inhaler dikatakan tidak tepat karena mereka salah dalam langkah-langkah penggunaan inhaler, mereka mengaku tidak pernah mendapatkan edukasi
sehingga tidak tepat dalam penggunaan inhaler. Penggunaan inhaler yang tepat secara dosis dan cara penggunaan yang sesuai maka efek sampingnya dapat
dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang salah akan meningkatkan efek samping seperti jamurkandidiasis di daerah mulut dan suara serak Supriyatno, 2002.
Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang teknik penggunaan alat terapi inhalasi yang membutuhkan pelatihan. Sehingga penggunaan alat terapi inhalasi
dapat lebih dipahami dan diperlukan juga evaluasi yang berulang kali untuk memantau cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat oleh pasien.
B. Perumusan Masalah
Berapa persentase pasien asma di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode Agustus 2015 yang menggunakan inhaler dengan tepat?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur persentase ketepatan cara penggunaan inhaler pada pasien asma di RSUD Kabupaten Sukoharjo periode
Agustus 2015.
D. Tinjauan Pustaka
1. Asma
a. Definisi
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan Muttaqin, 2008. Menurut GINA, 1995 dan Francis,
2012 asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas yang penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami. Akibat dari inflamasi, jalan napas menjadi
hiperresponsif dan mudah menyempit sebagai respon terhadap berbagai jenis rangsangan seperti alergen, iritan kimia, asap rokok, udara dingin, atau olahraga.
Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan mengi, sulit bernapas, dada terasa sesak, serta batuk terutama pada malam atau pagi hari.
b. Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit dapat ditangani dengan baik, mengi wheezing berulang atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi
maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala
berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakitsempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibel yang
dapat membantu diagnosis Rengganis, 2008.
c. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :
1. Penatalaksanaan asma akut Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis
segera. Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Kemampuan pasien untuk medeteksi dini perburukan asmanya adalah penting,
agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan terjadi. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisik
dan bila memungkinkan faal paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium
yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan Rengganis, 2008. 2. Penatalaksanaan asma kronik
Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan
variasi keadaan asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan. Bronkodilator adalah pengobatan
saat serangan untuk mengatasi serangan atau sebagai pelega Bochner, 2005
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK