Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Pati Singkong dan Bubur Instan Pati Resisten Singkong

(1)

IMA KARIMAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRACT

IMA KARIMAH. Glycemic Index Values of Instant Porridge Prepared from Cassava Starch and Cassava Resistant Starch. Under Direction of RIMBAWAN.

Resistant starch is a starch that indigestible by enzymes. Resistant starch has health benefits effect, one of which has a slow effect in increasing level of glucose in the blood. Several researchs have shown association between resistant starch content in foods with glycemic index. The objective of this study is to observe the glycemic index value of foods prepared from cassava starch and cassava resistant starch. Cassava resistant starch was made using one and three autoclaving-cooling cycles. Four instan porridges were used in this study namely cassava starch porridge, cassava modification starch prepared using one autoclaving-cooling cycle (one cycle) porridge, cassava modification starch prepared using three autoclaving-cooling cycle (three cycle) porridge, and cassava modification starch porridge with added protein and fat from soy protein isolate, vegetable oil, and eggwhite. The results of analyses showed that resistant starch content of cassava starch porridge, one cycle cassava modification starch porridge, three cycle cassava modification starch porridge, and cassava modification starch porridge with added protein and fat were 4.46% db, 7.09% db, 8.00% db and 5.09% db respectively while the in vitro starch digestibility of those porridges were 83.76% db, 77.94% db, 76.63% db, and 79.32% db respectively. Glycemic index value of cassava starch porridge, one cycle cassava modification starch porridge, three cycle cassava modification starch porridge, and cassava modification starch porridge with added protein and fat were 97.74, 93.69, 106.09, and 93.96 respectively. All porridges can be classified as high index glycemic index food product. Statistical test showed that resistant starch manufacturing process does not affect the glycemic index value (p>0.05).


(3)

Instan Pati Resisten Singkong. Dibimbing oleh Dr. RIMBAWAN.

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi sumber energi bagi tubuh selain protein dan lemak. Penemuan Profesor. Dr. Jenkins tahun 1981, menunjukkan bahwa tidak semua pangan sumber karbohidrat diketahui memiliki efek yang sama dalam kecepatan meningkatkan kadar glukosa darah. Konsep ini dikenal dengan indeks glikemik pangan, yaitu kemampuan pangan dalam meningkatkan kadar glukosa darah.

Proses pengolahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan. Modifikasi pati merupakan salah satu bentuk pengolahan pangan sumber karbohidrat. Pembuatan pati resisten merupakan contoh proses modifikasi pati. Pati resisten merupakan produk hasil pengolahan pati yang mempunyai efek fisiologis bagi kesehatan, salah satunya mempunyai efek hipoglikemik (Sajilata et al. 2006).

Singkong merupakan pangan lokal yang banyak terdapat di Indonesia. Pati merupakan bagian terbesar dalam umbi-umbian termasuk singkong. Pemanfaatan pati singkong sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan masih jarang dilakukan sehingga pati singkong berpotensi untuk dijadikan pati resisten yang mempunyai manfaat bagi kesehatan. Menurut Sajilata et al. (2006), pati resisten dapat diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan. Oleh karena itu, pati resisten singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan makanan, termasuk makanan instan seperti bubur. Kandungan pati resisten yang meningkat pada bubur instan pati resisten diharapkan dapat menurunkan nilai indeks glikemik pangan tersebut ketika telah dikonsumsi.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai indeks glikemik bubur instan pati resisten singkong. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah (1) Mempelajari pembuatan pati resisten dari pati singkong serta produk bubur instan hasil olahannya; (2) Menganalisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, pati resisten, dan daya cerna pati in vitro bubur instan; dan (3) Menganalisis nilai indeks glikemik bubur instan berbahan dasar pati singkong.

Desain yang digunakan adalah experimental study. Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2011 di Kampus IPB, Darmaga, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium SEAFAST CENTRE IPB, Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Analisis Zat Gizi, serta Teaching Cafetaria, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan dan alat untuk membuat pati resisten, bubur instan, dan untuk analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, pati resisten, dan daya cerna pati in vitro pada bubur instan. Alat yang digunakan untuk mengukur respon glukosa darah subjek dalam penelitian ini adalah Glukometer One Touch Ultra.

Penelitian pendahuluan terdiri dari pembuatan pati resisten singkong, pembuatan bubur instan, analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, pati resisten, dan daya cerna pati in vitro bubur instan. Penelitian utama yaitu pengukuran indeks glikemik bubur instan berbahan dasar pati resisten singkong. Ada empat bubur yang ditentukan nilai indeks glikemiknya, yaitu bubur instan pati singkong, bubur instan pati resisten singkong


(4)

iv

1 siklus, bubur instan pati resisten singkong 3 siklus, serta bubur instan pati resisten singkong 1 siklus yang diperkaya dengan tepung emulsi mengandung isolat protein kedelai, putih telur, dan minyak nabati (bubur formula tepung emulsi). Pengukuran indeks glikemik ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu perekrutan dan pemilihan subjek penelitian (tes kesehatan), pemberian pangan acuan berupa glukosa murni kemudian pangan uji berupa bubur instan kepada subjek, serta pengambilan sampel darah subjek untuk diukur kadar glukosanya.

Data yang diperoleh diolah secara deskriptif, ditabulasikan dan disajikan dalam bentuk rata-rata. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excell 2007dan SPSS 16.0 for Windows. Analisis sidik ragam yang digunakan adalah One Way ANOVA.

Bahan baku pati singkong yang digunakan adalah pati singkong komersial merek X. Modifikasi pati singkong menjadi pati resisten dalam penelitian ini menggunakan metode autoclaving-cooling (pemanasan dan pendinginan). Pembuatan pati resisten singkong dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 1 siklus dan 3 siklus.

Hasil analisis kadar air bubur yang tertinggi yaitu pada bubur pati singkong (9.64% bk), sedangkan yang terendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus (6.97% bk). Bubur formula tepung emulsi memiliki kadar abu tertinggi (1.98% bk), sedangkan kadar abu terendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus (0.79% bk). Bubur formula tepung emulsi memiliki kadar lemak tertinggi (2.34% bk), sedangkan bubur pati singkong memiliki kadar lemak yang terendah yaitu 0.94% bk. Hasil analisis kadar protein yang tertinggi yaitu pada bubur formula tepung emulsi (17.45% bk), sedangkan yang terendah yaitu pada bubur pati singkong (0.24% bk).

Kadar karbohidrat by difference tertinggi yaitu pada bubur pati singkong (97.25% bk), sedangkan yang terendah pada bubur formula tepung emulsi (80.57% bk). Bubur pati singkong memiliki kadar total pati tertinggi (85.44% bk), sedangkan bubur formula tepung emulsi memiliki kadar total pati terendah (44.7% bk). Kadar amilosa tertinggi yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus (25.25% bk), sedangkan yang terendah pada bubur formula tepung emulsi (11.33% bk). Kadar amilopektin tertinggi yaitu pada bubur pati singkong (60.64% bk), sedangkan yang terendah yaitu bubur formula tepung emulsi (33.32% bk).

Hasil analisis kadar serat total yang tertinggi yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus (7.50% bk), sedangkan yang terendah pada bubur pati singkong (1.17% bk). Bubur pati resisten singkong 3 siklus memiliki kadar pati resisten tertinggi (8.00% bk), sedangkan bubur pati singkong memiliki kadar pati resisten terendah (4.46% bk). Daya cerna pati bubur yang tertinggi yaitu pada bubur pati singkong (83.76% bk), sedangkan yang terendah pada bubur pati resisten singkong 3 siklus (76.63% bk). Pengolahan pati singkong menjadi pati resisten singkong dapat meningkatkan kadar pati resisten dan menurunkan daya cerna patinya.

Nilai indeks glikemik keempat bubur instan tergolong tinggi. Nilai indeks glikemik bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi, yaitu 97.74, 93.69, 106.09, dan 93.96. Proses pengolahan pati singkong menjadi pati resisten singkong dapat menurunkan nilai indeks glikemiknya pada bubur pati resisten singkong 1 siklus dan bubur formula tepung emulsi. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa pembuatan pati resisten tidak mempengaruhi nilai indeks glikemiknya (p>0.05).


(5)

IMA KARIMAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

6

Judul : Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Pati Singkong dan Bubur Instan Pati Resisten Singkong

Nama : Ima Karimah

NRP : I14070038

Disetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Rimbawan NIP.19620406 198603 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP.19621218 198703 1 001


(7)

hidayah yang senantiasa dilimpahkan-Nya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Pati Singkong dan Bubur Instan Pati Resisten Singkong” sebagai syarat memperoleh

gelar Sarjana Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Selama penulisan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak baik bantuan moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:

1. Kedua orang tua (Papap dan Mamah) yang senantiasa memberikan dukungan kekuatan, kasih sayang, perhatian, finansial, dan doa yang tulus kepada penulis yang tidak henti-hentinya selama ini.

2. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, serta motivasi yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Kementrian Pendidikan Nasional (DIKTI) atas dana hibah penelitian PKM. 4. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar yang telah

memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Leily Amalia Furqon, STP, MS selaku dosen penguji skripsi atas segala koreksian dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

6. Para laboran Departemen Gizi Masyarakat, Bapak Mashudi, Ibu Ir. Titi Riani, M.Biomed, Ibu Khusnul Rizqywati, B.Sc, Ibu Nina, Bapak Basri yang senantiasa memberikan bantuan, kesediaan untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. Bapak Nurwanto, Bapak Ias, Ibu Ari, Ibu Rubiah yang bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.

8. dr. Naufal Muharram yang telah membantu dalam pengukuran kadar glukosa darah subjek.

9. Caesar Laine Anggi, seorang sahabat, teman seperjuangan penulis yang senantiasa memberikan dorongan semangat, membantu dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih sobat engkau telah hadir dalam suka maupun duka penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10. Imas Septiani, Zahra Zuwita, dan Bayu Maulana teman seperjuangan penulis serta Kak Yoghatama Cindya Zanzer, terimakasih telah


(8)

viii

memberikan dorongan semangat, menyediakan waktunya untuk berbagi ilmu maupun membantu dalam penelitian.

11. Rekan-rekan yang bersedia menjadi relawan dalam pengujian indeks glikemik (Ibnu, Triko, Alna, Rohadi, Asep, Gita, Fanissa, Nining, Yusti, Zahra), terimakasih banyak telah bersedia menyumbangkan darahnya, tetes demi tetes darah kalian semua sangat berarti dalam penelitian ini.

12. Frida Agustiani, Erin Roslina, Ida Parida, Risma Junita yang telah membantu dalam penelitian maupun dorongan semangat dan doa selama penyusunan skripsi ini.

13. Resta Tatiyana, Eka Praditya Juniar, Early Fajarina sahabat yang senantiasa memberikan dorongan semangat selama penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.

14. Rekan-rekan seperjuangan penelitian di laboratorium Adiarti Nursasanti, Panji Azahari, Mahmud Aditya Rifki, Lina Agestika, Mia Srimiati, dan Rahmi Khalida atas dukungan dan kerjasamanya.

15. Rekan-rekan satu bimbingan Fatma Silviani, Titien Dwi Ariyanti, dan Waldemar Bastian untuk dukungan dan kekompakannya.

16. Rekan-rekan GM 44 terimakasih atas doa dan dukungan kalian semua. Kalian semua adalah sahabat terbaik yang tidak akan penulis lupakan. 17. Adik-adikku GM 45 Nazif Gifari, Eko, Adi, terimakasih telah membantu dalam

penelitian ini.

18. Tidak lupa adik-adikku Cecep, Ayang, Cici kalian hadir memberikan semangat di kala kakaknya sedang dalam kesulitan pada saat melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini, terimakasih atas kasih sayangnya selama ini.

19. Semua pihak yang mendukung. Semoga semua pengorbanan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Namun, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,

menambah keragaman ilmu pengetahuan terutama mengenai indeks glikemik. Bogor, September 2011


(9)

anak pertama dari empat bersaudara pasangan Kartiwa dan Eti Megawati. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu taman kanak-kanak TK Sejahtera Kecamatan Banjarsari, Ciamis (1994-1995), Sekolah Dasar Negeri di SDN Cakra Wijaya Kusumah, Kecamatan Banjarsari, Ciamis (1995-2001), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP N 1 Banjarsari, Ciamis (2001-1004), kemudian melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Ciamis (2004-2007). Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam berbagai kegiatan antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB tahun 2007/2008, anggota Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman 2007, dan anggota Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI). Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan di dalam kampus, beberapa diantaranya MPKMB Patriot 45 2008, Gebyar Nusantara IPB 2008, Nutrition Fair 2009, Seminar Keprofesian Gizi 2009, dan berbagai kegiatan intra kampus lainnya.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga pernah menjadi tenaga pendamping Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) pada tahun 2010, peserta program kreativitas mahasiswa (PKMP) yang didanai DIKTI tahun 2011, dan menjadi pengajar di PRIMAGAMA Darmaga tahun 2011. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pada tahun 2011, penulis pernah melaksanakan Internship Dietetik di RSUD Ciawi Kabupaten Bogor. Pada tahun 2008 dan 2011 penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).

Penulis melakukan peneliian pada tahun 2011 sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dengan judul NILAI INDEKS GLIKEMIK BUBUR INSTAN PATI SINGKONG DAN BUBUR INSTAN PATI RESISTEN SINGKONG dibawah bimbingan Dr. Rimbawan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Tujuan Umum ... 3

Tujuan Khusus ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Singkong ... 4

Pati ... 5

Amilosa ... 5

Amilopektin ... 6

Pati Singkong ... 6

Modifikasi Pati Secara Fisik ... 7

Pati Resisten ... 7

Pati Resisten dan Aplikasinya dalam Produk Pangan ... 8

Serat Pangan ... 9

Pencernaan Karbohidrat ... 9

Daya Cerna Pati ... 10

Indeks Glikemik Pangan ... 10

Indeks Glikemik Singkong ... 11

Kadar Glukosa Darah dan Mekanisme Pengaturannya ... 11

Bubur Instan ... 12

METODE PENELITIAN ... 13

Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Tahapan Penelitian Pembuatan Pati Resisten Singkong ... 14

a. Pembuatan Pati Resisten Singkong 1 Siklus ... 14

b. Pembuatan Pati Resisten Singkong 3 Siklus ... 15

Pembuatan Bubur Instan ... 17

Analisis Komposisi Zat Gizi Bubur Instan ... 19

Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan ... 19

Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Pembuatan Pati Resisten Singkong ... 22

Komposisi Zat Gizi Bubur Instan ... 24

Kadar Air ... 25

Kadar Abu ... 26

Kadar Lemak ... 27

Kadar Protein ... 28

Kadar Karbohidrat by Difference ... 29


(11)

Kadar Pati Resisten Bubur Instan ... 31

Kadar Total Pati, Amilosa, dan Amilopektin Bubur Instan ... 32

Daya Cerna Pati In Vitro Bubur Instan ... 33

Penentuan Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan ... 34

Subjek Penelitian ... 34

Pangan Acuan dan Pangan Uji ... 35

Penghitungan Nilai Indeks Glikemik ... 36

Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kandungan gizi singkong ... 5 Tabel 2 Formulasi bahan dalam pembuatan bubur instan ... 17 Tabel 3 Komposisi zat gizi pati singkong komersial X ... 22 Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan bubur

instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula

tepung emulsi ... 25 Tabel 5 Jumlah porsi bubur instan yang diberikan kepada subjek ... 36 Tabel 6 Hubungan antara indeks glikemik pada beberapa makanan

dengan kandungan pati resistennya ... 44 Tabel 7 Kandungan amilosa dan amilopektin pati garut, pati kentang,


(13)

Gambar 1 Singkong ... 4

Gambar 2 Granula pati singkong ... 6

Gambar 3 Pembuatan pati resisten singkong 1 siklus ... 15

Gambar 4 Pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ... 16

Gambar 5 Pembuatan bubur pati singkong ... 18

Gambar 6 Pembuatan bubur pati resisten singkong 1 siklus ... 18

Gambar 7 Pembuatan bubur formula tepung emulsi ... 18

Gambar 8 Pembuatan bubur pati resisten singkong 3 siklus ... 18

Gambar 9 Diagram hasil analisis kadar air (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi ... 25

Gambar 10 Diagram hasil analisis kadar abu (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi ... 27

Gambar 11 Diagram hasil analisis kadar lemak (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi ... 27

Gambar 12 Diagram hasil analisis kadar protein (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi ... 28

Gambar 13 Diagram hasil analisis kadar karbohidrat by difference (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi ... 29

Gambar 14 Diagram hasil analisis kadar serat pangan (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi ... 30


(14)

xiv

Gambar 15 Diagram hasil analisis kadar pati resisten (%bk)

bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan

bubur formula tepung emulsi ... 31 Gambar 16 Diagram hasil analisis total pati, amilosa, dan amilpektin (%bk)

bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan

bubur formula tepung emulsi ... 32 Gambar 17 Diagram hasil analisis daya cerna pati in vitro (%bk)

bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan

bubur formula tepung emulsi ... 33 Gambar 18 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap

bubur pati singkong ... 37 Gambar 19 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap

bubur pati resisten singkong 1siklus ... 37 Gambar 20 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap

bubur pati resisten singkong 3 siklus ... 38 Gambar 21 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap

bubur formula tepung emulsi ... 38 Gambar 22 Diagram nilai indeks glikemik bubur instan pati singkong, bubur pati

resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan formula tepung emulsi ... 39


(15)

Lampiran 1 Surat persetujuan ethical approval ... 54 Lampiran 2 Kuesioner pemilihan subjek penelitian ... 55 Lampiran 3 Form persetujuan subjek penelitian ... 58 Lampiran 4 Prosedur analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati,

amilosa dan amilopektin, pati resisten, dan

daya cerna pati in vitro ... 59 Lampiran 5 Hasil uji statistik nilai indeks glikemik bubur instan ... 65 Lampiran 6 Contoh perhitungan nilai indeks glikemik bubur instan


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi sumber energi bagi tubuh selain protein dan lemak. Karbohidrat merupakan sumber energi terbesar bagi sel dalam tubuh manusia. Sekitar 45% dan 60% total asupan kalori berasal dari pencernaan karbohidrat (Carbohydrat in Human Nutrition 1998 dalam Jackson 2007). Konsep lama menganggap bahwa semua pangan sumber karbohidrat memiliki efek yang sama dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Namun, sejak penemuan Profesor. Dr. Jenkins tahun 1981, tidak semua pangan sumber karbohidrat memiliki efek yang sama dalam kecepatan meningkatkan kadar glukosa darah. Konsep ini dikenal dengan indeks glikemik pangan, yaitu kemampuan pangan dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Berdasarkan respon glikemiknya, pangan ada yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi bermanfaat dalam meningkatkan penampilan dan daya tahan olahragawan, sedangkan pangan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah baik bagi pengelolaan diet penyandang diabetes mellitus agar glukosa darahnya tidak cepat meningkat.

Proses pengolahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan. Jenis pangan yang sama belum tentu memiliki nilai indeks glikemik sama jika pengolahannya berbeda. Modifikasi pati merupakan salah satu bentuk pengolahan pangan sumber karbohidrat. Pembuatan pati resisten merupakan contoh proses modifikasi pati. Menurut Sajilata et al. (2006), pati resisten merupakan produk hasil pengolahan pati yang bermanfaat bagi kesehatan. Pati resisten mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik, berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral.

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk tanaman pangan. Tanaman singkong merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak tumbuh di Indonesia karena mudah ditanam dan dipelihara. Produksi singkong di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (2009), produksi singkong di Indonesia pada


(17)

tahun 2009 mencapai 22 juta ton. Produksi singkong pada tahun 2010 mencapai 23 juta ton (Munthe 2011).

Bagian dari tanaman singkong yang banyak dimanfaatkan sebagai pangan yaitu umbinya. Pati merupakan bagian terbesar dalam umbi-umbian termasuk singkong. Pemanfaatan pati singkong biasanya sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dalam pembuatan makanan tertentu. Pemanfaatan pati singkong sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan masih jarang dilakukan, sehingga pati singkong berpotensi untuk dijadikan pati resisten yang mempunyai manfaat bagi kesehatan.

Penambahan pati resisten dalam pembuatan produk seperti roti dapat memperbaiki sifat yang kurang menguntungkan seperti mengurangi warna yang gelap, penurunan tingkat pengembangan, dan mouthfeel yang kurang enak. Pati resisten juga dapat ditambahkan untuk memodifikasi tekstur pada pembuatan cake, muffins atau brownies. Selain itu, pati resisten dapat digunakan untuk meningkatkan kerenyahan (crispness) permukaan produk pangan yang diolah menggunakan suhu tinggi seperti waffles. Menurut Zaragoza et al. (2010), pati resisten mempunyai sifat fisikokimia yang dikehendaki seperti penggelembungan (sweeling), peningkatan viskositas, pembentukan gel, dan kemampuan mengikat air sehingga dapat diaplikasikan untuk berbagai macam produk pangan. Dengan demikian, pati resisten singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk makanan, termasuk makanan instan seperti bubur.

Beberapa penelitian menyebutkan adanya keterkaitan antara kandungan pati resisten pada pangan tertentu dengan nilai indeks glikemiknya. Pangan yang memiliki kandungan pati resisten tinggi diduga memiliki nilai indeks glikemik yang rendah. Hal ini berkaitan dengan sifat pati resisten yang tidak dapat dicerna oleh enzim pada saluran pencernaan manusia sehingga lambat dalam meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Hasil penelitian Liljeberg et al. dalam Bekkum et al. (1994) menyebutkan bahwa beberapa makanan seperti legum dan pasta yang mengandung kadar pati resisten tinggi memiliki nilai indeks glikemik rendah. Studi pada sepuluh orang subjek normal yang diberi makanan, mengandung 50 gram pati dengan kadar pati resisten 0% dan 50 gram pati dengan kadar pati resisten 54%, ternyata secara signifikan konsentrasi glukosa darah, insulin, dan epineprin lebih rendah dibandingkan dengan makanan yang tidak mengandung pati resisten (Raben et al. 1994). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis tertarik untuk mempelajari apakah modifikasi pati singkong akan


(18)

3

meningkatkan kadar pati resisten dan apakah kadar pati resisten yang terbentuk dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan yang dihasilkan. Pada penelitian ini, indeks glikemik ditentukan pada produk pangan berupa bubur instan.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis nilai indeks glikemik bubur instan pati resisten singkong.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari pembuatan pati resisten dari pati singkong serta produk bubur instan hasil olahannya.

2. Menganalisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, dan daya cerna pati secara in vitro padabubur instan.

3. Menganalisis nilai indeks glikemik bubur instan berbahan dasar pati singkong.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai komposisi zat gizi dan nilai indeks glikemik yang terdapat dalam bahan pangan, terutama bubur instan pati singkong dan pati resisten singkong. Produk bubur instan yang dihasilkan dapat menjadi pangan alternatif yang bermanfaat bagi kesehatan saluran pencernaan serta sebagai sumber energi bagi orang-orang yang memiliki aktivitas tinggi.


(19)

Tanaman singkong termasuk tanaman tropis yang berasal dari Brazil (Amerika Selatan). Di Indonesia singkong memiliki peranan penting sebagai makanan pokok ke-3 setelah padi dan jagung. Peranan singkong menjadi semakin besar berkaitan dengan daya gunanya di bidang industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar, tidak terbatas pada industri dalam negeri, tetapi juga di negara lain sebagai komoditas ekspor andalan. Singkong merupakan tanaman multiguna yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, makanan ternak, dan sebagai bahan baku berbagai macam industri (Suprapti 2005).

Berikut ini sistematika (taksonomi) tanaman singkong: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdisivio : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Species : Manihot esculenta crantz sin dan Manihot utilisima

Gambar 1 Singkong

Sumber: www.badanpusatstatistik.co.id

Singkong/ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, yaitu ketela pohon, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal (Jawa), sampeu, huwi dang deur, hui jenderal (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi perancis (Padang). Umbi singkong berbentuk akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung cadangan makanan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna kecoklatan (kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputihan (basah); dan daging


(20)

5

berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda-beda. Tanaman yang dikembangkan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis/varietas, dengan keunggulan masing-masing. Ada 7 jenis varietas unggul singkong yang digunakan untuk membuat tepung yaitu Adira I, Adira II, Malang I, Malang II, Basiorao, Bogor, dan Mangi (Suprapti 2005). Berikut ini kandungan gizi pada umbi singkong:

Tabel 1 Kandungan gizi singkong

No. Komponen Gizi Kadar per 100 g Bahan

1. Energi 146 Kal

2. Karbohidrat 34.7 g

3. Protein 1.2 g

4. Lemak 0.3 g

5. Mineral 1.3 g

6. Zat Besi 0.0007 mg

7. Kalsium 0.003 mg

8. Fosfor 0.004 mg

9. Vitamin C 0.003 mg

10. Vitamin B 0.006 mg

11. Air 62.5 g

Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan (2007) Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 1992). Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Proses utama pemisahan pati dari ubi-ubian melalui ekstraksi terdiri dari perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintergrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu 2005 dalam Cui 2005).

Amilosa

Menurut Winarno (1992), amilosa merupakan fraksi pati yang terlarut.

Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa. Molekul amilosa memiliki sifat hidrofilik yang memiliki afinitas air tinggi. Sifat ini menyebabkan amilosa pati dapat semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Namun, jika afinitas air menurun menyebabkan ukuran pati membesar maksimum dimana presipitasi terjadi pada konsentrasi yang rendah dan pembentukan gel pada konsentrasi yang lebih rendah. Bentuk gel secara 3 dimensi merupakan ikatan hidrogen yang saling terhubung. Hubungan antara


(21)

molekul amilosa tersebut disebut retrogradasi. Molekul amilosa yang tidak bercabang memiliki sifat kuat dan fleksibel (Furia 1968).

Amilopektin

Menurut Furia (1968), amilopektin merupakan polimer pati selain amilosa yang memiliki struktur bercabang. Amilopektin merupakan polimer terbesar dari pati. Setiap cabang mengandung 15-25 anhidroglukosa yang saling terhubung dengan ikatan 1,4-α-glikosidik. Bagian cabang amilopektin pati dihubungkan dengan rantai karbon 1 dan berakhir di rantai karbon 6. Ukuran dan cabang amilopektin pati mempengaruhi mobilitas molekul dan cenderung menjadi kuat dengan adanya ikatan hidrogen yang dapat teretrogradasi. Molekul amilopektin yang bercabang menyebabkan molekul ini tidak sekuat dan sefleksibel amilosa pati.

Pati Singkong

Ubi singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (bb) dengan pati sebagai komponen utamanya. Kandungan pati dalam singkong (% basis kering) adalah 90 (Liu 2005 dalam Cui 2005). Kandungan pati dalam singkong menurut Winarno (1992) adalah 34.6%. Menurut Wahyu (2009), singkong merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman 1950 dalam Chan 1983). Kandungan total pati pada pati singkong (tapioka merk X) yaitu 91.15% bk. Kadar amilosa dan amilopektin pada pati singkong yaitu 20.12% bk dan 71.03% bk (Anggi 2011). Pati tapioka merupakan granula berwarna putih dengan ukuran diameter yang bervariasi dari 4-35 µm dan rata-rata 20 µm.

Gambar 2 Granula pati singkong Sumber: Niba 2006 dalam Wahyu 2009


(22)

7

Modifikasi Pati Secara Fisik

Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan beberapa faktor yaitu suhu, tekanan, pemotongan, dan kadar air pada pati. Granula pati dapat diubah secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan. Apabila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Perlakuan modifikasi secara fisik antara lain: ekstruksi, parboiling, steam-cooking, iradiasi microwave, pemanggangan, hydrothermal treatment, dan autoclaving. Sebagian besar metode modifikasi fisik yang telah disebutkan dapat meningkatkan kadar pati resisten (Sajilata et al. 2006).

Perlakuan fisik lainnya adalah metode autoclaving. Menurut Sajilata et al. (2006), perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving dapat meningkatkan produksi pati resisten sampai 9%. Metode autoclaving dilakukan dengan mensuspensikan pati dengan rasio penambahan air 1:3.5 atau 1:5, kemudian dipanaskan dengan pemanasan autoklaf pada suhu tinggi. Setelah diautoklaf, suspensi pati disimpan pada suhu rendah agar terjadi retrogradasi. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen. Meningkatkan kadar pati resisten dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Perlakuan modifikasi ini disebut autoclaving-colling cycling treatment (Shin et al. 2002; Zabar et al. 2008 dalam Sugiyono et al. 2009).

Pati Resisten

Pada tahun 1992, para peneliti di Eropa melakukan kesepakatan dalam mendefinisikan Resistant starch (RS) sebagai sejumlah serat dan produk hasil degradasinya yang tidak dapat diserap di usus halus pada individu yang sehat (Merendino & Jibrin 2009). Pati resisten dibagi menjadi empat golongan yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4. RS1 merupakan pati yang resisten secara fisik karena enkapsulasi dalam matriks alaminya seperti dalam biji-bijian yang tidak digiling sempurna. RS2 merupakan pati dengan bentuk granular tertentu dan secara alami lebih resisten terhadap pencernaan enzim, seperti yang ditemukan pada pisang yang belum matang dan pada pati kentang mentah. RS3 merupakan fraksi pati yang paling resisten, terutama berupa amilosa teretrogradasi yang terbentuk selama pendinginan pati tergelatinisasi. RS3 benar-benar resisten terhadap reaksi pencernaan enzim amilase pankreas. RS4 adalah pati resisten


(23)

seperti dengan garam trimetafosfat yang membentuk jembatan ester fosfat di antara dua molekul pati (Sajilata et al. 2006).

Pati resisten (Resistant starch atau RS) pati juga mengalami fermentasi oleh mikroflora pada dinding kolon, menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid atau SCFA). Profil SCFA yang diperoleh dari RS lebih banyak mengandung butirat dan lebih sedikit mengandung asetat dibandingkan serat pangan konvensional. Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, RS dikategorikan sebagai bagian dari serat pangan (Satriawan 2010). Pati resisten mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral (Sajilata et al. 2006). Penggantian 5.4% total karbohidrat dalam diet dengan pati resisten juga mengindikasikan peningkatan oksidasi lipida setelah makan sehingga dapat menurunkan akumulasi lemak dalam jangka panjang (Higgins et al. 2004 dalam Ma’rifah 2008).

Pati Resisten dan Aplikasinya dalam Produk Pangan

Pati resisten (RS) mempunyai sifat fisikokimia yang dikehendaki seperti penggelembungan (sweeling), peningkatan viskositas, pembentukan gel, dan kemampuan mengikat air sehingga dapat diaplikasikan untuk berbagai macam produk pangan (Zaragoza et al. 2010). Pati resisten dapat digunakan pada pembuatan roti tawar untuk fortifikasi serat pangan. Fortifikasi dengan RS dapat memperbaiki sifat yang kurang menguntungkan dari roti dengan kandungan serat tinggi seperti warna yang gelap, penurunan tingkat pengembangan, mouthfeel yang kurang enak, RS juga dapat ditambahkan untuk memodifikasi tekstur pada pembuatan cake, muffins atau brownies. Selain itu, RS dapat digunakan untuk meningkatkan kerenyahan (crispness) permukaan produk pangan yang diolah menggunakan suhu tinggi seperti waffles dan toasts. Selain perbaikan tekstur, RS dilaporkan dapat meningkatkan ekspansi produk pangan ekstrusi seperti snack dan sereal (Sajilata et al. 2006).

Bahan yang kaya RS atau RS yang sudah diisolasi dapat dijadikan sebagai ingridien untuk memperbaiki sifat fisikokimia dan meningkatkan nilai gizi produk-produk pangan. Bahan pangan yang kaya akan RS diperlukan untuk memberikan karakter fisik yang baik pada makanan seperti tekstur, kapasitas penyerapan air, dan lain-lain. Pati resisten tipe III (RS3) mempunyai sifat yang


(24)

9

sangat menarik karena RS3 stabil terhadap panas. RS3 juga stabil pada proses pengolahan pangan yang biasa dilakukan sehingga memungkinkan digunakan sebagai bahan (ingridien) pada bermacam-macam makanan konvensional. Pangan yang kaya RS dan RS murni dapat digunakan sebagai bahan prebiotik untuk memperkaya gizi dan sifat fungsional suatu produk pangan maupun minuman. Penambahan RS dapat memperbaiki kualitas produk pangan seperti pengembangan, kerenyahan, warna, flavour, dan mouthfeel dibandingkan dengan serat tak larut konvensional sehingga meningkatkan penerimaan konsumen (Harmayani 2008).

Serat Pangan

Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manusia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh. Oleh karena itu, kebanyakan serat pangan akan menjadi substrat bagi fermentasi bakteri yang hidup di kolon. Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat pangan yang larut dalam air sangat mudah difermentasikan dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan lipida. Sementara, serat pangan yang tidak larut, seperti selulosa (bahan dasar dalam kapas), berperan untuk memperbesar volume feses dan mengurangi waktu transitnya di dalam kolon (bersifat laksatif lemah) (Silalahi 2006).

Pencernaan Karbohidrat

Polisakarida dan disakarida dalam makanan diubah menjadi monosakarida oleh enzim (glikosidase) yang menghidrolisis ikatan glikosida antara gula-gula. Enzim ini memperlihatkan sedikit spesifikasi terhadap gula,

ikatan glikosidat (α atau β), dan jumlah unit sakarida dalam rantai tersebut. Monosakarida dipindahkan menembus sel mukosa usus masuk ke dalam cairan interstisium dan selanjutnya masuk ke dalam darah (Mark et al. 2000).

Perubahan amilosa dan amilopektin menjadi glukosa berawal di dalam mulut. Kelenjar liur mensekresikan sekitar 1 liter cairan per hari yang

mengandung musin air liur dan α-amilase liur. Musin liur adalah suatu glikoprotein licin yang penting untuk melumas (lubrikasi) dan menyebarkan

(dispersi) polisakarida. Enzim α-amilase secara acak menghidrolisis ikatan α-1,4 internal antara residu glukosil dalam amilopektin, amilosa, dan glikogen, mengubah polisakarida yang berukuran besar menjadi lebih kecil yang disebut dekstrin (Mark et al. 2000).


(25)

Proses pencernaan berlanjut sewaktu makanan berpindah dari lambung ke dalam bagian atas usus halus (duodenum). Sekresi pankreas eksokrin (sekitar 1,5 liter per hari) mengandung ion bikarbonat (HCO3- ), yang menetralkan asam

(HCl) dari lambung. Sekresi tersebut juga mengandung α-amilase pankreas, yang terus menghidrolisis ikatan α-1,4 dalam pati. Hasil dari proses ini adalah

disakarida yang mengandung unit glukosil yang dihubungkan dengan ikatan α

-1,4 (maltosa) dan ikatan α-1,6 (isomaltase), dan oligosakarida (dekstrin terbatas) yang mengandung 3-8 residu glukosil, termasuk ikatan cabang α-1,6. Perubahan disakarida dan oligosakarida dalam makanan yang terbentuk dari kanji menjadi monosakarida dilakukan oleh glikosidase di membran brush-border sel absortif dalam vili usus (Mark et al. 2000).

Daya Cerna Pati

Daya cerna adalah bagian dari pangan yang dikonsumsi dan tidak dikeluarkan menjadi feses. Daya cerna pati juga menggambarkan kemampuan suatu enzim pemecah pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Daya cerna pati membuat bahan baku sumber karbohidrat mempunyai nilai daya cerna karbohidrat yang berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pangannya dan bukan hanya oleh rasio amilosa-amilopektin yang menyusun pati bahan dasarnya. Beberapa faktor yang dapat menurunkan daya cerna pati adalah penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada waktu pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistant starch yang terdapat dalam pati (Prangdimurti et al. 2007).

Menurut Berry (1986) dalam Sajilata et al. (2006), berdasarkan kemampuan dicerna oleh enzim pati diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu RDS (Rapidly Digestible Starch), SDS (Slowly Digestible Starch), dan RS (Resistant Starch) RDS terutama terdiri dari bentuk yang amorf dan ditemukan dalam jumlah banyak pada pangan berpati yang dipanaskan seperti roti dan kentang. Seperti halnya RDS, SDS diharapkan dicerna secara komplit dalam usus halus, tetapi satu alasan yang membedakannya yaitu dicerna lebih lambat.

RS merupakan fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim α-amilase. Indeks Glikemik Pangan

Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Indeks glikemik pangan menggunakan indeks glikemik glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100). IG merupakan suatu cara penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes mellitus,


(26)

11

orang yang sedang berupaya menurunkan berat badan dan olahragawan (Rimbawan & Siagian 2004). Indeks ini merupakan ukuran seberapa banyak kenaikan kadar glukosa darah seseorang dalam dua atau tiga jam sesudah makan. Makanan yang tinggi kandungan amilopektin dan rendah amilosa pada zat tepungnya memiliki IG tinggi, karena molekul amilopektin lebih besar, mudah terbuka, mudah tergelatinisasi, dan mudah dicerna. Makanan dengan rasio perbandingan amilosa lebih tinggi dari amilopektin memiliki indeks glikemik rendah karena lebih sulit tergelatinisasi dan dicerna (Rusilanti 2008).

Berdasarkan respon indeks glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu pangan ber-IG rendah (IG<55), IG sedang (IG: 55–70), dan IG tinggi (IG>70). Indeks glikemik pertama-tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins (Profesor Gizi Universitas Toronto, Kanada) untuk membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan karbohidrat dengan kuantitas yang sama akan menghasilkan pengaruh yang tidak sama pada kadar glukosa darah (Rimbawan & Siagian 2004).

Indeks Glikemik Singkong

Singkong adalah salah satu sumber karbohidrat dan seringkali digunakan sebagai makanan pokok. Dilihat dari pemanfaatannya dalam skala besar, ubi kayu umumnya diolah menjadi tapioka dan gaplek. Rendemen yang diperoleh adalah 20-30% tapioka dan onggok sekitar 10%. Produk lain dari ubi kayu dalam skala kecil adalah pangan tradisional seperti tiwul dan gatot. Di beberapa daerah produk ini sudah dibuat instan atas binaan industri pangan dan peran pemerintah. Bentuk olahan lainnya adalah kerupuk dan berbagai camilan. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung singkong relatif mudah dan dapat ditangani oleh kelompok tani. Rendemen yang diperoleh berkisar 27-30% (Prabawati 2005 dalam Hall 2006). Menurut Waspadji et al. (2003) singkong memiliki nilai IG 94.46.

Kadar Glukosa Darah dan Mekanisme Pengaturannya

Menurut Krause’s (2004), kadar glukosa darah di dalam tubuh harus

dipertahankan pada batas normal yaitu 70-100 mg/dL untuk menyediakan energi bagi otak, saraf pusat, dan sel lainnya yang membutuhkan glukosa. Jika glukosa dalam darah meningkat secara kronis dari normalnya akan merusak sel dan sistemnya. Piliang dan Djojosoebagio (2006) menyebutkan bahwa kadar gula dalam darah diatur oleh beberapa mekanisme. Dalam keadaan puasa, yaitu


(27)

sebelum makan pagi, atau sekurang-kurangnya 12 jam sesudah makan, konsentrasi gula normal berada dalam kisaran 70-100 mg/dL. Kadar gula dalam darah akan meningkat apabila mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat mencapai kira-kira 140 mg/dL dan akan turun kembali mencapai kadar gula normal setelah 1 atau 2 jam setelah makan. Kadar gula darah 70-100 mg/dL (dalam keadaan puasa) disebut normoglycemia (yaitu kadar gula normal dalam darah).

Insulin merupakan hormon yang mengatur proses anabolisme, dimana akan bertanggungjawab mengatur cadangan energi bagi tubuh. Insulin diproduksi oleh sel β pankreas. Insulin dikeluarkan ke dalam pembuluh darah sebagai respon adanya peningkatan kadar glukosa darah setelah makan (postprandial). Insulin dalam hati memfasilitasi oksidasi glukosa dan mensintesis glikogen. Glukagon merupakan hormon yang disekresikan oleh sel α pankreas. Hormon ini dalam hati menstimulasi pemecahan glikogen menjadi glukosa untuk mempertahankan kadarnya dalam darah. Jika tidak ada insulin maka glukagon akan menghambat oksidasi glukosa di hati dan meningkatkan glukoneogenesis sehingga glukosa dalam darah bisa menjadi normal (Krause’s 2004).

Bubur Instan

Istilah bubur instan lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari bahasa Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah pangan atau bahan pangan yang dilembutkan. Bubur termasuk salah satu bentuk olahan pangan yang mudah dikonsumsi masyarakat. Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat dilakukan hanya dengan menambahkan air panas ataupun susu, sesuai dengan selera (Fellows & Ellis1992 dalam Hendy 2007).


(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2011 di Kampus IPB, Darmaga, Bogor. Kegiatan pembuatan pati resisten singkong dilakukan di Laboratorium SEAFAST CENTRE IPB. Adapun pembuatan bubur instan, analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, daya cerna pati in vitro, serta pengukuran respon glukosa darah dilakukan di beberapa laboratorium, di lingkungan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, yaitu Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Analisis Zat Gizi, serta Teaching Cafetaria.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk membuat pati resisten, bubur instan, bahan untuk analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, serta daya cerna pati in vitro bubur instan, dan bahan untuk pengujian nilai indeks glikemik bubur instan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pati resisten adalah pati singkong komersial merek X (kandungan total pati 91.15% bk). Bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur instan diantaranya adalah pati singkong komersial merek X, pati resisten singkong, sukralosa, garam, dan flavor melon. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terdiri dari aquades, selenium mix, asam borat, buffer fosfat 0.08 pH 6 dan pH 7, asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), etanol 95% dan etanol 78%, enzim amilase, enzim amiloglukosidase, enzim termamyl, enzim protease, pepsin, larutan iod, asetat, amilosa murni, larutan dinitrosalisilat (DNS), natrium hidroksida (NaOH), indikator metil merah biru, aseton, kertas saring Whitman 40, kertas Holles, kanji, larutan tio sulfat, dan larutan Luff Schroll. Bahan yang digunakan untuk pengujian respon glukosa darah yaitu glukosa murni.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan untuk membuat pati resisten singkong, bubur instan, peralatan untuk analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, serta daya cerna pati in vitro bubur instan, dan alat untuk mengukur respon glukosa darah subjek. Alat yang digunakan untuk membuat pati resisten terdiri dari baskom alumunium, loyang, pemanas, autoklaf, drum dryer, dan refrigerator. Beberapa alat yang digunakan untuk analisis komposisi zat gizi, serat pangan,


(29)

total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, dan daya cerna pati in vitro bubur instan diantaranya timbangan, cawan alumunium, cawan porselen, gelas piala, gelas arloji, tabung reaksi, pipet volumetri, pipet mohr, pipet mikro, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu kjedahl, labu lemak, buret, desikator, tanur, soxhlet, dan spektrofotometer UV-VIS. Alat yang digunakan untuk pembuatan bubur instan yaitu plastik berukuran 5 kg. Alat yang digunakan untuk mengukur respon glukosa darah subjek yaitu Glukometer One Touch Ultra, kapas swab, dan lanset.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan yaitu pembuatan pati resisten singkong, pembuatan bubur instan pati singkong dan pati resisten singkong, serta analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, serta daya cerna pati in vitro bubur instan. Penelitian utama yaitu pengukuran nilai indeks glikemik bubur instan.

Pembuatan Pati Resisten Singkong (Modifikasi Lehnman 2003)

Berbeda dengan Lehnman (2003) yang menggunakan suhu penyimpanan 4ºC selama 24 jam setelah proses menggunakan autoklaf, pada penelitian ini suhu penyimpanan yang digunakan adalah 8ºC selama 72 jam (pembuatan pati resisten 1 siklus) dan suhu 4-7ºC selama 24 jam (pembuatan pati resisten 3 siklus). Hal ini menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang tersedia di laboratorium.

a. Pembuatan Pati Resisten Singkong 1 Siklus

Pembuatan pati resisten menggunakan autoclaving-cooling, yaitu perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan. Pembuatan pati resisten dalam penelitian ini yaitu dilakukan 1 siklus dan 3 siklus. Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v), kemudian dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 70-80ºC. Selanjutnya, proses autoklaf selama 30 menit dengan suhu 121ºC, didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Selanjutnya penyimpanan pada suhu 8ºC selama 72 jam dan dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Diagram alir proses pembuatan pati resisten pati singkong disajikan pada Gambar 3:


(30)

15

Gambar 3 Pembuatan pati resisten singkong 1 siklus b. Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus

Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v), kemudian dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 70-80ºC. Selanjutnya, proses autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC, didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Penyimpanan pada suhu 4ºC selama 24 jam dan dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Proses pemanasan dengan autoklaf dan pendinginan pada 4ºC diulangi sebanyak 2 kali. Setelah itu dikeringkan, digiling, dan diayak 60 mesh. Diagram alir proses pembuatan pati resisten pati singkong 3 siklus disajikan pada Gambar 4:

Pati Singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan sampai homogen dan mengental (70-80ºC)

Diautoklaf selama 30 menit, suhu 121ºC

Didinginkan pada suhu ruang 1 jam

Disimpan pada suhu 8ºC selama 72 jam

Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm

Digiling dan diayak 60 mesh


(31)

Gambar 4 Pembuatan pati resisten singkong 3 siklus 2X

Pati Singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan sampai homogen dan mengental (70-80ºC)

Diautoklaf selama 15 menit, suhu 121ºC

Didinginkan pada suhu ruang 1 jam

Disimpan pada suhu 4-7ºC selama 24 jam

Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm

Digiling dan diayak 60 mesh


(32)

17

Pembuatan Bubur Instan

Formulasi bahan bubur instan mengacu pada penelitian Anggi (2011), yang dilakukan dengan cara trial dan error. Formulasi bahan bubur instan disajikan dalam Tabel 2:

Tabel 2 Formulasi bahan dalam pembuatan bubur instan

Bahan

Produk Bubur

pati singkong

Bubur pati resisten

singkong 1 siklus

Bubur formula

tepung emulsi

Bubur pati resisten

singkong 3 siklus Pati singkong

tergelatinisasi (g) 50 0 0 0

Pati resisten

singkong (g) 0 50 50 50

Sukralosa g) 0.09 0.09 0.09 0.09

Garam (g) 0.4 0.4 0.4 0.4

Flavor melon (g) 0.4 0.4 0.4 0.4

Tepung emulsi (g) 0 0 15 0

Total 50.9 50.9 65.9 50.9

Pembuatan bubur instan menggunakan metode dry mixing (pencampuran bahan kering). Urutan pembuatan bubur instan yaitu pertama membuat bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 1 siklus yang diformulasikan dengan menambahkan tepung emulsi dari minyak nabati, isolat protein kedelai, dan putih telur yang diperoleh dari hasil penelitian Anggi (2011), dan bubur pati resisten singkong 3 siklus. Bubur instan yang diformulasikan dengan tepung emulsi selanjutnya disebut bubur formula tepung emulsi. Alur pembuatan bubur instan disajikan pada Gambar 5,6,7, dan 8 berikut ini:


(33)

Gambar 5 Pembuatan bubur pati singkong

Pemilihan sukralosa sebagai bahan pemanis dengan pertimbangan bahwa sukralosa merupakan jenis pemanis rendah kalori yang beredar dipasaran. Sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan dari pada gula biasa (sukrosa) tanpa mengakibatkan dampak peningkatan kalori. Menurut FDA penggunaan sukralosa aman bagi manusia baik pada anak anak maupun pada ibu hamil (American Diabetes Association 2008 dalam Kusumah 2008). Flavor

Gambar 6 Pembuatan bubur pati resisten singkong 1 siklus

Gambar 7 Pembuatan bubur formula tepung emulsi

Gambar 8 Pembuatan bubur pati resisten singkong 3 siklus

Pati singkong

Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm

Digelatinisasi T= 80 ºC

Pati tergelatinisasi

Ditambah sukralosa, garam, flavor melon

Dry mixing

Bubur pati singkong Digiling dan diayak 60 mesh

Pati resisten singkong 1 siklus

Ditambah sukralosa, garam, flavor melon

Dry mixing

Bubur pati resisten singkong 1 siklus

Pati resisten singkong 1 siklus

Ditambah sukralosa, garam, flavor melon, dan tepung emulsi

Dry mixing

Bubur formula tepung emulsi

Pati resisten singkong 3 siklus

Ditambah sukralosa, garam, dan flavor melon

Dry mixing

Bubur pati resisten singkong 3 siklus


(34)

19

yang digunakan adalah essence melon dengan pertimbangan bahwa penambahan rasa buah akan disukai konsumen. Penambahan tepung emulsi yang terdiri dari putih telur, minyak nabati, dan isolat protein kedelai dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan gizi dari bubur instan. Hasil uji organoleptik yang dilakukan (Anggi 2011), menunjukkan bahwa penambahan flavor melon disukai panelis.

Pembuatan bubur instan pati singkong dimulai dengan pembuatan pati tergelatinisasi sebagai bahan dasar bubur, kemudian pati yang sudah tergelatinisasi ini dikeringkan menggunakan drum dryer sehingga membentuk lempengan-lempengan tipis. Pati tergelatinisasi tersebut kemudian digiling sehingga membentuk serbuk yang siap dicampurkan dengan bahan-bahan tambahan lain. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bubur instan ini adalah sukralosa, garam, dan flavor melon. Pembuatan bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi langsung mencampurkan pati resistennya dengan bahan tambahannya karena pati resisten telah mengalami gelatinisasi sehingga sudah matang.

Analisis Komposisi Zat Gizi Bubur Instan

Analisis komposisi zat gizi bubur instan terdiri ari kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat by difference (AOAC 1995), identifikasi amilosa dan amilopektin (Faridah et al. 2010), serta total pati metode Luff Schoorl (Muchtadi et al. 1992). Selain itu, dilakukan juga analisis kadar pati resisten (Kim et al. 2003), analisis kadar serat pangan metode enzimatis, dan daya cerna pati secara in vitro (Muchtadi et al. 1992). Bubur instan yang dianalisis dalam bentuk bubur instan bubuk yang belum diseduh. Prosedur analisis berikut ini terdapat dalam Lampiran 4.

Pengukuran Indeks Glikemik Bubur Instan

Pengukuran indeks glikemik bubur instan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu perekrutan dan pemilihan subjek penelitian (tes kesehatan berupa tes glukosa oral), pemberian pangan acuan berupa glukosa murni (50 gram) kemudian bubur instan kepada subjek, serta pengambilan sampel darah subjek untuk diukur kadar glukosanya.

Perekrutan dan pemilihan subjek diawali dengan sosialisasi kepada beberapa mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB. Selanjutnya, dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat badan, tinggi badan,


(35)

tekanan darah, dan denyut nadi yang dilakukan di Poliklinik Gizi Departemen Gizi Masyarakat IPB. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek, diantaranya, subjek berumur 18-30 tahun, subjek tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, tidak sedang mangalami gangguan pencernaan, tidak menggunakan obat-obat terlarang, tidak mengonsumsi alkohol, tidak memiliki riwayat hipertensi, dan tidak sedang mengalami hipertensi. Secara umum, subjek tidak sedang mengalami tekanan psikologis. Tingkat aktivitas fisik adalah sedang dan dalam keadaan sehat. Indeks massa tubuh subjek harus normal (18.5–22.9 kg/m2) sesuai dengan standar orang Asia (WHO 2000)

.

Subjek yang memenuhi kriteria tersebut kemudian mengikuti tes kesehatan berupa tes glukosa oral untuk meyakinkan bahwa subjek benar-benar tidak memiliki resiko terkena diabetes mellitus. Tes glukosa oral yang dilakukan yaitu mengukur kadar glukosa darah puasa dan glukosa darah 2 jam postprandial, setelah mengonsumsi glukosa murni sebanyak 75 gram. Subjek yang sudah memenuhi semua kriteria tersebut kemudian mengisi surat pernyataan kesediaan dan dilengkapi dengan persetujuan setelah penjelasan (PSP) dan informed consent. Penelitian ini dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis Manusia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia di Jakarta, Ethical Clearance Nomor KE.01.04/EC/153/2011 tanggal 11 April 2011.

Prosedur penentuan nilai indeks glikemik bubur instan mengacu pada Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004). Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan nilai indeks glikemik bubur instan:

a. Pangan acuan berupa glukosa murni sebanyak 50 gram yang dilarutkan dalam air mineral ± 240 ml diberikan kepada subjek (5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan) yang telah menjalani puasa penuh (overnight fasting), kecuali air. Pangan acuan ini diberikan pada minggu pertama pengujian. b. Pangan uji berupa bubur instan (setara dengan 50 gram available

carbohydrate) diberikan kepada subjek pada waktu yang berlainan (satu minggu kemudian). Bubur instan yang diberikan kepada subjek diseduh dengan menggunakan air mineral ± 240 ml dan ditambah ± 20 ml air hangat. c. Selama dua jam pasca pemberian, sampel darah (50 mikroliter) finger-prick

cappilarry blood samples method diambil pada menit ke-0 (sebelum pemberian), dan setiap 15 menit pada satu jam pertama serta setiap 30 menit


(36)

21

pada satu jam kedua setelah pemberian glukosa murni atau pangan uji (bubur instan).

d. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebarkan pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu dan kadar glukosa darah.

e. Indeks glikemik bubur instan ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan uji (bubur instan) dengan pangan acuan (glukosa murni).

Kadar glukosa darah pada setiap pengambilan sampel, baik untuk pangan uji maupun pangan acuan ditebarkan pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu) dan sumbu y (kadar glukosa darah). Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan (2 jam postprandial). Luas daerah di bawah kurva (Area Under Curve/AUC) dihitung dengan bantuan perangkat lunak Micrososft Excell.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara deskriptif, ditabulasikan dan disajikan dalam bentuk rata-rata. Uji beda nilai indeks glikemik dari keempat pangan uji menggunakan uji sidik ragam One Way ANOVA. Pengolahan data ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excell dan SPSS 16 for Windows.


(37)

Bahan baku pati singkong yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati singkong komersial merk X yang diperoleh dari salah satu toko yang ada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kandungan total pati pada pati singkong yang digunakan yaitu 91.15% bk (Anggi 2011). Berikut ini adalah komposisi zat gizi pati singkong yang digunakan:

Tabel 3 Komposisi zat gizi pati singkong komersial merk X

Komposisi zat gizi Pati singkong merk X

(%bb) (%bk)

Kadar air 15.05 -

Kadar abu 0.25 0.30

Kadar lemak 0.62 0.73

Kadar protein 0.29 0.34

Karbohidrat by difference 83.78 98.63

Sumber: Anggi (2011)

Kadar air pati singkong yang digunakan telah sesuai dengan SNI 01-3451-1994 yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pati singkong adalah 15% baik untuk mutu 1, mutu 2, maupun mutu 3. Kadar abu pati singkong juga memenuhi standar SNI 01-3451-1994, yaitu maksimal 0.6%.

Pembuatan pati singkong menjadi pati resisten dalam penelitian ini menggunakan perlakuan fisik, yaitu menggunakan metode autoclaving-cooling (pemanasan dan pendinginan), sehingga pati resisten yang dihasilkan adalah pati resisten tipe 3. Pembuatan pati resisten singkong yang dilakukan yaitu 1 siklus dan 3 siklus. Tahap pertama yang dilakukan pada proses pembuatan pati singkong menjadi pati resisten singkong yaitu membuat suspensi pati, dengan penambahan air (20% b/v). Suspensi pati kemudian dipanaskan pada suhu 70-80ºC dengan pengadukan konstan sampai homogen dan mengental. Tujuan dari pemanasan ini yaitu untuk mencapai pasta pati yang homogen. Waktu yang diperlukan untuk mencapai pasta pati yang homogen dalam penelitian ini adalah 9 menit. Selama pemanasan suspensi pati mengalami peningkatan viskositas, selain itu juga terjadi perubahan warna menjadi putih keruh. Hal ini menunjukkan telah terjadi tahap awal gelatinisasi pada perlakuan.

Pati yang sudah dipanaskan kemudian digelatinisasi pada suhu tinggi yaitu suhu 121ºC selama 30 menit dengan menggunakan autoklaf. Tujuan gelatinisasi adalah memecahkan granula pati sehingga amilosa keluar. Hasil dari proses autoklaf yaitu pati berwarna jernih. Hal ini sesuai dengan pernyataan


(38)

23

Winarno (1992), apabila suspensi pati dalam air dipanaskan beberapa perubahan selama terjadinya proses gelatinisasi yaitu perubahan suspensi pati yang keruh seperti susu menjadi jernih pada suhu tertentu pada beberapa pati tertentu.

Pati yang telah digelatinisasi kemudian didinginkan terlebih dahulu pada suhu ruang agar panas dari pati dapat menguap. Pati yang telah mencapai suhu ruang didinginkan pada suhu 8ºC selama 72 jam sehingga terjadi retrogradasi. Waktu pendinginan sampai 72 jam pada proses pembuatan pati resisten 1 siklus dimaksudkan agar proses retrogradasi yang terjadi lebih sempurna. Setelah didinginkan kemudian pati dikeringkan menggunakan drum dryer dengan suhu pemanasan 80ºC. Pati yang telah di drum dryer berbentuk lempengan-lempengan tipis. Lempengan-lempengan-lempengan tipis ini kemudian digiling dan diayak sehingga membentuk serbuk pati.

Pati resisten singkong perlakuan 1 siklus yang diperoleh yaitu 3.12 kg dari bahan pati singkong awal sebanyak 4 kg. Berdasarkan hasil tersebut dapat dihitung rendemennya. Rendemen merupakan presentase produk terhadap bahan baku. Rendemen pada pembuatan pati resisten singkong ini yaitu 78%. Rendemen yang tinggi menunjukkan bahwa tidak banyak bahan yang terbuang dalam proses pembuatan pati resisten ini.

Proses pembuatan pati resisten singkong dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan 1 siklus tetapi juga dilakukan 3 siklus. Proses pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan kadar pati resistennya. Menurut Sajilata et al. (2006), peningkatan kadar pati resisten dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Hasil penelitian Sugiyono et al. (2009), pengulangan siklus sebanyak 4 kali (5 siklus) pada pembuatan pati resisten pati garut dapat meningkatkan kadar pati resisten mencapai 3 kali lipatnya.

Proses pembuatan pati resisten 3 siklus prosedurnya hampir sama dengan proses pembuatan pati resisten dengan 1 siklus. Ada beberapa perbedaan perlakuan pada pembuatan pati resisten dengan tiga siklus, yaitu waktu pemanasan yang lebih singkat (15 menit) dan lama pendinginan selama 24 jam. Pemanasan menggunakan autoklaf dan pendinginan pada proses pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini diulang sebanyak dua kali. Penyimpanan pati pada saat didinginkan dibuat berlapis-lapis menggunakan nampan menjadi 4 lapisan. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mencapai


(39)

suhu 4ºC pada pati, kondisi ini dibuat agar proses retrogradasi pati berjalan dengan sempurna. Perlakuan lain supaya mencapai suhu 4ºC yaitu dengan menyimpan batu es disekitar sampel pati yang didinginkan. Namun, suhu yang mencapai 4ºC hanya pada pati lapisan atas. Suhu pati lapisan kedua, ketiga, dan keempat hanya mencapai 6.4ºC, 7.8ºC, dan 7.8ºC. Sama halnya dengan pembuatan pati resisten singkong 1 siklus, setelah didinginkan pati dikeringkan menggunakan drum dryer, kemudian digiling dan diayak.

Pati resisten singkong 3 siklus yang diperoleh yaitu sebanyak 1.32 kg dari bahan pati singkong sebanyak 2 kg. Rendemen pada pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini yaitu 66%. Rendemen pada pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini lebih rendah dibandingkan dengan rendemen pada pembuatan pati resisten singkong 1 siklus. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak bahan yang terbuang dalam proses pembuatan pati resisten singkong 3 siklus. Banyaknya bahan yang terbuang ini diduga disebabkan karena adanya pengulangan pada proses pemanasan dan pendinginan yang menyebabkan pati singkong tersebut menempel pada wadah sehingga banyak pati yang terbuang.

Menurut Sajilata et al. (2006), selama proses retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen. Selama proses pendinginan setelah autoclaving, sebagian fragmen yang terlarut akan membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Perubahan struktur yang terjadi pada saat pendinginan disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-amilopektin, dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas dan resisten terhadap enzim pencernaan.

Komposisi Zat Gizi Bubur Instan

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), proses pengolahan dapat mengubah struktur dan komposisi zat gizi penyusun pangan. Menurut Vosloo (2005), komposisi zat gizi dalam makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis komposisi zat gizi (kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat by difference). Selain itu, dilakukan analisis kadar serat pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, dan daya cerna pati in vitro.

Produk bubur instan yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten 3 siklus, serta


(40)

25

bubur pati resisten 1 siklus yang ditambah dengan tepung emulsi untuk meningkatkan citarasa yang diadopsi dari hasil penelitian Anggi (2011) yang selanjutnya disebut bubur formula tepung emulsi. Hasil analisis komposisi zat gizi bubur instan pada bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, serta bubur formula tepung emulsi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi

Bubur pati singkong Bubur pati resisten singkong 1 siklus Bubur pati resisten singkong 3 siklus Bubur formula tepung emulsi

%bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk

Air 9.64 - 9.09 - 6.97 - 8.03 -

Abu 1.42 1.57 1.06 1.16 0.74 0.79 1.82 1.98

Lemak 0.85 0.94 1.66 1.83 1.93 2.08 2.15 2.34

Protein 0.22 0.24 0.45 0.50 0.52 0.56 16.05 17.45

Karbohidrat

by difference 87.87 97.25 88.59 97.44 89.83 96.57 74.09 80.57

Total serat

pangan 1.05 1.17 4.01 4.42 6.99 7.50 3.83 3.22

Keterangan: bb (basis basah), bk (basis kering) Kadar Air

Hasil analisis kadar air produk bubur instan disajikan pada Gambar 9 berikut ini:

Gambar 9 Kadar air (% bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bubur pati singkong Bubur pati resisten singkong 1 siklus Bubur pati resisten singkong 3 siklus Bubur formula tepung emulsi 9.64 9.09 6.97 8.03 Ka d a r a ir (%b k) Produk

Kadar Air (%)


(41)

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa bubur instan yang berbahan dasar pati resisten singkong memiliki kadar air lebih rendah apabila dibandingkan dengan bubur pati singkong. Hal ini berkaitan dengan bahan pati yang digunakan. Hasil penelitian Anggi (2011) menunjukkan bahwa kadar air pati singkong lebih tinggi dibandingkan dengan pati resisten singkong. Kadar air pati singkong yaitu 15.05% bk sedangkan kadar air pati resisten singkong 1 siklus dan 3 siklus yaitu 7.46% bk dan 7.62% bk.

Kandungan air pati resisten singkong lebih rendah dibandingkan dengan pati singkong diduga terjadi karena pati resisten singkong telah mengalami pemanasan suhu tinggi pada saat pengeringan dengan menggunakan drum dryer, suhu pengeringan mencapai 80ºC. Proses pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan proses penguapan pada pati resisten sehingga kadar airnya dapat berkurang. Selain itu, pada proses pembuatan pati resisten, sebelum dikeringkan dengan drum dryer, pati resisten yang sudah mengalami pendinginan disimpan terlebih dahulu pada suhu ruang sehingga mengalami sineresis, yaitu keluarnya air dari gel pati. Proses ini diduga dapat mengurangi kadar air pada pati resisten sehingga kadar airnya lebih rendah.

Kadar air yang paling rendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus. Rendahnya kadar air pada bubur pati resisten singkong 3 siklus diduga berkaitan dengan proses pemanasan dengan suhu tinggi (121ºC) pada pembuatan pati resisten singkong yang dilakukan secara berulang (2 kali). Proses pemanasan ini diduga mempengaruhi kadar airnya. Proses pemanasan berulang pada pembuatan pati resisten menyebabkan penguapan air sehingga kadar airnya bisa berkurang.

Kadar Abu

Menurut Sudarmadji (2003), abu merupakan zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan pangan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Hasil analisis kadar abu pada produk bubur instan disajikan pada Gambar 10. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa kadar abu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus paling tinggi dibandingkan dengan bubur instan lainnya. Tingginya kadar abu pada suatu produk pangan mengindikasikan banyaknya zat anorganik atau mineral dalam bahan pangan tersebut.


(42)

27

Gambar 10 Kadar abu (% bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi Kadar Lemak

Hasil analisis kadar lemak bubur instan disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar lemak pada bubur formula tepung emulsi paling tinggi dibandingkan dengan produk bubur lainnya. Tingginya kadar lemak pada bubur formula tepung emulsi ini diduga terjadi karena adanya penambahan lemak dari tepung emulsi yang mengandung minyak nabati.

Gambar 11 Kadar lemak (% bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi

0 0,2 0,4 0,6 0,81 1,2 1,4 1,6 1,82 Bubur pati singkong Bubur pati resisten singkong 1 siklus Bubur pati resisten singkong 3 siklus Bubur formula tepung emulsi 1.57 1.16 0.79 1.98 Ka d a r a b u (% b k) Produk

Kadar Abu (%)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 Bubur pati singkong Bubur pati resisten singkong 1 siklus Bubur pati resisten singkong 3 siklus Bubur formula tepung emulsi 0.94

1.83 2.08 2.34

Ka d a r le m a k (% b k) Produk

Kadar Lemak (%)


(1)

ml larutan asam borat 3% lalu dititrasi dengan HCl standar (indikator metil merah biru).

fk = faktor konversi fp = fakor pengenceran

d. Kadar Lemak Metode Ekstraksi Langsung Soxhlet (AOAC 1995)

Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 gram kemudian dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Bagian atas selongsong kertas yang telah diisi sampel juga disumbat dengan kapas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80ᵒC selama ±1 jam. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama ±6 jam. Pelarut kemudian disuling kembali dan hasil ekstraksi lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105ᵒC. Labu berisi lemak sampel kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi sampai didapat bobot yang tetap. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

X = bobot labu lemak setelah ekstraksi (g) Y = bobot labu lemak sebelum kosong (g) W= bobot sampel (g)

e. Kadar Karbohidrat dengan by difference (Winarno 1997)

Kadar karbohidrat ditentukan dengan by difference yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu sehingga kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kandungan gizi lainnya.

f. Kadar Serat Metode Enzimatis (AOAC 1995)

Sampel digiling lalu diekstrak lemaknya dengan menggunakan heksana. Sebanyak 0.5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlemenyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer natrium fosfat pH 6, diaduk dan ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl. Labu erlemenyer ditutup dengan

Kadar karbohidrat (Wb) = 100%-(%air + %abu + %lemak + %protein). % Kadar protein = � 14 100


(2)

alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100ᵒC selama 15 menit, kemudian dibiarkan dingin.

Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan diatur pHnya menjadi 1.5 menggunakan HCl dan 100 mg pepsin. Labu erlenmeyer ditutup kembali dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40ᵒC selama 60 menit. Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian pH diatur menjadi 6.8 dengan menggunakan NaOH dan 100 mg pankreatin. Labu erlenmeyer ditutup kembali kemudian diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40ᵒC selama 60 menit. Kemudian pHnya diatur menjadi 4.5 dengan menggunakan HCl, sampel disaring, dan dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata.

Residu yang diperoleh dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Residu hasil penyaringan kemudian dikeringkan pada suhu 105ᵒC sampai beratnya konstan, setelah itu ditimbang dan didinginkan dalam desikator (D1), kemudian diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (I1). Filtrat yang diperoleh diatur volumenya sampai 100 ml dan ditambahkan 400 ml etanol 95% pada suhu 60ᵒC, dibiarkan mengendap selama 1 jam. Kemudian disaring dan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 105oC selama semalam. Kemudian ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D2). Kemudian diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam, setelah didinginkan dalam desikator (I2) kemudian ditimbang. Berikut ini rumus perhitungan kadar serat pangan:

W= Berat sampel

D= Berat setelah pengeringan (g) I= Berat setelah pengabuan (g)

B= Berat blanko bebas abu (g)= (D-I)blanko

g. Kadar Total Pati Metode Luff Schorl (AOAC 1995)

% Serat makanan tidak larut (IDF) = 1−1− 1 100

% Serat makanan larut (SDF) = 2−1− 2 100 % Serat makanan total = %IDF + %SDF


(3)

Sampel ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan larutan HCl 3% dan batu didih. Selanjutnya, dihubungkan dengan kondensor dan didihkan selama 3 jam dan dinetralkan dengan NaOH 0.4 N. Setelah itu, ditambahkan 1 ml asam asetat pekat, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml atau 500 ml dan ditepatkan sampai tanda tera. Kemudian disaring dengan penyaring berlipat kering, selanjutnya residu dipipet sebanyak 10 ml ke dalam labu erlenmeyer 300 ml.

Kemudian ditambahkan 25 ml larutan luff, 15 ml air dan batu didih. Hubungkan dengan kondensor dan didihkan selama 10 menit tepat. Tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml H2SO4 4 N. Proses terakhir adalah mentitrasi

dengan larutan Tio 0.1 N dan sebagai indikator digunakan larutan kanji (misalnya a ml). Blanko dikerjakan dengan menggunakan 25 ml larutan luff dan 10 ml air destilata (misalnya b ml).

Kadar pati dihitung dengan rumus sebagai berikut: Pengubahan menjadi jumlah ml tio 0.1 N

Z ml tio 0.1 N pada daftar ekuivalen dengan y mg glukosa

h. Kadar Amilosa (IRRI 1978 dalam Apriyantono et al. 1989)

Standar amilosa dibuat dengan cara memasukan 40 mg amilosa murni ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air suhu 95ᵒC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditepatkan sampai tanda tera. Larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1.0 ml larutan asetat 1 N. Selanjutnya ditambahkan 2 ml larutan iod (0.2 I2 dan 2 g KI dilarutkan ke dalam 100 ml air

destilata) ke dalam setiap labu kemudian ditepatkan sampai 100 ml dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar merupakan hubungan antara kadar amilosa dengan absorbansinya.

Z ml = b−a x N tio

0.1


(4)

Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan pada suhu 95˚C selama 10 menit. Setelah didinginkan larutan gel pati dipindahkan secara kuantitatif dan ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera. Sebanyak 5 ml larutan gel dipipet ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Kemudian ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Blanko dibuat dengan memipet 5 ml akuades ke dalam labu takar 100 ml, yang ditambahkan 1 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, kemudian ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. i. Pati resisten (Kim et al. 2003)

Sebanyak 0.5 g sampel pati dilarutkan dengan 25 ml buffer fosfat 0.08 M (pH 6.0) dalam gelas piala 250 ml, kemudian ditutup dengan aluminium foil, selanjutnya ditambahkan 0.05 ml enzim termamyl, dan campuran diinkubasi dalam penangas air suhu 95ᵒC selama 15 menit dengan diaduk lembut selama 5 menit sekali. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH campuran diatur sampai 7.5 dengan 5 ml larutan NaOH 0.275 N dan ditambahkan 0.05 ml enzim protease (40 mg protease/50 ml buffer fosfat pH 6), kemudian diinkubasi dalam penangas air bergoyang dengan suhu 60ᵒC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH campuran diturunkan menjadi 4.3 dengan menambahkan 5 ml larutan HCl 0.325 N, kemudian ditambahkan 0.05 ml enzim amiloglukosidase, dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60ᵒC selama 30 menit.

Setelah inkubasi selesai, ditambahkan empat bagian etanol 95% dan campuran didiamkan selama satu malam pada suhu ruang. Endapan disaring dengan kertas saring Whitman 40. Residu yang tertinggal dicuci dengan 20 ml etanol 78% sebanyak tiga kali, kemudian dengan 10 ml etanol murni sebanyak dua kali. Residu tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 40ᵒC. Kadar pati resisten dihitung dengan cara membandingkan bobot residu dengan bobot sampel dikalikan 100.


(5)

j. Daya cerna pati (Muchtadi et al. 1992)

Sampel yang setara 1 g pati dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam waterbath sampai mencapai suhu 90ᵒC tercapai, sampel segera diangkat dan didinginkan. Larutan tersebut dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi tertutup, kemudian ditambahkan 3 ml air destilata dan 5 ml buffer phosfat pH 7. Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase (1 mg/ml dalam buffer fosfat) untuk sampel dan 5 ml buffer phosfat pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit.

Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml larutan DNS (0.3 asam dinitrosalisilat, 9 g NaK-Tartarat, 0.5 g NaOH). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, kemudian segera didinginkan dengan air mengalir. Larutan ditambahkan 10 ml air destilata dan divorteks. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm, Kurva standar diperoleh dari 1 ml larutan yang mengandung 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mg larutan maltosa murni yang dimasukan ke dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan masing-masing 2 ml larutan DNS. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, kemudian didinginkan dengan air mengalir. Larutan ditambahkan 10 ml air destilata dan dibuat homogen menggunakan vortek, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.

A= kadar maltosa sampel

a= kadar maltosa blanko sampel B= kadar maltosa pati murni

b= kadar maltosa blanko pati murni

Daya Cerna Pati= −


(6)

Lampiran 5 Hasil uji statistik nilai indeks glikemik bubur instan

Lampiran 6 Contoh penghitungan nilai indeks glikemik bubur instan pada salah satu subjek

Persamaan kurva y = -0,006x2 + 0,717+91,37

Persamaan kurva hasil integral y = -1/3(0,006x3)+ 0,717x2 +91,37x Nilai IG bubur formula tepung emulsi =

x100%

= 12670,8/13740 x 100 = 92,21834

ANOVA Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 1070.308 3 356.769 2.744 .057

Within Groups 4680.005 36 130.000