ANALISIS KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM PENGGUNAAN KEIGO

(1)

Universitas Komputer Indonesia Tahun Ajaran 2006/2007)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Progran Strata Satu Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Komputer Indonesia

M. ADE KARTIKA WAHYU

63803025

JURUSAN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR………..………... i

DAFTAR ISI………..……….. iii

DAFTAR TABEL……….………... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah…….………... 1

1.2 Rumusan Masalah...………... 5

1.3 Batasan Masalah………...………... 6

1.4 Tujuan Penelitian………... 6

1.5 Manfaat Penelitian………... 7

1.6 Definisi Operasional... 7

1.7 Sistematika Penulisan……… 8

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Definisi Keigo………...…………. 10

2.2 Jenis Keigo………..……...……….... 10

2.2.1 Sonkeigo………...………….. 11

2.2.2 Kenjoogo………...………... 13

2.2.3 Teinigo………... 17

2.3 Peran Keigo dalam bahasa Jepang………... 18

2.4 Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menggunakan keigo... 20 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian………... 24


(3)

3.2.2 Sampel………...………....……… 25

3.3 Teknik Penelitian... 25

3.4 Instrumen Penelitian 26 3.4.1 Tes... 26

3.4.2 Angket... 28

3.5 Teknik Pengolahan Data... 29

3.5.1 Pengolahan Data Tes... 29

3.5.2 Pengolahan Data Angket... ... 30

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat kemampuan mahasiswa dalam penggunaan keigo………...………... 32 4.1.1 Analisis jawaban responden dalam tes bagian A dan C………... 33 4.1.2 Analisis jawaban responden dalam tes bagian B………... 40 4.2 Faktor yang mempengaruhi mahasiswa dalam penggunaan keigo………...………...………... 46 4.3 Kendala yang dihadapi mahasiswa dalam penggunaan keigo... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...……… 51

5.2 Saran………...……….. 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

Tabel 2.1 Perubahan Verba Khusus Sonkeigo Tabel 2.2 Perubahan Verba Khusus Kenjoogo Tabel 3.1 Indeks Nilai UNIKOM

Tabel 3.2 Skala Persentase Responden

Tabel 4.1 Hasil Tes Mahasiswa Dalam Penggunaan Keigo

Tabel 4.2 Jawaban Mahasiswa Mengenai Jenis Keigo dan Fungsiunya

Tabel 4.3 Jawaban Mahasiswa Mengenai Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Keigo

Tabel 4.4 Kemampuan Mahasiswa Dalam Menggunakan Verba Khusus Keigo Tabel 4.5 Kemampuan Mahasiswa Dalam Merubah Verba

Tabel 4.6 Cara Mahasiswa Mempelajari Keigo

Tabel 4.7 Intensitas penggunaan Keigo Oleh Mahasiswa secara Lisan Tabel 4.8 Intensitas penggunaan Keigo Oleh Mahasiswa secara Tulisan


(5)

Tabel 4.11 Kendala Yang Dihadapi Mahasiswa Dalam Menggunakan Keigo


(6)

LANDASAN TEORITIS

2.1Definisi Keigo

Ragam bahasa halus atau sopan bahasa Jepang disebut keigo. Definisi keigo

menurut Terada dalam Dahidi (1984: 238) adalah “Bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga”.

Hal ini sejalan dengan pendapat Nomura dalam Dahidi (1992: 54) yang menganggap keigo sebagai “Ungkapan kebahasaan yang menaikkan derajat pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicaraan”.

敬語は会社の上司や学校の先生に使う以外に初めて会った人や知らな い人にも使うていねいなことばである。

(Akiko, 2002: 89)

Dari tiga definisi diatas keigo diartikan sebagai ragam bahasa yang untuk menghormati lawan bicara orang yang dibicarakan (dapat digunakan pelajar kepada gurunya, orang yang baru dikenal). Dapat juga dikatakan bahwa keigo digunakan untuk menghaluskan bahasa yang dipakai untuk menghormati orang bicara orang ketiga (yang dibicarakan).

2.2 Jenis Keigo

Pada umumnya keigo terdiri dari tiga macam yaitu sonkeigo, kenjoogo, dan

teineigo.


(7)

2.2.1 Sonkeigo

Dalam Sutedi (2002: 146) sonkeigo dinyatakan sebagai ” bahasa yang digunakan untuk menghormati lawan bicara atau orang yang menjadi topik dalam pembicaraan tersebut secara langsung, dengan cara meninggikan posisi atau derajat orang tersebut”.

Hal ini selaras dengan pendapat Oishi dalam Sudjianto (2007:190) yang menyatakan bahwa sonkeigo adalah “Ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat terhadap orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikan derajat orang yang dibicarakan”.

Dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sonkeigo merupakan ragam bahasa hormat dengan mempertimbangkan pola bahasa yang digunakan oleh pembicara dalam upayanya untuk menghormati lawan bicara maupun orang ketiga yang dibicarakan.

Ragam sonkeigo jika dilihat dari penggunaan verba adalah sebagai berikut : a. Verba Khusus

Tabel 2.1

Perubahan Bentuk Verba Khusus Sonkeigo

Verba

Bentuk dasar Sonkeigo

する

suru

行く/ 来る

iku / kuru

いる

iru

なさる

nasaru

いらっしゃる

irassharu

いらっしゃる irassharu


(8)

食べる 飲む

taberu

言う

iu

見る

miru

あげる

ageru

くれる

Kureru

召し上がる

meshiagaru

おっしゃる

ossharu

ご覧になる

goran ni naru

さしあげる

sashiageru

くださる

Kudasaru

Contoh kalimat :

(5) 先生は御飯 を召し上がります。 Sensei wa gohan o meshiagarimasu.

(Pak guru makan nasi) (Dahidi, 2007:155)

(6) 明日私は先生に本をさしあげました。

Ashita watashiwa sensei ni hon wo sashiagemashita.

(Kemarin saya memberikan buku kepada pak guru.)

b. Verba Berpola [ O + ... + NI NARU] Contoh :

書く—お書きになる 乗る―お乗りになる


(9)

Contoh kalimat :

   (7)田中先生は手紙をお書きになります。

Tanaka sensei wa tegami o okaki ni narimasu.

(Pak Tanaka menulis surat)

(8) 先生は自転車にお乗りになります。

  Sensei wa jitensha ni onori ni narimasu.

  (Pak guru naik sepeda) (Sutedi, 2002 : 149)

c. Verba Pasif (ukemi-kei) Contoh :

読む-読まれる 出るー出かける Contoh kalimat :

(9) ニダ先生が新聞を読まれます。

Yamada sensei ga koraremashita.

(Pak Yamada datang) (Sutedi, 2002 : 149).

10) 社長は室からまだ出かけます。

Shachoo wa shitsu kara mada dekakemasu

(Shachoo belum keluar dari ruangan)

2.2.2 Kenjoogo


(10)

(2007:192) mendefinisikan kensongo sebagai “Cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat kepada lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri”.

Oishi dalam Sudjianto (2007:192) mengartikan kenjoogo atau kensongo

sebagai “Keigo yang menyatakan hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya”.

Dari dua definisi diatas dapat dikatakan bahwa kenjoogo adalah ragam bahasa hormat yang ditujukan untuk menghormati lawan bicara termasuk hal-hal yang bersangkutan dengan lawan bicara, seperti benda, situasi, serta aktifitas dengan cara merendahkan diri sendiri.

Ragam sonkeigo jika dilihat dari penggunaan verba adalah sebagai berikut :

a. Verba Khusus

Dalam penggunaan kenjoogo yang perlu diperhatikan adalah bahwa yang menjadi subjek/pokok kalimat adalah diri sendiri atau pihak sendiri.

Tabel 2.1

Perubahan Bentuk Verba Khusus Kenjoogo

Verba

Bentuk dasar Kenjoogo

する

suru

行く/ 来る

iku / kuru

いる

iru

食べる 飲む

taberu

いたす

itasu

参る / 伺う

mairu / ukagau

おる

oru

いただく


(11)

言う

iu

見る

miru

上げる

ageru

もおす/ もおし上げる

moosu / mooshiageru

拝見する

haiken suru

差し上げる

sashiageru

Contoh kalimat :

(11) 私はこれから参ります。

Watashi wa korekara mairimasu.

(Saya sekarang berangkat)

(Dahidi, 2007:156)

(12) 私は先生に眼鏡を差し上げます。

Watashi wa sensei ni megane o sashiagemashita.

(Saya memberi kaca mata kepada pak guru) (Dahidi, 2007:157)

b. Verba Berpola [ o + ... +SURU/ITASU] Contoh :

お + 持ちます+ する お + 買います+ いたす


(12)

(13). 私が荷物をお持ちしましょう。 Watashi ga nimotsu o omochi shimashoo.

(Mari saya bawakan bagasinya!) (Dahidi, 2007:157)

(14). 私は何もお買いいたしません。

Watashi wa nani mo okai itasimasen. (Saya tidak membeli apa-apa)

(Dahidi, 2007:157)

c. Verba Pola Shieki

Sebagian dari verba bentuk shieki juga bisa digunakan sebagai ragam kenjoogo, yaitu dengan cara mengubah verba ke dalam bentuk shieki (seru/saseru) +ていた だく.

Contoh :

する– させる + ていただく 休みー休ませる+ていただく

Contoh kalimat :

(15) 私はこの事について説明 させていただきます。

Watashi wa kono kotoni tsuite setsumei sasete itadakimasu.

(Saya akan menjelaskan tentang hal ini) (Sutedi, 2002 : 149).


(13)

(16) 私はちょっとやすませていただきたいんです。

Chotto yasumaseteitadakitaindesu. (Saya ingin beristirahat sebentar)

2.2.3 Teineigo

Teineigo adalah bahasa yang digunakan untuk menghormati lawan bicara dengan cara menghaluskan kata-kata atau kalimat yang diucapkannya. Menurut Hirai dalam Dahidi (2007:194) teineigo yaitu cara bertutur kata dengan sopan santun yang dipakai oleh pembicara dengan saling menghormati atau menghargai perasaan masing-masing.

話し手が言葉使いを丁寧にすることによって、聞き手である相手 に敬意を表す言い方。

(Tanaka , 1990 : 203)

Cara berbicara untuk menunjukan rasa hormat serta sopan santun terhadap lawan bicara. Dalam hal ini pemakaian teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan.

Teineigo ditunjukkan dengan penggunaan akhiran MASU, MASEN, MASHITA atau DESU, DEWAARIMASEN, dan DESHITA dalam kalimat yang diucapkan.

Contoh kalimat :

(17) この会社の ビルは 高いです。

Kono kaisha no biru wa takai desu.


(14)

(18) 私はきのう、漫画を買 いました 。

Watashi wa kinoo, manga o kaimashita.

(Kemarin, saya membeli komik)

(19) きょう 私は 大学 へ 行 けません 。

Kyou watashi wa daigaku e ikemasen. (Hari ini saya tidak pergi ke kampus)

(20) 私は 毎晩十時ごろ ねます。

Watashi wa maiban juuji goro nemasu.

(Setiap malam saya tidur pukul sepuluh)

(Sudjianto, 1999 : 137)

2.3 Peran Keigo Dalam Bahasa Jepang

Keefektifan dan peran konkrit pemakaian keigo menurut Hinata dalam Dahidi, (2007:195) adalah sebagai berikut :

1.Menyatakan penghormatan

Dilakukan dalam upaya untuk meninggikan posisi orang yang dibicarakan atau pun dengan lawan bicara. Lawan bicara yang dihormati adalah atau orang yang posisinya tinggi secara sosial.

2.Menunjukkan situasi pembicaraan formal

Dalam hubungan atau situasi resmi dilakukan pemakaian bahasa yang kaku dan formal. Misalnya di dalam sambutan upacara pernikahan, rapat,


(15)

ceramah dan sebagainya, dipakai bahasa halus atau bahasa hormat sebagai etika sosial.

3.Menyatakan jarak

Di antara pembicara dan lawan bicara yang baru pertama kali bertemu atau yang perlu berbicara dengan sopan biasanya terdapat jarak secara psikologis. Dalam situasi seperti itu hubungan akan dijaga dengan menggunakan bahasa halus atau bahasa hormat secara wajar.

4.Menjaga martabat.

Keigo pada dasarnya menyatakan penghormatan terhadap lawan bicara atau orang yang dibicarakan. Tetapi dengan dapat menggunakan keigo

secara tepat dapat juga menyatakan pendidikan atau martabat pembicaranya 5.Menyatakan rasa kasih sayang.

Keigo yang digunakan para orang tua atau guru taman kanak-kanak kepada anak-anak dapat dikatakan sebagai bahasa yang menyatakan perasaan kasih sayang atau menyatakan kebaikan hati penuturnya.

Contoh kalimat :

のりこちゃん、ご飯をめしあがりますか。

Noriko chan, gohan wo meshiagarimasuka.

(Noriko, apakah sudah makan nasi.) 6.Menyatakan sindiran, celaan atau olok-olok.

Adakalanya menyatakan sindiran, celaan atau olok-olok. Hal ini merupakan ungkapan yang mengambil keefektifan keigo yang sebaliknya, Kalimat-kalimat itu secara efektif dapat mengungkapkan sindiran, celaan atau olok-olok.


(16)

Contoh kalimat :

本当にご立派なお宅ですこと。

Hontooni gorippa na otaku desu koto.

(Rumah yang benar-benar bagus [bagi sebuah apartemen murah]) (Sudjianto, 2007 : 196)

2.4 Faktor – faktor yang Harus Diperhatikan dalam Penggunaan Keigo

Sehubungan dengan hal ini, Toshio dalam Sudjianto (1999: 149) menjelaskan bahwa penggunaan keigo ditentukan oleh tujuh parameter sebagai berikut :

1. Usia : tua atau muda, senior atau yunior.

Faktor usia merupakan hal paling umum dijadikan patokan dalam penggunaan keigo. Hal tersebut dengan jelas dapat menunjukan kesenioritasan seseorang.

Contoh kalimat :

先輩は自転車にお乗りになります。

Senpai wa jitensha ni onori ni narimasu.

(Senpai naik sepeda)

2. Status : atasan atau bawahan, guru atau murid.

Dalam sebuah perusahaan dapat dengan jelas tergambar penggunaan keigo

oleh bawahan terhadap atasan. Begitu pula antara guru dengan murid. Contoh kalimat :

先生はご飯を召し上がります。


(17)

(Pak guru makan nasi) (Dahidi, 2007 : 155)

3. Jenis kelamin : pria atau wanita

Wanita lebih banyak menggunakan keigo. Hal ini dikarenakan kaum wanita cenderung menggunakan ragam bahasa hormat dibandingkan dengan kaum pria, karena pada dasarnya kaum wanita menggunakan bahasa yang lebih halus dibanding dengan kaum prianya.

Contoh kalimat :

私がいけばなについて説明させていただきます。

Watashi ga ikebana ni tsuite setsumei sasete itadakimasu.

(Saya akan menjelaskan tentang ikebana)

4. Keakraban : orang dalam (dikenal) atau orang luar (belum kenal). Biasanya terhadap orang luar memakai keigo.

Segi keakraban juga merupahan salah satu faktor dalam penggunaan keigo. Untuk menunjukan rasa hormat pada orang yang dikenal, maupun menunjukan kesopanan terhadap orang yang belum dikenal akan memberikan kesan baik bagi penuturnya.

Contoh kalimat :

私が荷物をお持ちしますよう。

Watashi ga nimotsu wo omochi shimashou.


(18)

(Dahidi, 2007 : 157)

5. Gaya bahasa : bahasa sehari-hari, ceramah, perkuliahan.

Situasi pembicaraan merupakan hal yang sangat mendukung dalam penggunaan keigo. Selain dari segi usia, status, jenis kelamin, dan keakraban. Penggunaan keigo pun dapat pula disesuaikan dengan situasi pembicaraan. Sebagai contoh, keigo dapat digunakan pada ceramah, perkuliahan, serta kegiatan formal lainnya.

Contoh kalimat :

ちょっと休ませていただきたいです。社長といいました。

Chotto, yasumaseteitadakitaidesu. Shachou to iimashita.

(Saya mau istirahat sebentar. Kata shachou)

6. Pribadi / umum : rapat, upacara.

Keigo umumnya digunakan dalam situasi formal. Keigo biasanya digunakan pada rapat, upacara, maupun situasi formal lainnya.

Contoh kalimat :

山田社長もう来られました。

Yamada sachou mou koraremashita.


(19)

7. Pendidikan : berpendidikan atau tidak

Penggunaan keigo dapat mengindikasikan tingkat pendidikan penuturnya. Penggunaan keigo dengan baik tentunya akan memberikan kesan bahwa penuturnya adalah seseorang yang berpendidikan.

Contoh kalimat :

私はこの本をもうおよみいたしました。

Watashiwa kono hon wo mou oyomi itashimashita.

(Saya sudah membaca buku ini) (Dahidi, 2007 : 157)


(20)

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pengolahan hasil tes dan angket yang digunakan dalam penelitian ini,maka dapat disimpulkan bahwa :

a) Kemampuan Mahasiswa dalam Penggunaan Keigo

Masih tergolong rendanya kemampuan mahasiswa yang ditunjukan dari penghitungan hasil tes, diperoleh nilai rata-rata yaitu, 30.5. Berdasarkan standar nilai UNIKOM, nilai rata-rata tersebut setara dengan indeks E yaitu Sangat Kurang. Dan juga terlihat dari analisis jawaban mahasiswa pada soal tes bagian A, yaitu pemahaman mahasiswa mengenai keigo secara teoritis ditunjukan oleh kurangnya penguasaan terhadap jenis keigo dan fungsinya. Pada soal bagian B banyaknya pertanyaan yang tidak terisi pada lembar jawaban soal tes, menunjukan bahwa keterbatasan mahasiswa dalam perubahan kata kerja. Begitu pula dengan hasil tes bagian C, yang juga menunjukan bahwa dalam penggunaan keigo terutama yang berhubungan dengan penguasaan terhadap verba khusus, mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan verba khusus yang diterapkan dalam kalimat.

b) Faktor yang mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam

penggunaan keigo

1. Cara belajar.


(21)

Kurangnya perhatian mahasiswa terhadap mata kuliah keigo, dinilai merupakan penyebah rendahnya kemampuan mahasiswa dalam penggunaan keigo, khususnya sonkeigo dan kenjoogo

Cara belajar yang responden lakukan dalam mempelajari keigo

hanya bersifat pasif, dan kurang adanya interaksi antar sesama pembelajar dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam penggunaan keigo.

Hampir setengah dari keseluruhan responden mempelajari keigo dilakukan hanya dengan cara membaca dan menghafal saja. Cara belajar tersebut penulis rasa kurang efektif jika tidak ditunjang dengan latihan, baik dalam bentuk percakapan maupun tulisan. Hal tersebutlah yang penulis rasa merupakan pemicu rendahnya nilai rata-rata yang responden peroleh dari soal tes.

2. Intensitas penggunaan keigo baik secara lisan maupun tulisan

Melalui data yang diperoleh dari penyebaran angket, dapat dilihat pada table 4.7 mengenai intensitas penggunaan keigo dalam bentuk percakapan masih tergolong rendah. Setengah dari responden mengatakan tidak pernah menggunakan keigo dalam percakapan bahasa Jepang dan setengah sisanya menjawab jarang. Begitu pula pada tingkat penggunaan keigo secara tulisan, lebih dari setengah responden tidak pernah menggunakan keigo dalam menulis bahasa Jepang, sedangkan sisanya menjawab jarang.

c) Kendala yang dihadapi responden dalam penggunaan keigo


(22)

yang responden hadapi dalam penggunaan keigo adalah, responden jarang menggunakan keigo baik secara lisan maupun tulisan merupakan jawaban utama responden, yaitu sebesar 62.4% (tabel 4.11) selain itu, seringnya lupa dan tertukar dalam penggunaan bentuk khusus maupun perubahan verba merupakan jawaban kedua terbesar responden (14.2%). Hal tersebut erat kaitannya dengan jawaban ketiga responden yaitu, kurangnya fasilitas yang menunjang proses pembelajaran keigo seperti, buku-buku penunjang yang jumlahnya masih sangat terbatas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, lebih lanjut penulis memberikan kesimpulan guna adanya perubahan ke arah yang lebih baik dan sebagai bahan evaluasi studi mahasiswa.

1. Bagi instansi pendidikan

a. Peningkatan bobot pembelajaran mengenai keigo yang diharapkan akan dapat menjadikan mahasiswa merasa lebih familiar mengenai ragam hormat bahasa Jepang ini.

b. Tersedianya fasilitas native speaker yang akan lebih mendorong siswa berinteraksi dengan penutur bahasa asli dan lebih bersemangat dalam berbicara bahasa Jepang.

2. Bagi pembelajar


(23)

dalam kelas maupun dalam kegiatan informal lainnya seperti benkyou kai

sebaiknya lebih ditingkatkan.

b. Pembelajaran mengenai keigo hendaknya tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, agar lebih optimal penggunaannya, penulis menyarankan agar pembelajar harus lebih memiliki inisiatif belajar.


(24)

Akiko, Atachi,dkk. 2002. Bunpou ga Tsuyoi Anatae. Japan : Boninsha

Bungin, Burhan.2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta : Pustaka Jaya Dahidi, Ahmad. 2007. Nihongo No Bunpo. Bandung : HUP

Dahidi, Ahmad. 1990. Shokyu Nihongo Kaiwa. Bandung:

Kutha, Nyoman. 2004. Penelitian Sastra. Denpasar : Pustaka Pelajar

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jogja : Graha Ilmu

Sudjianto. 2007. Pengantar LinguistikBahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc. Tanaka, Toshio.1990.Nihongo no Bunpou. Japan : Kindaibungeisha.


(25)

Sinar Harapan

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang Indonesia. Kyoto : Kyoto Sangyo University Press

Nelson, Andrew. 2002. Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia. Jakarta : Kesaint Blanc


(1)

5.1 Simpulan

Berdasarkan pengolahan hasil tes dan angket yang digunakan dalam penelitian ini,maka dapat disimpulkan bahwa :

a) Kemampuan Mahasiswa dalam Penggunaan Keigo

Masih tergolong rendanya kemampuan mahasiswa yang ditunjukan dari penghitungan hasil tes, diperoleh nilai rata-rata yaitu, 30.5. Berdasarkan standar nilai UNIKOM, nilai rata-rata tersebut setara dengan indeks E yaitu Sangat Kurang. Dan juga terlihat dari analisis jawaban mahasiswa pada soal tes bagian A, yaitu pemahaman mahasiswa mengenai keigo secara teoritis ditunjukan oleh kurangnya penguasaan terhadap jenis keigo dan fungsinya. Pada soal bagian B banyaknya pertanyaan yang tidak terisi pada lembar jawaban soal tes, menunjukan bahwa keterbatasan mahasiswa dalam perubahan kata kerja. Begitu pula dengan hasil tes bagian C, yang juga menunjukan bahwa dalam penggunaan keigo terutama yang berhubungan dengan penguasaan terhadap verba khusus, mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan verba khusus yang diterapkan dalam kalimat.

b) Faktor yang mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam penggunaan keigo

1. Cara belajar.


(2)

Kurangnya perhatian mahasiswa terhadap mata kuliah keigo, dinilai merupakan penyebah rendahnya kemampuan mahasiswa dalam penggunaan keigo, khususnya sonkeigo dan kenjoogo

Cara belajar yang responden lakukan dalam mempelajari keigo hanya bersifat pasif, dan kurang adanya interaksi antar sesama pembelajar dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam penggunaan keigo.

Hampir setengah dari keseluruhan responden mempelajari keigo dilakukan hanya dengan cara membaca dan menghafal saja. Cara belajar tersebut penulis rasa kurang efektif jika tidak ditunjang dengan latihan, baik dalam bentuk percakapan maupun tulisan. Hal tersebutlah yang penulis rasa merupakan pemicu rendahnya nilai rata-rata yang responden peroleh dari soal tes.

2. Intensitas penggunaan keigo baik secara lisan maupun tulisan

Melalui data yang diperoleh dari penyebaran angket, dapat dilihat pada table 4.7 mengenai intensitas penggunaan keigo dalam bentuk percakapan masih tergolong rendah. Setengah dari responden mengatakan tidak pernah menggunakan keigo dalam percakapan bahasa Jepang dan setengah sisanya menjawab jarang. Begitu pula pada tingkat penggunaan keigo secara tulisan, lebih dari setengah responden tidak pernah menggunakan keigo dalam menulis bahasa Jepang, sedangkan sisanya menjawab jarang.

c) Kendala yang dihadapi responden dalam penggunaan keigo

Tiga besar jawaban yang responden berikan mengenai kendala 52


(3)

yang responden hadapi dalam penggunaan keigo adalah, responden jarang menggunakan keigo baik secara lisan maupun tulisan merupakan jawaban utama responden, yaitu sebesar 62.4% (tabel 4.11) selain itu, seringnya lupa dan tertukar dalam penggunaan bentuk khusus maupun perubahan verba merupakan jawaban kedua terbesar responden (14.2%). Hal tersebut erat kaitannya dengan jawaban ketiga responden yaitu, kurangnya fasilitas yang menunjang proses pembelajaran keigo seperti, buku-buku penunjang yang jumlahnya masih sangat terbatas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, lebih lanjut penulis memberikan kesimpulan guna adanya perubahan ke arah yang lebih baik dan sebagai bahan evaluasi studi mahasiswa.

1. Bagi instansi pendidikan

a. Peningkatan bobot pembelajaran mengenai keigo yang diharapkan akan dapat menjadikan mahasiswa merasa lebih familiar mengenai ragam hormat bahasa Jepang ini.

b. Tersedianya fasilitas native speaker yang akan lebih mendorong siswa berinteraksi dengan penutur bahasa asli dan lebih bersemangat dalam berbicara bahasa Jepang.

2. Bagi pembelajar


(4)

dalam kelas maupun dalam kegiatan informal lainnya seperti benkyou kai sebaiknya lebih ditingkatkan.

b. Pembelajaran mengenai keigo hendaknya tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, agar lebih optimal penggunaannya, penulis menyarankan agar pembelajar harus lebih memiliki inisiatif belajar.


(5)

Bungin, Burhan.2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta : Pustaka Jaya Dahidi, Ahmad. 2007. Nihongo No Bunpo. Bandung : HUP

Dahidi, Ahmad. 1990. Shokyu Nihongo Kaiwa. Bandung:

Kutha, Nyoman. 2004. Penelitian Sastra. Denpasar : Pustaka Pelajar

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jogja : Graha Ilmu

Sudjianto. 2007. Pengantar LinguistikBahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc. Tanaka, Toshio.1990.Nihongo no Bunpou. Japan : Kindaibungeisha.


(6)

Daftar Kamus Acuan

Badudu, Js & Zain. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang Indonesia. Kyoto : Kyoto Sangyo University Press

Nelson, Andrew. 2002. Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia. Jakarta : Kesaint Blanc