Interpretasi Penafsiran Pelaksanaan Penelitian

Apriliani Hardiyanti Hariyono, 2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 1975 - 2002 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 28 22 Oktober 1997. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 1997 Ateng Japar masih hidup dan informasi mengenai meninggalnya Ateng Japar di tahun 1995 kemungkinan besar salah. Kedua ketika penulis melakukan wawancara dengan Bapak Arthur S. Nalan, Ibu Retno Dwimarwati, Bapak Herman Effendi, dan Bapak Hernawan yang semuanya merupakan dosen STSI kini ISBI, mereka mengatakan bahwa pada tahun 1995 Ateng Japar masih aktif menggeluti pertunjukan seni Longser. Bahkan sejak tahun 1990-an sampai dengan tahun 2000-an Ateng Japar beserta kelompoknya Pancawarna masih sering diundang oleh pihak STSI maupun pihak pemerintah setempat untuk mengadakan pertunjukan baik di gedung kesenian Dewi Asri yang ada di STSI maupun gedung kesenian Rumentang Siang. Hal ini menunjukkan bahwa ketika memasuki tahun 2000 Ateng Japar masih aktif melakukan pementasan di beberapa gedung kesenian yang ada di wilayah Bandung Ketika STSI dipercaya untuk membina kelompok Longser milik Ateng Japar pada program revitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2001- 2002 Ateng Japar aktif mengikuti pembinaan yang diberikan STSI. Adapun beberapa bukti pembinaan ini dapat terlihat dari video yang dimiliki oleh Badan Pusat Dokumentasi STSI, seperti adanya perubahan-perubahan pada gerakan tarian atau koreografi yang ada di dalam pertunjukan Longser yang lebih rapi jika dibandingkan dengan gerakan tarian dan koreografi pada saat sebelum diberikan pembinaan. Lalu perubahan tersebut dapat terlihat dari segi kostum para anggota kelompok yang menjadi lebih seragam, karena sebelum diberikan pembinaan, kostum yang dikenakan oleh para anggota kelompok tidak sepenuhnya seragam Arthur S. Nalan, wawancara, 17 September 2015. Berdasarkan pernyataan yang telah dijelaskan Bapak Arthur S. Nalan, penulis menyimpulkan bahwa ketika pemerintah melakukan program revitalisasi kesenian tradisional pada tahun 2001-2002, Ateng Japar beserta kelompoknya masih menerima pembinaan yang diberikan STSI selaku lembaga yang diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk memberikan pembinaan terhadap kelompok- Apriliani Hardiyanti Hariyono, 2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 1975 - 2002 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 29 kelompok seni tradisi yang ada di Jawa Barat. Hal ini menandakan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa Ateng Japar wafat di tahun 1995 sangat diragukan kebenarannya, karena belum ada bukti-bukti yang menunjukkan Ateng Japar wafat di tahun tersebut. Ketiga pada bulan Juni 2015 penulis mendapatkan sebuah video yang diperoleh dari Badan Penyimpanan Arsip dan Dokumentasi STSI kini ISBI. Video tersebut berisikan mengenai pertunjukan Longser yang dibawakan oleh kelompok Pancawarna pimpinan Ateng Japar. Dalam video yang memiliki durasi ± dua jam, tepatnya 107 menit terlihat seorang kakek tua yang sedang berperan dalam sebuah part dari pertunjukan Longser. Kakek tua ini adalah Ateng Japar yang dalam perannya menggunakan baju pangsi berwarna hitam dengan mengenakan ikat kepala. Video ini diambil pada awal tahun 2002, karena dalam video tersebut terdapat detail atau keterangan yang menunjukkan video ini dibuat pada Januari 2002. Selain berdasarkan bulan dan tahun yang tertera dalam video tersebut, keterangan ini penulis ketahui langsung dari seorang juru kamera yang mengambil gambar video pada saat pertunjukan Longser ini dipentaskan, juru kamera tersebut adalah Bapak Herman Effendi 59 tahun yang pada saat itu masih menjadi dosen di jurusan Teater saat ini dosen di jurusan Perfilman. Herman Effendi wawancara, 21 September 2015 mengatakan bahwa: “Januari 2002 itu pak Ateng Japar masih bermain Longser dan video ini diambil di gedung kesenian Dewi Asri salah satu gedung yang ada di STSI. Pada saat itu saya kebetulan menjadi ketua panitia proyek atau koordinatornya. Film ini digarap pada awal tahun 2002 dan tahun 2002 pak Ateng ini masih hidup dan diakhir tahun 2002 lah pak Ateng meninggalnya. Jadi meninggalnya tidak lama setelah pembuatan video ini.” Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Herman Effendi, penulis menemukan adanya persamaan pendapat dengan apa yang diungkapkan oleh Arthur S. Nalan, yang mana hal ini pada akhirnya membuat penulis menyimpulkan bahwa Ateng Japar wafat di tahun 2002. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah video yang dibuat pada tahun yang sama, tepatnya pada awal tahun 2002. Herman Effendi menjelaskan bahwa di akhir tahun 2001 pemerintah melakukan sebuah program Apriliani Hardiyanti Hariyono, 2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 1975 - 2002 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 30 revitalisasi kesenian tradisional yang ada di Jawa Barat. Program revitalisasi ini bekerja sama dengan Ford Foundation. Pada saat itu pemerintah mempercayakan STSI untuk menjalankan program tersebut yaitu dengan cara membina kelompok-kelompok seni tradisional yang ada di Jawa Barat. Diantara banyaknya kelompok seni tradisi yang dibina oleh STSI, salah satu kelompok seni tradisi yang berasal dari Kabupaten Bandung yang juga diberikan pembinaan adalah kelompok Longser Pancawarna pernyataan yang sama dengan apa yang dikemukakan oleh Arthur S. Nalan. Jadi pada akhir tahun 2001 kelompok Longser Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar mendapatkan pembinaan dari pihak STSI yang dibiayai oleh pemerintah dan pertunjukan yang ada di dalam video tersebut merupakan bentuk hasil dari pembinaan STSI. Video ini juga sekaligus menjadi video terakhir yang dimiliki pusat dokumentasi STSI tentang pertunjukan Longser yang dibawakan oleh kelompok Ateng Japar. Hal ini dikarenakan, beberapa bulan setelah program Ford Foundation tahun 2001-2002 dilaksanakan, lalu pada bulan januari 2002 video ini digarap, kemudian di akhir tahun 2002 kami mendapat kabar bahwa Ateng Japar telah wafat. Berita ini tentu membuat kami merasa sangat berduka, karena kami bahkan seluruh masyarakat penikmat teater rakyat telah kehilangan sosok seniman hebat yang memiliki talenta dan sense of humor yang luar biasa Herman Effendi, wawancara, 7 Oktober 2015. Jadi dapat disimpulkan, setelah penulis melakukan tahapan kritik sumber internal terhadap perbedaan diantara kedua pendapat mengenai tahun kelahiran dan kematian Ateng Japar, penulis pada akhirnya dalam tahap interpretasi menjadikan pendapat kedua dikemukakan oleh para dosen STSI sebagai sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini didasarkan pada bukti-bukti yang diperoleh oleh penulis selama melakukan kegiatan penelitiannya, yang menunjukkan bahwa kematian Ateng Japar baru terjadi di tahun 2002, karena pada tahun 1995 Ateng Japar masih aktif dalam menggeluti seni Longser bersama kelompok yang digarapnya yaitu kelompok Pancawarna. Apriliani Hardiyanti Hariyono, 2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 1975 - 2002 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 31 Pada dasarnya proses interpretasi merupakan proses kerja yang melibatkan berbagai aktifitas mental, seperti seleksi analisis, komparasi serta kombinasi, dan bermuara pada sintesis. Selain itu dalam proses interpretasi, peneliti berusaha untuk menjelaskan argumentasi-argumentasi terhadap pertanyaan-pertanyaan kausal, mengapa, dan bagaimana peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala di masa lampau terjadi. Dari hal ini fakta tersebut kemudian disusun dan ditafsirkan, sehingga fakta-fakta tersebut satu sama lain saling berhubungan dan menjadi suatu rangkaian peristiwa sejarah yang logis serta kronologis, yang pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta memberikan pernjelasan terhadap permasalahan penelitian yang dikaji oleh peneliti.

1.3.4. Historiografi Penulisan Laporan Penelitian

Historiografi merupakan tahap akhir dari proses penelitian sejarah berupa penulisan sejarah yang telah menggunakan langkah-langkah atau tahap-tahap sesuai dengan metodologi penelitian. Sebagaimana pendapat Sjamsuddin dalam 2007, hlm. 156 yang mengatakan bahwa: “Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan- kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran- pikiran kritis dan analisisnya karena ia pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi .” Penulisan hasil penelitian ini dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Perkembangan Seni Pertunjukan Longser di Kabupaten Bandung Tahun 1975-2002 Suatu Tinjauan Tentang Peranan Ateng Japar sebagai Seniman Longser”. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk kebutuhan studi akademis pada tingkat sarjana Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia UPI. Dalam penyusunannya penulis menggunakan kerangka penulisan sesuai dengan struktur yang ada pada buku pedoman penulisan karya ilmiah UPI tahun 2014. Struktur organisasi penulisan skripsi ini secara umum terdiri dari lima bab, yang diantaranya yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metodologi penelitian, temuan dan pembahasan mengenai “Perkembangan Seni Pertunjukan Longser di Apriliani Hardiyanti Hariyono, 2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 1975 - 2002 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 32 Kabupaten Bandung Tahun 1975- 2002”, dan terakhir simpulan, implikasi, dan rekomendasi. Adapun pembahasan dalam bab IV empat sendiri terdiri dari beberapa poin yang diantaranya yaitu pembahasan mengenai sejarah lahirnya seni pertunjukan Longser sejak dipimpin oleh Ateng Japar, peranan Ateng Japar dalam mengembangkan seni pertunjukan Longser Pancawarna 1975-2002, faktor- faktor yang menghambat perkembangan seni pertunjukan Longser, dan upaya- upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Bandung dan masyarakat dalam melestarikan seni pertunjukan Longser pasca meninggalnya Ateng Japar sang seniman legendaris Longser. Bentuk pembahasan disajikan secara narasi dan deskripsi mengacu kepada poin-poin permasalahan-permasalahan yang diungkapkan pada rumusan masalah. Apriliani Hardiyanti Hariyono, 2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 1975 - 2002 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

1.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai Perkembangan Seni Pertunjukan Longser di Kabupaten Bandung Tahun 1975-2002, penulis menyimpulkan beberapa hal yang diantaranya, pertama Longser merupakan seni teater rakyat yang hidup di daerah Priangan, khususnya Kabupaten Bandung. kelahiran seni pertunjukan Longser tidak dapat dipisahkan dengan seorang seniman bernama Akil atau yang lebih populer dengan nama Bang Tilil. Bang Tilil mempunyai kelompok Lon gser yang diberi nama “Longser Bang Tilil” dan dalam kelompok Longser Bang Tilil inilah Ateng Japar mulai ikut bergabung serta menjadi murid Bang Tilil. Sejak kecil Ateng Japar sudah menggeluti dunia kesenian, hal ini tidak terlepas dari keluarganya yang berlatar belakang kesenian. Pada tahun 1939 Ateng Japar membentuk sebuah kelompok Longser yang diberi nama Pancawarna, setelah sebelumnya bergabung dengan kelompok Longser bang Tilil. Pada awalnya tujuan Ateng Japar mendirikan kelompok Longser Pancawarna adalah sebagai upaya pelestarian dan bukti kecintaannya terhadap dunia kesenian, terutama kepada kesenian tradisional seperti Longser, namun pada perkembangannya pertunjukan Longser yang dibawakan oleh Ateng Japar dijadikan sebagai upaya mata pencaharian. Memasuki tahun 1970an kelompok Longser Ateng Japar menjadi satu-satunya kelompok yang masih aktif melakukan pertunjukan, hal ini dikarenakan pada saat itu hanya kelompok Longser Ateng Japar yang digemari oleh masyarakat Bandung, setelah meredupnya kelompok Longser Bang Tilil. Kedua Peranan Ateng Japar sebagai pemimpin dalam kelompok Longsernya sangatlah dibutuhkan, mengingat posisi pemimpin yang menduduki seluruh fungsi penting di dalam kelompok. Dengan adanya kehadiran seorang pemimpin, suatu kelompok akan lebih terarah dan dapat terorganisasikan dengan baik. Pada tahun 1970-1980an terjadi peralihan tempat pertunjukan, yang pada awalnya melakukan