14
C. Rasio Prevalensi
Tabel IV.9
Tabel 2x2 rasio prevalensi Status Depresi
Teratur Tidak teratur
Jumlah
Depresi
+ 7
A
14
B
21
A+B Tidak depresi
- 10
C
3
D
13
C+D Jumlah
17
A+C
17
B+D
34
N
Dengan menggunakan tabel 2x2 maka rasio dapat dihitung dengan formula berikut :
RP = AA+B : CC+D
interpretasi hasil : 1.
RP=1 faktor resiko tersebut tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek 2.
RP 1 variable tersebut merupakan factor resiko terjadinya penyakit 3.
RP1 factor resiko yang diteliti justru mengurangi penyakit Hasil :
RP = aa+b : cc+d = 77+14 : 1010+3
= 3 : 1.3 = 2.3
Hasil penghitungan rasio prevalensi berjumlah 2.3 menunjukan interpretasi hasil yaitu lebih besar dari 1 maka hal ini berarti ketidak teraturan terapi rumatan metadon merupakan faktor
resiko terjadinya depresi pada responden.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris apakah terdapat hubungan antara tingkat depresi dengan keteraturan terapi rumatan metadon di klinik PTRM
Puskesmas Manahan Surakarta. Karena jumlah pasien di klinik PTRM Puskesmas Manahan Surakarta sebanyak 34 orang, maka tehnik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah
total sampling. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hasilnya sesuai dengan landasan teori dan pada uji hipotesis, yaitu didapatkan adanya hubungan antara tingkat depresi dengan
keteraturan terapi rumatan metadon di klinik Program Terapi Rumatan Metadon PTRM Puskesmas Manahan Surakarta.
Hasil dari pengolahan data dengan uji beda Chi-Square dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 18 for Windows menunjukan koefisien kontingensi yaitu sebesar 0.39
dari angka tersebut dapat diketahui bahwa terdapat korelasi yang lemah antara tingkat depresi dengan keteraturan terapi, hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah responden sehingga
perbandingannya lebih sempit. Sedangkan untuk signifikansinya didapatkan angka probabilitas sebesar 0.013 dari angka probabilitas tersebut dapat diketahui bahwa korelasi tersebut
berkorelasi secara signifikan oleh karena angka tersebut dibawah 0,05. Diperoleh pula Chi-
15 Square hitung sebesar 6.10 dan Chi-Square tabelnya sebesar 5,34. Oleh karena Chi-Square
hitung Chi-Square tabel 6.105.34, maka Ho ditolak. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan ada hubungan antara tingkat depresi dengan keteraturan terapi rumatan metadon di
klinik Program Terapi Rumatan Metadon PTRM Puskesmas Manahan Surakarta. Hasil penghitungan rasio prevalensi berjumlah 2.3 hal ini menunjukan interpretasi hasil yang lebih
besar dari 1 maka ini berarti ketidak teraturan terapi rumatan metadon merupakan faktor resiko terjadinya depresi pada responden.
Depresi merupakan suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai dengan hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien depresi merasakan
hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi dan hilangnya nafsu makan, serta pikiran tentang kematian atau bunuh diri Maramis, 2003
Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat perubahan prilaku dan kenaikan angka depresi pada pasien ketergantungan opioid yang belum pernah mendapatkan terapi rumatan
metadon dan yang tidak teratur menjalankan terapi. Makin lama seseorang menyalahgunakan zat,
makin lama pula ia harus menanggung segala masalah dan akibat dari kebiasaannya tersebut sehingga akan makin mudah menderita gangguan depresi Kandouw, 2007.
Depresi yang diderita oleh pasien terapi rumatan metadon merupakan masalah yang perlu diperhatikan secara serius, karena jika tak dikenali dan ditatalaksana dengan baik, maka depresi
yang muncul akibat ketidak teraturan terapi rumatan selanjutnya akan dapat menjadi salah satu alasan untuk mengulangi kebiasaannya, dengan tujuan mengobati diri sendiri dari nyeri atau
sakit yang dirasakan Kandouw, 2007.
Terapi metadon adalah salah satu terapi bagi pengguna heroin untuk mengatasi masalah yang ditimbulkannya. Program terapi metadon dilakukan dalam jangka panjang karena itu
disebut Program Rumatan Metadon PRM mengingat pasien perlu mengubah kebiasaan penggunaan yang memerlukan pembiasaan hidup sehat dalam jangka panjang Depkes RI,
2007.
Ketidak teraturan terapi pasien yang kemudian menyebabkan naiknya tingkat depresi tersebut berawal dari rasa bosan pasien terhadap panjangnya rangkaian terapi rumatan metadon
yang membutuhkan waktu lama, kemudian muncul perasaan ragu terhadap keberhasilan terapi rumatan metadon sehingga hal ini mendorong pasien untuk cenderung tidak teratur menjalankan
terapi dan akhirnya kembali menggunakan heroin. Selain itu gejala ketergantungan akan lebih sering muncul karena ketidak teraturan terapi yang di jalankan pasien, dan mempengaruhi
semangat pasien untuk kembali sembuh. Hal inilah yang mencetuskan kenaikan tingkat depresi pada pasien rumatan yang tidak teratur menjalankan terapi rumatan metadon Kandouw, 2007
Pada tahapan terapi rumatan metadon apabila pasien kurang mampu mengambil keputusan hal ini seringkali diterjemahkan sebagai Denial dan atau resisten. Denial merupakan
mekanisme defensif yang seringkali menghambat pemulihan. Denial berada dalam alam bawah sadar, tujuannya adalah agar pasien membebaskan diri dari konflik emosional dari dalam dirinya.
Depkes RI, 2007.
Resistensi adalah dimana pasien melakukan anti terapeutik. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari perasaan tak nyaman dan perasaan bersalah. Resistensi juga merujuk
pada keadaan yang tak termotivasi. Resistensi dan denial menghambat keberhasilan terapi dan terlihat pada keadaan pasien yang tak termotivasi Depkes RI, 2007.
Ada beberapa faktor dalam perubahan perilaku antara lain tahapan perilaku prakontemplasi, kontemplasi, preparasi, aksi dan rumatan. Pada tahap prakontemplasi klien
datang ke layanan terapi hanya untuk menyenangkan keluarga saja, bukan untuk merubah
16 perilaku penggunaannya. Pada tahap kontemplasi pasien telah mulai memikirkan perubahan
perilaku namun belum bergerak kearah perubahan tersebut. Pada tahap persiapan klien berencana memulai perubahan dalam waktu dekat dan dalam banyak kasus telah pasien mempelajari betapa
berharganya berubah dan belajar dari kesalahan orang lain. Saat mulai menapaki tahap bertindak pasien berupaya dan menunjukan perubahan perilaku dan lingkungan yang mempengaruhinya
dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapinya. Saat telah menginjak tahap rumatan pasien akan mempertahankan perilaku yang telah berhasil dirubahnya dalam tahap tindakan dan
menghindarkan diri dari kekambuhan Depkes RI, 2007.
Dalam pelaksanaan penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan penelitian antara lain 1.
Penelitian ini hanya terpusat pada satu klinik PTRM. 2.
Sedikitnya jumlah pasien di Klinik PTRM Puskesmas Manahan sehingga cakupan dan perbandingannyapun tidak terlalu luas.
3. Kurangnya data pembanding karena belum banyak penelitian yang serupa.
17
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan