnya melalui 5 tahap, yaitu meliputi pencampuran 1 (kering), pencampuran 2, sheeting, slitting, pengukusan, dan penggorengan. Tahap pembuatan mi jagung instan subtitusi tepung jagung (10, 20, 30, dan 40%) dan mi jagung instan 100% tepung jagung dapat dilihat pada


(35)

21 Pencampuran 1 (kering) bertujuan mengurangi risiko tidak meratanya bahan baku pada adonan. Pencampuran 2 bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan membentuk adonan. Guar gum berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Terdapat perbedaan proses pembuatan mi jagung instan subtitusi dengan mi jagung instan 100% yaitu pada proses pencampuran hanya dimasukkan tepung jagung sebanyak 70% sedangkan 30% tepung jagung akan dimasukkan pada tahap

grinding. Adanya dua bagian tepung jagung dikarenakan tepung jagung yang sebanyak 30% dimaksudkan agar dapat berfungsi sebagai pelapis adonan

Mixing I (kering)

Mixing II Air garam (garam 1% dan air 40% atau 50%*)

Sheeting dan Slitting

Untaian mi

Pengukusan

Penggorengan (1,2,3,4,5 menit)

Mie jagung instan

Tepung jagung (30%)* Tepung jagung

(10,20,30,40%)

Tepung terigu (90,80,70,60%)

Guar gum (1%) Baking

soda (0,3%)

Tepung jagung (70%)*

Pengukusan I*

Grinding (pemadatan adonan)*

Ket: *) merupakan proses yang dilakukan hanya pada pembuatan mi jagung instan 100%


(36)

22 sehingga adonan ketika digrinding tidak lengket. Pencampuran 1 dan pencampuran 2 menggunakan alat vary mixer. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan

Perbedaan lain proses pembuatan mi jagung instan subtitusi dengan mi jagung instan 100% yaitu pengukusan 1. Pengukusan 1 dimaksudkan sebagai tahap gelatinisasi awal sehingga adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi karena terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam pembentukan adonan adalah protein, sedangkan pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan adalah pati. Pengukusan 1 dilakukan pada suhu 90°C selama 15 menit. Apabila suhu pengukusan kurang dari 90°C maka adonan akan menjadi rapuh sedangkan apabila suhu lebih dari 90°C maka adonan akan menjadi lengket begitu pula dengan waktu pengukusan sehingga suhu dan waktu pada pengukusan 1 menjadi tahapan kritis. Tahap grinding dimaksudkan untuk memadatkan adonan sehingga menjadi adonan yang kuat dan menyatu. Proses

grinding pada adonan mi jagung 100% dapat dilihat pada Gambar 11.


(37)

23

Sheeting dilakukan dengan menggunakan sheeter dengan prinsip memberikan tekanan pada adonan secara berulang-ulang di antara dua roll logam sehingga adonan semakin menyatu dan kompak satu sama lain. Lembaran dibuat bertahap dari yang tebal sampai ke tipis dengan cara mengatur jarak roll semakin lama semakin kecil hingga ketebalan adonan sekitar 0,5mm. Proses sheeting adonan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Proses sheeting adonan

Slitting adalah proses dimana lembaran adonan dipotong atau disisir membentuk untaian mi. Proses slitting bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis serta dapat dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan dibentuk menjadi bergelombang. Proses slitting lembaran adonan mi dan untaian mi jagung yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13.

(A) (B)

Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi

jagung yang dihasilkan (B)

Pengukusan dilakukan pada kisaran suhu 100°C sekitar 15 menit. Pengukusan menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi, sehingga


(38)

24 menyebabkan terbentuknya massa yang elastis dan kohesif. Mi jagung yang telah dikukus dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Mi jagung yang telah dikukus

Tahap selanjutnya adalah penggorengan. Proses penggorengan menurut Blumenthal (1996), memiliki arti proses dimana bahan makanan yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan yang digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan pangan yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam pangan (Blumenthal, 1996). Penggorengan mi jagung instan dilakukan dengan menggunakan deep fat fryer. Proses penggorengan mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 15.


(39)

25 Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) yang disusun secara faktorial 5 X 5 dengan dua kali ulangan. Sebagai sumber keragaman adalahrasio tepung terigu dan tepung jagung (A) dengan lima taraf perlakuan (90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)) dan waktu penggorengan (B) dengan lima taraf perlakuan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit).

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan:

Yijk = respon yang terukur µ = rataan umum

Ai = pengaruh rasio tepung terigu dan tepung jagung pada taraf ke-i Bj = pengaruh waktu penggorengan pada taraf ke-j

(AB)ij = pengaruh interaksi antara tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf ke-i dan waktu penggorengan pada taraf ke-j.

εijk = galat percobaan untuk tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf ke-i dan waktu penggorengan pada taraf ke-j dari ulangan ke-k

3. Analisis Produk

Analisis mutu mi instan yang untuk pemilihan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan terdiri dari karakteristik adonan, mutu fisik, kimia, dan organoleptik. Analisis karakteristik adonan terdiri dari kemudahan pembentukan, elastisitas lembaran adonan, dan kekompakan adonan yang dinilai berdasarkan jumlah pengulangan sheeting pada tahap pertama dan kehalusan permukaan adonan secara visual.

Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi jagung instan terdiri dari (a) waktu rehidrasi (cooking time), (b) cooking loss, (c) pertambahan berat dan derajat pengembangan, (d) kadar air, dan (e) mutu organoleptik. Data waktu rehidrasi (cooking time), cooking loss, pertambahan berat, derajat pengembangan, dan kadar air selanjutnya dilakukan pengujian secara statistik menggunakan metode General Linier Method (GLM) pada


(40)

26 program Statistical Analysis System (SAS) untuk melihat pengaruh nyata dari interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan dari masing-masing parameter. Analisis fisik dan kimia untuk kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu

penggorengan terdiri dari (a) warna, (b) analisa tekstur, (c) kadar abu, (d) kadar protein, (e) kadar lemak, (f) kadar karbohidrat, (g) kadar serat kasar,

(h) pengukuran aktivitas air.

Standar mi instan yang diinginkan dengan karakteristik adonan yang kompak dan elastis, mi instan kering dengan kadar air kurang dari 10% (SNI 01-3551-2000), warna yang cerah, tekstur mi setelah dimasak tidak hancur, dan mi instan masak dengan kadar cooking loss kurang dari 15% (Hou dan Kruk, 1998), cooking time kurang dari 4 menit (SII 1716-90), derajat pengembangan ±125%, pertambahan berat lebih besar dari 225% dengan rasa, warna, kekerasan, elastisitas, dan kelengketan yang lebih disukai secara subjektif.

Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan diuraikan sebagai berikut:

a. Waktu rehidrasi optimum (cooking time) (Juniawati, 2003)

Waktu rehidrasi optimum diukur dengan cara merebus 5 gram sampel mi instan 5 cm di dalam 200 ml air mendidih. Mi diambil setiap 30 detik dan ditekan diantara dua batang gelas pengaduk. Waktu rehidrasi optimum tercapai ketika bagian tengah mi sudah terehidrasi sempurna yaitu sudah tidak ada warna putih pada bagian tengah mi.

b. Kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss) (Oh, et al., 1985)

Sebanyak 5 gram sampel yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam air mendidih (100˚C) selama waktu rehidrasi optimum, mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Segera setelah itu dipindahkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven 105˚C selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.


(41)

27 Perhitungan :

% Keterangan:

A = berat cawan + sampel setelah dikeringkan

B = berat cawan

Kam= kadar air mula-mula

Bsm = berat sampel mula-mula

c. Pertambahan berat dan derajat pengembangan (swelling power) (Pukkahuta et al., 2007)

Sebanyak 3 gram mi direbus dalam 40 ml air mendidih selama waktu rehidrasi optimum. Mi diangkat, ditiriskan, dan ditimbang. Perbandingan antara berat (W) setelah direhidrasi dengan sebelum direhidrasi (dalam persen) dinyatakan sebagai pertambahan berat karena rehidrasi. Sementara itu, pengembangan ditentukan dengan cara mengukur perbedaan diameter (D) mi yang sudah mengalami rehidrasi dengan mi yang belum mengalami rehidrasi (dinyatakan dalam persen).

Perhitungan :

Pertambahan berat % W rehidrasi

W x

Derajat pengembangan % D sebelum rehidrasi D sesudah rehidrasi d. Kadar air, metode oven (AOAC, 1995)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama 15-30 menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot  0,0003 gram).


(42)

28 Perhitungan :

Kadar air %bb W W

W x

Kadar air %bk W W

W x

e. Mutu organoleptik (Adawiyah et al., 2007)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskriptif, uji hedonik, dan

paired preference test. Panelis yang digunakan berjumlah 30 orang dengan latar belakang mahasiswa S1 Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Uji deskriptif digunakan untuk mengetahui karakter mi jagung instan dari segi tingkat kekerasan, tingkat elastisitas, dan tingkat kelengketan dibandingkan dengan mi terigu komersial secara subjektif. Sampel disajikan secara acak kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner uji deskriptif dapat dilihat pada

Lampiran 1. Penilaian dilakukan dengan tidak membandingkan antara sampel satu dengan yang lain. Skala deskriptif yang digunakan adalah skala garis mempunyai rentang 0-15cm. Selanjutnya dilakukan analisis paired t-test terhadap data sensori yang dihasilkan.

Uji hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap dua kombinasi kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan dari segi warna, rasa, elastisitas, kekerasan, dan kelengketan. Sampel disajikan secara acak kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 2. Penilaian dilakukan dengan tidak membandingkan antara sampel satu dengan yang lain. Skala hedonik yang digunakan adalah skala garis mempunyai rentang 0-15cm. Selanjutnya dilakukan analisis t-test terhadap data sensori yang dihasilkan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesukaan terhadap kedua sampel.

Paired preference test digunakan untuk mengetahui formula mi jagung instan yang lebih disukai oleh konsumen. Dua sampel disajikan secara acak kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada


(43)

29 lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner paired preference test dapat dilihat pada Lampiran 3.. Penilaian dilakukan dengan memilih satu sampel yang paling disukai. Kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan terpilih adalah mi jagung instan yang terbanyak dipilih oleh panelis. Mi jagung instan dengan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan selanjutnya akan dilakukan analisis mutu kimia dan fisik.

Analisis mutu fisik dan kimia kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan diuraikan sebagai berikut:

a. Warna mi instan, metode Hunter (Hutching, 1999)

Sebanyak 5 gram sampel ditempatkan pada wadah yang transparan lalu pengukuran menghasilkan nilai L, a, b dan °H. Nilai L digunakan untuk

menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 (hitam) sampai 100 (putih)). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a

(a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0-(-70)) untuk biru. Nilai Hue dikelompokkan sebagai berikut:

Red purple : Hue° 342-18 Green : Hue° 162-198

Red : Hue° 18-54 Purple : Hue° 306-342

Yellow Red : Hue° 54-90 Blue Purple : Hue° 270-306

Yellow : Hue° 90-126 Blue green : Hue° 198-234

Blue : Hue° 234-270 Yellow green : Hue° 126-162

b. Tekstur secara objektif (texture analyzer) (Sigit, 2008)

Tekstur mi yang terdiri atas kekerasan, kelengketan, daya kohesif, dan elastisitas diukur dengan menggunakan texture analyzer TA-XT2. Tiga parameter yang menentukan tekstur mi yaitu kekerasan, kelengketan, daya kohesif, dan elastisitas yang akan tercatat pada kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Gaya (gf) selama


(44)

30 periode tertentu (s) yang dibutuhkan untuk mengembalikan mi pada kondisi semula disebut dengan kelengketan. Gaya maksimum yang dapat memutuskan mi ketika ditarik pada sampel holder dinamakan elastisitas. Gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menekan mi (gf) dinamakan kekerasan.

Sebelum diukur mi direhidrasi dengan cara direbus di dalam air mendidih sesuai dengan waktu rehidrasi optimumnya. Mi ditiriskan dan diletakkan pada tempat contoh untuk di deformasi dengan probe silinder dengan kecepatan 1 mm per detik. Sebagai pembanding digunakan 1 sampel mi instan terigu komersial. Pengaturan Texture Profile Analyzer dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Pengaturan Texture Profile Analyzer

Parameter Setting

Pre test speed 2,0 mm/s

Test speed 0,1 mm/s

Post test speed 2,0mm/s

Rupture test speed 1,0 mm

Distance 75%

Force 100 g

Time 5 sec

Count 2

c. Kadar abu (AOAC, 1995)

Pinggan porselin pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3 gram ditimbang dalam pinggan tersebut, kemudian pinggan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400oC dan kedua pada suhu 5500C. Pinggan porselin yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Catatan: Sebelum pinggan porselin masuk kedalam tanur, sampel yang ada dalam pinggan porselin dibakar dulu pada pembakar sampai asapnya habis. Setelah itu, pinggan dapat dimasukkan ke dalam tanur.


(45)

31 Perhitungan :

Kadar abu % bb bobot sampel xbobot abu

d. Kadar protein metode Kjedahl-mikro (AOAC, 1995)

Sekitar 0,10 mg sampel (dibutuhkan sekitar 8 ml HCl 0,02N) ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2,0 ml H2SO4 ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel. Setelah itu, beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel kemudian labu Kjedahl didihkan selama 1 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan ± 5 ml air secara perlahan-lahan ke dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. labu Kjedahl yang isinya sudah dipindahkan ke dalam alat destilasi dicuci dan bilas 6 kali dengan 2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi.

Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan satu bagian metilen

blue 0,2% dalam alkohol) diletakan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3 kemudian ditambahkan 9 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung

kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml dan kemudian ditritasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Hal yang sama dilakukan untuk blanko.

Perhitungan:

Kadar N % HC HC N HC . Kadar protein % %N x Faktor Konversi


(46)

32

e. Kadar lemak (metode soxhlet) (AOAC, 1995)

Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Heksana dituang ke dalam labu lemak dan kemudian alat dirangkai. Refluks dilakukan selama 6 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan sisa pelarut heksana diangkat dan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Labu yang berisi lemak didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perhitungan :

Kadar lemak %bb W W x

f. Kadar karbohidrat (by difference) (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari persentase kadar persentase air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat ditentukan sebagai berikut :

Kadar karbohidrat %

% %bb K. air %K. abu %K. protein %K. lemak

g. Kadar serat kasar (AOAC, 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dihaluskan. Sampel yang telah halus diekstrak lemaknya menggunakan pelarut Petroleum Eter (PE). Sampel bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif kedalam erlenmeyer 200 ml. Setelah itu, H2SO4 mendidih ditambahkan kedalam erlenmeyer berisi sampel. Erlenmeyer diletakkan pada pendingin balik. Sampel dididihkan dalam erlenmeyer selama 30 menit dengan sesekali digoyang. Setelah selesai suspensi disaring dengan menggunakan kertas saring.

Residu yang tertinggal dicuci dengan air mendidih, pencucian dilakukan sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (pengujian dengan kertas lakmus). Residu secara kuantitatif dipindahkan dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan spatula. Sisa residu yang tertinggal pada kertas saring dicuci kembali dengan menggunakan NaOH mendidih sampai semua residu masuk semua ke dalam erlenmeyer.


(47)

33 Sampel dididihkan kembali dengan pendingin balik selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Sampel disaring kembali dengan kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu di kertas saring dicuci dengan menggunakan air mendidih kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1100C sampai berat konstan (1-2 jam). Setelah itu sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator, lalu sampel ditimbang.

Perhitungan:

Kadar serat kasar % W WW X Dimana:

W2 = berat residu dan kertas saring yang dikeringkan (gr) W1 = berat kertas saring (gr)

W = berat sampel yang dianalisis (gr)

h. Aktivitas air (aw) (AOAC, 1995)

Aktivitas air dari sampel diukur dengan menggunakan aw meter yang telah dikalibrasi dengan garam NaCl dengan nilai kelembabannya (RH) adalah 75%. Sampel dimasukkan kedalam chamber pada aw meter dan ditutup rapat. Pembacaan nilai aw dilakukan pada saat angka tidak berubah. Hal ini ditunjukkan oleh tulisan atau indikator pada aw meter yaitu complete test.


(48)

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

Pengamatan yang dilakukan pada pembuatan tepung jagung adalah perhitungan rendemen tepung jagung. Sebanyak 10 kg jagung pipil varietas Pioneer-21 melalui proses penepungan kering menghasilkan 3,04 kg tepung jagung 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan sebesar 30,40%. Bagian yang harus dipisahkan (lembaga, kulit ari, dan tip cap) sebesar 37,30% sedangkan tepung yang tidak lolos ayakan sebesar 30,30%. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 16.

B. PENENTUAN RASIO TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TERIGU,

SERTA WAKTU PENGGORENGAN DALAM PEMBUATAN MI JAGUNG INSTAN

1. Mutu Adonan Mi Jagung Instan

Mutu adonan mi yang baik harus cukup kuat, tidak melekat kembali ketika proses sheeting, dan tidak memiliki retakan-retakan/tonjolan-tonjolan (kekompakan adonan mi) pada lembaran adonan yang dihasilkan (Park dan Baik, 2004). Kandungan protein yang tinggi yang dapat membentuk struktur gluten yang sempurna hanya terdapat pada tepung terigu sehingga apabila dilakukan subtitusi dengan bahan baku lain pada adonan mi maka terdapat kemungkinan adonan yang dihasilkan pun akan memiliki karakteristik yang berbeda (Zhao dan Seib, 2005).

Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula dapat dilihat pada Tabel 5. Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang sangat elastis diperkirakan karena kandungan protein yang tinggi (12%) dari tepung terigu yang ditambahkan. Kandungan protein tepung berkolerasi positif pada kandungan gluten dan elastisitas mi. Semakin tinggi

kandungan gluten pada adonan maka adonan akan semakin elastis (Ross et al., 1997).


(49)

35

Gambar 16. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung

Penggilingan II (discmill)

Grits jagung yang terbuang (0,2 kg/ 2,00%)

Pengayakan (100 mesh) ayakan (3,03 kg/ Tepung tak lolos 30,30%) Tepung kasar

(6,07kg/60,70%)

Tepung jagung (3,04 kg/30,40%) Jagung kering pipil

(10kg)

Penggilingan I (multimill)

Grits, lembaga, tip cap, kulit ari yang

terbuang (0,25 kg/2,50%)

Grits, lembaga, tip cap, kulit ari (9,75 kg/

97,50%)

Pencucian, perendaman, dan pengeringan

Lembaga, tip cap, kulit ari (3,48 kg/ 34,80%)

Grits jagung (6,27 kg/62,70%)


(50)

36

Formula

Kemudahan pembentukan

adonan

Pengulangan

sheeting adonan tahap pertama

Tingkat elastisitas

adonan

Tingkat kekompakan

adonan Terigu:jagung

(90:10) Sulit 9-10 kali Sangat

elastis

Agak tidak kompak Terigu:jagung

(80:20) Agak sulit 7-8 kali

Agak elastis

Agak kompak Terigu:jagung

(70:30) Agak mudah 5-6 kali

Agak tidak

elastis Kompak Terigu:jagung

(60:40) Agak mudah 5-6 kali

Agak tidak

elastis Kompak Terigu:jagung

(0:100) Sulit 9-10 kali Tidak elastis

Tidak kompak

Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang memiliki banyak tonjolan (tidak kompak) karena protein gliadin dan glutenin berinteraksi membentuk struktur gluten melalui jembatan disulfida oleh sistein yang terdapat pada molekul protein yang dapat dilihat pada

Gambar 17. Jembatan disulfida membentuk struktur gluten dengan pola yang tidak teratur dan mengalami pelipatan (Fennema, 1996). Oleh karena itu, dilakukan proses sheeting yang bertujuan membuat struktur gluten menjadi searah dan teratur dengan arah sheeting. Namun, proses sheeting hanya untuk meminimalkan pelipatan struktur gluten akibat jembatan disulfida dan tidak sempurna sehingga permukaan lembaran adonan tidak rata dengan adanya struktur gluten yang melipat (Fu, 2007). Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang sulit dibentuk karena sifat elastisitas adonan membuat adonan terus menerus berlubang pada proses sheeting

pertama kali.

Gambar 17. Glutenin dan gliadin dalam pembentukan gluten melalui jembatan disulfida (Crockett, 2009)

Jembatan disulfida


(51)

37 Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (80:20 (b/b)) memiliki karakteristik adonan yang agak elastis dan agak kompak. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan penggunaan tepung terigu sebanyak 10% pada adonan mi memberikan dampak pada tingkat elastisitas adonan. Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) yang kompak dan agak elastis diperkirakan karena jumlah tepung jagung yang cukup banyak ditambahkan dalam formula.

Karakteristik adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (60:40 (b/b)) tidak memiliki perbedaan dengan karakteristik adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)). Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 dan 70:30 (b/b)) dapat dilihat pada Gambar 18.

(A) (B)

Gambar 18. Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung

jagung (90:10 <A> dan 70:30 <B> (b/b))

Kesulitan pembentukan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (0:100 (b/b)) karena pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan adalah pati. Pengukusan 1 dan grinding menjadi tahapan penentu mutu adonan tersebut. Pengukusan 1 berfungsi sebagai pregelatinisasi sehingga antar pati jagung saling mengikat dan grinding untuk memadatkan adonan sehingga terbentuk adonan yang kuat dan menyatu. Adonan yang tidak elastis diperkirakan karena karakteristik protein tepung jagung yang tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang dapat membentuk struktur gluten. Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (0:100 (b/b)) tidak kompak karena tidak meratanya penyerapan air pada pati jagung (Sigit, 2008).


(52)

Pe jagung su semakin terdapat p dan terbe 2. Mutu a. Cooki D tepung te Lampira waktu pe seperti ya pada mi dan 0:10 cooking t jagung ( menunjuk cooking dengan p yang lebi dipenetra membuat Gambar 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 Co oki n g   ti me   (me n it )

enggunaan f ubtitusi sem

banyak tepu pada adonan entuknya jem

u Fisik dan K

ing time mi

ata cooking

erigu dan tep

an 4. Interak enggorengan ang disajika

dengan rasi 0 (b/b)) pad

time mening 70:30 (b/b) kkan tidak

time melain penggunaan t ih kuat kare asi oleh pan t tekstur sem

r 19. Cookin tepung 4,0 4,5 4,0 0

3,5 3,0 0 0 0 0 0 0 1 W formulasi se makin elastis

ung terigu k n. Kandung mbatan disulf

Kimia Mi J jagung inst g time mi ja pung jagung ksi antara ra n berpengar an pada Lam

o tepung ter da waktu p gkat. Sedang ) memiliki

hanya wak nkan rasio t tepung terig ena mengand nas dan wak makin keras.

ng time mi ja g terigu dan t

4

,0 4,0 4,0 4,5 4,0 4,0 40

3,5

2 3

Waktu penggo

eperti pada p s, sulit dibe karena semak gan gluten b

fida (Ross et

agung Insta tan

agung instan g dengan wa asio tepung ruh nyata (

mpiran 5. G

rigu dan tep enggorengan gkan mi deng nilai cooki

ktu penggor terigu dan t gu yang lebih

dung lebih b ktu penggor agung instan tepung jagun 3,5 3,5 4 ,0 3,5 4,5 4,5 3,5 3,5

3 4

orengan (men

penelitian in entuk, dan kin tinggi k berbanding l

t al., 1997; F

an

n berbagai k aktu penggo terigu dan (P<0,05) te

Gambar 19

pung jagung n yang sem gan rasio tep

ing time ya rengan yang tepung jagu h banyak me banyak glute rengan yang

dengan berb ng dengan w

4,5 4,0 3, 0 4,0 , 3,5 5 nit) ni membuat tidak komp kandungan g lurus dengan Fennema, 19

kombinasi a orengan disa tepung jagu erhadap Coo

. menunjukk g (90:10, 80 makin lama pung terigu d ang menuru g berperan ung juga ber enghasilkan en sehingga g semakin bagai kombi waktu penggo Terigu:jagung Terigu:jagung Terigu:jagung Terigu:jagung Terigu:jagung 38 adonan mi pak dengan gluten yang n elastistas 996). antara rasio ajikan pada ung dengan oking time kan bahwa :20, 60:40, maka nilai dan tepung un. Hal itu

pada nilai rperan. Mi tekstur mi lebih sulit lama akan inasi rasio orengan

g (90:10) g (80:20) g (70:30) g (60:40) g (0:100)


(53)

39 Berdasarkan tahap penyeleksian kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berdasarkan cooking time, terdapat 5 dari 25 formula yang ditolak. Formula yang ditolak karena nilai

cooking time lebih dari 4 menit yaitu selama 4,5 menit.

b. Cooking loss mi jagung instan

Nilai cooking loss yang diinginkan adalah yang relatif kecil. Semakin rendah nilai cooking loss menunjukkan bahwa mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen (Hou dan Kruk, 1998). Data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan disajikan pada Lampiran 6.

Interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap Cooking loss seperti yang disajikan pada Lampiran 7.Gambar 20. menunjukkan bahwa mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30, 60:40, dan 0:100 (b/b)) pada waktu penggorengan yang semakin lama memiliki nilai cooking loss yang semakin rendah. Proses penetrasi panas pada suhu tinggi (>150°C) dengan waktu yang lebih lama dapat menyebabkan meningkatnya kekompakan dan ikatan antar partikel pati jagung (Sigit, 2008). Sedangkan pada mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 dan 80:20 (b/b)) pada waktu penggorengan yang semakin lama memiliki nilai cooking loss semakin besar dikarenakan karakteristik pati gandum membentuk ikatan yang kuat ketika tidak mengalami perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi. Waktu pengorengan yang semakin lama membuat pati gandum menerima perlakuan pemanasan yang semakin lama pula pada suhu tinggi sehingga tekstur mi menjadi berongga dan ikatan antar pati gandum pecah (Park dan Baik, 2004).

Mi jagung instan dengan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (0:100 (b/b)) memiliki nilai cooking loss yang besar karena kurang optimumnya matriks pati jagung tergelatinisasi dalam mengikat pati yang tidak tergelatinisasi (Kusnandar et al., 2008). Berdasarkan tahap penyeleksian kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berdasarkan cooking loss, terdapat 7 dari 25 formula yang ditolak. Formula yang ditolak karena nilai cooking loss lebih dari 15%.


(1)

 

T-TEST

GROUPS = Formulasi(1 2) /MISSING = ANALYSIS

/VARIABLES = Hedonik_kekerasan /CRITERIA = CI(.95) .

T-Test

Group Statistics

30 4,1667 1,44158 ,26320 30 6,1033 2,15494 ,39344 Formulasi

F33 F34 Hedonik_kekerasan

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

6,568 ,013 -4,091 58 ,000 -1,93667 ,47335 -2,88419 -,98914

-4,091 50,625 ,000 -1,93667 ,47335 -2,88714 -,98620 Equal variances

assumed Equal variances not assumed Hedonik_kekerasan

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means


(2)

 

Lampiran 16. Hasil paired preference test

Panelis Pilihan F33 F34

1  √ 

2  √ 

3  √ 

4  √ 

5  √ 

6  √ 

7  √ 

8  √ 

9  √ 

10  √ 

11  √ 

12  √ 

13  √ 

14  √ 

15  √ 

16  √ 

17  √ 

18  √ 

19  √ 

20  √ 

21  √ 

22  √ 

23  √ 

24  √ 

25  √ 

26  √ 

27  √ 

28  √ 

29  √ 

30  √ 


(3)

 

Lampiran 17. Hasil analisis kimia mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit a. Kadar abu

U  Ua  berat cawan  kosong 

berat  sampel

berat 

abu+cawan  selisih 

kadar  abu(%bb) 

Rata‐ rata  SD  U1  1  18,6978  3,0000 18,7469 0,0491 1,6367 

1,64  0,01 U1  2  19,1846  3,0011 19,2340 0,0494 1,6461 

U2  1  15,8369  3,0008 15,8858 0,0489 1,6296  U2  2  19,4163  3,0002 19,4655 0,0492 1,6399  b. Kadar protein

U  Ua 

berat  sampel 

(mg) 

ml HCl  sampel

ml HCl 

blanko N HCl  N (%)  % (bb) 

Rata‐ rata  SD  U1  1  0,102  6,2 0,2 0,0204 1,6808 10,505 

10,51  0,02 U1  2  0,1002  6,1 0,2 0,0204 1,6825 10,5157 

U2  1  0,1004  6,1 0,2 0,0204 1,6792 10,4948  U2  2  0,1034  6,3 0,2 0,0204 1,6857 10,5357         

c. Kadar lemak U  Ua  berat 

sampel (g) 

berat cawan  kosong (g) 

berat labu  lemak (g) 

lemak  (g)  Kadar  lemak  (%bb)  Rata‐ rata  SD  U1  1  2,0002  95,2364 95,4401 0,2037 10,1840 

10,14  0,03 U1  2  2,0006  94,6589 94,8614 0,2025 10,1220 

U2  1  2,0007  92,2462 92,4489 0,2027 10,1315  U2  2  2,0012  97,2724 97,4753 0,2029 10,1389 

d. Kadar serat kasar U  Ua  Berat 

sampel (g) 

Berat kertas  saring (g) 

Berat kertas  saring + residu 

Serat  (g) 

Kadar  serat(%bb) 

Rata‐ rata  SD  U1  1  2,0005  0,2305 0,2601 0,0296 1,4796 

1,48  0,01 U1  2  2,0001  0,2255 0,2553 0,0298 1,4899 

U2  1  2,0008  0,2311 0,2606 0,0295 1,4744  U2  2  2,0001  0,2322 0,2618 0,0296 1,4799 


(4)

 

e. Aw

Sampel  Ulangan  Ulangan 

analisis  Aw  T (°C) 

Rata‐ rata Aw 

Rata‐rata 

T (°C)  SD Aw  Mi 

jagung  instan 

U1  1  0,586  29,1 

0,588  29,1  0,001  U1  2  0,589  29,1 

U2  1  0,588  29,1  U2  2  0,589  29,1  Mi instan 

komersial 

U1  1  0,540  29,1 

U1  2  0,543  29,1  0,542  29,1  0,002         

 

Lampiran 18. Hasil analisis warna mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit

Sampel  Rata‐ rata L 

Rata‐ rata a 

Rata‐ rata b 

Rata‐ rata  Hue 

Warna  Mi jagung instan 

ulangan 1  62,64  4,12  33,68  83,15

Yellow‐ red  Mi jagung instan 

ulangan 2  67,61  3,34  35,32  84,65

Yellow  red  Mi instan 

komersial  74,10  ‐2,57  33,71  94,30 Yellow 

              

Lampiran 19. Hasil analisis tekstur mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan

tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit         

  Gambar 29. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 1  


(5)

 

Penekanan 1

Kekerasan : 2433,1 gf; 18,535 s; 1,852 mm L1 : 1,852 mm

Area 1 (A1) :1,675E+004 gs -127,3 gf; 22,387 s; 1,475 mm Penekanan 2

L2 : 1,005 mm

Peak force +: 2024,7 gf; 60,675 s; 1,852mm Area 2 (A2): 4146 gs

Elastisitas = L2/L1 = 0,5426 gs Daya kohesif = A2/A1 = 0,2475 gs Kelengketan = -127,3 gf

 

        Gambar 30. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 2

       Penekanan 1

Kekerasan : 2881,0 gf; 17,410 s; 1,740 mm L1 : 1.740 mm

Area 1 (A1) :1.746E+004 gs -153.8 gf; 21.6055 s; 1.322 mm Penekanan 2

L2 : 0.9460 mm

Peak force +: 2406.0 gf; 57.2355 s; 1.740mm Area 2 (A2): 4523 gs

Elastisitas = L2/L1 = 0,5437 gs Daya kohesif = A2/A1 = 0,2590 gs


(6)

 

Kelengketan = -153,8 gf

 

Gambar 31. Profil tekstur mi instan komersial Penekanan 1

Kekerasan : 2803,6 gf; 15,313 s; 1,530 mm L1 : 1,530 mm

Area 1 (A1) :1,026E+004 gs -51,30 gf; 16,605 s; 1,403 mm Penekanan 2

L2 : 0,898 mm

Peak force +:2342,4 g; 50,940 s; 1,530 mm Area 2 (A2): 4373 gs

Elastisitas = L2/L1 = 0,5869 gs Daya kohesif = A2/A1 = 0,4262 gs Kelengketan = -51,30 gf